PENDAHULUAN
Ilmu kedokteran gigi sebagian besar merupakan perawatan infeksi gigi atau
merestorasi dan menggantikan gigi yang hilang akibat infeksi bakteri. Pencegahan
dan perawatan infeksi orofacial melibatkan semua aspek perawatan gigi: karies,
penyakit pulpa, kondisi patologi gingivoperiodontal, trauma, dan bedah rekonstruksi
serta implan. Para ahli bedah selalu menemukan flora yang berpotensi menjadi
patogen pada infeksi odontogenik ketika mereka melakukan pembedahan di dalam
atau di sekitar rongga mulut (Daud dan Karasutisna, 2001)
Gigi geligi dengan karies yang diikuti dengan gangren pulpa dan infeksi di
periapikal serta infeksi periodontal mempunyai potensi cukup besar untuk
menyebarkan infeksi ke berbagai tempat dalam rongga mulut, muka dan leher bahkan
komplikasi seperti emboli dan septikemia. Penyebab infeksi ini adalah mikroba
komensal dalam mulut yang kemudian menjadi patogen, yang penyebarannya
dipengaruhi oleh meningkatnya virulensi dan kuantitas mikroba dan menurunnya
daya tahan tubuh penderita (Daud dan Karasutisna, 2001).
Infeksi odontogenik biasanya mempunyai derajat sedang dan dapat dirawat
dengan mudah dengan pemberian antibiotik dan perawatan bedah lokal.
Abses
patogen meningkat dan terganggunya sistem kekebalan tubuh akibat suatu penyakit
tertentu. Kematian dapat terjadi ketika infeksi mencapai daerah yang jauh dari
prosesus alveolaris, yaitu daerah-daerah vital (Peterson, 2003).
Perluasan infeksi ke daerah vital tersebut berawal dari perluasan infeksi ke
spasium-spasium wajah. Penyebaran infeksi dapat terjadi karena ruangan di daerah
kepala dan leher satu sama lain hanya dipisahkan jaringan ikat longgar. Biasanya
pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna (Daud dan
Karasutisna,2001).
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Infeksi merupakan proses masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh, dan
selanjutnya mikroorganisme tersebut mengadakan penetrasi dan menghancurkan host
secara perlahan-lahan, hingga berkembang biak. Abses merupakan infeksi yang
gambaran utamanya berupa pembentukan pus. Pus merupakan pertahanan efektif
terhadap penjalaran infeksi dan cenderung berpindah akibat pengaruh tekanan,
gravitasi, panas lokal atau lapisan otot dekat permukaan. Abses rongga mulut adalah
suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau tenggorokan yang dimulai sebagai
infeksi gigi atau karies gigi. Kehadiran abses dentoalveolar sering dikaitkan dengan
kerusakan yang relatif cepat dari alveolar tulang yang mendukung gigi. Jumlah dan
rute penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta penyebab
virulensi organisme (Topazian, 2004)
Etiologi
Kebanyakan infeksi yang berasal dari rongga mulut bersifat campuran
(polimikrobial), umumnya terdiri dari dua kelompok mikroorganisme atau lebih.
Karena flora normal di dalam rongga mulut terdiri dari kuman gram positif dan aerob
serta anaerob gram negatif maka yang paling banyak menyebabkan infeksi adalah
kuman-kuman tersebut. Secara umum biasanya diasumsikan bahwa infeksi di rongga
mulut disebabkan oleh Streptococcus dan Staphylococcus serta mikrooganisme gram
negatif yang berbentuk batang dan anaerob (Smith, 2007).
Patofisiologi
Infeksi gigi merupakan suatu hal yang sangat mengganggu manusia, infeksi
biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati
ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi
kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau
meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus
masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa
mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar
progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis
tersebut (Green et. Al. 2001).
Penjalaran infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat
menyebabkan abses, abses ini dibagi dua yaitu penjalaran tidak berat (yang
memberikan prognosis baik) dan penjalaran berat (yang memberikan prognosis tidak
baik, di sini terjadi penjalaran hebat yang apabila tidak cepat ditolong akan
menyebabkan kematian). Adapun yang termasuk penjalaran tidak berat adalah serous
periostitis, abses subperiosteal, abses submukosa, abses subgingiva, dan abses
subpalatal, sedangkan yang termasuk penjalaran yang berat antara lain abses
perimandibular, osteomielitis, dan phlegmon dasar mulut. Gigi yang nekrosis juga
merupakan fokal infeksi penyakit ke organ lain, misalnya ke otak menjadi meningitis,
ke kulit menjadi dermatitis, ke mata menjadi konjungtivitis dan uveitis, ke sinus
maxilla menjadi sinusitis
perikarditis, ke ginjal menjadi nefritis, ke persendian menjadi arthritis (Green et. al.
2001).
Infeksi odontogenik merupakan suatu proses infeksi yang primer atau
sekunder yang terjadi pada jaringan periodontal, perikoronal, karena traumatik atau
infeksi pasca bedah. Ciri khas dari infeksi odontogenik adalah berasal dari karies gigi
yang merupakan suatu proses dekalsifikasi email. Suatu perbandingan demineralisasi
dan remineralisasi struktur gigi terjadi pada perkembangan lesi karies. Demineralisasi
yang paling baik pada gigi terjadi pada saat aktivasi bakteri yang tinggi dan dengan
pH yang rendah. Remineralisasi yang paling baik terjadi pada pH lebih tinggi dari 5,5
dan pada saliva terdapat konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi. Sekali email
larut, infeksi karies dapat langsung melewati bagian dentin yang mikroporus dan
langsung masuk ke dalam pulpa (Green et. al. 2001).
Di dalam pulpa, infeksi dapat berkembang melalui suatu saluran langsung
menuju apeks gigi dan dapat menggali menuju ruang medulla pada maksila atau
mandibula. Infeksi tersebut kemudian dapat melobangi plat kortikal dan merusak
jaringan superficial dari rongga mulut atau membuat saluran yang sangat dalam pada
daerah fasial. Serotipe dari streptococcus mutans (cricetus, rattus, ferus, sobrinus)
merupakan bakteri yang utama dapat menyebabkan penyakit dalam rongga mulut.
Tetapi meskipun lactobacilli bukan penyebab utama penyakit, mereka merupakan
suatu agen yang progresif pada karies gigi, karena mereka mempunyai kapasitas
produksi asam yang baik (Green et. al. 2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran dan kegawatan
infeksi odontogenik adalah:
Tahap-Tahap Infeksi
Dari proses inflamasi dan destruksi jaringan dapat diketahui tahap-tahap
infeksi dalam perjalanan klinis infeksi odontogenik. Tahap inokulasi diawali dengan
penyebaran awal (mungkin oleh streptococcus) ke dalam jaringan lunak. Tahap ini
ditandai dengan pembengkakan jaringan lunak, lengket, dan agak halus yang disertai
dengan sedikit kemerahan. Selama tahap selulitis proses inflamasi mencapai puncak
dan menyebabkan pembengkakan yang berwarna sangat merah, keras, dan amat sakit
disertai functio laesa seperti trismus atau ketidakmampuan mendorong lidah ke
depan. Pada tahap ke tiga yaitu pembentukan abses banyak terjadi nekrosis. Istilah
fluktuasi sering disalah artikan untuk menggambarkan edema ringan. Fluktuasi adalah
pergerakan cairan dalam lesi yang dipalpasi secara bimanual atau bidigital
menggunakan tangan atau jari. Pergerakan cairan disebabkan oleh aliran pus di dalam
kavitas abses. Tahap akhir dari infeksi odontogenik yaitu pecahnya abses yang terjadi
secara spontan atau dengan drainase terapeutik (Flyn, 2001).
Tabel 1 : Tahap-tahap infeksi
Sellulitis
Karakteristik
Inokulasi
Durasi
Rasa sakit
0-3 hari
ringan-sedang
3-7 hari
berat & menyeluruh
.> 5 hari
sedang-berat dan lokal
Ukuran
Lokalisasi
Palpasi
kecil
menyebar
lunak,lengket, agak halus
besar
menyebar
keras, sangat halus
kecil
terbatas
fluktuasi, halus
Warna
normal
kemerahan
Kualitas kulit
normal
menebal
merah
pd
daerah
sekitarnya
membulat & mengkilap
Temperatur
permukaan
Functio laesa
Cairan jaringan
Tingkat malaise
Keparahan
panas ringan
panas
panas sedang
berat
serous, bercak pus
berat
berat
Abses
berat sedang
pus
sedang-berat
sedang-berat
Bakteri
perkutaneus
aerobic
gabungan
anaerobik
Sumber : Flyn TR. The timing of incision and drainage ; Oral and maxillofacial surgery knowledge
update 2001; III. Rosemont : American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons)
1.
2.
sebagai kompartemen. Sedangkan bagian yang diisi oleh jaringan ikat jarang disebut
celah (Peterson, 2003).
Infeksi odontogentik dapat berkembang menjadi spasia-spasia wajah. Proses
pengikisan (erosi) pada infeksi menembus sampai ke tulang paling tipis hingga
mengakibatkan infeksi pada jaringan sekitar (jaringan yang berbatasan dengan
tulang). Penyakit odontogenik yang paling sering berlanjut menjadi infeksi spasia
wajah adalah komplikasi dari abses periapikal. Pus yang mengandung bakteri pada
abses periapikal akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya
ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah spasia wajah. Gigi yang terkena abses
periapikal kemudian akan berkembang menentukan jenis dari spasia wajah yang
terkena infeksi. Tulang hyoid merupakan struktur anatomis yang paling penting pada
leher yang dapat membatasi penyebaran infeksi.
Spasium wajah yang langsung terlibat pertama kali dikenal sebagai spasium
wajah primer baik pada maksila maupun mandibula (tabel 2). Sedangkan perluasan
infeksi melebihi daerah spasium primer ini adalah ke daerah spasium sekunder (tabel
2).
10
Tabel 2. Spasium wajah yang terlibat dalam infeksi odontogenik (Peterson, 2003)
a. Spasium primer maksila
1. Spasium kaninus
2. Spasium bukal
3. Spasium infratemporal
b. Spasium primer mandibula
1. Spasium submental
2. Spasium bukal
3. Spasium submandubular
4. Spasium sublingal
c. Spasium sekunder wajah
1. Spasium maseter
2. Spasium pterigomandibular
3. Spasium temporal superfisial dan dalam
4. Spasium faringeal lateral
5. Spasium retrofaringeal
6. Spasium prevertebra
Abses
1. Abses periapikal
Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah
periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi
akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah
periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi,
pembengkakan dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari
pulpa, tetapi juga bisa berasal sistemik (bakteremia).
Gambar 1
Abses periapikal
11
12
periapikal, dapat juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya terjadi. Abses
adalah kumpulan pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini merupakan suatu
kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organisme
penyebab infeksi atau benda asing dan racun yang dihasilkan oleh orgnisme dan
sel darah. Abses apikalis kronis merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan
untuk mencegah infeksi menyebar kebagian tubuh lainnya.
Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang subjektif,
hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan adanya fistula
didaerah sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas dari abses apikalis
kronis. Fistula merupakan saluran abnormal yang terbentuk akibat drainasi abses.
Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan respon nonsensitif, Sedangakn tes vitalitas tidak memberikan respon. Gambaran radiografis
abses apikalis kronis terlihat putusnya lamina dura hingga kerusakan jaringan
periradikuler dan interradikuler.
2. Abses subperiosteal
Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak
mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral,
warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit
yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila
berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi
sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada
sentuhan atau tekanan.
13
Gambar 2
a. Ilustrasi gambar Abses subperiosteal dengan lokalisasi di daearah lingual
b. Tampakan Klinis Abses Subperiosteal
Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer
3. Abses submukosa
Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses
subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah
periosteum
tertembus.
Rasa
sakit
mendadak
berkurang,
sedangkan
14
Gambar 3
a. Ilustrasi gambar Abses Submukosa dengan lokalisasi didaerah bukal.
b. Tampakan klinis Abses Submukosa
Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer
Gambar 4
a. Ilustrasi abses Fossa kanina
b. Tampakan klinis Abses Fossa kanina
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
15
Gambar 5
a. Ilustrasi gambar memperlihatkan penyebaran abses lateral ke muskulus buccinator
b. Tampakan Klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
Gambar 6
a. Ilustrasi gambar penyebaran abses ke rongga infratemporal
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fargisos Fragiskos D, Germany, Springer
17
toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar
dan sakit pada penekanan.
Gambar 7
a. Ilustrasi gambar menunjukkan penyebaran abses ke daerah submasseter
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
18
Gambar 8
a. Ilustrasi gambar penyebaran dari abses ke daerah submandibular di bawah muskulus mylohyoid.
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
9. Abses sublingual
Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek diatas
m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh
permukaan lingual mandibula.
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr mulut dan lidah
terangkat, bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan tampak
menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan
mengalami kesulitan menelen dan terasa sakit.
19
Gambar 9
a. Perkembangan abses di daerah sublingual
b. Pembengkakan mukosa pada dasar mulut dan elevasi lidaj ke arah berlawanan
Sumber : Oral surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
Gambar 10
a. Ilustrasi penyebaran abses ke daerah submental
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
20
21
maka palpasi digital yang dilakukan perlahan-lahan terhadap lesi yang teranestesi bisa
menunjukkan adanya fluktuasi yang merupakan bukti adanya pernanahan.
Abses
perikoronal
dan
periodontal
superfisial
yang
teranestesi
bisa
22
Gambar 11
Ilustrasi gambar untuk insisi Abses
Sumber : Oral Surgery, Frgaiskos Fragiskos D, germany, Springer
Gambar12
Ilustrasi gambar setelah dilakukan insisi Abses
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, germany, Springer
Perawatan Pendukung
Pasien diberi resep antibiotik (Penicillin atau erythromycin) dan obat-obatan
analgesik (kombinasi narkotik/non-narkotik). Perlu di tekankan kepada pasien bahwa
mereka harus makan dan minum yang cukup. Apabila menganjurkan kumur dengan
larutan saline hangat, onsentrasinya 1 sendok teh garam dilarutkan dalam 1 gelas air,
23
dan dilaukan paling tidak seiap selesai makan. Pasien dianjurkan untuk
memperhatikan
timbulnya
gejala-gejala
penyebaran
infeksi
24
yaitu
demam,
BAB III
RINGKASAN
Dari penjabaran diatas dapatlah disimpulkan bahwa penyebab utama infeksi yang
terdapat pada kepala dan leher adalah yang bersifat odontogenik. Artinya infeksi berasal dari
sekitar gigi baik dari gigi itu sendiri yang terserang karies sehingga menyebabkan pulpitis
terus menjadi infeksi apikalis atau dari jaringan periodontal sekitar gigi yang menimbulkan
infeksi periodontal. Infeksi odontogenik pada umumnya bersifat ringan dan mudah
penanganannya dengan tindakan pemberian antibiotik bila diperlukan dan kemudian
dilakukan tindakan pembuangan atau pencabutan dari gigi penyebab. Tindakan yang sangat
sederhana sekali dan dapat dilakukan dirnana saja oleh seorang dokter gigi.
Tetapi adakalanya infeksi ini berkembang sangat cepat dan sangat agresif sehingga
memerlukan tindakan bedah intensif, segera dan agresif karena dikhawatirkan infeksi ini
berkembang lebih jauh lagi dan membahayakan nyawa pasien. Hal ini dapat terjadi karena
kontaminasi virus, jamur dan bakteri atau pernberian tindakan yang tidak sempurna pada
awal infeksi tersebut, sehingga terjadi komplikasi yang membahayakan. Untuk itulah perlu
diingatkan bahwa sekecil apapun infeksi pada kepala dan leher khususnya yang berasal dari
odontogenik, hendaklah ditangani dengan tepat dan akurat, sehingga tidak terjadi penyesalan
dikernudian hari.
Prinsip perawatan pada infeksi spasium wajah pada dasarnya meliputi :
pemberian obat ( Analgesik dan antibiotik), tindakan operasi (Pencabutan gigi, insisi
dan drainase), perawatan gigi (Perawatan saluran akar), dan kombinasi dari ketiganya.
Prognosis dari abses Odontogenik adalah baik terutama apabila diterapi
dengan segera menggunakan antibiotika yang sesuai. Apabila menjadi bentuk kronik,
akan lebih sukar diterapi dan menimbulkan komplikasi yang lebih buruk dan
kemungkinan amputasi lebih besar.
25
DAFTAR PUSTAKA
Malik N. A., 2011. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd edition. India.
Jaypee. Pp/714-716
Mustaqimah DN. Masalah nyeri pada kasus penyakit periodontal dan cara
mengatasinya. Jurnal Kedokteran gigi FKG UI 2009;7:315-9.
Ingel J.I, Bakland LK. Endodontisc 5th ed. London: BC. Decker; 2002. p. 178-86.
Infection!. British
Dental
journal.
http://www.nature.com/bdj/journal/vigo/n10/full/48010244.html
Smith, AG. 2007. Maxillofacial Surgery. Editor: Booth, PW. Mosby. St. Louise. p 1553.
26