Anda di halaman 1dari 17

Gender predicts medical students academic achievement

Endang Lestari1
1

Medical Education Unit, Faculty of Medicine Sultan Agung Islamic University Indonesia

Corresponding address:
Endang Lestari
Medical Education Unit, Faculty of Medicine Sultan Agung Islamic Univeristy, Kaligawe
Km 4 Semarang Indonesia 50012
phone (62 24) 6583584 Fax (62 24) 6594366
e-mail: buendang@fkunissula.ac.id, endang271@yahoo.com
Synopsis: Gender issue and professionalism are interesting topic to discuss in medical field.
The number of female students is doubled the male and the professional behavior of doctor is
center to maintain public trust.
Running Title: gender and professionalisme in medical education
Jender

memprediksi

prestasi

akademik

mahasiswa

kedokteran

Endang

'

Lestari1

1 Unit Pendidikan Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung


Indonesia
Sesuai
Alamat:
Endang
Lestari
Satuan Pendidikan Kedokteran, Fakultas Kedokteran Univeristy Agung Sultan Islam,
Kaligawe
Km
4
Semarang
50012
Indonesia
Telepon
(62
24)
6583584
Fax
(62
24)
6594366
e-mail:
buendang@fkunissula.ac.id,
endang271@yahoo.com
Sinopsis: Offline masalah dan profesionalisme adalah topik menarik untuk dibahas dalam
bidang medis. Jumlah siswa perempuan adalah dua kali lipat laki-laki dan perilaku
profesional
dokter
adalah
pusat
untuk
menjaga
kepercayaan
publik.
Menjalankan Judul: gender dan professionalisme dalam pendidikan kedokteran

Abstract
Background. Professionalism is central to maintaining publics trust in medical profession.
Building professionalism during their study time in medical education is possible method to
equip students with core attributes of professional behavior of doctor. However, the
professional practice might influence not only their future job, but also their recent
performance as students. This study was aimed to identify the correlation between students
demographic factors and core attributes of professionalism with the students academic
achievement.
Methods. Fourth year students of Faculty of Medicine Sultan Agung Islamic University took
part this cross sectional study. The core attributes of professionalism were assessed using
short inventory Assessment of Medical Student Professionalism, which was developed by
some experts using Delphi method. The students GPA data were collected from the
Information Technology Unit of the faculty. The data were analyzed using cox-regression
test.
Results. A total amount of 207 (out of 240) students participated in this study. Our final
model indicates that none of the core attributes professionalism which predicts academic
achievement. Gender was demographic factors which predict students academic achievement
(RRa= 1.35; CI= 1.05-1.74)
Conclusion. Gender is the most dominant predictor of academic achievement but none of the
core attribute of professionalism predicts medical students academic achievement.
Keywords: gender, core attributes of professionalism, students academic achievement.
.

Abstrak
Latar belakang. Profesionalisme adalah hal penting yang harus diperhatikan oleh profesi
dokter agar dapat menjaga kepercayaan masayarakat pada profesi ini. Mengembangkan
atribut profesionalisme selama masa studi merupakan langkah yang dapat dilakukan oleh
institusi pendidikan untuk mengembangkan profesionalisme siswa. Meskipun demikian,
professionalism mungkin tidak hanya berpengaruh pada performa kinerjanya sebagai dokter
kelak, namun juga akan berpengaruh pada performanya ketika masih menjadi mahasiswa.
Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan antara factor dmigrafi
dan atribut profesionalisme dengan keberhasilan akademik siswa.
Metode. Penelitian cross sectional ini menggunakan mahasiswa Fakultas Kedokteran
angkatan 2007 sebagai subjek penelitian. Data mengenai atribut profesionalisme dinilai
dengan menggunakan inventory Penilaian profesionalisme mahasiswa kedokteran, yang
disusun dengan menggunakan metode Delphi oleh beberapa ahli dari berbagai bidang. Data
mengenai keberhasilan akademik siswa yang diketahui dari indeks prestasi akademik
dikumpulkan dari Unit IT FK Unissula. Keseluruhan data dianalisis dengan regresi logistic
menggunakan STATA versi 9.
Hasil. Sebanyak 86.25% (207 dari 240) mahasiswa berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil
akhir analisis multivariate menunjukkan bahwa tidak ada satuun atribut profesionalisme yang
merupakan predictor keberhasilan akademik. Meskipun demikian, gender merupakan factor
demografik yang dapat memprediksi keberhasilan akademik mahasiswa FK Unissula (RRa=
1,35; CI= 1,05-1,74) .
Kesimpulan. Gender merupkan factor yang paling dominan yang dapat memprediksi
keberhasilan akademik. Tidak ada atribut profesionalisme yang menjadi predictor
keberhasilan akademik.
Kata kunci: gender, atribut penting profesionalisme, keberhasilan akademik mahasiswa

Introduction
Professionalism is an important matter that must be considered by the medical profession in
order to maintain public trust to the profession. Various cases of patients dissatisfaction
towards doctors professionalism often become public complaints which in turn would
threaten public confidence in the profession of medicine.1 In addition, patients treated by
doctors are increasingly critical, so they insist doctors to be professional in carrying out his
profession as a professional and a health care provider. Therefore, medical education has an
important role in developing professional attitudes of doctor. In Indonesia physician
competency standards, professionalism and medico legal become one of the competencies
that must be generated through the learning activities in medical school in Indonesia.
In Faculty of Medicine Sultan Agung Islamic University (FM Unissula), the learning
activities of professionalism so far only give more emphasis on the development of doctors
behavior according to the code of medical ethics, through activities bio-ethic lab
skills. Students discuss medical ethic cases and solve them with the consideration of the code
of ethics and medico legal in small group. Meanwhile, the attitude of professionalism in daily
life such as the presence of timely and students responsibility is assessed using daily
assessment methods during the tutorial and clinical skill training activities. Students who
considered have professional behavior problems will receive serious report concerning
professional behavior and would be given assistance. This practice is also applied in some
other medical faculties.2 Nevertheless, the assessment of professional attitude of students
has not been done thoroughly in accordance with the core attributes of professionalism.
Professional practices during their study period might not only affect students future
profession as a doctor, but also could have an impact on students learning
achievement. Therefore, this study aims to develop an instrument to measure students'
professional practice in accordance with core attributes of professionalism Steinert 5 and to
find out which of the core attributes of professionalism that predict students academic
achievement.
Pengantar
Profesionalisme merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh profesi medis dalam
rangka menjaga kepercayaan publik terhadap profesi. Berbagai kasus 'ketidakpuasan terhadap
dokter pasien profesionalisme sering menjadi keluhan masyarakat yang pada gilirannya akan
mengancam kepercayaan masyarakat terhadap profesi medicine.1 Selain itu, pasien yang
dirawat oleh dokter yang semakin kritis, sehingga mereka bersikeras dokter untuk menjadi
profesional dalam menjalankan nya profesi sebagai seorang profesional dan penyedia layanan
kesehatan. Oleh karena itu, pendidikan kedokteran memiliki peran penting dalam
mengembangkan sikap profesional dokter. Dalam standar kompetensi dokter Indonesia,
profesionalisme dan medico legal menjadi salah satu kompetensi yang harus dihasilkan
melalui
kegiatan
pembelajaran
di
sekolah
kedokteran
di
Indonesia.
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unissula FM), kegiatan belajar
profesionalisme sejauh ini hanya memberikan penekanan lebih pada pengembangan perilaku
dokter sesuai dengan kode etik kedokteran, melalui kegiatan bio-etika keterampilan
laboratorium. Siswa mendiskusikan kasus etika medis dan menyelesaikannya dengan
pertimbangan kode etik dan medico legal dalam kelompok kecil. Sementara itu, sikap
profesionalisme dalam kehidupan sehari-hari seperti adanya tanggung jawab tepat waktu dan
siswa dinilai dengan menggunakan metode penilaian harian selama tutorial dan kegiatan
ketrampilan klinik pelatihan. Siswa yang dianggap memiliki masalah perilaku profesional

akan menerima laporan serius mengenai perilaku profesional dan akan diberikan bantuan.
Praktek ini juga diterapkan di beberapa faculties.2 medis lainnya Meskipun demikian,
penilaian sikap profesional para mahasiswa belum dilakukan secara menyeluruh sesuai
dengan atribut inti dari profesionalisme. Praktek profesional selama masa studi mereka
mungkin tidak hanya mempengaruhi 'profesi masa depan sebagai dokter, tetapi juga bisa
berdampak pada siswa siswa prestasi belajar. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengembangkan alat untuk mengukur 'praktek profesional sesuai dengan atribut inti
profesionalisme Steinert5 dan untuk mengetahui sifat-sifat inti dari profesionalisme yang
memprediksi siswa prestasi akademik siswa.
Publications of professionalism in medical education have so far focused on how students
professionalism is developed 4,5 and how students professionalism is assessed during the
period of study in medical school.2,6 In addition, other publications emphasize the importance
of professionalism to the task of doctors in providing health services, some factors that affect
the attitude of medical professionalism 7 as well as the core attributes of professionalism and
how the instruments to measure those attributes of professionalism are developed.3
Demographic factors such as students gender and age are also interesting to analyzed, since
some publications indicates their impact to academic achievements.
Methods
This cross sectional study was approved by the Ethics Committee of FM Unissula. Just like in
other previous study, the core attributes of professionalism were also assessed using a short
inventory Assessment of Medical Student Professionalism, which was developed by a
board of experts that consists of general practitioners, clinicians, psychologists and medical
education specialists using Delphi method.6 The Items of the inventory were developed based
on the core attributes of professionalism suggested by Steinert 5, those were: (1) competence:
to master and keep current the knowledge and skills relevant to medical practice; (2)
commitment to learning: being obligated or emotionally impelled to act in the best for their
learning, (3) integrity and honesty: firm adherence to a code of moral values or
incorruptibility; (4) morality and ethics: to act for the public good, conformity to the ideals of
right human conduct in dealings with teachers, colleagues, patients and society; (5) altruism:
the unselfish regard for, or devotion to, the welfare of others; placing the needs of colleagues
and the patient before ones self-interest, (6) autonomous: the students freedom to make
independent decisions in their learning, in the best interest of patients and for the good of
society; (7) self regulation: the privilege of setting and maintaining standards, being
accountable for ones actions and conduct of medical student practices, and for the conduct of
ones colleagues, and the profession; (8) responsibility to society: the obligation to use ones
expertise for, and to be accountable to, society for those actions, both personal and of the
profession as medical students, which relate to the public good (9) responsibility to
profession: the commitment to maintain the integrity of the moral and collegial nature of the
profession and to be accountable for ones conduct to the profession as medical students and
future doctor; (10) teamwork: the ability to recognize and respect the expertise of others and
work with them in the communitys and patients best interest. Validity and reliability
analysis of the inventory showed that its 29 questions were valid and its cronbach alpha was
0.884, so it otherwise was reliable. Data on academic achievement were secondary data
which were known from students GPA and were gathered from IT Unit of FM Unissula. The
researcher helped students to understand the meaning of statements in the inventory by
providing additional explanation during students working with the inventory. Informed
consent to the respondent in the questionnaire was given in writing and verbally. Overall data

were analyzed using the software Stata 9 with Cox regression test. Validity and reliability of
the inventory was tested by using SPSS.
Publikasi profesionalisme dalam pendidikan kedokteran sejauh ini difokuskan pada
bagaimana siswa profesionalisme dikembangkan 4,5 dan bagaimana siswa profesionalisme
dinilai selama masa studi di kedokteran school.2, 6 Selain itu, publikasi lainnya menekankan
pentingnya profesionalisme untuk tugas dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan,
beberapa faktor yang mempengaruhi sikap profesionalisme medis 7 serta atribut inti dari
profesionalisme dan bagaimana instrumen untuk mengukur atribut-atribut profesionalisme
adalah developed.3
Faktor demografis seperti gender siswa dan usia juga menarik untuk dianalisa, karena
beberapa publikasi menunjukkan dampaknya terhadap prestasi akademik.
Metode
Penelitian cross sectional telah disetujui oleh Komite Etika FM Unissula. Sama seperti dalam
studi sebelumnya lain, atribut inti profesionalisme juga dinilai menggunakan persediaan
"Penilaian Profesionalisme Mahasiswa Kedokteran" singkat, yang dikembangkan oleh dewan
ahli yang terdiri dari dokter umum, dokter, psikolog dan pakar pendidikan medis
menggunakan Delphi method.6 The Produk persediaan dikembangkan berdasarkan atribut
inti profesionalisme disarankan oleh Steinert 5, mereka adalah: (1) kompetensi: menguasai
dan menjaga saat ini pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan praktek medis, (2)
komitmen untuk belajar : yang wajib atau emosional terdorong untuk bertindak yang terbaik
untuk pembelajaran mereka, (3) integritas dan kejujuran: perusahaan kepatuhan terhadap
kode nilai-nilai moral atau tidak korup, (4) moralitas dan etika: bertindak untuk kebaikan
publik sesuai, untuk cita-cita perilaku manusia yang tepat dalam berhubungan dengan guru,
rekan, pasien dan masyarakat, (5) altruisme: menjunjung tidak egois untuk, atau pengabdian
kepada, kesejahteraan orang lain, menempatkan kebutuhan kolega dan pasien sebelum
kepentingan pribadi seseorang, ( 6) otonom: siswa kebebasan untuk membuat keputusan yang
independen dalam pembelajaran mereka, demi kepentingan terbaik dari pasien dan untuk
kebaikan masyarakat, (7) regulasi diri: hak istimewa menentukan dan mempertahankan
standar, yang bertanggung jawab atas tindakan seseorang dan pelaksanaan medis mahasiswa
praktek, dan untuk pelaksanaan rekan seseorang, dan profesi, (8) tanggung jawab kepada
masyarakat: kewajiban untuk menggunakan keahlian seseorang untuk, dan bertanggung
jawab kepada, masyarakat untuk tindakan tersebut, baik pribadi dan profesi sebagai medis
siswa, yang berhubungan dengan tanggung jawab publik yang baik (9) untuk profesi:
komitmen untuk menjaga integritas dari sifat moral dan kolegial profesi dan bertanggung
jawab atas perilaku seseorang untuk profesi sebagai mahasiswa kedokteran dan dokter masa
depan; (10) teamwork: kemampuan untuk mengenali dan menghormati keahlian orang lain
dan bekerja dengan mereka di masyarakat dan kepentingan terbaik pasien. Validitas dan
reliabilitas analisis persediaan menunjukkan bahwa 29 pertanyaan yang tidak valid dan nya
cronbach alpha adalah 0,884, jadi jika itu dapat diandalkan. Data prestasi akademik adalah
data sekunder yang diketahui dari siswa IPK dan dikumpulkan dari IT Unit FM Unissula.
Peneliti membantu siswa untuk memahami makna dari pernyataan dalam persediaan dengan
memberikan penjelasan tambahan selama siswa bekerja dengan persediaan. Informed consent
kepada responden dalam kuesioner diberikan secara tertulis dan lisan. Data keseluruhan
dianalisis menggunakan perangkat lunak Stata 9 dengan uji regresi Cox. Validitas dan
reliabilitas dari persediaan diuji dengan menggunakan SPSS.

Results
240 students participated in this study. A total of 33 subjects were dropped out because their
inventories were not completely filled out. This was leaving only 207 (86.25%) subjects who
were then taken as samples.
Insert table 1
Table 1 shows that 67.15% (139/207) of the subjects had grade point average more than 3.
The number of subjects with high academic achievement was twice as much the number of
low academic achievement. They were similarly distributed with respect to low morality and
low social responsibility. The P value of all core attributes of professionalism variables was
more than 0.05, indicating that none of them predicts good academic achievement.
Insert table 2
Table 2 reveals factors which increased the risk of high academic achievement. The most
dominant factor was the students gender. The distribution of female respondents is 3 times
larger than the distribution of male respondents. Compared to their male counterparts, the
female students would increase the risk to have high academic achievement by 1.35 fold.
Students aged < 21 were more likely to have good academic achievement compared to their
reference.
hasil
240 siswa berpartisipasi dalam penelitian ini. Sebanyak 33 subjek putus karena persediaan
mereka tidak sepenuhnya diisi. Ini hanya menyisakan 207 (86,25%) subyek yang kemudian
diambil sebagai sampel.
Sisipkan tabel 1
Tabel 1 menunjukkan bahwa 67,15% (139/207) dari subyek memiliki nilai rata-rata lebih dari
3. Jumlah mata pelajaran dengan prestasi akademik yang tinggi adalah dua kali lebih banyak
jumlah prestasi akademik yang rendah. Mereka juga sama-sama didistribusikan sehubungan
dengan moralitas rendah dan tanggung jawab sosial yang rendah. Nilai P dari semua atribut
inti dari variabel profesionalisme adalah lebih dari 0,05, menunjukkan bahwa tidak satupun
dari mereka memprediksi prestasi akademik yang baik.
Sisipkan tabel 2
Tabel 2 menunjukkan faktor-faktor yang meningkatkan risiko prestasi akademik yang tinggi.
Faktor yang paling dominan adalah jenis kelamin siswa. Distribusi responden perempuan 3
kali lebih besar dari distribusi responden laki-laki. Dibandingkan dengan rekan-rekan pria
mereka, para siswa perempuan akan meningkatkan risiko untuk memiliki prestasi akademik
tinggi dengan 1,35 kali lipat.
Siswa berusia <21 lebih cenderung memiliki prestasi akademik yang baik dibandingkan
dengan referensi mereka.

DISCUSSION
There were shortcomings that need to be examined in this study. Among others was that the
data about professional conduct that should be assessed by conducting observations, in this
study it was explored using students self assessed short inventory. The self assessed activity
might affect the objectivity and quality of assessed data, since in completing the inventory;
students have to do reflection on their own conditions. Nevertheless, the inventory used in
this study has met prerequisite to serve as a tool to collect data for the reliability and validity
of the inventory were eligible. Researcher also guided the subjects and gave further
explanation during completing the inventory in order to minimize bias of misunderstanding
of what was actually expected and explored by the inventory. Students saturation when
working with the inventory which might affect the objectivity of data was expected to be
minimized because the inventory was only consisted of 29 questions. In addition, the written
informed consent was given to the participants so that there was no compulsion for students
who were not willing to become respondents. Total sample of 207 gave opportunity to the
majority of fourth year FM Unissula students to become the respondent, so the sample was
representative of the population.
The results indicate that gender is predictor of academic achievement. Academic
achievement obtained by female students is better compared to that of obtained by male
students. This finding is consistent with Sheards10 study, which reported that the female
students were significantly outperformed their male counterparts in each measured academic
assessment criteria. Female students also had a significantly higher mean score on hardiness
commitment compared to male students. The results of meta-analysis conducted by Ferguso 8
also reported that internationally, female students were marginally higher success rate in the
context of learning in the Faculty of Medicine. However, this finding differs from previous
study conducted by Frisclagher 9 which reported that female students were less successful. He
explained that his finding was partly in accordance with enduring trend in the study of
medicine, because other study in Austrian University informs opposite trends. This trend
seems to be different from that in Indonesia. In FM Unissula for instance, at least for the last
6 years; the number of female students has been more than doubled the number of male
students, and most of them get better academic achievement than that of the males.
Sheards 10 study informed that age was predictor of academic achievement. He reported that
mature- age students achieved higher final degree GPA compared to young undergraduates.
The result of this study confronted that finding, in which the young students had better
academic achievement than the mature ones. This might have something to do with the
learning approach applied in the school; that is problem based learning, which drives all of
students not only the mature but also the young- to manage their learning and do self
directed learning.
Morality does not seem to predict academic achievement, since the result indicates that
participants who had low and high academic achievement were equally distributed with
respect to morality, and that nearly the whole subjects have good morality. However, this
results seem to be different from Fergusons8 review study which reported that large numbers
of medical students have or would consider engaging in dishonest behaviour, particularly if it
would result in providing a competitive advantage vis-a` -vis their peers. Austins11 study
which analyzed academic dishonesty in Canadian pharmacy also reported that not only the
students but also the teachers perform academic dishonesty, and cheating is even endemic in
university students. He suggested that the issue of academic dishonesty need to be explored
further, since the regulation of professional practice in most jurisdictions is premised on the
trustworthiness of individual practitioners. In general, the level of honesty expected of

professionals is higher than that expected of others in society. Some studies have indicated
that moral reasoning is significantly related to clinical decision-making, suggesting the need
to consider moral development an integral part of professional development and practice.
This topic needs to be analyzed further, particularly in the context of Indonesian medical
students.
PEMBAHASAN
Ada kekurangan yang perlu diperiksa dalam penelitian ini. Antara lain adalah bahwa data
tentang perilaku profesional yang harus dinilai dengan melakukan observasi, dalam penelitian
ini itu dieksplorasi menggunakan self siswa dinilai persediaan singkat. Kegiatan menilai diri
dapat mempengaruhi objektivitas dan kualitas data dinilai, karena dalam menyelesaikan
persediaan, siswa harus melakukan refleksi atas kondisi mereka sendiri. Namun demikian,
persediaan yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi prasyarat untuk melayani
sebagai alat untuk mengumpulkan data untuk reliabilitas dan validitas dari persediaan yang
memenuhi syarat. Peneliti juga dipandu subyek dan memberikan penjelasan lebih lanjut saat
menyelesaikan inventarisasi untuk meminimalkan bias kesalahpahaman tentang apa yang
sebenarnya diharapkan dan dieksplorasi oleh persediaan. Saturasi Siswa 'ketika bekerja
dengan persediaan yang mungkin mempengaruhi objektivitas data diharapkan dapat
diminimalkan karena persediaan hanya terdiri dari 29 pertanyaan. Selain itu, informed
consent tertulis diberikan kepada para peserta sehingga tidak ada paksaan bagi siswa yang
tidak bersedia menjadi responden. Jumlah sampel dari 207 memberi kesempatan untuk
sebagian besar tahun keempat FM mahasiswa Unissula untuk menjadi responden, sehingga
sampel yang mewakili populasi.
Hasil menunjukkan bahwa gender adalah prediktor prestasi akademik. Prestasi akademik
yang diperoleh oleh siswa perempuan lebih baik dibandingkan dengan yang diperoleh oleh
siswa laki-laki. Temuan ini konsisten dengan studi Sheard's10, yang melaporkan bahwa siswa
perempuan secara signifikan mengungguli rekan-rekan pria mereka di masing-masing kriteria
penilaian yang diukur akademik. Siswa perempuan juga memiliki skor rata-rata secara
signifikan lebih tinggi pada komitmen tahan banting dibandingkan dengan siswa laki-laki.
Hasil meta-analisis yang dilakukan oleh Ferguso 8 juga melaporkan bahwa internasional,
siswa perempuan yang sedikit lebih tinggi tingkat keberhasilan dalam konteks pembelajaran
di Fakultas Kedokteran. Namun, temuan ini berbeda dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Frisclagher 9 yang melaporkan bahwa siswa perempuan kurang berhasil. Ia
menjelaskan bahwa temuan itu adalah sebagian sesuai dengan tren abadi dalam studi
kedokteran, karena penelitian lain di Universitas Austria menginformasikan tren berlawanan.
Tren ini tampaknya berbeda dari yang di Indonesia. Dalam FM Unissula misalnya,
setidaknya untuk 6 tahun terakhir, jumlah siswa perempuan telah lebih dari dua kali lipat
jumlah siswa laki-laki, dan kebanyakan dari mereka mendapatkan prestasi yang lebih baik
akademik daripada laki-laki.
10 studi Sheard yang menginformasikan bahwa usia adalah prediktor prestasi akademik. Dia
melaporkan bahwa dewasa usia siswa mencapai tingkat yang lebih tinggi dibandingkan
dengan IPK akhir mahasiswa muda. Hasil dari penelitian ini dihadapkan bahwa menemukan,
di mana siswa muda memiliki prestasi akademik yang lebih baik daripada yang matang. Ini
mungkin ada hubungannya dengan pendekatan pembelajaran yang diterapkan di sekolah,
yaitu pembelajaran berbasis masalah, yang mendorong semua siswa-tidak hanya dewasa
tetapi juga kaum muda-untuk mengelola pembelajaran mereka dan melakukan pembelajaran
diarahkan diri.
Moralitas tampaknya tidak memprediksi prestasi akademik, karena hasilnya menunjukkan

bahwa peserta yang memiliki prestasi akademik rendah dan tinggi yang merata sehubungan
dengan moralitas, dan bahwa hampir seluruh mata pelajaran memiliki moralitas yang baik.
Namun, hasil ini tampaknya berbeda dari Ferguson's8 studi review yang melaporkan bahwa
sejumlah besar mahasiswa kedokteran memiliki atau akan mempertimbangkan terlibat dalam
perilaku tidak jujur, terutama jika itu akan menghasilkan memberikan keunggulan kompetitif
vis-a-vis `rekan-rekan mereka. Austin's11 studi yang menganalisis ketidakjujuran akademis di
apotek Kanada juga melaporkan bahwa tidak hanya siswa tetapi juga guru melakukan
ketidakjujuran akademik, dan kecurangan bahkan endemik di mahasiswa. Dia menyarankan
bahwa masalah ketidakjujuran akademik perlu dikaji lebih lanjut, karena peraturan praktek
profesional di kebanyakan yurisdiksi didasarkan pada kepercayaan dari praktisi individu.
Secara umum, tingkat kejujuran diharapkan dari para profesional lebih tinggi dari yang
diharapkan orang lain dalam masyarakat. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa penalaran
moral secara signifikan berhubungan dengan pengambilan keputusan klinis, menunjukkan
kebutuhan untuk mempertimbangkan perkembangan moral merupakan bagian integral dari
pengembangan profesional dan praktek. Topik ini perlu dianalisis lebih lanjut, terutama
dalam konteks mahasiswa kedokteran Indonesia.
The findings also indicate that responsibility to the profession was not the predictor of
academic achievement. Both students who have high and low academic achievement were
also similarly distributed with respect to responsibility to the profession, and most of them
have good responsibility to profession. This finding is consistent with Robows12 study, which
tried to explore individual mission statements written by medical students nationally. When
the mission statements were compared with classic medical oaths and contemporary
professionalism guidelines, they were similar across different schools and described students
intention to be responsible to the profession of doctor. The first theme of their statements was
professional skills, includes dealing with the negatives of training, listening and empathy,
growth and development. The second theme was personal qualities, includes wholeness,
humility, and constancy/perfectionism. The third theme was scope of professional practice,
includes physician relationships, positive emotions, healing, service, spirituality, and balance.
Unlike the content of classic oaths and contemporary professionalism statements, the study
reported that the students' statements dealt with fears, personal-professional balance, love,
nonhierachical relationships, self-care, healing, and awe as key to being a physician. These
statements reflect students responsibility to their profession as furture doctor.
The finding reveals that commitment to learning activities was not a predictor of academic
achievement. These results confronted with Sheards10 study which reported that commitment
was the most significant predictor of academic achievement. Kluger13 who used a modified
version of Rusbult and Farrels commitment questionnaire to predict final grade in university
reported that commitment correlated positively with academic achievement. Students who
have commitment to education and to organize learning activities, of course, will succeed in
their education. Further study should be conducted using different reliable measurements to
analyze this issue.
Autonomy was not found to be predictor of high academic achievement. This finding is also
different with Ngais14 study. According to Ngai, students who are autonomous generally can
overcome personal problems and learning, consequently they can manage academic stress
which is commonly encountered by medical students. Personal autonomy can support
students to develop a recognition of and faith in their potential. It enhances self assurance,
assumption of new responsibilities, and achievement of individual growth.

Team working is also predictor of academic success. Research conducted by Wigen15 about
the academic success of students working in PBL groups, showed the same findings. In
addition, Schmidts study reveals that PBL graduates, who usually apply team-working
during their study period rated themselves as having much better interpersonal skills, better
competencies in problem solving, self-directed learning and information gathering, and
somewhat better task-supporting skills, such as the ability to work and plan efficiently.16 This
indicates that team working during period of study would affect students academic
achievement as well as their future performance.
The result of this study is not also in accordance with Howses study in that self regulation is
predictor of academic achievement in economically disadvantage young children. 17 Because
the population of this study is different from those of Howse, the results tend to be different,
too. This suggests that self regulation affects the academic achievement occurred in all
populations, both in adult and in children. Other study conducted by Lounsbury et al.18 which
examined the 24 Values in Action (VIA) character strengths in relation to two indices of
academic success--student satisfaction and grade point average (GPA) also reported that self
regulation was positively and significantly related to academic success. According to
Brockett and Hiemstra19, personal responsibility of learners to learning activities can be seen
from the learner's self regulation and self-directed learning activities. Self regulation is
influenced by the characteristic of the learner, while self-directed learning is influenced also
by the teaching and learning. Furthermore, both - self regulation and self-directed learning
contributes to students' self-direction in learning. Students who can direct themselves and all
their learning activities will become good independent learners. As a result, the learning
result or their academic achievement will also be good.
Student self-assessed competence was also not predictor of learning success. In this study, the
competence was self assessed by students themselves. In these circumstances, they were
required to conduct self-assessment. Self assessment is believed to be a skill that should be
possessed by all higher education students. This activity requires students to find the gap
between their existing knowledge and the target. The gap is what prompted him to perform
life-long learning, which in turn will improve academic performance. Therefore, the expertise
to conduct self-assessment also needs to be taught to students. However, failure to conduct
self assessment is explicable and often occurs in the context of young learners. Toppings
study explains that when it is applied to the novice learner, self-assessment tends to be not
reliable because the clever students tend to judge themselves with low scores, while the
learners who have medium to low academic achievement abilities tend to assess themselves
with high score.20 Other study conducted in other field than medicine, Hailikari et al. reported
that academic self-beliefs strongly correlated with previous study success and had a strong
direct influence on prior knowledge test performance. However, self-beliefs predicted student
achievement only indirectly via prior knowledge. 21 Niraulas study (2006), also indicate that
academic competence is a predictor of academic performance and clinical skill
performance.22
Temuan juga menunjukkan bahwa tanggung jawab untuk profesi bukanlah prediktor prestasi
akademik. Kedua siswa yang memiliki prestasi akademik tinggi dan rendah juga sama
didistribusikan sehubungan dengan tanggung jawab terhadap profesi, dan kebanyakan dari
mereka memiliki tanggung jawab yang baik untuk profesi. Temuan ini konsisten dengan studi
Robow's12, yang mencoba mengeksplorasi pernyataan misi individu ditulis oleh mahasiswa

kedokteran nasional. Ketika misi dibandingkan dengan klasik medis sumpah dan pedoman
profesionalisme kontemporer, mereka mirip di sekolah yang berbeda dan menggambarkan
niat siswa untuk bertanggung jawab kepada profesi dokter. Tema pertama adalah pernyataan
mereka keterampilan profesional, termasuk berurusan dengan negatif dari pelatihan,
mendengarkan dan empati, pertumbuhan dan perkembangan. Tema kedua adalah kualitas
pribadi, termasuk keutuhan, kerendahan hati, dan keteguhan / perfeksionisme. Tema ketiga
adalah ruang lingkup praktek profesional, termasuk hubungan dokter, emosi positif,
penyembuhan, pelayanan, spiritualitas, dan keseimbangan. Berbeda dengan isi sumpah klasik
dan laporan profesionalisme kontemporer, studi ini melaporkan bahwa laporan siswa
berurusan dengan ketakutan, pribadi-profesional keseimbangan, cinta, hubungan
nonhierachical, perawatan diri, penyembuhan, dan kekaguman sebagai kunci untuk menjadi
seorang dokter. Pernyataan ini mencerminkan tanggung jawab siswa untuk profesi mereka
sebagai dokter furture.
Temuan ini mengungkapkan bahwa komitmen untuk kegiatan belajar tidak merupakan
prediktor prestasi akademik. Hasil ini dihadapkan dengan Sheard's10 studi yang melaporkan
komitmen itu adalah prediktor yang paling signifikan dari prestasi akademik. Kluger13 yang
menggunakan versi modifikasi dari kuesioner komitmen Rusbult dan Farrel untuk
memprediksi nilai akhir di universitas melaporkan bahwa komitmen berkorelasi positif
dengan prestasi akademik. Siswa yang memiliki komitmen terhadap pendidikan dan untuk
mengatur kegiatan pembelajaran, tentu saja, akan berhasil dalam pendidikan mereka. Studi
lebih lanjut harus dilakukan dengan menggunakan pengukuran yang berbeda dapat
diandalkan untuk menganalisis masalah ini.
Otonomi tidak ditemukan prediktor prestasi akademik yang tinggi. Temuan ini juga berbeda
dengan Ngai's14 studi. Menurut Ngai, siswa yang otonom pada umumnya dapat mengatasi
masalah pribadi dan belajar, akibatnya mereka dapat mengelola stres akademik yang biasa
ditemui oleh mahasiswa kedokteran. Otonomi pribadi dapat mendukung siswa untuk
mengembangkan pengakuan dan iman dalam potensi mereka. Ini meningkatkan keyakinan
diri, asumsi tanggung jawab baru, dan pencapaian pertumbuhan individu.
Tim kerja juga prediktor keberhasilan akademis. Penelitian yang dilakukan oleh Wigen15
tentang keberhasilan akademik siswa bekerja dalam kelompok PBL, menunjukkan temuan
yang sama. Selain itu, penelitian Schmidt mengungkapkan bahwa PBL lulusan, yang
biasanya menerapkan tim-bekerja selama masa studi mereka dinilai diri mereka memiliki
kemampuan yang jauh lebih baik interpersonal, kompetensi yang lebih baik dalam
pemecahan masalah, belajar mandiri dan pengumpulan informasi, dan agak lebih baik tugasmendukung keterampilan , seperti kemampuan untuk bekerja dan merencanakan
efficiently.16 ini menunjukkan bahwa tim bekerja selama periode penelitian akan
mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa serta kinerja masa depan mereka.
Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan studi Howse dalam bahwa regulasi diri adalah
prediktor prestasi akademik di ekonomi merugikan anak-anak muda. 17 Karena populasi
penelitian ini berbeda dari Howse, hasilnya cenderung berbeda juga. Hal ini menunjukkan
bahwa self regulation mempengaruhi prestasi akademik terjadi pada semua populasi, baik
pada orang dewasa dan pada anak-anak. Studi lain yang dilakukan oleh Lounsbury et al.18
yang meneliti 24 Nilai dalam Aksi (VIA) karakter kekuatan dalam kaitannya dengan dua
indeks keberhasilan akademik - siswa kepuasan dan nilai rata-rata poin (IPK) juga
melaporkan bahwa self regulation adalah positif dan signifikan terkait keberhasilan akademis.
Menurut Brockett dan Hiemstra19, tanggung jawab pribadi peserta didik untuk kegiatan

pembelajaran dapat dilihat dari self regulation pelajar dan mandiri kegiatan belajar. Self
regulation dipengaruhi oleh karakteristik dari peserta didik, sementara self-directed learning
dipengaruhi juga oleh pengajaran dan pembelajaran. Selanjutnya, baik - self regulation dan
self-directed learning memberikan kontribusi untuk siswa pengarahan diri sendiri dalam
belajar. Siswa yang dapat mengarahkan diri mereka sendiri dan semua kegiatan belajar
mereka akan menjadi pembelajar mandiri yang baik. Akibatnya, hasil belajar atau prestasi
akademik mereka juga akan baik.
Kompetensi siswa sendiri dinilai juga tidak prediktor keberhasilan belajar. Dalam penelitian
ini, kompetensi itu sendiri dinilai oleh siswa sendiri. Dalam situasi ini, mereka diminta untuk
melakukan self-assessment. Self assessment diyakini keterampilan yang harus dimiliki oleh
semua siswa pendidikan tinggi. Kegiatan ini mengharuskan siswa untuk menemukan
kesenjangan antara pengetahuan yang ada dan target. Kesenjangan inilah yang mendorongnya
untuk melakukan belajar seumur hidup, yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi
akademik. Oleh karena itu, keahlian untuk melakukan penilaian diri juga perlu diajarkan
kepada siswa. Namun, kegagalan untuk melakukan penilaian diri dijelaskan dan sering terjadi
dalam konteks pelajar muda. Topping-studi menjelaskan bahwa ketika itu diterapkan kepada
pembelajar pemula, self-assessment cenderung tidak dapat diandalkan karena siswa pintar
cenderung menilai diri mereka sendiri dengan skor rendah, sementara peserta didik yang
memiliki menengah ke rendah kemampuan prestasi akademik cenderung menilai diri mereka
sendiri dengan tinggi score.20 studi lain yang dilakukan di bidang lain selain obat-obatan,
Hailikari et al. melaporkan bahwa diri akademik-keyakinan sangat berkorelasi dengan
keberhasilan studi sebelumnya dan memiliki pengaruh langsung yang kuat pada kinerja tes
pengetahuan sebelumnya. Namun, keyakinan diri memprediksi prestasi siswa hanya secara
tidak langsung melalui pengetahuan sebelumnya. Studi 21 Niraula (2006), juga menunjukkan
bahwa kompetensi akademik adalah prediktor prestasi akademis dan keterampilan klinis
performance.22

Conclusion
Gender was the demographic factor predicts medical students academic achievement.
Female students tend to be more diligent than the male. Besides, the number of the female
students is doubled than the male counterparts. Further study on career development of
female students after they graduated from medical school needs to be conducted, because
these lots of number will not give much benefit to the quality of public health in Indonesia, if
their careers are not developed. None of the students self assessed core attribute of
professionalism predicts the academic achievement. Despite the measurements that need to
be analyzed further, this might due to the fact that students have not been able to do reliable
self assessment as an adult learner. Therefore training on self assessment should be conducted
as integral part of teaching and learning process in medical education.
Acknowledgement
The author wishes to thank to the fourth year students of FM Unissula who were willing to
participate this study. The author would also like to express gratitude to the Dean of Faculty
of Medicine Unissula, Family Medicine Module Team, who gave permission for us to
retrieve data when the module was in progress, IT Unit of FM Unissula that helps providing
secondary data.

kesimpulan
Jender adalah faktor demografi memprediksi prestasi akademik mahasiswa kedokteran '.
Siswa perempuan cenderung lebih rajin daripada laki-laki. Selain itu, jumlah siswa
perempuan adalah dua kali lipat daripada rekan-rekan laki-laki. Studi lebih lanjut pada
pengembangan karir siswa perempuan setelah mereka lulus dari sekolah kedokteran perlu
dilakukan, karena banyak dari jumlah tidak akan memberikan banyak manfaat bagi kualitas
kesehatan masyarakat di Indonesia, jika karir mereka tidak dikembangkan. Tak satu pun dari
atribut dinilai inti diri siswa profesionalisme memprediksi prestasi akademik. Meskipun
pengukuran yang perlu dianalisis lebih lanjut, hal ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa
siswa belum mampu melakukan penilaian diri dapat diandalkan sebagai pelajar dewasa. Oleh
karena itu pelatihan self assessment harus dilakukan sebagai bagian integral dari proses
belajar mengajar dalam pendidikan kedokteran.
Pengakuan
Penulis mengucapkan terima kasih kepada mahasiswa tahun keempat FM Unissula yang
bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Unissula, Kedokteran Keluarga Tim Modul, yang
memberi izin bagi kita untuk mengambil data ketika modul sedang berlangsung, IT Unit FM
Unissula yang membantu menyediakan data sekunder.
References
1. Cohen J. Professionalism in medical education, an American perspective: from
evidence to accountability. Medical Education. 2006; 40; 60717
2. Parker M. Assessing professionalism: theory and practice. Medical Teacher. 2006;28
(5); 399403
3. Talbott JA, Professionalism: Why Now, What Is It, How Do We Do Something?
Journal of Cancer Education. 2006; 21; 118-22.
4. Goldie J, Dowie A, Cotton P, Morrison J. Teaching professionalism in the early years
of a medical curriculum: a qualitative study. Medical Education. 2007; 41; 6107
5. Steinert Y, Cruess S, Cruess R, Snell L. Faculty development for teaching and
evaluating professionalism: from program design to curriculum change. Medical
Education. 2005; 39; 12736
6. Jha V, Bekker HL, Duffy S, RobertsTE. A systematic review of studies assessing and
facilitating attitudes towards professionalism in medicine. Medical Education. 2007;
41; 8229.
7. Cruess SR, Johnston S, Cruess RL. Professionalism for medicine: opportunities and
obligations. The Iowa Orthopaedic Journal. 2003. 24; 10-4
8. Ferguso E, James D, Madeley L. Factors associated with success in medical school: a
systematic review of the literature. British medical Journal. 2002 April 324: 952-7.
MEDLINE: 6558901

9. Frischenschlager O, Haidinger G, Mitterauer L. Factors Associated with Academic


Success at Vienna Medical School: Prospective Survey. Croatian Medical Journal.
2005;46(1); 58-65.
10. Sheard M. Hardiness commitment, gender, and age differentiate university academic
performance. British Journal of Educational Psychology. 2009; 79; 189204
11. Austin Z, Simpson S, Reynen E. The fault lies not in our students, but in ourselves:
academic honesty and moral development in health professions education--results of
a pilot study in Canadian pharmacy. Teaching in Higher Education. 2005 April; 10
(2); 143-56
12. Rabow MW, Wruhel J, Remen RN, Promise of Professionalism: Personal mission
statements among a national cohort of medical students. Ann Fam Med. 2009; 7;
335-42.
13. Kluger A N. Commitment and academic success. Social behavior and personality.
1988. 16 (2); 121-5.
14. Ngai S S, Service-learning, personal development, and social commitment: a case
study of university students in Hong Kong. Adolescence. 2006 Spring. 41(161); 16576.
15. Wigen K, Holen A, Ellingsen O. Predicting academic success by group behavior in
PBL. Medical Teacher. 2003; 25(1); 32-7.
16. Schmidt HG, Vermeulen L, van der Molen H. Longterm effects of problem-based
learning: a comparison of competencies acquired by graduates of a problem-based
and a conventional medical school. Medical Education. 2006; 40; 5627
17. Howse RB, Lange G, Farran DC, Boyles CD. Motivation and self-regulation as
predictors of achievement in economically disadvantaged young children. The
journal of Experimental education. 2003; 71 (2); 151-74.
18. Lounsbury J W, Fisher L A, Levy J J, Welsh D P. An Investigation of Character
Strengths in Relation to the Academic Success of College Students. Individual
Differences Research. 2009; 7 (1); 52-69.
19. Brockett R, Hiemstra R.. A Conceptual Framework for Understanding Self Direction
in Adult Learning. 1991. Downloaded at 14/4/2006 from www.infed.org/archives/etext/hiemstra_self_direction.htm
20. Topping K. Peer assessment Between Students in Colleges and Universities. Review
of Educational Research. 1998; 8(3) 249-76
21. Hailikari T, Nevgi A, Komulainen E. Academic self-beliefs and prior knowledge as
predictors of student achievement in Mathematics: a structural model. Educational
Psychology. 2008 January; 28(1); 5971
22. Niraula S R, Khanal SS. Critical Analysis of Performance of Medical Students.
Education for Health. 2006 March; 19(1); 5 13 .

Table 1. The core attribute of professionalism and the risk of academic achievement
Academic achievement
Crude
95 %
Relative
Interval
Risk
Confidence
High
Low
high
(N=68)
(N=139)
Integrity
Low or moderate
Good
Morality
Low or moderate
Good
Altruism
Low or moderate
Good
Responsibility to the
profession
Low or moderate
Good
Team working
Low to moderate
Good

23
45

40
99

1.00
1.08

7
61

8
131

32
36

Reference
0.75 1.56

0.671

1.00
1.28

Reference
0.63 2.61

0.499

68
71

1.00
0.98

Reference
0.70 1.36

0.899

27
41

56
83

1.00
0.99

Reference
0.71 1.39

0.963

10
58

20
119

1.00
1.01

Reference
0.63 1.61

0.972

Tabel 2. Relationship among some factors and risk of high academic achievement
Academic achievement
Adjusted
95 %
Relative
Interval
Risk*
Confidence
Low
High
(n=68)
(n=139)
Self assessed
Competence
Low
Moderate
Good
Gender
Male
female
Age
>21
<21

12
8
48

10
31
98

1.00
1.34
1.25

Reference
0.81 2.25
0.78 2.04

0.261
0.348

36
32

37
102

1.00
1.35

Reference
1.05 1.74

0.021

12
56

7
132

1.00
1.76

Reference
0.97 3.29

0.064

16
52

18
121

1.00
1.04

60
8

99
40

Social responsibility
Low or moderate
Good

16
52

Autonomous
Low or moderate
Good

18
50

Commitment to
learning
Low or moderate
Good
Self regulation
Low or moderate
Good

*Relative Risk adjusted to each variable

Reference
0.76 - 1.42

0.793

1.00
1.06

Reference
0.83 1.38

0.604

16
123

1.00
1.23

Reference
0.83 2.37

0.264

21
118

1.00
1.23

Reference
0.90 1.66

0.192

Anda mungkin juga menyukai