Anda di halaman 1dari 34

qwertyuiopasdfghjklzxcv

bnmqwertyuiopasdfghjkl
zxcvbnmqwertyuiopasdf
ghjklzxcvbnmqwertyuiop
asdfghjklzxcvbnmqwerty
Tetap Saja Namanya
Cinta
uiopasdfghjklzxcvbnmqw
Kumpulan Puisi

ertyuiopasdfghjklzxcvbn
Bayu Tenoyo

mqwertyuiopasdfghjklzx
cvbnmqwertyuiopasdfghj
klzxcvbnmqwertyuiopas
dfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwe
Daftar Isi

Aku Lupa Aku Cinta Kamu ............................................. 5

Ini Mengenai Cinta ......................................................... 6

Aku yang Mengaku Cinta ................................................ 7

Pelangi Cinta ................................................................... 8

Bilakah Cinta Pergi ......................................................... 9

Kubacakan Puisi di Bawah Gerimis .............................. 10

Biji Zarah Dihatimu .......................................................12

Jika Cinta yang Kau Beri Maka tak Mengapa ................13

Jarak tak Memisahkan...................................................14

Cinta yang Lebay ............................................................16

Cinta tak Pernah Pergi .................................................. 18


Bisikkanlah Aku Cintamu ............................................. 20

Dirimu ............................................................................21

Karena Cinta Ada .......................................................... 22

Sepasang Sepatu Tua .................................................... 23

Benci dan Cinta ............................................................. 24

Ketika Bertemu ............................................................. 25

Duhai Yang Menumbuhkan .......................................... 27

Kukecup Air Matamu .................................................... 28

Catatan Hari Terakhir Sang Raja.................................. 29

Kekasihku.......................................................................31

Kau Kunci Cintaku ........................................................ 32

Aku Melihat Peri Cinta ................................................. 33


Aku Menantimu di ujung Pelangi ................................. 34
Aku Lupa Aku Cinta Kamu

Dalam sendiri bahkan sepi tak menemani


Hanyut dalam pusaran waktu
Tenggelam dalam dilema
Melupakan kata cinta yang diberi

Bisikan malam menutupku


Jalan kenangan kita
Tercecer entah kemana
Mencoba mempertahankannya
Tetapi tak kuasa
Bahkan makin jauh meninggalkan
Dan aku makin sendiri bahkan sepi tak menemani
Kucoba mendua dengan ramainya dunia
Kucoba mendua dengan karya
Kucoba mendua dengan kesibukan
Hanya membuatku sadar aku sendiri
Dan sepi tertawa terbahak-bahak
Dia mempunyai teman

Aku terlalu sendiri


Bahkan rasa cinta aku lupa rasanya
Ia telah lama tak menemaniku
Kini sepi mendekatiku
Biarlah....
Aku lupa aku cinta pada mu
Ini Mengenai Cinta

Sang Pencipta aku ingin bertanya


Kapankah cinta melekat dalam aku
Aku ingin tahu
Benarkah sejak buaian ia ada
Ataukah...(terdiam tanpa tahu apa yang hendak
diucap...argh)

Sang Maha Tahu ini mengenai rasa


Rasa yang indah yang membuai
Terbang entah kemana
Tiba-tiba membuat menjadi pemaaf
Tiba-tiba membuat menjadi pemarah
Malu-malu
Cemburu
Gigih membela
Gigih memburu
Bagaimanakah menilainya
Bagaimanakah memulainya ada

Sekiranya Engkau ada selular phone


Aku SMS atau aku telepon sekarang juga
Mohon jawabannya
(dan aku pun bersujud pada Mu, bersyukur atas
anugrah yang tak terperi)
Aku yang Mengaku Cinta

Bisik hatiku berucap aku mengaku cinta. Meskipun hati


tak berbunga. Getir pahit empedu kukecap dengan
sabar. Tetapi lara singgah ketika hasil tak jua nampak.
Ah.. Padahal aku mengaku cinta.

Langkah kaki berjalan tak henti, menyusuri detak-detak


jantung yang ada kini juga nanti. Meskipun sholat
hambar, harus kuarunginya dengan iman. Apakah aku
sakit kronis? Pelita tak bersinar, mungkin minyak
ibadah tlah menguap lama tanpa disadari. Ah.. Padahal
aku mengaku cinta.

Mata ini ingin menatap surga. Tetapi begitu lepas


melihat indahnya mahluk Mu. (Kutarik nafasku)
kendalinya entah kucari dimana. Bidadari-bidadari
surga yang kurindu apakah kelak masih menemaniku.
Padahal aku mengaku cinta.

Duhai Yang Maha Mendengar, genggamlah bisikkan


hatiku, genggamlah ucapan cintaku. Tubuhku dan
jiwaku bersedia pada Mu. Warnailah selalu jangan
pudarkan sinarMu.
Pelangi Cinta

Debur rasa bergelora


Terik cinta menanamkan awan cemburu
Pelangi sayang terlukis di langit cerita
Amarah terbenam
Bangga melayang
Berdua menjalin rasa
Berdua memadu amarah
Berdua menggapai mimpi
Berdua membisikkan cinta

Mata saling menatap


Bersandarlah dirimu
Degup jantung musik terindah
Dan biarlah kemesraan menyelimuti
Berpendar dalam sesaat
Energi cinta melapisi
Semburat warna warni
Pelangi rasa dalam cinta tak pernah aku tahu warnanya
Mata cintaku tak mampu mencerna
Warnanya terlalu indah
Jiwaku berkecamuk dalam limitnya
Wadah cintaku overflow dalam luapannya
Dan biarlah begitu

I love you
.
Bilakah Cinta Pergi

Saat mentari terbitkah?


Saat menutup matakah?
Saat godaan menguasai?
Saat cobaan tak henti?
Bilakah cinta pergi?

.....dan kukecup dahimu


Mungkin engkau lupa yang terakhir
Mungkin kelak engkau bosan
Mungkin engkau ragu kini juga nanti
Dan biarlah pertanyaan itu selalu mengingatkan kita
Dan biarlah pertanyaan itu merekatkan kita.
Kubacakan Puisi di Bawah Gerimis

Gerimis yang melenggak-lenggok tertiup angin. Seakan-


akan turun tak berjalur. Angin membawanya kesana
kemari. Seakan-akan menggambarkan rinduku.

Aku pun menarik nafasku. Mengambil ancang-ancang,


memberanikan diri, menenangkan gejolak. Dua tiga kali
kulakukan. Kebranian mulai lepas dari sekatnya.
Suaraku sudah siap untukmu.

Aku pun membacakan puisi. Dalam gerimis yang dingin.


Dalam rindu yang terombang-ambing. Untuk seseorang
disana. Yang mungkin melupakan rindu. Yang mungkin
tak pernah merasa gamang. Yang mungkin tak pernah
merasakan gerimis. Dingin...

Gerimis pun kan berakhir. Tetapi puisiku belum


berakhir. Ini bukan mantra memanggil hujan, bukan
pula penangkalnya, ianya rasa rindu yang menggigil.
Rindu yang sangat dingin membuat sejenak kelu
lidahku. Puisiku belum berakhir. Tetapi gerimis tlah
usai.

Dingin, dingin, aku tiba-tiba cengeng, menetes rinduku


menggantikan gerimis.Aku berhenti, tak sanggup.
Saatnya menunggu gerimis lagi. Agar puisiku merdu
terdengar, karena rinduku yang dingin terpancing.
Jiwaku, alam, puisi, serasa satu dalam rindu yang
dingin, dalam gerimis yang dingin, dalam ucapanku
yang dingin. Semuanya menyatu, harmonisasi,
menggapai merdu.
Jika gerimis tiba ingatlah aku. Ingatlah rinduku.
Ingatlah cintaku.
Biji Zarah Dihatimu

Biarkanlah aku menamakannya cinta


Meski engkau tak mau mengakuinya
Mungkin engkau memanggilnya benih
Tapi aku lebih suka menamakannya cinta
Senyummu tumbuh darinya
Sapamu tumbuh darinya
Apa yang darimu padaku tumbuh darinya
Biarkanlah
Jangan kau dustakan
Walaupun hanya setitik biji zarah tetap saja namanya
cinta
.
Jika Cinta yang Kau Beri Maka tak
Mengapa

Hujan badai dalam ganasnya ombak persoalan


Terhempas di antara perihnya karang-karang keras
persaingan
Muncul tenggelam dalam lautan asa
Itulah kehidupan yang kita jelang
Jika memang harus begitu
Tak mengapa
Tak mengapa jika berujung dengan cinta Mu

Terbenam dalam pasir ketakberadaan


Tak mampu beranjak terbelenggu dalam kesederhanaan
Menjadikan doa sebagai senjata
Malam hening sebagai teman
Itulah warna kehidupan
Jika memang harus begitu
Tak mengapa
Tak mengapa jika berujung dengan cinta Mu

Aku tak meminta lebih dari cinta


Dan biarkan aku terpana
Allah tak mengapa
Tak mengapa jika berujung dengan cinta Mu
Jarak tak Memisahkan

Bila kau ragu mungkin itu artinya rindu


Menatap jarum yang menjelajahi satu hingga dua belas
Kau biarkan parasmu merekam tanda tanya
dari hatimu
dari fikirmu
Aku sedang dimana?
Itu mungkin tanyamu
Aku sedang dengan siapa?
Itu mungkin cemburumu
Kekanglah ia dengan pesanku
Kekanglah ia dengan suaraku
Meskipun jarak memisahkan
Sang waktu pun tak menyatukan

Bila kau ragu mungkin engkau sedang mencari


Mencari pembenaran atas prasangka
Mencari jalan lain dari kejemuan
Mencari cari benarkah noktah-noktah tanyamu dapat
kau hapus
Dengan mengeksplorasi ingatanmu
tentang aku
tentang kita
Sedih
Duka
Gembira
Tawa
Canda
Mimpi
Cita-cita
Jangan sepotong yang kau ambil
Bukankah kita hadir dalam keseluruhannya
Itulah kita utuh karena semuanya
Meskipun itu ragumu
Bila kau ragu biarkanlah ia menggerogoti hatimu
Hingga yakinmu hilang
Dan engkau pun bimbang
Alang-alang yang tertiup angin
Air di daun talas
Kecewamu mengalahkan kenyataan
Engkau dalam rasamu
Tak mampu mengusir kegalauan yang meraja
Akupun jadi pahlawanmu
Meskipun itu hanya dengan senyuman
Ataupun hanya dengan kedipan
Ragumu akan kubumihanguskan
Temuilah aku dengan seluruh ragumu
SMS aku
Telepon aku
Ragumu kan pergi
Meskipun waktu tak menyatukan
Meskipun jarak terbentang tak sedepa

Suatu hari nanti kita pun tahu


Ragu hanya guru kita
Jarak hanya penguji kita
Yakin senjata kita
Cinta yang Lebay

Ditandai terbitnya matahari


Waktuku tlah berkurang satu
Engkau masih terdiam
Berbagi senyum tak mau
Aku bukan perayu
Atau pemberi gula dalam berucap
Entah bagaimana meluluhkan
Hatimu karang tak tertaklukan

Cinta layaknya mawar berduri


Indah tak terperi
Nyeri karena tak memiliki
Tambatan hati diam membisu
Sejuta puisi tak mampu mengisi
relung hatimu yang terdalam
Engkau bukan telinga
Engkau bukan gunung
Apa yang akan membuatmu mendengar
Apa yang harus kudaki

Aku bukan bintang dimatamu


Diriku buram dalam matamu
Menoleh pun tak mau
Tegur sapa mu kunanti
Setiap engkau berkata seakan alam terhenti
Kubilang diam pada jantungku
Jangan bersegup
Engkau mengganggu dewiku
Ucapannya mentari
Mengusir awan gelap penantian
Bak lagu yang memberi rasa
Kekosongan hati tak ada
Gerak bibirnya racun rindu terganas
Meninabobokkan
Menenggelamkan

Aku tak punya jati diri


Hilang terbius
Terkubur dalam harapan
bertepuk
berbagi rasa
berbagi cita-cita
tawa canda
Khayalan terlalu nyata
Khayalan terlalu menyita
Dia malah menoreh luka

Jika cinta harus menanti


Menantilah aku
Jika cinta harus memberi
Memberilah aku
Jika cinta tak harus memiliki
Aku tak mau
Aku egois dalam cinta
Aku pejuang cinta
Aku lemah tapi tak takut kalah
Sejuta puisi tak cukup
Sejuta lagi kan kubuat
Aku tak mau menyerah

Ditandai dengan tenggelamnya matahari


Waktuku tlah terisi satu
Untuk cinta yang tak kau beri
Untuk aku yang mencari celah
Dalam hatimu yang tak kau sediakan
Bahkan untuk senyumku yang paling manis
Bahkan untuk rayuanku yang paling puitis
Cinta tak Pernah Pergi

Duhai awan-awan yang menemaniku


Lukiskanlah cinta untuknya
Katakan padanya cintaku tak pernah pergi
Dia bersemayam dalam diriku
Meskipun aku mengarungimu
Hiburlah rindunya
Ketika ia menatap awan
Ketika ia menatapmu mencari rintik-rintik harapan
Ketika ia dalam kebimbangan
Ketika ia dalam kebosanan pada penantian

Cintaku tak pernah meninggalkan ragaku


Walau aku tahu jarak tak mungkin melepaskan rindu
Hanya cahaya yang menyampaikan berita
Dialah pahlawan kami
Kerinduan terlukiskan dalam pesan
Getar-getar cinta yang tak pernah lapuk
Bahkan waktu dan ribuan km yang membentang
mengiyakan
Mengiyakan rinduku
Mengiyakan cintaku tak pernah pergi

Duhai tanah tempat dirinya berpijak


Topanglah kaki-kakinya
Rindunya telah membebani raganya
Mulutnya tak mungkin mengungkapkan cinta
Hanya jari tangannya lincah menggambarkannya
Menggambarkan rindu
Menggambarkan hatinya yang galau
Menggambarkan cinta yang menyita waktunya
Yang menyita dan menawan fikirannya
Ku takut raganya tak mampu menapak
Hingga dia melupakan ku
Dia berlari dari realita
Realita aku kekasinya
Realita rindunya yang ia kekang
Realita cintanya terpisahkan tanah, laut, dan udara

Aku yang selalu merindu


Bisikkanlah Aku Cintamu

Ingin aku mendengarnya


Diantara hiruk pikuknya pedestrian
Diantara kesibukkan kita
Diantara waktu yang tak berhenti

Telingaku
Hatiku
ingin mendengarkannya
Ucapkanlah....
Meski lirih
Akan kubuat malam membisu
Jalan raya senyap tanpa suara
Kesunyian dan kesenyapan menyatu disaat itu

Tahukah kau aku menantinya


Degup jantung tak mau kalah dengan jarum jamku
Berlomba
Tak perduli irama
Pikiran melayang tak terikat
Kemana-mana menunggu
Andai-andai berkecamuk
Bisikkanlah padaku

Engkau menawanku
Dalam penjara tak berjeruji
Aku terdiam tanpa daya
Bebaskanlah...
Bisikkanlah cintamu
Itu kunci kemerdekaanku
Dirimu

Ditemani kesunyian aku sunyi

Ditemani malam aku gelap

Ditemani pagi aku segar

Ditemani mentari aku panas

Ditemani bintang aku bercahaya

Ditemani bulan aku memantulkan

Ditemani lebah aku pantang menyerah

Ditemani angin aku ringan

Ditemani karang aku kokoh

Ditemani dirimu aku lengkap


Karena Cinta Ada

Bayi mungil ditatap dengan sayang


Malam melelahkan terlewatkan dengan sayang
Tangisan merusak tidur dihadapi dengan sabar
Kepanikan tak mengerti bahasa tangis
Ini salah... begitu juga salah

Ayah atau bunda mengantar ke sekolah


Tak tenang, gelisah jika terlambat kabar
Makan didahulukan
Lelah dimalam terobati ketika memandang

Suami bekerja istri berdoa


Peluh diseka dengan sepenuh hati
Sakit saling merawat
Sehat berbagi canda

Rerumputan tersirami hujan


Ternak dan tumbuhan cukup pangan
Mentari bersinar dan hujan bergantian
Cinta yang diberi patut disyukuri
Sepasang Sepatu Tua

Jikakah cinta seperti sepatu tua


Lusuh, kusam, penuh luka dan tanda
Tak ada mau yang menyentuh
Membiarkannya disudut gudang berdebu
Atau membuangnya dengan tutup mata

Bilakah cinta menua seperti sepatu tua


Kerut-kerut mengernyitkan empunya
Enggan menggunakannya
Sudah tak trendi, kuno, dan memalukan

Mengapa cinta tak pernah seperti sepatu tua


(semestinya dan harapan)
Baru setiap saat
Membuat pd yang mengenakan
Nyaman dirasa
Muda digaya

Apakah keabadian ada pada cinta


Mesti aku tak abadi
Meski akupun usang
Pernahkah dia menua
Bisakah dia terluka
Jika aku menua, cinta apakah engkau menua?
Benci dan Cinta

Biarkan aku mendekati Mu


Hingga tumbuh ke dua sayapku
Cinta
Dan Benci
Aku ingin menyatukan keduanya
Dalam tubuhku
Biar aku terbang mendekati Mu

Biarkan sayap cinta mengepak,


berteriak
Lagi...lagi...dan lagi

Biarkan sayap benci mengepak,


berteriak
Cukup...cukup...dan cukup

Sayap-sayapku akan kuat


Tapi pernahkah aku sampai
Engkau Yang Maha Tinggi
Cukupkah aku menggapai
Tak ada kekuatan melainkan dari Mu

Malam ini aku berdoa


Tumbuhkanlah cinta kebaikan
Tumbuhkanlah benci kemungkaran
Jadikanlah mereka sayap-sayapku
Senantiasa tumbuh
Tak akan patah
Mengangkatku, mendekati Mu.

Aamiin...
Ketika Bertemu

Tatapanmu bercerita
bukan hanya rindu
bukan hanya kisahmu
bukan sekedar pertemuan

Janganlah marah
jika aku diam
jika aku tak mendengar
Pikiranku asyik dengan rasaku
karena kau hadir
karena kau sibuk celoteh
karena kau menyitaku

Mungkin ada baiknya


kita dalam jeda
tak bicara
Biar suasana yang menguasai
Sepi terkadang indah
Diam meninggalkan kesan

Ah matamu
asyik mengekplorasi
setiap sudut ekspresiku
setiap gerak tubuhku
setiap kerlingan mataku
Radarmu mengunciku

Tak mungkin aku merusak suasana ini


dengan celotehku
dengan ceritaku
dengan rinduku
Celotehmu memberi irama
Tawa kecilmu spasi-spasi jarak
Tepukkan tanganmu baris baru ganti paragraf
terlalu sayang,
terlalu puitis untuk dirusak.
Duhai Yang Menumbuhkan

duhai Yang Menumbuhkan


lamakah cintaku rindang
harapkan keteduhan dihatiku
melindungi panas negatif
perusak qalbu

duhai Yang Menumbuhkan


jauhkah jarak antara
tengok-tengoklah raguku
tiuplah ia pergi
sulaplah ia

duhai Yang Menumbuhkan


dimanakah pohon amal kutanam
bantu agar kuat
tahan hama dan lebat berbuah

duhai Yang Menumbuhkan


tebarlah benih-benih ketenangan
hingga hidup dalam diri.

Aamiin...
Kukecup Air Matamu

biarlah dada ini menyimpan tangismu


terlalu berat jika engkau menyangga sendiri
kau tlah melewati waktu lalu dengan duka
duka yang tak pernah berhenti

biarlah air matamu kusaksikan


karena aku ingin mengecupnya
ketika engkau sadar apa yang terjadi
kuharap sudah berhenti

aku berjanji menyangga duka


aku berjanji mengobati luka
kapan aku akan menepati
hanya berharap pada Sang Pemberi
tapi kini biarkan ku mengecup air matamu
Catatan Hari Terakhir Sang Raja

Kerajaanku membentang luas.


Sawah yang menghijau
Pangan tak pernah kekurangan.
Kelaparan tak pernah diucapkan.
Tubuh-tubuh sehat dan segar.
Lautan optimis bergelora.

Cinta damai, cinta damai.


Dimana-mana slogan itu dikumandangkan.

Pena-pena kami tak pernah kering.


Sastra dan pengetahuan berkembang pesat.
Buku-buku bak rumput yang tumbuh dimana-mana.
Semua orang suka membaca, suka menulis.
Tak pernah ada ahli yang tak ada di kerajaanku.

Cinta damai, cinta damai.


Dimana-mana slogan itu dikumandangkan.

Ketentraman dan kedamaian menjadi ruh kami.


Kami tak mengenal pertikaian.
Semua dapat diselesaikan segera.
Tak pernah kami menunda berbaikkan.

Cinta damai, cinta damai.


Dimana-mana slogan itu
dikumandangkan.

Pedang sudah berkarat.


Tak ada yang ingat dimana disimpan.
Bertempur tak pernah diucap,
apalagi berpartisipasi.
Hingga suatu saat,
dimana malam tak ada bintang.
Serangan musuh membabi buta.
Tak ada yang selamat.

Cinta damai ternyata slogan kosong.


Meninabobokkan kita supaya lelap.
Tak ada tempat untuk kuat.
Terbuai indahnya dunia
hingga tak selamat.
Kekasihku

Kekasihku adalah awan berarak-arakkan,


membawa rintik-rintik hujan
yang menyuburkan.

Kekasihku adalah bumi tempat ku berpijak.


Pohon-pohon mengikatkan akarnya.
Sungai-sungai melunakkannya.

Kekasihku adalah lautan.


Ombaknya tak pernah lelah menguji nelayan.
Tak pernah ada imbalan tanpa jerih payah.

Kekasihku adalah jalan raya.


Setiap hari kulalui.
Kepenatan dan harapan menemaniku.

Kekasihku adalah internet.


Browsing, searching, menyita waktu.
Ilmu disimpan dan disediakan bagi pencari.

Kekasihku adalah komputer.


Pagi, siang, malam, pagi lagi,
setia menemaniku.
Kubawa kemana-mana, bukan sekedar alat bantu.

Kekasihku adalah kamu.


Tak terhalang oleh ruang dan lintasan waktu.
Kau Kunci Cintaku

Malam terlalu nakal untuk ditaklukan.


Angin dingin menjadi senjatanya.
Mendaki gunung kami berlima.
Mengejar fajar, melihat mata merah tampil di ufuk
timur.

Entah apa yang kami cari.


Sensasi yang tak pernah dirasa bagi yang tak mengerti.
Lelah bukanlah penghambat.
Dia hanyalah kulit dari manisnya rasa di hati.

Di puncak kami terpana, memandang indahnya dunia.


Mata merah berbinar-binar,
menebarkan kehangatan ke dalam tulang.
Dunia seakan berseri,
terlepas dari dingin dan gelapnya sang malam.

Kini ku sadar apa yang dicari.


Turun dan mendaki berulang kali.
Hanya untuk menyadari,
indahnya lukisan yang tak terperi.
Aku pun bertanya,
seperti dalam lagu pelangi.

Berbisik lirih disaksikan embun pagi.


Ya Allah telah kau kunci cintaku.
Aku Melihat Peri Cinta

Aku melihat peri cinta,


dari sepasang suami istri,
bergandengan tangan mengarungi bahtera.
Dia meniupkan awan-awan kesabaran,
perisai dari mentari cobaan.

Aku melihat peri cinta,


dia mengelilingi seorang ibu yang menyusui,
menyanyikan lagu kegembiraan,
sakit dan lelah tak pernah singgah,
keluh kesah digantikan naungan senyum kasih sayang.
Senyum simungil harta yang tak terbeli.

Aku melihat peri cinta,


mengedip-ngedip genit pada seorang lelaki,
yang bekerja dari pagi hingga sore untuk anak istri.
Tangannya memegang jantungnya,
energi cinta memompa smangatnya.
Kerinduan memecutnya bak kuda balapan.

Aku melihat banyak peri cinta,


berterbangan mengelilingi sebuah negara,
rakyatnya penuh cinta sesama,
mengedepankan sujud dibanding angkara,
pekerja-empunya, kaya-papa berkarya sebagai hamba.
Aku Menantimu di ujung Pelangi

Ketika langit biru dikunjungi pelangi berwarna-warni,


tahukah kamu aku menantimu
penuh rindu di ujungnya.

Tanganku menggenggam bidadariku,


aku ingin memamerkannya padamu.
Sudah lama kita tak bersua,
engkau jarang sekali turun ke bumi.

Ah aku tak bisa menyusulmu kesana.


Aku takut tersesat,
selain itu petanya tidak bisa didownload oleh gpsku.

Biar aku yang menantimu datang.


Setiap ada pelangi mataku selalu berbinar-binar.
Bergegas kubawa bidadariku,
sekejap aku di ujungnya.

Langit biru tak pernah menua,


pelangi demi pelangi tlah berganti.
Bidadariku masih setia menemaniku
namun kau tak pernah datang.
Meskipun hanya menyampaikan salam.

Anda mungkin juga menyukai