Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hepatitis adalah istilah umum yang berarti radang hati dan dapat disebabkan oleh
beberapa mekanisme, termasuk agen infeksius. Virus hepatitis dapat disebabkan oleh
berbagai macam virus yang berbeda seperti virus hepatitis A, B, C, D dan E.
Virus hepatitis dibedakan dari virus-virus lain yang juga dapat menyebabkan
peradangan pada hati oleh karena sifat hepatotropik virus golongan ini. Petanda adanya
kerusakan hati (hepatocellular necrosis) adalah meningkatnya transaminase dalam serum
terutama peningkatan alanin aminotransferase (ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan
beratnya.1
Hepatitis kronik dibedakan dengan hepatitis akut apabila masih terdapat tanda-tanda
peradangan hati dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan. Virus-virus hepatitis yang dapat
menyebabkan hepatitis akut adalah virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC) dan E
(VHE) sedangkan virus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis kronik adalah virus
hepatitis B dan C. Infeksi virus hepatitis masih menjadi masalah masyarakat di Indonesia.
Hepatitis akut walaupun kebanyakan bersifat self-limited, kecuali Hepatitis C, dapat
menyebabkan penurunan produktifitas dan kinerja pasien untuk jangka waktu yang cukup
panjang. Hepatitis kronik selain juga dapat menurunkan kinerja dan kualitas hidup pasien,
lebih lanjut dapat menyebabkan kerusakan hati yang signifikan dalam bentuk sirosis hati dan
kanker hati.1
Penyakit ini menduduki peringkat ketiga diantara semua penyakit menular yang dapat
dilaporkan di Amerika Serikat (hanya dibawah penyakit kelamin dan cacar air dan merupakan
penyakit epidemi di kebanyakan negara-negara. Sekitar 60.000 kasus telah dilaporkan ke
Center for Disease Control di Amerika Serikat setiap tahun, tetapi jumlah yang sebenarnya
dari penyakit ini diduga beberapa kali lebih banyak. Walaupun mortalitas akibat hepatitis
virus ini rendah, tetapi penyakit ini sering dikaitkan dengan angka morbiditas dan kerugian
ekonomi yang besar.
Hepatitis A, B, dan C
2.1 HEPATITIS A
2.1.1 Definisi
Hepatitis A merupakan infeksi virus yang ditularkan melalui transmisi enteral
virus RNA yang mempunyai diameter 27 nm. Virus ini bersifat self-limiting dan
biasanya sembuh sendiri, lebih sering menyerang individu yang tidak memiliki
antibodi virus hepatitis A seperti pada anak-anak, namun infeksi juga dapat terjadi
pada orang dewasa. Jarang terjadi fulminan (0.01%) dan transmisi menjadi hepatitis
konis tidak perlu ditakuti, tidak ada hubungan korelasi akan terjadinya karsinoma sel
hati primer. Karier HAV sehat tidak diketahui. Infeksi penyakit ini menyebabkan
pasien mempunyai kekebalan seumur hidup.1
HAV terdiri dari asam nukleat yang dikelilingi oleh satu atau lebih protein.
Beberapa virus juga memiliki outer-membran envelop. Virus ini bersifat parasite
obligat intraseluler, hanya dapat bereplikasi didalam sel karena asam nukleatnya
tidak menyandikan banyak enzim yang diperlukan untuk metabolisme protein,
karbohidrat atao lipid untuk menghasilkan fosfat energi tinggi. Biasanya asam
nukleat virus menyandi protein yang diperlukan untuk replikasi dan membungkus
asam nukleatnya pada bahan kimia sel inang.1
2.1.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, faktor risiko spesifik dapat diasosiasikan dengan infeksi
hepatitis A seperti kontak erat dengan orang yang terinfeksi HAV (26%),
homoseksual (15%), penggunaan obat terlarang (10%), wisatawan mancanegara
(14%) dan kontak dengan anak yang dititipkan ditempat penitipan bayi (11%).
Paparan terhadap HAV di negara berkembang dimana HAV masih endemis seperti
Afrika, Amerika Selatan, Asia Tengah, dan Asia Tenggara, hampir mencapai 100%
pada anak usia 10 tahun. Di negara maju prevalensi anti HAV yang terdapat pada
populasi umum dibawah 20% dan usia terjadinya infeksi lebih tua daripada usia di
negara berkembang. Di Indonesia prevalensi di Jakarta, Bandung, dan Makassar
berkisar antara 35-45% pada usia 5 tahun dan mencapai lebih dari 90% pada usia 30
tahun. Di Papua prevalensi anti HAV pada usia 5 tahun hampir mencapai 100%.
2.1.3
Etiologi
Hepatitis A disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis A (HAV). Virus ini tidak
beramplop, merupakan virus RNA untai tunggal kecil dengan diameter 27nm.
2
Hepatitis A, B, dan C
Tidak inaktifasi oleh eter dan stabil pada suhu -20 celcius, serta pH yang rendah.
Strukturnya mirip dengan enterovirus, tapi hepatitis A virus berbeda dan sekarang
diklasifikasikan dalam genus Hepatovirus, famili picornavirus (Wilson, 2001).5
2.1.4
biasanya diikuti dengan demam, kurang nafsu makan, mual, nyeri pada kuadran
kanan atas perut, dan dalam waktu beberapa hari kemudian timbul sakit kuning. Urin
penderita biasanya berwarna kuning gelap yang terjadi 1-5 hari sebelum timbulnya
penyakit kuning. Terjadi pembesaran pada organ hati dan terasa empuk. Banyak
orang yang mempunyai bukti serologi infeksi akut hapatitis A tidak menunjukkan
gejala atau hanya sedikit sakit, tanpa ikterus (anicteric hepatitis A). Infeksi penyakit
tergantung pada usia, lebih sering dijumpai pada anak-anak. Sebagian besar (99%)
dari kasus hepatitis A adalah sembuh sendiri (Wilson, 2001).5
HAV ditularkan dari orang ke orang melalui mekanisme fekal-oral. HAV
diekskresi dalam tinja, dan dapat bertahan di lingkungan untuk jangka waktu lama.
Orang bisa tertular apabila mengkonsumsi makanan dan minuman yang
terkontaminasi oleh HAV dari tinja. Kadang-kadang, HAV juga diperoleh melalui
hubungan seksual (anal-oral) dan transfusi darah (WHO, 2010).4
Hepatitis akut A dapat dibagi menjadi empat fase klinis, yaitu :
1. Inkubasi atau periode preklinik, 10 sampai 50 hari, di mana pasien tetap asimtomatik
meskipun terjadi replikasi aktif virus.
2. Fase prodromal atau preicteric, mulai dari beberapa hari sampai lebih dari seminggu,
ditandai dengan munculnya gejala seperti kehilangan nafsu makan, kelelahan, sakit
perut, mual dan muntah, demam, diare, urin gelap dan tinja yang pucat.
3. Fase icteric, di mana penyakit kuning berkembang di tingkat bilirubin total melebihi
20 - 40 mg/l. Pasien sering minta bantuan medis pada tahap penyakit mereka. Fase
icteric biasanya dimulai dalam waktu 10 hari gejala awal. Demam biasanya
membaik setelah beberapa hari pertama penyakit kuning. Viremia berakhir tak lama
setelah mengembangkan hepatitis, meskipun tinja tetap menular selama 1 - 2
minggu. Tingkat kematian rendah (0,2% dari kasus icteric) dan penyakit akhirnya
sembuh sendiri. Kadang-kadang, nekrosis hati meluas terjadi selama 6 pertama - 8
minggu pada masa sakit. Dalam hal ini, demam tinggi, ditandai nyeri perut, muntah,
penyakit kuning dan pengembangan ensefalopati hati terkait dengan koma dan
kejang, ini adalah tanda-tanda hepatitis fulminan, menyebabkan kematian pada
tahun 70 - 90% dari pasien. Dalam kasus-kasus kematian sangat tinggi berhubungan
3
Hepatitis A, B, dan C
dengan bertambahnya usia, dan kelangsungan hidup ini jarang terjadi lebih dari 50
tahun.
4. Masa penyembuhan berjalan lambat, tetapi pemulihan pasien lancar dan lengkap.
Kejadian kambuh hepatitis terjadi dalam 3 - 20% dari pasien, sekitar 4-15 minggu
setelah gejala awal telah sembuh (WHO, 2010).4
2.1.5
Patofisologis
Hati terletak di bawah diafragma kanan, dilindungi bagian bawah tulang iga
kanan. Hati yang normal kenyal dengan permukaannya yang licin. HAV masuk ke hati
dari saluran pencernaan melalui aliran darah, menuju hepatosit, dan melakukan
replikasi di hepatosit namun tidak menyebabkan kerusakan yang berarti dari hepatosit
itu sendiri. Oleh karena itulah di fase awal infeksi penderita menunjukan gejala
asimtomastis. Proses replikasi tersebut melibatkan RNA-dependent polymerase dan
tidak terjadi di organ lain. Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa HAV diikat
oleh immunoglobulin A spesifik pada mukosa saluran pencernaan yang bertindak
sebagai mediator antara HAV dengan hepatosit melalui reseptor asialoglikoprotein
pada hepatosit. Selain IgA, fibronektin dan -2-makroglobulin juga dapat mengikat
HAV. Dari hepar HAV dieliminasi melalui sinusoid, kanalikuli, masuk ke dalam usus
sebelum timbulnya gejala klinis maupun laboratoris. Tubuh mengeliminasi HAV
dengan melibatkan proses netralisasi oleh IgM, hambatan replikasi oleh interferon,
dan apoptosis oleh sel T sitotoksik ketika kerusakan pada hati telah bertambah, maka
timbulah gejala klasik seperti malaise, anoreksia, demam, mual, muntah, dan ikterik.
Virus hepatitis dapat dengan efektif dieliminasi oleh sistem imun tubuh dan jarang
mengakibatkan kerusakan pada hati yang signifikan.
2.1.6
laboratorium: bilirubin urin dan urobilinogen, bilirubin total serum dan langsung,
ALT dan / atau AST, fosfatase alkali, waktu protrombin, protein total, albumin, IgG,
IgA, IgM, hitung darah lengkap). Diagnosis spesifik hepatitis akut A dibuat dengan
menemukan anti-HAV IgM dalam serum pasien. Sebuah pilihan kedua adalah
deteksi virus dan / atau antigen dalam faeces. Virus dan antibodi dapat dideteksi oleh
RIA tersedia secara komersial, AMDAL atau ELISA kit. Tes ini secara komersial
tersedia untuk anti-HAV IgM dan anti-HAV total (IgM dan IgG) untuk penilaian
kekebalan terhadap HAV tidak dipengaruhi oleh administrasi pasif IG, karena dosis
4
Hepatitis A, B, dan C
profilaksis berada di bawah deteksi level. Pada awal penyakit, keberadaan IgG antiHAV selalu disertai dengan adanya IgM anti-HAV. Sebagai anti-HAV IgG tetap
seumur hidup setelah infeksi akut, deteksi IgG anti-HAV saja menunjukkan infeksi
masa lalu (WHO, 2010).4
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan serologis:
IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya
Anti HAV yang positif tanpa IgM anti HAV mengindikasikan infeksi lampau
2.1.7
Pencegahan
Menurut WHO, ada beberapa cara untuk mencegah penularan hepatitis A,
antara lain :
Hampir semua infeksi HAV menyebar dengan rute fekal-oral, maka pencegahan
dapat dilakukan dengan hygiene perorangan yang baik, standar kualitas tinggi untuk
persediaan air publik dan pembuangan limbah saniter, serta sanitasi lingkungan yang
baik.
Dalam rumah tangga, kebersihan pribadi yang baik, termasuk tangan sering dan
mencuci setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan, merupakan
tindakan penting untuk mengurangi risiko penularan dari individu yang terinfeksi
sebelum dan sesudah penyakit klinis mereka menjadi apparent.
Dalam bukunya, Wilson menambahkan pencegahan untuk hepatitis A, yaitu dengan
cara pemberian vaksin atau imunisasi. Ada dua jenis vaksin, yaitu :
Imunisasi pasif
Pasif (yaitu, antibodi) profilaksis untuk hepatitis A telah tersedia selama
bertahun-tahun. Serum imun globulin (ISG), dibuat dari plasma populasi umum,
memberi 80-90% perlindungan jika diberikan sebelum atau selama periode inkubasi
Hepatitis A, B, dan C
penyakit. Dalam beberapa kasus, infeksi terjadi, namun tidak muncul gejala klinis
dari hepatitis A.
Saat ini, ISG harus diberikan pada orang yang intensif kontak pasien hepatitis A
dan orang yang diketahui telah makan makanan mentah yang diolah atau ditangani
oleh individu yang terinfeksi. Begitu muncul gejala klinis, tuan rumah sudah
memproduksi antibodi. Orang dari daerah endemisitas rendah yang melakukan
perjalanan ke daerah-daerah dengan tingkat infeksi yang tinggi dapat menerima ISG
sebelum keberangkatan dan pada interval 3-4 bulan asalkan potensial paparan berat
2.1.8
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit hepatitis A, terapi yang
2.2 Hepatitis B
2.2.1 Definisi
Virus hepatitis B adalah virus DNA hepatotropik, hepadnaviridae terdiri atas 6 genotip
(A sampai H), terkait dengan derajat beratnya dan respon terhadap terapi. Terdiri dari 42
nm partikel sferis dengan inti nukleokapsid, densitas elektron, diameter 27 nm, selubung
6
Hepatitis A, B, dan C
luar lipoprotein dengan ketebalan 7 nm. Inti HBV mengandung ds DNA partial (3,2 kb)
dan :
2.2.3
Etiologi
7
Hepatitis A, B, dan C
2.2.4 Patogenesis
Virus Docking : virus docking dengan sel hati terjadi secara langsung melalui
reseptor spesifik. Protein kapsid yang berisi HBV DNA diangkut ke inti sel dengan
bantuan nuklear, sinyal lokalisasi. Dan pengembangan partikel dane yang lengkap
dimulai dan virus baru dieksresikan dari hepatosit oleh aparatus golgi. Sekitar 5x10 13
virus diperoduksi per hari. Uptake virus dipengaruhi oleh endositosis dan DNA virus
mencapai inti sel.2
Hepatocytolisis disebabkan oleh respon sel imun untuk viruscoded atau virus
induced antigens dari membran sel hati.2
2.2.5 Gejala
Gejala hepatitis B amat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai gejala yang
berat seperti muntah darah dan koma. Pada hepatitis akut gejala amat ringan dan
apabila ada gejala, maka gejala itu seperti gejala influenza, berupa demam ringan,
mual, lemas, hilang nafsu makan, mata jadi kuning, kencing berwarna gelap, diare,
dan nyeri otot. Pada orang dewasa, 95% kasus akan sembuh sempurna yang ditandai
dengan menghilangnya HbsAg dan timbulnya anti-HBs.
Infeksi kronik ditandai oleh persistensi HbsAg dan anti-HBc serum
DNA/HBV dapat terdeteksi lebih dari 6 bulan dengan menggunakan pemeriksaan
non-PCR. Pada hepatitis B kronik ada 3 fase, yaitu fase imunotoleran, fase replikatif,
dan fase integrasi. Pada fase imunotolerans akan didapatkan HbsAg di dalam serum
serta titer DNA HBV tinggi, tetapi ALT normal. Pada fase ini gejala bisa timbul dan
terjadi peningkatan aminotransferase yang nantinya akan diikuti dengan terdapatnya
anti-Hbe (serokonversi). Pada fase nonreplikatif akan ditemukan DNA HBV yang
rendah dan anti-HBe positif. Fase nonreplikatif ini sering pula disebut dengan
keadaan pengidap tidak aktif dan pada keadaan ini dapat pula terjadi resolusi hepatitis
8
Hepatitis A, B, dan C
B sehingga HbsAg tidak terdeteksi lagi. Pada beberapa pasien dapat pula ditemukan
serokonversi HbeAg yang diakibatkan karena mutasi dari virus. Pada kelompok
pasien ini mungkin pula akan ditemukan paningkatan kadar DNA HBV yang disertai
pula peninggian ALT.2
Sebagian pasien dengan antigen negatif dapat menjadi aktif kembali, tetapi
dengan antigen e yang tetap negatif. Oleh karena itu terdapat 2 jenis hepatitis B kronik
dengan HbeAg positif dan hepatitis B kronis dengan HbeAg negatif. Pasien yang
mengalami infeksi perinatal dapat juga menjadi hepatitis kronis dengan HbeAg yang
positif disertai dengan peningkatan ALT, tetapi sesudah waktu yang cukup lama (1020 tahun).
Pada umumnya, apabila terjadi serokonversi, gejala hepatitisnya juga menjadi
tidak aktif walaupun pada sebagian kecil masih ada gangguan biokimiawi, aktivitas
histologi serta peningkatan kadar DNA HBV. Infeksi HbsAg inaktif ditandai oleh
HbsAg positif, anti-Hbe, tidak terdeteksinya DNA HBV, serta LAT yang normal.
Meskipun demikian, terkadang masih didapatkan sedikit tanda peradangan pada
pemeriksaan patologi anatomi. Apabila serokonversi terjadi sesudah waktunya cukup
lama, dapat pula ditemukan gejala kelainan pada sediaan patologi anatomi.
Eksaserbasi hepatitis selain bisa disebabkan oleh reaktivasi virus dapat pula
terjadi karena superinfeksi oleh virus hepatitis yang lain seperti HDV, HCV, HAV,
atau karena obat-obatan.
Apabila kuning bertambah, dapat terjadi gatal dan tinja berwarna pucat. Bila
menjadi kronik akan didapatkan gejala seperti perut membesar, edema tungkai,
rambut rontok, kolateral, spider nevi, eritema palmar, splenomegali, asicites,
hemoroid dan jari tabuh.
2.2.6
Diagnosis
Diagnosis hepatitis B ditegakkan dengan pemeriksaan biokimia serologi, dan
apabila diperlukan dengan pemeriksaan histopatologi. Pada hepatitis B akut akan
ditemukan peningkatan ALT yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan AST
dengan kadar ALT 20-50x normal. Ditemukan pula IgM anti-HBc di dalam darah
selain HbsAg, HbeAg dan DNA HBV.
Pada hepatitis kronik peningkatan ALT adalah sekitar 10-20x batas atas nilai
normal (DANN) dengan ratio de ritis (ALT/AST) sekitar 1 atau lebih. Disamping itu,
IgM anti-HBc juga negatif. Diagnosis hepatitis B kronik di pastikan dengan
pemeriksaan patologi anatomi, disamping mungkin pula dengan pemeriksaan fibro
test. Pencitraan dengan USG atau CT-scan dapat membantu bila proses sudah lanjut.2
9
Hepatitis A, B, dan C
2.2.7
antibodi terhadap antigen core hepatitis (IgM anti HBc dan HBs Ag).
Keduanya ada saat gejala muncul
HBsAg mendahului IgM anti HBc
HbAg merupakan petanda yang pertama kali diperiksa secara rutin
HbsAg dapat menghilang biasanya dalam beberapa minggu sampai bulan setelah
kemunculannya, sebelum hilangnya IgM anti HBc
HBV DNA diserum merupakan petanda yang pertama muncul, akan tetapi tidak rutin
diperiksa.
HbeAg biasanya terdeteksi setelah kemunculan HbsAg.
Kedua petanda tersebut menghilang dalam beberapa minggu atau bulan pada infeksi
yang sembuh sendiri. Selanjutnya akan muncul anti HBs dan anti Hbe menetap.
Tidak diperlukan untuk diagnosis rutin
Hepatitis A, B, dan C
2.2.8
Pemantauan
Apabila seorang mengalami infeksi HBV, tidak selalu perlu diterapi tetapi
cukup dilakukan pemantauan untuk menilai apakah perlu dilakukan intervensi dengan
antivirus sewaktu. Pemantauan dilakukan apabila pada pasien didapatkan keadaan:
1
Hepatitis B kronik dengan HbeAg positif, DNA HBV > 10 5 copy/ml, dan ALT normal.
Pada pasien ini dilakukan tes SGPT setiap 3-6 bulan. Jika kadar SGPT naik > 1-2x
batas atas nilai normal, ALT diperiksa setiap 1-3 bulan. Jika dalam tindak lanjut SGPT
naik menjadi > 2x BANN selama 3-6 bulan dan diserti HbeAg positif dan DNA HBV
> 105 copy/ml, dapat dipertimbangkan untuk biopsi hati sebgaai pertimbangan
2.2.9
Pencegahan
Upaya pencegahan merupakan hal terpenting karena merupakan upaya yang
paling cost-effective. Secara garis besar, upaya pencegahan dibagi dua, yaitu upaya
yang besifat umum dan upaya yang lebih spesifik (imunisasi VHB).
11
Hepatitis A, B, dan C
Skrining ibu hamil pada awal dan trimester ke-3 kehamilan, terutama ibu yang
berisiko terinfeksi HBV. Ibu hamil dengan HBV positif ditangani terpadu. Segera
b) Imunisasi :
Imunisasi dapat berupa aktif dan pasif. Untuk imunisasi pasif digunakan hepatitis
B immunoglobulin (HBIg) yang dibuat dari plasma manusia yang mengandung antiHBs titer tinggi (>100.000 IU/ml). Imunisasi ini dapat memberikan proteksi secara
cepat untuk jangka waktu yang terbatas (3-6 bulan).
Pada orang dewasa, HBIg diberikan dalam waktu 48 jam setelah terpapar
HBV. Kegunaan akan menurun bila diberikan beberapa hari setelah paparan. HBIg
yang diberikan bersamaan dengan vaksin HBV selain memberikan proteksi secara
cepat, kombinasi ini juga memberikan proteksi jangka panjang.Imunisasi aktif
diberikan terutama kepada bayi baru lahir dalam waktu 12 jam pertama.2
Semua bayi dan anak, remaja, yang belum pernah imunisasi (catch up immunization).
Individu berisiko terpapar HBV berdasarkan profesi kerja yang bersangkutan.
Orang dewasa berisiko tertular HBV.
Tenaga medis dan staf lembaga cacat mental.
Pasien hemodialisis (imunisasi diberikan sebelum terapi dialisis dimulai).
Pasien yang membutuhkan tranfusi darah atau produk darah secara rutin.
Penyalah guna obat.
Homoseksual dan biseksual, pekerja seks komersial, orang yang baru terjangkit
HBV.
Calon transplantasi hati (imunisasi diberikan pratransplantasi).
Hepatitis A, B, dan C
2.2. 10 Penatalaksanaan
Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B, yaitu :
1
Kelompok Imunomodulasi
Interferon
Timosin alfa 1
Vaksinasi terapi
Kelompok Terapi Antivirus
Lamivudin
Adenofovir Dipivoksil
Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah mencegah atau menghentikan
progresi jejas hati dengan cara menekan replikasi virus atau menghilangkan injeksi.
Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang sering dipakai adalah
hilangnya petanda replikasi virus yang aktif secara menetap (HbeAg dan DNA HBV).
Pada umumnya, serokonversi dari HBeAg menjadi anti-HBe disertai dengan
hilangnya DNA HBV dalam serum dan meredanya penyakit hati. Pada kelompok
pasien hepatitis B kronik HbeAg negatif, serokonversi HBeAg tidak bisa dipakai
sebagai titik akhir terapi dan respon terapi, hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan
DNA HBV
13
Hepatitis A, B, dan C
IFN adalah salah satu obat pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B
kronik dengan HBeAg positif, dengan aktivitas penyakit ringan sampai sedang, yang
belum mengalami sirosis. IFN telah dilaporkan dapat mengurangi replikasi virus.
Beberapa faktor yang dapat meramalkan keberhasilan IFN :
a. Konsentrasi ALT yang tinggi
-
PEG Interferon
Penambahan polietilen glikol (PEG) menimbulkan senyawa IFN dengan umur
paruh yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan IFN biasa. Pada suatu penelitian
yang membandingkan pemakaian PEG IFN alfa 2x dengan dosis 90, 180, 270
mikrogram tiap minggu selama 24 minggu menimbulkan penurunan DNA HBV yang
lebih cepat dibandingkan dengan IFN biasa yang diberikan 4,5 MU 3x seminggu.
Serokonversi HBeAg pada kelompok PEG IFN pada masing-masing dosis adalah 27,
33, 37% dan pada kelompok IFN biasa sebesar 25%.
Hepatitis A, B, dan C
withdrawl yang diikuti dengan pemberian IFN lebih efektif dibandingkan dengan
pemberian IFN saja, tetapi hal itu tidak terbukti dalam penelitian skala besar. Karena
itu steroid withdrawl yang diikuti dengan pemberian IFN tidak dianjurkan secara
rutin.
b. Timosin alfa 1
Timosin adalah suatu jenis sitotoksin yang dalam keadaan alami ada dalam
ekstrak pinus. Obat ini sudah dapat dipakai untuk terapi baik sebagai sediaan
parenteral maupun oral. Timosin alfa 1 merangsang fungsi sel limfosit. Pemberian
timosin alfa 1 pada pasien hepatitis B kronik dapat menurunkan replikasi HBV dan
menurunkan konsentrasi atau menghilangkan DNA HBV. Keunggulan obat ini adalah
tidak ada efek samping seperti IFN, obat ini meningkatkan efektivitas IFN.
c. Vaksinasi tetap
Salah satu langkah maju dalam bidang vaksinasi hepatitis B adalah
kemungkinan penggunaan vaksin hepatitis B untuk pengobatan infeksi HBV. Prinsip
dasar vaksinasi terapi adalah fakta bahwa pengidap HBV tidak memberikan respon
terhadap vaksin hepatitis B. Konvensional yang mengandung HbsAg karena individuindividu tersebut mengalami imnitoleransi terhadap HbsAg. Salah satu dasar
vaksinasi terapi untuk hepatitis B adalah penggunaan vaksin yang menyertakan epitop
yang mampu merangsang sel T sitotoksik yang bersifat human leucocyte antigen
(HLA-restricted), diharapkan sel T sitotoksik tersebut mampu menghancurkan sel-sel
hati yang terinfeksi HBV. Salah satu strategi adalah penggunaan vaksin yang
mengandung protein pre-S. Strategi kedua adalah menyertakan antigen kapsid yang
spesifik untuk sel limfosit T sitoksik (CTL). Strategi ketiga adalah vaksin DNA.
B. Terapi Antivirus
Lamivudin
Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3 tiasitidin yang merupakan suatu
analog nukleosid, berfungsi sebagai bahan pembentuk pregenom, sehingga analog
nukleosid bersaing dengan nukleosid asli. Lamivudin berkhasiat menghambat enzim
reverse transcriptase yang berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA
yang terjadi dalam replikasi HBV. Lamivudin menghambat produksi HBV baru dan
mencegah
infeksi
hepatosit
sehat
yang
belum
terinfeksi,
tetapi
tidak
mempengaruhi sel-sel yang telah terinfeksi, karena pada sel-sel yang telah terinfeksi
15
Hepatitis A, B, dan C
DNA virus hepatitis B ada dalam keadaan convalent closed circular DNA (ccc DNA).
Karena itu apabila obat dihentikan, konsentrasi DNA akan naik kembali akibat
diproduksinya virus-virus baru oleh sel-sel yang telah terinfeksi. Kalau diberikan
lamivudin 100 mg/hari, lamivudin akan menurunkan konsentrasi DNA HBV sebesar
95% atau lebih dalam waktu 1 minggu.
Adefovir Dipivoksil
Prinsip kerjanya hampir sama dengan lamivudin, yaitu sebagai analog
nukleosid yang menghambat enzim reverse transcriptase. Umumnya digunakan pada
kasus kasus yang kebal terhadap lamivudin, dosisnya 10 30 mg tiap hari selama
48 minggu.
2.2.11 Prognosis
Sembilan puluh persen dari kasus-kasus hepatitis akut B menyelesaikan dalam
waktu 6 bulan, 0,1% adalah fatal karena nekrosis hati akut, dan
sampai 10%
berkembang pada hepatitis kronis. Dari jumlah tersebut, 10% akan mengembangkan
sirosis, kanker hati, atau keduanya.
2.3
Hepatitis C
2.3.1 Definisi
Virus Hepatitis C mempunyai selubung glikoprotein dan merupakan virus RNA
untai tunggal, dengan partikel sferis dan inti nukleokapsid 33 nm. Virus ini
termasuk klasifikasi flaviviridae, genus hepacivirus. Genom HCV terdiri atas 9400
nukleutida, mengkode protein besar sekitar seridu 3000 asam amino.
Hanya ada satu serotipe yang dapat diidentifikasi, terdapat banyak genotip dengan
distribusi yang bervariasi diseluruh dunia.
16
Hepatitis A, B, dan C
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan serologi :
Deteksi anti HCV
Anti HCV dapat dideteksi pada 60% pasien selama masa akut dari penyakit,
35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa minggu atau bulan kemudian
17
Hepatitis A, B, dan C
Anti HCV tidak mungkin pada <5% paisen yang terinfeksi (pada pasien HIV,
HCV RNA
Merupakan petanda yang paling awal muncul pada infeksi akut hepatitis C
Muncul setelah beberapa minggu terinfeksi
Pemeriksaan yang mahal, untuk mendiagnosis penyakit tidak rutin dilakukan,
kecuali pada keadaan dimana disurigai adanya infeksi pada pasien dengan anti
2.3.5
HVC negatif
Diemukan pada infeksi kronis HCV.
Cara Pencegahan
Strategi yang komprehensif untuk mencegah dan mengendalikan hepatitis C
Penatalaksanaan
Interferon telah dibuktikan untuk menormalkan tes hati, memperbaiki
peradangan hati dan mengurangi replikasi virus pada hepatitis C kronis dan
dianggap sebagai terapi baku untuk hepatitis C kronis. Saat ini, dianjurkan untuk
pasien dengan hepatitis kronis kompensasi C (anti-HCV positif, HCV deteksi RNA,
abnormal ALT tingkat atas sekurang-kurangnya 6 bulan, fibrosis ditunjukkan oleh
biopsi hati). Interferon-alpha diberikan subkutan dengan dosis 3 juta unit 3 kali
seminggu selama 24 bulan. Pasien dengan aktivitas ALT dikurangi atau tingkat HCV
RNA dalam bulan pertama pengobatan lebih cenderung memiliki respon yang
18
Hepatitis A, B, dan C
berkelanjutan. Sekitar 50% dari pasien merespon interferon dengan normalisasi ALT
pada akhir terapi, tetapi setengahnya bisa kambuh dalam waktu 6 bulan (WHO,
2010).4
Terapi kombinasi dengan pegylated interferon dan ribavirin selama 24 atau 48
minggu seharusnya menjadi terapi pilihan bagi pasien yang kambuh setelah
pengobatan interferon. Tingkat kekambuhan kurang dari 20% terjadi pada pasien
kambuh diobati dengan terapi kombinasi selama setahun (WHO, 2010).
Transplantasi adalah suatu pilihan bagi pasien dengan sirosis yang nyata secara
klinis pada stadium akhir penyakit hati. Namun, setelah transplantasi, hati donor
hampir selalu menjadi terinfeksi, dan risiko pengembangan menjadi sirosis muncul
kembali (WHO, 2010).4
Pasien dengan hepatitis C kronis dan infeksi HIV bersamaan mungkin memiliki
program akselerasi penyakit HCV. Oleh karena itu, meskipun tidak ada terapi HCV
secara khusus disetujui untuk pasien koinfeksi dengan HIV, pasien tersebut harus
dipertimbangkan untuk pengobatan. Pemberian kortikosteroid, ursodiol, thymosin,
acyclovir, amantadine, dan rimantadine tidak efektif (WHO, 2010)4
2.3.7
Prognosis
Hepatitis C memiliki prognosis yang lebih buruk daripada, misalnya, hepatitis
B, karena seperti proporsi tinggi mengembangkan kasus sirosis 33% dari pasien
yang terinfeksi (Wilson, 2001).5
19
Hepatitis A, B, dan C
BAB III
PENUTUP
Hepatitis A adalah infeksi virus Hepatitis A (HAV) pada hati yang bersifat akut.
Secara global dan di Indonesia, hepatitis A termasuk penyakit hati yang banyak dilaporkan.
Umumnya seroprevalensi anti-HAV ditemukan tinggi pada daerah dengan standar kesehatan
termasuk higiene yang masih rendah. Penyebaran HAV terjadi secara fekal-oral baik berupa
kontak langsung atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi. Tidak terbukti bahwa
penularan secara perinatal pada penyakit ini.
Hepatitis B merupakan infeksi virus Hepatitis B (HBV) pada hati yang bersifat akut
dan kronik. Faktor resiko seseorang dapat tertular HBV melalui hubungan seksual,
penggunaan jarum suntuk yang bergantian pada IDU, menggunakan alat yang terkontaminasi
darah dari penderita (pisau cukur, tato, tindik), 90% berasal dari ibu yang terinfeksi HBV,
transfusi darah.2
Hepatitis C merupakan infeksi virus Hepatitis C (HCV) pada hati yang bersifat kronis.
Penularannya melalui darah, misalnya pada donor darah, atau penggunaan narkoba suntik,
individu dengan tatto aau tindik. Sebagian besar kejadian penyakit adalah asimptomatik,
namun ada juga yang menunjukkan gejala diantaranya anoreksia, mual dan muntah, demam
dan kelelahan, berlanjut untuk menjadi penyakit kuning.5
20
Hepatitis A, B, dan C
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra Sp.PD. HEPATITIS VIRUS AKUT dalam BUKU AJAR ILMU PENYAKIT
DALAM Ed IV Jilid I. Sanityoso, andri. Jakarta : pusat penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006
2. Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B Kronik. Dalam : Aru W.Sudoyo dkk, editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta : Internal Publishing, 2009 ; 653
661
3. Sanityoso A. Hepatitis Virus Akut. Dalam : Aru W.Sudoyo dkk, editor. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta : Internal Publishing, 2009 ; 644 647
4. WHO. 2010. Hepatitis A, B, and C. http://www.who.org. Diakses pada tanggal 20
April 2012.
5. Wilson, Walter R. And Merle A. Sande. 2001. Current Diagnosis & Tratment in
Infectious Disease. The mcGraw-hill Companies, United States of America.
6. Gani R. A. . Hepatitis C. Dalam : Aru W.Sudoyo dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 5. Jakarta : Internal Publishing, 2009 ; 662 667
21