KEAHLUSSUNNAHAN
HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN AHLUSSUNNAH WA’AL-JAMA’AH
I. Pendahuluan
Islam adalah satu-satunya Din (Agama) di sisi Allah (Ali Imran-19). Dan barang
siapa yang mencari selain Islam sebagai Agama, maka ia tidak akan diterima (Ali
Imran- 85)
Islam adalah agama Allah yang diwahyukan untuk manusia melalui para Rasul-Nya.
Allah telah menyempurnakan agama dan menerima Islam sebagai agama (Al-
Maidah:3) yang diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad Saw. Untuk disampaikan
dan diturunkan-temurunkan kepada seluruh manusia sampai akhir Zaman.
Makna hadis-hadis itu jelas bahwa dar yang 73 firqah itu yang selamat/masuk
surga adalah yang mengikuti pegangan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, yaitu
paham Ahlussunnah wal-Jama’ah.
Konsekwensi dari keraguan (kemungkinan) itu ialah tak satu firqahpun kecuali
penalar menemukan padanya kikuatkan dengan Kitab, Sunnah, Ijma’ dan yang
seumpamanya sedangkan nash-nash bertentangan aspek-aspeknya. Di antara yang
menyenangkan (Muhammad Abduh) ialah ada hadis lain bahwa yang binasa dari
mereka adalah satu firqah (yang 72 firqah adalah selamat).
Kemungkinan kedua bahwa firqah yang ada sekarang belum mencapai 73 firqah
adalah tidak berarti semua yang ada sekarang adalah selamat atau semuanya tidak
selamat, tetapi ada yang selamat dan ada yang tidak selamat.
3
Kemungkinan keempat bahwa firqah-firqah yang ada sekarang semuanya selamat
dan yang tidak selamat sudah punah atau belu ada, jelas-jelas berlawanan dengan
kenyataan sejarah, bukankah dari dahulu sampai sekarang ada saja kelompok
yang mengingkari Sunnah, yang mengingkari Qadar dan lain-lain, sedangkan
aqidah Islamiyah tidak hanya diukur dengan keyakinan akan ketuhanan, kenabian
dan hari akhirat saja, tetapi ada lagi pilar-pilar akidah yang lain.
Akhir-akhir ini ada pakar yang tanpaknya senang mengintip dan mengutip
pendapat ragu-ragu Abduh itu, karena dianggap berwawasan luas dan (rada)
ilmiyah yang barangkali dengan tujuan (penyesuaian) agar diterima oleh semua
kelompok untuk mempersatukan umat, padahal Sunnatullah senantiasa berlaku,
di antaranya sebagaimana petunjuk Rasulullah bahwa umat akan berfirqah-firqah.
Kalau hadis menyatakan bahwa firqah yang selamat/masuk surga adalah yang
mengikuti pegangan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, yaitu Ahlussunnah wal-
Jamaah, maka Al-Manar memakai istilah Mazhab Salaf, pengertian Istilah
Ahlussunnah wal-Jamaah dengan mazhab Salaf tentu tidaklah persis sama.
Pada masa awal dari zaman Sahabat, istilah mengenai firqah atau paham dalam
masalah akidah belum lagi populer, karena kalaupun waktu itu telah ada paham
dalam masalah akidah belum lagi populer, karena kalaupun waktu itu telah ada
paham sempalan, namun baru merupakan paham perorangan, setalah terjadi peristiwa
pembunuhan atas Khalifah Usman sampai peristiwa Tahkim Qur’an, maka semula
yang timbul hanya firqah-firqah siasat, dan kemudian baru dikaitkan dan ditopang
dengan masalah aqidah.
Berdasarkan keputusan juru runding pada Tahkim Quran itu, dimana Ali dan
Mu’awiyah sama-sama dima’zulkan (diberhentikan) dari jabatan khalifah tetapi
setelah juru runding pihak Ali (Abu Musa Al-Asy’ari) mengumumkan pemberhentian
Ali dan juru runding pihak Mu’awaiyah (‘Amru bin Ash) tidak jadi memberhentikan
Mu’awiyah dia adalah khalifah yang sah secara hukum sejak waktu itu dan secara
defakto dia didukung oleh julah kaum muslimin yang banyak. Pihak Ali dan sebagian
pengikutnya berpendapat bahwa tugas juru runding hanyalah sebatas mencari fakta
(fact finding) dan mengupayakan konsensi (ishlah) dan tidak berhak memberhentikan
khalifah, karenanya Ali tetap sebagai khalifah yang sah, tetapi sebagian dari pengikut
Ali berpendapat bahwa walau bagaimanapun yang berhak dan yang sah sebagai
khalifah adalah Ali, sesuai dengan hadis riwayat Tarmizi yang artinya: Barangsiapa
yang aku pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya. Kelompok ini disebut Syi’ah
atau Syi’ah Ali.
Selain itu timbul pula firqah Khawarij dari sebagian yang semula mendukung
kekhalifahan Ali, tetapi karena khalifah Ali menerima Tahkim Qur’an, mereka
berbalik menjadi penentang Ali dan juga menentang Mu’awiyah. Mereka melandasi
pendapat mereka dengan akidah. Mereka merupakan firqah sempalan yang sangat
5
radikal yang kemudian berhasil membunuh Ali, tetapi gagal membunuh Mu’awiyah
dan juru rundingnya ‘Amru bin ‘Ash.
Mungkin sebagai antitesa dari lahirnya firqah Khawarij timbul pula firqah Murjiah
yang tidak memihak kepada Ali atau Muawiyah. Kalau Khawarij mengkafirkan
orang-orang yang yang berdosa dan yang tidak sepaham dengannya, maka Murjiah
menangguhkan penentuan hukuman orang-orang yang berdosa besar sampai nanti di
akhirat.
Sejak munculnya firqah-firqah baru terutama Syi’ah, maka mulai pula populer
sebutan firqah Ahlussunnah wal-Jama’ah untuk bagian terbesar dari Sahabat dan
pengikut-pengikutnya.
Pada bagian kedua abad pertama hijriah, kajian Islam mulai berpola, di Hijaz
beraliran Ahlul Hadis dan di Iraq beraliran Ahlurra’yi serti timbul pula paham-paham
sempalan baru perorangan. Setelah memasuki abad ke II H dan masa-masa
sesudahnya timbul lagi firqah-firqah baru yang menyimpang dari paham
Ahlussunnah wal-Jamaah, seperti Mu’tazilah, Qadariah dan Jabariah, sedangkan
imam-imam Mazhab yang empat yang lebih populer dibidang Fiqh Populer pula
sebagai imam-imam Ahlussunnah.
Selain paham Ahlussunnah wal-Jama’ah tetap saja ada sampai sekarang orang yang
mengikuti atau yang sependapat dengan salah satu paham dari firqah sempalan yang
telah pernah ada walaupun tanpa memakai nama firqah tertentu yang telah ada atau
nama baru.
IV. s