TPK2-GUBRI 2003-2008
BAB IV
A. Geografis
jiwa, jumlah penduduk usia kerja sebanyak 3.328.296 orang dan angkatan
kerja sebanyak 2.276.222 orang. Perbandingan antara jumlah penduduk
dengan jumlah tenaga kerja pada tahun 2008 adalah sebesar 68,46 %.
Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2004 yang besarnya
68,88 %. Keadaan ini menunjukkan bahwa pertambahan jumlah tenaga kerja
akan lebih kecil dibandingkan dengan pertambahan penduduk, kurun waktu
tahun 2004 – 2008 pertambahan angkatan kerja sebagai akibat tingginya
angka migrasi. Perbandingan antara jumlah tenaga kerja dengan jumlah
angkatan kerja tahun 2008 adalah 68,39 %. Angka ini lebih tinggi dari tahun
2004 sebesar 64,85 %, artinya pertambahan angkatan kerja lebih besar dari
pertambahan tenaga kerja, sehingga akan menambah jumlah pencari kerja
di Provinsi Riau selama periode tahun 2004 sampai tahun 2008.
Sumber : Tahun 2003 BPS Provinsi Riau, Tahun 2004 – 2008 Data Olahan
D. Distribusi Pendapatan
Pola distribusi pendapatan di Provinsi Riau untuk tahun 2004 tergolong
distribusi yang relatif merata yaitu :
2003 2008
Kelompok persentase persentase
Pendapatan Pendapatan
40 % penduduk berpenghasilan rendah 23,04 24,33
E. Sosial Budaya
Sosial Budaya (social-culture) Riau ditandai dengan ciri khas
sebagaimana tersirat pada lambang Provinsi Riau yaitu Lancang Kuning yang
melambangkan kepahlawanan rakyat Riau berdasarkan kebijakan dan
kebenaran. Kemudian secara filosofis lebih dari 500 tahun silam Laksemana
Hang Tuah mengatakan : “Tuah Sakti Hamba Negeri, Esa Hilang Dua
Terbilang, Patah Tumbuh Hilang Berganti, Tak Melayu Hilang di Bumi ”.
K2i DI PROVINSI RIAU
TPK2-GUBRI 2003-2008
Selanjutnya, berbagai suku asli yang ada di Riau antara lain : Suku
Melayu, Suku Anak Dalam, Suku Sakai, Suku Talang Mamak, Suku Bonai
dan Suku Laut.
Tabel 4.1 : PDRB Provinsi Riau Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2004-
2008 (Milyar Rupiah)
K2i DI PROVINSI RIAU
TPK2-GUBRI 2003-2008
Pada sektor yang strategis, seperti sektor pertanian pada tahun 2004
pertumbuhannya sebesar 5,61 % tetapi pada tahun 2008 diharapkan
mencapai 6,66 %. Sektor kedua yang penting adalah sektor industri pada
tahun 2004 sebesar 5,65 % dan di tahun 2008 menjadi 6,70 %, sektor
ketiga adalah sektor perdagangan tahun 2004 tumbuh sebesar 7,21 % dan
tahun 2008 menjadi 8,10 %. Jika dilihat pertumbuhan ketiga sektor strategis
tersebut akan memberikan dorongan pada pertumbuhan ekonomi Provinsi
Riau dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 dengan rata-rata 6,63 %.
Sedangkan pertumbuhan sektor-sektor lainnya juga mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Struktur perekonomian Provinsi Riau pada dasarnya didukung oleh
sumber daya alam (resources base economy) yang dimiliki seperti migas,
mineral, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Dengan potensi sumber
daya alam yang besar tersebut, maka pengelolaan yang efektif dan efisien
akan memperkokoh struktur perekonomian Provinsi Riau yang tercermin
pada PDRB di tahun 2008 mendatang adalah tiga sektor utama yakni sektor
pertanian dengan sumbangannya sebesar 33,49 %, sektor industri sebesar
14,36 % dan sektor perdagangan sebesar 19,30 %. Jika dibandingkan
tahun 2004 sumbangan ketiga sektor utama tersebut adalah sektor
pertanian turun dari 34,21 %, sektor industri turun dari 14,52 %, dan sektor
perdagangan naik dari 18,61 %. Dan secara keseluruhannya peranan
ketiga sektor tersebut turun dari 67,34 % menjadi 67,15 % pada tahun
2008.
pendataan yaitu angka kemiskinan yang dihitung berasal dari BKKBN dan
berasal dari BPS. Berdasarkan data dari BKKBN, pengukuran kemiskinan
dibagi dalam 2 kategori yaitu penduduk pra-sejahtera dan sejahtera I.
a. Fakir Miskin
Grafik II.5
Hasil Penanganan Fakir Miskin
b. Anak Terlantar
Grafik II.6
Hasil Pelayanan Kesejahteraan Anak
K2i DI PROVINSI RIAU
TPK2-GUBRI 2003-2008
c. Penyandang Cacat
Meningkatnya kemampuan penyandang cacat dalam mengurus
dirinya sendiri sehingga mengurangi ketergantungan terhadap orang
lain/keluarga dan lingkungannnya. Kondisi dan upaya yang dilakukan
adalah melalui pelayanan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi ekonomi
sehingga mereka dapat beraktifitas sebagaimana layaknya anggota
masyarakat lainnya. Grafik 4 berikut ini akan menunjukkan hasil
pelayanan terhadap penyandang cacat sejak tahun 1998 sampai dengan
tahun 2002 yang telah dilayani sebanyak 1.689 orang.
Gambaran terhadap hasil penangannya dapat dilihat dalam Grafik
berikut:
Gambar: Hasil Pelayanan Terhadap Penyandang Cacat
Inhil 146.846 24 17 41
Pelalawan 52.398 19 38 57
Siak 67.275 26 55 81
Kampar 119.590 68 16 84
Rohul 71.026 34 13 47
Bengkalis 127.177 55 13 68
Rohil 91.412 40 28 68
Pekanbaru 163.482 98 1 99
Dumai 42.612 83 4 87
Jumlah 1.005.848 51 18 69
Sumber: BPS Riau Dalam Angka 2002 (diolah)
ada sekitar 31% rumahtangga di Riau yang belum tersentuh listrik sama
sekali.
Menurut data PLN, daerah yang paling banyak terjangkau oleh PLN
adalah Pekanbaru (98%) dan Dumai (83%), meskipun pada kenyataannya
masih saja masyarakat di kota ini selalu mengeluhkan susahnya
mendapat sambungan listrik oleh PLN. Sedangkan yang paling parah
adalah daerah Pelalawan (19%) dan Inhil (24%). Untunglah ada
tambahan dari listrik non PLN di Pelalawan (38%) dan di Inhil (17%) yang
umumnya bersumber dari diesel gen-set.
Di Pekanbaru saja, yang menurut data sudah 98% terpenuhi
kebutuhan listriknya, konsumsi listrik perkapitanya adalah 354 kWh. Ini
masih di bawah nilai konsumsi rata-rata perkapita nasional sebanyak 379
kWh. Padahal secara rata-rata di Riau, yang bisa terlayani oleh PLN
adalah separuh dari harga tersebut. Bisa dibayangkan betapa kurangnya
energi listrik yang dialami Riau, bila dibandingkan dengan rata-rata di
Indonesia. Apalagi bila dibandingkan dengan negara lain. Sebagai
bandingan, konsumsi energi listrik perkapita di Malaysia sebesar 2.750
kWh per capita per tahun, bahkan di Amerika 12.400 kWh. Artinya, listrik
untuk satu keluarga di Malaysia bisa menanggung listrik lebih dari 7
keluarga di Indonesia. Sedangkan satu rumah di Amerika bisa
menampung 32 keluarga Indonesia, atau lebih kurang ukuran satu RT
(rukun tetangga) kita!
Sepertinya ada ketidakadilan dalam pengadaan energi listrik di
Indonesia, khususnya di Sumatera yang kekurangan daya 301 MW. Dari
data PLN pada Maret 2004, terdapat kekurangan daya listrik di Sumut-
Aceh 130 MW, Riau 36 MW, Jambi 5 MW, dan Sumbagsel 130 MW.
Sementara, daerah-daerah lainnya di Indonesia, menurut data PLN itu
hanya terdapat kekurangan di Singkawang (Kalbar) sebesar 2 MW,
selebihnya tidak terdapat kekurangan. Itu angka menurut PLN, padahal
kenyataannya jauh lebih besar daripada itu yang dibutuhkan.
K2i DI PROVINSI RIAU
TPK2-GUBRI 2003-2008
3. AIR
Curah hujan yang besar yang berkisar antara 2000 mm sampai
3000 mm yang hampir merata sepanjang tahun adalah berkah bagi Riau.
Di samping itu, empat sungai besar yaitu Rokan, Siak, Kampar, dan
Indragiri yang mengaliri daratan Riau merupakan sumber air potensial dan
transportasi bagi masyarakat Riau, meskipun kondisinya terus menurun
akibat penebangan hutan. Pada hakikatnya, Riau memiliki sumber air
yang sangat besar yang tidak akan menjadi masalah dalam waktu dekat.
Permasalahan air di Riau adalah penyediaan air yang bersih dan
berkelanjutan untuk rumah tangga dan industri. Kebutuhan air rumah
tangga, tentulah air yang layak untuk dikonsumsi dan dipakai untuk
kebersihan.
Sumber air untuk kebutuhan rumah tangga di Riau untuk satu daerah
dengan daerah lainnya cukup bervariasi seperti terlihat pada Tabel 3.
Penggunaan air leding (PDAM) dan pompa masih sangat kecil
persentasenya. Penggunaan sumur dangkal, baik yang terlindung
maupun tidak terlindung masih dominan. Begitu pula halnya pemanfaatan
air hujan dengan cara ditampung dan air sungai secara langsung masih
sangat besar, terutama untuk daerah Inhil, Bengkalis, Rohil, dan Dumai
karena kualitas air tanahnya yang buruk.
4. TRANSPORTASI
a. Transportasi Udara
Saat ini Riau memiliki beberapa lapangan terbang yang memiliki lebar
sekitar 30 m di Pekanbaru, Dumai, Rengat, Pasir Pengarayan, dan Sungai
Pakning. Saat ini sedang dibangun lapangan terbang di Tempuling,
Indragiri Hilir. Lapangan terbang Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru
adalah yang paling panjang dan paling baik runway dan fasilitasnya.
Beberapa daerah kabupaten/kota telah pula merencanakan untuk
membangun pelabuhan udara baru dengan harapan untuk membuka isolasi
daerahnya, meskipun belum tentu menjadi solusi yang baik untuk itu.
Pemerintah Provinsi Riau telah pula memiliki perusahaan
penerbangan Riau Airlines. Meskipun tujuan semula dari pendirian Riau
Airlines adalah untuk membuka isolasi daerah terpencil di Riau, maskapai
penerbangan ini telah pula melayani rute regional di Riau, termasuk ke
Melaka dan Kuala Lumpur bersaing dengan maskapai penerbangan
lainnya.
b. Transportasi Air
Riau memiliki garis pantai yang cukup panjang ditambah empat sungai
besar dan beberapa sungai kecil. Selain itu, kehidupan selat di pulau-pulau
yang berdekatan membuat transportasi air menjadi sangat penting. Empat
sungai besar di Riau, yaitu Siak, Rokan, Kampar, dan Indragiri yang
memiliki panjang masing-masing antara 350 km sampai 550 km dan
kedalaman antara 6 m sampai 12 m sudah sejak dulu menjadi urat nadi
K2i DI PROVINSI RIAU
TPK2-GUBRI 2003-2008
Sementara itu, hanya 48% jalan arteri (nasional) dan 33% jalan kolektor
(provinsi) dalam kondisi baik.
Kualitas jalan lokal (kabupaten) yang notabene berada di lingkungan
masyarakat desa yang miskin yang jumlahnya lebih dari 60 % dari
penduduk Riau seharusnya menjadi perhatian besar pemerintah daerah jika
ingin menghapuskan kemiskinan dan kebodohan.
Jalan lokal di daerah terpencil ini sangat besar pengaruhnya terhadap
pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kehidupan di daerah tersebut.
Peluang untuk menjual hasil pertanian, perkebunan dan produk desa
dengan harga yang lebih tinggi dimungkinkan jika ada jalan yang bisa
menghubungkan antara pusat produksi dan pasar. Keberadaan jalan lokal
yang layak untuk dilalui akan membuka desa terhadap informasi pasar,
harga, teknologi, dan budaya positif. Meskipun akibat negatif dari
terbukanya akses ini tidak pula bisa dihindari.
Jalan lokal juga mengimbas kepada peningkatan sumberdaya manusia
secara tidak langsung. Jarak Sekolah Dasar ke rumah-rumah penduduk
mungkin tidak terlalu jauh, meskipun di beberapa tempat masih menjadi
halangan. Yang cukup jauh jaraknya biasanya adalah antara Sekolah
Menengah dengan lingkungan penduduk. Karena jarak yang jauh dan jalan
yang rusak dan susah dilalui, biasanya penduduk desa enggan
menyekolahkan anaknya karena biayanya terlalu tinggi. Kebiasaan
penduduk desa bila jarak sekolah jauh adalah dengan meng-kos-kan anak
mereka di kota, dan itu butuh biaya yang cukup besar.
Eksploitasi sumberdaya alam dan kegiatan perekonomian di Riau
mempercepat penurunan kualitas kondisi jalan di Riau. Hilir mudik truk
yang mengangkat kayu dari HPH dan hutan-hutan yang tersebar menuju ke
pabrik pulp dan paper adalah salah satunya. Permasalahannya adalah
truk-truk ini bisa memiliki tonase total 40 ton yang bisa mentransfer beban
pada sumbunya sebesar 15 ton. Ini jauh memiliki daya dukung rata-rata
jalan yang sebesar 8 ton. Kecelakaan akibat tumbangnya truk karena
beban yang terlalu tinggi membuat macet jalan baik di dalam kota maupun
K2i DI PROVINSI RIAU
TPK2-GUBRI 2003-2008
di luar kota. Begitu pula lalu lintas truk pengangkut tandan buah segar
kelapa sawit dari perkebunan ke pabrik kelapa sawit dan truk pengangkut
hasil olahan berupa CPO dari pabrik untuk dikapalkan, meskipun tidak
seberat truk pengangkut kayu, tetapi dengan volume lalu lintas yang cukup
besar memberikan andil pula dalam mempercepat kerusakan jalan.
Biaya pemeliharaan jalan yang tinggi akibat kegiatan perekonomian ini
sayangnya tidak diimbangi dengan alokasi dana pemeliharaan jalan untuk
Riau yang seharusnya jauh lebih tinggi dari rata-rata daerah lain di
Indonesia. Pendapatan untuk negara dari hasil kegiatan perekonomian ini
seharusnya dikembalikan secara proporsional ke Riau dalam bentuk biaya
pemeliharaan jalan dalam APBN. Inilah mekanisme yang belum berjalan
sehingga Riau kewalahan dalam menjaga kualitas jalannya.
Karena kondisi geografis Riau yang berawa dan banyak dilintasi oleh
sungai, maka pembangunan jembatan untuk menghubungkan jalan yang
masih terputus masih sangat diperlukan. Daya dukung tanah yang rendah
dan persyaratan tinggi jembatan supaya tidak menghalangi lalu lintas
sungai menjadi perhatian yang cukup besar dalam pembangunan jembatan
di Riau.
2. Jalan Tol dan Kereta Api
Studi Kelayakan untuk membuat jalan tol di Riau sudah dilakukan,
khususnya untuk jalan tol Pekanbaru-Dumai. Meskipun demikian kelayakan
dari sisi ekonomis masih belum memenuhi persyaratan karena LHR yang
masih rendah untuk saat ini. Studi Master Plan Riau 2020 juga
menunjukkan bahwa tidak perlu pembangunan jalan tol hingga tahun 2015.
Master Plan jalur kereta api Sumatera sudah dibuat yang mengikut
sertakan untuk pembuatan jalur tambahan di Riau. Jika proyek ini
terlaksana, beban jalan lintas Sumatera akan bisa dikurangi secara
signifikan. Proyek ini baru bisa bernilai ekonomis jika memiliki trayek yang
panjang, yakni bila trayek Sumatera sudah disambungkan.