Disusun Oleh:
Wendi Irawan Dediarta
(150310080137)
Dalam konteks sosial, pemakaian istilah engineering pernah disosialisasikan misalnya oleh
Jalaludin Rahmat dalam bukunya Rekayasa Sosial, Reformasi atau Revolusi. Dalam buku
ini engineering diartika sebagai sebuah rekayasa. Dalam konteks sosial ini engineering bisa
dimaknai sebagai sebuah proses perancangan kondisi social seperti yang diinginkan (das
sollen). Misi dalam proses ini jelas yaitu wujudnya kondisi sosial yang diharapkan.
Keinginan untuk merancang kondisi sosial ini muncul ketika kondisi faktual (das sein)
berjalan tidak seperti apa yang diharapkan. Atau dalam kata lain terdapat gap antara kondisi
yang diinginkan (das sollen) dengan kondisi faktual (das sen). Dengan kondisi ini maka
sebuah proses engineering dalam konteks sosial (yang bisa disebut juga sebagai social
engineering) bisa disebut sebagai bagian dari disiplin aktifitas perubahan sosial.
Istilah rekayasa sosial (social social enginneringenginnering) yaitu “proses rancang bangun
(pengobjekan) sumberdaya, struktur dan kultur masyarakat pedesaan yang dilakukan secara
sistematis (linear) oleh orang luar kultur masyarakat pedesaan dengan instrumen rekayasa
yang juga didatangkan dari luar”.
Basis rekayasa sosial adalah kepentingan dan teknologi dari luar, oleh karena itu rekayasa
sosial tidak adalah kepentingan dan teknologi dari luar, oleh karena itu rekayasa sosial tidak
dikenal dalam kamus sosiologi (Poloma,2000). Pembangunan pedesaan dari atas juga
diistilahkan pengkondisian, yakni “usaha usaha mempengaruhi dan merubah keadaan dan
perilaku masyarakat pedesaan dengan mempengaruhi dan merubah keadaan dan perilaku
masyarakat pedesaan dengan mengubah kondisi dan situasi yang mempunyai pengaruh
langsung”. Menurut Fakih (2002): “pembangunan top-down ialah pembangunan yang
menjadikan pedesaan dan masyarakatnya sebagai objek”. Secara umum rekayasa sosial
berarti campur tangan sebuah gerakan ilmiah dari visi ideal tertentu yang ditujukan untuk
mempengaruhi perubahan sosial.
Metode Partisipatif
Partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan desa adalah keterlibatan dari masyarakat
desa, baik secara emosional, mental maupun fisik, dalam proses pembangunan desa, yang
mendorong mereka menyumbangkan kemampuan sekaligus merasa ikut bertanggung jawab
atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan menjadi keinginan bersama yakni
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa.
Masyarakat lokal menjadi bagian yang paling memahami keadaan daerahnya tentu akan
mampu memberikan masukan yang sangat berharga. Masyarakat loka denga pengetahuan
serta pengalamannya menjadi modal yang sangat besar dalam melaksanakan pembangunan.
Masyarakat lokal-lah yang mengetahui apa permasalahan yang dihadapi serta juga potensi
yang dimiliki oleh daerahnya. Bahkan pula mereka akan mempunyai “pengetahuan lokal”
untuk mengatasi masalah yang dihadapinya tersebut.
Midgley (1986) menyatakan bahwa partisipasi bukan hanya sekedar salah satu tujuan dari
pembangunan sosial tetapi merupakan bagian yang integral dalam proses pembangunan
sosial. Partisipasi masyarakat berarti eksistensi manusia seutuhnya. Tuntutan akan
partisipasi masyarakat semakin menggejala seiring kesadaran akan hak dan kewajiban warga
negara. Kegagalan pembangunan berperspektif modernisasi yang mengabaikan partisipasi
negara miskin (pemerintah dan masyarakat) menjadi momentum yang berharga dalam
tuntutan peningkatan partisipasi negara miskin, tentu saja termasuk di dalamnya adalah
masyarakat. Tuntutan ini semakin kuat seiring semakin kuatnya negara menekan kebebasan
masyarakat. Post-modernisme dapat dikatakan sebagai bentuk perlawanan terhadap
modernisme yang dianggap telah banyak memberikan dampak negatif daripada positif bagi
pembangunan di banyak negara berkembang. Post-modernisme bukan hanya bentuk
perlawanan melainkan memberikan jawaban atau alternatif model yang dirasa lebih tepat.
Post-modernisme merupakan model pembangunan alternatif yang ditawarkan oleh kalangan
ilmuan sosial dan LSM. Isu strategis yang diusung antara lain anti kapitalisme, ekologi,
feminisme, demokratisasi dan lain sebagainya. Modernisme dianggap tidak mampu
membawa isu-isu tersebut dalam proses pembangunan dan bahkan dianggap telah
menghalangi perkembangan isu strategis itu sendiri. Post-modernisme dinyatakan sebagai
model pembangunan alternatif karena memberikan penawaran konsep yang jauh berbeda
dengan modernisme. Tekanan utama yang dibawa oleh post-modernisme terbagi dalam tiga
aspek, yaitu agen pembangunan, metode dan tujuan pembangunan itu sendiri.
Pemberdayaan yang memiliki arti sangat luas tersebut memberikan keleluasaan dalam
pemahaman dan juga pemilihan model pelaksanannya sehingga variasi di tingkat lokalitas
sangat mungkin terjadi. Konsep partisipasi dalam pembangunan di Indonesia mempunyai
tantangan yang sangat besar. Model pembangunan yang telah kita jalani selama ini tidak
memberikan kesempatan pada lahirnya partisipasi masyarakat. Oleh karenanya diperlukan
upaya “membangkitkan partisipasi” masyarakat tersebut. Solusi yang bisa dilakukan adalah
dengan memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat akan berpartisipasi secara
langsung terhadap pembangunan.
• Jenis-jenis Metode Partisipatif:
Terdapat berbagai metode partisipatif yang langsung melibatkan peran masyarakat, telah
banyak dikenal. Berikut beberapa metode partisipatif:
Metode partisipatif melalui metode ZOPP ini dilakukan dengan menggunakan empat
alat kajian dalam rangka mengkaji keadaan desa:
- Kajian permasalahan; dimaksudkan untuk menyidik masalah-masalah yang
terkait dengan suatu keadaan yang ingin diperbaiki melalui suatu proyek
pembangunan.
- Kajian tujuan; untuk meneliti tujuan-tujuan yang dapat dicapai sebagai akibat dari
pemecahan masalah-masalah tersebut.
- Kajian alternatif (pilihan-pilihan); untuk menetapkan pendekatan proyek yang
paling memberi harapan untuk berhasil.
- Kajian peran; untuk mendata berbagai pihak (lembaga, kelompok masyarakat,
dan sebagainya) yang terkait dengan proyek selanjutnya mengkaji kepentingan
dan potensi.
Metode ZOPP mempunyai kegunaan untuk meningkatkan kerjasama semua pihak
yang terkait, mengetahui keadaan yang ingin diperbaiki melalui proyek, merumuskan
tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan
sebagai dasar pelaksanaan proyek. Mutu hasil perencanaan itu sangat tergantung
pada informasi yang tersedia dan yang diberikan.
2) Metode Participatory Rural Appraisal (PRA)
Dimaksudkan sebagai metode pendekatan belajar tentang kondisi dan kehidupan
pedesaan dari, dengan, dan oleh masyarakat desa sendiri. Pengertian belajar disini
mempunyai arti luas, karena meliputi juga kegiatan mengkaji, merencanakan dan
bertindak. Tujuan utama dari metode PRA ini adalah untuk menghasilkan rancangan
program yang lebih sesuai dengan hasrat dan keadaan masyarakat. Lebih dari itu,
PRA juga bertujuan memberdayakan masyarakat, yakni dengan pengembangan
kemampuan masyarakat dalam mengkaji keadaan mereka sendiri, kemudian
melakukan perencanaan dan tindakan.
Prinsip kerja metode PRA hampir sama dengan metode ZOPP. Dalam metode ini
masyarakat juga dilibatkan secara langsung dalam tahap perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan, menggunakan alat kajian, dan adanya pemandu. Metode
PRA tekanannya bukanlah pada kemampuan teknik-teknik PRA dalam partisipasi
pengumpulan data, penggunaan alat kajian dan prinsip kepemanduan.
Penekanannya justru pada proses belajar masyarakat dan tujuan praktis untuk
pengembangan program. Sebab penerapan metode PRA adalah untuk mendorong
masyarakat turut serta meningkatkan dan mengkaji pengetahuan mereka mengenai
kehidupan dan kondisi mereka sendiri, agar mereka dapat menyusun rencana dan
tindakan. Metode PRA juga bersifat terbuka untuk menerima cara-cara dan metode
baru yang dianggap cocok.
Merupakan metode yang digunakan sebagai langkah awal untuk memahami situasi
setempat. Sebagai pelaksanaanya dilakukan oleh suatu tim dan dilaksanakan dalam
waktu singkat, sekitar 4 hari sampai 3 minggu. Metode ini dilaksanakan dengan
menggali informasi terhadap hal yang telah terjadi, kemudian mengamati dan
melakukan wawancara langsung. Semua informasi tersebut diolah oleh tim untuk
kemudian diumpanbalikkan kepada masyarakat sebagai dasar perencanaan.
Metode RRA ini lebih berfungsi sebagai perencanaan dari penelitian lebih lanjut,
atau sebagai pelengkap penelitian yang lain, atau sebagai kaji-tindak untuk
menyelaraskan antara keinginan masyarakat dan penentu kebijakan. Berdasarkan
pengalaman di lapangan selama ini, pada prinsipnya ketiga jenis metode perencanaan
partisipasif tersebut, mempunyai tujuan yang sama, yakni memberdayakan
masyarakat dan kelembagaan desa serta menumbuhkan partisipasi masyarakat.
Dengan metode ini diharapkan sasaran-sasaran pembangunan desa lebih terarah dan
berhasil guna. Namun, metode perencanaan partisipatif yang telah ada ini, kiranya
perlu diramu sedemikian rupa dengan mendasarkan prinsip musyawarah gotong-
royong yang telah hidup berurat-berakar di masyarakat pedesaan
1) Adanya hubungan yang erat antara masyarakat dengan kelembagaan secara terus-
menerus.
2) Masyarakat atau kelompok masyarakat diberi kesempatan untuk menyatakan
permasalahan yang dihadapi dan gagasan-gagasan sebagai masukan berharga.
3) Proses berlangsungnya berdasarkan kemampuan warga masyarakat itu sendiri.
4) Warga masyarakat berperan penting dalam setiap keputusan.
5) Warga masyarakat mendapat manfaat dari hasil pelaksanaan perencanaan.