1
disampaikan. Target media adalah dari segala umur, lapisan, usia
baik anak kecil, remaja, dewasa muda, dewasa, hingga orangtua.
2
1.2 Rumusan Masalah
3
1.3 Tujuan
1.4.1 Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu
paradigma baru bagi pengembangan ilmu komunikasi
khususnya dalam bidang jurnalistik yang dalam hal ini ialah
dunia anak, melalui analisis framing isi dan tata bahasa
majalah anak serta pantas atau tidaknya untuk konsumsi anak-
anak.
1.4.2 Praktis
4
1.5 Batasan
BAB I – PENDAHULUAN
Bab ini mengulas tentang latar belakang dan apa yang menjadi landasan
dasar tim penulis mengambil judul Analisis Framing Terhadap Majalah XY
Kids
Bab ini mengulas berbagai teori yang akan digunakan untuk menganalisis
hasil lapangan dan membatasi hanya kepada orientasi tim penulis, yaitu
menganai framing, berikut teori – teori lain yang dianggap bersangkutan.
Bab ini memuat berbagai cara olah data yang penulis sajikan.
5
BAB IV – ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang analisa dari hasil lapangan yang dikaitkan dengan teori
– teori yang ada di bab 2.
Bab ini memuat kesimpulan dari hasil analisa bab sebelumnya dan saran
yang tim penulis cantumkan sebagaimana tim penulis menutup sebuah
penelitian ilmiah.
6
BAB II – KERANGKA TEORITIS
7
Sebagian atau sejumlah besar dari peralatan mekanik itu
dikenal sebagai alat-alat komunikasi massa atau lebih populer
saluran, ketika narasumber (Komunikasi) mampu mencapai jumlah
penerima (komunikan, audience) yang luas serta secara serentak
dengan kecepatan yang relatif tinggi.
8
2.1.2 Fungsi Komunikasi Massa
9
Massa juga dapat kita lihat sebagai “meliputi semua lapisan
masyarakat” atau “khalayak ramai” dalam berbagai tingkat umur,
pendidikan, keyakinan, status sosial. Tentu saja yang terjangkau
oleh saluran media massa. Pengertian itu perlu dikemukakan, sebab
istilah massa pernah dipakai hanya untuk menunjuk suatu lapisan
bawah atau rendah, yang jumlahnya paling banyak dalam suatu
sistem sosial, yang primitif, lebih banyak dikuasai oleh naluri
daripada oleh akal sehat, dan cenderung suka membuat kerusuhan
apabila ada kesempatan. Dalam hubungan ini Gustave Le Bon
dalam Psychologie Der Massen mengatakan. “Barang siapa pandai
mengelabuhi massa, ia akan menguasainya, tetapi barang siapa
yang mencoba-coba mendidik massa, ia akan menjadi korban yang
pertama” (Scramn, 1971).
2.3.1 Majalah
(3) literacy reviews and academic journal (kritik sastra dan majalah ilmiah)
11
2.3.1 Sejarah Majalah di Indonesia
Awal Kemerdekaan
12
2.3.3 Kategori majalah
Kekuatan Majalah:
13
Kelemahan Majalah
14
2.4 Artikel
Unsur-unsur Artikel
15
• Adanya pilihan-pilihan kompleks yang dilakukan public. Begitu
isu muncul. Focus public akan terpecah dan mengundang
tanggapan setuju atau tidak. Hal ini tentunya juga tergantung
sikap atau pengalaman anggota public. Makin kompleks suatu
isu, makin kompleks pula pandangan yang muncul. Yang patut
diperhatikan, pembentukan opini amat sangat dipengaruhi jarak,
geografis, wawasan pengetahuan, dan sikap masyarakat.
16
2.4.3 Bagian-bagian Artikel
17
2.5 Kebijakan Redaksi
2.7 Framing
18
Analisi framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai
analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (Peristiwa, aktor,
kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian
tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Di sini realitas sosial
dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa
dipahami dengan bentuknya tertentu. Hasilnya, pemberitaan media
pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu.
Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknis jurnalistik,
tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilka.
Misalnya, langkahmemorandum yang diajukan DPR kepada
Presiden Gus Dur bisa saja dimaknai dan dipahami sebagai upaya
DPR melakukan kontrol dan pengawasan kepada pemerintah. Bisa
juga memorandum DPR itu dimaknai oleh media sebagai upaya
menjatuhkan presiden dan dilakukan oleh orang-orang yang tidak
suka dengan Gus Dur. Bagaimana media memahami dan memaknai
realitas, dan dengan cara apa realitas itu ditindakan, hal inilah yang
menjadi pusat perhatian dan analisis framing. Praktisnya, ia
digunakan untuk melihat bagaimana aspek tertentu ditonjolkan atau
ditekan oleh media. Penonjolan atau penekanan aspek tertentu dari
realitas tersebut haruslah dicermati lebih lanjut. Karena penonjolan
atau penekanan aspek tertentu dan realitas tersebut akan membuat
(hanya) bagian tertentu saja yang lebih bermakna, lebih mudah
diingat, dan lebih mengena dalam piliran khalayak. Ia juga diikuti
oleh akibat yang lain, kita kemudian jadi melupakan aspek lain yang
bisa jadi jauh lebih berarti dan berguna dalam mengambarkan
realitas.
19
2.8 Konstrak
Istilah Arti
Majalah Salah satu dari jenis media cetak yang mempunyai orientasi
terbit berperiodik (mingguan / dwi mingguan / bulanan) memiliki
segmen khusus, berwarna dan memuat pola-pola interaksi
sosial.
Bahasa Tutur Bahasa sehari – hari yang dipakai anak- anak jaman sekarang,
bahasa gaul untuk berinteraksi.
20
Konsul Media hard ware (perangkat keras) untuk memainkan game.
Contohnya Nintendo, Playstation, XBOX, dan PSP
21
BAB III – METHODOLOGI
Penelitian yang digunakan tim penulis dalam penelitian ini adalah bersifat
kualitatif, di mana dalam pengambilan data, penulis menggunakan Framing
analisis.
Kualitatif
Kualitatif research menurut Catherine marshal dalam
sarwono (2006: 193), diartikan sebagai berikut, “Kualitatif
research dipengertiankan sebagai suatu proses yang mencoba
untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai
kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia”.
Jenis: Framing
Analisis Framing digunakan tim penulis dengan cara
seorang editor mengulas suatu berita ke dalam media cetak
asuhannya. Anaisis Framing merupakan seni atau kreativitas
yang kesimpulannya boleh jadi berbeda, jika dilakukan dengan
analisis berbeda, meskipun kasusnya sama.
3.2 Narasumber:
-Purposive Sampling:
23
mereka sesuai dengan target khalayak mereka yang harusnya
konsumennya adalah anak – anak dan bukan remaja serta orang
dewasa.
24
3.3 Teknik Pengumpulan Data:
25
3.4 Teknik Analisis Data
Reliability Validity
26
3.5 Waktu & Tempat
27
• 25 Januari 2010 : Mendatangi kantor Kompas Gramedia
28
BAB IV – ANALISIS DAN PEMBAHASAN
29
sifat dari majalah tersebut yang dinilai baik atau orang tua mereka dahulu
pernah dibelikan orang tua mereka saat mereka masih kanak – kanak, inilah
yang dimaksud atas dasar turun – temurun. Namun lain bagi XY Kids dimana
seorang anak memiliki pilihan sendiri untuk menjadi bahan wacana mereka
sendiri, walaupun tetap saja biaya yang dikeluarkan untuk membeli berasal
dari orang tua mereka.
Visi : majalah hiburan untuk anak – anak ditengah kegiatan sekolah yang
padat serta menjadi teman bagi mereka yang mendidik tanpa harus
menggurui.
30
4.1.1 Sejarah Singkat XY kids
31
4.2 Analisi Framing Media
Seperti yang telah kita ketahui dalam bab II, telah dipaparkan bahwa
sekarang ini kita telah memasuki era telekomunikasi dimana informasi
sangatlah dibutuhkan dari generasi ke generasi dengan perkembangan
teknologi yang selalu dinamis baik media cetak maupun media elektronik.
Tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat luas ini selalu haus akan informasi
maka dari itu dalam penyampaiannya suatu media memiliki tatanan yang
selalu terbagi dalam berbagai lapisan dan golongan salah satunya adalah
usia. Hal tersebut dikarenakan tidak semua masyarakat dapat menerima
maksud yang akan disampaikan dalam suatu media agar tidak ada bias
ataupun misscommunication / salah persepsi.
32
Pada umur 8 – 12 tahun mereka mulai meninggalkan sisi egosentrisnya
(menempatkan posisi mereka sebagai pusat perhatian dari semuanya), dan
mereka mulai untuk bermain, berkumpul dengan lingkungan baru dan
mereka sudah dapat diberikan motivasi serta mengerti hal – hal yang
sistematis, akan tetapi setiap pesan yang akan diberikan untuk si anak
haruslah memperhatikan penggunaan bahasanya. Mereka juga mulai
bertumbuh sebagai pra-remaja yang mereka sedikitnya sudah mulai
mengerti konsep dan dapat berpikir. Namun pada usia pra-remaja ini mereka
bisa merasakan suatu pergumulan didalam diri mereka yang sedang mereka
hadapi, maka itu perlunya lingkungan yang sehat untuk mendukung dan
memberikan pendekatan yang lebih karena sifat mereka yang masih labil.
Pada saat itu anak telah memasuki masa pubertas.
Ada fase – fase untuk tumbuh kembang si anak pada usia – usia
tertentu yang harus diperhatikan oleh orangtua agar mereka dapat mendidik
atau menempatkan diri secara benar bagi anak mereka, yaitu :
Fase Pertama ;
Kepribadian dari teman tersebut tidak menjadi masalah, yang terpenting bagi
mereka adalah kegiatan dan mainan apa yang mereka miliki, persahabatan
mereka akan terputus apabila salah seorang dari anak tersebut tidak mau
bermain lagi dengan anak lainnya karena kejenuhan dan kebosanan,
persahabatan mereka akan secepat mungkin terputus dan terbina kembali
begitu saja.
33
Contoh percakapan yang sering kita temui pada anak-anak usia 5 sampai 7
tahun, antara lain mengenai berbagi makanan, misalnya ;
Fase Kedua
Dalam usia mereka ini, pengertian teman sedikit lebih luas dari pada fase
pertama, karena arti teman bagi mereka sudah melangkah ke perasaan
saling percaya, saling membutuhkan dan saling mengunjungi.
Dalam fase ini seorang anak untuk mendapatkan teman tidak segampang
anak pada fase pertama, karena mereka harus ada kemauan berteman dari
kedua belah pihak.
Mereka tidak akan mau berteman lagi setelah di antara mereka timbul
masalah, seperti ;
membutuhkan pertolongan.
34
Percakapan yang sering kita temui pada fase kedua ini, misalnya ;
Dalam fase ini, seorang anak tidak mudah menjalin persahabatan, biasanya
persahabatan tersebut terjadi setelah beberapa saat mereka saling
mengenal baik baru mereka akan menjalinnya, kadang persahabatan
mereka bisa sampai usia dewasa, kadang juga terputus tergantung factor
apa yang terjadi selama persahabatan mereka.
Fase Ketiga
Terjadi pada anak usia 11 sampai 15 tahun, bagi mereka arti teman tidak
hanya sekedar untuk bermain saja, di sini seorang teman harus juga bisa
berfungsi sebagai tempat berbagi pikiran, perasaan dan pengertian.
Pada fase ini persahabatan memasuki stadium yang sangat pribadi, karena
pada umumnya mereka sedang mengalami masa puber dengan
permasalahan psikologis seperti ; depresi, rasa takut, problem di rumah, atau
problem keuangan yang terjadi pada mereka, biasanya mereka lebih tahu
permasalahan psikologis tersebut dibandingkan dengan orang tua mereka
sendiri.
Persahabatan pada fase ini bisa berubah seiring dengan berjalannya usia
mereka, dari sekedar teman bermain, kemudian berkembang menjadi teman
berbagi kepercayaan dan teman berbagi emosi.
Akhir – akhir ini media cetak yaitu majalah sudah menjadi “teman
baik” untuk mereka, bukan hanya sebagai hiburan yang menarik tetapi
diharapkan bisa menempatkan diri sebagi sarat informasi yang dikemas
secara berwarna agar mereka tidak gampang bosan malah akan membuat
anak – anak menanti – nanti setiap edisi yang akan diterbitkan. Sebut saja
majalah anak yaitu XY Kids magazine yang sedang menjadi trend, majalah
ini sangatlah menghibur, apalagi mengingat anak – anak sekarang sudah
memiliki kegiatan yang sangat padat didalam sekolah maupun diluar
kegiatan sekolah seperti mengikuti berbagai macam private study setiap
harinya. Mereka akan cenderung untuk merasa penad dan jenuh akan
aktifitas mereka yang sangat berat.
36
Para peneliti telah melakukan analisa yang lebih mendalam, analisa
yang para peneliti gunakan adalah Framing Analysis karena secara
sederhana analisa ini dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui
bagaimana realitas (Peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh
media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Di sini
realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa
dipahami dengan bentuknya tertentu. Hasilnya, pemberitaan media pada sisi
tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu. Semua elemen
tersebut tidak hanya bagian dari teknis jurnalistik, tetapi menandakan
bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan.
37
4.2.1 Cara Redaktur Menyusun Berita.
Para tim lapangan – reporter terjun di minggu ke dua dan kempat untuk
mencari berita dan ulasan yang sedang menjadi trend. Tim terbagi menjadi 5
bagian yaitu:
38
• Musik : Tim pergi ke toko musik untuk
mengetahui perkembangan musik di tanah air dan luar negri.
Ditambah juga mencari dari internet, berikut artis – artis yang
menjadi sorotan media. Hanya sebatas lagu mereka
39
BAB V – KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
40
5.2 Saran
41
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Internet
http://books.google.co.id/books?
id=uKRiqPSWnO0C&pg=PA1&dq=definisi+komunikasi+massa#v=onepage&
q=&f=false: Rabu 28 oktober 2009, Pk. 19.00
http://books.google.co.id/books?
id=wGwj0CPSjlQC&pg=PA66&dq=definisi+framing#v=onepage&q=definisi
%20framing&f=false: Rabu 28 oktober 2009, Pk. 20.00
http://books.google.co.id/books?
id=yCWn93wnNHYC&printsec=frontcover&dq=media+massa&lr=&client=firef
ox-a#v=onepage&q=&f=false: Sabtu 31 oktober 2009, Pk. 18.30
http://belajardekavetiga.blogspot.com/2005/09/karakter-majalah.html: 9
November 2009, Pk. 11:08
http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2009/01/bentuk-bentuk-media-
massa.html: 11 November 2009, Pk. 22.00
42
http://immfaiuad.wordpress.com/2008/01/01/pengertian-ideologi/: 10
November 2009, PK. 0 7:50
http://buntomijanto.wordpress.com/2007/03/06/menelaah-kebijakan-redaksi-
pers-medan-dalam-memberitakan-isu-hivaids/: 10 November 20, PK. 08:02
http://hendragrandis.files.wordpress.com/2008/09/metodologi_1.pdf: 03
Febuary 2010, Pk. 09.00
43
LAMPIRAN
44
45
Transcript wawancara – George Wilhelm (Staff redaksi):
A: Saya sejak awal kira-kira pada tahun 2003. Sebenarnya sudah dari
awal sekali waktu XY Kids ini masih berbentuk dummy.
A: Kata mas George, “ Nah itu dia, tapi kalau diliha dari
perkembangan anak sekarang coba kita lihat, mereka sudah tahulah soal
pacaran dan lain – lain. Kalaupun mau diganti bahasanya apa juga yg bisa
kedengarannya enak dan nyambung,kayaknya susah juga tuh. Kalaupun
ada kritikan langsung dari orangtua ke redaksi kami, untuk saat ini malah
46
belum ada. Karena orientasinya adalah si pembaca tersebut yaitu anak –
anak, guananya untuk mendekatkan diri kepada anak, bukan pendekatan
antara orangtua dan anak ataupun guru dan murid,namun pendekatannya
lebih mengarah pada teman secara informal.
A: Biasanya ide – idenya dibuat dulu baru nanti dari semuanya akan
disetujui melalui rapat redaksi.
A: Diawali dari brainstroming yaitu apa saja yang akan dimuat dlam
setiap edisi lalu akan disortir dalam rapat redaksi. Setalah topik itu disetujui
maka wartawan akan mengumpulkan data atau mereserch dengan cara
browing melalui internet, terjun kelapangan dan juga berkonsultasi langsung
dengan narasumber / orang- orang yang sudah berkompeten dibidangnya.
47
7. Q: Visi dari majalah XY Kids dan misi kedepannya?
8. Q: Disalah satu edisi XY Kids ada topik yg mengulas tentang Fast and
A: Anak – anak jaman sekarang ini sangat well inform jadi ada
ataupun tidak adanya ulasan tentang Fast and Farious di edisi
majalah ini anak – anak akan tetap tahu dan tetap menonton. Jadi kita
memikirkan lebih baik kita mengulas ini dari segi lain dimana kita
membahas soal adengan – adegan dimana mobilnya sangat keren,
sehinnga anak – anak kalau nanti menonton film akan lebih
menfokuskan pada hal tersebut bukan sesuatu yang berbau dewasa.
48
Membiarkan Anak Menonton Film Jagoan
Ditulis oleh Administrator
Sunday, 30 November 2008
oleh Nina Mutmainnah Armando “Anak-anak Kok Menonton The Dark
Knight”. Begitu judul surat
pembaca yang muncul di Koran Tempo awal Agustus lalu. Penulisnya,
Endah Triastuti, menyatakan keprihatinannya
karena saat menonton The Dark Knight, bioskop dipenuhi oleh serombongan
anak usia SD yang ikut menonton tanpa
didampingi oleh orang dewasa yang cukup. Sekitar 30-an anak itu menonton
dengan hanya ditemani oleh sekitar 3
orang dewasa saja.
The Dark Knight adalah film bioskop terbaru Batman, sang superhero
terkenal sejagat. Film ini sangat dipuji karena
tekniknya yang canggih dan akting para pemainnya. Tetapi harus diingat,
film ini memang bukan film anak-anak. Endah
di suratnya menyebut film ini sebagai film dewasa karena banyak bermuatan
tayangan yang sadistis. Misalnya,
pembunuhan dengan menggunakan senjata (pistol, bazooka, pisau),
penyiksaan (orang diikat dengan ditutup mata dan
mulutnya, orang didorong keluar jendela dari gedung tinggi, orang ditabrak
dengan kendaraan secara sengaja), kekejian
(orang yang sudah meninggal digantung, ancaman dengan pisau,
penusukan dahi orang dengan bolpoin), dan adegan
dewasa (orang dewasa berciuman mesra). Kekerasan dalam film ini
memang sangat kental. Saat saya menonton film
ini, beberapa kali saya harus memejamkan mata atau memalingkan wajah
akibat kekengerian yang saya rasakan saat
menonton adegan tertentu. Jadi, saya amat setuju ketika Endah menulis,
”Membiarkan anak usia SD menonton
film tersebut tanpa pendampingan adalah bentuk ketidakpedulian terhadap
kekejian dan kekerasan”. Ia
49
menyarankan, seharusnya, anak-anak menonton dengan didampingi, satu
anak didampingi oleh satu orang dewasa,
sehingga anak-anak itu mendapat ”penjelasan yang layak tentang
semua gambaran ’buatan’
itu”. *** Beberapa kali saya melihat memang anak-anak sering
”dilepas” menonton film bioskop.
Tampaknya, telah menjadi gaya hidup baru bagi anak-anak kota besar masa
kini untuk hangout bersama teman-teman
sebaya mereka: pergi ke mal bersama-sama dan kemudian menonton film
bioskop bareng-bareng. Anak-anak kecil itu
(usia kelas 4 hingga 6 SD) mengadopsi gaya kakak-kakak mereka yang
remaja, pergi bersama-sama teman ke mal dan
bioskop tanpa pengawasan orangtua. Kalau toh ada yang mengantar
rombongan anak-anak itu, paling hanya satu atau
dua orangtua atau pengasuh saja. Banyak orangtua yang hanya mengantar
anak-anak itu ke mal dan kemudian nanti
menjemput lagi. Di satu sisi, tindakan semacam ini memang melatih
kemandirian anak. Ditambah lagi, anak-anak
memang perlu bersosialisasi sebanyak-banyaknya dengan teman-temannya
untuk mengasah kecerdasan sosialnya.
Namun, yang menjadi pertanyaan, apakah orangtua mengontrol film yang
ditonton anak? Dalam pengamatan saya,
anak-anak banyak pergi berombongan menonton jika film bioskop yang
diputar adalah film populer yang sedang hangat
diperbincangkan. Misalnya saja Hulk, Spiderman, Batman, Superman, Harry
Potter, Kungfu Panda, dan lain-lain.
Masalahnya, tak semua film populer di kalangan anak-anak itu adalah film
yang aman. Bahkan, beberapa di antaranya
bahkan bukan film anak, tetapi film remaja atau dewasa. Namun, anak-anak
ini (dan juga orangtua mereka!) banyak
yang mengira bahwa film-film tentang tokoh jagoan atau superhero adalah
film anak, karena umumnya bercerita tentang
50
bagaimana sang tokoh jagoan tadi memberantas kejahatan – sebuah
tema yang dianggap sangat bagus.
Padahal, banyak dari film tadi dibumbui kekerasan yang berlebihan dan juga
umumnya dihiasi adegan dewasa
(umumnya adegan ciuman). Anak-anak banyak yang mengira bahwa itu
adalah tontonan untuk mereka, karena di
banyak media anak film-film itu juga dipromosikan gencar. Belum lagi,
berbarengan dengan penayangan filmnya, anakanak
juga ”diserbu” oleh berbagai merchandise di pasaran yang
terkait dengan film tersebut (ada boneka,
topi, poster, pin, tempat pensil, kartu, dan sebagainya). Saat film Batman The
Dark Knight kini hangat diperbincangkan,s
misalnya, banyak majalah anak mengulasnya dan memposisikannya seolah-
olah film tersebut adalah benar film anak.
Sebagai contoh, majalah anak XYKids pada bulan Juli menampilkan edisi
Batman. Di sampulnya tertulis kata-kata
”Edisi Khusus Batman: Komplet tentang Batman, musuhnya,
senjatanya, vehiches-nya, gebetannya, dsb”.
Artikel di dalamnya ditulis dengan gaya tulisan yang lebih pas untuk remaja,
bukan untuk anak, padahal jelas-jelas ini
adalah majalah anak. Promosi gencar sebuah film sangat potensial
mendorong anak untuk ikut menonton filmnya.
Apalagi, jika promosi gencar, banyak teman-teman yang menonton, maka
anak pun ingin menonton karena bagian dari
trend pergaulan –kalau nggak ikut nonton maka ngga gaul gitu loh...
*** Banyak orangtua yang tidak melakukan
kontrol lebih dahulu pada film yang akan ditonton anaknya. Mereka tidak
mencari tahu sebelumnya, bagaimana
persisnya film tersebut. Sekarang ini tampaknya menjadi keharusan bagi
orangtua untuk mencari informasi terlebih
dahulu tentang bagaimanakah film yang ditonton anak. Tidak lagi cukup
bahwa film itu dipromosikan di sana-sini
51
(termasuk di majalah khusus anak), tetapi seharusnya orangtua mencari
informasi sebanyak-banyaknya tentang sebuah
film sebelum memberi izin boleh tidaknya anak menonton. Orangtua
sepatutnya berpikir cukup dalam tentang
pemberian izin ini dengan mengaitkannya pada dua hal: usia anak dan
tampilan film. Film dengan materi dewasa yang
kental (misalnya kekerasan yang cukup banyak ditampilkan) tentu saja
sebaiknya tidak dibolehkan untuk ditonton anak
yang lebih kecil. Anak-anak kecil belum kritis menonton, belum dapat
membedakan realita dan fiksi, dan seringkali
merasa ketakutan akibat materi-materi menakutkan dalam film. Tambahan
lagi, setiap anak (bahkan hingga remaja
SMP) seharusnya didampingi saat menonton film-film yang banyak muatan
dewasanya semacam The Dark
Knight.Pendampingan diperlukan agar anak mendapat penjelasan dari apa
yang tampak di layar, karena banyak sekali
tampilan yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut bagi anak. Bagi anak
yang lebih kecil, pendampingan diperlukan
untuk mengurangi rasa tidak nyaman akibat kekejian yang tampil di layar. ***
Banyak sekali film yang
”menyerbu” anak kita (film bioskop maupun DVD). Banyak di
antaranya sebenarnya bukan merupakan film
anak, tetapi anak-anak kita ingin menontonnya dengan beragam alasan.
Selain diperlukan sikap kritis orangtua untuk
melihat setiap film sebelumnya, please, jangan ”melepas”
anak Anda menonton film hanya bersama
http://www.ummi-online.com/
http://www.ummi-online.com/ Powered by: Joomla! Generated: 19 October,
2009, 13:44
teman-teman sebayanya. Anda-lah, orangtuanya, yang seharusnya ada di
sisi anak saat ia menonton film tersebut. -----
------------
http://www.ummi-online.com/
52
http://www.ummi-online.com/ Powered by: Joomla! Generated: 19
October, 2009, 13:44
53