Anda di halaman 1dari 802

PEMBAHASAN TO 3 OPTIMAPREP

BATCH III UKMPPD 2015


dr. Widya, dr. Cemara, dr. Yolina, dr. Retno, dr. Yusuf, dr. Reza

OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan
(belakang pasaraya manggarai)
phone number : 021 8317064
pin BB 2A8E2925
WA 081380385694

Medan :
Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
Phone number : 061 8229229
Pin BB : 24BF7CD2
www.Optimaprep.Com

ILMU PENYAKIT DALAM

1. Dislipidemia

1. Dislipidemia

1. Dislipidemia

2. Hepatitis Virus

HBsAg (the virus coat, s= surface)


the earliest serological marker in the serum.
HBeAg
Degradation product of HBcAg.
It is a marker for replicating HBV.
HBcAg (c = core)
found in the nuclei of the hepatocytes.
not present in the serum in its free form.
Anti-HBs
Sufficiently high titres of antibodies ensure
imunity.
Anti-Hbe
suggests cessation of infectivity.
Anti-HBc
the earliest immunological response to HBV
detectable even during serological gap.
Principle & practice of hepatology.

2. Hepatitis Virus

2. Hepatitis Virus

2. Hepatitis Virus

3. Leukemia
CLL

CML

ALL

AML

The bone marrow makes abnormal leukocyte dont die when they
should crowd out normal leukocytes, erythrocytes, & platelets. This
makes it hard for normal blood cells to do their work.
Prevalence

Over 55 y.o.

Mainly adults

Symptoms & Grows slowly may


Signs
asymptomatic, the disease is found
during a routine test.

Common in
children

Adults &
children

Grows quickly feel sick & go to


their doctor.

Fever, swollen lymph nodes, frequent infection, weak,


bleeding/bruising easily, hepatomegaly/splenomegaly, weight loss,
bone pain.
Lab

Mature
lymphocyte,
smudge cells

Mature granulocyte,
dominant myelocyte
& segment

Therapy

Can be delayed if asymptomatic


CDC.gov

Lymphoblas Myeloblast
t >20%
>20%, aeur rod
may (+)
Treated right away

Sel blas dengan Auer rod pada leukemia


mieloblastik akut

Leukemia mielositik kronik

Sel blas pada leukemia limfoblastik akut

Limfosit matur & smudge cell


pada leukemia limfositik kronik

4. Penyakit Hepatobilier

4. Penyakit Hepatobilier
Koledokolitiasis
Batu empedu di duktus biliaris komunis

Manifestasi klinis
Kolik bilier, kolangitis asending, ikterus obstruktif, pankreatitis
akut.

Radiologi
USG, sensitivitas 13-55%, temuan: visualisasi batu (hiperekoik),
dilatasi duktus bilier
CT dengan kontras: 65-88%

Terapi
ERCP dengan sfingterotomi
http://radiopaedia.org/articles/choledocholithiasis

4. Penyakit Hepatobilier
Kolelitiasis:
Nyeri kanan atas/epigastrik
mendadak, hilang dalam 30
menit-3 jam, mual, setelah makan
berlemak.

Kolesistitis:
Nyeri kanan atas
bahu/punggung, mual, muntah,
demam
Nyeri tekan kanan atas (murphy
sign)

Koledokolitiasis:
Nyeri kanan atas, ikterik, pruritis,
mual.

Kolangitis:
Triad Charcot: nyeri kanan atas,
ikterik, demam/menggigil
Reynold pentad: charcot + syok &
mitral stenosis
Pathophysiology of disease. 2nd ed. Springer; 2006.

5. Efek Samping OAT


Hepatotoxic reactions:
ALT or AST > 5 times ULN
>3 times ULN + Sign and symptom
Transaminase age-dependent with INH
Transaminase dose-dependent with PZA
Cholestasis ( bilirubinand ALP) with RIF

5. Efek Samping OAT


Mechanism of injury
Pyrazinamide
alters nicotinamide acetyl dehydrogenase levels generation of free
radical species.
may induce hypersensitivity reactions with eosinophilia & liver injury
or granulomatous hepatitis

Isoniazide:
Reactive metabolites of monoacetyl hydrazine are probably toxic to
tissues through free radical generation.

Rifampin
Conjugated hyperbilirubinemia probably is caused by rifampin
inhibiting the major bile salt exporter pump.
Rare hepatocellular injury appears to be a hypersensitivity reaction.
An Official ATS Statement: Hepatotoxicity of Antituberculosis Therapy

5. E.S. OAT Mayor


MAYOR

Kemungkinan Penyebab

HENTIKAN OBAT

Gatal & kemerahan

Semua jenis OAT

Antihistamin & evaluasi


ketat

Tuli

Streptomisin

Stop streptomisin

Vertigo & nistagmus (n.VIII) Streptomisin

Stop streptomisin

Ikterus

Sebagian besar OAT

Hentikan semua OAT s.d.


ikterik menghilang,
hepatoprotektor

Muntah & confusion

Sebagian besar OAT

Hentikan semua OAT & uji


fungsi hati

Gangguan penglihatan

Etambutol

Stop etambutol

Kelainan sistemik, syok &


purpura

Rifampisin

Stop rifampisin

5. E.S. OAT Minor


Minor

Kemungkinan Penyebab

Tata Laksana

Tidak nafsu makan, mual,


sakit perut

Rifampisin

OAT diminum malam


sebelum tidur

Nyeri sendi

Pyrazinamid

Aspirin/allopurinol

Kesemutan s.d. rasa


terbakar di kaki

INH

Vit B6 1 x 100 mg/hari

Urine kemerahan

Rifampisin

Beri penjelasan

6. Infeksi Saluran Kemih

Pyelonefritis:
Inflammation of the kidney & renal pelvis
fever, chilling, nausea, vomit, flank pain, diarrhe, leukocyte silinder.

Cystitis:

Complicated UTI

Inflammation of the bladder


Dysuria, frequency, urgency, suprapubic discomfort, foul odor &
changes of urine culture.
Cystitis or pyelonephritis in a man or woman with an anatomic
predisposition to infection, with a foreign body in the urinary tract, or
with factors predisposing to a delayed response to therapy.

Urethritis:

Inflammation of the urethra


Dysuria, frequency, pyuria, discharge.
Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

6. Infeksi Saluran Kemih


Perempuan dengan:
Gejala ISK (disuria, frekuensi, atau urgensi)
Tanpa kondisi penyulit (jika hamil, ada kelainan berkemih,
kondisi komorbid -> complicated UTI)
Tanpa nyeri punggung (jika ada -> pikirkan pielonefritis)
Tanpa duh tubuh vagina (jika ada -> pikirkan STD)
Maka kemungkinan sistitis akut > 90%
Jika riwayat tidak jelas dipstick
Positif: 80% sistitis (pertimbangkan terapi ISK)
Negatif: 20% sistitis (dipstick tidak sangat spesifik, 1/5 kasus mungkin
benar ISK pertimbangkan kultur, follow up, atau diagnosis lain)

TMP-SMX, nitrofurantoin, & fluoroquinolones memiliki


aktivitas yang baik terhadap patogen sistitis.
Clinical Practice Guidelines by the Infectious Diseases Society of America and the European Society for
Clinical Microbiology and Infectious Diseases . 2010.

6. Infeksi Saluran Kemih


Terapi Sistitis:
Siprofloksasin
2 x 250 mg, 3 hari
Ko-trimoksazol
: 2 x 160/800 mg, 3 hari
Nitrofurantoin monohidrat: 2 x 100 mg, 5 hari
Fosfomycin trometamol : 3 gram dosis tunggal

7. Pneumonia
Community acquired pneumonia:
Pneumonia yang didapat di masyarakat

Hospital acquirede pneumonia (HAP)


Pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan
disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit.

Ventilator associated pneumonia (VAP)


Pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi
endotrakeal.

Healthcare associated pneumonia (HCAP), meliputi pasien:


Pernah dirawat di RS selama 2 hari/lebih dalam waktu 90 hari sebelum awitan
pneumonia,
Tinggal di panti atau fasilitas rawat jangka panjang ,
Mendapat antibiotik IV, kemoterapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari
dari sebelum awitan pneumonia,
Pasien hemodialisis.

7. Pneumonia
Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + 2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila 38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis 10.000/leukopenia 4.500
Gambaran radiologis:
Infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.

7. Pneumonia
Diagnosis pneumonia nosokomial:
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah
dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua
infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk
rumah sakit
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas
dasar :
Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
Ditambah 2 diantara kriteria berikut:

suhu tubuh > 38oC


sekret purulen
leukositosis

Pneumonia nosokomial, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.

8. Infeksi Dengue
NS1:
antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak
hari pertama demam.
Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak
terdeteksi hari ke 5-6.

Untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder


digunakan pemeriksaan IgM & IgG antidengue.
Infeksi primer IgM (+) setelah hari ke 3-6 & hilang dalam 2 bulan, IgG
muncul mulai hari ke-12.
Pada infeksi sekunder IgG dapat muncul sebelum atau bersamaan
dengan IgM
IgG bertahan berbulan-bulan & dapat (+) seumur hidup sehingga
diagnosis infeksi sekunder dilihat dari peningkatan titernya. Jika titer
awal sangat tinggi 1:2560, dapat didiagnosis infeksi sekunder.

WHO SEARO, Dengue prevention & management. 2011.

8. Infeksi Dengue

Shock
Bleeding

Primary infection:
IgM: detectable by days 35 after the onset of
illness, by about 2 weeks & undetectable after
23 months.
IgG: detectable at low level by the end of the first
week & remain for a longer period (for many
years).

Secondary infection:
IgG: detectable at high levels in the initial phase,
persist from several months to a lifelong period.

IgM: significantly lower in secondary infection


cases.

9. SLE
Systemic lupus
erythematosus:
an autoimmune
disease
organs & cells
undergo damage
initially mediated by
tissue-binding
autoantibodies &
immune complexes.

Robbins & Cotran pathologic basis of diseases. 2010.

9. SLE

Robbins & Cotran pathologic basis of diseases. 2010.

10. Kardiologi

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. LWW; 2011.

11. Thyroid Disease


Waynes Index
Skor > 19:
hipertiroidisme.
Skor < 11:
eutiroidism.
Skor antara 11-19:
equivocal

11. Thyroid Disease


Billewicz Index:
A score > 25:
hypothyroidism.
A score < - 30:
Exclude
hypothyrodism

12. Kolera

Kematian pada kasus kolera disebabkan oleh syok hipovolemik, sehingga resusitasi
cairan adalah hal pertama dan utama dalam penatalaksanaan.

Antibiotik tidak mutlak diperlukan untuk bisa sembuh, tetapi bisa mengurangi
durasi dan volume cairan yang hilang, serta mempercepat hilangnya kuman dari
feses.

WHO merekomendasikan antibiotik hanya jika pasien dehidrasi berat, tetapi


penggunaan yang lebih luas dapat dibenarkan. Antibiotik yang diberikan yaitu
doksisiklin 300 mg dosis tunggal atau tetrasiklin 4 x 12,5 mg/kgBB selama 3 hari.
Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.

12. Kolera

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.

12. Kolera

Asidosis berat (pH 7,2) sering terjadi pada pasien


kolera, sehingga Ringer's lactate adalah pilihan
terbaik untuk pemberian cairan.

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.

13. Infeksi H. pylori


Worldwide, >80% of duodenal ulcers and >60% of gastric
ulcers are related to H. pylori colonization.

13. Infeksi H. pylori

13. Infeksi H. pylori


Tata laksana awal dengan triple therapy:
Amoksisilin 2 x 1g/hari,
Klaritromisin 2 x 500 mg/hari,
Omeprazol 2 x 20 mg/hari selama 7-14 hari.

Tatalaksana lini kedua dengan quadruple therapy:

Omeprazol 2 x 20 mg/hari,
bismuth subsalisilat 4 x 525 mg/hari,
Metronidazol 4 x 250 mg/hari,
Tetrasiklin 4x500 mg/hari selama 10-14 hari
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

14. SLE
Evaluasi aktivitas penyakit ini berguna sebagai panduan dalam pemberian
terapi.
Indeks untuk menilai aktivitas penyakit seperti SLEDAI, MEX-SLEDAI,
SLAM, BILAG Score, dsb.
Dianjurkan untuk menggunakan MEX-SLEDAI atau SLEDAI.
The SLEDAI is designed to measure the activity or extent of inflammation
in nine organ systems (Table 7). It has a theoretical maximum of 105
points. However, in practice, it is unusual for a patient to have more than
three to five organ systems involved. The rate of 5-year survival for
patients with a SLEDAI of less than 19 is 85%, as compared with 65% for
those with a SLEDAI over 19.[73] - See more at:
http://www.cancernetwork.com/review-article/bmt-severe-autoimmunediseases-idea-whose-time-has-come/page/0/3#sthash.Be32CIaY.dpuf

14. SLE

https://www.rheumatology.org/Practice/Clinical/Indexes/Systemic_Lupus_Erythematosus_Disease_Activity_Index_SELENA
_Modification/

15. Hemostasis
Aspirin menghambat COX-1 yang menurunkan PGG2 sehingga
menghambat aktivasi trombosit gangguan agregasi trombosit
bleeding time memanjang.
Untuk menilai respons terapi aspirin, saat ini dapat diperiksa dengan
VerifyNow.

Nature Reviews Cardiology 8, 560-571 (October 2011) | doi:10.1038/nrcardio.2011.111


http://www.nature.com/nrcardio/journal/v8/n10/images/nrcardio.2011.111-f1.jpg

16. Diuretic
Adverse effects of sulfonamide
type (CA inhibitor, thiazide, loop)
diuretics:
hypokalemia is a consequence of
excessive K+ loss in the terminal
segments of the distal tubules
where increased amounts of Na+
are available for exchange with
K+
hyperglycemia and glycosuria
Hyperuricemia: increase in
serum urate levels may
precipitate gout in predisposed
patients.
Sulfonamide diuretics compete
with urate for the tubular organic
anion secretory system.

Color atlas of pharmacology.


Katzungs basic and clinical pharmacology

17. Infeksi HIV


Untuk memulai terapi antiretroviral perlu
dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 (bila tersedia)
dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya.
Rekomendasi :
Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah
CD4 <350 sel/mm3 tanpa memandang stadium
klinisnya.
Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB
aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa
memandang jumlah CD4.
Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa Kementerian. Kemenkes 2011.

17. Infeksi HIV

Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa Kementerian. Kemenkes 2011.

18. Arthritis
Rheumatoid arthritis (RA)
Penyakit inflamasi kronik dengan penyebab yang belum
diketahui, ditandai oleh poliartritis perifer yang simetrik.
Skor 6/lebih: definite RA.
Faktor reumatoid merupakan autoantibodi yang
menyerang IgG lebih spesifik menandakan autoimunitas
daripada CRP yang merupakan penanda inflamasi.

19. Cyanide Intoxication


Source:
the vasodilator drug nitroprusside, natural sources are found in
cassava.

Mechanism of toxicity:
Cyanide binds to cellular cytochrome oxidase blocking the
aerobic utilization of oxygen metabolic acidosis.

Symptoms
headache, nausea, dyspnea, & confusion.
Syncope, seizures, coma, agonal respirations, & cardiovascular
collapse ensue rapidly after heavy exposure.
Poisoning & drug overdose by the faculty, staff and associates of the California Poison Control
System third edition

19. Cyanide Intoxication


Treatment:
A. Emergency and supportive measures. Treat all cyanide exposures
as potentially lethal.
1. Maintain an open airway and assist ventilation if necessary.
2. Treat coma, hypotension, & seizures if they occur.
3. Start an IV line and monitor the patients vital signs and ECG
B. Specific drugs and antidotes
1. The cyanide antidote package consists of amyl & sodium nitrites,
which produce cyanide-scavenging methemoglobinemia, & sodium
thiosulfate, which accelerates the conversion of cyanide to
thiocyanate.
C. Prehospital.
Immediately administer activated charcoal if available. Do not
induce vomiting unless victim is more than 20 minutes from a
medical facility and charcoal is not available.

19. Cyanide Intoxication


Amyl nitrite crushable ampules
Crush one to two ampules in gauze, cloth, or a sponge and
place under the nose of the victim, who should inhale
deeply for 30 seconds.
Rest for 30 seconds, then repeat.
Each ampule lasts about 23 minutes.

Sodium nitrite parenteral


Adults: 300 mg of sodium nitrite (10 mL of 3% solution) IV
over 35 minutes.

Sodium thiosulfate: 12.5 g IV

20-21. Diabetes Mellitus

20-21. Diabetes Mellitus

American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus.


Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001

20-21. Diabetes Mellitus


Diagnosis KAD:
Kadar glukosa 250
mg/dL
pH <7,35
HCO3 rendah
Anion gap tinggi
Keton serum (+)

Harrisons principles of internal medicine

20-21. Diabetes Mellitus


Prinsip pengobatan KAD:
1. Penggantian cairan dan garam yang hilang
2. Menekan lipolisis & glukoneogenesis dengan
pemberian insulin. Dimulai setelah diagnosis
KAD dan rehidrasi yang memadai.
3. Mengatasi stres pencetus KAD
4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal,
pemantauan & penyesuaian terapi

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

20-21. Diabetes Mellitus


Hyperglycemic hyperosmolar state
The prototypical patient is an elderly individual with type 2
DM, with a several-week history of polyuria, weight loss, and
diminished oral intake that culminates in mental confusion,
lethargy, or coma.
The physical examination reflects profound dehydration and
hyperosmolality and reveals hypotension, tachycardia, and
altered mental status.
Notably absent are symptoms of nausea, vomiting, and
abdominal pain and the Kussmaul respirations characteristic of
DKA.
HHS is often precipitated by a serious, concurrent illness such as
myocardial infarction or stroke. Sepsis, pneumonia, and other
serious infections are frequent precipitants and should be
sought.
Harrisons principles of internal medicine

22. Disentri
Trias disentri: demam, tenesmus, diare berdarah.
Manifestasi klinis disentri
amoeba:
Awitan perlahan atau
fulminan.
Tenesmus terdapat pada
50% pasien & selalu terkait
dengan keterlibatan
rektosigmoid.
Nyeri tekan abdomen
bawah, biasanya di daerah
caecum, kolon transversum
atau sigmoid.

22. Disentri
Diagnosis

Characteristic

Crohn disease

Diare; nyeri abdomen kuadran kanan bawah, sering timbul setelah


makanan; turun berat badan & terdapat nyeri tekan abdomen.
Diare biasanya tidak berdarah.

Colitis ulcerative

Diare, dengan atau tanpa darah. Jika inflamasi terdapat di rektum


(proktitis), darah dapat muncul di permukaan feses; gejala lain:
tenesmus, urgensi, nyeri rektum, keluar mukus tanpa diare.

Disentri

Diare akut dengan BAB berdarah, tenesmus, demam.

Shigellosis

Variasi dari diare cair yang ringan hingga disentri berat. Pada kasus
berat, awitan cepat, dengan tenesmus, demam, dan feses lendir
darah yang sering. Sering disertai demam, sakit kepala, & malaise.

IBS

Nyeri perut hilang dengan defekasi, hilang timbul, terkait stres,


tidak ada kelainan anatomis.

Fauci et al. Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2012.

23. Diuretic
Adverse effects:
Loop diuretic (furosemid)
Hypo(Na, K, Mg, Ca), hyperuricemia, ototoxicity

Thiazide (hidroklorotiazid)
Hypo(Na, K, Mg), hyperCa, hyperlipidemia, pancreatitis

K-sparing (spironolakton)
HyperK, metabolic acidosis

Disorder

Signs & Symptoms

Hyponatremia

Headache, nausea, disorientation, tiredness, muscle cramps

Hypernatremia

Thirsty, tachycardic, lethargic, disorientation, weakness, irritability,


and muscle twitching, seizures, coma.

Hypokalemia

Muscle weakness or tenderness, leg cramps, drowsiness, confusion,


loss of appetite, abdominal distention, and irritable cardiac
conduction (PVC, VT, VF).

Hyperkalemia

Abdominal cramping, fatigue, lethargy, muscle weakness or


paralysis, suppress cardiac impulse conduction.

Hypocalcemia

Lethargy, fatigue, bone or joint pain, sudden seizures, tremors,


cramps, and numbness or tingling in the extremities and around the
mouth, nausea, abdominal distention, vomiting, or constipation, &
ventricular dysrhythmias.

Hypercalcemia

Lethargy, fatigue, changes in mental status, anorexia, nausea,


diminished bowel sounds, constipation, AV blocks, flank & thigh
pain associated with kidneys stones

Hypomagnesemia

Muscle weakness or tremors, anorexia, nausea, and dizziness,


ventricular dysrythmia, lethargy, confusion, and coma.

Hypermagnesemia

Lethargy, coma, respiratory depression, muscle weakness,


bradycardia, hypotension, cardiac arrest.

24. GI Tract Disorder


Irritable bowel syndrome (IBS) is a functional bowel
disorder characterized by:
abdominal pain or discomfort
altered bowel habits
absence of detectable structural abnormalities.

Most studies show a female predominance.


No clear diagnostic markers exist for IBS, thus the diagnosis
of the disorder is based on clinical presentation.

22. GI Tract Disease


aCriteria

fulfilled for the last 3 months with symptom onset at least 6 months prior to
diagnosis.
bDiscomfort means an uncomfortable sensation not described as pain.

24. GI tract Disorder


Diagnosis

Characteristic

Crohn disease

diarrhea; abdominal pain that is usually insidious in the right lower


quadrant, triggered or aggravated frequently after meals; weight
loss; & an association with a tender, inflammatory mass in the
right lower quadrant. The diarrhea is usually nonbloody.

Colitis ulcerative

diarrhea, with or without blood in the stool. If inflammation is


confined to the rectum (proctitis), blood may be seen on the
surface of the stool; other symptoms include tenesmus, urgency,
rectal pain, and passage of mucus, without diarrhea.

Colon carcinoma

Lesions of the right colon commonly ulcerate, leading to chronic,


insidious blood loss without a change in the appearance of the
stool anemia of iron deficiency fatigue, palpitations, & even
angina pectoris.

Since stool becomes more formed as it passes into the transverse


& descending colon, tumors arising there tend to impede the
passage of stool, resulting in the development of abdominal
cramping, occasional obstruction, & even perforation.

25. Sepsis

Harrisons principles of internal medicine

26. Farmakologi

Once-daily oseltamivir for 7 to 10 days is also effective for


postexposure prophylaxisin household contacts, including children,
and when ill index cases receive concurrent treatment

27. Pharmacology
Acetaminophen intoxication
Acute ingestion of more than 150200 mg/kg in children or 67 g in
adults is potentially hepatotoxic.
High-risk patients include alcoholics and patients taking
anticonvulsant medications or isoniazid.
Clinical manifestations:
Early after acute acetaminophen overdose, there are usually no
symptoms other than anorexia, nausea, or vomiting. Rarely, a massive
overdose may cause altered mental status and metabolic acidosis.
After 2448 hours, when transaminase levels (AST and ALT) rise,
hepatic necrosis becomes evident. If acute fulminant hepatic failure
occurs, encephalopathy and death may ensue.

Poisoning & drug overdose. 3rd ed.


Harrisons principles of internal medicine.

27. Pharmacology
Management
N-acetylcysteine
loading dose 140 mg/kg orally, followed by 70 mg/kg every 4 h for 1520
doses

If vomiting interferes with oral acetylcysteine administration, give it by


gastric tube and use high-dose metoclopramide (12 mg/kg
intravenously (IV); or ondansetron, or give the NAC intravenously if
necessary.
Decontamination
1. Prehospital. Administer activated charcoal, if available.
2. Hospital. Administer activated charcoal. Gastric emptying is not
necessary if charcoal can be given promptly. Do not administer charcoal if
more than 34 hours have passed since ingestion, unless delayed
absorption is suspected.

Poisoning & drug overdose. 3rd ed.


Harrisons principles of internal medicine.

28. Nefropati Diabetik

Perkeni 2011.

KDIGO, Management of hypertension in CKD

JNC VIII

1.
2.

ACE-I (kaptopril, lisinopril): Bradikinin & substansi P batuk


ARB (valsartan, losartan): Tidak menyebabkan batuk

28. Nefropati Diabetik

29. Pecah Varises Esofagus


Penatalaksanaan umum
ABC
Resusitasi cairan (NaCl/RL, koloid bila perlu)
Transfusi PRC setelah pemulihan cairan. Pertimbangkan FFP karena
defisiensi faktor pembekuan.
Bilas lambung dengan NaCl 0,9% untuk evakuasi darah mencegah
ensefalopati hepatikum.
Injeksi vit k & asam traneksamat untuk memperbaiki faal hemostasis
Pemberian antasid oral, sukralfat, & injeksi penyekat reseptor H2
dapat diberikan untuk supresi asam lambung yang dapat melisis
bekuan darah
Sterilisasi usus dengan neomisin & laktulosa oral serta tindakan
dengan klisma tingga untuk mencegah ensefalopai hepatik.
Pada awal perawatan, pasien dipuasakan (kecuali obat oral),
realimentasi segera setelah cairan lambung jernih & hemodinamik
stabil.
Penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam II. 2002.

29. Pecah Varises Esofagus


Penatalaksanaan khusus
Obat vasoaktif, seperti vasopresin, somatostatin,
dan octreotide.
Tamponade balon
Terapi endoskopik:
Skleroterapi,
Rubber band ligation,

Penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam II. 2002.

30. Intoksikasi Organofosfat


Organofosfat menghambat enzim esterase, terutama
asetilkolinesterase di sinaps dan membran eritrosit.

Inhibisi asetilkolinesterase akumulasi asetilkolin & overstimulasi


reseptor asetilkolin di sistem saraf otonom, SSP, & neuromuscular
junctions DUMBELS.
DUMBELS: diarrhea, urination, miosis, bradycardia/bronchorea/
bronchospasm, emesis, lacrimation, salivation.

Terapi: atropin. Tanda atropinisasi: muka merah, mulut kering,


takikardi, Midriasis
Review article: Allergic rhinitis management pocket reference 2008. Journal compilation 2008
Blackwell Munksgaard. Allergy 2008: 63: 990996.

30. Intoksikasi Organofosfat


Buku ajar IPD:
Sulfas tropin 1-2 mg IV, ulang 10-15 menit.

CDC:
Dosis awal atropin untuk dewasa 1-2 mg, untuk anak
0,01 mg/kg (minimum 0,01 mg), diberikan IV. Jika
tidak bisa IV, boleh via IM, SK, ETT.
Dosis diulang tiap 15 menit sampai sekret & keringat
berlebih terkontrol.
Dosis pralidoksim untuk dewasa 1 g, anak 2550mg/kg. Diberikan IV selama 30-60 menit.

30. Intoksikasi Organofosfat


Lancet. 2008 Feb 16; 371(9612): 597

ABC,
Bolus atropin 13 mg of atropin, tergantung keparahan,
Infus NaCl 0,9%, jaga sistol > 80 mmHg & urin > 0,5 mL/kg/jam
Periksa denyut nadi, TD, ukuran pupil, keringat, & auskultasi paru saat
pemberian atropin pertama
Beri pralidoksim klorida 2 g IV selama 20-30 menit, lalu infus pralidoksim 0,5-1
g/jam dalam NaCl 0,9%
Setelah 5 menit pemberian atropin, periksa denyut nadi, TD, ukuran pupil,
keringat & auskultasi paru. Jika tidak ada perbaikan, berikan atropin dua kali
dosis awal
Periksa ulang tiap 5 menit; jika tidak ada respon dosis atropin dinaikkan dua
kali, jika ada perbaikan gunakan dosis yang sama atau lebih kecil.
Atropin bolus diberikan sampai denyut jantung >80 kali/menit, TD > 80 mmHg,
dan auskultasi paru bersih (kecuali ada area fokal karena aspirasi).

30. Intoksikasi Organofosfat

ILMU BEDAH, ANASTESIOLOGI DAN


RADIOLOGI

31. Kelainan Vertebrae


Scoliosis: Penyakit terpuntir
Kelengkungan vertebra ke arah lateral yang abnormal
Sering pada akhir masa kanak-kanak, terutama
perempuan.
Terjadi karena struktur vertebra abnormal, panjang
ekstremitas bawah tidak sama, atau kelemahan otot
Kasus yang berat harus diterapi dengan brace atau
pembedahan sebelum pertumbuhan anak selesai untuk
mencegah deformitas yang permanen dan kesulitan
bernapas

Vertebrae Disease Continued


Kyphosis

bungkuk
Kelengkungan vertebra torakal yang berlebihan
Sering pada usia tua karena osteoporosis
Mungkin juga karena tuberculosis spinal, rickets, atau osteomalacia

Lordosis

mengayun ke belakang
Kelengkungan vertebra lumbal yang berlebihan
Dapat disebabkan TB spinal atau rickets
Dapat bersifat sementara: beer guts pada laki-laki, kehamilan pada wanita

Lordosis

Scoliosis

Kyphosis

Ankylosing Spondilitis
Symptoms
early morning back stiffness,
improvement of stiffness with
exercise,
insidious onset,
age of onset <40 years,
back pain lasting >3 months

Sign
RoBamboo spine, Straightening /
squaring of anterior vertebral
margins Osteitis of anterior corners
Genotype HLA-B27
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/366/

32. Lipoma
Massa yang berasal dari sel adiposa, tumbuh
dengan lambat
Lokasi: Punggung atas, leher, bahu

terletak subkutan di daerah yang terdapat


jaringan adiposa
Tipe tumor jinak jaringan lunak yang
tersering
Menyerupai jaringan adiposa normal
Subtipe:angiolipoma, spindle cell lipoma

Massa yang berasal dari sel adiposa, tumbuh


dengan lambat,berbatas tegas, kenyal, mobile,
pseudokistik (pseudofluctuant)
Pseudokistik/Pseudofluctuant Karena
konsistensi sel lemak yang kenyal
Paget's test
Massa di fiksasi oleh ibu jari dan jari telunjuk,
kemudian bagian tengah ditekanbila bagian
tengah menonjol keatas, maka fluctuant atau
kistikfluktuasi +

Diagnosis

Histologic

Lipoma

Soft mass, pseudofluctuant with a slippery edge

Atherom cyst

Occur when a pilosebaceous unit or a sebaceous gland becomes


blocked. Skin Color is usually normal, and there is a punctum
(comedo, blackhead) on the dome

Dermoid Cyst

Lined by orthokeratinized, stratified squamous epithelium surrounded


by a connective tissue wall. The lumen is usually filled with keratin.
Hair follicles, sebaceous glands, and sweat glands may be seen in the
cyst wall

Epidermal Cyst

A raised nodule on the skin of the face or neck. HistologicLined by


keratinizing epithelium the resembles the epithelium of the skin

Occasionally superonasal
Posterior margins are easily palpable

Most commonly superotemporal


Freely mobile under skin

Dermoid Cyst

Lipoma

Etiology

Neuroma

Schwannoma

Neurofibroma

>90% trauma

Benign neoplasm of
the neural sheet
(Schwann cells)

Benign Neoplasm of
the neural sheet and
perineural fibroblasts

Severed neural fibers


regenerate forming a
mass
Clinical

PAIN is the main


symptom

25-48% of all cases


occur in the Head and
Neck
Painless slow
growth

Can be solitary mass


or part of
neurofibromatosis
Painless slow growth
Difficult to differ with
Schwannoma
If NF caf au lait

Histopathology

Wellcircumscribed and
encapsulated with
interlacing fascicles
of spindle cells

Streaming fascicles
of spindle-shaped
Schwann cells;
These cells are
often palisaded

Not welldemarcated
interlacing bundles
of spindle-shaped
cells that exhibit
wavy nuclei
Sometimes mast
cells

Acoustic Neuroma: inaccurate term should be vestibular Schwannoma

33. FOREHAND FRACTURE


Montegia Fracture Dislocation
Fraktur 1/3 proksimal Ulna
disertai dengan dislokasi
kepala radius ke arah
anterior, posterior, atau
lateral
Head of Radius dislocates
same direction as fracture
Memerlukan ORIF

http://www.learningradiology.com

Lateral displacement

Galleazzi Fracture
Fraktur distal radius
dan dislokasi sendi
radio-ulna ke arah
inferior
Like Monteggia fracture
if treated conservatively
it will redisplace
This fracture appeared
in acceptable position
after reduction and POP
http://www.learningradiology.com

Colles Fracture
Fraktur tersering pada tulang yang
mengalami osteoporosis
Extra-Articular : 1 inch of distal Radius
Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi dorsofleksi
Typical deformity : Dinner Fork
Deformity is : Impaction, dorsal
displacement and angulation, radial
displacement and angulation and avulsion of
ulnar styloid process
http://www.learningradiology.com

Colles Fracture

optimized by optima

http://www.learningradiology.com

Smith Fracture
Hampir berlawanan dengan Colles fracture
Lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
colles
Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi palmar fleksi
Typical deformity : Garden Spade
Management is conservative : MUA and
Above Elbow POP
http://www.learningradiology.com

Smith Fracture

http://www.learningradiology.com

http://en.wikipedia.org/wiki/Burn

34. Luka Bakar

prick test (+)

Berat luka bakar:


Ringan: derajat 1 luas <
15% a/ derajat II < 2%
Sedang: derajat II 1015% a/ derajat III 510%
Berat: derajat II > 20%
atau derajat III > 10%
atau mengenai wajah,
tangan-kaki, kelamin,
persendian,
pernapasan

To estimate scattered burns: patient's


palm surface = 1% total body surface
area

Parkland formula = baxter formula


http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml

Total Body
Surface Area

Penghitungan Luas Luka Bakar

Muka dan leher bag. Depan


Trunkal Anterior
Tangan Kanan
Kedua paha

: 9%
: 18%
: 9%
: 18%

1 kaki seluruhnya18%
1 paha(depan+belakang)18/2=9%

54%

35. Intussusception
Sebagian usus masuk ke dalam bag. Usus yang lainobstruksi usus
Bayi sehat, tiba-tiba menangis kesakitan(crying spells), nyeri, Lethargy
Pada kuadran kanan atas teraba massa berbentuk sosis dan kekosongan
pada kuadran kanan bawah (Dance sign)
Usia 6 - 12 bulan
Biasanya jenis kelamin laki-laki
lethargy/irritability
Portio-like on DRE

Triad:
vomiting
abdominal pain
colicky, severe, and intermittent,drawing the legs up to the
abdomen,kicking the air, In between attacks, calm and relieved
blood per rectum /currant jelly stool
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/679/highlights/overview.html

PART OF THE
INTESTINE FOLDS
ON ITSELF LIKE A
TELESCOPE

Etiologi
90% Idiopatik
Belum dapat dipastikan, namun diperkirakan
penyebabnya adalah virus ( Anomalies with
peristalsis)

10% Patologis
Polyp, tumour or other mass within the intestinal
tract is caught by the normal contractions,
creating a lead point which pushes along
causing the intussusception
Anne Connell

Radiologic signs
Ultrasound signs
include:
target sign /doughnut
sign)
pseudokidney sign
crescent in a doughnut
sign

Barium Enema
Barium Enema
pemeriksaan gold
standar
intussusception as an
occluding mass
prolapsing into the
lumen, giving the
"coiled spring
appearance

Midgut volvulus
Klinis
Children

bilious emesis (93%)


Malabsorption
failure to thrive
biliary obstruction
GERD

Adults
intermittent abdominal pain
(87%)
nausea (31%)

Abdominal Plain Film,


Upright
Dilated stomach
Distal paucity of gas
Coffee bean sign

Contrast
cork-screw appearance
Birds beak
small bowel on the right side
of abdomen that does not
cross midline

USG
Whirlpool sign

Barium enema
Contraindicated in
patients with free air on
AXR, clinical signs of
peritonitis, or suspicion
for necrosed bowel
Birds beak
Cork screw
Can decompress

Ultrasound Whirlpool sign

36. Pediatric fracture classification


Salter-Harris
Classification
Only used for pediatric
fractures that involve the
growth plate (physis)
Five types (I-V)
Most active
growthepiphysis
I S = Slip (separated or straight across). Fracture of the cartilage of the
physis (growth plate)
II A = Above. The fracture lies above the physis, or Away from the joint.
III L = Lower. The fracture is below the physis in the epiphysis.
IV TE = Through Everything. The fracture is through the metaphysis,
physis, and epiphysis.
V R = Rammed (crushed). The physis has been crushed.

Fracture Configuration

http://www.merckmanuals.com/professional/injuries_poisoning/fractures_dis
locations_and_sprains/fractures.html

37. Kriptorkismus
Kriptorkismus: testis tidak ada dalam skrotum dan
tidak dapat dimasukkan ke skrotum
Ectopic: tidak melewati jalur turunnya testis
Retraktil: dapat dimanipulasi hingga masuk ke dalam
skrotum dan dapat menetap tanpa tarikan
Gliding: dapat dimanipulasi hingga masuk ke dalam
skrotum namun bila dilepas akan tertarik kembali
Ascended: sebelumnya telah ada dalam skrotum lalu
tertarik ke atas secara spontan

Gejala:
Keluhan infertilitas
benjolan di perut bagian
bawah
testis tersebut dapat
mengalami trauma,
infeksi, torsio, atau
berubah menjadi tumor
testis

Pemeriksaan Fisik:
Pada skrotum dan inguinal,
teraba massa seperti
benang
Jaringan ini biasanya
gubernakulum atau
epididimis dan vas
deferens
bisa bersamaan dengan
testis intraabdominal

Testis yang tidak teraba


muncul sekitar 20-30% pada
pasien kriptorkismus
Hanya 20-40% dari testis yang
tidak teraba, saat dioperasi
benar-benar tidak ada

Testicular development and descent


6 wk primordial germ
cells migrate to genital
ridge
7 wk testicular
differentiation
8 wk testis hormonally
active
Sertolis secrete MIF

10-11 wk Leydig cells


secrete T
10-15 wk external genital
differentiation

5-8 wk processus
vaginalis
Gubernaculum attaches to
lower epididymis

12 wk transabdominal
descent to internal
inguinal ring
26-28 wk gubernaculum
swells to form inguinal
canal, testis descends into
scrotum
Insulin-3 (INSL3) effects
gubernacular growth

Undescended
Testis

A, 5th week Testis begins its primary descent;


kidney ascends.
B, 8th-9th weeks. Kidney reaches adult position.
C, 7th month, Testis at internal inguinal ring;
gubernaculum (in inguinal fold) thickens and
shortens. D, Postnatal life.

124

A, Ectopic testes. Perineal ectopia not shown.

B, Undescended testes. Percentages of testes


arrested at different stages of normal descent

125

Treatment
Controversial and Various guidelines
Hormonal
Spontaneous testicular descent closely related to
postnatal LH and T surges
HormonhCG, GnRH, hMG, Combined (hCG & GnRH)
Timing for Hormone therapy:
In term boys, 4 mo
In premies, 6 mo
Surgery
Orchidopexy
American Academy of Pediatrics guidelines for the management of cryptorchidism
recommend that orchidopexy be performed when a child is between the ages of 6
months and 1 year

http://www.aafp.org/afp/2000/1101/p203
7.html

Undescended testes: a
consensus on
management

Eur J Endocrinol December 1, 2008 159 S87-S90

38. Mandible Fracture


Sites of fractures
Fraktur Condilus
Intracapsular fracture
Extracapsular fracture
High condyle neck fracture
Low condylar fracture

Fraktur Angulus/ ramus (body


fracture)
Canine region (parasymphesial
fracture)
Midline fracture (symphesis
fracture)
Coronoid fracture (rare)

130

Mandibular Fracture

Mandible Midline fracture


Fraktur yang paling sering tidak terdeteksi (always
fine crack)
Dapat merupakan fraktur simfisis atau parasimfisis
Sering berkaitan dengan fraktur condilus, baik
unilateral atau bilateral
Fraktur unilateralfragment fraktur saling tumpang tindih
Fraktur bilateralhilangnya kontrol volunter lidah

Long canine tooth represent a weak area and


contributes to parasymphesial fracture
Rarely runs across mental foramen

132

Mandible Midline fracture


Gejala dan Tanda

Pain and tenderness


Swelling and odemea
Development of step deformity
Baal daerah mentalis
Heamatoma pada dasar rongga
mulut atau mukosa bukal
Cedera jaringan lunak pada daerah
dagu dan bibi bawah

Bila terdapat fraktur condilus

Clinical assessment and diagnosis

History of trauma
(traumatized patients with possible
head injury) and facial injuries

Pemeriksaan fisik
Extroral

Inspectionpenilaian terhadap asimetris,


pembengkakan, ekimosis, laserasi
Palpation tenderness, pain, step
deformity

Intra- and paraoral


Tidak ada pergerakan kondilus pada
Perdarahan, hematom, robekan ginggiva,
sisi yang berlawanan
gagging of occlussion and step deformity
dan berkurangnya sensori dan motorik
Deviasi mandibula
Anterior open bite
Terhambat saat menggigit(Gagging Radiographsfracture line
of oclussion)
Trismus
133

Condylar fractures
Fraktur mandibula tersering
Unilateral or bilateral
Intracapsular or extracapsular

Gejala dan Tanda


Bengkak, nyeri, nyeri tekan, keterbatasan pergerakan
Deviasi mandibula kearah sisi yang fraktur
Terhambat saat menggigit(Gagging of occlussion)
Gigi bagian posterior telah kontak sebelum gigi depan bersentuhan pada fraktur
kondilus bilateral atau over-riding fractures

Anterior open bite on opposite side of fracture


Laserasi dari meatus auditorius eksternus
Retroauricular ecchymosis
Kebocoran LCS dan otoredikaitkan dengan fraktus basis kranii
134

Fraktur Prosesus Coronoid


Jarang terjaditrauma langsung ke ramus
mandibula dan mengakibatkan kontraksi
M.Temporalis
Dapat ditemukan pada operasi kista ramus
mandibula
Nyeri tekan pada bagian depan ramus
Mengakibatkan terbentuknya hematom yang
khastell-tale haematoma

135

Fraktur Ramus Mandibula


Type I Single fracture
Tampak seperti low condylar fracture yang
melewati sigmoid notch

Type II comminuted fracture


Sering terjadi pada cedera akibat missile
injuries dan mengakibatkan sedikit pergeseran
karena tarikan otot maseter dan pterygoid
medial
136

Fraktur Angulus dan Corpus Mandibula


Nyeri, nyeru tekan dan trismus
Pembengkakan Extra-oral pada angulus mandibula
dengan deformitas yang jelas
Step deformity behind the molar teeth
Movement and crepitus at the fracture site
Derangement of occlussion
Intra-oral buccal and lingula heamatoma
Involvement of interdental nerve
Gingival tear if fracture in dentated area
Tooth involvement and possible longitudinal split
fracture

137

Radiographs
Plain radiograph

OPG
Lateral oblique
PA mandible
AP mandible (reverse
Townes)
Lower occlusal

CT scan
3-D CT imaging
MRI
138

39. Epididymitis
Inflamasi dari epididimis
Bila ada keterlibatan
testisepididymoorchit
is
Biasanya disebabkan
oleh STD
Common sexually
transmitted pathogen,
Chlamydia

PRESENTATION

TREATMENT

Nyeri skrotum yang


menjalar ke lipat paha dan
pinggang.
Pembengkakan skrotum
karena inflamasi atau
hidrokel
Gejala dari uretritis,
sistitis, prostatitis.
O/E tendered red scrotal
swelling.
Elevation of scrotum
relieves painphren sign
(+)

ORAL ANTIBIOTIC.
SCROTAL ELEVATION,
bed rest,&use of
NSAID.
admission & IV drugs
used.
in STD treat partner.
in chronic pain do
epididymectomy.

http://www.racgp.org.au/afp/2013/november/acute-scrotal-pain/

40. Hypoxia
HYPOXIA: A condition in
which the oxygen
available is inadequate
at the tissue level
Five types of hypoxia:

Anemic
Hypoxemic
Histotoxic
Circulatory
Hypermetabolic

Breathing disturbance
in chest blunt
traumacauses
Hypoxemiahypoxemic
hypoxia

Clinical Manifestations of Hypoxia


Impaired judgment,
agitation (restlessness),
disorientation, confusion,
lethargy, coma
Dyspnea
Tachypnea
Tachycardia, dysrhythmias
Elevated BP
Diaphoresis
Central cyanosis

Need For Oxygen Is


Assessed By
Clinical evaluation
Pulse oximetry
ABG

Nasal Cannula
Used for low-medium concentrations of
O2
Simple
Can use continuously with meals and
activity
Flow rates in excess of 4L cause drying
and irritation
Depth and rate of breathing affect
amount of O2 reaching lungs
adults 6 LPM
infants/toddlers 2 LPM
children 3 LPM
FIO2 is not affected by mouth breathing
1lit o2=FIO2 4%
6 lito2=Fio2 24%
21%+24%=Fio2 45%

Simple Mask
Low to medium concentration of O2
Client exhales through ports on sides of
mask
Should not be used for controlled O2
levels
O2 flow rate- 6 to 8L
Can cause skin breakdown; must remove
to eat.
1 lit o2=FIO2 6%
6 lito2=Fio2 36%
21% + 36%=Fio2 57-60%

Partial Rebreather Mask


Consists of mask with
exhalation ports and reservoir
bag
Reservoir bag must remain
inflated
O2 flow rate - 6 to 10L
FIO2=60%-80%
Client can inhale gas from
mask, bag, exhalation ports
Poorly fitting; must remove to
eat

Non-Rebreathing Mask
Consists of mask, reservoir bag,
2 one-way valves at exhalation
ports and bag
Client can only inhale from
reservoir bag
Bag must remain inflated at all
times
O2 flow rate- 10 to 15L
Fio2= 95-100%
Poorly fitting; must remove to
eat

Venturi Mask
Most reliable and accurate method for
delivering a precise O2 concentration
Consists of a mask with a jet
Excess gas leaves by exhalation ports
O2 flow rate 4 to 15L & Narrowed
orifice
Fio2, 24%-60%
Can cause skin breakdown; must
remove to eat

41. Umbilical Hernia


Signs and symptoms

Natural history 90 %
disappear
Age
Doesnt appear until the
spontaneously during
umbilical cord has
the first year
separated and healed .
Most close by age 3
No specific symptoms
May remain small and
Have wide neck and
reduce easily , rarely give
asymptomatic
intestinal obstruction.

Umbilical Hernia
caused when an
opening in the
abdominal wall, which
normally closes before
birth, doesnt close
completely.

42. Diagnosis of BPH


Symptom assessment
the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used worldwide
IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological
Association (AUA). It contains:
seven questions about the severity of symptoms; total score 07 (mild), 819 (moderate), 2035
(severe)
eighth standalone question on QoL

Digital rectal examination(DRE)


inaccurate for size but can detect shape and consistency

Prostat Volume determination- ultrasonography


Urodynamic analysis
Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of age

Measurement of prostate-specific antigen (PSA)

high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone Volume
men with larger prostates have higher PSA levels
PSA is a predictor of disease progression and screening tool for CaP
as PSA values tend to increase with increasing PV and increasing age, PSA may be used as a
prognostic marker for BPH
1

Alur Diagnosis

American Urological Association (AUA) guideline

Biopsi Prostat

Diagnosis BPH

Hanya dilakukan bila PSA >3


Skrinning PSA untuk Ca
Prostat, tidak dapat
meningkatkan survival rate
USG Prostat
Hanya dapat melihat
pembesaran prostat
Tidak menunjukkan derajat
obstruksinya

Diagnosis BPH terutama


berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Anamnesis dilakukan dengan
IPSS Score
Uroflowmetripemeriksaan
penunjang yang digunakan
untuk menilai derajat
keparahan obstruksi

http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/detection/PSA

PSA Test
Tes yang mengukur kadar prostate specific
antigen (PSA) dalam darah
PSA protein yang dihasilkan oleh prostat
Laki-laki secara normal memiliki kadar PSA
rendah, dan kadarnya akan meningkat seiring
dengan usia

PSA juga meningkat pada:

Pembesaran prostat
inflammation or infection of the prostate called prostatitis
ISK tunggu 6 minggu setelah sembuh
Aktivitas fisik berlebih, terutama cycling dalam 48 jam
sebelum tes
Ejakulasi48 jam sebelum tes
Anal sex and prostate stimulation
RT sebelum PSA test
Biopsi prostat 6 minggu sebelum tes
Other investigations or operations on your bladder or
prostate, or a catheter

http://emedicine.medscape.com/article/

http://en.wikipedia.org/wiki/

43. Male Genital Disorders

Disorders

Etiology

Clinical

Kista Epididimis

= spermatokel

=spermatokel, lokasi di epididimis

Hidrocele

Congenital anomaly, accumulation of fluids around a testicle, swollen


blood blockage in the testicle,Transillumination +
spermatic cord
Inflammation or
injury

Varicocoele

Vein insufficiency

Scrotal pain or heaviness, swelling. Varicocele is


often described as feeling like a bag of worms

Spermatokel

diverticulum from
the tubules found in
the head of the
epididymis, possibly
trauma

retention cyst of a tubule of the rete testis or the


head of the epididymis distended with barely watery
fluid that contains spermatozoa

Radang testis
sinistra/Orchitis

Mumps virus

Testicular pain and swelling, fatigue, fever, chills,


Testicular enlargement, induration of the testis,
Erythematous scrotal skin

Hydrocele

Anatomy of hidrocele: the mass anterior to the testis, so


that testicles would be palpable in the posterior of the
mass

44. The Breast Lump


Tumors

Onset

Feature

Breast cancer

30-menopause

Invasive Ductal Carcinoma , Pagets disease (Ca Insitu),


Peau dorange , hard, Painful, not clear border,
infiltrative, discharge/blood, Retraction of the
nipple,Axillary mass

Fibroadenoma
mammae

< 30 years

They are solid, round, rubbery lumps that move freely in


the breast when pushed upon and are usually painless.

Fibrocystic
mammae

20 to 40 years

lumps in both breasts that increase in size and


tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally
have nipple discharge

Mastitis

18-50 years

Localized breast erythema, warmth, and pain. May be


lactating and may have recently missed feedings.fever.

Philloides
Tumors

30-55 years

intralobular stroma . leaf-likeconfiguration.Firm,


smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the
tumor may become reddish and warm to the touch.
Grow fast.

Duct Papilloma

45-50 years

occurs mainly in large ducts, present with a serous or


bloody nipple discharge

PROGNOSIS
Staging systems inc.TNM
Tumour size and axillary
node status are important
parameters
10-year survival rate for
lymph node neg disease is
80% vs 35% for tumours
with positive nodes

TREATMENT OPTIONS
Surgery
Mastectomy
Breast conservation
+/- Axillary dissection
Radiation therapy (local
control)
Chemotherapy (systemic
control)
Hormonal Rx (systemic
control)

Breast mass diagnostic algorithm

Clinical breast examination (CBE)suspected


malignant
Diagnostic mammography
Biopsy

Types of Biopsy

Definitions

Excisional biopsy

when an entire lump or suspicious area is removed

Incisional biopsy
or core biopsy

when only a sample of tissue is removed with preservation


of the histological architecture of the tissues cells

Needle aspiration
biopsy

when a sample of tissue or fluid is removed with a needle


without preserving the histological architecture of the tissue
cells

Terminology

Definitions

Enucleation

the surgical removal of a mass without cutting into or


dissecting it

Debulking

the surgical removal of part of a malignant tumour which


cannot be completely excised, so as to enhance the
effectiveness of radiation or chemotherapy

Extirpation

the complete removal or eradication of an organ or tissue

I
IIA
IIB

IIIA

IIIB

IIIC
IV

T1N0
T1N1
T2N0
T2N1
T3N0
T1N2
T2N2
T3N1
T3N2
T4N0
T4N1
T4N2
N3
M1

Localized breast cancer


Surgery is mainstay
Halsted, 1882, radical
mastectomy
John Hopkins

Metastatic breast
cancer
Systemic treatment

Mastectomy

45. Osteosarkoma
Presenting symptom
PainThe most
common presenting
symptom
particularly pain with
activity
sprain, arthritis, or
growing pains

Often, there is a history


of trauma
the precise role of trauma
in the development of
osteosarcoma is unclear

Physical examination findings


Usually limited to the site of the primary tumor
Mass:
A palpable mass may or may not be present
tender and warm indistinguishable from osteomyelitis
Increased skin vascularity over the mass may be
discernible
Pulsations or a bruit

Decreased range of motion


involvement of a joint

Lymphadenopathy
involvement of local or regional lymph nodes is unusual

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis pada daerah yang
dicurigai terinfeksi, tidak menunjukkan area
radiolusen yang biasa ditemukan pd
osteomielitis.
Conventional features

Destruction of normal trabecular bone pattern


a mixture of radiodense and radiolucent areas
periosteal new bone formation
formation of Codman's triangle (triangular elevation
of periosteum)

Periosteal reactions

onion-skin

"sunburst" and "hair-onend" periosteal reaction

Codman's triangle

Radiographs of the primary


tumor usually show a large,
destructive, mixed lytic and
blastic mass. The tumor
frequently breaks through the
cortex and lifts the periosteum,
resulting in reactive periosteal
bone formation. The triangular
shadow between the cortex
and raised ends of periosteum
is known radiographically as
Codman triangle and is
characteristic, but not
diagnostic of this tumor.

No osteoblastic appearance,
fracture can be seen

Notice the osteoblasticosteolytic appearance

Codman triangles (white


arrow); and the large soft
tissue mass (black arrow)

Osteosarcoma of the distal femur,


demonstating dense tumor bone formation
and a sunburst pattern of periosteal reaction.

The MSTS surgical staging system


For bone sarcomas and defines grades of non-metastatic
malignant bone tumours

I-A: low-grade, intra-compartmental


I-B: low-grade, extra-compartmental
II-A: high-grade, intra-compartmental
II-B: high-grade, extra-compartmental
III: any grade, metastatic.

If extensive, eg. Involves quads and adductors


involved 2 compartments ("extra-compartmental)

Ekstrakompartemental
The extent of the primary tumor is classified
as either intracompartmental (T1), meaning it
has basically remained within the bone, or
extracompartmental (T2), meaning it has
extended beyond the bone into other nearby
structures

The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001

46. Median Nerve injury


Rare complication of Colles Fracture (elderly
fell with outstretched hand)
Pain and paresthesias may radiate to the
forearm, elbow, and shoulder.
Decreased grip strength may result in loss of
dexterity, and thenar muscle atrophy may
develop if the syndrome is severe.

Atrophy

Physical examination
Phalens maneuver
Tinels sign
Weak thumb
abduction.
Unable to move thumb
two-point
discrimination
Atrophy of thenar
muscles

Anterior Interosseous Nerve Syndrome


Motor loss
without sensory
involvement
Muscles
affected: Flexor
Digitorum
Profundus(radial
half), Flexor
Pollicis Longus
and Pronator
Quadratus

Sites of compresion
Fibrous bands in
Pronator Teres
Flexor Diditorum
Superficialis
origin
Enlarged bicipital
bursa
Gantzers muscle
Not traumatic
origin

47. Femur Fracture


Postoperative mobilization
Type A1 proximal femoral fractures
Mobilisasi dilakukan saat telah stabil setelah fiksasi
internal dan full weight bearing diperbolehkan

Shaft fracture
Mobilisasi dilakukan setelah post operasi
hari-I (Partial weight bearing)

Distal fracture
Gentle range of motion in a hinged-knee brace is
begun early and continued for 6 weeks

48. Wrist Slitting

Associated tendons
frequently superficial tendons
Central WristTendon m. Palmaris Longus (most superficial)
Lateral WristTendon m. Flexor Carpi Radialis

Deep cutProfunda tendons


Flexor Digitorum Superficial(FDS)
Flexor Digitorum Profunda(FDP)

Median nerve sometimes injuredape hand


The arteries are so small in the wrist; people
rarely die from this type of suicide attempt

49. Dysphagia
Dysphagia
Kesulitan menelankondisi yang biasa terjadi
58% dari populasi usia 50 tahun
16% of the elderly.

Disfagia, terutama disfagia orofaring, lebih


sering kronik
up to 60% of nursing-home occupants have
feeding difficulties that include dysphagia.

Proses Menelan
Mekanisme kompleks
Melibatkan 26 otot dan 5 nervus kranialis
CN V -- both sensory and motor fibers; important in
chewing
CN VII -- both sensory and motor fibers; important for
sensation of oropharynx & taste to anterior 2/3 of tongue
CN IX -- both sensory and motor fibers; important for taste
to posterior tongue, sensory and motor functions of the
pharynx
CN X -- both sensory and motor fibers; important for taste to
oropharynx, and sensation and motor function to larynx and
laryngopharynx; important for airway protection
CN XII -- motor fibers that primarily innervate the tongue
A normal adult swallows unconsciously 600 times in a 24-hour
period

Swallowing Stage 1
Oral
Food ingested, prepared
(mastication) and modified
(lubrication)
Voluntary control
Frequently results from
weakness lips, tongue,
cheeks
Unable to organize food into
well formed bolus and move
posteriorly
Xerostomia difficulty
breaking down solids

Swallowing Stage 2

Pharyngeal
Prevented from entering nasopharynx,
larynx rises, retroflexion of epiglottis
and vocal fold closure, synchronized
contraction of middle and inferior
constrictors, and synchronized
relaxation of the cricopharyngeal
muscle Involuntary
Timing neurologic epiglottis
doesnt protect larynx - leads to
cough/aspiration
Weakness neurologic injury/cancer
residual food after swallow can lead
to aspiration

Stage 3
Esophageal
Begins with cricopharyngeal relaxation
Involuntary
Most common
Sensation of food
sticking at base of
throat/chest
Peristalsis, tumor,
stricture

Neoplasia Esofagus
uncommon
when present is typically malignant.
The two main culprits are
esophageal squamous cell
carcinoma
esophageal adenocarcinoma.

Clinical Presentation
Dysphagia is the
presenting complaint
in 80-90% of patients
with esophageal
carcinoma
Early symptoms are
sometimes
nonspecific
retrosternal
discomfort or
indigestion

As the tumor enlarges,


dysphagia becomes more
progressive.
Later symptoms include
weight loss, odynophagia,
chest pain and
hematemesis

Cancer: apple core appearance

Cancer

Dysphagia

Oropharyngeal dysphagia

Neuromuscular dysfunction

Cerebrovascular accidents
Amyotrophic Lateral
Sclerosis (AML)
Parkinson's disease
Myasthenia gravis
Tardive dyskinesia.

Esophageal dysphagia

Achalasia
Nonachalasia Motility
Disorders
Strictures
Rings/Webs
GERD
Extraesophageal GERD

Neoplasia
Esophageal Diverticula
Foreign Bodies
Pill-Induced Injury
Infectious Esophagitis
Caustic Injury

Esophageal dysphagia

Solids only

Solids & liquids

Mechanical obstruction

Intermittent

Rings/Webs

Motility disorder

progressive

Strictures
Malignancy

Intermittent

Esophageal
spasm

progressive

Achalasia
Scleroderma

Rings/Webs
common findings on
upper endoscopy,
many are
asymptomatic
Symptoms can
include intermittent
solid food
dysphagia, aspiration, and
regurgitation.

Esophageal achalasia
Akalasia
Kelainan motilitas dari spinkter esofagus bawah
(lower oesophageal spincter or cardiac sphincter)

Lapisan otot polos esofagus mengalami gangguan


peristaltik dan kegagalan spinkter untuk relaksasi
stenosis fungsional atau striktur esofagus
fungsional
Sebagian besar kasus tidak diketau penyebabnya
Penyebab yang mungkin diantaranya Ca esofagus

Gejala Klinis
Gejala yang tersering adalah disfagia makanan padat lebih sulit
dibandingkan makanan lunak dan cair
Regurgitasimuncul pada 80-90% dan beberapa pasien belajar
untuk menginduksi regurgitasi untuk mengurangi nyeri
Nyeri dadamuncul pada 25-50% pasien
Muncul setelah makan dan nyeri retrosternal, lebih sering pada pada
awal penyakit

Heartburn is common and may be aggravated by treatment.


Penurunan berat badan mengarah ke keganasan (may coexist).
Nocturnal cough and even inhalation of refluxed contents is a
feature of later disease.
Examination is unlikely to be revealing although loss of weight may
be noted. Rarely, there may be signs of an inhalation pneumonia

Rat-tail Sign-irregularly
marginated tapering of
esophagus in achalasia AKA
Bird's Beak Sign; or of
bronchus and biliary duct in
carcinoma

http://www.patient.co.uk/doctor/Achalasia.htm

50. Ileus Obstruksi


Obstruction
Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan karena
adanya kelainan struktural sehingga menghalangi gerak
peristaltik usus.
Partial or complete
Simple or strangulated

Ileus
Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari gerakan
peristaltik usus

Penyebab- Usus Halus


Luminal

Mural

Extraluminal

Benda asing
Bezoars
Batu Empedu
Sisa-sisa
makanan

Neoplasims
lipoma
polyps
leiyomayoma
hematoma
lymphoma
carcimoid
carinoma
secondary Tumors
Crohns
TB
Stricture
Intussusception
Congenital

Postoperative
adhesions

A. Lumbricoides

Congenital
adhesions
Hernia
Volvulus

Pemeriksaan Radiologis
Posisi: Supine, tegak dan LLD
Pola udara dalam usus:

Gastric,
Colonic and 1-2 small bowel

Fluid Levels:

Gastric
1-2 small bowel

Periksa udara pada 4 area:


1.
2.
3.
4.

Caecal
Hepatobiliary
Udara bebas dibawah diaphragma
Rectum

Periksa adanya kalsifikasi


Periksa adanya massa, psoas shadow
Periksa adanya feses

The Difference between small


and large bowel obstruction
Large bowel
Peripheral ( diameter 8 cm max)
Presence of haustration

Small Bowel
Central ( diameter 5 cm max)
Vulvulae coniventae
Ileum: may appear tubeless

Radiologi: Supine dan tegak(LLD)


A.
B.

Sensitivitas: 60% (sampai 90%)


Yang dapat ditemukan:
1.
2.
3.
4.

Distensi usus pada proksimal dari obstruksi


Usus kolaps pada distal dari obstruksi
Posisi tegak atau LLD: Air-fluid levels
Posisi Supine
a. Sharply angulated distended bowel loops
b. Step-ladder arrangement or parallel bowel
loops

51. End Points of Resuscitation

Restoration of normal vital signs


Adequate Urine output
0.5 - 1.0 cc/kg/hr
Tissue Oxygenation measurement
Adequate Cardiac Index
Normalization of Oxygen delivery DO2I
Normal Serum Lactate levels

Englehart; Curr Op Crit Care; Vol 12(6), Dec 06, p 579-574

52. Lidocain HCl


Maximum doses :
5 mg/kgBB (without epinephrine)
7 mg/kgBB (with epinephrine)

Cara Kerja Lidokain

53. Cardiac
Arrest
Indication for
CPR
No response
Not breathing
No pulse

Check Pulse
a.Carotis

http://circ.ahajournals.org/content/11
2/24_suppl/IV-156/F2.expansion.html

Identification Of Cardiac Arrest


Tenaga medis harus
memeriksa pulse sebelum
melakukan chest
compressions pada pasien
yang disangka cardiac
arrest.
Untuk dewasa dan anak,
pulse diperiksa pada a.
carotis selama 5 sampai 10
detik
Tidak ada pulsecardiac
arrest
http://www.cardiopulmonaryresuscitation.net/

54. Intoxication

Am. J. Respir. Crit. Care Med.


April 15, 2002 vol. 165 no. 8
1037-1040

Bulletin of the World Health Organization 2009;87:950-954.


doi: 10.2471/BLT.08.058065

55. Lateral Malleolus anatomy

56. Urine Incontinence

ILMU PENYAKIT MATA

57. GLAUKOMA KONGENITAL


0,01% diantara 250.000
penderita glaukoma
2/3 kasus pada Laki-laki dan
2/3 kasus terjadi bilateral
50% manifestasi sejak lahir;
70% terdiagnosis dlm 6 bln
pertama; 80% terdiagnosis
dalam 1 tahun pertama
Klasifikasi menurut Schele:

Klasifikasi lainnya:
Glaukoma kongenital primer
anomali perkembangan yang
mempengaruhi trabecular
meshwork.
Glaukoma kongenital
sekunder: kelainan kongenital
mata dan sistemik lainnya,
kelainan sekunder akibat
trauma, inflamasi, dan tumor.

Glaukoma infantum: tampak


waktu lahir/ pd usia 1-3 thn
Glaukoma juvenilis: terjadi
pada anak yang lebih besar
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury

Etiologi

Barkan suggested incomplete


resorption of mesodermal tissue led
to formation of a membrane across
the anterior chamber angle
Barkan's membrane.

The existence of such a membrane


has not been proved by light or
electron microscopy.

Maumenee & Anderson


demonstrated abnormal anterior
insertion (high insertion) of ciliary
muscle over the scleral spur in eyes
with infantile glaucoma.
Longitudinal and circular fibers of the
ciliary muscles inserted directly onto
the trabecular meshwork rather than
the scleral spur and root of the iris
inserts directly to trabecular
meshwork.
due to a development arrest in the
normal migration of anterior uvea
across the meshwork in the third
trimester of gestation.

Primary congenital glaucoma appears


to result from developmental
anomaly of the anterior segment
structures derived from the
embryonic neural crest cells causing
outflow obstruction to aqueous by
several mechanisms.
Developmental arrest may result in
anterior insertion of iris, direct
insertion of the ciliary body onto the
trabecular meshwork and poor
structural development of the scleral
spur.

R Krishnadas, R Ramakrishnan. Congenital Glaucoma-A Brief Review. Journal of Current Glaucoma Practice

Patogenesis
Abnormalitas anatomi trabeluar meshwork penumpukan
cairan aqueous humor peninggian tekanan intraokuler
bisa terkompensasi krn jaringan mata anak masih lembek
sehingga seluruh mata membesar (panjang bisa 32 mm,
kornea bisa 16 mm buftalmos & megalokornea) kornea
menipis sehingga kurvatura kornea berkurang
Ketika mata tidak dapat lagi meregang bisa terjadi
penggaungan dan atrofi papil saraf optik

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury

Gejala & Diagnosis


Tanda dini: fotofobia,
epifora, dan blefarospasme
Terjadi pengeruhan kornea
Penambahan diameter
kornea (megalokornea;
diameter 13 mm)
Penambahan diameter bola
mata (buphtalmos/ ox eye)
Peningkatan tekanan
intraokuler

Diagnosis glaukoma
kongenital tahap lanjut
dengan mendapati:
Megalokornea
Robekan membran
descement
Pengeruhan difus kornea

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury

Megalocornea

Glaukoma kongenital, perhatikan


adanya pengeruhan kornea dan
buftalmos
http://www.pediatricsconsultant360.com/content/buphthalmos

http://emedicine.medscape.com/article/1196299-overview

Tatalaksana
Medikamentosa hingga
TIO normal
Acetazolamide
pilokarpin

Operasi:
Goniotomi (memotong
jaringan yg menutup
trabekula atau memotong
iris yg berinsersi pada
trabekula
Goniopuncture: membuat
fistula antara bilik depan
dan jaringan
subkonjungtiva (dilakukan
bila goniotomi tidak
berhasil)

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury

58. RETINOPATI DIABETIK


ANAMNESIS
MATA MERAH
VISUS NORMAL

MATA MERAH
VISUS TURUN

struktur yang
bervaskuler
sklera konjungtiva
tidak
menghalangi
media refraksi
Konjungtivitis murni
Trakoma
mata kering,
xeroftalmia
Pterigium
Pinguekula
Episkleritis
skleritis

mengenai media
refraksi (kornea,
uvea, atau
seluruh mata)

Keratitis
Keratokonjungtivitis
Ulkus Kornea
Uveitis
glaukoma akut
Endoftalmitis
panoftalmitis

MATA TENANG VISUS


TURUN MENDADAK

uveitis posterior
perdarahan vitreous
Ablasio retina
oklusi arteri atau vena
retinal
neuritis optik
neuropati optik akut
karena obat (misalnya
etambutol), migrain,
tumor otak

MATA TENANG
VISUS TURUN
PERLAHAN
Katarak
Glaukoma
retinopati
penyakit sistemik
retinitis
pigmentosa
kelainan refraksi

RETINOPATI DIABETIK
DM ophthalmic complications :

Corneal abnormalities
Glaucoma
Iris neovascularization
Cataracts
Neuropathies
Diabetic retinopathy
most common and
potentially most blinding

Diabetic Retinopathy :
Retinopathy (damage to the
retina) caused by
complications of diabetes,
which can eventually lead to
blindness.
It is an ocular manifestation of
systemic disease which affects
up to 80% of all patients who
have had diabetes for 10 years
or more.

RETINOPATI DIABETIK
Signs and Symptoms
Seeing spots or floaters in the
field of vision
Blurred vision
Having a dark or empty spot in
the center of the vision
Difficulty seeing well at night
On funduscopic exam : cotton
wool spot, flame
hemorrhages, dot-blot
hemorrhages, hard exudates

Pemeriksaan :
Tajam penglihatan
Funduskopi dalam keadaan
pupil dilatasi : direk/indirek
Foto Fundus
USG bila ada perdarahan
vitreus
Tatalaksana :

Fotokoagulasi laser

RETINOPATI DIABETIK
Riwayat DM yang lama, biasa > 20 tahun
Mata tenang visus turun perlahan
Pemeriksaan Oftalmoskop
Mikroaneurisma (penonjolan dinding kapiler)
Perdarahan dalam bentuk titik, garis, bercak yang letaknya dekat
dengan mikroaneurisma di polus posterior (dot blot hemorrhage)
Dilatasi vena yang lumennya ireguler dan berkelok
Hard exudate (infiltrasi lipid ke dalam retina akibat dari peningkatan
permeabiitas kapiler), warna kekuningan
Soft exudate (cotton wall patches) adalah iskemia retina tampak
sebagai bercak kuning bersifat difus dan warna putih
Neovaskularisasi
Edema retina

RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI


RETINOPATI DIABETIK NONPROLIFERATIF
ditandai dengan kebocoran darah dan serum pada
pembuluh darah kapiler
menyebabkan edema jaringan retina dan
terbentuknya deposit lipoprotein (hard exudates)
Tidak menyebabkan gangguan penglihatan
mengenai makula
Edema makula penebalan daerah makula
sebagai akibat kebocoran kapiler perifoveal

RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI


RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF
ditandai dengan adanya proliferasi jaringan
fibrovaskular atau neovaskularisasi pada
permukaan retina & papil saraf optik serta vitreus
Proliferasi respon dari oklusi luas pembuluh
darah kapiler retina yang menyebabkan iskemia
retina
menyebabkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan melalui mekanisme;
Perdarahan vitreus
Tractional retinal detachment
Glaukoma neovaskular

KLASIFIKASI RETINOPATI DM
Derajat I : Mikroaneurisama dengan atau
tanpa eksudat lemak pada fundus okuli
Derajat II: Mikroaneurisma, perdarahan bintik
dan bercak dengan atau tanpa eksudat lemak
pada fundus okuli
Derajat III: Mikroaneurisma, perdarahan bintik
dan bercak, neovaskularisasi

Pra
Proliferatif(Non
proliferatif)
Proliferatif

Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi iregular dan


mungkin terlihat membentuk lingkaran.

Proliferatif
lanjut

Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan pada


vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik dari epitel
pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang berkaitan
dengan pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan
berkurang, mengancam penglihatan

Perubahan oklusif menyebabkan pelepasan substansi


vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan
pembuluh darah baru di lempeng optik atau ditempat lain
pada retina. Penglihatan normal, mengancam penglihatan

Dot blot hemorrhage

Flame-shaped hemorrhage

Microaneurysm / dot blot hemorrhage

Macular edema

Neovascularization

Proliferative diabetic retinopathy

Penatalaksanaan :
1. Medical Treatment :
Aldose reduktase inhibitor (sorbinil)
Penelitian menurunkan proses retinopati
Vascular Endothelial Growth factor Inhibitor
Aminoguanidin (mengikat protein yang
mengalami glikolisis
Pentoxypilin (memperbaiki sirkulasi perifer)

2. Laser Photocoagulation
Early Treatment Diabetic Retinopathy Study
(ETDRS) : Fotokoagulasi dini menurunkan incident
ggn visus 50%
Terapi pilihan utama pada retinopati diabetes
yang telah mengancam penglihatan
Indikasi :
Perdarahan vitreous atau preretinal terokalisasi
Kontraksi progresif proliferasi fibrin
Neovaskularisasi ekstensif di COA

3. Bedah Vitrektomi :
Vitrektomi dini pada PDR dapat menyebabkan
regresi NVD dan NVE
Indikasi :
Vitrektomi dipertimbangkan dilakukan jika terjadi
rekurensi, kegagalan terapi dengan foto koagulasi,
ataupun perdarahan vitreus yang massif hingga polus
posterior tidak terlihat.
Perdarahan vitreous yang lama (3 6 bln)
PDR (retinopati diabetik proliferatif) yang aktif dengan
visus baik
Adanya traksi pada papil, peripapil, makula
Adanya ablasio retina yang melibatkan makula
Penurunan tajam penglihatan dari 10/50 menjadi
10/100 atau lebih buruk

Defini dan gejala

Oklusi arteri
sentral
retina

Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant cell
arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara oftalmoskopis,
retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang memperlihatkan bercak
merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang timbul tanpa disertai rasa sakit
dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus mendadak biasanya disebabkan oleh emboli

Oklusi vena
sentral
retina

Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan penglihatan
hilang mendadak.
Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke 4
kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

ARMD

Degenerasi makula terkait usia. Penyebab pasti belum diketahui. Insidens meningkat pada usia
> 50 tahun. Predominansi pada wanita, riwayat keluarga, dan riwayat merokok. Gangguan
penglihatan sentral (mata kabur, distorsi atau skotoma). Ditandai oleh atrofi dan degenerasi
retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan derajat
bervariasi. Funduskopi: drusen (endapan putih, kuning, bulat, diskret tersebar di seluruh
makula dan kutub posterior)
Tatalaksana bisa berupa Antioksidan serta Fotokoagulasi laser

Retinopati
hipertensi

suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang
menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing cotton
wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire

Amaurosis
Fugax

Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri, biasanya


monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular

59. HORDEOLUM
Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata
Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea
Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal,
merah, nyeri bila ditekan, ada pseudoptosis/ptosis akibat
bertambah berat kelopak
Gejala
nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau
bawah
berwarna kemerahan.
Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas
dengan membuka kelopak mata.
Rasa mengganjal pada kelopak mata
Nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk.
Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas

2 bentuk :
Hordeolum internum: infeksi kelenjar Meibom di dalam
tarsus. Tampak penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus
dapat keluar dari pangkal rambut
Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.
Penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal

http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm

Hordeolum Eksterna
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas

Hordeolum Interna

Pengobatan
Self-limited dlm 1-2 mingu
Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4x/hari
Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya:
Gentamycin, Neomycin, Polimyxin B,
Chloramphenicol
Jika tidak menunjukkan perbaikan : Antibiotika oral
(diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin,
Eritromisin, Doxycyclin
Insisi bila pus tidak dapat keluar
Pada hordeolum interna, insisi vertikal terhadap margo
palpebra supaya tidak memotong kelenjar meibom lainnya
Pada hordeolum eksterna, insisi horizontal supaya kosmetik
tetap baik

Diagnosis Banding
Kalazion
Inflamasi idiopatik, steril, dan kronik dari kelenjar Meibom
Ditandai oleh pembengkakan yang tidak nyeri, muncul
berminggu-minggu.
Dibedakan dari hordeolum oleh ketiadaan tanda-tanda inflamasi
akut
Jika sangat besar, kalazion dapat menekan bola mata,
menyebabkan astigmatisma

Blefaritis
Radang kronik pada kelopak mata, disebabkan peradangan
kronik tepi kelopak mata (blefaritis anterior) atau peradangan
kronik kelenjar Meibom (blefaritis posterior)
Gejala: kelopak mata merah, edema, nyeri, eksudat lengket,
epiforia, dapat disertai konjungtivitis dan keratitis

Selulitis palpebra
Infiltrat difus di subkutan dengan tanda-tanda radang akut,
biasanya disebabkan infeksi Streptococcus.
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

60. Konjungtivitis Alergi


Allergic conjunctivitis may be divided into 5
major subcategories.
Seasonal allergic conjunctivitis (SAC) and
perennial allergic conjunctivitis (PAC) are
commonly grouped together.
Vernal keratoconjunctivitis (VKC), atopic
keratoconjunctivitis (AKC), and giant papillary
conjunctivitis (GPC) constitute the remaining
subtypes of allergic conjunctivitis.

Konjungtivitis Atopi
Biasanya ada riwayat atopi
Gejala + Tanda: sensasi
terbakar, sekret mukoid
mata merah, fotofobia
Terdapat papila-papila halus
yang terutama ada di tarsus
inferior
Jarang ditemukan papila
raksasa
Karena eksaserbasi datang
berulanga kali
neovaskularisasi kornea,
sikatriks

Terapi topikal jangka


panjang: cell mast stabilizer
Antihistamin oral
Steroid topikal jangka
pendek dapat meredakan
gejala

KONJUNGTIVITIS VERNAL
Nama lain:
spring catarrh
seasonal conjunctivitis
warm weather conjunctivitis

Etiologi: reaksi hipersensitivitas bilateral (alergen sulit


diidentifikasi)
Epidemiologi:
Dimulai pada masa prepubertal, bertahan selama 5-10
tahun sejak awitan
Laki-laki > perempuan
Paling sering pada Afrika Sub-Sahara & Timur Tengah
Temperate climate > warm climate > cold climate (hampir
tidak ada)
Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

Gejala & tanda:


Rasa gatal yang hebat, dapat
disertai fotofobia
Sekret ropy
Riwayat alergi pada RPD/RPK
Tampilan seperti susu pada
konjungtiva
Gambaran cobblestone
(papila raksasa berpermukaan
rata pada konjungtiva tarsal)
Tanda Maxwell-Lyons (sekret
menyerupai benang &
pseudomembran fibrinosa
halus pada tarsal atas, pada
pajanan thdp panas)
Bercak Trantas (bercak
keputihan pada limbus saat
fase aktif penyakit)
Dapat terjadi ulkus kornea
superfisial

Komplikasi:

Blefaritis & konjungtivitis


stafilokokus

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

Tatalaksana
Self-limiting
Akut:
Steroid topikal (+sistemik
bila perlu), jangka pendek
mengurangi gatal
(waspada efek samping:
glaukoma, katarak, dll.)
Vasokonstriktor topikal
Kompres dingin & ice
pack

Jangka panjang & prevensi


sekunder:
Antihistamin topikal
Stabilisator sel mast Sodium
kromolin 4%: sebagai
pengganti steroid bila gejala
sudah dapat dikontrol
Tidur di ruangan yang sejuk
dengan AC
Siklosporin 2% topikal (kasus
berat & tidak responsif)

Desensitisasi thdp antigen


(belum menunjukkan hasil
baik)

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

Table. Major Differentiating Factors Between VKC and AKC


Characteristics

VKC

AKC

Age at onset

Generally presents at a younger age


than AKC

Sex

Males are affected preferentially.

No sex predilection

Seasonal variation

Typically occurs during spring months Generally perennial

Discharge

Thick mucoid discharge

Watery and clear discharge

Conjunctival
scarring

Higher incidence of
conjunctival scarring

Horner-Trantas
dots

Horner-Trantas dots and shield ulcers Presence of Horner-Trantas


are commonly seen.
dots is rare.

Corneal
neovascularization

Not present

Deep corneal
neovascularization tends to
develop

Presence of
eosinophils in
conjunctival
scraping

Conjunctival scraping reveals


eosinophils to a greater degree in
VKC than in AKC

Presence of eosinophils is
less likely

Pathology

Etiology

Feature

Bacterial

staphylococci
streptococci,
gonocci
Corynebacter
ium strains

Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics


burning sensation, usually bilateral Artificial tears
eyelids difficult to open on waking,
diffuse conjungtival injection,
mucopurulent discharge, Papillae
(+)

Viral

Adenovirus
herpes
simplex virus
or varicellazoster virus

Unilateral watery eye, redness,


discomfort, photophobia, eyelid
edema & pre-auricular
lymphadenopathy, follicular
conjungtivitis, pseudomembrane
(+/-)

http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html

Treatment

Days 3-5 of worst, clear


up in 714 days without
treatment
Artificial tears relieve
dryness and inflammation
(swelling)
Antiviral herpes simplex
virus or varicella-zoster
virus

Pathology

Etiology

Feature

Treatment

Fungal

Candida spp. can


cause
conjunctivitis
Blastomyces
dermatitidis
Sporothrix
schenckii

Not common, mostly occur in


immunocompromised patient,
after topical corticosteroid and
antibacterial therapy to an
inflamed eye

Topical antifungal

Vernal

Allergy

Chronic conjungtival bilateral


inflammation, associated atopic
family history, itching,
photophobia, foreign body
sensation, blepharospasm,
cobblestone pappilae, Hornertrantas dots

Removal allergen
Topical antihistamine
Vasoconstrictors

Inclusion

Chlamydia
trachomatis

several weeks/months of red,


irritable eye with mucopurulent
sticky discharge, acute or
subacute onset, ocular irritation,
foreign body sensation, watering,
unilateral ,swollen lids,chemosis
,Follicles

Doxycycline 100 mg PO
bid for 21 days OR
Erythromycin 250 mg
PO qid for 21 days
Topical antibiotics

61. TRAUMA KIMIA MATA

Merupakan trauma yang mengenai


bola mata akibat terpaparnya bahan
kimia baik yang bersifat asam atau
basa yang dapat merusak struktur bola
mata tersebut
Keadaan kedaruratan oftalmologi
karena dapat menyebabkan cedera
pada mata, baik ringan, berat bahkan
sampai kehilangan penglihatan
Etiologi : 2 macam bahan yaitu yang
bersifat asam (pH < 7) dan yang
bersifat basa (pH > 7,6)
Pemeriksaan Penunjang :
Kertas Lakmus : cek pH berkala
Slit lamp : cek bag. Anterior mata dan lokasi
luka
Tonometri
Funduskopi direk dan indirek

Klasifikasi :
Derajat 1: kornea jernih dan tidak
ada iskemik limbus (prognosis
sangat baik)
Derajat 2: kornea berkabut
dengan gambaran iris yang masih
terlihat dan terdapat kurang dari
1/3 iskemik limbus (prognosis
baik)
Derajat 3: epitel kornea hilang
total, stroma berkabut dengan
gambaran iris tidak jelas dan
sudah terdapat 1/2 iskemik
limbus (prognosis kurang)
Derajat 4: kornea opak dan
sudah terdapat iskemik lebih dari
1/2 limbus (prognosis sangat
buruk)

http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf

TRAUMA KIMIA MATA


TRAUMA BASA LEBIH BERBAHAYA DIBANDINGKAN ASAM; gejala: epifora, blefarosasme, nyeri

Trauma Asam :
Bahan asam mengenai mata maka
akan segera terjadi koagulasi protein
epitel kornea yang mengakibatkan
kekeruhan pada kornea, sehingga bila
konsentrasi tidak tinggi maka tidak
akan bersifat destruktif
Biasanya kerusakan hanya pada
bagian superfisial saja
Bahan kimia bersifat asam : asam
sulfat, air accu, asam sulfit, asam
hidrklorida, zat pemutih, asam
asetat, asam nitrat, asam kromat,
asam hidroflorida

Trauma Basa :
Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel
dan terjadi proses safonifikasi, disertai
dengan dehidrasi
Basa akan menembus kornea, kamera
okuli anterior sampai retina dengan
cepat, sehingga berakhir dengan
kebutaan.
Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea.
Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH,
amoniak, Freon/bahan pendingin lemari
es, sabun, shampo, kapur gamping,
semen, tiner, lem, cairan pembersih
dalam rumah tangga, soda kuat.

http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf

TRAUMA KIMIA MATA - TATALAKSANA


Tatalaksana Emergensi :
Irigasi : utk meminimalkan
durasi kontak mata dengan
bahan kimia dan
menormalkan pH mata; dgn
larutan normal saline (atau
setara)
Double eversi kelopak mata :
utk memindahkan material
Debridemen : pada epitel
kornea yang nekrotik

Tatalaksana Medikamentosa :
Steroid : mengurangi
inflamasi dan infiltrasi
neutrofil
Siklopegik : mengistirahatkan
iris, mencegah iritis (atropine
atau scopolamin) dilatasi
pupil
Antibiotik : mencegah infeksi
oleh kuman oportunis

http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf; Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas

TRAUMA KIMIA MATA TATALAKSANA

Removing the offending agent

Immediate copious irrigation

Prophylactic topical antibiotics

Controlling IOP

Inflammatory inhibits reepithelialization


and increases the risk of corneal ulceration
and perforation
Topical steroids
Ascorbate (500 mg PO qid)

Preventing infection

artificial tears
Ascorbate collagen remodeling
Placement of a therapeutic bandage contact
lens until the epithelium has regenerated

Controlling inflammation

Pain relief Topical anesthetic

Promoting ocular surface(epithelial)healing

With a sterile balanced buffered solution


normal saline solution or ringer's lactate
solution
Until the ph (acidity) of the eye returns to
normal

In initial therapy and during the later


recovery phase, if IOP is high (>30 mm Hg)

Control pain

Cycloplegic agents ciliary spasm


Oral pain medication

62. Presbiopia
Pemeriksaan dengan
kartu Jaeger untuk
melihat ketajaman
penglihatan jarak
dekat.

Koreksi lensa positif untuk menambah


kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia
Kekuatan lensa yang biasa digunakan:
+ 1.0 D usia 40 tahun
+ 1.5 D usia 45 tahun
+ 2.0 D usia 50 tahun
+ 2.5 D usia 55 tahun
+ 3.0 D usia 60 tahun

The card is held 14


inches (356 mm) from
the persons's eye for
the test. A result of
14/20 means that the
person can read at 14
inches what someone
with normal vision can
read at 20 inches.
http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg

63. Episcleritis
Simple episcleritis
This common condition is a
benign, recurrent
inflammation of the episclera
it is most common in young
women.
Episcleritis is usually selflimiting and may require little
or no treatment.
It is not usually associated
with any systemic disease,
although around 10% may
have a connective tissue
disease.

Clinical features

Sudden onset of mild discomfort, tearing


photophobia; may be recurrent.
Sectoral (occasionally diffuse) redness that
blanches with topical vasoconstrictor (e.g.,
phenylephrine 10%); globe nontender;
spontaneous resolution 12 weeks.

Treatment

Supportive: reassurance cold


compresses.
Artificial tears
Topical: consider lubricants NSAID (e.g.,
ketorolac 0.3% 3x/day; uncertain benefit).
Although disease improves with topical
steroids, there may be rebound
inflammation on withdrawal.
Systemic: if severe or recurrent disease,
consider oral NSAID (e.g., flurbiprofen 100
mg 3x/day for acute disease).

Nodular episcleritis
Clinical features
Sudden onset of FB sensation,
discomfort, tearing photophobia.
It may be recurrent.
Red nodule arising from the
episclera
can be moved separately from the
sclera (cf. nodular scleritis) and
conjunctiva
blanches with topical
vasoconstrictor (e.g.,
phenylephrine 10%)
does not stain with fluorescein;
globe nontender
Spontaneous resolution occurs in
56 weeks.

Treatment
Treat as for simple episcleritis, but
there is a greater role for ocular
lubricants.
Patients with severe or prolonged
episodes may require artificial
tears and/or topical
corticosteroids.
Nodular episcleritis is more
indolent and may require local
corticosteroid drops or antiinflammatory agents.
Topical ophthalmic 0.5%
prednisolone, 0.1%
dexamethasone, or 0.1%
betamethasone daily may be used.

Applied anatomy of vascular coats


Normal

Radial superficial episcleral


vessels
Deep vascular plexus
adjacent to sclera

Episcleritis

Maximal congestion
of episcleral vessels

Scleritis

Maximal congestion of
deep vascular plexus
Slight congestion of
episcleral vessels

64. Trauma Mekanik Bola Mata


Cedera langsung berupa ruda
paksa yang mengenai jaringan
mata.
Beratnya kerusakan jaringan
bergantung dari jenis trauma
serta jaringan yang terkena
Gejala : penurunan tajam
penglihatan; tanda-tanda
trauma pada bola mata
Komplikasi :

Endoftalmitis
Uveitis
Perdarahan vitreous
Hifema
Retinal detachment
Glaukoma
Oftalmia simpatetik

Panduan Tatalaksana Klinik RSCM Kirana, 2012

Pemeriksaan Rutin :
Visus : dgn kartu Snellen/chart
projector + pinhole
TIO : dgn tonometer
aplanasi/schiotz/palpasi
Slit lamp : utk melihat segmen
anterior
USG : utk melihat segmen
posterior (jika memungkinkan)
Ro orbita : jika curiga fraktur
dinding orbita/benda asing

Tatalaksana :
Bergantung pada berat trauma,
mulai dari hanya pemberian
antibiotik sistemik dan atau
topikal, perban tekan, hingga
operasi repair

HIFEMA
Definisi:
Perdarahan pada bilik mata
depan
Tampak seperti warna
merah atau genangan
darah pada dasar iris atau
pada kornea

Halangan pandang parsial


/ komplet
Etiologi: pembedahan
intraokular, trauma
tumpul, trauma laserasi

Tujuan terapi:
Mencegah rebleeding
(biasanya dalam 5 hari
pertama)
Mencegah noda darah
pada kornea
Mencegah atrofi saraf
optik

Komplikasi:

Perdarahan ulang
Sinekiae anterior perifer
Atrofi saraf optik
Glaukoma

Tatalaksana:

Kenali kasus hifema dengan risiko tinggi


bed rest & Elevasi kepala malam hari
Eye patch & eye shield
Mengendalikan peningkatan TIO
Pembedahan bila tak ada perbaikan / terdapat
peningkatan TIO
Hindari Aspirin, antiplatelet, NSAID, warfarin
Steroid topikal (dexamethasone 0.1% atau prednisolone
acetate 1% 4x/hari)
Pertimbangkan siklopegia (atropine 1% 2x/hari, tetapi
masih kontroversial).

65. OKLUSI ARTERI RETINA


Kelainan retina akibat sumbatan akut arteri retina
sentral yang ditandai dengan hilangnya penglihatan
mendadak.
Predisposisi
Emboli paling sering (hipertensi, aterosclerosis, penyakit
katup jantung, trombus pasca MCI, tindakan angiografi,
Penyakit spasme pembuluh darah karena endotoksin
(keracunan alkohol, tembakau, timah hitam
Trauma(frakturorbita)
Koagulopati (kehamilan, oral kontrasepsi)
Neuritis optik, arteritis, SLE
Kuliah SUB BAG. VITREORETINA
ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Gejala Klinis :

Visus hilang mendadak tanda nyeri


Amaurosis Fugax (transient visual loss)
Lebih sering laki-laki diatas 60thn
Fase awal setelah obstruksi gambaran fundus
normal.
Setelah 30 menit retina polusposterior pucat
kecuali di daerah foveola dimana RPE dan koroid
dapat terlihat Cherry Red Spot
Setelah 4-6 minggu : fundus normal kembali
kecuali arteri halus, dan berakhir papil atropi
Kuliah SUB BAG. VITREORETINA
ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Cherry red Spot

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Penatalaksanaan :
Tx berkaitan dengan
penyakit sistemik
Untuk memperbaiki visus
harus waspada sebab 90
menit setelah sumbatan
kerusakan retina
ireversible.
Prinsip gradient
perfusion pressure
(menurunkan TIO secara
mendadak sehingga
terjadi referfusi dengan
menggeser sumbatan)

Gradient perfusion
pressure :
Parasentesis sumbatan di
bawah 1 jam 0,1 0,4cc
Masase bola mata (dilatasi
arteri retina)
blocker
acetazolamide
Streptokinase (fibrinolisis)
Mixtur O2 95% dengan
CO2 5% (vasodilatasi)

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS (CENTRAL


RETINA VEIN OCCLUSION)
Kelainan retina akibat
sumbatan akut vena
retina sentral yang
ditandai dengan
penglihatan hilang
mendadak.

Predisposisi :

Usia diatas 50 thn


Hipertensi sistemik 61%
DM 7% -Kolestrolemia
TIO meningkat
Periphlebitis (Sarcouidosis,
Behset disease)
Sumbatan trombus vena
retina sentralis pada
daerah posterior lamina
cribrosa)

Gejala Klinis
1. Tipe Noniskemik :
FFA (Fundus Fluorescein
Angiography) area nonperfusi
kecil 10 disc - Gejala lebih ringan.

Vena dilatasi ringan dan


sedikit berkelok
Perdarahan dot dan flame
shaped
dapat disertai dengan atau
tanpa edama papil

2. Tipe Iskemik :
FFA area nonperfusi diatas
10 disc
Vena dilatasi lebih nyata
Perdarahan masif pada ke 4
kuadran
Cotton wool spot
Rubeosis iridis
Marcus Gunn +
Perdarahan vitreous
Edama retina dan edama
makula

Pemeriksaan :
FFA (Fundus Fluorescein
Angiography)
ERG
(Electroretinogram)
Tonometri

Penatalaksanaan :
Memperbaiki
underlying disease
Fotokoagulasi laser
Vitrektomi
Kortikosteroid belum
terbuti efektivitasnya
Anti koagulasi sistemik
tidak direkomendasikan

Defini dan gejala


Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral
emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina
cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena
sentral
retina

Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
penglihatan hilang mendadak.
Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

Ablatio
retina

suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup

Perdarahan
vitreous

Perdarahan pada selaput vitreous sampai ke dalam vitreous. Gejala: penglihatan buram
tiba-tiba, peningkatan floaters,dan kilatan cahaya

Amaurosis
Fugax

Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri,


biasanya monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular

66. KATARAK TRAUMATIK

Typical stellate/rosette/flower-shaped cortical


lens opacity

KATARAK TRAUMATIK
Most common complication of non-perforating and
perforating injuries to the globe.
Intraocular trauma by surgical instruments, lodged foreign
body or intraocular filtration tube is also a possible cause.
Cataracts caused by blunt trauma classically form stellate- or
rosette-shaped posterior axial opacities that may be stable or
progressive,
Penetrating trauma with disruption of the lens capsule forms
cortical changes that may remain focal if small or may
progress rapidly to total cortical opacification.

Clinical features:
Cataract formation after non-perforating injuries such as contusion
or concussion may occur without any damage to the lens capsule
The cataract formation may be slowly progressive or mature
suddenly
It is not always easy to observe initial changes of the lens
Vossius' ring can be seen as circular iris pigment imprinted on the
surface of the lens anterior capsule
Opacification can occur in a variety of lens structures resulting in
discrete, punctate subepithelial changes, or deep in the cortex with
the typical rosette (flower-shaped) opacity
Trauma may also produce anterior or posterior subcapsular
opacities.

67. Gangguan Lapang Pandang:


Hemianopia
Hemianopia, also known as Hemianopsia is
loss of vision in either the right or left sides
of both eyes

http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/hemianopia

68. TRAUMA MATA (DISLOKASI LENSA)


Kondisi Akibat trauma mata
Iridodialisis

known as a coredialysis, is a localized


separation or tearing away of the iris
from its attachment to the ciliary body;
usually caused by blunt trauma to the
eye

may be asymptomatic and require no treatment, but


those with larger dialyses may have corectopia
(displacement of the pupil from its normal, central
position) or polycoria (a pathological condition of the
eye characterized by more than one pupillary opening
in the iris) and experience monocular diplopia, glare, or
photophobia

Hifema

Blood in the front (anterior) chamber of


the eyea reddish tinge, or a small
pool of blood at the bottom of the iris
or in the cornea.
May partially or completely block
vision.
The most common causes of hyphema
are intraocular surgery, blunt
trauma, and lacerating trauma
The main goals of treatment are to
decrease the risk of rebleeding within
the eye, corneal blood staining, and
atrophy of the optic nerve.

Treatment :elevating the head at night, wearing an


patch and shield, and controlling any increase in
intraocular pressure. Surgery if non- resolving hyphema
or high IOP
Complication: rebleeding, peripheral anterior
synechiea, atrophy optic nerve, glaucoma (months or
years after due to angle closure)

TRAUMA MATA (DISLOKASI LENSA)


Kondisi Akibat trauma mata
Hematoma
Palpebral

Pembengkakan atau penimbunan darah


di bawah kulit kelopak akibat pecahnya
pembuluh darah palpebra.

Sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Bila


perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua
kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang
sedang dipakai

Perdarahan
Subkonjungtiva

Pecahnya pembuluh darah yang


terdapat dibawah konjungtiva, seperti
arteri konjungtiva dan arteri episklera.
Bisa akibat dari batu rejan, trauma
tumpul atau pada keadaan pembuluh
darah yang mudah pecah.

Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap


penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat
trauma tumpul. Akan hilang atau diabsorbsi dengan
sendirinya dalam 1 2 minggu tanpa diobati.

Penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola


lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan
terlihat keruh dengan uji plasedo yang positif

Edema Kornea

Terjadi akibat disfungsi endotel kornea


local atau difus. Biasanya terkait dengan
pelipatan pada membran Descemet dan
penebalan stroma. Rupturnya membran
Descemet biasanya terjadi vertikal dan
paling sering terjadi akibat trauma
kelahiran.

Ruptur Koroid

Trauma keras yang mengakibatkan


ruptur koroid perdarahan subretina,
biasanya terletak di posterior bola mata

Perdarahan subretina, visus turun dengan sangat, bila


darah telah terabsorpsi maka daerah ruptur akan
tampak berwarna putih (daerah sklera)

Subluksasi

Lensa berpindah tempat

Penglihatan berkurang, pada iris tampak iridodenesis


(iris tampak bergetar atau bergoyang saat mata
bergerak)

TRAUMA MATA (DISLOKASI LENSA)


Dislokasi Lensa :
putusnya zonula Zinn kedudukan lensa terganggu
Subluksasi Lensa :
putusnya sebagian zonula Zinn lensa berpindah tempat.
Luksasi lensa anterior :
seluruh zonula Zinn di sekitar ekuator putus lensa masuk
ke dalam bilik mata depan
Luksasi lensa posterior :
putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa
lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran
bawah polus posterior fundus okuli

TRAUMA MATA (DISLOKASI LENSA)


Dapat karena trauma atau spontan (pada
penderita sindrom Marphan zonula Zinn
rapuh)
Gejala : visus menurun, iridodenesis, lensa
menjadi lbh cembung miopik.
Penyulit : Glaukoma, uveitis
Tatalaksana : kacamata koreksi yang sesuai,
bila timbul penyulit operasi (pengeluaran
lensa)

Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas, 2005

http://www.patient.co.uk/doctor/Eye-Trauma.htm

http://www.patient.co.uk/doctor/Eye-Trauma.htm

http://www.patient.co.uk/doctor/Eye-Trauma.htm

69. Kelainan Kongenital


Penyebab

Temuan klinis

Rubella

IUGR, kelainan kardiovaskular (biasanya PDA/


pulmonary artery stenosis), katarak, tuli.
retinopati, mikroftalmia, hearing loss, mental
retardation, speech defect, trombositopenia,

Varicella

IUGR, kelainan kulit sesuai distribusi


dermatomal: sikatriks kulit, kulit tampak merah,
berindurasi, dan meradang, kelainan
tulang:hipoplasia ekstrimitas dan jari tangan
kaki, kelainan mata, dan kelainan neurologis

Toxoplasma

IUGR, chorioretinitis, Cerebral calcification,


hydrocephalus,
Abnormal cerebrospinal fluid (xanthochromia and
pleocytosis), Jaundice, Hepatosplenomegaly, Neurologic
signs are severe and always present. (Microcephaly or
macrocephaly, Bulging fontanelle, Nystagmus
Abnormal muscle tone, Seizures, Delay of development)

Citomegalovirus Retinitis, Jaundice, Hepatosplenomegali, BBLR, Mineral


deposits in the brain, Petechiae, Seizures, Small head size
(microcephaly)
Herpes

Trias:
1. Kulit (scarring, active lesions, hypo- and
hyperpigmentation, aplasia cutis, and/or an
erythematous macular exanthem)
2. Mata (microopthalmia, retinal dysplasia, optic atrophy,
and/or chorioretinitis)
3. Neurologis (microcephaly, encephalomalacia,
hydranencephaly, and/or intracranial calcification)
http://cmr.asm.org/content/17/1/1.full

70. Keratitis Jamur


Indolen, disertai infiltrat kelabu, sering dgn hipopion,
peradangan nyata bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi satelit.
The most common pathogens are Fusarium and Aspergillus
(filamentous fungi) in warmer climates and Candida (a yeast) in
cooler climates.
Tabel 1. Pengobatan Keratitis Fungal
Organisme

Rute obat

Pilihan pertama

Pilihan kedua

Alternatif

Organisme
mirip ragi =
Candida sp

Topikal
Subkonjungtiva
Sistemik

Natamycin
Natamycin
Flycytosine

Amphotericin B
Miconazole
Ketoconazole

Nystatin
-

Organisme
mirip hifa =
ulkus fungi

Topikal
Subkonjungtiva
Sistemik

Natamycin
Amphotericin B
Fluconazole

Amphotericin B
Miconazole
Ketoconazole

Miconazole
-

Sources:

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.

Keratitis Fungal
Gejala nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang krn saraf kornea mulai rusak.
Pemeriksaan oftalmologi :
Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma

Faktor risiko meliputi :


Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
Terapi steroid topikal jangka panjang
Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases
Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.

Keratitis Fungal
Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan button appearance
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.

Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik


sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).

Stromal infiltrate

Keratitis Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada


keratitis jamur
Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).
Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.

NEUROLOGI

71. Myasthenia Gravis


A disorder of neuromuscular
transmission, characterised by :
Weakness and fatigue of some or
all muscle groups
Weakness worsening on
sustained or repeated exertion,
or towards the end of the day,
releived by rest
Etiology : autoimmune destruction
of nicotinic postsynaptic receptors
for acetylcholine. The antibodies
referred to as acetylcholine receptor
antibodies (AChR antibodies)

Clinical Presentation :

Facial muscle weakness is almost always present

Bulbar muscle weakness

Palatal muscles

Nasal voice, nasal regurgitation


Chewing and swallowing may become difficult choking
Severe jaw weakness may cause jaw to hang open
Neck muscles :Neck flexors affected more than extensors

Limb muscle weakness

Upper limbs more common than lower limbs

Respiratory muscle weakness

Ptosis and bilateral facial muscle weakness


Sclera below limbus may be exposed due to weak lower
lids

Weakness of the intercostal muscles and the diaghram CO2


retention due to hypoventilation
May cause a neuromuscular emergency
Weakness of pharyngeal muscles may collapse the upper airway

Occular muscle weakness

Asymmetric
Usually affects more than one extraocular muscle and is
not limited to muscles innervated by one cranial nerve
Weakness of lateral and medial recti may produce a
pseudointernuclear opthalmoplegia
Limited adduction of one eye with nystagmus of
the abducting eye on attempted lateral gaze
Ptosis caused by eyelid weakness
Diplopia is very common

Myasthenia Gravis
Work Up :

Treatment :

Anti-acetylcholine receptor
antibody (+) in 74%
Anti-striated muscle antibody
(+) in 84% pts with thymoma
Chest X-ray
Chest CT Scan to identify
thymoma

AChE inhibitors
Pyridostigmine bromide (Mestinon)
Starts working in 30-60 minutes and
lasts 3-6 hours
Individualize dose
Adult dose:
60-960mg/d PO
2mg IV/IM q2-3h

Caution
Check for cholinergic crisis

Others: Neostigmine Bromide

Immunomodulating therapies :
Prednisone

Plasmapheresis
Thymectomy
Important in treatment, especially if
thymoma is present

Neurology and Neurosurgery Illustrated

Neuropati
Polineuritis
(Polineurodegene
rasi)

Sindroma klinik akibat gangguan fungsi saraf tepi yang luas yang terjadi
secara bersamaan. Gejala Klinik : Didahului ISPA, Kelumpuhan LMN
(Distal lebih berat dari proksimal), Gangguan sensorik berupa pola
sarung tangan dan kaus kaki (stocking and gloves), Reflek tendon
berkurang, Kadang-kadang melibatkan saraf kranial.

Periodic paralysis

Episodic weakness
Related to potassium: Hypokalemia or Hyperkalemia
Unrelated to potassium

Myasthenia
Gravis

an autoimmune neuromuscular disease leading to fluctuating muscle


weakness and fatigability. Characterised by: weakness of some or all
muscle groups, weakness worsening towards the end of the day,
relieved by rest

Guillaine Barre
Syndrome

Acute immune-immediated polyneuropathies, characterised by postinfection, symmetrical muscle weakness starts from proximal leg

Distrofi Muskular

a group of muscle diseases that weaken the musculoskeletal system


and hamper locomotion. characterized by progressive skeletal muscle
weakness, defects in muscle proteins, and the death of muscle cells
and tissue, progressive muscular wasting, joint contractures

72. EPIDURAL HEMATOM


Pengumpulan darah diantara tengkorak dg
duramater. Biasanya berasal dari arteri yg pecah
oleh karena ada fraktur atau robekan langsung.
Gejala (trias klasik) :
1. Interval lusid.
2. Hemiparesis/plegia.
3. Pupil anisokor.
Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan
bikonveks atau lentikulerdi daerah epidural.

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006

Normal vs. Abnormal Head CT Scan

user.shikoku.ne.jp/tobrains/exam/CT/CT-e.html

Epidural Hematom
Tipe
hematom
Lokasi

Pembuluh
darah yang
terkait

Symptoms

Epidural
Antara kranium dan
duramater

Subdural
Antara duramater dan
subarakhnoid

arteri meningea
media
(temporoparietal)
Arteri anterior
etmoidalis (lokus
frontalis)
Bridging veins
Sinus transversus dan
sigmoideus (lokus
oksipitalis)
Sinus sagitalis superior
lokus vertux
Terdapat interval lusid

CT
biconvex
appearance

Nyeri kepala yang


makin memberat dan
penurunan kesadaran
yang makin berat
Seperti bulan sabit

73. Meningitis Bakterialis

74. Guillane Barre Syndrome

75. Afasia
Kelainan yang terjadi karena kerusakan dari
bagian otak yang mengurus bahasa.
yaitu kehilangan kemampuan untuk
membentuk kata-kata atau kehilangan
kemampuan untuk menangkap arti kata-kata
sehingga pembicaraan tidak dapat
berlangsung dengan baik.

Afasia menimbulkan problem dalam bahasa


lisan (bicara dan pengertian) dan bahasa
tulisan (membaca dan menulis). Biasanya
membaca dan menulis lebih terganggu dari
pada bicara dan pengertian.
Afasia bisa ringan atau berat. Beratnya
gangguan tergantung besar dan lokasi
kerusakan di otak.

Pembagian Afasia :
1. Afasia Motorik (Broca)
2. Afasia Sensorik (Wernicke)
3. Afasia Global

Afasia Motorik :
- Terjadi karena rusaknya area Broca di
gyrus frontalis inferior.
- Mengerti isi pembicaraan, namun tidak
bisa menjawab atau mengemukakan
pendapat
- Disebut juga Afasia Expressif atau Afasia
Broca
- Bisa mengeluarkan 1 2 kata(nonfluent)

Afasia Sensorik
- Terjadi karena rusaknya area Wernicke di
girus temporal superior.
- Tidak mengerti isi pembicaraan, tapi bisa
mengeluarkan kata-kata(fluent)
- Disebut juga Afasia reseptif atau Afasia
Wernicke

Afasia Global
- Mengenai area Broca dan Wernicke
- Tidak mengerti dan tida bisa
mengeluarkan kata kata

76. Cedera Pleksus Brachialis


Lesi pleksus brakhialis adalah lesi saraf yang
menimbulkan kerusakan saraf yang
membentuk pleksus brakhialis, mulai dari
radiks saraf hingga saraf terminal.
Keadaan ini dapat menimbulkan gangguan
fungsi motorik, sensorik atau autonomic
pada ekstremitas atas. Istilah lain yang sering
digunakan yaitu neuropati pleksus brakhialis
atau pleksopati brakhialis
Am Fam Physician. 2010 Jan 15;81(2):147-155.

Etiologi
1.

Trauma

Merupakan penyebab terbanyak lesi pleksus brakhialis pada orang dewasa


maupun neonatus. Keadaan ini dapat berupa ; cedera tertutup, cedera terbuka,
cedera iatrogenic.

2.

Tumor

Dapat berupa tumor neural sheath yaitu ; neuroblastoma, schwannoma,


malignant peripheral nerve sheath tumor dan meningioma. Tumor non-neural ;
jinak (desmoid, lipoma), malignant ( kangker mammae dan kangker paru)

3.

Radiation-induced

Frekuensi cedera pleksus brachialis yang dipicu oleh radiasi diperkirakan


sebanyak 1,8 4,9% dari lesi dan paling sering pada pasien kangker mammae
dan paru.

4.

Entrapment

Keadaan ini merupakan penyebab cedera pleksus brakhialis pada thoracic outlet
syndrome. Faktor lain yaitu payudara berukuran besar yang dapat menarik
dinding dada ke depan (anterior dan inferior).

5.

Idiopatik

Pada Parsonage Turner Syndrome terjadi pleksitis tanpa diketahui penyebab


yang jelas namun diduga terdapat infeksi virus yang mendahului. Presentasi
klasik adalah nyeri dengan onset akut yang berlangsung selama 1 2 minggu
dan kelemahan otot timbul lebih lambat. Nyeri biasanya hilang secara spontan
dan pemulihan komplit terjadi dalam 2 tahun.

Sindroma Erb-Duchenne
Lesi di radiks servikal atas (C5 dan C6) atau trunkus superior
dan biasanya terjadi akibat trauma. Pada bayi biasanya
akibat distokia bahu, orang dewasa terjadi karena jatuh
pada bahu dengan kepala terlampau menekuk kesamping.
Presentasi klinis pasien berupa waiters tip position dimana
lengan berada dalam posisi adduksi (kelemahan otot
deltoid dan supraspinatus), rotasi internal pada bahu
(kelemahan otot teres minor dan infraspinatus), pronasi
(kelemahan otot supinator dan brachioradialis) dan
pergelangan tangan fleksi (kelemahan otot ekstensor karpi
radialis longus dan brevis).
Selain itu terdapat pula kelemahan pada otot biseps
brakhialis, brakhialis, pektoralis mayor, subscapularis,
rhomboid, levator scapula dan teres mayor.
Refleks bisep biasanya menghilang, sedangkan hipestesi
terjadi pada bagian luar (lateral) dari lengan atas dan
tangan.
Am Fam Physician. 2010 Jan 15;81(2):147-155.

Sindroma Klumpkes Paralysis


Lesi di radiks servikal bawah (C8, T1) atau trunkus inferior
dimana penyebab pada bayi baru dilahirkan adalah karena
penarikan bahu untuk mengeluarkan kepala, sedangkan
pada orang dewasa biasanya saat mau jatuh dari ketinggian
tangannya memegang sesuatu kemudian bahu tertarik.
Presentasi klinis berupa deformitas clawhand (kelemahan
otot lumbrikalis) sedangkan fungsi otot gelang bahu baik.
Selain itu juga terdapat kelumpuhan pada otot fleksor carpi
ulnaris, fleksor digitorum, interosei, tenar dan hipotenar
sehingga tangan terlihat atrofi. Disabilitas motorik sama
dengan kombinasi lesi n. Medianus dan ulnaris.
Kelainan sensorik berupa hipestesi pada bagian dalam/ sisi
ulnar dari lengan dan tangan.

Am Fam Physician. 2010 Jan 15;81(2):147-155.

claw
hand

Netter 1997

2006 Moore & Dalley COA

Am Fam Physician. 2010 Jan 15;81(2):147-155.

Lesi Pan-supraklavikular
(radiks C5-T1 / semua trunkus)
Pada lesi ini terjadi kelemahan seluruh otot
ekstremitas atas, defisit sensorik yang jelas
pada seluruh ekstremitas atas dan mungkin
terdapat nyeri.
Otot rhomboid, seratus anterior dan otot-otot
spinal mungkin tidak lemah tergantung dari
letak lesi proksimal (radiks) atau lebih ke distal
(trunkus).
Am Fam Physician. 2010 Jan 15;81(2):147-155.

77. Bells Palsy

78. Cluster Type Headache

79. Koma
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling
rendah atau keadaan unarousable unresponsiveness,
yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan,
penderita tidak dapat dibangunkan.
Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat
daruratan medik yang paling sering
ditemukan/dijumpai.
Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu
keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai
faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang
cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja.

Penyebab dapat disingkat SEMENITE


S ; Sirkulasi gangguan pembuluh darah otak
(perdarahan maupun infark)
E ; Ensefalitis akibat infeksi baik oleh bakteri, virus,
jamur, dll
M ; Metabolik akibat gangguan metabolic yang
menekan/mengganggu kinerja otak. (gangguan hepar,
uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb).
E ; Elektrolit gangguan keseimbangan elektrolit
(seperti kalium, natrium).
N ; Neoplasma tumor baik primer ataupun sekunder
yang menyebabkan penekanan intracranial. Biasanya
dengan gejala TIK meningkat (papiledema, bradikardi,
muntah). I ; Intoksikasi keracunan.
T ; Trauma kecelakaan.
E ; Epilepsi.

Gambaran Klinis Berdasarkan Letak Lesi

80. Diagnosis Meningitis

PSKIATRI

81-83. Skizofrenia
Kriteria umum diagnosis skizofrenia:

Harus ada minimal 1 gejala berikut:

Thought echoisi pikirannya berulang dikepalanya


Thought insertion or withdrawalisi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya
Thought broadcastingisi pikirannya keluar sehingga orang lain/ umum mengetahuinya
Delusion of controlwaham tentang dirinya dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya
Delusion of influencewaham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari
luar
Delusion of passivitywaham tentang dirinya tak berdaya terhadap suatu kekuatan dari luar
Delusion of perceptionpengalaman inderawi yang tidak wajar
Halusinasi auditorik

Atau minimal 2 gejala berikut:

Halusinasi dari panca-indera apa saja


Arus pikiran yang terputus
Perilaku katatonik
Gejala negatif: apatis, bicara jarang, respons emosi menumpul

Gejala-gejala tersebut telah berlangsung minimal 1 bulan.


Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.

Skizofrenia

Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal


1 bulan

Paranoid

merasa terancam/dikendalikan

Hebefrenik

15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,


senyum sendiri

Katatonik

stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea

Skizotipal

perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik,


pikiran obsesif berulang

Waham menetap

hanya waham

Psikotik akut

gejala psikotik <2 minggu.

Skizoafektif

gejala skizofrenia & afektif bersamaan

Residual

Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang


memenuhi skizofrenia

Simpleks

Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek


tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).

PPDGJ

Psikofarmaka
Antipsikotik:
1st gen: klorpromazin, haloperidol.
2nd gen: klozapin, risperidone, olanzapine

Depresi:
Selective serotonin reuptake inhibitor: Fluoxetine,
sertraline, paroxetine.
Tricyclic: amitriptiline, doxepine, imipramine

Manik: lithium, carbamazepine, asam valproat


Anxiolitik: benzodiazepine, buspirone,

Faktor Presipitasi Schizophrenia


Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan
frontal otak.
Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu.
Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan,
lingkunga, sikap da perilaku.

Gejala-gejala pencetus respon biologis


Kesehatan :
nutrisi kurang,
kurang tidur,
ketidakseimbangan irama
sirkadian,
kelelahan,
infeksi,
obat-obatan sistem saraf
pusat,
kurangnya latihan dan
hambatan untuk menjangkau
layanan kesehatan.

Lingkungan :
lingkungan yang memusuhi,
masalah rumah tangga,
kehilangan kebebasan hidup,
perubahan kebiasaan hidup,
pola aktivitas sehari-hari,
kesukaran berhubungan
dengan orang lain,
kemiskinan,
Putus sekolah

Faktor Predisposisi/risiko
Faktor Genetis
Diduga letak gen
skizofrenia pada
kromosom no. 6 dengan
kontribusi genetik
tambahan no. 4, 8, 15 dan
22
kembar identik memilki
kemungkinan mengalami
skizofrenia sebesar 50%
Kedua orang tua
skizofrenia maka
peluangnya menjadi 35%

Psikologis
anak yang diperlakukan
oleh ibu pencemas,
terlalu melindungi, dingin
dan tidak berperasaan,
ayah yang mengambil
jarak dengan anaknya

84. Cognitive Disorder

Mild Cognitive Impairment (MCI)


Suatu kondisi yang dikarakteristikkan oleh berkurangnya fungsi
kognitif yang signifikan, tanpa adanya dementia
Terutama mempengaruhi memori, tapi dapat mempengaruhi fungsi
sehari-hari secara perlahan (subtle ways)

MCI berbeda dengan Alzheimers disease atau dementia yang


laintidak mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
menjalankan tugas sehari-hari atau menyebabkan general confusion
Sebagian besar pasien dengan MCI dapat hidup mandiritidak
memiliki kesulitan dalam berpikir, berpartisipasi dalam percakapan
sehari-hari atau aktivitas sosial, dan menyetir
Pasien cenderung mudah lupa dan melakukan tugas tidak secara
berurutan

Cognitive Disorder
If MCI progresses, memory problems become more
noticeable. Family and friends may begin to notice
signs such as:
repeating the same question over and over again.
retelling the same stories or providing the same
information repeatedly.
lack of initiative in beginning or completing activities.
trouble managing number-related tasks such as bill
paying.
lack of focus during conversations and activities.
inability to follow multi-step directions.

Psychiatric Examination
Mental Status Examination
The mental status
examination is the part of
the clinical assessment
that describes the sum
total of the examiner's
observations and
impressions of the
psychiatric patient at the
time of the interview.
The patient's mental status
can change from day to
day or hour to hour.

Gangguan Mental Organik


Demensia:
Sindrom akibat penyakit/gangguan otak
Bersifat kronik progresif
Gangguan fungsi luhur kortikal yang multipel:
Daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap, berhitung,
kemampuan belajar, berbahasa, daya nilai

Pedoman diagnostik:
Penurunan kemampuan daya ingat & daya pikir yang sampai
mengganggu kegiatan harian
Tidak ada gangguan kesadaran
Gejala & disabilitas sudah nyata paling sedikit 6 bulan

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

85. Sexual Disorder (Parafilia)


Diagnosis

Karakteristik

Fetishism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the


use of nonliving objects (e.g., female undergarments).

Frotteurism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving


touching and rubbing against a nonconsenting person.

Masochism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the


act (real, not simulated) of being humiliated, beaten, bound, or
otherwise made to suffer.

Sadism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving acts


(real, not simulated) in which the psychological or physical suffering
(including humiliation) of the victim is sexually exciting to the
person.

Voyeurism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the


act of observing an unsuspecting person who is naked, in the process
of disrobing, or engaging in sexual activity.

Necrophilia

Necrophilia is an obsession with obtaining sexual gratification from


cadavers.

Diagnosis

Pedophilia

Eksibisionis

Karakteristik

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving


sexual attraction to prepubescent children (generally 13 years or
younger) and the pedophilia must at least 16 years or older and at
least 5 years older than the child
Seseorang yang selalu ingin memperlihatkan kemaluannya/genital
kepada orang lain (biasanya orang asing) untuk mendapatkan
kepuasan seksual

86. Sign & Symptom


Symptoms

Description

Illusion

Perceptual misinterpretation of a real external stimulus.

Delusion

False belief, based on incorrect inference about external reality,


that is firmly held despite objective and obvious contradictory
proof or evidence and despite the fact that other members of
the culture do not share the belief.

Incoherence

Communication that is disconnected, disorganized, or


incomprehensible.

Depersonalization

Sensation of unreality concerning oneself, parts of oneself, or


one's environment that occurs under extreme stress or fatigue.

Derealization

Sensation of changed reality or that one's surroundings have


altered.

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

Symptoms

Description

Hallucination

False sensory perception occurring in the absence of any relevant


external stimulation of the sensory modality involved.

Idea of Reference

Misinterpretation of incidents and events in the outside world as


having direct personal reference to oneself; occasionally observed
in normal persons, but frequently seen in paranoid patients.

Dereism

Mental activity that follows a totally subjective and idiosyncratic


system of logic and fails to take the facts of reality or experience
into consideration. Characteristic of schizophrenia.

Loosening of
associations

a disorder in the logical progression of thoughts, manifested as a


failure to communicate verbally adequately; unrelated and
unconnected ideas shift from one subject to another

Idea of reference

Misinterpretation of incidents and events in the outside world as


having direct personal reference to oneself. If present with
sufficient frequency or intensity or if organized and systematized,
they constitute delusions of reference.

Circumstantiality

Disturbance in the associative thought and speech processes in


which a patient digresses into unnecessary details and
inappropriate thoughts before communicating the central idea.

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

87. TILIKAN ( INSIGHT )


Tilikan wawasan diri
pemahaman seseorang terhadap kondisi dan
situasi dirinya dalam konteks realitas
sekitarnya
pemahaman pasien terhadap penyakitnya

Tilikan terganggu
hilangnya kemampuan untuk memahami
kenyataan obyektif akan kondisi dan situasi
dirinya
Darmono S. In
http://xa.yimg.com/kq/groups/20899393/913752678/name/11.
+Gambaran+dan+Gejala+Klinis+Gangguan+Jiwa.ppt. FKUI/RSCM

DERAJAT GANGGUAN TILIKAN


1. Penyangkalan total terhadap penyakitnya
2. Ambivalensi terhadap penyakitnya
3. Menyalahkan faktor lain sebagai penyebab
penyakitnya
4. Menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan
namun tidak memahami penyebab sakitnya
5. Menyadari penyakitnya dan faktor faktor yang
berhubungan dengan penyakitnya namun tidak
menerapkan dalam perilaku praktisnya
6. Tilikan yang sehat, yakni sadar sepenuhnya
tentang situasi dirinya disertai motifasi untuk
mencapai perbaikan

88. ADHD

Childhood Psychiatry
Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD)
a pattern of diminished sustained attention and
higher levels of impulsivity in a child or adolescent

The diagnosis of ADHD is based on the consensus


of experts that three observable subtypes:
inattentive,
hyperactive/impulsive, or
combined are all manifestations of the same disorder.

Jenis-jenis ADHD

http://www.brainbalancecenters.com/blog/2013/08/an-inside-look-at-adhd/

89. Drugs-Induced Movement Disorder


(Extrapyramidal syndrome)

http://en.wikipedia.rg/wiki

Definitions
Akathisia

Suatu sindrom yang dikarekteristikkan sebagai sensasi kegelisahan yang


tidak menyenangkan, dan bermanifes menjadi tidak dapat berdiam
diri(inability to sit still or remain motionless). Anxiety, Patients typically
pace for hours

Dystonia

Kelainan nerulogis dimana terdapat kontraksi otot yang terus-menurus


sehingga mengakibatkan gerakan repetitif dan twisting atau postur yang
abnormal.
Oculogyric crisisDeviasi keatas bola mata yang ekstrim disertai dengan
konvergen, menyebabkan diplopia. Berkaitan dengan fleksi
posterolateral dari leher dan dengan mulut terbuka atau rahang terkunci.
Frequently a result of antiemetics such as the neuroleptics (e.g.,
prochlorperazine) or metoclopramide. And Chlorpromazine

Dyskinesia

Kelainan pergerakan yang terdiri dari hilangnya gerakan volunter dan


munculnya gerakan involunter. Tremor ringan pada tangan, gerakan yang
tidak dapat dikontrol pada ekstremitas atas atau bawah

Tardive dyskinesia

Muncul setelah terapi dengan antipsikotik seperti haloperidol (Haldol) or


amoxapine (Asendin). Tremors and writhing movements of the body and
limbs and abnormal movements in the face, mouth, and tongue, including
involuntary lip smacking, repetitive pouting of the lips, and tongue
protrusions.

http://www.uspharm
acist.com/content/c/
10205/?t=alzheimer%
27s_and_dementia,n
eurology

90. Gangguan Afektif


Mania
Mood harus meningkat, ekspansif, atau iritabel, dan abnormal
untuk individu yang bersangkutan. Perubahan mood minimal
berlangsung 1 minggu.
Gejala:

1) peningkatan aktivitas,
2) banyak bicara,
3) flight of idea,
4) hilangnya inhibisi dari norma sosial,
5) berkurangnya kebutuhan tidur,
6) harga diri atau ide-ide kebesaran yang berlebihan,
7) distraktibillitas atau perubahan aktivitas atau rencana yang konstan,
8) perilaku berisiko atau ceroboh tanpa menyadari akibatnya,
9) peningkatan energi seksual.

Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.

Gangguan Afektif
Pada gangguan afektif dengan ciri psikotik, waham
bersifat mood-congruent (konsisten dengan
depresi/manik)
Depresi: waham tentang dosa, kemiskinan,
malapetaka, & pasien merasa bertanggung jawab.
Manik: waham tentang kekuasaan, uang, utusan
Tuhan.
Diagnosis

Gejala Psikotik

Gangguan Afektif

Skizofrenia

Ada

Durasi singkat

Skizoafektif

Ada, dengan atau tanpa


gangguan afektif

Hanya ada bila gejala


psikotik (+)

Gangguan afektif dengan


ciri psikotik

Hanya ada selama


gangguan afektif (+)

Ada, walau tanpa gejala


psikotik

Tujuan Tatalaksana Mania

Tatalaksana Mania Akut

91. Depresi
Gejala utama:
1. afek depresif,
2. hilang minat &
kegembiraan,
3. mudah lelah &
menurunnya
aktivitas.

Gejala lainnya:
1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
berkurang,
3. rasa bersalah & tidak berguna
yang tidak beralasan,
4. merasa masa depan suram &
pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
PPDGJ

Depresi
Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu
Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2
minggu.

Episode depresif berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain > 2


minggu. Jika gejala amat berat & awitannya cepat,
diagnosis boleh ditegakkan meski kurang dari 2 minggu.
Episode depresif berat dengan gejala psikotik: episode
depresif berat + waham, halusinasi, atau stupor depresif.
PPDGJ

Gangguan Afektif
Pada gangguan afektif dengan ciri psikotik, waham
bersifat mood-congruent (konsisten dengan
depresi/manik)
Depresi: waham tentang dosa, kemiskinan,
malapetaka, & pasien merasa bertanggung jawab.
Manik: waham tentang kekuasaan, uang, utusan
Tuhan.
Diagnosis

Gejala Psikotik

Gangguan Afektif

Skizofrenia

Ada

Durasi singkat

Skizoafektif

Ada, dengan atau tanpa


gangguan afektif

Hanya ada bila gejala


psikotik (+)

Gangguan afektif dengan


ciri psikotik

Hanya ada selama


gangguan afektif (+)

Ada, walau tanpa gejala


psikotik

Terapi Depresi
Kombinasi psikoterapi & farmakoterapi adalah terapi paling
efektif.
The different antidepressant class adverse effect profiles
make the SSRIs more tolerable than the TCAs SSRI is
commonly used as first line drug for major depression.

Antidepressan
A review of the use of antidepressants (Anderson, 01):
There is little difference in efficacy among most new (post1980) and older TCAs & monoamine oxidase inhibitor
(MAOI) antidepressants;
The serotonin (5-HT) and norepinephrine (NE) reuptake
inhibitors (SNRIs), including venlafaxine, and the TCAs are
superior in efficacy to the selective serotonin reuptake
inhibitors (SSRIs);
Fluoxetine has a slower onset of therapeutic action than
the other SSRIs;
The different antidepressant class adverse effect profiles
make the SSRIs more tolerable than the TCAs. (Case files:
SSRI is commonly used as first line drug for major
depression)

Antidepressan
Cardiac Toxicity:
1. Tricyclic antidepressants may slow cardiac
conduction, resulting in intraventricular
conduction delay, prolongation of the QT interval,
and AV block. Therefore, TCAs should not be used
in patients with conduction defects, arrhythmias,
or a history of a recent MI.
2. SSRIs, venlafaxine, bupropion, mirtazapine, and
nefazodone have no effects on cardiac
conduction.

Antidepresan

Dosis anjuran/hari

Amitriptiliin
Imipramin
Maprotilin
Sertralin
Fluoxetin
Citalopram
Venlafaxin
Moclobemid

75 150 mg
75 150 mg
75 150 mg
50 10 mg
20 40 mg
20 60 mg
75 150 mg
300 600 mg

Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.

92. Sleep Disorder


DSM-IV-TR divides primary sleep
Parasomnias: abnormal behaviors
disorders into:
during sleep or the transition
Dyssomnias: disorders of quantity or
between sleep and wakefulness.
timing of sleep
Nightmare
Insomnia

primary insomnias: insomnia is


independent of any known physical or
mental condition.

Hypersomnia
sleeping too much, as well as being drowsy at
times when client should be alert
Excessive sleepiness

Narcolepsy
Sleeping at the wrong time
Sleep intrudes into wakefulness, causing clients
to fall asleep almost instantly
Sleep is brief but refreshing
May also have sleep paralysis, sudden loss of
strength, and hallucinations as fall asleep or
awaken.

Circadian rhythm sleep disturbances

Repeated awakenings from bad dreams


When awakened client becomes oriented
and alert

Night terror
Abrupt awakening from sleep, usually
beginning with a panicky scream or cry.
Intense fear and signs of autonomic arousal
Unresponsive to efforts from other to calm
client
No detailed dream recalled
Amnesia for episode

Sleep walking/somnabulisme
Rising from bed during sleep and
walking about.
Usually occurs early in the night.
On awakening, the person has amnesia
for episode

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry

93. Gangguan Disosiatif


Diagnosis

Karakteristik

Amnesia

Hilang daya ingat mengenai kejadian stressful atau traumatik yang


baru terjadi (selektif)

Fugue

Melakukan perjalanan tertentu ke tempat di luar kebiasaan, tapi


tidak mengingat perjalanan tersebut.

Stupor

Sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan volunter & respons


normal terhadap rangsangan luar (cahay, suara, raba)

Trans

Kehilangan sementara penghayatan akan identitias diri &


kesadaran, berperilaku seakan-akan dikuasai kepribadian lain.

Motorik

Tidak mampu menggerakkan seluruh/sebagian anggota gerak.

Konvulsi

Sangat mirip kejang epileptik, tapi tidak dijumpai kehilangan


kesadaran, mengompol, atau jatuh.

Anestesi &
kehilangan
sensorik

Anestesi pada kulit yang tidak sesuai dermatom.


Penurunan tajam penglihatan atau tunnel vision (area lapang
pandang sama, tidak tergantung jarak).
PPDGJ

94. Gangguan Ansietas


Ansietas
suatu keadaan aprehensi atau khawatir yang mengeluhkan
bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi

Gangguan ansietas ditandai dengan gejala fisik seperti:

kecemasan (khawatir akan nasib buruk),


Sulit konsentrasi
ketegangan motorik,
gelisah, gemetar, renjatan
rasa goyah, sakit perut, punggung dan kepala
ketegangan otot, mudah lelah
berkeringat, tangan terasa dingin
Insomnia

Gejala Umum
Gejala Psikologis

Gejala Fisik

95. Ansietas
Diagnosis

Characteristic

Gangguan panik

Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan


perasaan akan datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya
provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif
bebas dari gejala di antara serangan panik.

Gangguan fobik

Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit,
cedera, dan kematian.

Gangguan
penyesuaian

Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku


dalam waktu <3 bulan dari awitan stresor. Tidak
berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang lain.

Gangguan cemas
menyeluruh

Ansietas berlebih terus menerus disertai ketegangan motorik


(gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas
otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan
gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).

Gangguan Fobik
Diagnosis

Karakteristik

Fobia Khas

Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera,
dan kematian.

Fobia sosial

Rasa takut yang berlebihan akan dipermalukan atau melakukan


hal yang memalukan pada berbagai situasi sosial, seperti bicara
di depan umum, berkemih di toilet umum, atau makan di
tempat umum.

Agorafobia

Kecemasan timbul di tempat atau situasi di mana menyelamatkan


diri sulit dilakukan atau tidak tersedia pertolongan pada saat
terjadi serangan panik. Situasi tersebut mencakup berada di luar
rumah seorang diri, di keramaian, atau bepergian dengan bus,
kereta, atau mobil.

PPDGJ

ILMU KULIT DAN KELAMIN

96. Clostridium sp.


Batang, gram positif, memiliki endospora,
anaerob
Organisme yang bersifat patogen:
Clostridium tetani
Clostridium difficile
Clostridium perfringens
Clostridium botulinum

Clostridium Tetani
Ditemukan pada tanah, dan saluran pencernaan binatang
Memiliki neurotoksin poten (tetanus toxin, tetanospasmin)
Patogenesis
Kuman masuk ke luka spora menjadi sel vegetatif
memproduksi toksin bermigrasi sepanjang saraf
ke SSP kejang & spasme otot
Terapi
Antibiotik dan ATS

Clostridium Botulinum

Ditemukan di tanah, saluran pencernaan binatang


Relatif resisten terhadap panas, bertahan pada makanan kaleng
Patogenesis
Toksin tertelan diserap di duodenum & jejenum masuk pemb. Darah
mencapai sinaps neuromuskular memblok pelepasan asetilkolin
3 bentuk: botulisme makanan, luka, dan botulisme bayi
Gejala
Menyerupai infeksi bacillus cereus atau staphylococcal
Gejala mulai 18-36 jam post menelan toksin
Rasa lemah, pusing, mulut kering, mual, muntah, gejala neurologis (sulit berbicara,
paralisis otot pernapasan)
Terapi
Antitoksin, gastric lavage

Clostridium Difficile
Hidup di kolon
Antibiotic-associated diarrhea (AAD), colitis, pseudomembranous colitis
Patogenesis
Penggunaan antibiotik jangka panjang flora normal di kolon mati
pertumbuhan c. difficile
Gejala
Diare ringan sampai enterokolitis.
Pada kolitis tanpa pseudomembran pasien menderita lemah, nyeri
abdominal, mual, diare, demam tinggi dan leukositosis bermakna.
Terapi
Metronidazole, vancomycin

Clostridium Perfringens
Eksotoksin: gas gangrene pada luka operasi
Demam tinggi, pus coklat, gelebung gas bawah
kulit, perubahan warna kulit, bau busuk

Endotoksin: keracunan makanan (t.u makanan


kaleng endospora)
Kram perut, diare

Terapi: antibiotik

97. Herpes genitalis


Infeksi akut yang disebabkan oleh HSV yang ditandai dengan adalnya
vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa di
daerah dekat mukokutan
Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV tipe II di
daerah pinggang ke bawah terutama genital
Gejala klinis:
Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab da eritematosa,
berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat menjadi krusta dan
kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak terdapat indurasi, sering disertai
gejala sistemik
Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan dalam keadaan
tidak aktif di ganglion dorsalis
Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV yang
sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala klinis

Pemeriksaan: ditemukan pada sel dan dibiak, antibodi, percobaan Tzanck


(ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear)
Pengobatan: idoksuridin topikal (pada lesi dini), asiklovir
Komplikasi: meningkatkan morbiditas/mortalitas pada janin dengan ibu
herpes genitalis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

98

Histopatologi Skrofuloderma

Cuboid cell
lining

99.

100. Posio

Ointment Skin

Ointment

Specific Indication/advantage

Gel/Jelly

More liquid than salve and transparent, good use for mucosa,
can easily washed by water.

Cream/Cremores

Good for topical use in mucosa/skin , easily cleaned, medium


penetration to skin

Salve/Zalf/unguent
a

Deep potency in skin penetration, good for likenifikasi lesion,


not easily cleaned, not recommended for interginosa skin

Powder

For dry skin lesion, effective to reduce pruritus

Injection

For systemic disease, Fast onset, 100% bioavailability, can be


given to patient in decrease conciousness

101. Nevus Pigmentosus


Etiologi :
Sel-sel nevus kulit berasal dari neural crest, sel-sel ini membentuk
sarang-sarang kecil pada lapisan sel basal epidermis dan pada zona
taut dermoepidermal. Sel-sel ini membelah dan masuk dermis dan
membentuk sarang- sarang pada dermis.

Diagnosis Banding :
Melanoma maligma, nevus biru, nevus sel epiteloid dan atau nevus
spindel, KSB berpigmen, Histiositoma, Keratosis seboroik berpigmen.

Pengobatan :
Pada umumnya tidak diperlukan pengobatan. Namun bila
menimbulkan masalah sesara kosmetik, atau sering terjadi iritasi
karena gesekan pakaian, dapat dilakukan bedah eksisi. Bila ada
kecurigaan ke arah keganasan dapat dilakukan eksisi dengan
pemeriksaan histopatologi

102. Kandidosis Vagina


terjadi terutama karena meningkatnya pemakaian antibiotik,
pil KB, dan obat lain perubahan pH vagina pertumbuhan
candida
Sering ditemukan pada wanita hamil, menstruasi, DM
Gejala
Mengenai mukosa vulva (labia minora) dan vagina.
Bercak putih, kekuningan, heperemia, leukore seperti
susu pecah, dan gatal hebat.
Dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih.

Terapi
Nistatin : berupa cream, salep, emulsi.
Grup azol : mikonazol 2% berupa cream atau bedak,
klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan cream, tiokonazol,
bufonazol, isokonazol, siklopiroksolamin 1% larutan, cream,
antimikotin yang laen yang berspektrum luas.
Untuk kandidiasis vaginalis dapat diberikan kontrimazol
500mg pervaginam dosis tunggal, sistemik diberikan
ketokonazol 2x200mg selama 5 hari atau dengan intrakonazol
2x200mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150mg dosis
tunggal.
Intrakonazol : bila dipakai untuk kandidiasis vulvovaginalis
dosis orang dewasa 2x100mg sehari, selama 3 hari.

103.

104.

105.

106.

107.

108. Infeksi Oportunistik Pada HIV

Tuberkulosis pada HIV


Penyebab demam paling sering pada ODHA di negara berpenghasilan
rendah
CD4 rendah lebih sering TB milier & Ekstra paru
CD4 < 200 jarang kavitas
Rontgen: limfadenopati, efusi, infiltrat di lapangan tengah dan bawah, TB
milier

10% Rontgen: normal

5 -20 % yang mendapat OAT + ARV Sindrom Imunorekonstitusi:


perburukan klinis dan radiologis yang ditandai dengan demam,
batuk,limfadenopati, infiltrat paru, efusi dan abses pada CNS
Terapi = TB non HIV
Lama pengobatan: 1 tahun
Hindari Nevirapin interaksi obat dan hepatotoksik

Mycobacterium Avian Complex (MAC)

Terutama pada negara maju


Jarang pada CD4 > 100sel/mm3, biasanya pada CD4 <
50 sel/mm3
Gejala: Demam, keringat malam, BB menurun, nyeri
abdomen, diare
Diare dapat berat & kronis: malabsorpsi & wasting

Diagnosis: Kultur darah


Terapi:
Rifabutin 300 mg/ Azitromisin 500-600 mg/ klaritromisin
2x500 mg/h + Etambutol 15 mg/kgBB selama 12 bulan

Cryptococcus
Neofarmans
Jamur seperti ragi (yeast-like fungus) yang ada dimana-mana
di seluruh dunia
Penyebab utama meningitis jamur dan penyebab terbanyak
morbiditas & mortalitas pasien dengan gangguan imunitas
Ditemukan pada kotoran burung (terutama merpati), tanah,
binatang juga pada kelompok manusia (colonized human).
Diagnosis:
Sistemik: ditemukan antigen kriptokokus serum
Meningitis: antigen kriptokokus pada CSF

Terapi:
Sistemik: Flukonazol 200-400 mg/h (10 minggu)
Meningitis: Amphotericin B 0.7 1 mg/Kg BB (2 minggu)

Pneumocystis Jiroveci
Pneumonia (PCP)
Terjadi pada penderita dengan CD4 < 200
Subakut beberapa minggu bulan: gejala demam, batuk kering, sesak
napas yang memburuk, BB turun
Rontgen: tidak khas, berupa infiltrat bilateral intersisial yang difus

Sering di negara industri


Diagnosis: Gejala, radiologis, isolasi kuman dari sputum/ BAL, LDH
meningkat

Terapi: Kotrimoksazol IV atau oral (forte) 3x/hari

Cryptosporodium

Protozoa parasit dalam divisi Apicomplexa


Menyebabkan cryptosporodiasis.
Mempengaruhi usus mamalia dan biasanya berupa
infeksi pencernaan akut jangka pendek.
Menyebar melalui rute fecal-oral (kotoran-mulut),
sering juga dari air yang terkontaminasi.
Terapi:
Tidak ada pengobatan yang efektif
ARV meningkatkan daya tahan tubuh

109. Infeksi Cestoda: Taenia Sp.


Berasal dari hospes perantara sapi dan babi
Sebaran: Eropa, Timur Tengah, Afrika, Asia,
Amerika Utara, Amerika Latin, Rusia, Indonesia
Morfologi
T. saginata: Panjang sekitar 3-5 m, terdiri dari 2000
proglotida. Scolexnya mempunyai 4 batil isap
T. Solium: 1,8-3 m, memiliki duri yang menancap,
dapat menimbulkan sistiserkosis bila telur tertelan

Terapi: Niklosamide

Kista Hidatid
Etiologi: Echinococcus granulosus
Hospes definitif: Anjing dan carnivora
lainnya.

Manusia terinfeksi oleh stadium larva


hidatidosis (tipe unilokular)
Penyebaran : Australia, Afrika,Amerika,
Eropa, RRC, Jepang, Filipina dan Arab.

Morfologi dan Siklus Hidup


Panjang 3 6 mm (cacing pita terkecil dari kelompok
Cestoda)
Terdiri atas skoleks , leher dan 3 buah proglotid(1 imatur, 1
matur dan 1 gravid)
Proglotid gravidnya paling besar dan paling panjang.
Cacing dewasa hidup melekat pd vilus usus halus anjing,
karnivora dan Hospes definitif lainnya.
Telur dikeluarkan bersama tinja anjing
Hospes Perantara: kambing, domba, babi, unta,&
manusia.

Morfologi dan Siklus Hidup

Bila telur tertelan oleh hospes perantara, maka telur


menetas di rongga duodenum dan embrio yang keluar
menembus dinding usus aliran limfe dan peredaran darah
alat-alat dalam spt. hati, paru, otak, ginjal, limpa, otot,
tulang dll.

Dalam organ terbentuk kista hidatid (tipe unilokular).


Ukuran dapat sebesar buah kelapa dalam 10-20 thn.

Echinococcus granulosus

LARVA :
HIDATID
BENTUK
GELEMBUNG

TELUR

Daur hidup E. garanulosus

Patologi dan Gejala Klinis


Gejala dan Tanda
Tergantung kepada tempat dan ukuran kista hidatid.
Pada stadium awal >>> asimtomatik.
Apabila ukuran kista membesar :
1. Desakan kista hidatid,
2. Cairan kista yang dapat menimbulkan reaksi
alergi,
3. Bila kista pecah, cairan kista masuk peredaran
darah anaphylactic shock-

Diagnosis Klinis
1. Diagnosis klinik berdasarkan pertumbuhan
kista/tumor yg lambat (khususnya di hepar)
2. DD >>>> keganasan, abses amouba, dan kista
kongenital
3. Pemeriksaan Rontgen bermanfaat untuk kista
pulmonal & kista yang mengalami kalsifikasi
4. USG hepar bermanfaat untuk mendeteksi kista
hidatid

Diagnosis Laboratorium
1.
2.
3.
4.

Menemukan protoskoleks
Menemukan brood capsule
Menemukan kista baru pada pasca operasi
Menemukan fragmen hidatid dari pecahan kista di
dalam sputum dan urin.
5. Menemukan skoleks dari cairan kista.
6. Reaksi Casoni (skin tes, hasil tes memperlihatkan
positif palsu 14 %)
7. Tes serologi (ELISA, IHA, IFA, & IEF)

Pengobatan, Prognosis, Epidemiologi


Terapi Definitif: Operasi
Prognosis
Bila kista unilokuler dapat dioperasi dan diangkat
Epidemiologi
Daerah peternakan domba dan berhubungan
erat dengan anjing

Pencegahan penyakit hidatidosis oleh E. granulosus


1.
2.
3.

Menghindari/mencegah anjing memakan sisa


daging/bangkai hewan ternak.
Mengurangi populasi anjing.
Pengobatan massal thdp anjing utk membunuh cacing
dewasanya.

Proteksi perorang :
1.
2.
3.

Hindari hubungan yg erat dg anjing, kucing & hewan


karnivora lainnya.
Hindari makanan sayuran mentah/yg terkontaminasi
tinja anjing.
Pemeriksaan secara periodik trhdp orang-orang di
daerah endemik/erat hubungannya dgn anjing, utk tes
serologis tentang zat anti Echinoccocus.

110. Pioderma
Penyakit

Keterangan

Erisipelas

-Infeksi akut oleh Streptococcus


-Eritema merah cerah, batas tegas, pinggirnya meninggi, tanda
inflamasi (+)
-Predileksi: tungkai bawah
-Lab: leukositosis
-Jika sering residif dapat terjadi elefantiasis

Selulitis

-Infeksi akut oleh Streptococcus


-Infiltrat difus (batas tidak tegas) di subkutan, tanda inflamasi (+)
-Predileksi: tungkai bawah
-Lab: leukositosis

Impetigo
krustosa

-Impetigo kontagiosa=impetigo vulgaris=impetigo Tillbury Fox


-Etio : Streptococcus B hemolyticus
-Predileksi: muka, lubang hidung dan mulut
-Krusta tebal berwarna kuning seperti madu

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 58-61

111. Keganasan Kulit


Perbedaan BCC dan SCC dari pemeriksaan dermatologis:

Karsinoma Sel Basal


Waxy, translucent, or pearly appearance
Ulserasi sentral
Tepi pucat dan meninggi
Telangiektasia
Rapuh, penyembuhan buruk, perdarahan

Karsinoma Sel Skuamosa


Bersisik, lebih tebal dari keratosis aktinik
Dasar meninggi eritematosa
Kdang membentuk keratin horn
Dapat berbentuk plak, nodul, kadang
dengan bagian tengah berulkus
Tepi iregular dan mudah berdarah
Tepi lesi berwarna cerah, tidak jernih
seperti karsinoma sel basal

Sumber: Stulberg DL,et al. Diagnosis and treatment of basal cell and squamous cell carcinoma.
American Family Physician. 2004;70(8):1481-1488.

Keganasan pada kulit


Karsinoma sel basal
Berasal dari sel epidermal
pluripoten. Faktor predisposisi:
lingkungan (radiasi, arsen,
paparan sinar matahari,
trauma, ulkus sikatriks), genetik
Usia di atas 40 tahun
Biasanya di daerah berambut,
invasif, jarang metastasis
Bentuk paling sering adalah
nodulus: menyerupai kutil,
tidak berambut, berwarna
coklat/hitam, berkilat (pearly),
bila melebar pinggirannya
meninggi di tengah menjadi
ulkus (ulcus rodent) kadang
disertai talangiektasis, teraba
keras

Karsinoma sel skuamosa


Berasal dari sel epidermis.
Etiologi: sinar matahari,
genetik, herediter, arsen,
radiasi, hidrokarbon, ulkus
sikatrik
Usia tersering 40-50 tahun
Dapat bentuk intraepidermal
Dapat bentuk invasif: mulamula berbentuk nodus keras,
licin, kemudian berkembang
menjadi verukosa/papiloma.
Fase lanjut tumor menjadi
keras, bertambah besar, invasif,
dapat terjadi ulserasi.
Metastasis biasanya melalui
KGB.

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

SCC

Melanoma maligna
Etiologi belum pasti. Mungkin
faktor herediter atau iritasi
berulang pada tahi lalat
Usia 30-60 tahun
Bentuk:
Superfisial: Bercak dengan
warna bervariasi, tidak teratur,
berbatas tegas, sedikit
penonjolan
Nodular: nodus berwarna biru
kehitaman dengan batas tegas
Lentigo melanoma maligna:
plakat berbatas tegas, coklat
kehitaman, meliputi muka

Prognosis buruk

BCC

MM

112. Pedikulosis pubis


Infeksi rambut di daerah pubis
dan sekitarnya
Menyerang dewasa (tergolong
PMS), dapat menyerang
jenggot/kumis
Dapat menyerang anak-anak,
seperti di alis/bulu mata dan
pada tepi batas rambut kepala
Gejala: Gatal di daerah pubis
dan sekitarnya, dapat meluas
ke abdomen/dada, makula
serulae (sky blue spot), black
dot pada celana dalam
Pengobatan: gameksan 1%,
benzil benzoat 25%

113. Pitiriasis versikolor


Penyakit jamur superfisial yang kronik disebabkan
Malassezia furfur
Gejala:
Bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat
hitam, meliputi badan, ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas,
leher, muka, kulit kepala yang berambut
Asimtomatik gatal ringan, berfluoresensi

Pemeriksaan: lampu Wood (kuning keemasan), KOH 20%


(hifa pendek, spora bulat: meatball & spaghetti
appearance)
Obat: selenium sulfida (shampoo), azole, sulfur presipitat
Jika sulit disembuhkan atau generalisata, dapat diberikan
ketokonazol 1x200mg selama 10 hari

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

ILMU KESEHATAN ANAK

114. Cerebral Palsy


Cerebral palsy (CP) describes a group of permanent disorders of the
development of movement and posture, causing activity limitation,
that are attributed to non-progressive disturbances that occurred in
the developing fetal or infant brain.
The motor disorders of cerebral palsy are often accompanied by
disturbances of sensation, perception, cognition, communication,
and behaviour, by epilepsy, and by secondary musculoskeletal
problems. Rosenbaum et al, 2007
Although the lesion is not progressive, the clinical manfestations
change over time
CP is caused by a broad group of developmental, genetic,
metabolic, ischemic, infectious, and other acquired etiologies that
produce a common group of neurologic phenotypes
Behrman: Nelson Textbook of Pediatrics, 17th ed

Cerebral Palsy Risk factor

Clinical Manifestation
CP is generally divided into several major motor syndromes
that differ according to the pattern of neurologic involvement,
neuropathology, and etiology

Clinical Manifestation
Spastic hemiplegia: decreased spontaneous movements on the affected
side, the arm is often more involved than the leg. Spasticity is apparent in
the affected extremities, particularly the ankle, causing an equinovarus
deformity of the foot
Spastic diplegia is bilateral spasticity of the legs greater than in the arms.
Examination: spasticity in the legs with brisk reflexes, ankle clonus, and a
bilateral Babinski sign. When the child is suspended by the axillae, a
scissoring posture of the lower extremities is maintained
Spastic quadriplegia is the most severe form of CP because of marked
motor impairment of all extremities and the high association with mental
retardation and seizures
Athetoid CP, also called choreoathetoid or extrapyramidal CP, is less
common than spastic cerebral palsy. Affected infants are characteristically
hypotonic with poor head control and marked head lag

Tujuan Terapi Cerebral Palsy


Tujuan terapi pasien cerebral palsy adalah membantu pasien dan
keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas
serta penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga penderita
sesedikit mungkin memerlukan pertolongan orang lain dan
diharapkan penderita bisa mandiri dalam melakukan aktivitas
kehidupannya di kemudian hari.

Diperlukan tatalaksana terpadu/multi disipliner mengingat masalah


yang dihadapi sangat kompleks, dan merupakan suatu tim antara
dokter anak, dokter saraf, dokter jiwa, dokter mata, dokter THT,
dokter ortopedi, psikolog, rehabilitasi medik, pekerja sosial, guru
sekolah luar biasa dan orang tua penderita.
Jenis rehabilitasi medik yang diperlukan pada CP: fisioterapi, terapi
wicara, okupasional (termasuk rekreasional di dalamnya), dan
ortotik protese

115. Patogenesis KAD

Diagnostic Criteria and Typical Total Body Deficits of


Water and Electrolytes in Diabetic Ketoacidosis
Diagnostic criteria*
Blood glucose: > 250 mg per dL
(13.9 mmol per L)
pH: <7.3
Serum bicarbonate: < 15 mEq/L
Urinary ketone: 3+
Serum ketone: positive at 1:2
dilutions
Serum osmolality: variable

Typical deficits
Water: 6 L, or 100 mL per kg
body weight
Sodium: 7 to 10 mEq per kg body
weight
Potassium: 3 to 5 mEq per kg
body weight
Phosphate: ~1.0 mmol per kg
body weight

*Not all patients will meet all diagnostic criteria,


depending on hydration status, previous
administration of diabetes treatment and other
factors.
Adapted with permission from Ennis ED, Stahl EJ, Kreisberg RA. Diabetic
ketoacidosis. In: Porte D Jr, Sherwin RS, eds. Ellenberg and Rifkin's Diabetes
mellitus. 5th ed. Stamford, Conn.: Appleton & Lange, 1997;82744.

CLASSIC TRIAD OF DKA

Goals of Treatment KAD


Restore perfusion, which will increase glucose
uptake in the periphery, increase glomerular
filtration, and reverse the progressive acidosis.
Arrest ketogenesis with insulin administration,
which reverses proteolysis and lipolysis while
stimulating glucose uptake and processing,
thereby normalizing blood glucose concentration.
Replace electrolyte losses.
Intervene rapidly when complications,
especially CE, occur.

IV Fluid Key Points


Start IV fluids: 10-20 ml/kg of 0.9%NS over the first hour
In a severely dehydrated patient, this may need to be repeated
Fluids should not exceed 50 ml/kg over first 4 hours of therapy
Clinical assessment of dehydration to determine fluid volume
Children with DKA have a fluid deficit in the range of 5-10%
Mild DKA 3-4% dehydration
Moderate DKA 5-7% dehydration
Severe DKA 10% dehydration

Shock is rare in pediatric DKA


Replace fluid deficit evenly over 48 hours

ALL PATIENTS WITH DKA REQUIRE SUPPLEMENTAL FLUIDS


50

until SQ insulin
initiated

the ph >7.30 and/or the HCO3 >15 mEq/L an


serum ketones have cleared

Insulin Administration

Adapted from:
Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, et al; American Diabetes Association. Hyperglycemic crises in
diabetes.treatment
Diabetes Care. 2004;27(Suppl.
1):S94-S102
Insulin
is begun
after the initial fluid resuscitation

INSULIN

IV insulin infusion
regular insulin
0.1 units/kg/hr

Continue until acidosis


clears
(pH >7.30, HC03 >15 mEq/L)

Insulin therapy
Turns off the production of ketones
Decreases blood glucose

Low-dose insulin infusion


Decreases risk of hypoglycemia or
hypokalemia
Goal is to decrease blood glucose by
100mg/dL/hour

Insulin Key Points

Do not reduce or discontinue the insulin infusion


based solely upon the blood glucose

Prior to insulin administration, reassess vital signs, blood glucose

Decrease to
Thestatus
insulin infusion should be continued until
and neurological
0.05 units/kg/hr
the ph >7.30 and/or the HCO3 >15 mEq/L and the
until SQ insulin
serum ketones have cleared
initiated

Insulin is administered as a continuous intravenous infusion of


regular insulin at a rate of 0.1 units/kg per hour (prepared
by
51
pharmacy)

Adapted from:
Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, et al; American Diabetes Association. Hyperglycemic crises in
diabetes. Diabetes Care. 2004;27(Suppl. 1):S94-S102

Do not give insulin as a bolus

Insulin Key Points


The dose of insulin should remain at 0.1
units/kg/hour until the acidosis resolves (pH
7.3 and/or bicarbonate >15 mEq/L)
Do not decrease rate or stop the insulin
administration based solely on glucose values

Once blood glucose reaches 250 mg/dL,


maintain insulin and begin dextrose infusion

Potassium Administration
initial serum potassium is <2.5 mmol/L (hypokalemia)
Administer 0.5-1 mEq/kg of potassium chloride in IV
Start potassium replacement early, even before starting insulin therapy

Initial serum potassium is 2.5 - 3.5 mmol/L


Administer potassium 40 mEq/L in
IV solution until serum potassium > 3.5 mmol/L
Monitor serum potassium hourly
Administer potassium 30 40 mEq/L in IV solution to maintain serum potassium
at 3.5 5.0 mmol/L

initial serum potassium is 3.5 - 5.0 mmol/L


Administer potassium 30 40 mEq/L in IV solution to maintain serum potassium
at 3.5 5.0 mmol/L
Monitor serum potassium hourly

Dextrose Administration
Dextrose

Add to IV fluids when the blood glucose


concentration reaches 250 mg/dL

Change to 5% dextrose with 0.45 NaCl at a


rate to complete rehydration in 48 hr

Check glucose hourly and electrolytes every


2-4 hr until stable

After resolution of DKA, initiate SQ insulin


0.5 1.0 units/kg/day (or according to insulin
dosing guidelines per institution or physician
policy)

Maintain glucose between


150 to 250 mg/dL to
prevent hypoglycemia
Check glucose hourly until
stable
Check electrolytes every 24 hrs until stable

Adapted from:
Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, et al; American
Diabetes Association. Hyperglycemic crises in diabetes.
Diabetes Care. 2004;27(Suppl. 1):S94-S102

61

Bicarbonate
Bicarbonate therapy is generally
contraindicated in Pediatric DKA due to
increased risk of cerebral edema.
Bicarbonate therapy should only be
considered in cases of:
Severe acidemia
Life-threatening hyperkalemia

Pediatric Hyperglycemia and Diabetic Ketoacidosis (DKA). EMSC Illinois

Komplikasi KAD pada Anak

Cerebral oedema
This is unpredictable, occurs more frequently in younger children and
newly diagnosed diabetes and has a mortality of around 25%. The
causes are not known.
Hypokalaemia
This is preventable with careful monitoring and management
Aspiration pneumonia
Use a naso-gastric tube in semi-conscious or unconscious children.

http://dtc.ucsf.edu/types-of-diabetes/type2/treatment-of-type-2diabetes/medications-and-therapies/type-2-insulin-rx/types-of-insulin/

Examples

Onset of
Duration of
action (mins) action (hours)

Rapid

Aspart, lispro

10-20

Rapidintermediate
Short

Regular*

Shortintermediate

Regularisophane

Novomix,
10-20
Humalog
Actrapid, Humulin S, 15-60
Insuman Rapid
Mixtard,
15-60

Category

Generic type

2-5
8-16+
4-8
8-16+

Humulin M2/3/5,
(NPH) mixture

Insuman Comb
Intermediate
Long
Very long

'Biphasic'
Isophane (NPH) Insulatard,
Humulin I,
Insuman Basal
Crystalline zinc Ultratard,
suspensions
Humulin Zn
'Lente'
Glargine

60-120

8-16+

120-240

16-30

60-120

24+

http://www.medscape.com/viewarticle/462554_4

116. Trauma Lahir Ekstrakranial


Kaput Suksedaneum

Perdarahan Subgaleal

Paling sering ditemui


Tekanan serviks pada kulit
kepala
Akumulasi darah/serum
subkutan, ekstraperiosteal
TIDAK diperlukan terapi,
menghilang dalam
beberapa hari.

Darah di bawah galea


aponeurosis
Pembengkakan kulit kepala,
ekimoses
Mungkin meluas ke daerah
periorbital dan leher
Seringkali berkaitan dengan
trauma kepala (40%).

Trauma Lahir Ekstrakranial


Sefalhematoma

Perdarahan sub periosteal akibat


ruptur pembuluh darah antara
tengkorak dan periosteum
Etiologi: partus lama/obstruksi,
persalinan dengan ekstraksi vakum,
Benturan kepala janin dengan pelvis
Paling umum terlihat di parietal
tetapi kadang-kadang terjadi pada
tulang oksipital
Tanda dan gejala: massa yang teraba
agak keras dan berfluktuasi; pada
palpasi ditemukan kesan suatu kawah
dangkal didalam tulang di bawah
massa; pembengkakan tidak meluas
melewati batas sutura yang terlibat

Ukurannya bertambah sejalan


dengan bertambahnya waktu
5-18% berhubungan dengan fraktur
tengkorak g foto kepala
Umumnya menghilang dalam waktu
2 8 minggu
Komplikasi: ikterus, anemia
Kalsifikasi mungkin bertahan selama
> 1 tahun.
Catatan: Jangan mengaspirasi
sefalohematoma meskipun teraba
berfluktuasi

Memantau hematokrit
Memantau hiperbilirubinemia
Mungkin diperlukan pemeriksaan koagulopati
Tabel 7 : Diagnosis banding trauma lahir ekstrakranial
L es i

Pem ben gkakan


eksternal

s etelah
lahir

M elin tas i
garis sutura

kehilan gan
darah akut

Kaput

suksedaneum

lunak, lekukan

tidak

ya

tidak

Sefal hematoma

padat, tegang

ya

tidak

tidak

Hematoma
subgaleal

padat, berair

ya

ya

Trauma Intrakranial
Perdarahan Subdural

ya

117. Manfaat fluor dlm mengjambat


karies
Fluor terkonsentrasi pada plak dan saliva menghambat
demineralisasi enamel yang sehat dan merangsang
remineralisasi dari enamel yang rusak
Ktk bakteri kariogenik memetabolisme karbohidrat fluor
dibebaskan dari dental plaque akibat penurunan pH
Fluor yg terlepas dr plak dan fluor dari saliva kemudian
diambil, bersama dengan kalsium dan fosfat membentuk
lapisan enamel baru.
Lapisan enamel yang baru lebih tahan asam dan lebih
banyak mengandung fluor dan lebih sedikit mengandung
karbonat

Manfaat fluor dlm mengjambat karies


Fluor juga menghambat karies dentis dengan
mempengaruhi aktivitas bakteri kariogenik
Ketika fluoride terkonsentrasi pada dental plaque,
fluor menghambat metabolisme karbohidrat oleh
bakteri kariogenik dan mempengaruhi produksi
adhesive polysaccharides.

Fluoride

Saliva merupakan sumber utama


fluor topikal, tetapi kadar fluor
pada duktus saliva yang
disekresikan sebenarnya rendah
dan tidak menghambat aktivitas
bakteri kariogenik
Akan tetapi, dgn minum air yg
terfluorisasi, mentikat gigi dgn
pasta mengandung fluor, dapat
meningkatkan konsentrasi fluor di
saliva hingga 100 s.d 100 kali lipat
Konsentrasi Fluor tersebut kembali
normal dalam 1-2 jam, tetapi
selama jangka waktu ini, saliva
menjadi sumber fluor untuk dental
plaque dan remineralisasi

Fluoride's predominant
effect is posteruptive and
topical and that the effect
depends on fluoride being
in the right amount in the
right place at the right
time.
Fluoride works primarily
after teeth have erupted,
especially when small
amounts are maintained
constantly in the mouth,
specifically in dental plaque
and saliva.

http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5014a1.htm

Efek samping fluor:


Fluorosis Gigi
Penggunaan fluor dalam waktu yang lama
selama pembentukan enamel mengakibatkan
perubahan-perubahan klinik yang dimana dari
timbulnya garis putih yang kecil pada enamel
sampai dengan yang parah yaitu enamel
menjadi putih seperti kapur dan opak dan
mungkin sebagian patah, segera sesudah gigi
erupsi.
Risiko pada anak <6 tahun.

Fluorosis Gigi
The proper amount of
fluoride helps prevent and
control dental caries.
Severe forms of this
condition can occur only
when young children ingest
excess fluoride, from any
source, during critical
periods of tooth
development.
The severity of the
condition depends on the
dose, duration, and timing
of fluoride intake.

118. KONTRAINDIKASI IMUNISASI


Berlaku umum untuk semua vaksin
Indikasi Kontra

BUKAN Indikasi Kontra

Reaksi anafilaksis terhadap


vaksin (indikasi kontra
pemberian vaksin tersebut
berikutnya)
Reaksi anafilaksis terhadap
konstituen vaksin
Sakit sedang atau berat, dengan
atau tanpa demam

Reaksi lokal ringan-sedang (sakit,


kemerahan, bengkak) sesudah suntikan
vaksin
Demam ringan atau sedang pasca vaksinasi
sebelumnya
Sakit akut ringan dengan atau tanpa demam
ringan
Sedang mendapat terapi antibiotik
Masa konvalesen suatu penyakit
Prematuritas
Terpajan terhadap suatu penyakit menular
Riwayat alergi, atau alergi dalam keluarga
Kehamilan Ibu
Penghuni rumah lainnya tidak divaksinasi

Pedoman Imunisasi di Indonesia. Satgas Imunisasi IDAI. 2008

Kontraindikasi Imunisasi Spesifik


Imunisasi

Indikasi Kontra

DTP

Ensefalopati dalam 7 hari pasca DTP sebelumnya


Perhatian khusus :
Demam >40.5C dan episode hipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam pasca
DTP sebelumnya
Kejang dalam 3 hari pasca DTP sebelumnya
Sindrom Guillain Barre dalam 6 minggu pasca vaksinasi

Polio Oral

Infeksi HIV atau kontak HIV serumah


Imunodefisiensi pada pasen atau pada penghuni serumah

Polio Inactivated

Reaksi anafilaksis terhadap neomisin, streptomisin, atau polimiksin-B

MMR

Reaksi anafilaksis terhadap neomisin atau gelatin


Kehamilan
Imunodefisiensi dengan imunosupresi berat

Hepatitis B

Reaksi anafilaksis terhadap ragi

Varisela

Reaksi anafilaksis terhadap neomisin dan gelatin


Kehamilan
Infeksi HIV
Imunodefisiensi

Pertimbangan Tambahan
Anak dengan batuk-pilek ringan dengan atau
tanpa demam boleh diimunisasi, kecuali bila
bayi sangat rewel, imunisasi dapat ditunda 1-2
minggu
Tidak dibenarkan memberikan imunisasi
dengan pengurangan dosis atau dengan dosis
terbagi
Anak yang sedang minum antibiotik tetap
diperbolehkan imunisasi

119. Newborn Baby


Neonatus Kurang Bulan (Pre-term infant) : Usia gestasi < 37
minggu
Neonatus Lebih Bulan (Post-term infant) : Usia gestasi > 42
minggu
Neonatus Cukup Bulan (Term-infant) : Usia gestasi 37 s/d 42
Small for Gestational Age (SGA, Kecil Masa Kehamilan) : Berat
lahir dibawah 2SD / persentil 10th dari populasi usia gestasi yang
sama
Large for Gestational Age (LGA, Besar Masa Kehamilan) : Berat
lahir diatas persentil 90 untuk populasi usia gestasi yang sama
Appropriate for Gestational Age (Sesuai Masa Kehamilan) :
Diantaranya
The Fetus and the Neonatal Infant. Nelson Textbook of
Pediatrics 17th ed

Lubchenco Intrauterine Growth Curve

Week of Gestation (26 to 42 weeks)


Intrauterine Growth as Estimated From Liveborn Birth-Weight Data at 24 to 42 Weeks of Gestation, by Lula O. Lubchenco et al,Pediatrics, 1963;32:7938007:403

120. Penyebab ikterik ec. Anemia Hemolisis


pada neonatus
Penyakit

Keterangan

Inkompatibilitas ABO

Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak


terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah
O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah
anak (golongan darah A atau B). Biasanya terjadi pada anak
pertama

Inkompatibilitas Rh

Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh berarti


tidak memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya
antibodi ibu dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak
terhadap antigen Rh anak (berati anak Rh+). Jarang pada
anak pertama krn antibodi ibu terhadap antigen D anak yg
berhasil melewati plasenta belum banyak.
Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh +
antibodi yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan
anemia hemolisis

Inkompatibilitas ABO
Terjadi pada ibu dengan
golongan darah O terhadap
janin dengan golongan
darah A, B, atau AB
Tidak terjadi pada ibu gol A
dan B karena antibodi yg
terbentuk adalah IgM yg tdk
melewati plasenta,
sedangkan 1% ibu gol darah
O yang memiliki titer
antibody IgG terhadap
antigen A dan B, bisa
melewati plasenta

Gejala yang timbul adalah


ikterik, anemia ringan, dan
peningkatan bilirubin
serum.
Lebih sering terjadi pada
bayi dengan gol darah A
dibanding B, tetapi
hemolisis pada gol darah
tipe B biasanya lebih parah.
Inkompatibilitas ABO jarang
sekali menimbulkan hidrops
fetalis dan biasanya tidak
separah inkompatibilitas Rh

Kenapa tidak separah Inkompatibilitas


Rh?
Biasanya antibodi Anti-A dan Anti-B adalah IgM
yang tidak bisa melewati sawar darah plasenta
Karena antigen A dan B diekspresikan secara luas
pada berbagai jaringan fetus, tidak hanya pada
eritrosit, hanya sebagian kecil antibodi ibu yang
berikatan dengan eritrosit.
Eritrosit fetus tampaknya lebih sedikit
mengekspresikan antigen permukaan A dan B
dibanding orang dewasa, sehingga reaksi imun
antara antibody-antigen juga lebih sedikit
hemolisis yang parah jarang ditemukan.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah


direct Coombs test.
Pada inkompatibilitas ABO manifestasi yg lebih
dominan adalah hiperbilirubinemia,
dibandingkan anemia, dan apusan darah tepi
memberikan gambaran banyak spherocyte dan
sedikit erythroblasts, sedangkan pada
inkompatibilitas Rh banyak ditemukan eritoblas
dan sedikit spherocyte
Tatalaksana: fototerapi, transfusi tukar

Inkompatibilitas ABO

Inkompatibilitas ABO jarang


sekali menimbulkan hidrops
fetalis dan biasanya tidak
separah inkompatibilitas Rh
Risiko dan derajat keparahan
tidak meningkat di anak
selanjutnya

Inkompatibilitas Rh

Gejala biasanya lebih parah jika


dibandingkan dengan
inkompatibilotas ABO, bahkan
hingga hidrops fetalis
Risiko dan derajat keparahan
meningkat seiring dengan
kehamilan janin Rh (+) berikutnya,
kehamilan kedua menghasilkan bayi
dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya
bisa meninggal in utero
apusan darah tepi memberikan pada inkompatibilitas Rh banyak
gambaran banyak spherocyte ditemukan eritoblas dan sedikit
dan sedikit erythroblasts
spherocyte

121. Infeksi Saluran Kemih


UTI pada anak perempuan 3-5%, laki-laki 1% (terutama yang
tidak disirkumsisi)
Banyak disebabkan oleh bakteri usus: E. coli (75-90%),
Klebsiella, Proteus. Biasanya terjadi secara ascending.
Gejala dan tanda klinis, tergantung pada usia pasien:
Neonatus: Suhu tidak stabil, irritable, muntah dan diare, napas tidak
teratur, ikterus, urin berbau menyengat, gejala sepsis
Bayi dan anak kecil: Demam, rewel, nafsu makan berkurang, gangguan
pertumbuhan, diare dan muntah, kelainan genitalia, urin berbau
menyengat
Anak besar: Demam, nyeri pinggang atau perut bagian bawah,
mengedan waktu berkemih, disuria, enuresis, kelainan genitalia, urin
berbau menyengat
Fisher DJ. Pediatric urinary tract infection. http://emedicine.medscape.com/article/969643-overview
American Academic of Pediatrics. Urinary tract infection: clinical practice guideline for the diagnosis and
management of the initial UTI in febrile infants and children 2 to 24 months. Pediatrics 2011; 128(3).

ISK
3 bentuk gejala UTI:
Pyelonefritis (upper UTI): nyeri abdomen, demam, malaise, mual,
muntah, kadang-kadang diare
Sistitis (lower UTI): disuria, urgency, frequency, nyeri suprapubik,
inkontinensia, urin berbau
Bakteriuria asimtomatik: kultur urin (+) tetapi tidak disertai gejala
Pemeriksaan Penunjang :
Urinalisis : Proteinuria, leukosituria (>5/LPB), Hematuria
(Eritrosit>5/LPB)
Biakan urin dan uji sensitivitas
Kreatinin dan Ureum
Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari kelainan
anatomis maupun fungsional
Diagnosa pasti : Bakteriuria bermakna pada biakan urin (>10 5 koloni
kuman per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) yang diambil
pagi hari)
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. & PPM IDAI

Interpretasi Hasil Biakan Urin

Risk Factor

In girls, UTIs often occur at the onset of


toilet training. The child is trying to retain
urine to stay dry, yet the bladder may
have uninhibited contractions forcing
urine out. The result may be highpressure, turbulent urine flow or
incomplete bladder emptying, both of
which increase the likelihood of
bacteriuria.
Constipation can increase the risk of UTI
because it may cause voiding dysfunction
Babies who soil to diaper can also
sometimes get small particles of stool
into their urethra
Among infants wearing disposable
diapers, there is an increased risk of UTI
as the frequency of changing diapers
decreases.
T Sugimura, et al. Association between the frequency of
disposable diaper changing and urinary tract infection in infants.
Clin Pediatr (Phila). 2009 Jan;48(1):18-20.

Algoritme
Penanggulangan
dan Pencitraan
Anak dengan ISK

Tatalaksana UTI

Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari
kelainan yang mendasari
Umum (Suportif)
Masukan cairan yang cukup
Edukasi untuk tidak menahan berkemih
Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra
Hindari konstipasi
Khusus
Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik
selama 7-10 hari
Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin,
amoksisilin, kecuali jika :
Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik
Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak)
Pada bayi muda
Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5
mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3
parenteral
Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada
neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional)
Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis

Dosis Obat Pada UTI Anak


ANTIBIOTIC
DOSING
Amoxicillin/clavul 25 to 45 mg per kg per day,
anate
divided every 12 hours
Cefixime
8 mg per kg every 24 hours or
divided every 12 hours
Cefpodoxime
10 mg per kg per day, divided
every 12 hours
Cefprozil
30 mg per kg per day, divided
every 12 hours
Cephalexin

25 to 50 mg per kg per day,


divided every 6 to 12 hours
Trimethoprim/sul 8 to 10 mg per kg per day,
famethoxazole
divided every 12 hours

COMMON ADVERSE EFFECTS


Diarrhea, nausea/vomiting, rash
Abdominal pain, diarrhea,
flatulence, rash
Abdominal pain, diarrhea,
nausea, rash
Abdominal pain, diarrhea,
elevated results on liver function
tests, nausea
Diarrhea, headache,
nausea/vomiting, rash
Diarrhea, nausea/vomiting,
photosensitivity, rash

122. Hipoglikemia pada Neonatus

Hipoglikemia adalah kondisi bayi


dengan kadar glukosa darah <45
mg/dl (2.6 mmol/L), baik bergejala
atau tidak
Hipoglikemia berat (<25 mg/dl) dapat
menyebabkan palsi serebral,
retardasi mental, dan lain-lain
Etiologi

Peningkatan pemakaian glukosa


(hiperinsulin): Neonatus dari ibu DM,
Besar masa kehamilan, eritroblastosis
fetalis
Penurunan produksi/simpanan glukosa:
Prematur, IUGR, asupan tidak adekuat
Peningkatan pemakaian glukosa: stres
perinatal (sepsis, syok, asfiksia,
hipotermia), defek metabolisme
karbohidrat, defisiensi endokrin, dsb

Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010

Insulin dalam aliran darah fetus


tidak bergantung dari insulin ibu,
tetapi dihasilkan sendiri oleh
pankreas bayi
Pada Ibu DM terjadi hiperglikemia
dalam peredaran darah
uteroplasental bayi
mengatasinya melalui hiperplasia
sel B langerhans yang
menghasilkan insulin insulin
tinggi
Begitu lahir, aliran glukosa yang
menyebabkan hiperglikemia tidak
ada, sedangkan insulin bayi tetap
tinggi hipoglikemia

Hipoglikemia
Diagnosis
Anamnesis: tremor, iritabilitas, kejang/koma, letargi/apatis, sulit menyusui,
apneu, sianosis, menangis lemah/melengking
PF: BBL >4000 gram, lemas/letargi/kejang beberapa saat sesudah lahir
Penunjang: Pemeriksaan glukosa darah baik strip maupun darah vena, reduksi
urin, elektrolit darah

Penatalaksanaan
Bolus 200 mg/kg dengan dextrosa 10% IV selama 5 menit
Hitung Glucose Infusion Rate (GIR), 6-8 mg/kgBB/menit untuk mencapai GD
maksimal. Dapat dinaikkan sampai maksimal 12mg/kgBB/menit
Cek GD per 6 jam
Bila hasil GD 36-47 mg/dl 2 kali berturut-turut + Infus dextrosa 10%
Bila GD >47 mg/dl setelah 24 jam terapi, infus diturunkan bertahap
2mg/kgBB/menit setiap jam
Tingkatkan asupan oral

Pemantauan dan Skrining


Hipoglikemia

PPM IDAI jilid 1

123. GENETIC DISORDER


Patau
Syndrome
Trisomi 13
noninherited

Mental retardation, heart defects, CNS abnormalities, microphthalmia, polydachtyly, a


cleft lip with or without a cleft palate, coloboma iris, and hypotonia, Clenched hands
(with outer fingers on top of the inner fingers), Close-set eyes, Low-set ears, Single
palmar crease, microcephaly, Small lower jaw (micrognathia), cryptorchidism, Hernia
Many infants with trisomy 13 die within their first days or weeks of life.

Sindrom
Klinefelter
47,XXY
noninherited

cryptorchidism, hypospadias, or micropenis, small testes, delayed or incomplete


puberty, gynecomastia, reduced facial and body hair, and an inability to have biological
children (infertility).
Older children and adults tend to be taller. Increased risk of developing breast cancer
and SLE.
May have learning disabilities and delayed speech; tend to be quiet, sensitive, and
unassertive.

Sindrom
Edward
Trisomi 18
Noninherited

Clenched hands, Crossed legs, abnormally shaped head; micrognathia, Feet with a
rounded bottom (rocker-bottom feet), Low birth weight & IUGR, Low-set ears, Mental
delay, microcephaly, Undescended testicle, coloboma iris, Umbilical hernia or inguinal
hernia, congenital heart disease (ASD, PDA, VSD), kidney problems (i.e: Horseshoe
kidney, Hydronephrosis, Polycystic kidney), severe intellectual disability
It is three times more common in girls than boys. Many individuals with trisomy 18 die
before birth or within their first month.

Sindrom Down
Trisomi 21
noninherited

mikrosefal; hypotonus, Excess skin at the nape of the neck, Flattened nose, Separated
sutures, Single palm crease, Small ears, small mouth, Upward slanting eyes, Wide, short
hands with short fingers, White spots on the colored part of the eye (Brushfield spots),
heart defects (ASD, VSD)
Physical development is often slower than normal (Most never reach their average adult
height), delayed mental and social development (Impulsive behavior, Poor judgment, Short
attention span, Slow learning)

Sindrom turner
45 + XO
noninherited

The most common feature is short stature, which becomes evident by about age 5.
Ovarian hypofunction. Many affected girls do not undergo puberty and infertile.
About 30 % have webbed neck, a low hairline at the back of the neck, limfedema
ekstrimitas, skeletal abnormalities, or kidney problem, 1/3 have heart defect, such as
coarctation of the aorta.
Most of them have normal intelligence. Developmental delays, nonverbal learning
disabilities, and behavioral problems are possible

Marfan
syndrome
3 dari 4 kasus
bersifat
diturunkan

Mutasi pada fibrillin (protein pada jaringan ikat tubuh).


A tall, thin build, Long arms, legs, fingers, and toes and flexible joints, skoliosis, pektus
karinatum/ ekskavatum, Teeth that are too crowded, Flat feet.

Fragile X
syndrome
Diturunkan
secara X-linked
dominan

Fragile X syndrome is a genetic condition that causes a range of developmental problems


including learning disabilities and cognitive impairment.
Usually, males are more severely affected by this disorder than females.

124. Defisiensi Vitamin C/ asam


askorbat
Menyebabkan penyakit scurvy
Gejala + Tanda
Memar pada kulit
muscle fatigue
Gusi bengkak dan mudah
berdarah
Luka sulit sembuh
Purpura
Osteopenia
Anemia
Malaise
Letargi
Neuropati
Perifollicular hyperkeratotic
papules

Vitamin C diabsorbsi lewat


pencernaan defisiensi
disebabkan kurangnya asupan
vit C dalam makanan/
meningkatnya kebutuhan
(traumya/ adanya stressor
yang berat)
Dosis treatment:
100-300mg/hari PO/IM/IV/SC
dibagi dua dosis

Defisiensi Vitamin Lainnya

Defisiensi Vitamin B
Vitamin B1 (Thiamine)

Beriberi - a disease whose symptoms include weight loss,


body weakness and pain, brain damage, irregular heart rate,
heart failure, and death if left untreated

Causes distinctive bright pink tongues, although other


Vitamin B2 (Riboflavin) symptoms are cracked lips, throat swelling, bloodshot eyes,
and low red blood cell count
Pellagra - symptoms included diarrhea, dermatitis, dementia,
Vitamin B3 (Niacin)
and finally death (4D)
Vitamin B5
Acne and Chronic paresthesia
(Pantothenic Acid)
Microcytic anemia, depression, dermatitis, high blood
Vitamin B6
pressure (hypertension), water retention, and elevated levels
(Pyridoxine)
of homocysteine
Causes rashes, hair loss, anaemia, and mental conditions
Vitamin B7 (Biotin)
including hallucinations, drowsiness, and depression
Causes gradual deterioration of the spinal cord and very
Vitamin B12
gradual brain deterioration, resulting in sensory or motor
(Cobalamin)
deficiencies

125. Cyanide Intoxication


Depending on its form, cyanide may cause toxicity through parenteral
administration, inhalation, ingestion, or dermal absorption
Source:
the vasodilator drug nitroprusside, natural sources are found in pits, seeds, bark, and leaves of
apricots, plums, peaches, cherries, almonds, and apples (containing amygdalin, a cyanideproducing glycoside, is hydrolyzed to hydrocyanic acid by chewing. ); cassava (Manihot
esculenta)

Mechanism of toxicity:
Cyanide binds to cellular cytochrome oxidase blocking the aerobic utilization
of oxygen.

Symptoms arise within 15 30 minutes:


Disruption of cellular respiration: Respiratory depression, coma, death.
Bitter almond smell to breath.
Toxic effects respond to Cyanide Antidote Kit.
headache, nausea, dyspnea, & confusion.
Syncope, seizures, coma, agonal respirations, & cardiovascular collapse ensue rapidly after
heavy exposure.
Poisoning & drug overdose by the faculty, staff and associates of the California Poison Control System third edition

Cyanide Intoxication
Treatment:
A. Emergency and supportive measures. Treat all cyanide
exposures as potentially lethal.
1. Maintain an open airway and assist ventilation if necessary.
2. Treat coma, hypotension, & seizures if they occur.
3. Start an IV line and monitor the patients vital signs and ECG
B. Specific drugs and antidotes
C. Prehospital.
Immediately administer activated charcoal if available. Do not
induce vomiting unless victim is more than 20 minutes from a
medical facility and charcoal is not available.

Cyanide Poisoning

Sign and Symptom


General weakness, malaise, and collapse
Neurologic symptoms (reflecting progressive hypoxia) - Headache, vertigo, dizziness,
giddiness, inebriation, confusion, generalized seizures, coma
Gastrointestinal symptoms - Abdominal pain, nausea, vomiting
Cardiopulmonary symptoms - Shortness of breath, possibly associated with chest pain,
tachypnea, apnea
High, falsely reassuring pulse oximetry
Cherry-red skin color

Treatment
Provide oxygen
Hydroxocobalamin: Combines with cyanide to form cyanocobalamin (vitamin B-12),
which is renally cleared
Sodium nitrites: Induce cyanide-scavenging methemoglobinemia in red blood cells,
(combines with cyanide, thus releasing cytochrome oxidase enzyme)
Sodium thiosulfate: Enhances the conversion of cyanide to thiocyanate , which is renally
excreted
Administer sodium bicarbonate in severe poisoning because of marked lactic acidosis

Lilly Cyanide Antidote Kit (instructions are in the kit):


Amyl nitrite by inhalation for 30 seconds every minute during
preparation of injectable Na+ nitrite.
Inject Na+ nitrite 3%, followed by Na+ thiosulfate over 10
minutes (see below).
Initial recommended dose Na+ nitrite is based on
hemoglobin levels

ICU Anak 2001 (A Latief)

523

2. Leukemia126. Leukemia
CLL

CML

ALL

AML

The bone marrow makes abnormal leukocyte dont die when they
should crowd out normal leukocytes, erythrocytes, & platelets.
This makes it hard for normal blood cells to do their work.
Prevalence

Over 55 y.o.

Mainly adults

Symptoms &
Signs

Grow slowly may


asymptomatic, the disease is
found during a routine test.

Common in
children
Grow quickly
their doctor.

Adults &
children
feel sick & go to

Fever, swollen lymph nodes, frequent infection, weak,


bleeding/bruising easily, hepatomegaly/splenomegaly, weight loss,
bone pain.
Lab

Mature
lymphocyte

Mature
granulocyte

Therapy

Can be delayed if asymptomatic


CDC.gov

Lymphoblast
>20%

Myeloblast
>20%

Treated right away

Leukemia
Jenis leukemia yang paling sering terjadi pada
anak-anak adalah Acute Lymphoblastic
Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous
Leukemia (AML)
ALL merupakan keganasan yg paling sering
ditemui pada anak-anak (1/4 total kasus
keganasan pediatrik)
Puncak insidens ALL usia 2-5 tahun

Clinical Manifestation
More common in AML
Leukostasis (when blas count >50.000/uL): occluded
microcirculationheadache, blurred vision, TIA, CVA, dyspnea,
hypoxia
DIC (promyelocitic subtype)
Leukemic infiltration of skin, gingiva (monocytic subtype)
Chloroma: extramedullary tumor, virtually any location.

More common in ALL


Bone pain, lymphadenopathy, hepatosplenomegaly (also seen in
monocytic AML)
CNS involvement: cranial neuropathies, nausea, vomiting,
headache, anterior mediastinal mass (T-cell ALL)
Tumor lysis syndrome

Leukemia Limfoblastik Akut


Merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada
masa anak, meliputi 25-30% dari seluruh keganasan pada
anak.
Lebih sering pada laki-laki, usia 3-4 tahun
Manifestasi klinis
Penekanan sistem hemopoetik normal, anemia (pucat),
neutropenia (sering demam), trombositopenia (perdarahan)
Infiltrasi jaringan ekstramedular, berupa pembesaran KGB, nyeri
tulang, dan pembesaran hati serta limpa
Penurunan BB, anoreksia, kelemahan umum

Pemeriksaan Penunjang: Gambaran darah tepi dan pungsi


sumsum tulang untuk memastikan diagnosis
Tatalaksana : Kemoterapi dan Pengobatan suportif

ALL

AML

epidemiologi ALL merupakan keganasan yg paling


sering ditemui pada anak-anak (1/4
total kasus keganasan pediatrik)
Puncak insidens usia 2-5 tahun

15% dari leukemia pada pediatri, juga


ditemukan pada dewasa

etiologi

Penyebab tidak diketahui

Cause unknown. Risk factors: benzene


exposure, radiation exposure, prior
treatment with alkylating agents

Gejala dan
tanda

Gejala dan tanda sesuai dengan


infiltrasi sumsum tulang dan/atau
gejala ekstrameduler: konjungtiva
pucat, petekie dan memar akibat
trombositopenia; limfadenopati,
hepatosplenomegali.Terkadang ada
keterlibatan SSP (papil edem, canial
nerve palsy); unilateral painless
testicular enlargement.

Pucat, mudah lelah, memar, peteki,


epistaksis, demam, hiperplasia gingiva,
chloroma, hepatosplenomegali

Lab

Anemia, Trombositopenia,
Leukopeni/Hiperleukositosis/normal,
Dominasi Limfosit, Sel Blas (+)

Trombositopenia,
leukopenia/leukositosis, primitif
granulocyte/monocyte, auer rods (hin,
needle-shaped, eosinophilic cytoplasmic
inclusions)

Terapi

kemoterapi

kemoterapi

127. Bronkiolitis
Infection (inflammation) at
bronchioli
Bisa disebabkan oleh
beberapa jenis virus, yang
paling sering adalah
respiratory syncytial virus
(RSV)
Virus lainnya: influenza,
parainfluenza, dan
adenoviruses
Predominantly < 2 years of age
(2-6 months)
Difficult to differentiate with
pneumonia and asthma

Bronkhiolitis

Bronchiolitis

Bronchiolitis:
Management
Mild disease
Symptomatic therapy
Moderate to Severe diseases
Life Support Treatment : O2, IVFD
Etiological Treatment
Anti viral therapy (rare)
Antibiotic (if etiology bacteria)
Symptomatic Therapy
Bronchodilator: controversial
Corticosteroid: controversial (not effective)

Tatalaksana Bronkiolitis
Walaupun pemakaian nebulisasi
dengan beta2 agonis sampai saat
ini masih kontroversi, tetapi
masih bisa dianjurkan dengan
alasan:
Pada bronkiolitis selain terdapat
proses inflamasi akibat infeksi virus
juga ada bronkospasme dibagian
perifer saluran napas (bronkioli)
Beta agonis dapat meningkatkan
mukosilier
Sering tidak mudah membedakan
antara bronkiolitis dengan
serangan pertama asma
Efek samping nebulasi beta agonis
yang minimal dibandingkan
epinefrin.

128. Maintenance: Holiday-Segar


Method (Berlaku utk usia>4 minggu)
Kebutuhan selama 24 jam:
10 kg pertama x 100 mL + 10 kg kedua + x 50
mL + sisanya x 20 mL
ATAU kebutuhan per jam:
10 kg pertama x 4 mL + 10 kg kedua x 2 mL +
sisanya x 1 mL

Hitung cairan
Calculate Deficit/terapi pengganti
Mild Dehydration: 4% deficit (50 ml/kg deficit, 30 ml/kg if
>10 kg)
Moderate Dehydration: 8% deficit (100 ml/kg deficit, 60
ml/kg if >10 kg)
Severe Dehydration: 12% deficit (120 ml/kg deficit)
On Going Loss/ Concomitant water loss setiap muntah/
diare
Can be measured directly (eg, NGT, catheter, stool
measurements) or estimated (eg: 10cc/kgBB/diare; 5
cc/kgbb/muntah)

129. Hemofilia
Hemophilia is the most common inherited
bleeding disorder.
There are:
Hemophilia A : deficiency of factor VIII
Hemophilia B : deficiency of factor IX

Both hemophilia A and B are inherited as


X-linked recessive disorders
Symptoms could occur since the patient
begin to crawl

Epidemiology
Incidence:
hemophilia A ( 85%) 1 : 5,000 10,000 males
(or 1 : 10,000 of male life birth)
hemophilia B ( 15%) 1 : 23,000 30,000 males
(or 1 : 50,000 of male life birth)
Approximately 70% had family history of bleeding
problems
Clinical manifestasion: mild, Moderate, severe

Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.

Genetic
Inherited as sex (X)-linked recessive
Genes of factor VIII/IX are located on the
distal part of the long arm (q) of X
chromosome
Female (women) are carriers

Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.

http://www.cdc.gov/ncbddd/hemophilia/inheritance-pattern.html

Clinical manifestation

Bleeding:
usually deep (hematoma, hemarthrosis)
spontaneous or following mild trauma
Type:
hemarthrosis
hematoma
intracranial hemorrhage
hematuria
epistaxis
bleeding of the frenulum (baby)
Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.

Diagnosis
history of abnormal bleeding in a boy
n normal platelet count
n bleeding time usually normal
n clotting time: prolonged
n prothrombin time usually normal
n partial thromboplastin time prolonged
n decreased antihemophilic factor
n

Antenatal diagnosis

antihemophilic factor level


F-VIII/F-IX gene identification (DNA analysis)
Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.

Blood component replacement therapy


factor-VIII
fresh-frozen plasma
cryoprecipitate
factor-VIII concentrate
factor-IX concentrate

factor-IX

(unit/ml)
~ 0,5
~ 0,6
~ 4,0
25 - 100
25 - 35

source of F-VIII: - monoclonal antibody purified;


- intermediate- and high-purity;
- recombinant

Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.

(ml)
200
20
10
20

130. Meningitis & ensefalitis


Meningitis
Meningitis bakterial: E. coli, Streptococcus grup B (bulan
pertama kehidupan); Streptococcus pneumoniae, H. influenzae,
N. meningitidis (anak lebih besar)
Meningitis viral: paling sering pada anak usia < 1 tahun.
Penyebab tersering: enterovirus
Meningitis fungal: pada imunokompromais
Gejala klasik: demam, sakit kepala hebat, tanda rangsang
meningeal (+). Gejala tambahan: iritabel, letargi, muntah,
fotofobia, gejala neurologis fokal, kejang

Ensefalitis: inflamasi pada parenkim otak


Penyebab tersering: ensefalitis viral
Gejala: demam, sakit kepala, defisit neurologis (penurunan
kesadaran, gejala fokal, kejang)
Hom J. Pediatric meningitis and encephalitis.
http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview

Meningitis bakterial: Patofisiologi

Pemeriksaan Penunjang
Darah perifer lengkap dan kultur darah
Gula darah dan elektrolit jika terdapat indikasi
Pungsi lumbal untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
etiologi
Pada kasus berat sebaiknya ditunda
Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan
intrakranial
Diindikasikan pada suspek meningitis, SAH, dan penyakit SSP yang lain
(eg. GBS)
Protokol pertama pada kasus kejang pada anak usia < 1 tahun
sangat dianjurkan; 12-18 bln dianjurkan; > 18 bln tidak rutin
dilakukan

CT Scan dengan kontras atau MRI pada kasus berat, atau dicurigai
adanya abses otal, hidrosefalus, atau empiema subdural
EEG jika ditemukan perlambatan umum

CSF interpretation

Normal CSF Values in Children


White cell count

Biochemistry

Neutrophils
(x 106 /L)

Lymphocytes
(x 106/L)

Protein
(g/L)

Glucose
(CSF:blood ratio)

Normal
(>1 month of
age)

< 0.4

0.6 (or 2.5


mmol/L)

Normal
neonate
(<1 month of
age)

< 20

<1.0

0.6 (or 2.5


mmol/L)

http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/CSF_Interpretation/

Diagnosis diferensial infeksi SSP


Klinis/Lab.

Ensefalitis

Meningitis
bakterial

Akut

Akut

Kronik

Akut

Akut/kronik

Demam

< 7 hari

< 7 hari

> 7 hari

< 7 hari

</> 7 hari/(-)

Kejang

Umum/fo
kal

Umum

Umum

Umum

Umum

Penurunan
kesadaran

Somnolen
- sopor

Apatis

Variasi, apatis
- sopor

CM - Apatis

Apatis Somnolen

+/-

+/-

++/-

Lambat

Cepat

Lambat

Cepat

Cepat/Lambat

Etiologi

Tidak dpt
diidentifik
asi

++/-

TBC/riw.
kontak

Ekstra SSP

Terapi

Simpt/ant
iviral

Antibiotik

Tuberkulostatik

Simpt.

Atasi penyakit
primer

Onset

Paresis
Perbaikan
kesadaran

Mening.TBC

Mening.viru
s

Ensefalopati

Cairan serebrospinal pada infeksi SSP


Bact.men

Viral men

Tekanan

Normal/

Makros.

Keruh

Lekosit

Encephali
tis

Encephal
opathy

Jernih

Xantokrom

Jernih

Jernih

> 1000

10-1000

500-1000

10-500

< 10

+++

MN (%)

+++

+++

++

Protein

Normal/

Normal

Normal

Glukosa

Normal

Normal

Normal

Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

PMN (%)

Gram
/Rapid T.

TBC men

HAEMOPHILUS MENINGITIS
Haemophilus influenzae is a nonmotile,
Gram-negative, rod-shaped bacterium
(coccobacilli; (0.5-1.5 micrometres).

History: From 60-80% of children


who develop Hib meningitis have
had otitis media or an upper
respiratory illness immediately
before the onset of meningitis
Symptoms

Altered cry
Lethargy
Nausea or vomiting
Fever
Headache
Photophobia
Meningismus
Irritability
Anorexia
Seizures

Haemophilus Meningitis
Treatment:
Antimicrobial therapy
Dexamethasone may help
decrease the inflammatory
response & prevent hearing
loss.
Increased intracranial
pressure (ICP) can be treated
with mannitol.
Anticonvulsant

Cefotaxime and ceftriaxone


are the initial drugs of choice
for suspected Hib meningitis.
Do not use ampicillin
empirically, since as many as
50% of the isolates are
resistant, usually because of
plasmid-mediated betalactamase production.
Meropenem is considered an
alternative to cephalosporins;
as an option in patients who
are intolerant of
cephalosporins.

http://emedicine.medscape.com/article/218271-treatment
http://emedicine.medscape.com/article/1164916-medication#2

MENINGOCOCCAL MENINGITIS
caused by the gramnegative diplococcus
Neisseria meningitidis
Symptoms

acute onset
Intense headache
Fever
Nausea
Vomiting
Photophobia
Stiff neck
Lethargy or drowsiness
http://emedicine.medscape.com/article/1165557-overview
http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2008/bingen_sama/

Medication:
Penicillin is the drug of choice
for the treatment
Chemoprophylactic
antimicrobials most commonly
used to eradicate meningococci
include rifampin, quinolones
(eg, ciprofloxacin), ceftriaxone.

131. Malnutrisi Energi Protein


Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhan
energi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan fungsinya
(WHO)
Dibagi menjadi 3:
Overnutrition (overweight, obesitas)
Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk)
Defisiensi nutrien spesifik

Malnutrisi energi protein (MEP):


MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang)
MEP derajat berat (gizi buruk)

Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis:


Marasmus
Kwashiorkor
Marasmik-kwashiorkor
Sjarif DR. Nutrition management of well infant, children, and
adolescents.
Scheinfeld NS. Protein-energy malnutrition.
http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview

Marasmus
wajah seperti orang tua
kulit terlihat longgar
tulang rusuk tampak
terlihat jelas
kulit paha berkeriput
terlihat tulang belakang
lebih menonjol dan kulit
di pantat berkeriput
( baggy pant )

Kwashiorkor
edema
rambut kemerahan, mudah
dicabut
kurang aktif, rewel/cengeng
pengurusan otot
Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)

Marasmik-kwashiorkor
Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan

Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk


Z-score menggunakan
kurva WHO weight-forheight
<-2 moderate wasted
<-3 severe wasted gizi
buruk

Lingkar Lengan Atas < 11,5


cm

BB/IBW (Ideal Body Weight)


menggunakan kurva CDC
80-90% mild
malnutrition
70-80% moderate
malnutrition
70% severe
malnutrition Gizi Buruk

10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk


No Tindakan
Tindaklanjut
3-6
mg 7-26
1. Atasi/cegah hipoglikemia

Stabilisasi
H 1-2

Transisi
H 3-7

Rehabilitasi
H 8-14
mg

2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Perbaiki gangguan elektrolit


5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro
7. Makanan stab & trans
8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi
10. Siapkan tindak lanjut

tanpa Fe

+ Fe

Emergency Signs in Severe


Malnutrition
Dibutuhkan tindakan resusitasi
Tanda gangguan airway and breathing :
Tanda obstruksi
Sianosis
Distress pernapasan

Tanda dehidrasi berat rehidrasi secara ORAL.


Dehidrasi berat sulit dinilai pada malnutrisi berat.
Terdapat risiko overhidrasi
Tanda syok : letargis, penurunan kesadaran
Berikan rehidrasi parenteral (Resusitasi Cairan)

HIPOGLIKEMIA
Semua anak dengan gizi
buruk berisiko hipoglikemia
(< 54 mg/dl)
Jika tidak memungkinkan
periksa GDS, maka semua
anak gizi buruk dianggap
hipoglikemia
Segera beri F-75 pertama,
bila tidak dapat disediakan
dengan cepat, berikan 50 ml
glukosa/ gula 10% (1 sendok
teh munjung gula dalam 50
ml air) oral/NGT.

Jika anak tidak sadar, beri


larutan glukosa 10% IV
bolus 5 ml/kg BB, atau
larutan glukosa/larutan gula
pasir 50 ml dengan NGT.
Lanjutkan pemberian F-75
setiap 23 jam, siang dan
malam selama minimal dua
hari.

Ketentuan Pemberian Makan Awal


Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah
osmolaritas serta rendah laktosa
Berikal secara oral atau melalui NGT, hindari pemberian
parenteral
Formula awal F-75 diberikan sesuai standar WHO dan
sesuai jadwal makan yang dibuat untuk mencukupi
kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi
Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan
bahwa jumlah F-75 yang dibutuhkan harus dipenuhi
Apabila pemberian makan oral tidak mencapai kebutuhan
minimal, berikan sisanya melalui NGT
Pada fase transisi, secara bertahap ganti F-75 dengan F100
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008

Pemberian Makanan
Fase stabilisasi (Inisiasi)
Energi: 80-100 kal/kg/hari
Protein: 1-1,5 gram/kg/hari
Cairan: 130 ml/kg/hari atau 100 ml/kg/hari (edema)

Fase transisi
Energi: 100-150 kal/kg/hari
Protein: 2-3 gram/kg/hari

Fase rehabilitasi
Energi: 150-220 kal/kg/hari
Protein: 3-4 gram/kg/hari

HIPOTERMIA (Suhu aksilar < 35.5 C)


Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk
kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan
letakkan pemanas/ lampu di dekatnya, atau
lakukan metode kanguru.
Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam s.d suhu
menjadi 36.5 C/lbh.
Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap
setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu
mencapai 36.5 C

DEHIDRASI
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali
pada kasus dehidrasi berat dengan syok.
Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT
beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam
pertama
setelah 2 jam, berikan ReSoMal 510
ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75
dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10
jam.

Atasi Infeksi
Anggap semua anak dengan
gizi buruk mengalami infeksi
saat mereka datang dan
segera diberi antibiotik.
PILIHAN ANTIBIOTIK
SPEKTRUM LUAS
Jika tidak ada komplikasi
atau tidak ada infeksi nyata
Kotrimoksazol PO (25 mg
SMZ + 5 mg TMP/kgBB/12
jam selama 5 hari.

Jika ada komplikasi (hipoglikemia,


hipotermia, atau anak terlihat
letargis atau tampak sakit berat),
atau jelas ada infeksi
Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV/6
jam selama 2 hari), dilanjutkan
Amoksisilin PO (15 mg/kgBB/8 jam
selama 5 hari) ATAU Ampisilin PO
(50 mg/kgBB/6 jam selama 5 hari)
sehingga total selama 7 hari,
DITAMBAH Gentamisin (7.5
mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari
selama 7 hari.

Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam,


tambahkan Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV
setiap 8 jam) selama 5 hari.
Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal
untuk memastikan dan obati dengan
Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama
10 hari.

Mikronutrien

Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)


Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase
rehabilitasi)
Vitamin A diberikan secara oral pada hari ke 1 dengan:

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3
bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2,
dan 15.

132. Uji Tuberkulin


Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB.
Reaksi berupa indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan
fibrin, dan akumulasi sel-sel inflamasi)
Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT23 2TU, PPD S 5TU, PPD Biofarma
Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar
lengan bawah. Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan
Pengukuran (pembacaan hasil)
Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya
Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter
transversal.
Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm

Uji Tuberkulin
Hasil Positif
Infeksi TB alamiah
Imunisasi BCG
Infeksi mikobaterium
atipik

Hasil Negatif
Tidak ada infeksi TB
Dalam masa inkubasi
infeksi TB
Anergi

Pembacaan:
Positif jika 10 mm, atau
5 mm pada kondisi
imunosupresi

Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin)


Bacille Calmette-Guerin adalah vaksin hidup yang
dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang
selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak
virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas.
Vaksinasi BCG tidak mencegah infeksi tuberkulosis
tetapi mengurangi risiko terjadi tuberkulosis berat
seperti meningitis TB dan tuberkulosis milier.
Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus
disimpan pada suhu 2-8 C, tidak boleh beku.
Vaksin yang telah diencerkan harus dipergunakan
dalam waktu 8 jam.

Vaksin BCG
Vaksin BCG diberikan pada umur <3 bulan, sebaiknya pada
anak dengan uji Mantoux (tuberkulin) negatif.
Efek proteksi timbul 812 minggu setelah penyuntikan.
Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0,10 ml untuk
anak, 0,05 ml untuk bayi baru lahir.
VaksinBCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan
kanan atas pada insersio M.deltoideus sesuai anjuran WHO,
tidak di tempat lain (bokong, paha).
Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif pada
umur lebih dari 3 bulan.
Pada bayi yang kontak erat dengan pasien TB dengan
bakteri tahan asam (BTA) +3 sebaiknya diberikan INH
profilaksis dulu, apabila pasien kontak sudah tenang bayi
dapat diberi BCG.

KIPI BCG
Penyuntikan BCG secara
intradermal akan
menimbulkan ulkus lokal yang
superfisial 3 (2-6) minggu
setelah penyuntikan.
Ulkus tertutup krusta, akan
sembuh dalam 2-3 bulan, dan
meninggalkan parut bulat
dengan diameter 4-8 mm.
Apabila dosis terlalu tinggi
maka ulkus yang timbul lebih
besar, namun apabila
penyuntikan terlalu dalam
maka parut yang terjadi
tertarik ke dalam (retracted).

Limfadenitis
Limfadenitis supuratif di aksila
atau di leher kadang-kadang
dijumpai setelah penyuntikan
BCG.
Limfadenitis akan sembuh
sendiri, jadi tidak perlu diobati.
Apabila limfadenitis melekat
pada kulit atau timbul fistula
maka lakukan drainase dan
diberikan OAT

BCG-itis diseminasi
(Disseminated BCG Disease)
berhubungan dengan
imunodefisiensi berat.
diobati dengan kombinasi obat
anti tuberkulosis.

Kontraindikasi BCG
Reaksi uji tuberkulin >5 mm,
Menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV,
imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat
imuno-supresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit
keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem
limfe,
Menderita gizi buruk,
Menderita demam tinggi,
Menderita infeksi kulit yang luas,
Pernah sakit tuberkulosis,
Kehamilan.

133. EKSANTEMA AKUT

Morbili/Rubeola/Campak

Pre-eruptive Stage
Demam
Catarrhal Symptoms coryza, conjunctivitis
Respiratory Symptoms cough
Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
Exanthem sign
Maculopapular Rashes Muncul 2-7
hari setelah onset
Demam tinggi yang menetap
Anoreksia dan iritabilitas
Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
Stage of Convalescence
Rash menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
membekas kecoklatan
Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar
Tindakan Pencegahan :
Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
Mencegah terjadinya komplikasi berat

Morbili
Paramyxovirus
Kel yg rentan:
Anak usia prasekolah yg
blm divaksinasi
Anak usia sekolah yang
gagal imunisasi

Musin: akhir musim


dingin/ musim semi
Inkubasi: 8-12 hari
Masa infeksius: 1-2 hari
sblm prodromal s.d. 4
hari setelah muncul ruam

Prodromal
Hari 7-11 setelah
eksposure
Demam, batuk,
konjungtivitis,sekret
hidung. (cough, coryza,
conjunctivitis 3C)

Enanthem ruam
kemerahan
Kopliks spots muncul 2
hari sebelum ruam dan
bertahan selama 2 hari.

Morbili
KOMPLIKASI

Otitis Media
Bronchopneumonia
Encephalitis
Pericarditis
Subacute sclerosing
panencephalitis late
sequellae due to persistent
infection of the CNS

DIAGNOSIS & TERAPI


Diagnosis:
manifestasi klinis, tanda
patognomonik bercak Koplik
isolasi virus dari darah, urin,
atau sekret nasofaring
pemeriksaan serologis: titer
antibodi 2 minggu setelah
timbulnya penyakit

Penatalaksanaan
Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan pada:

Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.


Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4
minggu kemudian.

Konseling & Edukasi


Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit
yang menular.
Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh
sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif.
Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari
diare/emesis.
Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin
campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan.
Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan
penderita.
Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan
imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan
yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.

Rubella
Togavirus
Yg rentan: orang dewasa
yang belum divaksinasi
Musim: akhir musim
dingin/ awal musim semi.
Inkubasi 14-21 hari
Masa infeksius: 5-7 hari
sblm ruam s.d. 3-5 hari
setelah ruam muncul

Asymptomatik hingga
50%
Prodromal
Anak-anak: tidak bergejala
s.d. gejala ringan
Dewasa: demam, malaside,
nyeri tenggorokan, mual,
anoreksia, limfadenitis
oksipital yg nyeri.

Enanthem
Forschheimers spots
petekie pada hard
palate

Rubella - komplikasi
Arthralgias/arthritis pada
org dewasa
Peripheral neuritis
encephalitis
thrombocytopenic purpura
(jarang)
Congenital rubella
syndrome
Infeksi pada trimester
pertama
IUGR, kelainan mata, tuli,
kelainan jantung, anemia,
trombositopenia, nodul kulit.

Roseola Infantum Exanthem Subitum


Human Herpes Virus 6
(and 7)
Yg rentan: 6-36 bulan
(puncak 6-7 bulan)
Musim: sporadik
Inkubasi: 9 hari
Masa infeksius: berada
dalam saliva secara
intermiten sepanjang
hidup; infeksi
asimtomatik persisten.

Demam tinggi 3-4 hari


Demam turun mendadak
dan mulai timbul ruam
kulit.
Kejang yang mungkin
timbul berkaitan dengan
infeksi pada meningens
oleh virus.

Scarlet Fever
Sindrom yang memiliki
karakteristik: faringitis
eksudatif, demam, dan rash.
Disebabkan oleh group Abetahemolyticstreptococci
(GABHS)
Masa inkubasi 1-4 hari.
Manifestasi pada kulit diawali
oleh infeksi streptokokus
(umumnya pada
tonsillopharynx) : nyeri
tenggorokan dan demam
tinggi, disertai nyeri kepala,
mual, muntah, nyeri perut,
myalgia, dan malaise.

Rash : Timbul 12-48 jam


setelah onset demam. Dimulai
dari leher kemudian menyebar
ke badan dan ekstremitas.
Pemeriksaan : Throat culture
positive for group A strep
Tatalaksana : Antibiotik
antistreptokokal minimal 10
hari (Eritromisin atau Penicillin
G)

Scarlet Fever. http://emedicine.medscape.com/article/1053253-overview

134. Disentri
Disentri adalah diare yang disertai darah. Sebagian
besar kasus disebabkan oleh Shigella dan hampir
semuanya membutuhkan pengobatan antibiotik
Pemeriksaan penunjang: Feses rutin untuk
mengidentifikasi trofozoit amuba dan giardia.
Peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10 per lapang
pandang mendukung etiologi bakteri invasif
Pikirkan diagnosa invaginasi jika terdapat tanda dan
gejala: Feses dominan lendir dan darah, kesakitan dan
gelisah, muntah, massa intra-abdomen (+)

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008

(shigellosis)
Bakteri (Disentri basiler)
Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan
tersering ( 60% kasus disentri yang dirujuk serta
hampir semua kasus disentri yang berat dan
mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella.
Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
Salmonella
Campylobacter jejuni, terutama pada bayi

Amoeba (Disentri amoeba),


disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering
pada anak usia > 5 tahun

Gejala klinis
Disentri basiler
Diare mendadak yang disertai darah
dan lendir dalam tinja. Pada disentri
shigellosis, pada permulaan sakit,
bisa terdapat diare encer tanpa darah
dalam 6-24 jam pertama, dan setelah
12-72 jam sesudah permulaan sakit,
didapatkan darah dan lendir dalam
tinja.
Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan
toksik.
Muntah-muntah.
Anoreksia.
Sakit kram di perut dan sakit di anus
saat BAB.
Kadang-kadang disertai dengan gejala
menyerupai ensefalitis dan sepsis
(kejang, sakit kepala, letargi, kaku
kuduk, halusinasi).

Disentri amoeba
Diare disertai darah dan lendir
dalam tinja.
Frekuensi BAB umumnya lebih
sedikit daripada disentri
basiler (10x/hari)
Sakit perut hebat (kolik)
Gejala konstitusional biasanya
tidak ada (panas hanya
ditemukan pada 1/3 kasus).

PENGOBATAN
Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis.
Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol
(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari)
dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
Alternatif yang dapat diberikan : Ampisilin 100mg/kgBB/hari/4 dosis,
Cefixime 8mg/kgBB/hari/2 dosis, Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, Asam
nalidiksat 55mg/kgBB/hari/4 dosis.
Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit
dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll.
Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi :
Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica tinja.
Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut
(masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri
basiler.
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008

PENGOBATAN
Terapi antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol
30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Bila
disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan
akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
Jika negatif amuba, berikan antibiotik oral lain (lini ke-2) yang sensitif
shigella : sefiksim dan asam nalidiksat.
Pada anak < 2 bulan, evaluasi penyebab lain (Cth. Invaginasi)
Penanganan lain sama dengan penanganan diare akut (cairan, zinc)
Jangan pernah memberi obat untuk menghilangkan gejala
simptomatis seperti nyeri atau untuk mengurangi frekuensi BAB

135. Sepsis Neonatorum


Sindrom klinik penyakit sistemik akibat infeksi
yang terjadi pada satu bulan pertama kehidupan.
Mortalitas mencapai 13-25%
Jenis :
Early Onset = Dalam 3 hari pertama, awitan tiba-tiba,
cepat berkembang menjadi syok septik
Late Onset = setelah usia 3 hari, sering diatas 1
minggu, ada fokus infeksi, sering disertai meningitis

Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak


spesifik diperlukan skrining dan pengelolaan
faktor risiko
Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.

SEPSIS

Early onset sepsis:


Timbul dalam 72 jam pertama
kehidupan
Mikroorganisme berasal dari infeksi
transplasental atau ascending
infection dari serviks (kolonisasi
bakteri di traktus genitourinari)
Mikroorganisme yg mjd penyebab:
Group B Streptococcus (GBS)
Escherichia coli
Coagulase-negative
Staphylococcus
Haemophilus influenzae
Listeria monocytogenes
Pneumonia is more common in earlyonset sepsis

Late-onset sepsis
Muncul hari ke 4-90; organisme didapat
dari lingkungan sekitar.
Mikroorganisme penyebab:

Coagulase-negative Staphylococcus
(susceptible to first-generation
cephalosporin) leading cause of lateonset infections
Staphylococcus aureus
E coli
Klebsiella
Pseudomonas
Enterobacter

Fokus infeksi: kulit, sal. napas,


konjungtiva, (GI) tract, dan umbilikus.
Alat/ vektor : kateter urin, IV kateter
(jarum infus), kontak dgn caregivers
yg terkontaminasi kolonisasi bakteri.
Meningitis and bacteremia are more
common in late-onset sepsis

Stages of sepsis based on American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine
Consensus Panel guidelines
http://emedicine.medscape.com/article/169640-overview

SINDROM DISFUNGSI MULTIORGAN Terdapat disfungsi multi organ meskipun


telah mendapatkan pengobatan optimal

Kriteria SIRS

Tatalaksana early onset sepsis


Pada bayi dengan Sepsis Awitan
Dini, terapi empirik harus meliputi
SGB, E. coli, dan Listeria
monocytogenes.
Kombinasi penisilin atau ampisilin
ditambah aminoglikosida
mempunyai aktivitas antimikroba
lebih luas dan umumnya efektif
terhadap semua organisme
penyebab SAD.
Kombinasi ini sangat dianjurkan
karena akan meningkatkan
aktivitas antibakteri (efek sinergis)

Third-generation cephalosporins
represent a reasonable
alternative to an aminoglycoside.
However, several studies have
reported rapid development of
resistance to cefotaxime
extensive/prolonged use of thirdgeneration cephalosporins is a
risk factor for invasive candidiasis.
Ceftriaxone is contraindicated in
neonates because it is highly
protein bound and may displace
bilirubin, leading to a risk of
kernicterus.

Skrining
Kecurigaan besar sepsis bila :
Bayi umur sampai dengan usia 3 hari
Riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan
kecurigaan infeksi berat, atau ketuban pecah dini
Bayi memiliki dua atau lebih gejala yang tergolong
dalam kategori A, atau tiga atau lebih gejala pada
kategori B

Bayi usia lebih dari 3 hari


Bayi memiliki dua atau lebih temuan Kategori A atau
tiga atau lebih temuan Kategori B

Kelompok Temuan berhubungan dengan Sepsis


Kategori A

Kategori B

Kesulitan Bernapas (>60x/menit, retraksi


dinding dada, grunting, sianosis sentral,
apnea)

Tremor

Kejang

Letargi atau lunglai, malas minum padahal


sebelumnya minum dengan baik

Tidak sadar

Mengantuk atau aktivitas berkurang

Suhu tubuh tidak normal (sejak lahir dan


tidak memberi respons terhadap terapi)
atau suhu tidak stabil sesudah
pengukuran suhu selama tiga kali atau
lebih

Iritabel, muntah, perut kembung

Persalinan di lingkungan yang kurang


higienis

Tanda-tanda mulai muncul setelah hari


ke-empat

Kondisi memburuk secara cepat dan


dramatis

Air ketuban bercampur mekonium

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan kuman
Kultur darah gold standard
Pewarnaan gram
Pemeriksaan hematologi
Darah perifer lengkap
Rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T).
Pemeriksaan kadar D-dimer
Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
Procalcitonin (PCT)
Pemeriksaaan kemokin, sitokin dan molekul adhesi
Pemeriksaan Biomolekuler/Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pencitraan
radiografi toraks: Menunjukkan infiltrat segmental atau lobular, yang biasanya difus, pola
retikulogranular, hampir serupa dengan gambaran pada RDS (Respiratory Distress
Syndrome); Pneumonia
Pemeriksaan CT Scan diperlukan pada kasus meningitis neonatal kompleks untuk melihat
hidrosefalus obstruktif, lokasi obstruksi dan melihat infark ataupun abses

Tatalaksana early onset sepsis


Pada bayi dengan Sepsis Awitan
Dini, terapi empirik harus meliputi
SGB, E. coli, dan Listeria
monocytogenes.
Kombinasi penisilin atau ampisilin
ditambah aminoglikosida
mempunyai aktivitas antimikroba
lebih luas dan umumnya efektif
terhadap semua organisme
penyebab SAD.
Kombinasi ini sangat dianjurkan
karena akan meningkatkan
aktivitas antibakteri (efek sinergis)

Third-generation cephalosporins
represent a reasonable
alternative to an aminoglycoside.
However, several studies have
reported rapid development of
resistance to cefotaxime
extensive/prolonged use of thirdgeneration cephalosporins is a
risk factor for invasive candidiasis.
Ceftriaxone is contraindicated in
neonates because it is highly
protein bound and may displace
bilirubin, leading to a risk of
kernicterus.

136. Akses Intraoseus

Akses intraoseus disarankan untuk


anak <6 thn.
Beberapa studi mengatakan jika
akses IO juga aman utk anak yg lbh
besar dan org dewasa
Menurut Emergency Cardiovascular
Care Guidelines (2000), akses IO
direkomendasikan pada semua
pasien anak yang gagal
mendapatkan akses IV setelah
mencoba 2x atau pada kasus syok/
circulatory collapse.
Pada tahun 2005, the American
Heart Association
merekomendasikan akses IO jika
akses vena tidak bisa didapatkan
dengan cepat.

Site of injection:
Proximal tibia
sternum

Spesimen darang yg didapatkan melalui intraosesus


bisa digunakan untuk pemeriksaan lab, seperti
kadar pH, kadar PCO2, dan gol darah, tetapi
mungkin agak berbeda dengan standar hasil darah
vena.
Semua obat-obatan dan produk darah bisa
dimasukkan melalui akses IO
Jika jarum Intraosseous dibiarkan > 72 jam, akan
berisiko infeksi lokal, sehingga akses IO sebaiknya
diangkat segera setelah akses vena didapatkan
secara permanen

Indikasi

Kontraindikasi

Sulit mendapatkan akses IV

Memerlukan infus dengan kapasitas


volume yang tinggi dan cepat

Burns
Obesity
Edema
Seizures

Hypovolemic shock
Burns

Sebagai akses ke sirkulasi vena sistemik

Cardiopulmonary arrest
Burns
Blood draws
Local anesthesia
Medication infusion

Infection at entry site


Burn at entry site
Ipsilateral fracture of the extremity
Osteogenesis imperfecta
Osteopenia
Osteopetrosis
Previous attempt at the same site
Previous attempt in different
location on same bone
Previous sternotomy (sternum
insertion)
Sternum fracture or vascular injury
near sternum (sternum insertion)
Unable to locate landmarks

137. Neonatal Brachial Plexus Palsy


The basic types of BPPs include the following:
Erb's palsy affects nerves arising from C5 and C6.
Klumpke palsy results in deficits at levels C8 and T1
Total BPP affects nerves at all levels (C5-T1).

The damage in neonates usually results from slow traction injuries


Risk factors:
Large birth weight (average vertex BPP, 3.8-5.0 kg; average breech BPP,
1.8-3.7 kg; average unaffected, 2.8-4.5 kg)
Breech presentation
Maternal diabetes
Multiparity
Second stage of labor that lasts more than 60 minutes
Assisted delivery (eg, use of mid/low forceps, vacuum extraction)

Paralisis Bahu

Paralisis Bahu
Paralisis Erb
Erb-duchenne palsy
Paralisis saraf perifer C5 dan C6 (bagian dari plexus brachialis
bagian atas (trunkus Superior)/ brachial monoparesis)
Manifestasi: adducted and internally rotated, with the elbow
extended, the forearm pronated, the wrist flexed, and the hand
in a fist. (waiters tip)
In the first hours of life, the hand also may appear flaccid, but
strength soon returns.

Paralisis Klumpke
Paralisis parsial dari pleksus brachialis bagian bawah C8-T1
(trunkus Superior)
Manifestasi: paralisis lengan bawah dan tangan
The infant with a nerve injury to the lower plexus (C8-T1) holds
the arm supinated, with the elbow bent and the wrist extended
because of the unopposed wrist extensors
hyperextension of MCP due to loss of hand intrinsics
flexion of IP joints due to loss of hand intrinsics

The infant with complete brachial plexus palsy (BPP; C5-T1)


typically lies in the nursery with the arm held limply at his/her side.
Leads to a flaccid arm, Involves both motor and sensory, Deep
tendon reflexes (DTRs) are absent, and the Moro response is
asymmetrical, with no active abduction of the ipsilateral arm.

Erbs Palsy
http://orthoinfo.aaos.org/figures/A00077F
01.jpg

Anatomi Pleksus Brakialis


Pleksus brakialis dibentuk dari anyaman C5-T1
Pleksus brakialis terdiri dari 5 akar saraf yang berasal dari rami ventralis
nervus spinalis, 3 trunkus, 2 divisi, 3 fasciculus dan cabang saraf perifer.
Tiga trunkus terdiri dari:
Saraf C5 dan C6 membentuk trunkus superior
Saraf C7 membentuk trunkus medius,
Saraf C8 sampai T1 membentuk trunkus inferior.

Masing-masing dari trunkus memiliki 2 percabangan atau divisi ke arah


ventral dan dorsal.
Cabang ventral dari trunkus superior dan trunkus medius akan membentuk
fasciculus lateralis.
Cabang ventral trunkus inferior membentuk fasciculus medialis,
Cabang dorsalis dari seluruh trunkus akan membentuk fasciculus dorsalis.

Tiga fasikulus mempersarafi:


Fasciculus lateralis mempersarafi N.muskulokutaneus, N.medianus bagian
lateral, N.pectoralis lateralis terutama ke M.pectoralis mayor.
Fasciculus medialis bercabang menjadi N.kutaneus brachii medialis,
N.kutaneus antebrachii medialis, N.medianus bagian medial, dan N.ulnaris.
Fasciculus dorsalis bercabang menjadi N.axillaris, N.radialis, N.thoracodorsalis.

138. Epiglotitis

Acute bacterial epiglottitis


Life-threatening, medical emergency
due to infection with edema of
epiglottis and aryepiglottic folds

Organism
Haemophilus influenzae type B: most
common (bacil gram -, needs factor X
and V for growth)
Also caused by

Pneumococcus, Streptococcus group A,


Viral infection herpes simplex 1 and
parainfluenza

Age

Child can not breathe unless sitting up


Croup appears to be worsening
Child can not swallow saliva and drools
(80%)

Typically between 3-7 years


Peak incidence has become older over
last decade and is now closer to 6-7
years

Location
Purely supraglottic lesion

Associated subglottic edema in 25%

Associated swelling of aryepiglottic


folds causes stridor

Classical triad is: drooling, dysphagia


and distress (respiratory)
Abrupt onset of respiratory distress
with inspiratory stridor
Sore throat
Severe dysphagia
Older child may have neck extended
and appear to be sniffing due to air
hunger
Resembles croup clinically, but think
of epiglottitis if:

Cough is unusual

Epiglotitis
Diff Diagnosis: Croup
Imaging

Imaging studies are not always


necessary for the diagnosis and may be
falsely negative in early stages
Lateral radiograph should be taken in
the erect position only, as

Enlargement of epiglottis

Larger than your thumb thumb sign

Thickening of aryepiglottic folds

Supine position may close off airway

True cause of stridor

Circumferential narrowing of subglottic


portion of trachea during inspiration
Ballooning of hypopharynx and
pyriform sinuses
Reversal of the normal lordotic curve of
the cervical spine

Dilatation of the hypopharynx


Dilation of the laryngeal
ventricle
Narrowing of the subglottic
trachea
Epiglottis is normal

Tx:
Secure airway
May require intubation or
emergency tracheostomy
Some use IV steroids
Empiric antibiotic therapy

Thumb Sign pada epiglotitis

Gambaran epiglotis normal

Tekanan di dalam Jantung

139. Congenital Heart


Disease
Congenital HD

Acyanotic

With volume
load:
- ASD
- VSD
- PDA
- Valve
regurgitation

Cyanotic

With pressure
load:

With
pulmonary blood
flow:

With
pulmonary blood
flow:

- Valve stenosis

- ToF

- Coarctation of
aorta

- Atresia
pulmonal

- Transposition of
the great vessels

- Atresia tricuspid

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.


2. Pathophysiology of heart disease. 5t ed.

- Truncus
arteriosus

Penyakit jantung kongenital


Asianotik: L-R shunt
ASD: fixed splitting S2,
murmur ejeksi sistolik
VSD: murmur pansistolik
PDA: continuous murmur

Sianotik: R-L shunt


TOF: AS, VSD, overriding
aorta, RVH. Boot like heart
pada radiografi
TGA
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/

Acyanotic Congenital HD:


General Pathophysiology

With volume load

Clinical Findings

The most common: left to right


shunting

e.g. ASD, VSD, PDA

Blood back into the lungs

compliance & work of breathing

Fluid leaks into the interstitial space &


alveoly

Pulmonary edema, tachypnea, chest


retraction, wheezing
Heart rate & stroke volume

High level of ventricular output ->


sympathetic nervous system

Oxygen consumption -> sweating,


irritability, FTT
Remodelling: dilatation & hypertrophy

If left untreated, volume load will


increase pulmonary vascular resistance

Eventually leads to Eisenmenger


Syndrome

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.

Acyanotic Congenital HD:


General Pathophysiology
With pressure load

Clinical Findings

Obstruction to normal blood


flow: pulmonic stenosis, aortic

Murmur PS & PS: systolic


murmur;

stenosis, coarctation of aorta.

Hypertrophy & dilatation of


ventricular wall

Defect location determine


the symptoms

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.

Dilatation happened in the later


stage
Severe pulmonic stenosis in
newborn right-sided HF
(hepatomegaly, peripheral
edema)
Severe aortic stenosis leftsided (pumonary edema, poor
perfusion) & right-sided HF

Ventricular Septal Defect

VSD:
Pathophysiology & Clinical Findings
Flow across VSD

Pansystolic murmur & thrill


over left lower sternum.

Over flow across mitral valve

If defect is large 3rd heart sound


& mid diastolic rumble at the apex.

LA, LV, RV volume overload

ECG: Left ventricular hypertrophy or


biventricular hypertrophy,
peaked/notched P wave
Ro: gross cardiomegaly

High systolic pressure & high


flow to the lungs
pulmonary hypertension

Dyspnea, feeding difficulties, poor


growth, profuse perspiration,
pneumonia, heart failure.

Duskiness during crying or infection


Ph/: increased of 2nd heart sound

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.

VSD:
Pathophysiology & Clinical Findings
cardiomegaly with
prominence of
both ventricles,
the left atrium, &
the pulmonary artery.

pulmonary vascular
marking

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.

Atrial Septal Defect

ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
The degree of L-to-R shunting is dependent on:
- the size of the defect,

- the relative compliance of the R and L ventricles, &


- the relative vascular resistance in the pulmonary & systemic circulations

Infant has thick & less compliant RV minimal symptoms

As children grow older: subtle failure to thrive, fatigue, dyspneu on effort,


recurrent respiratory tract infection

Overflow in the right side of


heart

Enlargement of the RA & RV


Dilatation of the pulmonary artery
The LA may be enlarged

Pulmonary vascular resistance may begin to increase in adulthood


reversal of the shunt & cyanosis
1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.

ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
Ro:

Increased flow into right side of


the heart & lungs

- enlargement of RV, RA, &


pulmonary artery
- increased vasvular marking

Constant increased of
ventricular diastolic volume

Wide, fixed 2nd heart sound


splitting

Increased flow across tricuspid


valve

Mid-diastolic murmur at the lower


left sternal border

Increased flow across


pulmonary valve

Thrill & systolic ejection murmur, best


heard at left middle & upper sternal
border

Flow across the septal defect doesnt produce murmur because the pressure gap
between LA & RA is not significant
1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.

ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings

size of the main


pulmonary artery
size of the right atrium
size of the right ventricle
(seen best on the lateral
view as soft tissue filling in
the lower & middle
retrosternal space).
1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.
2. Essentials of Radiology. 2nd ed.

Patent Ductus Arteriosus

Coarctasio of Aorta

Single Ventricle

Double Inlet Left


Hypoplastic Left Heart
Hypoplastic Left Heart Syndrome
Ventricle
Syndrome
Double Inlet Left Ventricle
Syndrome

Single
Ventricle
ouble Outlet Right

Tricuspid Atresia

entricle
Double Outlet Right Ventricle

Tricuspid Atresia

ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

140. KEGANASAN DALAM KEHAMILAN

o Risiko kelainan kongenital memiliki risiko paling besar apabila


terpapar kemoterapi pada trimester pertama kehamilan
Hal ini karena pada trimester pertama organ-organ banyak
terbentuk dan sel-sel tumbuh dengan cepat
Paparan terhadap kemoterapi pada trimester pertama juga
meningkatkan risiko keguguran

141. Anatomi Panggul


Tulang yang menyusun
panggul
Os coccae (tulang pangkal
paha) yang terdiri dari 3
buah tulang yang
berhubungan yaitu
Os illium (tulang usus)
Os ischium (tulang duduk)
Os pubis (tulang kemaluan)

Os sacrum (tulang
kelangkang), dan
Os coxigys (tulang
tungging).

142. Prolaps Uteri


Prolaps uteri adalah penurunan uterus dari
posisi anatomis yang seharusnya.
Insidens prolaps uteri meningkat dengan
bertambahnya usia.
Manifestasi klinis yang sering didapatkan
adalah keluarnya massa dari vagina dan
adanya gangguan buang air kecil hingga
disertai hidronefrosis

143. Retensio plasenta


Plasenta atau bagianbagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir.
Sebab: plasenta belum
lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan
Plasenta belum lepas:
kontraksi kurang kuat atau
plasenta adhesiva (akreta,
inkreta, perkreta)

Terapi
Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu mengedan.
Jika Anda dapat merasakan plasenta dalam vagina keluarkan
plasenta tersebut.
Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan
lakukan kateterisasi kandung kemih.
Jika plasenta belum keluar berikan oksitosin 10 unit IM.
Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian
oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan
tali pusat terkendali.
Jika traksi tarikan tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah
untuk mengeluarkan plasenta secara manual.

PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012

144. PELVIC INFLAMMATORY DISEASE


Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan
kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium
pelvis, atau jaringan penunjangnya.
PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus
genital bawah ke atas
Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau
endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis)
Faktor Risiko:

Kontak seksual
Riwayat penyakit menular seksual
Multiple sexual partners
IUD

PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012

Sexually active woman presenting with abnormal vaginal


discharge, lower abdominal pain, OR dyspareunia

Uterine tenderness, OR
Adnexal tenderness, OR
Cervical motion tenderness on pelvic exam?

YES

NO

1) Perform NAAT for gonorrhea and chlamydia


2) Perform pregnancy testing
3) Perform vaginal microscopy if available
4) Offer HIV testing

See Vaginal Discharge algorithm,


consider other organic causes

Empiric treatment for PID* if no other organic


cause found (e.g. ectopic pregnancy, appendicitis)

Signs of severe illness (i.e. high fever, nausea/vomiting), OR


Surgical emergency (e.g. appendicitis) not excluded, OR
Suspected to have a tubo-ovarian abscess, OR
Unable to tolerate or already failed oral antibiotics, OR
Pregnant?

YES

NO

Inpatient PID treatment:


Cefotetan 2g IV Q12 hours OR
Cefoxitin 2g IV Q6 hours, PLUS
Doxycycline 100mg PO/IV Q12 hours**
(other regimens available****)

Outpatient PID treatment:


Ceftriaxone 250mg IM x 1 dose PLUS
Doxycycline 100mg PO BID x 14 days,** WITH OR WITHOUT
Metronidazole 500mg PO BID x 14 days***
OR
Cefoxitin 2g IM x 1 dose and Probenecid 1g PO x 1dose together PLUS
Doxycycline 100mg PO BID X 14 days,** WITH OR WITHOUT
Metronidazole 500mg PO BID x 14 days***
(other regimens available****)
Response to treatment
72 hours later?

1) Hospitalize 24-48 hours to ensure response to treatment


2) Discharge on oral antibiotics to complete 14 day course

NO

YES

See Inpatient treatment

Continue treatment for 14 days

http://depts.washington.edu/handbook/syndromesFemale/ch8_pid.html

Pelvic Inflammatory Disease

http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm

PID - Pengobatan

Harus berspektrum luas


Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C. trachomatis
karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak menyingkirkan infeksi
saluran reproduksi atas
Rawat jalan atau rawat inap bergantung pada:

Adanya emergensi (contoh; apendisitis)


Pasien hamil
Pasien tidak berespon baik terhadap antibiotik oral
Pasien tidak memungkinkan untuk menoleransi antibiotik oral
Pasien memiliki penyakit berat, mual-muntah, demam tinggi
Pasien memiliki abses tubo-ovarian

http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm

145 146 .

147. TORCH
Infeksi TORCH

T=toxoplasmosis
O=other (syphilis)
R=rubella
C=cytomegalovirus
(CMV)
H=herpes simplex (HSV)

Bayi yang dicurigai


terinfeksi TORCH

Bayi dengan IUGR


Trombositopenia
Ruam abnormal
Riwayat ibu sakit saat
hamil
Adanya gejala klasik
infeksi

Infeksi Rubella Kongenital


Karakteristik

Single-stranded RNA virus


Dapat dicegah oleh vaksin
Ringan, self-limiting
Infeksi pada trimester pertama
memiliki kemungkinan mengenai
janin yang tinggi

Diagnosis
IgG maternal bisa akibat
imunisasi atau infeksi lampau
tidak dapat dipegang
Virus dapat diisolasi dari sekret
nasal

Terapi
Pencegahan: Imunisasi
Perawatan: suportif dengan
mengedukasi orangtua

Tes Serologik
Bayi

IgM = Infeksi baru atau


kongenital
Peningkatan titer IgG
bulanan mengarah pada
kongenital

Diagnosis setelah anak berusia


1 tahun sulit

Manifestasi Klinis

Tuli sensorineural (50-75%)


Katarak dan glaukoma (20-50%)
Kelainan jantung (20-50%)
Neurologis (10-20%)
Lainnya termasuk pertumbuhan terhambat,
gangguan tulang, trombositopenia, lesi
blueberry muffin

Toksoplasma

Etiologi: Toxoplasma gondi

Gejala dan Tanda:


Tanpa gejala spesifik hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai
gejala ringan, mirip influenza
Wanita hamil terinfeksi Toxoplasma abortus spontan atau keguguran (4%), lahir
mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. Pada Toxoplasmosis
bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata dan
telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis.

Diagnosis
Gejala: tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik).
Pemeriksaan laboratorium: Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas AntiToxoplasma IgG.
Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi
Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif perlu
diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertama, selanjutnya tiap
trimester), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.

Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikutpencegahannya

CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini
temasuk golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga
herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh
dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya
bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil.
Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai
risiko tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran
hati, kuning, pengkapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lainlain.
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui
infeksi akut atau infeksi berulang, dimana infeksi akut mempunyai
risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan
meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.
Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikutpencegahannya

HERPES SIMPLEKS TIPE II


Etiologi
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes
Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten,
menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem
syaraf otonom.
Gejala dan Tanda
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya
memperlihatkan lepuh pada kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul
sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir
dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50 kasus)
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan IgM sangat penting
untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi
oleh HSV II dan mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi
terjadi pada saat kehamilan.
Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikutpencegahannya

148.

Sperma Abnormal

Azoospermia: tidak terdapat


sperma hidup dalam cairan
sperma dalam cairan ejakulat
ejakulat
Oligospermia: jumlah sperma Astenozoospermia: motilitas <
kurang dari 20 juta per ml
normal
cairan ejakulat
Teratozoospermia: morfologi
abnormal
Necrozoospermia: tidak ada

149. Spermatogenesis
Astenozoospermia:
biasanya akibat
kerusakan testis FSH
tidak terpakai
penumpukan FSH di
sirkulasi

150. PCOS
Etiologi
hiperandrogenisme dan resistensi terhadap insulin

Tiga kriteria diagnosa yaitu:


Oligoamenorrhoea atau anovulasi
Gejala hiperandrogen baik secara klinik maupun biokimia
Adanya gambaran morfologi ovarium yang polikistik dengan USG

Gejala PCOS
Gangguan siklus haid yaitu siklus haid jarang dan tidak teratur
Gangguan kesuburan dimana yang bersangkutan menjadi sulit hamil
(subfertile)
Tumbuh bulu yang berlebihan dimuka, dada, perut, anggota badan
dan rambut mudah rontok (hirsutisme)
Banyak jerawat
kegemukan (obesitas)
Pada USG ditemukan banyak kista di ovarium

PCOS: Terapi
Sasaran pengelolaan

Mengatur siklus haid agar kembali teratur


Memperbaiki kesuburan
Menghilangkan gejala hirsutism dan jerawat
Mengendalikan obesitas
Menurunkan kadar insulin darah
Mencegah komplikasi jangka panjang

tatalaksana
Pola hidup sehat dengan diet, olahraga teratur untuk kendalikan
berat badan (obesitas) dan tidak merokok
Obat2an/medikamentosa
Untuk melancarkan haid : dengan pil KB. PIl KB juga dapat mengurangi
resiko perdarahan abnormal dan kanker rahim
Untuk memicu ovulasi : dengan Clomiphene citrate dan FSH
Untuk menghilangkan hirsutism dan jerawat : dengan pil KB
(Cyproterone acetate), Spironolactone dan flutamide
Untuk menurunkan insulin darah : dengan Metformin

151. PERDARAHAN ANTEPARTUM


Perdarahan dari jalan lahir setelah usia kehamilan 22 minggu
Gejala dan Tanda Utama

Faktor Predisposisi

Penyulit Lainnya

Diagnosis

Perdarahan tanpa nyeri.


Darah segar atau kehitaman.
Terjadi setelah miksi atau defekasi, aktifitas
fisik, kontraksi braxton hicks, trauma atau
koitus.

Nullipara atau multiparitas

Tidak ada nyeri.


Bagian terendah fetus tidak
masuk pintu atas panggul.
Gawat janin

Plasenta Previa

Perdarahan dengan nyeri intermitten atau


menetap.
Darah kehitaman dan cair atau mungkin
terdapat bekuan
Bila jenis terbuka, warna darah merah segar.

Syok yang tidak sesuai jumlah


darah yang keluar
Anemia berat
Melemah/hilangnya gerak
fetus
Gawat janin atau hilangnya
DJJ
Uterus tegang dan nyeri

Solusio Plasenta

Syok/takikardia
Hilangnya gerak dan DJJ
Bentuk uterus
abnormal/kontur tidak jelas
Nyeri raba/tekan dinding
perut
Bagian anak mudah dipalpasi

Ruptura Uteri

Hipertensi
Versi luar
Trauma abdomen
Polihidramnion
Gemelli
Defisiensi nutritif

Kelelahan dan dehidrasi


Konstriksi bandl
Nyeri perut bawah hebat
Gejala tidak khas pada bekas seksio sesaria

Pernah SC
Partus lama
CPD
Kelainan
letak/presentasi
Persalinan traumatik

Perdarahan merah segar


Uji pembekuan darah tidak menunjukan adanya
bekuan darah setelah 7 menit
Rendahnya faktor pembekuan darah

Perdarahan saat amniotomi atau saat selaput


ketuban pecah spontan
Pulsasi di sepanjang alur pembuluh yang teraba

Kehamilan multipara
Genetik

Solusio plasenta
Janin mati dalam rahim
Eklampsia
Emboli air ketuban

Perdarahan gusi
Gambaran memar bawah kulit
Perdarahan dari tempat
suntikan/infus

Gangguan
pembekuan darah

Sulit dikenali saat pembukaan


masih kecil

Vasa Previa

Plasenta Previa
Perdarahan awal ringan, perdarahan ulangan lebih berat sampai
syok,umumnya perdarahan awal terjadi pada 33 minggu. Pada
perdarahan <32 minggu waspada infeksi traktus uri &
vaginitis, servisitis
Klasifikasi:
Plasenta letak rendah : plasenta pada segmen bawahuterus
dengan tepi tidak mencapai ostium internum.
Plasenta previa marginalis: tepi plasenta letak rendahmencapai
ostium internum tetapi tidak menutupi ostiuminternum
Plasenta previa partialis: plasenta menutupi sebagianostium
internum
Plasenta previa totalis (komplit): plasenta menutupiseluruh
ostium internum

Posisi Plasenta Pada Kehamilan


A. Placenta Normal
B. Placenta Previa
C. Placenta Akreta
D. Solusio Plasenta
Macam-macam:
- PP totalis
- PP lateralis
- PP marginal
- PP letak rendah

152. Sectio Caesarea


Isthmus:
Bagian uterus antar korpus dan serviks uteri,
yang diliputi oleh peritoneum viserale akan
melebar selama kehamilan dan disebut segmen
bawah rahim.

Sectio Caesarea: Indikasi


Malpresentasi janin:
Letak Lintang
Semua primigravida dengan letak janin lintang harus
ditolong dengan operasi seksio sesaria
Seksio sesaria dilakukan pada ibu dengan janin letak
lintang yang memilki panggul yang sempit
Letak Bokong, dianjurkan seksio sesaria bila:

Panggul sempit
Primigravida
Janin besar dan Berharga
Presentasi dahi dan muka(letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara
lain tidak berhasil
Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
Gemelli

Sectio Caesarea: Kontra Indikasi


Kontra Indikasi Absolut
1. Pasien menolak.
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapati atau mendapat terapi antikagulan
5. Tekanan intrakranial meninggi
6. Fasilitas resusitasi minimal
7. Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anesthesia.
Kontra Indikasi Relatif
1. Infeksi sisitemik (sepsis, bakteremia)
2. Infeksi sekitar suntikan
3. Kelainan neurologist
4. Kelainan psikis.
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan.
8. Nyeri punggung kronis

Insisi Transversal VS Insisi Klasik

153. Kehamilan: Hartmans Sign


Pada saat terjadi implantasi beberapa wanita mengalami
perdarahan ringan /fleks (biasanya pada 7 hari sebelum
mens berikutnya atau hari ke 21 pada siklus 28 hari).

Perdarahan implantasi juga dinamakan tanda Hartman


(Hartman Sign). Perdarahan bisa berlangsung 1-2 hari.
Biasanya lebih sedikit dibanding darah haid.
Perdarahan implantasi terjadi karena bagian dari trofoblas
embrio (sinsitiotrofoblas) mulai menyerang pembuluh
darah di desidua dan mengambil alih fungsi pembuluh
darah yang nantinya akan berguna bagi tumbuh kembang
janin.

154. Kondiloma Akuminatum


PMS akibat HPV, kelainan berupa
fibroepitelioma pada kulit dan mukosa
Gambaran klinis: vegetasi bertangkai dengan
permukaan berjonjot dan bergabung
membentuk seperti kembang kol
Pemeriksaan: bubuhi asam asetat berubah
putih
Terapi: tingtura podofilin 25%,
kauterisasi

155. Persalinan dengan Vakum


INDIKASI

Kelelahan ibu
Partus tak maju
Gawat janin yang ringan
Toksemia gravidarum
Rupture uteri iminens
Ibu: memperpendek persalinan
kala II, penyakit jantung
kompensasi, penyakit fibrotik.
Janin: adanya gawat janin
Waktu: kala persalinan lama

KONTRA INDIKASI
Ibu: dengan resiko tinggi rupture
uteri
Kondisi ibu tidak boleh mengejan
Panggul sempit (disproporsi
kepala panggul)
Janin: letak lintang, presentasi
muka, presentasi bokong,
preterm, kepala janin menyusul

Syarat Persalinan Dengan Vakum

Pembukaan lengkap atau hampir lengkap


Presentasi kepala
Cukup bulan (tidak premature)
Tidak ada kesempitan panggul
Anak hidup dan tidak gawat janin
Penurunan hodge II/III
Kontraksi baik
Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan

Komplikasi: perdarahan intrakranial, edema skalp, sefalhematoma,


aberasi, dan laserasi kulit kepala pada janin, laserasi perineum,
laserasi anal, maupun laserasi jalan lahir pada ibu

156. Kehamilan Gemelli


Kehamilan dengan dua janin atau lebih.
Faktor yang mempengaruhi adalah faktor
obat-obat
konduksi
ovulasi,
faktor
keturunan, faktor yang lain belum diketahui.

Diagnosis Kehamilan Kembar.


Pada anamnesa
Ibu mengatakan perut tampak lebih buncit
dari seharusnya umur kehamilan
Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu
hamil
Uterus terasa lebih cepat membesar
Pernah hamil kembar atau terdapat riwayat
keturunan.

Pemeriksaan Inspeksi dan Palpasi


Kesan uterus lebih besar dan cepat
tumbuhnya dari biasa
Teraba gerakan-gerakan janin lebih banyak
Banyak bagian-bagian kecil teraba
Teraba 3 bagian besar janin
Teraba 2 balotemen

Pada pemeriksaan Auskultasi


Terdengar dua denyut jantung janin pada 2
tempat yang agak berjauhan dengan
perbedaan kecepatan sedikitnya 10 denyut
per menit.
Ultrasonografi : kelihatan 2 janin pada triwulan
II, 2 jantung yang berdenyut telah dapat
ditentukan pada triwulan I.

Komplikasi Kehamilan Kembar


Maternal

Anemia
Hydramnion
Preeklampsia
Kelahiran prematur
Perdarahan postpartum
SC

Fetal

Malpresensi
Plasenta previa
Solusio Plasenta
KPD
Prematuritas
Prolaps plasenta
IUGR
Malformasi kongenital

157. Dysmenorrhea
Dysmenorrhea severe, painful cramping sensation
in the lower abdomen often accompanied by other
symptoms sweating, tachycardia, headaches,
nausea/vomitting, diarrhea, tremulousness, all
occurring just before or during menses
- Primary: no obvious pathologic condition, onset <
20 years old
- Secondary: associated with pelvic conditions or
pathology

Endometriosis
Pengertian : adanya jaringan endometrium (kelenjar
atau stroma) di luar uterus.:

Etiologi: Penyakit estrogen dependen


1. Teori transplantasi ektopik jaringan endometrium
2. Teori meteplasia jaringan selomik
3. Teori induksi
676

Faktor Risiko
Faktor genetik:
Risiko 7x lbh besar pada riwayat ibu penderita
endometriosis

Faktor imunologi
Tidak semua wanita dengan mesntruasi retrograd
akan menderita endometriosis, mungkin ada
kekurangan imun yang mempengaruhi
677

Gejala Klinik
Dismenore
Timbul beberapa saat sebelum keluarnya darah haid,
berlangsung selama menstruasi dan progresif

Subfertilitas/infertilitas
Abortus spontan
Meningkat 40% dibanding wanita normal 15-25%

Keluhan lain
Di kolon & rektum : distensi abdomen, kostipasi
Di ureter : obstruksi, disuri, hematuri dll
678

Pemeriksaan Klinis
Umumnya tidak menunjukan kelainan
Nodul pada daerah ligamentum sakrouterina
dan kavum douglas
Nyeri pada septum rektovagina dan
pembesaran ovarium unilateral (kistik)
Kasus berat : uterus retroversi fiksata,
pergerakan ovarium dan tuba terbatas

Pemeriksaan Penunjang
Laparoskopi : untuk biopsi lesi
USG, CT scan, MRI

158. Asma pada Kehamilan


Diagnosis: sama seperti pasien tidak hamil (Sesak/ sulit bernapas, wheezing,
batuk berdahak, ronkhi)
Tatalaksana pada kehamilan

O2 dan pasang kanul IV.


Hindari penggunaan obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin.
Berikan cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9%.
Terbutalin subkutan dengan dosis 0,25 mg per 15 menit dalam 3 dosis atau oral 2,5
mg tiap 4-6 jam.
Metilprednisolon IV 40-60 mg/ 6 jam, ATAU hidrokortison IV 2 mg/kgBB/ 4 jam atau
setelah loading dose 2 mg/kgBB dilanjutkan infus 0,5 mg/kgBB/jam.
Jika ada tanda infeksi, beri ampisilin 2 g IV tiap 6 jam.
Rujuk ke fasilitas yang memadai. Di rumah sakit rujukan, pertimbangkan foto
thoraks, laboratorium, alat monitor fungsi vital, dan rawat intensif bilamana perlu.
Konsultasi dengan dokter spesialis paru atau penyakit dalam dan dokter spesialis
obstetri dan ginekologi.

Bila harus dilakukan persalinan: Jangan beri prostaglandin. Untuk mencegah


perdarahan pascasalin, beri oksitosin 10 unitIM atau ergometrin 0,2 mg IM.

159. Meigs Syndrome


Trias dari tumor jinak ovarium, efusi pleura, dan asites
yang akan mereda setelah tumor diangkat.
Penyebab paling sering adalah fibroma ovarium, tumor
Brenner (neoplasma epitelial dan stroma jinak), dan
tumor sel granulosa
Gejala klinis yang sering didapatkan adalah kelelahan,
sesak napas, adanya massa abdomen-pelvis,
perubahan berat badan, batuk tidak produktif,
kembung, amenore pada usia premenopause, dan
menstruasi tidak teratur.
Pemeriksaan fisis didapatkan adanya massa pelvis
disertai tanda efusi pleura dan asites

Pemeriksaan Penunjang Meigs


Syndrome
Laboratorium: darah lengkap, serum
elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati, fungsi
koagulasi, Ca125.
Imejing: CT-scan abdomen dan thorax, foto
rontgen thorax, parasentensis cairan asites
Terapi: Bedah, suportif

Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/255450

160. Hiperplasia Endometrium


Klasifikasi
Menurut WHO dibagi menjadi dua grup:
Pola glandular/stromal architectural, dibagi lagi menjadi tipe
sederhana atau kompleks
Berdasarkan ada/tidaknya inti atipik Risiko Ca
endometrium >>
Etiologi
Paparan estrogen endogen atau eksogen terus-menerus
Endo estrogen: pada penderita PCOS
Ekso estrogen: pada sulih hormon (terapi hormone)

Hiperplasia Endometrium
Patogenesis
Paparan Estrogen terus menerus memiliki efek Menstimulasi
the transcription of genes for cyclin D, protooncogenes,
growth factors, dan growth factor receptors.
Klinis
Diagnosis hiperplasia endometrium dapat dicurigai pada:
1. Wanita pasca menoupose (50-60 thn) dengan perdarahan
uterus yang banyak, lama, dan sering (< 21 hari) atau
2. Perdarahan uterus yang tidak teratur pada wanita
menopouse, atau menjelang menepouse.
* Setelah disingkirkan adanya keganasan

Perdarahan Uterus Disfungsional


Dysfunctional uterine bleeding (DUB) atau
perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan
uterus yang abnormal tanpa adanya kelainan
organik, genital, atau ekstragenital.

Penegakan Diagnosis
Pasien datang dengan perdarahan uterus yang
abnormal
Timbul paling sering sesaat setelah menarche dan
pada akhir masa reproduktif
20% of cases are adolescents
50% of cases in 40-50 year olds

Menstrual Cycle

Source Undetermined

Definitions
Menorrhagia (hypermenorrhea): prolonged (>7 days)
and/or excessive (>80cc) uterine bleeding occurring at
REGULAR intervals.
Metorrhagia: uterine bleeding occurring at completely
irregular but frequent intervals, the amount being
variable.
Menometorrhagia: uterine bleeding that is prolonged
AND occurs at completely irregular intervals.
Polymenorrhea: uterine bleeding at regular intervals of
less than 21 days.
Intermenstrual bleeding: bleeding of variable amounts
occurring between regular menstrual periods.

Definitions
Oligomenorrhea: uterine bleeding at regular intervals from
35 days to 6 months.
Amenorrhea: absence of uterine bleeding for > 6 months.
Postmenopausal bleeding: uterine bleeding that occurs more
than 1 year after the last menses in a woman with ovarian
failure.

Pathophysiology
Two types: anovulatory and ovulatory
Most women with DUB do not ovulate.
In theses women, there is continuous E2 production
without corpus luteum formation and progesterone
production.

Ovulatory DUB occurs most commonly after the


adolescent years and before the perimenopausal years.
Incidence in these patients may be as high as 10%

Causes of DUB
The main cause of DUB is anovulation resulting from
altered neuroendocrine and/or ovarian hormonal events.
In premenarchal girls, FSH > LH and hormonal patterns are
anovulatory.

Causes of DUB
The pathophysiology of DUB may also represent
exaggerated FSH release in response to normal levels
of GnRH.

Causes of DUB
After menarche,
normal adult FSH
and LH patterns
eventually develop
with mid-cycle
surges and E2
peaks.

Causes of DUB
In perimenopausal women, the mean length of the
cycle is shorter compared to younger women.
Shortened follicular phase
Diminished capacity of follicles to secrete Estradiol

Other disorders commonly causing DUB


Alterations in the life span of the corpus luteum.
Prolonged (Halbans syndrome)
Variable function or premature senescence in patients
WITH ovulatory cycles
Luteal phase insufficiency

Differential Diagnosis of
Abnormal Uterine Bleeding
Organic
Reproductive tract disease
Systemic Disease
Iatrogenic causes

Non-organic
DUB

You must exclude all organic causes first!

Reproductive Tract Disease


Complications of pregnancy

Abortion
Ectopic gestation
Retained products
Placental polyp
Trophoblastic disease

Reproductive Tract Disease


Benign pelvic lesions

Leiomyomata
Endometrial or endocervical polyps
Adenomyosis and endometriosis
Pelvic infections
Trauma
Foreign bodies (IUD, sanitary products)

Reproductive Tract Disease


Malignant pelvic lesions

Endometrial hyperplasia
Endometrial cancer
Cervical cancer
Less frequently:
vaginal,vulvar, fallopian tube cancers
estrogen secreting ovarian tumors
granulosa-theca cell tumors

Systemic Disease
Coagulation disorders
platelet deficiency
platelet function defect
prothrombin deficiency

Hypothyroidism

Liver disease
Cirrhosis

Iatrogenic Causes
Medications

Steroids
Anticoagulants
Tranquilizers
Antidepressants
Digitalis
Dilantin

Intrauterine Devices

161. IUD PADA KEHAMILAN

Intrauterine Pregnancy

If pregnancy does occur, potentially severe


complications can result. Medical attention is
always needed
Spontaneous abortion is the most frequent
complication of pregnancy with an IUD in
place

Visible string IUD : the IUD should be

removed as soon as pregnancy is confirmed


Without visible stings : Some practitiones
use USG to assist IUD removal
707

An IUD left in place during pregnancy


also increases the risk of premature
delivery. It does not increase the risk
of other complications-birth defects,
genetic abnormalities, or molar
pregnancy

prgilbert/vw-99

708

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


DAN FORENSIK

162. SKDN
SKDN adalah data untuk memantau pertumbuhan balita
SKDN sendiri mempunyai singkatan yaitu sebagai berikut:
S= adalah jumlah balita yang ada diwilayah posyandu,
K =jumlah balita yang terdaftar dan yang memiliki KMS,
D= jumlah balita yang datang ditimbang bulan ini,
N= jumlah balita yang naik berat badanya.

Pencatatan dan pelaporan data SKDN untuk melihat:


1.
2.
3.
4.
5.

Cakupan kegiatan penimbangan (K/S),


Kesinambungan kegiatan penimbangan posyandu (D/K),
Tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan (D/S),
Kecenderungan status gizi (N/D),
Efektifitas kegiatan (N/S).

Suhardjo.1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.

163. ANOVA
Adakah perbedaan bermakna antara keempat metode diet dengan
penurunan berat badan (kg)?
Pemilihan uji hipotesis yang tepat dilakukan dalam 7 langkah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Variabel yang dihubungkan: metode diet (kategorik) dan penurunan


BB (numerik)
Jenis hipotesis: komparatif (kata membandingkan mengacu pada
hipotesis komparatif
Skala variabel: numeric
Berpasangan/tidak berpasangan: tidak berpasangan
Jumlah kelompok: 4 kelompok
Parametrik test: tidak ada keterangan anggap distribusi normal
Tabel BxK: 3 x 4

Maka uji hipotesis yang tepat adalah ANOVA

164. Konseling Medik


Model yang dibuat oleh Egan tersebut
menunjukkan konseling sebagai satu proses
yang terdiri atas 4 tahap yakni: attending,
exploring, understanding dan action.

Basuki E. Konseling Medik: Kunci Menuju Kepatuhan Pasien. 2009. MJI: 59; 2.

Attending: konselor harus menunjukkan keterlibatan


mereka kepada pasien dan siap untuk menyediakan waktu
untuk konsultasi, diantaranya attentive listening
(mendengar aktif).
Exploring (menggali informasi), konselor harus berusaha
untuk mendapatkan pengertian dan pemahaman yang
lengkap mengenai keadaan pasien. Konselor perlu memiliki
keterampilan: questioning, reflecting dan summarizing.
Understanding konselor harus memahami semua perasaan,
masalah, dan pendapat pasien yang dikemukakan pada
tahap sebelumnya. Keterampilan yang penting di sini
adalah empati.
Action. Pada tahap ini pasien diberi kesempatan untuk
memahami masalahnya untuk selanjutnya dapat membuat
keputusan dibantu oleh konselor sebagai fasilitator.
Peranan konselor adalah menyediakan dukungan dan
dorongan. Di akhir tahap ini terjadi pengakhiran proses
konseling.
Basuki E. Konseling Medik: Kunci Menuju Kepatuhan Pasien. 2009. MJI: 59; 2.

165. Tujuan Konseling


Menurut Hopson, tujuan utama konseling adalah menolong
pasien agar mereka dapat:
1. Mengembangkan hubungan sedemikian rupa sehingga
mereka merasa dimengerti untuk selanjutnya dapat
secara jujur dan terbuka mendiskusikan persoalannya,
2. Mendapatkan pengertian yang mendalam akan masalah
yang mereka hadapi,
3. Mendikusikan alternatif pemecahan masalah dan
menentukan keputusan,
4. Merencanakan dan melaksanakan tindakan yang spesifik
5. Merasakan perasaan yang berbeda yang membuatmereka
lebih tenang dan bahagia
Basuki E. Konseling Medik: Kunci Menuju Kepatuhan Pasien. 2009. MJI: 59; 2.

166. p-value
Nilai p (p value) adalah probabilitas untuk menarik
kesimpulan SALAH bahwa terdapat beda/ hubungan/
pengaruh sebesar atau lebih besar daripada yang teramati,
ketika Ho benar (tidak ada beda/ hubungan/ pengaruh)
Nilai p menunjukkan besarnya peran peluang (kebetulan.
Makin kecil nilai p, makin kecil beda/ hubungan/ pengaruh
yang teramati terjadi karena kebetulan
Jika nilai p, maka beda itu secara statistik tidak signfikan,
peran peluang besar
Jika nilai p<, maka beda itu secara statistik signfikan,
peran peluang kecil

Tjokronegoro, 2004, Metologi Penelitian Bidang kedokteran, Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Nilai p menunjukkan signifikansi statistik.


Signifikansi statistik mengandung makna konsistensi
temuan ketika temuan itu diulangi berkali-kali.
Contoh: Probiotik bisa memperpendek lama diare sebesar
3 hari dengan p=0.002. Artinya, jika penelitian ini diulangi
1000 kali, maka anda akan menemukan 998 kali di
antaranya memberikan kesimpulan yang sama dengan
kesimpulan anda. Temuan itu baik karena menunjukkan
konsistensi.
Penting
Jangan sekali kali mengebiri p=0.002 menjadi p<0.05 yang
artinya secara statistik signifikan pada =0.05. Laporkan p apa
adanya, 3 angka di belakang koma, misalnya p=0.002. Ingat
p=0.02 dan p=0.002 sama-sama p<0.05, tetapi, p=0.002 lebih
konsisten daripada p=0.02, informasi itu hilang jika anda tuliskan
p<0.05
Nilai p tidak menunjukkan validitas (kebenaran) hasil
penelitian!
Tjokronegoro, 2004, Metologi Penelitian Bidang kedokteran, Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

167. Relative Risk


Resiko Relatif dipergunakan untuk mengetahui besarnya
pengaruh faktor resiko terhadap kejadian suatu penyakit.
Relative Risk = IR terpapar / IR tidak terpapar.
Interpretasi
RR = 1 , faktor risiko bersifat netral; risiko kelompok
terpajan sama dengan kelompok tidak terpajan.
RR > 1 ; Confident Interval (CI) > 1 , faktor risiko
menyebabkan sakit
RR < 1 ; Confdient Interval (CI) < 1 , faktor risiko mencegah
sakit

Budiarto, 2004, Metodologi Penelitian Kedokteran, Sebuah Pengantar, Jakarta, EGC

Odds Ratio

Interpretasi
OR = 1 , faktor risiko bersifat netral
OR > 1 ; Confident Interval (CI) > 1 , faktor risiko menyebabkan sakit
OR < 1 ; Confdient Interval (CI) < 1 , faktor risiko mencegah sakit

168-169.LEVEL OF PREVENTION
Pencegahan Primer :
promosi kesehatan (health promotion)
proteksi spesifik (spesific protection)
Pencegahan Sekunder
deteksi dini dan penatalaksanaan segera (early

diagnosis and prompt treatment)


Pembatasan disabilitas (disability limitation)

Pencegahan Tersier
Pembatasan disabilitas (disability limitation)
Rehabilitasi (Rehabilitation)

PELAYANAN KEDOKTERAN STRATA PERTAMA/PELAYANAN DOKTER KELUARGA


MODEL KOMPREHENSIF PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT
MASYARAKAT
Stage of
Disease
continum

Tahap
Pencegahan

Bentuk
Intervensi

Sektor2 yang
Bertanggung
Jawab

TUJUAN

SEHAT

BERESIKO

PENYAKIT
AKUT

PENYAKIT
KRONIS

PENCEGAHAN
PRIMER

PENCEGAHAN & MANAJEMEN


PENCEGAHAN
SEKUNDER
PENYAKIT
TERSIER
Pelayanan dan
Skrining
Continuity care
Pengobatan
Penemuan
kasus
Promosi perilaku
Pemeliharaan
Penanganan
Pemeriksaan
kesehatan
dan lingkungan
Kesehatan
Komplikasi
berkala
sehat
Penanggulangan Rehabilitasi
Intervensi
Dini
Proteksi khusus
Gawat darurat Self
Kontrol
faktor
risiko,
(imunisasi, APD)
Management
-BLS
gaya
hidup
dan
Self Improvement
Paliatif Care
-ALS
pengobatan
Home Care
Rujukan
Perubahan Perilaku
UKM
UKP Strata I
UKP Strata II/III UKP Strata I
UKP Strata I UKM
UKBM/UKM
UKP Str. I
Sektor2 terkait
Cegah Komplikasi, gangguan
Cegah Pergeseran ke Cegah Berkembangnya
RS
kelompok beresiko
722
Penyakit dan hospitalisasi fungsi, dan cegah readmisi

170. Efficacy
Efficacy: adalah respon maksimal yang dihasilkan suatu obat. Efikasi
tergantung pada jumlah kompleks obat-reseptor yang terbentuk
dan efisiensi reseptor yang diaktifkan dalam menghasilkan suatu
kerja seluler
Efektivitas: untuk menilai efektivitas perlu diperhatikan seberapa
baik intervensi tersebut, kemampuannya untuk menyaring dan
mendiagnosis penyakit secara akurat, intervensi tersebut memberi
keuntungan bagi masyarakat
Efisiensi: suatu ukuran yang menunjukkan hubungan antara hasilhasil yang dicapai oleh suatu intervensi atau program terhadap
sumber-sumber yang dikeluarkan
Reliabilitas: dapat diandalkan, dalam proses pengukuran berarti
hasil pengukuran akan sama atau hampir sama apabila dilakukan
berulang kali.
Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor).1995. Farmakologi dan
Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta

171. KLB
Tergolong Kejadian luar biasa, jika ada unsur :
Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak
ada atau tidak dikenal.
Peningkatan kejadian penyakit terus-menerus selama 3
kurun waktu berturut-turut menurut penyakitnya (jam,
hari, minggu).
Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau
lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya
(jam,hari,minggu,bulan, tahun).
Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan
kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan
angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.

172. Case Fatality Rate


Case fatality rate (CFR) adalah persentase angka
kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk
menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut
CFR:
Jumlah kematian penyakit x
------------------------------------ x 100%
Jumlah kasus penyakit x
CFR desa 4= 2/10 x 100% = 20%

173. Relative Risk

RR kasus= (20/50) : (5/50) = 4

174. Chi Square


Adakah hubungan antara pemakaian zat kimia dengan kejadian PPOK?
Pemilihan uji hipotesis yang tepat dilakukan dalam 7 langkah:
1.
2.

3.
4.
5.
6.
7.

Variabel yang dihubungkan: Pemakaian zat (kategorik) dan Kejadian


PPOK (kategorik)
Jenis hipotesis: komparatif (kata membandingkan mengacu pada
hipotesis komparatif
Skala variabel: kategorik
Berpasangan/tidak berpasangan: tidak berpasangan
Jumlah kelompok: 2 kelompok
non parametrik test
Tabel BxK: 2 x 2

Maka uji hipotesis yang tepat adalah chi square

175. PENDEKATAN PELAYANAN KEDOKTERAN


KELUARGA

Holistik
Komprehensif
Terpadu
Berkesinambungan

PELAYANAN KEDOKTERAN
KELUARGA
HOLISTIK

Mencakup seluruh tubuh jasmani dan


rohani pasien (whole body system),
nutrisi
Tidak hanya organ oriented
Patient and Family oriented
Memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososial pada ekosistemnya.

PELAYANAN KEDOKTERAN
KELUARGA
KOMPREHENSIF
Tidak hanya kuratif saja, tapi pencegahan
dan pemulihan
Health promotion
Spesific protection
Early diagnosis and Prompt treatment
Disability limitation
Rehabilitation

PELAYANAN KEDOKTERAN
KELUARGA
BERKESINAMBUNGAN
Tidak sesaat, ada follow upnya dan perencanaan
manajemen pasien
TERPADU / TERINTEGRASI
Memakai seluruh ilmu kedokteran yang telah di
dapat
Bekerja sama dengan pasien, keluarga, dokter
spesialis atau tenaga kesehatan lain

176. Teknik pengumpulan data


Teknik

Keterangan

Wawancara

proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara


tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian

Teknik

Keterangan

Observasi
partisipasi

adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data


penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat
dalam keseharian informan

observasi
nonpartisipan

yaitu peneliti melakukan penelitian dengan cara tidak melibatkan dirinya dalam
interaksi dengan objek penelitian. Sehingga, peneliti tidak memposisikan
dirinya sebagai anggota kelompok yang diteliti

Observasi tidak
terstruktur

ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi,


sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan
perkembangan yang terjadi di lapangan

Observasi
kelompok

ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap


sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian

Teknik

Keterangan

Focus Group
Discussion

yaitu upaya menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok orang yang
dianggap mewakili sejumlah publik yang berbeda lewat diskusi untuk
menghindari diri pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti

Hariwijaya, M, Metodologi dan teknik penulisan skripsi, tesis, dan disertasi, elMatera Publishing, Yogyakarta, 2007

177. Hukum dalam Gawat Darurat


Di Amerika dikenal penerapan Good Samaritan
Terutama diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi
pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam
keadaan gawat darurat.
Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat dokter atau tenaga
kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya.
Dua syarat utama Good Samaritan yang harus dipenuhi:
1. Kesukarelaan pihak penolong.

2.

Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan atau keinginan pihak


penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun. Bila pihak
penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka doktrin tersebut
tidak berlaku

tikad baik pihak penolong.

Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan yang dilakukan penolong. Hal
yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan trakeostomi yang
tidak perlu untuk menambah keterampilan penolong. Dalam hal
pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan
karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau
pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya
kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate
cause).

Mancini MR, Gale AT. Emergency care and the law. Maryland: Aspen Publication; 1981.

Informed Consent
Setiap tindakan medis harus mendapatkan
persetujuan dari pasien (informed consent).
Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU
No.23/1992 tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2
dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medis.
Dalam keadaan gawat darurat di mana harus
segera dilakukan tindakan medis pada pasien
yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien,
tidak perlu persetujuan dari siapapun (pasal 11
Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989).
Guwandi, J. 2008. Informed consent. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008


pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa Dalam
keadaan darurat, untuk menyelamatkan jiwa
pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak
diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
Pasal 4 ayat (3) Dalam hal dilakukannya
tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dokter atau dokter gigi wajib
memberikan penjelasan sesegera mungkin
kepada pasien setelah pasien sadar atau
kepada keluarga terdekat.
Guwandi, J. 2008. Informed consent. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

178. Surat Keterangan Kematian


Definisi: surat yang menerangkan bahwa
seseorang telah meninggal dunia.
Berisi identitas, saat kematian, dan sebab
kematian.
Kewenangan penerbitan surat keterangan
kematian ini adalah dokter yang telah diambil
sumpahnya dan memenuhi syarat
administratif untuk menjalankan praktik
kedokteran.
Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997

Dasar hukum surat keterangan kematian


Bab I pasal 7 KODEKI Setiap dokter hanya
memberikan keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya
Bab II pasal 12 KODEKI, Setiap dokter wajib
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien
meninggal dunia
Pasal 267 KUHP: ancaman pidana untuk surat
keterangan palsu
Pasal 179 KUHAP: wajib memberikan keterangan ahli
demi pengadilan, keterangan yang akan diberikan
didahului dengan sumpah jabatan atau janji
KODEKI & KUHP

Peran dokter
Menentukan seseorang telah meninggal dunia
(berhenti secara permanen: sirkulasi, respirasi
dan neurologi)
Melengkapi surat keterangan kematian bagian
medis (menuliskan sebab kematian, jika
diperlukanotopsi
Identifikasi jenazah tidak dikenal

179. Visum et Repertum


Berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang
belum dilihat) dan repertum (melaporkan).
Menurut istilah: adalah pelaporan tertulis yang
dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah
jabatannya terhadap apa yang dilihat dan
diperiksa berdasarkan keilmuannya.
Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:
Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli laiinya
untuk membuat kesimpulan VeR yang lebih baru.
Idries AM.1997 Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa. Aksara

KUHAP Pasal 133 ayat 1 yang berhak membuat


visum yaitu:
Ahli kedokteran kehakiman
Dokter atau ahli lainnya
Pasal 133 KUHAP: Dalam hal penyidik untuk
kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka,keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana,
ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
dan atau ahli lainnya.
Idries AM.1997 Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa. Aksara

Adapun Pejabat yang Berhak mengajukan Permintaan Visum Et


Repertum:
1. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu
yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi
(P.P.R.I. No.27 Th 1983)
2. Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan
Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara di bawah Pembantu
Letnan Dua Polisi, karena jabatannya adalah penyidik pembantu
Penyidik Pembantu adalah:
3. Pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia tertentu sekurangkurangnya berpangkatSersan Dua Polisi5.
4. Dalam perkara perdata, hakim perdata dapat minta sediri6.
5. Dalam perkara agama, hakim agama dapat minta sendiri (undangundang No.1 Th 1970 pasal 10)
6. Dalam hal orang yang luka atau mayat itu seorang anggota ABRI
maka untuk memintaVisum Et Repertum hendaknya
menghubungi polisi militer setempat dari kesatuan si korban
(instruksi Kapolri No.Pol:Ins/P/20/IX/74)
Idries AM.1997 Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa. Aksara

Tata cara permintaan visum et repertum:


diminta oleh penyidik,
permintaan tertulis,
dijelaskan pemeriksaan untuk apa,
diantar langsung oleh penyidik,
mayat dibuat label,
tidak dibenarkan visum et repertum diminta
tanggal yang lalu.

Idries AM.1997 Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa. Aksara

180. Odontologi
Penggunaan gigi sebagai identifikasi memberikan
keuntungan dikarenakan sifat gigi yang keras dan
tahan terhadap cuaca, kimia, maupun trauma.
Selain itu gigi manusia mempunyai sifat
diphypodensi dimana setiap gigi mempunyai
konfigurasi dan relief yang berbeda dan
perubahan yang terjadi karena umur atau proses
patologis/intervensi pada gigi dapat menjadi
informasi lain.
Stimson, P. G, Mertz, C. A, 1997. Forensic Dentistry, CNC Press Boca Raton, New York.

Menurut masa pertumbuhan gigi manusia terbagi


menjadi dua, yaitu :
Gigi susu
Gigi susu berjumlah 20 buah dan mulai tumbuh pada
umur 6 -9 bulan dan lengkap pada umur 2 2,5 tahun. Gigi
susu terdiri dari 5 gigi pada setiap daerah rahang masing
masing adalah : 2 gigi seri (incicivus),1 gigi taring

Gigi permanen
Gigi permanen berjumlah 28 32 terdiri dari 2 gigi seri, 1
gigi taring, 2 gigi premolar, dan 3 gigi molar pada setiap
daerah rahang. Gigi permanen menggantikan gigi susu.
Antara umur 6 14 tahun 20 gigi susu diganti gigi
permanen. Gigi molar 1 dan 2 mulai erupsi pada umur 6
12 tahun sedangkan gigi molar 3 mulai erupsi pada umur
17 21 tahun.
Stimson, P. G, Mertz, C. A, 1997. Forensic Dentistry, CNC Press Boca Raton, New York.

Metode yang digunakan dalam penentuan


usia berdasarkan identifikasi gigi antara lain :
Tabel Schour dan Massler (dapat digunakan dari
lahir-usia 21 tahun)
Tabel Gustaffson dan Koch (sejak dalam
kandungan-16tahun)
Metode Gustaffson
Neonatal dan Von Ebner Lines
Metode Asam Aspartat
Stimson, P. G, Mertz, C. A, 1997. Forensic Dentistry, CNC Press Boca Raton, New York.

181. Sebab, Mekanisme, dan Cara dari Kematian

Penyebab kematian adalah adanya perlukaan


atau penyakit yang menimbulkan kekacauan
fisik pada tubuh yang menghasilkan kematian
pada seseorang.
Berikut ini adalah penyebab kematian: luka
tembak pada kepala, luka tusuk pada dada,
adenokarsinoma pada paru-paru, dan
aterosklerosis koronaria.

Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997

Mekanisme kematian adalah kekacauan fisik yang


dihasilkan oleh penyebab kematian yang menghasilkan
kematian.
Contoh dari mekanisme kematian dapat berupa
perdarahan, septikemia, dan aritmia jantung, asifiksia
Ada yang dipikirkan adalah bahwa suatu keterangan
tentang mekanime kematian dapat diperoleh dari beberapa
penyebab kematian dan sebaliknya.
Jadi, jika seseorang meninggal karena perdarahan masif, itu
dapat dihasilkan dari luka tembak, luka tusuk, tumor ganas
dari paru yang masuk ke pembuluh darah dan seterusnya.
Kebalikannya adalah bahwa penyebab kematian, sebagai
contoh, luka tembak pada abdomen, dapat menghasilkan
banyak kemungkinan mekanisme kematian yang terjadi,
contohnya perdarahan atau peritonitis.
Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997

Cara kematian menjelaskan bagaimana penyebab


kematian itu datang.
Cara kematian secara umum dapat dikategorikan
sebagai wajar, pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan,
dan yang tidak dapat dijelaskan (pada mekanisme
kematian yang dapat memiliki banyak penyebab dan
penyebab yang memiliki banyak mekanisme, penyebab
kematian dapat memiliki banyak cara). S
eseorang dapat meninggal karena perdarahan masif
(mekanisme kematian) dikarenakan luka tembak pada
jantung (penyebab kematian), dengan cara kematian
secara pembunuhan (seseorang menembaknya),
bunuh diri (menembak dirinya sendiri), kecelakaan
(senjata jatuh), atau tidak dapat dijelaskan (tidak dapat
diketahui apa yang terjadi).
Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997

182. Hanging
Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan
dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat
penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan
seluruh atau sebagian.
Alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat
badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi
pada leher.
Penggantungan adalah penyebab kematian akibat
asfiksia yang paling sering ditemukan.
Idries AM. Penggantungan. In: Idries AM, editor. Pedoman ilmu kedokteran
forensik. Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. p202-207.

TIPE-TIPE PENGGANTUNGAN
Berdasarkan cara kematian:
a. Suicidal Hanging (Gantung Diri)

b.

Accidental Hanging

c.

Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada
penggantungan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus.
Kejadian penggantungan akibat kecelakaan lebih banyak ditemukan pada
anak-anak utamanya pada umur antara 6-12 tahun. Meskipun tidak
menutup kemungkinan terjadi pada orang dewasa yaitu ketika
melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang (Autoerotic Hanging).

Homicidal Hanging (Pembunuhan)

Pembunuhan yang dilakukan dengan metode menggantung korban.


Biasanya dilakukan bila korbannya anak-anak atau orang dewasa yang
kondisinya lemah baik oleh karena penyakit atau dibawah pengaruh obat,
alcohol, atau korban sedang tidur. Kejadian diatur sedemikian rupa hingga
menyerupai kasus penggantungan bunuh diri. Banyak alasan yang
menyebabkan pembunuhan terjadi mulai dari masalah sosial, masalah
ekonomi, hingga masalah hubungan sosial.

Berdasarkan posisi korban:


a. Penggantungan lengkap (complete hanging)

b.

Dikatakan penggantungan lengkap apabila tubuh korban tergantung


di atas lantai, kedua kaki tidak menyentuh lantai.

Penggantungan parsial (Partial Hanging)

Yaitu apabila sebagian dari tubuh masih menyentuh lantai. Sisa berat
badan 10 - 15 kg pada orang dewasa sudah dapat menyebabkan
tersumbat saluran nafas dan hanya diperlukan sisa berat badan 5 kg
untuk menyumbat arteri karotis. Partial hanging ini hampir
selamanya karena bunuh diri.

Berdasarkan letak jeratan, dikelompokkan atas :


a. Typical hanging

b.

Yaitu bila titik penggantungan ditemukan di daerah oksipital dan


tekanan pada arteri karotis paling besar.

Atypical hanging

Jika titik penggantungan terletak di samping, sehingga leher sangat


miring (fleksi lateral), yang mengakibatkan hambatan pada arteri
karotis dan arteri vertebralis. Saat arteri terhambat, korban segera
tidak sadar.

Patomekanisme
Asfiksiaobstruksi jalan napas, fraktur v.
cervicalis.
Iskemi otak obstruksi a. karotis, vena
jugularis
Refleks vagus penekanan carotid body,
menyebabkan bradikardia, aritmia hingga
pada akhirnya cardiac arrest.
Kerusakan medulla oblongata fraktur v.
cervicalis I-II (Hangman- fracture)

Pemeriksaan luar
Kepala:
Muka sianotik (vena terjepit) atau muka pucat (vena dan arteri terjepit)
Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan
keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi :
Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil dibandingkan jika
menggunakan tali yang besar. Bila alat penjerat mempunyai permukaan yang luas, yang berarti
tekanan yang ditimbulkan tidak terlalu besar tetapi cukup menekan pembuluh balik, maka
muka korban tampak sembab, mata menonjol, wajah berwarna merah kebiruan dan lidah atau
air liur dapat keluar tergantung dari letak alat penjerat. Jika permukaan alat penjerat kecil,
yang berarti tekanan yang ditimbulkan besar dan dapat menekan baik pembuluh balik
maupun pembuluh nadi; maka korban tampak pucat dan tidak ada penonjolan dari mata.
Alur jerat : bentuk penjeratannya berjalan miring (oblik atau berbentuk V) pada bagian depan
leher, dimulai pada leher bagian atas di antara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan
miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga. Tanda ini semakin tidak
jelas pada bagian belakang.
Tanda penjeratan atau jejas jerat yang sebenarnya luka lecet akibat tekanan alat jerat yang
berwarna merah kecoklatan atau coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan berkilat. Pada
perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen, disebut tanda parchmentisasi, dan
sering ditemukan adanya vesikel pada tepi jejas jerat tersebut dan tidak jarang jejas jerat
membentuk cetakan sesuai bentuk permukaan dari alat jerat.
Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit dibagian bawah telinga, tampak
daerah segitiga pada kulit dibawah telinga.
Pinggiran berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi disekitarnya.
Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau lebih bekas
penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak 2 kali.

Tanda-tanda asfiksia.
Mata menonjol keluar; oleh karena pecahnya oleh bendungan
kepala, dimana vena-vena terhambat sedang arteri tidak.
Perdarahan berupa peteki tampak pada wajah dan
subkonjungtiva; pecahnya vena oleh bendungan dan
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah akibat asfiksia.
Lidah menjulur; tergantung dari letak jerat. Bila tepat di
kartilago tiroid lidah akan terjulur sedang jika di atasnya lidah
tidak akan terjulur.

Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan


dengan simpul tali. Keadaan ini menunjukkan tanda pasti
penggantungan ante-mortem.
Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya
tubuh tergantung.
Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin
panjang.

Anggota gerak
Lebam mayat dan bintik-bintik perdarahan terutama
pada bagian akral dari ekstremitas, sangat tergantung
dari lamanya korban dalam posisi tergantung.
Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam.

Dubur dan kelamin


Keluarnya mani, darah (sisa haid), urin dan feses
akibat kontraksi otot polos pada saat stadium konvulsi
pada puncak asfiksia.

Pemeriksaan Dalam

Kepala
Tanda bendungan pembuluh darah otak

Leher
Jaringan yang berada dibawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti
perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama. Pada
jaringan dibawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya.
Platisma atau otot lain disekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa keadaan.
Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang disertai dengan tindak
kekerasan.
Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun
ruptur. Resapan darah hanya terjadi didalam dinding pembuluh darah.
Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada penggantungan yang
korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang dimana tulang hyoid mengalami
benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah disekitar fraktur menunjukkan bahwa
penggantungannya ante-mortem.
Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi. Pada korban diatas 40 tahun, patah tulang ini darap
terjadi bukan karena tekanan alat penjerat tetapi karena terjadinya traksi pada
penggantungan.
Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada korban
hukuman gantung

Dada dan perut


Perdarahan pada pleura, pericard atau peritoneum
Organ-organ dapat mengalami kongesti atau bendungan

Darah
Darah dalam jantung gelap dan lebih cair.

No

Penggantungan pada bunuh diri

Penggantungan pada pembunuhan

Usia. Gantung diri lebih sering terjadi


pada remaja dan orang dewasa. Anakanak di bawah usia 10 tahun atau orang
dewasa di atas usia 50 tahun jarang
melakukan gantung diri

Tidak mengenal batas usia, karena tindakan


pembunuhan dilakukan oleh musuh atau
lawan dari korban dan tidak bergantung pada
usia

Tanda jejas jeratan, bentuknya miring,


berupa lingkaran terputus (noncontinuous) dan terletak pada bagian
atas leher

Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak


terputus, mendatar, dan letaknya di bagian
tengah
leher,
karena
usaha
pelaku
pembunuhan untuk membuat simpul tali

Simpul tali, biasanya hanya satu


simpul yang letaknya pada bagian
samping leher
Riwayat korban. Biasanya korban
mempunyai riwayat untuk mencoba
bunuh diri dengan cara lain

Simpul tali biasanya lebih dari satu pada


bagian depan leher dan simpul tali tersebut
terikat kuat
Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat
untuk bunuh diri

Cedera. Luka-luka pada tubuh korban Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
yang bisa menyebabkan kematian biasanya mengarah kepada pembunuhan
mendadak tidak ditemukan pada kasus
bunuh diri

Racun. Ditemukannya racun dalam


lambung korban, misalnya arsen, sublimat
korosif dan lain-lain tidak bertentangan
dengan kasus gantung diri. Rasa nyeri yang
disebabkan racun tersebut mungkin
mendorong korban untuk melakukan
gantung diri

Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat


atau kalium sianida tidak sesuai pada kasus
pembunuhan, karena untuk hal ini perlu waktu dan
kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian
maka kasus penggantungan tersebut adalah karena
bunuh diri

Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena


sulit untuk gantung diri dalam keadaan
tangan terikat
Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, mayat
biasanya ditemukan tergantung pada tempat
yang mudah dicapai oleh korban atau di
sekitarnya ditemukan alat yang digunakan
untuk mencapai tempat tersebut

Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan


dugaan pada kasus pembunuhan

Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan


tergantung pada tempat yang sulit dicapai oleh
korban dan alat yang digunakan untuk mencapai
tempat tersebut tidak ditemukan

Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan
di dalam kamar, dimana pintu, jendela ditemukan terkunci dari luar, maka penggantungan
ditemukan dalam keadaan tertutup dan adalah kasus pembunuhan
terkunci dari dalam, maka kasusnya pasti
merupakan bunuh diri

10

Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali
pada kasus gantung diri
jika korban sedang tidur, tidak sadar atau masih
anak-anak.

183. Klasifikasi Luka Tembak


1. Luka tembak tempel (contact wounds)
Terjadi bila moncong senjata ditekan pada tubuh korban dan
ditembakkan
Bila tekanan pada tubuh erat disebut hard contact, sedangkan
yang tidak erat disebut soft contact
Umumnya luka berbentuk bundar yang dikelilingi kelim lecet yang
sama
lebarnya pada setiap bagian.
Di sekeliling luka tampak daerah yang bewarna merah atau merah
coklat, yang menggambarkan bentuk dari moncong senjata, ini
disebut jejas laras.
Rambut dan kulit di sekitar luka dapat hangus terbakar.
Saluran luka akan bewarna hitam yang disebabkan oleh butir-butir
mesiu, jelaga dan minyak pelumas.
Tepi luka dapat bewarna merah, oleh karena terbentuknya COHb.
Bentuk luka tembak tempel sangat dipengaruhi oleh keadaan /
densitas
Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997; p.131-168

2. Luka tembak jarak dekat (close range wounds)


Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban
masih
dalam jangkauan butir-butir mesiu (luka tembak jarak dekat), atau
jangkauan jelaga dan api (luka tembak jarak sangat dekat).
Luka berbentuk bundar atau oval tergantung sudut masuknya
peluru,
dengan di sekitarnya terdapat bintik-bintik hitam (kelim tato) dan
atau
jelaga (kelim jelaga).
Di sekitar luka dapat ditemukan daerah yang bewarna merah atau
hangus terbakar.
Bila terdapat kelim tato, berarti jarak antara moncong senjata
dengan
korban sekitar 60 cm (50-60 cm), yaitu untuk senjata genggam.
Bila terdapat pula kelim jelaga, jaraknya sekitar 30 cm (25-30 cm).
Bila terdapat juga kelim api, maka jarak antara moncong senjata
dengan korban sekitar 15 cm
Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997; p.131-168

3. Luka tembak jarak jauh (long range wound)


Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan
tubuh korban di luar jangkauan atau jarak
tempuh butir-butir mesiu yang tidak terbakar
atau terbakar sebagian.
Luka berbentuk bundar atau oval dengan disertai
adanya kelim lecet.
Bila senjata sering dirawat (diberi minyak) maka
pada kelim lecet dapat dilihat pengotoran
bewarna hitam berminyak, jadi ada kelim kesat
atau kelim lemak

Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997; p.131-168

184. Informed consent


Persetujuan tindakan medis (Informed
Consent) adalah pernyataan persetujuan
(consent) atau izin dari pasien yang diberikan
dengan bebas, rasional, tanpa paksaan
(voluntary) tentang tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadapnya sesudah
mendapatkan informasi yang cukup tentang
tindakan kedokteran yang dimaksud.
Guwandi J. Informed Consent. Jakarta: 2004

Dasar Hukum
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
290/MENKES/PER/III/2008.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004
tentang praktik kedokteran, pada Pasal 45 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi.
Pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang Informed
Consent dalam lampiran SKB IDI No. 319 /P/BA/88 butir 33
berbunyi
Setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup besar
mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani
oleh pasien, setelah sebelumnya pasien itu memperoleh
informasi yang cukup kuat tentang perlunya tindakan medis
yang bersangkutan serta resiko yang bersangkutan dengannya
(Departemen Kesehatan RI, 1997)

Menurut SK Dirjen Pelayanan Medik No.HK.00.06.6.5.1866 Kebijakan dan Prosedur


tentang Informed Consent adalah sebagai berikut:
1.
2.

3.

Pengaturan persetujuan atau penolakan tindakan medis harus dalam bentuk


kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit.
Memperoleh informasi dan penjelasan merupakan hak pasien dan sebaliknya
memberikan informasi dan penjelasan adalah hak dokter.
Formulir Informed Consent dianggap benar jika memenuhi ketentuan sebagai
berikut :
a.

b.
c.
d.

4.

Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang
dinyatakan secara spesifik.
Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (voluntary).
Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan oleh seorang (pasien) yang sehat
mental dan yang memang berhak memberikannya.
Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan setelah diberikan cukup informasi dan
penjelasan yang diberikan.

Isi informasi dan penjelasan yang diberikan


Informasi dan penjelasan dianggap cukup jika paling sedikit enam hal pokok
dibawah ini disampaikan dalam memberikan informasi dan penjelasan.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang
akan dilakukan.
Informasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan.
Informasi dan penjelasan tentang resiko dan komplikasi yang mungkin akan terjadi.
Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan lain yang tersedia dan serta resikonya
dari masing-masing tindakan tersebut.
Informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan tersebut dilakukan.
Diagnosis.

5. Kewajiban memberikan informasi dan penjelasan.


Dokter yang akan melakukan tindakan medis
mempunyai tanggung jawab utama memberikan
informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila
berhalangan, informasi dan penjelasan yang diberikan
dapat diwakili pada dokter lain dengan
sepengetahuan dokter yang bersangkutan.
6. Cara menyampaikan informasi.
Informasi dan penjelasan disampaikan secara lisan.
Informasi secara tertulis hanya dilakukan sebagai
pelengkap penjelasan yang telah disampaikan secara
lisan.

7.

Pihak yang menyatakan persetujuan.


a.
b.

c.

d.

e.

f.

Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau sudah menikah.
Bagi pasien dibawah umur 21 tahun, persetujuan (Informed Consent) atau penolakan
tindakan medis diberikan oleh mereka, menurut urutan hak sebagai berikut :
1) Ayah/Ibu adopsi
2) Saudara-saudara kandung
Bagi pasien dibawah umur 21 tahun atau tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya
berhalangan hadir. Persetujuan (Informed Consent) atau penolakan tindakan medis
diberikan oleh mereka, menurut hak sebagai berikut:
1) Ayah/Ibu adopsi
2) Saudara-saudara kandung
Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, persetujuan (Informed Consent) atau
penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :
1) Ayah/Ibu kandung
2) Wali yang sah
3) Saudara-saudara kandung
Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampunan (curatelle) persetujuan atau
penolakan tindakan medis diberikan menurut urutan hak tersebut :
1) Wali
2) Curator
Bagi pasien dewasa yang telah menikah /orang tua, persetujuan atau penolakan tindakan
medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak tersebut:
1) Suami/isteri
2) Ayah/ibu kandung
3) Anak-anak kandung
4) Saudara-saudara kandung.

8.

Cara menyatakan persetujuan.


Cara pasien menyatakan persetujuan dapat secara tertulis (expressed)
maupun lisan. Persetujuan secara tertulis mutlak diperlakukan pada
tindakan medis yang mengandung resiko tinggi, sedangkan persetujuan
secara lisan diperlukan pada tindakan medis yang tidak mengandung
resiko tinggi.
9. Semua jenis tindakan medis yang mengandung resiko harus disertai
Informed Consent. Jenis tindakan medis memerlukan Informed Consent
disusun oleh komite medik dan kemudian ditetapkan oleh pimpinan
Rumah Sakit. Bagi rumah sakit yang belum mempunyai komite medik
atau keberadaan komite medik belum lengkap, maka dapat mengacu
pada jenis tindakan medis yang sudah ditetapkan oleh rumah sakit lain
yang fungsi dan kelasnya sama.
10. Perluasan tindakan medis yang telah disetujui tidak dibenarkan
dilakukan dengan alasan apapun juga, kecuali apabila perluasan tindakan
medis tersebut terpaksa dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.

11. Pelaksanaan Informed Consent untuk tindakan medis tertentu, misalnya


Tubektomi/Vasectomi dan Caesarean Section yang berkaitan dengan program
keluarga berencana, harus merujuk pada ketentuan lain melalui konsultasi
dengan perhimpunan profesi yang terkait.
12. Demi kepentingan pasien, Informed Consent tidak diperlukan bagi pasien gawat
darurat dalam keadaan tidak sadar dan tidak didampingi oleh keluarga pasien
yang berhak memberikan persetujuan/penolakan tindakan medis.
13. Format isian persetujuan tindakan medis (Informed Consent) atau penolakan
tindakan medis, digunakan seperti pada contoh formulir terlampir, dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Diketahui dan ditandatangani oleh dua orang saksi. Perawat bertindak sebagai
salah satu saksi.
b. Formulir asli dalam berkas rekam medis pasien.
c. Formulir harus sudah diisi dan ditandatangani 24 jam sebelum tindakan medis
dilakukan.
d. Dokter harus ikut membubuhkan tandatangan sebagai bukti bahwa telah
diberikan informasi dan penjelasan secukupnya.
e. Sebagai ganti tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf harus
membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanan.

185. Patient Safety


Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat
mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi
tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan
overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan
membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu
obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu
diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan
suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan
pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan
karena underlying disease atau kondisi pasien
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.

186. Dilema Etik


Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi
oleh seseorang dimana ia harus membuat
keputusan mengenai perilaku yang patut.
Penyelesaian masalah dilema etik dalam kasus
kedokteran menggunakan prima facie yang
berdasarkan kaidah dasar bioetik:
beneficence, maleficence, autonomy, dan
justice.
Guwandi,J. 1991. Etika dan Hukum Kedokteran.. Badan Penerbit FKUI. Jakarta.

187. Etika Kedokteran


Kelalaian tenaga kesehatan dan dokter dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat/pasien tidak dapat dipidana.
Paket ketiga UU yang dimaksud yaitu UU No 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, dan UU No 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit.
Di bagian akhir dari ketiga undang-undang itu
mengatur berbagai jenis perbuatan dan sanksi pidana
bagi siapa saja khususnya tenaga kesehatan dan dokter
yang dengan sengaja melakukan tindak pidana di
bidang kesehatan.
Guwandi,J. 1991. Etika dan Hukum Kedokteran.. Badan Penerbit FKUI. Jakarta.

Pelanggaran Etika Kedokteran

188. Maplraktek, Kelalaian, dan Kecelakaan


Medis
Malpraktek
Perbuatan dokter yang secara sengaja melanggar undang-undang,
misalanya pengguguran kandungan, eutanasia (memenuhi permintaan
bunuh diri), dan memberikan surat keterangan palsu atau isinya tidak
sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dilakukan secara sadar. Pelaku tidak
peduli pada akibat walau diketahui tindakannya melanggar undangundang.
Kelalaian
Perbuatannya tidak sengaja, seperti tertukarnya rekam medis, keliru
membedah, dan lupa memberikan informasi kepada pasien. Dari
motifnya, dokter tidak menduga timbul akibat dari tindakannya.
Kecelakaan Medis
Peristiwa tak terduga, tindakan tidak disengaja, dokter sudah sungguhsungguh bekerja sesuai standar profesi medis dan etika profesi, dan
berkonsultasi dengan dokter ahli lain, jika ditemukan yang bukan
keahliannya. Namun terjadi juga akibat seperti lumpuh, cacat, bahkan
kematian.
Atmadja, Djaja Surya. 2004. Malpraktek Medis, Pembuktian dan Pencegahannya (dalam Trilogi
Rahasia Kedokteran, Malpraktek & Peran Asuransi). Jakarta

189. Derajat Luka


Hukum pidana Indonesia mengenal delik
penganiayaan yang terdiri dari tiga tingkatan
dengan hukuman yang berbeda yaitu
penganiayaan ringan (pidana maksimum 3 bulan
penjara),
penganiayaan (pidana maksimum 2 tahun 8
bulan),
dan penganiayaan yang menimbulkan luka berat
(pidanamaksimum 5 tahun).
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Indonesia.
Pedoman teknik pemeriksaan dan interpretasi luka dengan orientasi medikolegal
atas kecederaan. Jakarta, 2005.

Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan


sebagaimana diatur dalam pasal 352 (1) KUHP
menyatakan bahwa:
penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan.

Jadi bila luka pada seorang korban diharapkan dapat


sembuh sempurna dan tidak menimbulkan penyakit atau
komplikasinya, maka luka tersebut dimasukkan ke dalam
kategori tersebut.
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Indonesia.
Pedoman teknik pemeriksaan dan interpretasi luka dengan orientasi medikolegal
atas kecederaan. Jakarta, 2005.

Selanjutnya rumusan hukum tentang


penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur
dalam pasal 351 (1) KUHP tidak menyatakan
apapun tentang penyakit.
Sehingga bila kita memeriksa seorang korban
dan didapati penyakit akibat kekerasan
tersebut, maka korban dimasukkan ke dalam
kategori tersebut.
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Indonesia.
Pedoman teknik pemeriksaan dan interpretasi luka dengan orientasi medikolegal
atas kecederaan. Jakarta, 2005.

Rumusan hukum tentang penganiayaan yang menimbulkan luka berat diatur


dalam pasal 351 (2) KUHP yang menyatakan bahwa
Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Luka berat itu sendiri telah diatur dalam pasal 90 KUHP secara limitatif.
Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan didapati salah satu luka
sebagaimana dicantumkan dalam pasal 90 KUHP, maka korban tersebut
dimasukkan dalam kategori tersebut. Luka berat menurut pasal 90 KUHP
adalah :
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian;
kehilangan salah satu panca indera;
mendapat cacat berat;
menderita sakit lumpuh;
terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Indonesia.
Pedoman teknik pemeriksaan dan interpretasi luka dengan orientasi medikolegal
atas kecederaan. Jakarta, 2005.

190. Pelepasan informasi rekam


medis
Hal pembukaan rahasia kedokteran dipertegas kembali dalam
PerMenKes RI No.269/MENKES/PER/III/2008 BAB IV Pasal 10:
Ayat(2)
informasi tentang identitas, diagnose, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan, dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal :
untuk kepentingan kesehatan pasien
memenuhi permintaan aperatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum atas perintah pengadilan.
Permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri
Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundangundangan
Untuk kepentingan penelitian, pendidikan atau audit medis sepanjang
tidak menyebutkan identits pasien".
PerMenKes RI No.269/MENKES/PER/III/2008

THT KL

191. Otitis Externa


Tanda OE:
Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus ditekan.

Otitis externa sirkumskripta (furuncle)


Etiologi: Staph. aureus, Staph. albus
Terbatas pada kelenjar minyak/rambut yg terobstruksi
Hanya pada bagian kartilago telinga, tidak ada jaringan
penyambung di bawah kulit sangat nyeri
Th/: AB topikal. Jika menonjol & lunak: insisi & drainase

Otitis eksterna difus (swimmers ear)


Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
Kondisi lembab & hangat bakteri tumbuh
Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri tekan (+),
eksudasi
Jika edema berat pendengaran berkurang
Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

191. Otitis Externa


Malignant otitis externa (necrotizing OE)
Elderly diabetics or immunocompromised.
OE cellulitis, chondritis, osteitis, osteomyelitis
cranial neuropathies.
The canal may be swollen & tender, red granulation
tissue is seen posteroinferiorly at the junction of
cartilage with bone, one-third inward.

Itch rapidly followed by pain, secrete, & swelling of


canal ear.
Th/: topical & systemic antibiotics & aggressive
debridement
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

192. Perforasi Membran Timpani


Perforasi akibat trauma:

Sebagian besar sembuh spontan


Tatalaksana awal yang diperlukan: menghindari air & observasi
Antibiotik tetes diberikan bila terdapat sekret dan infeksi.
Operasi dilakukan bila tidak ada tanda penutupan dalam
beberapa bulan.

Perforasi akibat infeksi akut:


Penyebab tersering perforasi
Membran timpani tampak merah & basah.
Sembuh dalam beberapa hari jika diberikan antibiotik, kecuali
pada kasus acute necrotizing otitis media.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.

193. Keganasan
History
Male in 5th decade,
exposed with nickel,
chrom, formalin,
terpentin.

Diagnosis

Treatment

Ca
sinonasal

Surgery

KNF

Radiotherapy,
chemoradiation,
surgery.

Ca tonsil

Surgery

Juvenile
angiofibro
ma

Surgery

Physical Exam.

unilateral obstruction &


rhinorrea. Diplopia,
proptosis . Bulging of
palatum, cheek protrusion,
anesthesia if involving n.V
Elderly with history of
Posterior rhinoscopy: mass
smoking, preservative
at fossa Rosenmuller,
food. Tinnitus, otalgia
cranial nerves abnormality,
epistaxis, diplopia,
enlargement of jugular
neuralgia trigeminal.
lymph nodes.
painful ulceration,
Painful ulceration with
otalgia & slight
induration of the tonsil.
bleeding.
Lymph node enlargement.
Male, young adult, with Anterior rhinoscopy: red
recurrent epistaxis.
shiny/bluish mass. No
lymph nodes enlargement.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

193. Keganasan
Angiofibroma juvenil berasal dari kavum nasi
posterior & dapat meluas ke nasofaring, fossa
pterygopalatina, dan fossa infratemporal.
Tatalaksana utama adalah dengan pembedahan
sesuai dengan stadium tumor.
Pemeriksaan CT scan diperlukan untuk melihat
ekstensi tumor.
Tatalaksana:
Reseksi dan kadang radiasi untuk penyakit persisten.
Reseksi meliputi rinotomi lateral dan maksilektomi
medial.
Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed.

194. Penyakit Meniere


Meniere disease symptoms and signs:
a unilateral, fluctuating sensorineural hearing loss (often
involving low frequencies)
vertigo that lasts minutes to hours
a constant or intermittent tinnitus typically increasing in
intensity before or during the vertiginous attack
aural fullness.
The acute attack is also associated with nausea and
vomiting

Sensorineural hearing loss Rinne test (+), Schwabach


is shortened, Weber lateralizes to normal ear.
Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed.

194. Penyakit Meniere

Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed.

194. Penyakit Meniere


Rekomendasi terapi untuk penyakit Meniere:
1. Diet rendah garam < 1.500 mg/hari
2. Diuretik
3. Meclizine atau antihistamin lain untuk gejala vertigo akut
4. Steroid untuk penyebab autoimun atau alergi
5. Anti-ansietas, Xanax atau Valium, untuk supresi labirin &
pusat vestibular sentral
6. Vasodilator seperti niasin, empirik untuk memperbaiki
aliran darah & pertukaran cairan.

Tiga poin pertama adalah yang paling sering


direkomendasikan.
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.

195. Rinitis Alergi

196. Noise induced hearing loss


In all cases of occupational hearing loss, a complete pure-tone audiogram
with speech reception thresholds (SRT) & word recognition scores (WRS)
must be included.
The typical "4000 Hz notch:

196. Noise induced hearing loss


Sensory hearing loss results from deterioration of the structures within
the cochlea, usually owing to the loss of hair cells from the organ of Corti.
Among the many common causes of sensory hearing loss is the prolonged
exposure to noise > 85 dB.
Clinical findings:
Generally bilateral but not infrequently is an asymmetric, high-frequency
sensory hearing loss.
Patients frequently complain of a gradual, insidious deterioration in hearing.
Difficulty in comprehending speech, especially in the presence of competing
background noise. Background noise, which is usually low frequency in bias,
masks the better-preserved portion of the hearing spectrum and further
exacerbates problems with speech comprehension.
Frequently accompanied by tinnitus. Most often patients describe a highfrequency tonal sound (eg, ringing), but the sound is sometimes lower in tone
(eg, buzzing, blowing, or hissing) or even nontonal (eg, popping or clicking).
Current diagnosis & treatment in otorhinolaryngology.

197. Otitis Media


Otitis Media Akut
Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.

Perjalanan penyakit otitis media akut:


1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran

timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

197. Otitis Media


Otitis Media Akut
Th:
Oklusi tuba: dekongestan topikal
(ephedrin HCl)
Presupurasi: AB minimal 7 hari
(ampicylin/amoxcylin/
erythromicin) & analgesik.
Supurasi: AB, miringotomi.
Perforasi: ear wash H2O2 3% & AB.
Resolusi: jika sekret tidak
berhenti AB dilanjutkan hingga 3
minggu.

Hyperaemic stage

Suppuration stage
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

198. Epistaksis
Epistaksis anterior:
Sumber: pleksus kisselbach atau a. ethmoidalis anterior
Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah
dihentikan.
Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan
menekan pembuluh darah & menghentikan perdarahan.
Jika sumber perdarahan terlihat kauter dengan
AgNO3, jika tidak berhenti tampon anterior 2 x 24
jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

198. Epistaksis
Epistaksis Posterior
Perdarahan berasal
dari a. ethmoidalis
posterior atau a.
sphenopalatina, sering
sulit dihentikan.
Terjadi pada pasien
dengan hipertensi
atau arteriosklerosis.
Terapi: tampon
bellocq/posterior
selama 2-3 hari.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

198. Epistaksis
Penatalaksanaan
Perbaiki keadaan umum
Nadi, napas, tekanan darah

Hentikan perdarahan
Bersihkan hidung dari darah & bekuan
Pasang tampon sementara yang telah dibasahin adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan

Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi


Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan darah,
kelainan kongenital

199. Otitis
Etiology of acute otitis media:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.
Less frequently identified pathogens: group A streptococci, S. aureus,
& Pseudomonas aeruginosa
Etiology of chronic suppurative otitis media:
P. aeruginosa,
S. aureus,
Proteus species.
Enterobacter
Pada soal tidak ada keterangan sudah berapa lama gejala berlangsung
(berulang atau tidak dari masa lalu), saat ini anggap akut.
Current diagnosis & treatment in otorhynolaryngology
Menner a pocket guide to the ear

200. Epistaksis
Epistaksis Posterior
Perdarahan berasal
dari a. ethmoidalis
posterior atau a.
sphenopalatina, sering
sulit dihentikan.
Terjadi pada pasien
dengan hipertensi
atau arteriosklerosis.
Terapi: tampon
bellocq/posterior
selama 2-3 hari.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Anda mungkin juga menyukai