NAMA
NIM
: 15.901.1281
KELOMPOK : 5
Proksimal
Diafiseal
Distal
Maleolar
Untuk fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja
pada fraktur collum, fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita
tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik,
trauma yang dialami oleh wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar
mandi) sedangkan pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami
kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, fraktur supracondyler, fraktur
intercondyler, fraktur condyler femur banyak terjadi pada penderita laki laki
4) Kombinasi
dari
pemuntiran,
penekukan
dan
penekanan
yang
5. Pathway
a) Pre op
Trauma langsung
Kondisi patologis
Fraktur femur
Spasme otot
Diskontinuitas tulang
Pelepasan histamin
Tekanan sumsum tulang lebih tinggi kapiler
Nyeri akut
deformitas
edema
Reaksi stress muncul
Kurang pengetahuan
b) Post - Op
Trauma langsung
Kondisi patologis
Fraktur femur
Dilakukan tindakan operasi (orif)
6. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :
a. Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu
misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter
mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan
oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak
dari tungkai bawah, dibagi dalam :
1) Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
2) Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
b. Fraktur Subtrochanter Femur
Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter
minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan
mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter
minor
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
c. Fraktur Batang Femur (Dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah
pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur
batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah. Dibagi menjadi :
1) tertutup
2) terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan
antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
a) Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka
kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam
menembus keluar.
b) Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan
karena benturan dari luar.
c) Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor,
jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh
darah)
d. Fraktur Batang Femur (Anak Anak)
e. Fraktur Supracondyler Femur
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke
posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot
otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh
trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan
stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
f. Fraktur Intercondylair
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga
umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
g. Fraktur Condyler Femur
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan
adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
7. Manifestasi Klinis
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan
menggunakan tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari
tempat yang cedera suatu pukulan dapat menyebebkan fraktur pada kondilus
femur, batang femur, pattela, ataupun acetabulum. Umur pasien dan
mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat cedera yang ringan
curigailah lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala yang
sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera
jaringan lunak, deformitas jauh lebih mendukung.
(Lewis & Heitkemper, 2007) menyampaikan gejala klinis dari fraktur
adalah sebagai berikut:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan
adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan
sekitarnya. Nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah beratnya sampai
fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
8. Komplikasi
a. Early :
1) Lokal :
a) Vaskuler : Compartement syndrome, Trauma vaskuler
b) Neurologis : lesi medulla spinalis atau saraf perifer
2) Sistemik : emboli lemak
a) Crush syndrome
a) Emboli paru dan emboli lemak
b. Late :
1) Malunion : Bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal
(angulasi, perpendekan, atau rotasi) dalam waktu yang normal
2) Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari
normal
3) Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu
4) Kekakuan sendi/kontraktur
9. Penatalaksanaan
a. Reduksi
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi fraktur dilakukan
sesegera
mungkin
untuk
mencegah
jaringan
lunak
kehilangan
Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi
dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.
(a)
(b)
Gambar 4. Metode Pemasangan Traksi (a. Skletal traksi. b. Skin
traksi)
c. Imobilisasi fraktur.
Ket: Teknik fiksasi interna. (A) Plat dan sekrup untuk fraktur transversal
atau oblik pendek; (B) Sekrup untuk fraktur oblik dan spiral
panjang; (C) sekrup untuk fragmen butterfly panjang; (D) Plat dan
enam sekrup untuk fragmen butterfly pendek; (E) Nail moduler
untuk fraktur segmental
d. Pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak
keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini
disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi
dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang
bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma
fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka.
Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang
normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini
dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan
paku.
Indikasi ORIF :
1) Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
3) Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
4) Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi
5) Excisional Arthroplasty
6) Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi
7) Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
8) Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
1) Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
2) Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada
didekatnya
3) Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
4) Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
5) Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada
kasus-kasus
yang
tanpa
komplikasi
dan
dengan
kemampuan
3) Elektromyografi:
terdapat
kerusakan
konduksi
saraf
yang
diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
menerangkan
seberapa
jauh
rasa
sakit
mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit
tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi
dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit
menyebabkan
tertentu
fraktur
seperti
patologis
kanker
yang
sering
tulang
yang
sulit
untuk
kecacatan
akibat
frakturnya,
rasa
cemas,
rasa
e. Sirkulasi,
seperti
hipertensi
(kadang
terlihat
sebagai
respon
warna
kemerahan
atau
kebiruan
(livide)
atau
hyperpigmentasi.
c) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal)
d) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
e) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,
baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time Normal (3 5) detik
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal)
d) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu
3. Intervensi Keperawatan
Pre-op
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik : fraktur femur
ditandai dengan peningkatan TTV (TD: 140/90mmHg, N:110 x/menit,
RR: 24 X/menit, S: 36,5oC), wajah tampak meringis, mengungkapkan
nyeri di bagian kaki dengan skala 8 ( skala 1-10), diaphoresis, dilatasi
pupil.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan nyeri
klien dapat terkontrol dengan kriteria hasil :
1) Pain Control
-
demonstrated).
2) Pain Level
- Pelaporan nyeri, skala 5 (none)
Intervensi :
Kontrol nyeri
1) Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Mengurangi rasa nyeri pada area yang sakit secara
nonfarmakologi.
ditandai
dengan
oedema
ekstremitas,
sianosis,
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
kerusakan
Status neurologi
-
Intervensi :
Bed Rest care
1) Jelaskan pada pasien tentang kemungkinan untuk bed rest selama
beberapa waktu
Rasional: memberitahukan kemungkinan yang terjadi bila klien tidak
mampu bergerak dalam waktu lama sehingga tidak menimbulkan
kecemasan bagi klien dank lien dapat turut berperan dalam proses
penyembuhannya.
2) Jaga agar linen tetap bersih dan kering.
peengobatan
penyakitnya,
dan
klien
dapat
Intervensi:
Pengajaran : proses penyakit
1) Kaji tingkat pengetahuan
klien
yang
berhubungan
dengan
perkembangan penyakit.
Rasional:
Mengetahui tingkat pengetahuan klien akan membantu dalam proses
pemberian informasi dan jenis paparan yang harus diberikan.
2) Jelaskan patofisiologi perjalanan penyakit, dan kondisi penyakit
klien saat ini.
Rasional:
Memberikan paparan pengetahuan kepada klien sehingga klien
memahami kondisi penyakitnya dan membantu klien dalam
menentukan pengobatan yang dilakukan.
3) Diskusikan terapi pengobatan yang perlu dilakukan klien
Rasional:
Membantu klien dalam memilih treatment yang sesuai dengan
tingkat perkembangan penyakit dan tingkat ekonomi klien.
4) Informasikan pasien tentang efek samping pengobatan dan upaya
yang dilakukan dalam mengurangi/meminimalisir efek samping dari
pengobatan tersebut.
Rasional:
Membantu klien mempersiapkan diri terhadap efek samping dari
pengobatan
Post-op
c.
Consistenly demonstrated)
Klien mampu memonitor tingkah laku penyebab infeksi (Skala 5 =
Consistenly demonstrated)
Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan (Skala 5 =
Consistenly demonstrated)
Penyembuhan Luka : primer
- Pendekatan kulit, skala 5 (extensive)
- Pendekatan tepi luka, skala 5 (extensive)
- Pembentukan Scar, skala 5 (extensive)
- drainase purulen, skala 5 (none)
Intervensi:
Infection control (kontrol infeksi)
1) Bersihkan lingkungan setelah digunakan oleh klien.
Rasional: Agar bakteri dan penyakit tidak menyebar dari lingkungan
dan orang lain.
2) Jaga agar barier kulit yang terbuka tidak terpapar lingkungan dengan
cara menutup dengan kasa steril.
Rasional: Mengurangi paparan dari lingkungan.
3) Ajarkan klien dan keluarga teknik mencuci tangan yang benar.
Rasional: Mencegah terjadinya infeksi dari mikroorganisme yang ada di
tangan.
4) Pergunakan sabun anti microbial untuk mencuci tangan.
Rasional: Mencuci tangan menggunakan sabun lebih efektif untuk
membunuh bakteri.
5) Anjurkan klien untuk tetap menjaga personal hygiene
Rasional: Meminimalkan penularan agen infeksius
6) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
Rasional: Mencegah infeksi nosokomial.
7) Terapkan Universal precaution.
Status neurologi
-
555 555
-
4. Kurang pengetahuan
Kepedulian terhadap penyakit :
- Spesifik proses penyakit ( 5 = extensive knowledge ).
- Prosedur pengobatan ( 5 = extensive knowledge ).
- Regimen pengobatan ( 5 = extensive knowledge ).
Post -op
1. Risiko Infeksi
Tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil:
Infection Severity (Keparahan infeksi)
- Tidak ada kemerahan (Skala 5 = None)
- Tidak terjadi hipertermia (Skala 5 = None)
- Tidak ada nyeri (Skala 5 = None)
- Tidak ada pembengkakan (Skala 5 = None)
Risk Control (Kontrol resiko)
- Klien mampu menyebutkan factor-faktor resiko penyebab infeksi
-
Consistenly demonstrated)
Klien mampu memonitor tingkah laku penyebab infeksi (Skala 5 =
Consistenly demonstrated)
Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan (Skala 5 =
Consistenly demonstrated)
Penyembuhan Luka : primer
- Pendekatan kulit, skala 5 (extensive)
- Pendekatan tepi luka, skala 5 (extensive)
- Pembentukan Scar, skala 5 (extensive)
- drainase purulen, skala 5 (none)
NYERI AKUT
DAFTAR PUSTAKA