PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada
umumnya berakhirn dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialysis atau transplantasi ginjal (Sudoyo, 2009).
Berdasarkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Renal
2.1.1. Anatomi Renal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang
(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Anatomi ginjal tampak dari depan, di sini dapat kita ketahui
bahwa ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa.
Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3 (Syaifuddin, 2006).
Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding
ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan.
Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas
ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri
adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batasbatas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri
(Syaifuddin, 2006).
Panjang ginjal pada orang dewasa adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7
hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya
sekitar 150 gram. Ukuranya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh.
Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal (dibandingkan dengan
pasanganya) yang lebih dari 1,5 cm (0,6 inci) atau perubahan bentuk merupakan
tanda yang paling penting (Syaiffudin, 2006).
Gambar 2.1.1.1
Anatomi Ginjal Tampak Depan
Gambar 2.1.1.2
Letak Anatomi Ginjal
Permukaan anterior dan posterior kutub atas dan bawah serta tepi lateral
ginjal berbentuk cembung, sedangkan tepi medialnya berbentuk cekung karena
adanya hilus. Beberapa struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus
adalah arteria dan vena renalis, saraf, pembuluh limfatik dan ureter. Ginjal diliputi
oleh suatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berikatan longgar dengan jaringan
di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal (Price
dan Wilson, 2006). Secara umum struktur makroskopis ginjal terdiri dari beberapa
bagian:
1. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/ terdiri dari korpus
renalis/ Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal
dan tubulus kontortus distalis.
2. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
Gambar 2.1.1.3
Struktur Makroskopik Ginjal
Ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ginjal. Di atas ginjal
terdapat kelenjar suprarenalis, kelenjar ini merupakan sebuah kelenjar bantu yang
menghasilkan dua macam hormon yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison.
Adrenalin dihasilkan oleh medulla.
Struktur mikroskopik ginjal adalah nefron. Unit kerja fungsional ginjal
disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1 juta nefron yang
pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi sama. Setiap nefron terdiri dari
Kapsula Bowman, yang mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri
ke duktus pengumpul. Duktus berjalan lewat korteks dan medulla renal untuk
mengosongkan isinya ke dalam pelvis ginjal ( Price dan Wilson, 2006).
2.1.2. Fisiologi Renal
Fungsi ginjal menurut Price dan Wilson (2006) di bedakan menjadi dua
yaitu fungsi eksresi dan non ekskresi, antara lain:
a. Fungsi ekskresi
1) Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mosmol
dengan mengubah-ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan
mengubah-ubah ekskresi Na+.
3) Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit
individu dalam rentang normal.
4) Mempertahankan PH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3-.
5) Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme
protein (terutama urea, asam urat dan kreatinin).
6) Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.
b. Fungsi non ekskresi
1) Menghasilkan renin : penting dalam pengaturan tekanan darah.
2) Menghasilkan eritropoetin : meransang produksi sel darah
merah oleh sumsum tulang.
3) Menghasilkan 1,25-dihidroksivitamin D3 : hidroksilasi akhir
vitamin D3 menjadi bentuk yang paling kuat.
Tabel 2.3.1
Tahapan Perkembangan Penyakit Ginjal Kronik
2.4. Etiologi Penyakit Ginjal Kronik
Penyebab CKD menurut Price dan Wilson (2006) antara lain :
1. Penyakit infeksi: pielonefritis kronik atau refluks, nefropati,
tubulointestinal.
2. Penyakit peradangan: glomerulonefritis.
yang terjadi akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H-) yang berlebihan.
Asidosis metabolik juga terjadi akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi
ammonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan
ekresi fosfat dan asam organik lain juga dapat terjadi. Selain itu CKD juga
menyebabkan anemia yang terjadi karena produksi eritropoietin yang tidak
memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama
dari saluran pencernaan.
Eritropoitein yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang
untuk menghasilkan sel darah merah jika produksi eritropoietin menurun maka
mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan, angina, dan sesak napas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme
akibat penurunan fungsi ginjal. Kadar serum kalsium dan fosfat dalam tubuh
memiliki hubungan timbal balik dan apabila salah satunya meningkat, maka
fungsi yang lain akan menurun. Akibat menurunya glomerular filtration rate
(GFR) kadar fosfat akan serum meningkat dan sebaliknya kadar serum kalsium
menurun. Terjadinya penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespon
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon. Sehingga kalsium di tulang
menurun, yang menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang.
Demikian juga dengan vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk
diginjal menurun seiring dengan perkembangan gagal ginjal. Penyakit tulang
uremik/ osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan
keseimbangan parathormon (Nursalam, 2006).
2.6. Tanda dan Gejala Penyakit Ginjal Kronik
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) tanda dan gejala penyakit ginjal kronik didapat
antara lain :
1. Kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sekrum), edema
periorbital, pembesaran vena leher.
2. Integumen : warna kulit abu-abu mengkilat, kulit terang dan bersisik,
pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
10
Volume : biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak ada
(anuria).
b. Darah
Kalium : meningkat
Kalsium : menurun
11
Osmolaritas serum : lebih besar dari 285 mOsm/kg ; sering sama dengan
urine.
c. Pemeriksaan Radiologi
12
gangguan
frekuensi,
irama,
konduksi
jantung
(ketidakseimbangan elektrolit).
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan mukosa mulut
ditandai dengan penurunan berat badan (malnutrisi), distensi abdomen/
asites.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis ditandai dengan kelemahan otot, penurunan
rentang gerak.
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus dan kulit kering
sekunder terhadap uremia dan edema ditandai dengan kulit menghitam,
gangguan turgor kulit.
2.9. Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik
Rencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya
menurut Suwitra dalam Sudoyo (2006) antara lain:
Tabel 2.6.1
Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik dengan Derajat Penyakit
Ginjal Kronik
13
glomerulus
dengan
cara
penggunaan
obat-obatan
Fosfat g/kg/hr
Tidak dibatasi
10g
tinggi
0,6-0,8/kg/hr, termasuk
10 g
14
biologis tinggi/tambahan
0,3 g asam amino
esensial/asam keton
0,8/kg/hr (+1 gr protein / g
<60(SN)
9 g
Terapi
farmakologi
bertujuan
untuk
mengurangi
hipertensi,
2.10 Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2001) yaitu:
15
BAB III
KESIMPULAN
16
Penyakit ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia/ retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah. Data dari Departemen Kesehatan pada tahun 2006, penyakit gagal ginjal
menduduki peringkat ke 4 sebagai penyebab kematian di rumah sakit Indonesia.
Penyakit ginjal kronik terdiri dari 5 tahap sesuai dengan perkembangan penyakit
tersebut. Penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit infeksi, penyakit
vaskuler hipertensi, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan hederiter,
penyakit metabolik, penyalahgunaan analgesic, dan obstruksi saluran kemih.
Penyakit gagal ginjal kronik dapat didiagnosa dengan perubahan pola nafas,
gangguan pertukaran gas, gangguan perfusi jaringan, kelebihan volume cairan,
ketidakseimbangan elektrolit, dan kerusakan integritas kulit. Penatalaksanaan
penyakit ginjal kronik yaitu dengan terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya,
pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid, menghambat perburukan
fungsi ginjal, pembatasan asupan protein, terapi farmakologi, pencegahan dan
terapi terhadap penyakit kardiovaskuler, pencegahan dan terapi terhadap
komplikasi, serta terapi pengganti ginjal. Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik
yaitu hiperkalemia, perikarditis, efusi pericardial, tamponade jantung, hipertensi,
anemia, dan penyakit tulang.
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Sudoyo, Aru W, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dkk, 2009, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
2. Mansjoer A, dan Triyadinti, Savitri, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran,
Edisi 3, Jilid 2, penerbit Media Aesculapilis: Jakarta.
3. Baughman, Diane C, 2000, Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku
Untuk Brunner dan Suddart, alih bahasa oleh Yasmin Asih, EGC: Jakarta.
4. Carpenito L. J, 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
5. Doenges E. M, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
6. Mi Ja Kim, G.K, McFarland, A.M, McLine, 2006, Diagnosa Keperawatan,
alih bahasa Krristanti Efendy, EGC : Jakarta.
7. Muttaqin, Arif, dan Nurachmah, Elly, 2009, Pengantar Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler, Penerbit
Salemba Medika : Jakarta.
8. Potter, Patricia A, Perry, Anne G, 2005, Buku Ajar Fundamental
Keperawatan, alih bahasa oleh Renata Komalasari, EGC: Jakarta.
9. Price S. A dan Wilson, Lorraine M. C, 2006, Patofisiologi Clinical
Concepts of Desiase Process, Edisi 6, Vol 2, Alih bahasa Brahm U, EGC :
jakarta.
10. Sibuea H. W, Panggabean M. M, Gultom P. S, 2005, Ilmu Penakit Dalam ,
Cetakan Ke 2, Rineka Cipta: Jakarta.
11. Smeltzer C, Suzanne, dan Brenda G. Bare, 2001, Buku Ajar Keperawatan
medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, Alih Bahasa Agung Waluyo,
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
12. Syaefudin, 2006, Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa keperawatan, Alih
bahasa Monica Ester, Edisi 3, EGC: Jakarta.
13. Adam, 2011, Medikal Images, Retrieved Januari 18, 2011, from
http://www.adamimages.com/Illustration/SearchResult/1/kidney
14. Alison, 2011, Asam Folat Dalam Diit, Retrieved Juli 1, 2011, from
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002408.htm
15. Am J Nephrol. 2010, Natrium Bikarbonad, Retrieved Juli 1, 2011, from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21042013
16. E C Rackow, 2010, Colloid osmotic pressure as a prognostic indicator of
pulmonary edema and mortality in the critically ill, Retrieved Juli 1, 2011,
from http://chestjournal.chestpubs.org/content/72/6/709.full.pdf
17. Kindangen, Ardhi, 2006, Penyakit Gagal Ginjal, Retrieved November 9,
2010, from http://digiboxnet.wordpress.com/2010/06/06/penyakit-gagalginjal/
18. National Kidney Foudation, 2010, Cronic Kidney Disease, Retrieved
Januari
18,
2011,
from
http://translate.google.co.id/translate?
hl=id&langpair=en|id&u=http://ww w.kidney.org/
19. Medicastore, 2011, Lasix, Retrieved Juli 1, 2011, from
http://medicastore.com/obat/3258/LASIX.html
18
20. Surabaya Pagi, 2011, Manfaat Susu, Retrieved Juli 1, 2011, from
http://www.surabayapagi.com/index.php?3b1ca0a43b79bdfd9f9305b812
982962a6c55f579d3cbf103d6b0f4df0276321
21. Purwono, 2010, CKD, Retrieved Desember 20, 2010, from
http://purwondjawa.wordpress.com/2010/12/20/asuhan-keperawatanpadapasien-dengan-chronic-kidney-disease-gagal-ginjal-kronis/
22. Universiti of washingtons, 2010, Angka Kejadian Ckd Di Dunia, Retrieved
Januari
18,
2011,
from
http://translate.google.co.id/translate?
hl=id&langpair=en|id&u=http://dep
ts.washington.edu/nephron/research/index.html.
19