Anda di halaman 1dari 29

PENENGGELAMAN KAPAL ASING

DI PERAIRAN INDONESIA
Diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan, mata kuliah Metode
Penulisan Hukum
Semester V, Tahun Akademik 2015-2016
Dibawah bimbingan : Hj.N. Ike Kusmiati,S.H.M.Hum.

Di susun oleh :
Nama
NPM
Kelas

: Galih Kusumah Handani


: 131000005
:A

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
2015

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas


saya ucakan kepada Allah STW, yang karena bimbingan-Nya maka saya
bisa menyelesaikan sebuah makalah Metode Penelitian Ilmiah yang
berjudul Penenggelaman Kapal Asing di Perairan Indonesia
Penenggelaman Kapal Asing di perairan Indonesia sebenarnya
bukanlah hal yang baru terjadi pada era pemerintahan Presiden Joko
Widodo. Praktek tersebut merupakan hal yang lazim dilakukan di dunia.
Selain itu, praktik pembakaran dan penenggelaman kapal ikan asing
yang tertangkap tangan mencuri ikan adalah praktik yang lumrah yang
juga dilakukan banyak negara lain, seperti China dan Malaysia yang
banyak menenggelamkan kapal-kapal ikan Vietnam serta Australia yang
pernah menenggelamkan kapal ikan asal Thailand.
Saya mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah
membantu saya dalam menghadapi berbagai tantangan dalam
penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang
mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca
untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih
positif bagi kita semua.

Bandung 31 Oktober 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................................

Daftar Isi ............................................................................................

Bab I Pendahuluan .............................................................................

A. Latar belakang ...............................................................................

B. Identifikasi masalah .......................................................................

Bab II Kajian teori ...............................................................................

Bab III Pembahasan ............................................................................

Bab III Penutup ...................................................................................


........................................................................................................23
A. Kesimpulan ....................................................................................
........................................................................................................23
B. Saran .............................................................................................
........................................................................................................24
Daftar pustaka ...................................................................................
........................................................................................................25

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Penenggelaman Kapal Asing di perairan Indonesia sebenarnya bukanlah
hal yang baru terjadi pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Praktek tersebut merupakan hal yang lazim dilakukan di dunia.
Kepala Dinas Penerangan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
Laksamana
Pertama
Manahan
Simorangkir
mengatakan
upaya
menenggelamkan kapal ilegal tersebut bukan pertama kalinya dilakukan
TNI AL. Angkatan Laut sedikitnya pernah empat kali menenggelamkan
kapal asing yang mencuri ikan di perairan Nusantara, yang terjadi pada
tahun 2003 lalu. Sepanjang tahun 2003 TNI AL telah menenggelamkan 4
kapal asing illegal berbendera Filipina dan 4 kapal asing illegal berbendera
Thailand.
Sementara itu Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan
Perikanan (Dirjen PSDKP) Asep Burhanudin juga menyatakan bahwa
penenggelaman kapal asing yang melakukan pencurian ikan di wilayah
laut Indonesia sudah sering dilakukan sejak pemerintahan Presiden SBY. Ia
menyatakan bahwa pada periode tahun 2007 2012 ada 38 kapal asing
yang sudah ditenggelamkan. Asep merinci, sejak 2007-2012, ada 38 kapal
yang sudah ditenggelamkan. Rinciannya, 1 kapal ditenggelamkan di 2007,
32 kapal di 2009, 3 kapal di 2010, 1 kapal di 2011, dan 1 kapal di 2012.
Seluruh kapal tersebut ditangkap oleh Wilayah Pengelolaan Perikanan
(WPP) Laut Natuna. Mayoritas kapal yang ditangkap dan ditenggelamkan
tersebut berasal dari Vietnam.
Mantan Menteri Kelautan Perikanan di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I,
Freddy Numberi juga menyatakan bahwa setidaknya ada sekitar 60 kapal
nelayan asing ilegal yang pernah ditenggalamkan pada era
kepemimpinannya. Freddy menegaskan bahwa kapal-kapal yang
diledakkan tidak sembarangan. Hanya kapal-kapal yang betul-betul
terbukti menangkap hasil laut di perairan Indonesia tanpa dokumen resmi
yang akan ditenggelamkan. Jika kapal tersebut memiliki izin tangkap
namun melanggar area penangkapan maka akan dikenakan sanksi selain
peledakan kapal. Para awak kapal juga akan dideportasi ke negara asal.
Akan
tetapi
Freddy
berpendapat
bahwa
langkahnya
dalam
menenggelamkan kapal nelayan asing pencuri ikan justru sempat
ditentang oleh Presiden SBY. Menteri KP pada periode 2004 2009
menyatakan bahwa pemerintah saat itu akhirnya melakukan moratorium
untuk menenggelamkan kapal, yang menurutnya kebablasan sehingga
moratorium yang sedianya hanya dilakukan selama sebulan justru
mengakhiri kebijakan penenggelaman kapal. Karena itu Freddy mengklaim
4

bahwa Joko Widodo merupakan presiden pertama yang berani katakan


tenggelamkan kapal asing.
Pernyataan Freddy Numberi tersebut setidaknya bertentangan dengan
klaim Asep Burhanudin yang menyatakan bahwa di tahun 2007 2012
tetap terjadi prosesi penenggelaman kapal nelayan asing. Terlebih lagi
moratorium tanpa batas waktu tentu akan menjadi pelanggaran terhadap
UU Pasal 69 Nomor 45 Tahun 2009.
Bagaimana pun, tentunya proses penenggelaman kapal yang dilakukan
sejak dulu hingga saat ini tidak terlepas dari koridor-koridor hukum yang
berlaku. Karena itu jika hal tersebut dilakukan demi melindungi wilayah
Indonesia kita patut mendukung dengan sepenuh hati.1
Menurut Dasco, belum terbuktinya ancaman penenggelaman kapal ikan
asing ini bisa menjadi bumerang bagi kewibawaan pemerintah Indonesia.
Pemerintah seharusnya menyadari bahwa dalam diplomasi internasional,
satu tindakan konkrit dan tegas jauh lebih penting dan jauh lebih efektif
daripada seribu ancaman.
Dasco menjelaskan, penenggelaman kapal ikan asing dipastikan akan
menimbulkan efek jera karena kapal tersebut merupakan alat produksi
utama pelaku pencurian. Kalau kapal dan perlengkapannya yang berharga
mahal tersebut ditenggelamkan, pencuri akan berpikir seribu kali untuk
mengulangi pencurian di wilayah Indonesia
karena motif pencurian
adalah mencari keuntungan.
Dasar hukum penenggelaman kapal ikan asing juga sangat jelas di Pasal
69 ayat (4) UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yang berbunyi,
dalam hal melaksanakan fungsi pengawasan penyidik dan pengawas
perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan
atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing berdasarkan bukti
permulaan yang cukup.
Menurut Dasco, pemenuhan unsur bukti permulaan yang cukup dalam
pasal tersebut sangatlah sederhana, sepanjang kapal tersebut berada di
perairan Indonesia tanpa dokumen yang sah dan ada bukti ikan yang
mereka tangkap maka sudah bisa dilakukan penenggelaman.
Selain itu, praktik pembakaran dan penenggelaman kapal ikan asing yang
tertangkap tangan mencuri ikan adalah praktik yang lumrah yang juga
dilakukan banyak negara lain, seperti China dan Malaysia yang banyak
menenggelamkan kapal-kapal ikan Vietnam serta Australia yang pernah
menenggelamkan kapal ikan asal Thailand.
Oleh Karena itu, Presiden Jokowi memerintahkan agar Tentara Nasional
Indonesia dan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti untuk langsung
1 Sejarah penenggelaman Kapal Asing di Indonesia, Selasar Politik, diakses dari,
https://www.selasar.com/politik/sejarah-penenggelaman-kapal-asing-di-indonesia,
pada 30 Oktober 2015
5

menenggelamkan kapal-kapal yang tertangkap melakukan pencurian ikan


di laut Indonesia. 2

B. Identifikasi masalah
1. Seperti apa kriteria yang dapat dikatakan sebagai suatu
Tindak Pidana Pencurian Ikan (Illegal Fishing)?
2. Bagaimana ketentuan konvensi maupun perundang-undangan
mengenai penenggelaman kapal asing ?
3. Apa manfaat dari sistem penenggelaman kapal asing yang
dilakukan oleh pemerintah Indonesia ?

2 F.A David Putra S, Analisa Tindakan Khusus Penenggelaman Kapal Asing


Sebagai Bentuk Detterence Effecthlm. 8
6

BAB II KAJIAN TEORI


Pengertian penenggelaman, kapal, asing, & perarian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Menenggelamkan
:
Menjadikan
membenamkan (ke dalam air).

(menyebabkan)

tenggelam;

Kapal

: Kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut.

Asing

: Datang dari luar (negeri, daerah, lingkungan): Pulau


Bali banyak
: :::: ::dikunjungi : : wisatawan --; 4
tersendiri; terpisah sendiri; terpencil: ia merasa -- di
daerah : yang baru itu; 5 lain; berlainan; berbeda;-lubuk, -- ikannya, pb lain daerah, : lain adatnya; -maksud, -- sampai, pb tidak sesuai dengan yang
diharapkan;

Perairan/perairan/n : Laut yang termasuk kawasan suatu negara:


banyak nelayann asing :::: :: menangkap ikan di ~
Indonesia;3
Kapal asing yang memasuki perairan Indonesia secara ilegal
merupakan salah satu bentuk pelanggaran kedaulatan negara. Penegakan
kedaulatan di wilayah perairan merupakan tugas dari sistem pertahanan
laut.
Slamet Soebiyanto Dalam bukunya Keamanan Nasional ditinjau dari
Prespektif Tugas TNI Angkatan Laut bahwa penegakan hukum dan
peningkatan keamanan di laut Indonesia (Perairan) Indonesia dan Zona
Ekonomi Eksklusif) yang luasnya 6 juta km2 tersebut (3 kali dari luas
darat) masih memerlukan perhatian yang besar, termasuk penegakan
hukum dan pengamanan di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).
Peningkatan kemampuan penegakan hukum dan pengamanan ini
mencakup suatu kerja sama yang erat antara kegiatan-kegiatan di darat,
laut, dan udara. Usaha-usaha meningkatkan monitoring, kontrol,
surveillance, serta kegiatan-kegiatan penyelidikan dan proses pengadilan
harus ditata dengan sebaik-baiknya.4
3 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Arti Kata, diakses dari http://kbbi.web.id/,
pada tanggal 31 Oktober 2015 pukul 10.47
4 Slamet Soebiyanto, Keamanan Nasional ditinjau dari Prespektif Tugas TNI
Angkatan Laut, Majalah Patriot, 2007, hlm.10.
7

Menurut Dikdik Muhammad sidik dalam bukunya Hukum laut International


dan pengaturannya bahwa dalam pasal 19 ayat 1 konvensi hukum laut
1982 diterangkan damai tidaknya suatu lintas ditentukan dari sifat lalu
lintas itu,yang tidak boleh merugikan keamanan, kedaulatan, kedamaian
negara pantai. Di dalam ayat 2 ditegaskan pula kegiatan-kegiatan apa
saja dari kapal asing yang dianggap tidak damai yaitu tercantum dalam
poin (i) melakukan penangkapan ikan secara ilegal.5
Gatot Supramono menilai Diaturnya tentang penjatuhan hukuman pidana
terdapat teori-teori di antaranya adalah absolut dan teori relatif
l. Teori absolut (vergeldingstheorie)
menurut teori ini, hukuman itu dijatuhkan sebagai pembalasan. terhadap
para pelaku karena telah melakukan kejahatan yang mengakibatkan
kesengsaraan terhadap orang lain atau anggota
2. Teori relatif (doeltheorie)
Teori ini dilandasi oleh tujuan sebagai berikut:
a. Menjerakan
penjatuhan hukuman, diharapkan si pelaku atau terpidana menjadi
jera dan tidak mengulangi lagi perbuatannya.
b. Memperbaiki Pribadi terpidana
Dalam menjalani hukuman diharapkan terpidana menyesali
perbuatannya.
c. Membinasakan dan membuat terpidana tidak berdaya
Terpidana tidak bisa melakukan perbuatan melanggar hukumnya
lagi.6
Oleh karena itu, dalam Pasal 58 (1) UU No. 32 Tahun 2014 tentang
kelautan, disebutkan bahwa upaya pertahanan dan pengelolaan
kedaulatan negara di perairan Indonesia merupakan tugas dari
Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
(TNI AL). Dalam upaya pertahanan tersebut, terdapat strategi
penangkalan yang mengedepankan upaya diplomasi Sementara itu,
penenggelaman kapal asing yang melakukan penangkapan ikan di
perairan Indonesia secara ilegal diatur dalam UU No. 45 Tahun 2009 jo UU
No. 31 Tahun 2004. Dalam pasal 69 UU No. 31 Tahun 2004, tidak
dicantumkan hak penyidik untuk melakukan pembakaran atau
penenggelaman kapal. Namun, dalam UU No. 45 Tahun 2009, pasal 69 (4)
5 Dikdik Mohamad Sidik,S.H., M.H., Ph.D , Hukum laut International dan
pengaturannya, Rafika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 28.
6Gatot Supramono, hukum acara pidana & hukum pidana di bidang
perikanan,PT. Asdi mahasatya, Jakarta, hlm. 150
8

diubah dengan mencantumkan izin pembakaran atau penenggelaman


kapal asing yang tidak mempunyai SIPI dan melakukan penangkapan laut
di wilayah Indonesia. Pembakaran atau penenggelaman tersebut dapat
dilakukan oleh penyidik jika dalam terdapat bukti yang kuat dalam
penyidikan awal.7

7
9

Peraturan Peraturan yang Berkaitan dengan Penenggelaman Kapal

UU
UU
UU
UU
UU

No.
No.
No.
No.
No.

45 Tahun 2009 tentang Perikanan.


6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eklusif Indonesia.
17 Tahun 2008 tentang pelayaran.
32 Tahun 2014 tentang kelautan

10

BAB III PEMBAHASAN


A. Kriteria suatu Tindak Pidana Pencurian Ikan (Illegal
Fishing)
Sebelum merumuskan tindak pidana pencurian ikan (illegal fishing)
menurut UU No. 31 Tahun 2004 jo UU No. 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan, maka akan di bahas lebih dahulu pengertian tindak pidana itu.
Istilah tindak pidana dalam Bahasa Belanda di pakai istilah strafbaar fit
dan delict.
Moeljatno dan Roeslan Saleh menggunakan terjemahan perbuatan pidana;
Konstitusi RIS,UUDS 1950,Tresna dan Utrecht menggunakan peristiwa
pidana;
Wiryono Prodjodikoro (tindak pidana), Satochid Kartanegara, AZ. Abidin
dan Andi Hamzah (delik), Karni dan Van Schravendijk (perbuatan yang
boleh dihukum), Tirtamidjaja (pelanggaran pidana).8
1. Simons menyatakan starfbaar feit adalah kelakuan yang di ancam
pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan
kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung
jawab.
Beberapa pakar memberikan defenisi starfbaar feit antara lain:
2. Vos merumuskan, Starfbaar feit adalah suatu kelakuan manusia
yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya Vos mengartikan delict sebagai kelakuan yang
mencocoki rumusan ketentuan dalam undang undang. Belum tentu
semua perbuatan yang mencocoki rumusan undang-undang bersifat
melawan hukum. Jadi selain perbuatan itu dilarang oleh aturan
undang undang, perbuatan tersebut harus betul betul dirasakan
oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut.
3. Moeljatno mengatakan, Perbuatan pidana adalah perbuatan yang
oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Lebih lanjut
mengatakan perbuatan pidana ini adalah perbuatan yang melawan
hukum, dalam arti yang merugikan masyarakat, bertentangan
dengan tatanan pergaulan dalam masyarakat.16 Menurutnya,
perbutan pidana itu dapat di samakan dengan criminal act, Jadi
berbeda
dengan
strafbaar
feit,
yang
meliputi
pula
8 Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia,(Jakarta,
PT. Pradyna Paramita, 1996), hal. 15

11

pertanggungjawaban pidana.Suatu perbuatan melawan hukum


(wederrechtelijk) belumlah cukup untuk menjatuhkan pidana. Di
samping itu harus ada seorang pembuat yang bertanggung jawab
atas perbuatanya, yaitu unsur kesalahan dalam arti kata
bertanggung jawab (Strafbaarheid van de dader). Di mana menurut
Moeljatno orang tidak mungkin di pertanggungjawabkan (dijatuhi
pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana.Tapi meskipun
melakukan perbuatan pidana tidak selalu dapat dipidana (Geen starf
zondetr schuld; Actus non facit reum nisi mens sir rea).
Tindak pidana pencurian ikan (illegal fishing) ialah melakukan
penangkapan ikan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan
rumusan undang-undang (dalam hal ini Undang-Undang Perikanan No.
9 Tahun 1985 diubah dengan UU No. 31 Tahun 2004 dan terakhir
diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009 serta peraturan perundangundangan lainya). Berdasarkan pada dokumen IPAO mengenai IUU
Fishing (Ilegal Unreported and Unregulated Fishing), maka yang
dimaksud kegiatan perikanan yang dianggap melanggar hukum
adalah :9
1. Kegiatan yang dilakukan oleh kapal nasional ataupun asing di
perairan yang berada dalam pengaturan negara tanpa
memperoleh izin ataupun bertentangan dengan hukum negara
yang bersangkutan.
2. Kegiatan yang dilakukan oleh kapal ikan anggota suatu
organisasi pengolahan perikanan regional yang melakukan
pengolahan/ pemanfaatan sumber daya yang bertentangan
dengan aturan pengolahan dan konservasi bagi negara-negara
yang menjadi anggotanya, ataupun bertentangan dengan aturan
dalam hukum internasional lainnya yang relevan.
3. Kegiatan yang bertentangan dengan hukum nasional dan
kewajiban internasional termasuk kewajiban negara negara
anggota organisai manajemen perikanan regional.
Kegiatan penangkapan ikan yang melanggar hukum yang paling umum
terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia adalah pencurian ikan
oleh kapal- kapal ikan asing, mulai dari perairan ZEE Indonesia hingga
masuk ke perairan kepulauan. Jenis alat tangkap yang paling banyak
digunakan oleh kapal kapal ikan tersebut adalah purse seine dan trawl.
Selain kasus-kasus pencurian ikan oleh kapal kapal asing, hal yang sama
juga dilakukan oleh kapal kapal ikan Indonesia sendiri. Pencurian di
9 Departemen Kehutanan dan Perikanan Indonesia, Nasional Plan of Action of
Indonesia To Prevent, Deter and Elininate Illegal, Unreported and Unregulated
Fishing, ( Jakarta, 2004), hal. 6-7.
12

lakukan oleh kapal kapal yang dalam peng-operasianya belum dilengkapi


dengan SIUP dan SIPI. Kapal-kapal tersebut tidak akan melaporkan hasil
tangkapannya ke pemerintah, apalagi untuk membayar pajak/retribusi.
Batas maritim antar negara kedaulatan Indonesia dengan negara
tetangga-pun kerap menjadi pemicu Illegal Fishing. Hal ini disebabkan
belum terjadinya kesepakatan batas maritim antar kedua negara yang
bertetangga. Indonesia hingga kini belum memiliki batas maritim yang
jelas dengan negara Thailand, Filipina,Timor Leste,dan Papua New Guinea.
Hal ini mendorong nelayan nelayan asing untuk menangkap ikan di
daerah yang berdekatan dengan perairan Indonesia. Pelanggaran lain
yang biasa dilakukan oleh kapal adalah pelanggaran daerah penangkapan
yang telah ditetapkan dalam surat izin penangkapan penggunaan tenaga
kerja asing yang tidak sesuai ketentuan dan tidak membayar iuran
perikanan. Selain itu, ada juga pelanggaran kapal ikan asing dalam bentuk
pemalsuan surat izin penangkapan dan mengkamuflasekan kapal impor
menjadi seolah olah kapal buatan dalam negeri. Universitas Sumatera
Utara xxxii Selain kasus-kasus di atas, praktek-praktek illegal fishing
lainya antara lain: penangkapan ikan dengan menggunakan bahan atau
alat berbahaya atau menggunakan alat tangkap yang tidak pada jalur
yang diperbolehkan dan penggunaan alat tangkap yang desain dan
kotruksinya tidak sesuai dengan izin penggunaan dan kegiatan at-sea
transhipment yang langsung dibawa ke luar negeri. Secara umum
berdasarkan Pasal 103 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, tindak
pidana perikanan di bagi atas 2 jenis tindak pidana, yaitu : tindak pidana
kejahatan di bidang perikanan dan tindak pidana pelanggaran di bidang
perikanan. 1. Tindak Pidana Kejahatan di bidang perikanan di atur dalam
Pasal 84 ,85 ,86, 89 ,91 ,92 ,93 dan Pasal 94 UU Perikanan.

13

B. Dasar
asing

hukum

mengenai

penenggelaman

kapal

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Ratifikasi Konvensi


Hukum Laut PBB 1982.
Semenjak Deklarasi Djuanda, Pemerintah Indonesia terus
memperjuangkan konsepsi Wawasan Nusantara di dalam setiap
perundingan bilateral, trilateral, dan multilateral dengan negaranegara di dunia ataupun di dalam setiap forumforum internasional.
Puncak dari diplomasi yang dilakukan adalah dengan diterimanya
Negara Kepulauan di dalam UNCLOS 1982. Melalui UU No.17 tahun
1985,Pemerintah Indonesia meratifikasi/ mengesahkan UNCLOS
1982 tersebut dan resmi menjadi negara pihak. Sebagai tindak
lanjut dari pengesahan UNCLOS 1982, Pemerintah Indonesia telah
menerbitkan UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan
Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat
Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Dua
Landasan hukum tersebut, khususnya PP No.38 tahun 2002, telah
memagari wilayah perairan Indonesia yang sejak dicabutnya UU No.
4 Prp tahun 1960 melalui UU No.6 tahun 1996. Bagi Indonesia, 64
UNCLOS 1982 merupakan tonggak sejarah yang sangat penting,
yaitu sebagai bentuk pengakuan internasional terhadap konsep
Wawasan Nusantara yang telah digagas sejak tahun 1957. Pasal 5
ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945; Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut)
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3319); dasar pengertian yang meliputi, sebagai
berikut :
a. Negara Kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri dari
satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.
b. Pulau adalah daerah daratan yang terbentuk secara alamiah
dikelilingi oleh air dan yang berada di atas permukaan air pada
waktu air pasang.
c. Kepulauan adalah suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau,
dan perairan di antara pulau-pulau tersebut, dan lain-lain wujud
alamiah yang hubungannya satu sama lain demikian eratnya
sehingga pulau-pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya itu
merupakan satu kesatuan geografi, ekonomi, pertahanan
keamanan, dan politik yang hakiki, atau yang secara historis
dianggap sebagai demikian.
14

d. Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta


perairan kepulauan dan perairan pedalamannya.
e. Garis air rendah adalah garis air yang bersifat tetap di suatu
tempat tertentu yang menggambarkan kedudukan permukaan
air laut pada surut yang terendah.
f. Elevasi surut adalah daerah daratan yang terbentuk secara
alamiah yang dikelilingi dan berada di atas permukaan laut pada
waktu air surut, tetapiberada di bawah permukaan laut pada
waktu air pasang.
g. Teluk adalah suatu lekukan jelas yang penetrasinya berbanding
sedemikian rupa dengan lebar mulutnya sehingga mengandung
perairan tertutup yang lebih dari sekedar suatu lengkungan
pantai semata-mata, tetapi suatu lekukan tidak merupakan suatu
teluk kecuali apabila luasnya adalah seluas atau lebih luas
daripada luas setengah lingkaran yang garis tengahnya ditarik
melintasi mulut lekukan tersebut.
h. Alur laut kepulauan adalah alur laut yang dilalui oleh kapal atau
pesawat udara asing di atas alur laut tersebut, untuk
melaksanakan pelayaran dan penerbangan dengan cara normal
semata-mata untuk transit yang terusmenerus, langsung dan
secepat mungkin serta tidak terhalang melalui atau di atas
perairan kepulauan dan laut teritorial yang berdampingan antara
satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
dan bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
lainnya.
i. Konvensi adalah United Nations Convention on the Law of the
Sea Tahun 1982, sebagaimana telah diratifikasi dengan Undangundang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United
Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).
j. Negara Republik Indonesia adalah Negara Kepulauan. Salah satu
poin penting yang ditekankan dalam Negara pantai dengan
memperhatikan keselamatan pelayaran dapat mewajibkan kapal
asing melaksanakan hak lintas damai melalui laut territorial
dengan menggunakan alur laut (sea lanes) dan skema pemisah
lalu lintas (traffic separation schemes) sebagaimana diatur oleh
Pasal 22 Konvensi Hukum Laut 1982. Demikian juga pelayaran
dengan menggunakan hak lintas transit karena ketentuan Pasal
41 Konvensi Hukum Laut 1982 yang mengatur alur laut dan
skema pemisah lintas transit, yaitu bahwa negara-negara yang
berbatasan dengan selat (States).
2. Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan
Didalam Pasal 69

15

(1) Kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan


dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
(2) Kapal pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dapat dilengkapi dengan senjata api.
(3) Kapal pengawas perikanan dapat menghentikan, memeriksa,
membawa, dan menahan kapal yang diduga atau patut diduga
melakukan pelanggaran di wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia ke pelabuhan terdekat untuk pemrosesan lebih
lanjut. (4) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan
tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman
kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti
permulaan yang cukup.

16

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eklusif


Didalam BAB IV diatur tentang kegiatan-kegiatan di Zona Ekonomi
Eklusif Indonesia
Pasal 5
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 4 ayat (2), barang
siapa melakukan eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya alam
atau kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan/atau eksploitasi
ekonomis seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, harus berdasarkan izin dari
Pemerintah Republik Indonesia atau berdasarkan persetujuan
internasional
dengan
Pemerintah
Republik
Indonesia
dan
dilaksanakan menurut syarat-syarat perizinan atau persetujuan
internasional tersebut.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan ayat (1), eksplorasi
dan/atau eksploitasi sumber daya alam hayati harus mentaati
ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi yang ditetapkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia.
(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 4 ayat (2), eksplorasi
dan eksploitasi suatu sumber daya alam hayati di daerah tertentu di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia oleh orang atau badan hukum
atau Pemerintah Negara Asing dapat diizinkan jika jumlah
tangkapan yang diperbolehkan oleh Pemerintah Republik Indonesia
untuk jenis tersebut melebihi kemampuan Indonesia untuk
memanfaatkannya.
Pasal 6
Barangsiapa membuat dan/atau menggunakan pulau-pulau buatan
atau instalasi-instalasi atau bangunan-bangunan lainnya di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia harus berdasarkan izin dari Pemerintah
Republik Indonesia dan dilaksanakan menurut syarat-syarat
perizinan tersebut.
Pasal 7
Barangsiapa melakukan kegiatan penelitian ilmiah di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu
dari dan dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan
oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Pasal 8

17

(1) Barangsiapa melakukan kegiatan-kegiatan di Zona Ekonomi


Eksklusif Indonesia, wajib melakukan langkah-langkah untuk
mencegah, membatasi, mengendalikan dan menanggulangi
pencemaran lingkungan laut.
(2) Pembuangan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia hanya dapat
dilakukan setelah memperoleh keizinan dari Pemerintah Republik
Indonesia.

4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia


Pasal 11 ayat 1 Undang-undang No. 6 tahun 1996 Tentang
Perairan Indonesia menyatakan bahwa kapal semua negara, baik
negara pantai maupun negara tak berpantai, menikmati hak lintas
damai melalui laut teritorial dan perairan kepulauan.
Ketentuan ayat 2 (a) mendefinisikan lintas sebagai navigasi
melalui laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia untuk
keperluan melintasi laut tersebut tanpa melalui perairan pedalaman
atau berlabuh di tengah laut atau fasilitas pelabuhan di luar
perairan pedalaman. Pengertian lintas menurut ayat 2 (b) meliputi
pula navigasi melalui laut teritorial dan perairan kepulauan
Indonesia untuk keperluan berlalu ke atau dari perairan pedalaman
atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut atau fasilitas
pelabuhan tersebut. Akan tetapi ayat 3 mensyaratkan bahwa lintas
damai tersebut harus terus menerus, langsung serta secepat
mungkin, mencakup berhenti atau buang jangkar sepanjang hal
tersebut berkaitan dengan navigasi yang normal, atau perlu
dilakukan karena keadaan memaksa, mengalami kesulitan, member
pertolongan kepada orang, kapal atau pesawat udara, yang berada
dalam bahaya atau kesulitan. Nampak bahwa ketentuan-ketentuan
diatas merupakan penulisan kembali pasal 18 Konvensi Hukum Laut
1982 dengan memasukkan pula perairan Indonesia sebagai laut
yang dapat dilayari secara damai oleh kapal masingmasing.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2002 Tentang Hak Dan
Kewajiban Kapal Asing Dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui
Perairan Indonesia.
Untuk melaksanakan ketentuan pasal 11 Undang-undang No.
6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia, pada tanggal 28 Juni
2002, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah
No. 36 Tahun 2002 Tentang Hak Dan Kewajiban Kapal Asing Dalam
Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia. Melaui pasal
1 ayat 2 dan 3 PP No. 36 Tahun 2002 bahwa pengertian hak lintas
damai (Innoncent Passage) bagi kapal-kapal asing melaui laut
teritorial dan perairan kepulauan Indonesia ini merujuk kepada
18

pengertian lintas dan lintas damai dalam Undang-undang No. 6


Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia. 68 Selanjutnya Pasal 2 PP
No. 36 Tahun 2002 menyatakan bahwa kapal-kapal asing dapat
melakukan lintas damai melalui laut teritorial dan perairan
kepulauan Indonesia untuk keperluan melintas dari suatu bagian
laut lepas atau zona ekonomi eksklusif tanpa memasuki perairan
pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut atau
fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman. Berdasarkan uraian
di atas, maka pengaturan lintas damai melalui laut teritorial dalam
Pasal 2 PP No. 36 Tahun 2002 lebih luas dari pada yang diatur dalam
Undang-undang No. 6 Tahun 1996. Pengaturan lintas damai
didasarkan pada lintas damai melalui laut teritorial untuk keperluan
melintas dari suatu bagian laut lepas atau zona ekonomi eksklusif
ke bagian lain laut lepas atau zona eksklusif. Pasal 12 ayat 1
Undang-undang No. 6 Tahun 1996 menyatakan bahwa lintas damai
dianggap damai apabila tidak merugikan bagi kedamaian,
ketertiban, atau keamanan Indonesia, apabila kapal tersebut
sewaktu berada di laut teritorial dan atau perairan kepulauan
Indonesia melakukan salah satu kegiatan yang dilarang oleh Pasal
19 ayat 2 Konvensi Hukum Laut 1982, dan hukum internasional
lainnya dianggap tidak melakukan lintas damai menurut
undangundang ini. Untuk mengatur lebih lanjut mengenai lintas
damai tersebut sesuai dengan Pasal 12 ayat 3 Undang-undang No. 6
Tahun 1996, Pasal 4 PP No. 36 Tahun 2002 memuat ketentuan
mengenai kegiatan-kegiatan dari kapal asing yang 69 melakukan
lintas damai dari laut teritorial dan perairan kepulauan yang
dianggap tidak damai, yaitu : a) Melakukan perbuatan yang
merupakan ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap
kedaulatan, keutuhan wilayah, kemerdekaan politik negara pantai,
atau dengan cara lain apapun yang merupakan pelanggaran prinsipprinsip hukum internasional sebagai mana tercantum dalam Piagam
PBB; b) Melakukan latihan atau praktik dengan senjata macam
apapun; c) Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi yang merugikan bagi pertahanan atau
keamanan negara pantai; d) Melakukan perbuatan yang merupakan
propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan atau
keamanan negara pantai; e) Meluncurkan, mendaratkan atau
menaikkan suatu peralatan dan perlengkapan militer dari atau ke
atas kapal; dan f) Hilir mudik di laut teritorial dan perairan
kepulauan Indonesia atau kegiatan lainnya yang tidak berhubungan
langsung dengan lalu lintas. Kegiatan-kegiatan lain dari kapal asing
yang melakukan lintas damai dari laut teritorial dan perairan
kepulauan Indonesia yang dianggap tidak damai menurut pasal 5
19

ayat 1 adalah : a) Membongkar atau memuat setiap komoditi, mata


uang atau orang yang bertentangan dengan perundang-undangan
dibidang bea cukai, fiskal, imigrasi, dan saniter; 70 b) Kegiatan
penangkapan ikan secara ilegal; c) Kegiatan riset atau survei secara
ilegal; d) Perbuatan yang bertujuan untuk mengganggu sistem
informasi, setiap fasilitas atau instalasi komunikasi lainnya; dan e)
Perbuatan pencemaran yang dilakukan dengan sengaja dan
menimbulkan pencemaran yang parah. Lebih lanjut, ayat 2
menyebutkan jenis-jenis kegiatan lain dari kapal asing yang
dianggap tidak damai yaitu : a) Merusak atau mengganggu alat dan
fasilitas navigasi, serta fasilitas atau instalasi navigasi lainnya; b)
Melakukan perusakan terhadap sumber daya alam hayati laut; atau
c) Merusak atau mengganggu kabel dan pipa laut. Bertitik tolak dari
uraian di atas nampak bahwa kegiatan-kegiatan kapal asing di
perairan nasional Indonesia yang dianggap tidak damai mengacuh
pada ketentuan Pasal 19 ayat 2, dan Pasal 21 Konvensi Hukum Laut
1982. Pencantuman pasal 21 ini dimaksudkan agar pemerintah
Indonesia dapat mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk
mencegah terjadinya segala gangguan terhadap keamanan,
ketertiban umum, dan kepentingannya di dalam laut teritorial dan
perairan kepulauannya. Permasalahannya adalah Peraturan
Pemerintah No. 36 tahun 2002 tidak menyebut secara spesifik
tentang kata Indonesia setelah kalimat ancaman atau
penggunaan kekerasan dan kemerdekaan politik dan pertahanan
atau 71 keamanan. Dengan tidak disebutnya kata Indonesia
semakin menegaskan bahwa peraturan pemerintah tersebut
merupakan penulisan kembali Pasal 19 ayat 2, dan Pasal 21
Konvensi Hukum Laut 1982. Disarankan agar kata Indonesia
ditambahkan dalam Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2002 stelah
kalimat ancaman atau penggunaan kekerasan dan kemerdekaan
politik dan pertahanan atau keamanan. Ketentuan mengenai
larangan bagi kapal-kapal asing selama melakukan hak lintas damai
melalui perairan nasional Indonesia termuat dalam pasal 6. Menurut
ketentuan pasal ini bahwa dalam melaksanakan hak lintas damai
melalui laut teritorial dan perairan kepulauan, di selat-selat sempit,
kapal-kapal asing dalam melakukan pelayaran di alur laut yang
ditentukan tidak boleh berlayar mendekati pantai kurang dari 10%
dari lebar selat yang sempit tersebut. Disamping hal-hal yang telah
diuraikan diatas, peraturan pemerintah memuat pula beberapa
ketentuan kewajiban-kewajiban kapal asing. Pertama, menurut pasal
3 ayat 1 bahwa kapal-kapal asing dalam melaksanakan lintas damai
melalui laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia dengan
tujuan untuk berlayar dari suatu bagian laut lepas atau zona
20

ekonomi eksklusif ke bagian lain laut lepas atau zona ekonomi


eksklusif wajib menggunakan alur laut yang sesuai dengan asal
tujuan pelayarannya. Kedua, berdasarkan ayat 2 bahwa kapalkapal
asing yang melakukan lintas damai di dalama laut teritorian dan
perairan kepulauan Indonesia untuk berlayar dari suatu bagian laut
lepas atau zona ekonomi eksklusif akan menuju perairan pedalaman
atau salah satu pelabuhan 72 atau sebaliknya wajib menggunakan
alur laut yang sesuai dengan asal dan tujuannya. Ketiga, menurut
pasal 7 ayat 1 bahwa kapal-kapal penangkap ikan asing yang
melakukan lintas damai melalui laut teritorial dan perairan
kepulauan wajb berlayar dalam alur-alur pelayaran. Berdasarkan
ayat 2 bahwa kapal-kapal penangkap ikan juga wajib menyimpan
peralatan penangkapan ikannya di dalam palka. Keempat, pasal 8
ayat 1 mewajibkan kapal riset kelautan atau survei hidrografi asing
dalam lintas damai melaui laut teritorial dan perairan kepulauan
Indonesia untuk berlayar dalam alur laut. Kelima, kapal riset
kelautan atau survei asing menurut ayat 2 wajib menyimpan
peralatan riset atau survei yang tidak merupakan bagian dari
peralatan navigasi dalam keadaan tidak bekerja. Keenam, kapal
asing dalam melakukan pelayarannya menurut pasal 9 dibebankan
kewajiban untuk senantiasa untuk : a) Memonitor Radio Berita Laut
Indonesia, dan b) Memperhatikan kegiatan kapal-kapal yang
melakukan pelayaran antar pulau. Ketujuh, kapal asing menurut
pasal 10 ayat 1 juga wajib melunasi setia pungutan yang bertalian
dengan layanan khusus yang diberikan kepadanya sewaktu
melakukan lintas damai melalui laut teritorian dan perairan
kepulauan Indonesia. 73 Kedelapan, pasal 11 ayat 1 mewajibkan
kapal tanker asing, kapal ikan asing, kapal riset kelautan atau kapal
surver hidrografi asing, dan kapal asing bertenaga nuklir atau kapal
asing yang memuat bahan nuklir atau bahan lainnya yang karena
sifatnya berbahaya atau beracun, dalam melaksanakan lintas damai
hanya untuk melintas dari suatu bagian laut lepas atau zona
ekonomi eksklusif ke bagian lain dari laut lepas atau zona ekonomi
eksklusif melalui perairan Indonesia menggunakan alur laut yang
lazim digunakan untuk pelayaran internasional. Selanjutnya
mengenai penangguhan lintas damai, Panglima Tentara Nasional
Indonesia menurut pasal 14 ayat 1 dapat melarang untuk
sementara waktu lalu lntas damai kapal asing dibagian-bagian
tertentu dari laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia apabila
hal demikian dianggap perlu untuk melindungi keamanan dan
keperluan latihan senjata. Menurut ayat 2 bahwa penangguhan
demikian harus diberitahukan oleh Kementerian Luar Negeri kepada
negara-negara asing melalui saluran diplomatik dan diumumkan
21

melalui Berita Pelaut Indonesia. Pengumuman tersebut harus


terlebih dahulu memperoleh penetapan mengenai daerah dan
jangka waktu berlakunya pengangguhan sementara dari Panglima
Tentara Nasional Indonesia. Menurut ayat 3 bahwa penangguhan
demikian mulai berlaku paling cepat 7 (tujuh) hari telah
pemberitahuan dan pengumuman.

22

6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran


Dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982, Hak Lintas Damai
dideskripsikan dengan jelas, akan tetapi tidak mengatur secara rinci
bagaimana penerapannya 74 konsep secara teknis. Sebagaimana
telah diketahui sebelumnya bahwa dalam penerapan teknis sepeti
penentuan lintasan atau alur pelayaran yang akan dilalui oleh kapalkapal asing diserahkan penentuannya kepada negara pantai, dan
dalam hal ini Organisasi Maritim Internasional tidak mengaturnya
dikarenakan untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dengan
Organisasi Penerbangan Sipil Dunia, dimana jalur lintasan antara
kapal dan pesawat udara berada dalam satu line. Secara teknis
lapangan, dalam pelaksanaan lintas damai di perairan teritorial
Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran yang secara khusus mengatur pelaksanaan kegiatan
pelayaran di perairan Indonesia. Diundangkannya Dalam Pasal 1
ayat 45 yang dimaksud: Alur-Pelayaran adalah perairan yang dari
segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya
dianggap aman dan selamat untuk dilayari. Pasal 1 ayat 45
mendelegasikan bahwa dalam menetukan suatu alur yang akan
digunakan dalam pelayaran, perlu diperhatikan kriteria kawasan
yang akan ditentukan sebagai alur laut, yakni kedalaman, lebar
serta sirkulasi kendaraan laut di kawasan tersebut harus sesuai
dengan standar keamanan yang layak bagi kapal untuk melintas di
kawasan perairan yang akan ditetapkan sebagai alur atau dengan
kata lain, keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu
keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan
yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan
lingkungan maritim (Pasal 1 ayat 32). Kemudian pada ayat 56
mengenai pengawasan keselamatan pelayaran, Menteri 75
menunjuk syahbandar yang merupakan pejabat pemerintahan yang
memiliki kewenangan tertinggi di suatu pelabuhan yang bertugas
mengawasi keselamatan pelayaran. Undang-undang No. 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran, mencakup kegiatan pengangkutan,
kepelabuhan, keselamatan dan keamanan pelayaran, serta
perlindungan lingkungan kawasan perairan Indonesia bagi semua
kapal asing yang berada di perairan Indonesia, dan semua kapal
berbendera Indonesia yang berada di luar perairan Indonesia (Pasal
4). Sebagaimana dengan Konvensi Hukum PBB 1982, Undangundang ini juga mengamanatkan bahwa kapal yang melintas di
wilayah teritorial Indonesia tidak dipungut bayaran, bayaran yang
dipungut terhadap suatu kapal hanya merupakan biaya penggunaan
jasa atau fasilitas pelabuhan negara pantai (Pasal 176). Pelabuhan
(ports) yang diatur dalam Konvensi Hukum Laut 1982 dihubungkan
23

dengan penetapan batas laut teritorial suatu Negara sebagaimana


terdapat dalam Pasal 11 yang berbunyi : For the purpose of
delimiting the territorial sea, the outermost permanent harbour
works which form an integral part of the harbour system are
regarded as forming part of the coast. Off-shore installations and
artificial islands shall not be considered as permanent harbour
works, yang maksudnya adalah bahwa pelabuhan permanen yang
ada paling luar merupakan bagian dari sistem pelabuhan di pantai,
tetapi instalasi lepas pantai dan pulau buatan tidak dianggap
sebagai pekerjaan pelabuhan permanen. Pasal 12 Konvensi Hukum
Laut 1982 menyebut tempat pelabuhan di tengah laut (roadsteads),
yaitu tempat berlabuh di tengah laut yang biasanya dipakai untuk
76 bongkar muat dan menambat kapal yang terletak seluruhnya
atau sebagian di luar batas luar laut teritorial adalah termasuk
dalam laut teritorial. Persyaratan pelabuhan internasional diatur
oleh IMO dan sangat erat hubungannya dengan ISPS Code
(International Security Port System). ISPS Code merupakan
peraturan
internasional
mengenai
keamanan
kapal
dan
pelabuhan/fasilitas pelabuhan. Bagian dari Koda Internasional ini,
berisi ketentuan wajib yang acuannya telah dibuat dalam Chapter
XI2 Konvensi Internasional tentang Keselamatan jiwa di laut,
sebagaimana diamandemen. Koda international ini secara tegas
mengatur hal-hal sebagai berikut:3610 1) Kerangka kerja
internasional yang meliputi kerjasama antara negara-negara
peserta, Badan-badan Pemerintah, Administrasi Lokal, dan Industri
Pelayaran, serta Pelabuhan, untuk mendeteksi ancaman keamanan
dan mengambil tindakan pencegahan terhadap insiden keamanan
yang mempengaruhi kapal atau fasilitas pelabuhan yang digunakan
untuk perdagangan internasional; 2) Tanggungjawab dan peran dari
masing-masing Negara-negara Peserta, badan-badan pemerintah,
administrasi lokal, dan industri pelayaran, serta pelabuhan, pada
tingkatan nasional dan internasional untuk meningkatkan keamanan
maritim; 3) Pengumpulan dan pertukaran informasi yang efektif
yang terkait dengan keamanan lebih awal;

10 Wilem Nikson, Studi Kasus Penyelesaian Konflik Kewenangan di Laut dalam Penegakan
Hukum,Keselamatan dan Keamanan serta Perlindungan Laut/Maritim, hlm. 47

24

C. Manfaat
Sistem
penenggelaman
diberlakukan di Indonesia

Kapal

yang

Sikap tegas pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap


kapal-kapal asing pencuri ikan, dengan langkah nyata penenggelaman
kapal direspons negara-negara tetangga. Setidaknya ada 2 negara di
ASEAN yang mulai memberikan peringatan kepada para nelayannya agar
tidak menangkap ikan hingga ke wilayah laut Indonesia.
"Dunia setuju illegal fishing tidak boleh dilakukan. Dubes Thailand 2 hari
lalu bertemu, dan mengatakan do not fishing in water Indonesia," kata
Susi di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jalan Merdeka Timur,
Jakarta Pusat.
Selain Thailand, Malaysia juga sudah memberikan peringatan kepada para
nelayannya. Bahkan pemerintah Malaysia memberikan semacam alat
peringatan di setiap kapal nelayan agar tak masuk wilayah perairan
Indonesia.
"Malaysia juga akan memberikan alat, jika masuk ke laut teritorial kita,
bunyi alatnya," imbuhnya. Susi menegaskan aturan ini akan berlaku
hingga jangka waktu panjang. Susi pun menolak keras pandangan
beberapa pihak yang menuding kebijakan Susi hanya sementara.
"Jangan bilang anget-anget tahi ayam. Saya yakin dengan support bapakbapak semua dan pak presiden tentu ini tidak berhenti dan terus agar laut
kita bisa berdaulat," tegasnya.
Bahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil
mengungkapkan, sebagai bentuk keseriusan pemerintah, masih akan ada
100 kapal asing ilegal yang akan ditenggelamkan.11
Penenggelaman kapal asing yang melakukan pencurian ikan di wilayah
Indonesia oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) bukan hanya sebatas
penegakan hukum. Lebih dari itu, penenggelaman kapal bertujuan agar
sektor perikanan nasional bisa berkembang.
Dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional
(Musrenbangnas) yang dihadiri oleh kepala daerah se-Indonesia, Menko
Perekonomian Sofyan Djalil memaparkan dampak ekonomi yang
ditimbulkan akibat kebijakan tersebut.
11 Detik Finence, Efek Penenggelaman Kapal Asing, 2 Negara Ini Beri Peringatan
ke Nelayannya, diakses dari,
http://finance.detik.com/read/2014/12/08/213218/2771409/4/efekpenenggelaman-kapal-asing-2-negara-ini-beri-peringatan-ke-nelayannya, pada
30 Oktober 2015
25

"Kalau kapal ilegal sudah tidak lagi beraktivitas seperti kemarin, stok ikan
akan meningkat. Bisa untuk mencukupi kebutuhan masyarakat," tegas
Sofyan di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (18/12/2014).
Sofyan melanjutkan, stok ikan yang memadai akan memacu pertumbuhan
industri perikanan. Banyak peluang bagi dunia usaha untuk mengolah
ikan menjadi bernilai tambah. Ekonomi dari sektor perikanan akan tumbuh
lebih tinggi.
"Ada industri perikanan. Pelabuhan juga akan makin berkembang,"
sebutnya.
Di samping itu, kata Sofyan, juga akan berkurang impor pakan ternak
yang selama ini didatangkan dari Thailand. Bahan baku pakan ternak
adalah ikan.
"Kalau bisa kan pakan ternak itu nggak perlu impor lagi. Selama ini
sebagian besar dari Thailand yang pakan ternaknya dari ikan yang
dihancurkan," tutur Sofyan.12

12 Menko Sofyan Ungkap Dampak Besar dari Penenggelaman Kapal Asing Maling
Ikan, Detik finance,
http://finance.detik.com/read/2014/12/18/151858/2781482/4/menko-sofyanungkap-dampak-besar-dari-penenggelaman-kapal-asing-maling-ikan, pada 30
Oktober 2015
26

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu:
1. kegiatan perikanan yang dianggap melanggar hukum adalah :
A. Kegiatan yang dilakukan oleh kapal nasional ataupun asing di
perairan yang berada dalam pengaturan negara tanpa
memperoleh izin ataupun bertentangan dengan hukum negara
yang bersangkutan.
B. Kegiatan yang dilakukan oleh kapal ikan anggota suatu
organisasi pengolahan perikanan regional yang melakukan
pengolahan/ pemanfaatan sumber daya yang bertentangan
dengan aturan pengolahan dan konservasi bagi negara-negara
yang menjadi anggotanya, ataupun bertentangan dengan aturan
dalam hukum internasional lainnya yang relevan.
C. Kegiatan yang bertentangan dengan hukum nasional dan
kewajiban internasional termasuk kewajiban negara negara
anggota organisai manajemen perikanan regional.
2. Dasar hukum tentang penenggelaman kapal asing di perairan
Indonesia sudah jelas di atur dalam
UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eklusif Indonesia.
UU No. 17 Tahun 2008 tentang pelayaran.
UU No. 32 Tahun 2014 tentang kelautan.
3. Manfaat dari sistem yang diterapkan di Indonesia tentang
penenggelaman kapal adalah
Para nelayan asing takut akan hukuman yang diterapkan jika
melintasi laut teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Negara-negara tetangga akan mengawasi setiap nelayannya dan
menghimbau agar mereka tak mencari ikan di daerah teritorial
Indonesia.
Serta dapat meningkatkan hasil produksi nelayan dari dalam negeri
serta menumbuhkan perekonomian di sektor ikan.

27

B. Saran
1. Seharusnya dari segala sektor pemerintah baik militer maupun sipil
dapat berkoordinasi serta membangun sistem ketahanan yang solid
dibidang maritim tanpa pandang bulu menindak siapa saja yang
melaksanakan ilegal fishing.
2. Sistem penenggelaman kapal asing yang masuk teritorial Indonesia
sudah banyak diatur di dalam peraturan perundang-undangan.
Semua sudah lengkap dasar hukumnya, sehingga tinggal
penegakannya yang lebih ditingkatkan, hal ini bukan saja kewajiban
pemerintah maupun militer tetapi juga segenap bangsa Indonesia
harus menjaga kekayaan alam kita.
3. Banyak manfaat positif setelah dilakukannya penenggelaman kapal
asing di perairan Indonesia tetapi sebaiknya pemerintah sebelum
menenggelamkan kapal harus menghubungi negara asal kapal
tersebut sehingga pemerintah tidak mempunyai beban dikarenakan
pemberitahuan telah diberikan.

28

DAFTAR PUSTAKA

UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.


UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eklusif Indonesia.
UU No. 17 Tahun 2008 tentang pelayaran.
UU No. 32 Tahun 2014 tentang kelautan.
Sejarah penenggelaman Kapal Asing di Indonesia, Selasar Politik,
diakses dari, https://www.selasar.com/politik/sejarahpenenggelaman-kapal-asing-di-indonesia, pada 30 Oktober 2015
F.A David Putra S, Analisa Tindakan Khusus Penenggelaman Kapal
Asing Sebagai Bentuk Detterence Effecthlm. 8
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Arti Kata, diakses dari
http://kbbi.web.id/, pada tanggal 31 Oktober 2015 pukul 10.47
Slamet Soebiyanto, Keamanan Nasional ditinjau dari Prespektif
Tugas TNI Angkatan Laut, Majalah Patriot, 2007, hlm.10.
Dikdik Mohamad Sidik,S.H., M.H., Ph.D , Hukum laut International
dan pengaturannya, Rafika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 28.
Gatot Supramono, hukum acara pidana & hukum pidana di bidang
perikanan,PT. Asdi mahasatya, Jakarta, hlm. 150
Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-dasar Hukum Pidana
Indonesia,
(Jakarta, PT. Pradyna Paramita, 1996), hal. 15
Departemen Kehutanan dan Perikanan Indonesia, Nasional Plan of
Action of Indonesia To Prevent, Deter and Elininate Illegal,
Unreported and Unregulated Fishing, ( Jakarta, 2004), hal. 6-7.
Wilem Nikson, Studi Kasus Penyelesaian Konflik Kewenangan di Laut
dalam Penegakan Hukum,
Keselamatan dan Keamanan serta Perlindungan Laut/Maritim, hlm.
47
Detik Finence, Efek Penenggelaman Kapal Asing, 2 Negara Ini Beri
Peringatan ke Nelayannya, diakses dari,
http://finance.detik.com/read/2014/12/08/213218/2771409/4/efekpenenggelaman-kapal-asing-2-negara-ini-beri-peringatan-kenelayannya, pada 30 Oktober 2015
Menko Sofyan Ungkap Dampak Besar dari Penenggelaman Kapal
Asing Maling Ikan, Detik finance,
http://finance.detik.com/read/2014/12/18/151858/2781482/4/menko
-sofyan-ungkap-dampak-besar-dari-penenggelaman-kapal-asingmaling-ikan, pada 30 Oktober 2015

29

Anda mungkin juga menyukai