Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ular merupakan salah satu jenis hewan melata (reptilia) yang sangat
umum berada di sekitar kita. Mereka menghuni hampir sebagian besar wilayah
mulai kawasan pegunungan, pemukiman penduduk, persawahan, kawasan
karst hingga di sekitar kawasan pesisir. Peran mereka yang penting dalam
menjaga keseimbangan di alam (ekosistem) menjadikan penting bagi kita
untuk mengetahui lebih jauh mengenai jenis hewan ini.

Beberapa jenis ular dikenal berbahaya bagi manusia karena “bisa”


(venom) yang mereka miliki. Banyak kasus gigitan ular yang berakibat fatal
telah tercatat di berbagai wilayah di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir
ini. Anak-anak sangat rentan akan bahaya gigitan ular karena biasanya ular
sembunyi disemak-semak yang warnanya hampir sama dengan warna kulit
ular sehingga orang tua perlu mengawasi putera- putrinya disaat bermain.

1
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Bisa ular dapat mengakibatkan orang meninggal oleh karena bisa ular
yang bersifat hematotoksik, neurotoksik atau histaminik. (Agus, dkk. 2000)

Korban gigitan ular adalah pasien yang digigit ular atau diduga digigit
ular. Ciri-ciri ular berbisa:

1. Bentuk kepala segiempat panjang.

2. Gigi taring kecil.

3. Bekas gigitan : luka halus berbentuk lengkungan.

Hewan berbisa (memiliki racun, venom) membunuh mangsa dengan


bisanya, yang dapat melumpuhkan sistem saraf pernapasan dan jantung
(neurotoksin), atau yang dapat merusak peredaran darah (haemotoksin), dalam
beberapa menit saja. Bisa yang disuntikkan melalui gigitan ular biasanya
sekaligus mengandung enzim pencerna, yang memudahkan pencernaan
makanan itu apabila telah ditelan.

Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang
dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ dan beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan
racun yang bersangkutan.

2.2 Etiologi

a. Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili


ular yang berbisa, yaitu Elapidae (ular sendok (kobra), ular belang, ular

2
cabai), Hydrophiidae (ular-ular laut), dan Viperidae (ular tanah, ular
bangkai laut, ular bandotan).

2.3 Manifestasi Klinis

Digigit oleh ular berbisa menghasilkan efek yang bervariasi, dari luka
gigitan yang sederhana sampai sakit yang mengancam nyawa dan kematian.
Hasil temuan pada korban gigitan ular dapat menyesatkan. Seorang korban
dapat tidak menunjukkan gejala inisial, dan kemudian tiba-tiba menjadi sesak
nafas dan menjadi syok.

Gejala dan tanda gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa
kategori mayor yaitu :

1. Efek lokal ( cytolitik ) : digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa
kobra menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka
dapat membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa
bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.

2. General Efek : Gigitan ular ini akan menghasilkan efek sistemik yang
non-spesifik seperti : nyeri kepala, mual dan muntah, nyeri perut, diare
sampai pasien menjadi kolaps. Gejala yang ditemui seperti ini sebagai
tanda bahaya bagi tenaga kesehatan unuk memberi petolongan segera.

3. Perdarahan ( haemotoksin ) : Gigitan oleh famili viperidae atau


beberapa elapid Australia dapat menyebabkan perdarahan organ
internal seperti otak atau organ-organ abdomen. Korban dapat berdarah
dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut . Perdarahan yang
tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian.
Manifestasi klinis lain adalah: haematom pada tiap suntikan IM,
hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.

4. Efek sistem saraf : bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung
pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama
secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian

3
sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita
masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.

5. Kematian otot : bisa dari Russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan
beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan
kematian otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati
dapat menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini
dapat menyebabkan gagal ginjal.

6. Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan


dengan mhaemotoksin.

2.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Studi Laboratorium :

a. Penghitungan jumlah sel-sel darah

b. Prothrombin time dan activated partial thromboplastin time.

c. Fibrinogen dan produk-produk pemisahan darah

d. Tipe dan jenis golongan darah

e. Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN, kreatinin

f. Urinalisis untuk myoglobinuria

g. Analisa gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik

2. Studi Imaging :

a. Radiografi thoraks pada pasien dengan edema pulmoner

b. Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal

c. Tes lain : Tekanan kompartemen perlu diukur. Secara komersial


tersedia alat yang steril, sederhana untuk dipasang atau dibaca, dan
dapat dipercaya (seperti stryker pressure monitor). Pengukuran
tekanan kompartemen diindikasikan jika terdapat pembengkakan

4
yang signifikan, nyeri yang sangat hebat yang menghalangi
pemeriksaan, dan jika parestesi muncul pada ekstremitas yang
tergigit.

2.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tetap pada prinsip kegawatdaruratan :

a. Cegah gigitan sekunder atau adanya korban kedua.

b. Buat korban tetap tenang, yakinkan mereka bahwa gigitan ular dapat
ditangani secara efektif di instalasi gawat darurat.

c. Penatalaksanaan kegawatdaruratan ABCD

d. Batasi aktivitas dan imobilisasi area yang terkena (umumnya satu


ekstrimitas), dan tetap posisikan daerah yang tergigit berada di bawah
tinggi jantung untuk mengurangi aliran bisa.

e. Jika terdapat alat penghisap, (seperti Sawyer Extractor), ikuti petunjuk


penggunaan. Alat penghisap tekanan-negatif dapat memberi beberapa
keuntungan jika digunakan dalam beberapa menit setelah envenomasi.

f. Jika dipastikan digigit oleh elapid yang berbahaya dan tidak terdapat
efek mayor dari luka lokal, dapat dipasang pembalut dengan teknik
imobilisasi dengan tekanan. Teknik ini terutama digunakan untuk
gigitan oleh elapid Australia atau ular laut. Balutkan perban pada luka
gigitan dan terus sampai ke bagian atas ekstremitas dengan tekanan
seperti akan membalut pergelangan kaki yang terpeleset. Kemudian
imobilisasi ekstremitas dengan bidai, dengan tetap memperhatikan
mencegah terhambatnya aliran darah. Teknik ini membantu mencegah
efek sistemik yang mengancam nyawa dari bisa, tapi juga bisa
memperburuk kerusakan lokal pada sisi gigitan jika gejala yang
signifikan terdapat di sana.

g. Transportasikan korban secara cepat dan aman ke fasilitas medis


darurat.

5
h. Identifikasi atau upayakan mendeskripsikan jenis ular, tapi lakukan jika
tanpa resiko yang signifikan terhadap adanya gigitan sekunder atau
jatuhnya korban lain. Jika aman, bawa serta ular yang sudah mati. Hati-
hati pada kepalanya saat membawa ular-ular masih dapat mengigit
hingga satu jam setelah mati (dari reflek).

i. Medikasi

Tujuan dari farmakoterapi adalah untuk menetralisir toxin, untuk


mengurangi morbiditas, dan untuk mencegah komplikasi.

1) Beri antivenin pada korban gigitan ular koral sebagai standar


perawatan jika korban datang dalam 12 jam setelah gigitan,
tanpa melihat adanya tanda-tanda lokal atau sistemik.
Neurotoksisitas dapat muncul tanpa tanda-tanda sebelumnya dan
berkembang menjadi gagal nafas.

a) Anti-bisa (antivenin) (biasanya di Indonesia disebut SABU,


serum anti bisa ular) Untuk menetralisir bisa ular dilakukan
penyuntikan serum antivenin intravena atau intra-arteri yang
menperdarahi daerah yang bersangkutan. Sekarang tersedia 2
jenis antivenin. Salah satunya telah diproduksi sejak 1956.
Dibuat dari serum kuda setelah kuda diinjeksi dengan bisa ular
dalam dosis subletal (Wyeth). Antivenin telah dipurifikasi tapi
masih mengandung protein serum lain yang mungkin bisa
imunogenik. Versi terakhir, didukung oleh FDA pada tahun
2000 (CroFab, Savage) adalah suatu fragmen immunoglobulin
monovalen yang berasal dari domba namun dipurifikasi untuk
menghilangkan protein antigenik lain.

b) Ovine crotalidae polyvalent immune fab-purified (Crofab)


dibuat secara spesifik dari bisa ular eastern dan western
diamondback, Mojave rattlesnake, dan ular cottonmouth/water
moccasin. Tujuan pemberian antivenin adalah untuk mengikat
racun dalam bisa dan mencegah efek buruk baik lokal maupun

6
sistemik. CroFab telah digunakan pada gigitan ular copperhead
dan ular Crotalid lain dengan efek yang baik dan dipercaya
atas kurangnya toksisitas antivenin.

Dosis Anak :

a. Envenomasi ular viper : dapat membutuhkan dua kali dosis


dewasa yaitu :

Sedang : 12-20 vial IV

Berat : dapat membutuhkan > 40 vial IV

b. Envenomasi ular koral : sama dengan dosis dewasa

1. Ringan : tidak perlu

2. Sedang : inisial 6-10 vial IV

3. Berat : dapat membutuhkan >25 vial IV.

2) Antibiotik – sering diberikan saat korban tiba di rumah sakit tapi


lebih sering digunakan hanya pada kasus berat. Bagaimanapun,
profilaksis dengan antibiotik spektrum luas masih
direkomendasikan. Contoh obat yang sering digunakan adalah
Ceftriaxone (Rocephin)-generasi-ketiga dari cephalosporin;
diberikan dosis anak 75 mg/kg/d IV per 12 jam. Imunisasi – ular
tidak membawa Clostridium tetani pada mulutnya, tapi gigitan
ular dapat membawa bakteri lain, terutama spesies gram-negatif.
Profilaksis tetanus direkomendasikan jika pasien belum
diimunisasi dalam 5 tahun terakhir.

3) Difteri-tetanus toxoid – digunakan untuk menginduksi imunitas


aktif melawan tetanus pada pasien tertentu. Agen imunisasi
pilihan untuk kebanyakan korban anak > 7 tahun adalah tetanus
dan toxoid difteri. Perlu untuk memberi dosis booster untuk
memelihara imunitas tetanus seumur hidup. Pada anak-anak,

7
dapat diberikan pada m. deltoid atau paha midlateral. Pada bayi,
pemberian sebaiknya pada paha midlateral. Dosis pemberian
untuk anak 6 mgg – 6 thn : tiga kali 0.5-mL IM dosis DT
setidaknya dengan jarak pemberian 4 minggu dan booster 6 – 12
bulan setelah injeksi ketiga.

4) Pengobatan suportif terdiri dari infus NaCl, plasma, atau darah,


dan pemberian vasopresor untuk menanggulangi syok. Mungkin
perlu diberikan fibrinogen untuk memperbaiki kerusakan sistem
pembekuan. Dianjurkan juga pemberian kortikosteroid.

5) Bila terjadi kelumpuhan pernafasan dilakukan intubasi,


dilanjutkan dengan memasang respirator untuk ventilasi.

6) Bila terjadi pembengkakan hebat biasanya perlu dilakukan


fasiotomi untuk mencegah sindrom kompartemen. Bila perlu,
dilakukan upaya untuk mengatasi faal ginjal.

7) Nekrotomi dikerjakan bila telah nampak jelas batas kematian


jaringan, kemudian dilanjutkan dengan cangkok kulit. Bila ragu-
ragu mengenai jenis ularnya, sebaiknya penderita diamati selama
48 jam karena kadang efek keracunan bisa timbul lambat.

2.6 Komplikasi

1. Sindrom kompartemen adalah komplikasi tersering dari gigitan ular pit


viper.

2. Komplikasi luka lokal dapat meliputi infeksi dan hilangnya kulit.

3. Komplikasi kardiovaskuler, komplikasi hematologis, dan kolaps paru


dapat terjadi.

4. Komplikasi yang terkait dengan antivenin termasuk reaksi


hipersensitivitas tipe cepat (anafilaksis, tipe I) dan tipe lambat (serum
sickness, tipe III). Anafilaksis terjadi dimediasi oleh immunoglobulin

8
E (IgE), berkaitan dengan degranulasi sel mast yang dapat berakibat
laryngospasme, vasodilatasi, dan kebocoran kapiler.

5. Kematian umumnya pada korban tanpa intervensi farmakologis.

6. Serum sickness dengan gejala demam, sakit kepala, bersin,


pembengkakan kelenjar lymph, dan penurunan daya tahan, muncul 1 –
2 minggu setelah pemberian antivenin.

2.7 Tumbuh kembang anak

Menurut Donna L. Wong :

• Masa anak-anak awal : 1 – 12 bulan.

• Toddler : 1 – 3 tahun.

• Pra sekolah : 3 – 6 tahun.

• Masa anak-anak tengah : 6 – 12 tahun (masa sekolah)

a. Tahap pertumbuhan masa pra-adolesen dan masa adolesens

Pertumbuhan fisik/jasmani sangat pesat, dimana anak akan


menjadi cepat besar, BB naik dengan pesat, PB bertambah dengan cepat,
keadaan anak makannya banyak serta aktivitas bertambah, mengikuti satu
irama pertumbuhan tertentu dan berlangsung secara bergantian,
pertumbuhan otak mulai melambat,sangat lambat pada usia 5 tahun.

Rumus untuk menafsir pertumbuhan dan perkembangan pada bayi


dan anak – anak menurut Weech :

Perhitungan Berat badan :

 Umur 1 – 6 tahun = Umur (tahun) X 2 - 8 : 2


 Umur 6 – 12 tahun = Umur (tahun) X 7 – 5 : 2
Perhitungan Panjang badan :

 Umur 1 tahun : 75 cm

9
 Umur 2 – 12 tahun = Umur (tahun) X 6 - 77
b. Tahap perkembangan

 Perkembangan Psikoseksual menurut (Sigmund Freud) :


Fase anal (1 – 3 tahun ): Daerah anal aktifitas, pengeluaran tinja
menjadi sumber kepuasan libido yang penting. Menunjukan
keakuannya sikap narsistik (cinta terhadap diri sendiri) dan egoistik.
Tugas utama anak : latihan kebersihan, perkembangan bicara dan
bahasa meniru dan mengulang kata sederhana, hubungan
interrpersonal anak sangat terbatas, bermain sendiri, belum bisa
bermain dengan anak lain.

Fase oedipal/falik (3 – 5 tahun) : melakukan rangan autoerotic,


bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda,anak pasca oedipal
berkelompok dengan sejenis. Pada fase ini anak sering mengalami
oedipus komplek bagi anak lelaki dan elektra komplek bagi anak
perempuan.

Fase Laten (5 – 12 tahun) : Anak memasuki masa pubertas,memasuki


periode integrasi,fase tenang,dorongan libido mereda sementara,erotik
zona berkurang, anak tertarik dengan peer group (kelompok sebaya).

 Tahap perkembangan Psikososial (Erikson)


Tahap ke 2 : Autonomi VS Shame and doubt, ; Toddler year/usia 1 –
3 tahun Perkembangan ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari dari
lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh untuk mandiri,jika ortu
terlalu melindungi,menuntut harapan terlalu tinggi maka anak akan
merasa malu dan ragu-ragu.

Tahap ke 3 : Initiative VS Guilt, prescholl/usia prasekolah 4 – 6


ahun;Pada tahap ini anak diperboleh kan memiliki insiatif dalam
belajar mencari pengalaman baru secara aktif, bila dilarang/diomeli
serta dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu dalam
melakukan ketrampilan motorik dan bahasanya.

10
Tahap ke 4 : Industry VS Interiority,school age/usia sekolah 6 – 12
tahun Pada tahap ke-4 ini berfokus pada hasil akhir suatu pencapaian
(prestasi=Achievemont), memperoleh kesenangan dari penyelesaian
tugasnya /pekerjaannya dan menerima penghargaan untuk usaha atau
kepandaiannya,hasil ini adalah pengertian dari persaingan/kompetisi
dan kerajinannya

 Stimulasi dan perkembangan anak :


Anak umur 12 – 18 Bulan :

Perkembangan anak : Berjalan sendiri tidak jatuh (GK), mengambil


benda kecil dengan jari dan telunjuk (GH), mengungkapkan keinginan
scr sederhana (BBK), minum sendiri dari gelas tidak tumpah (BM).

Stimulasi dini : Melatih anak naik turun tangga (GK), bermain dng
anak melempar dan menangkap bola besar kemudian kecil(GH),
melatih anak menunjuk dan menyebut nama-nama bagian tubuh
(BBK), memberi kesempatan anak melepas pakaian sendiri.

Anak umur 18 – 24 Bulan :

Perkembangan anak : Berjalan mundur 5 langkah (GK), mencoret-


coret dng alat tulis (GH), menunjuk bagian tubuh dan menyebut
namanya (BBK), meniru melakukan pekerjaan rumah tangga (BM).

Stimulasi dini : Melatih anak berdiri dengan satu kaki(GK), mengajari


anak menggambar bulatan,garis segi tiga dan gambar wajah(GH),
melatih anak mengikuti perintah sederhana (BBK),melatih anak mau
ditinggalkan ibunya sementara waktu (BM).

Anak umur 2 – 3 tahun :

Perkembangan anak : berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan


sedikitnya 2 hitungan (GK), meniru membuat garis
lurus(GH),menyatakan keinginan sedikitnya dengan 2 kata (BBK),
melepas pakaian sendiri (BM).

11
Stimulasi dini : Melatih anak melompat dengan satu kaki (GK),
mengajak anak bermain menyusun dan menumpuk balok(GH),melatih
anak mengenal bentuk dan warna (BBK), melatih anak mencuci tangan
dan kaki serta mengeringkan sendiri(BM).

Anak umur 3-4 tahun :

Perkembangan anak : berjalan jinjit (GK), menggunting dan membuat


buku cerita dng gambar(GK), mengenal bentuk dan
warna(BBK),mengenal sopan santun, berterima kasih dan mencium
tangan (BM).

Anak umur 4-5 tahun :

Perkembangan anak : Melompat dengan satu kaki(GK), dapat


mengancing baju(GH), bercerita sederhana(BBK),mencuci tangan
sendiri(BM).

Stimulasi dini : Biarkan anak melakukan permainan ketangkasan dan


kelincahan (GK), bantu belajar menggambar (GH), mengerti satu dan
separuh dng cara membagi kue/kertas (BBK), latih untuk
mandiri,mis.bermain ketetangga(BM).

Anak umur 5 – 6 tahun :

Perkembangan anak : menangkap bola kasti pada jarak satu


meter(GK), membuat gambar segi empat(GH), mengenal angka dan
huruf serta berhitung(BBK), berpakaian sendiri tanpa dibantu(BM).

Stimulasi dini : melakukan permainan, misalnya kasti (GK), membuat


sesuatu dari lilin/tanah liat (GH), melatih untuk mengenal
waktu,hari,minggu dan bulan (BBK), bercakap-cakap bergaul dengan
teman sebaya.

12
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Identitas Pasien

• Identitas anak meliputi nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir ,
umur, alamat, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, sumber
informasi.

• Identitas orang tua

Nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah/ibu, pendidikan ayah/ibu,


agama, suku/bangsa,alamat.

Keluhan Utama

Klien mengeluh rasa nyeri yang hebat disekitar luka gigitan ular.

Riwayat penyakit sekarang

Ibu anak mengatakan anaknya baru saja tergigit ular berbisa.

Riwayat penyakit dahulu

Apakah pernah mengalami syok anafilaksis sebelumnya.

Pemeriksaan fisik

1. Pernafasan
Inspeksi : pergerakan dada simetris , anak susah bernafas, nafas
pendek, berkeringat banyak.
Auskultasi : whezing

Palpasi : vocal premitus teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan

Perkusi : pekak.

2. Kardiovaskuler

13
Inspeksi : tak ada kelainan

Auskultasi : S1 S2 Terdengar tunggal

Palpasi : hipotensi, TD meningkat

Perkusi : pekak.

3. Persyarafan
Inspeksi : Kesadaran menurun, pingsan.

Data subyektif : sakit kepala, pusing.

4. Genitourinaria
Inspeksi : hematuria, myoglobinuria, oliguria / anuria

Palpasi : distensi kandung kemih

Perkusi : pekak.

5. Pencernaan
Inspeksi : salivasi

Auskultasi : peristaltik usus meningkat

Palpasi : distensi

Perkusi : pekak.

Data subyektif : mual, muntah, nyeri perut, diare.

6. Muskuloskeletal dan Integumen


Inspeksi : udem, eritema, petekie, ekimosis, bula, tanda nekrosis
jaringan, melepuh, lunak.

Palpasi : nyeri otot, kelemahan otot.

7. Penginderaan
Tidak ada kelainan.

8. Endokrin

14
Tidak ada kelainan
9. Aspek sosial
Ekspresi afek dan emosi anak : menangis, cemas , takut.
Dampak hospitalisasi : anak takut dengan prosedur dan tindakan
medis.
Dampak hospitalisasi bagi orang tua : orang tua cemas karena kondisi
anak.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot


pernapasan.

2. Resiko syok anafilaksis berhubungan dengan reaksi antigen dan antibodi


dengan venom.

3. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.

4. Nyeri berhubungan dengan nekrosis otot.

5. Hipertermia berhubungan dengan respon endotoksin pada hipotalamus.

6. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, cairan


tubuh benyak yang keluar.

7. Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan destruktif jaringan.

8. Cemas/takut berhubungan dengan prosedur tindakan.

9. Ansietas pada orang tua berhubungan dengan kondisis anak yang sakit.

10. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran.

11. Potensial komplikasi ; insufiensi ginjal berhubungan dengan nekrosis.

12. Kurangnya informasi berhubungan dengan kurangnya informasi akan


perjalanan penyakit anaknya.

15
3.3 Intervensi

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot


pernapasan.

Tujuan : Membuat / mempertahankan pola pernafasan efektif melalui


ventilator.

Kriteria Hasil :

• Tidak terdapat sianosis , saturasi oksigen normal ( 21% sampai


100% ).

• Pola nafas

- RR : 15-30 x/menit.

- Pergerakan dada simetris

- Tidak ada retraksi otot bantu pernafasan.

- Pernafasan efektif melelui ventilator.

Intervensi :

a. Selidiki etiologi gagal pernapasan


R/ Pemahaman penyebab masalah pernapasan penting untuk
perawatan pasien

b. Observasi pola napas, catat frekuensi pernapasan


R/ melihat pola nafas klien untuk menentukan tindakan lanjut.

c. Auskultasi dada secara periodik catat adanya / tidak adanya dan


kualitas bunyi napas , bunyi napas tambahan , juga simetrisitas
gerakan dada
R/ Memberikan informasi tentang aliran udara melalui trakeobronkial
dan adanya /tidak adanya cairan.

16
d. Kolaborasi observasi persentasi konsentrasi oksigen , yakinkan
bahwa aliran olsigen tepat , awasi analisa oksigen atau lakukan analisa
oksigen periodik.
R/ Nilai untuk mempertahankan persentase oksigen yang dapat
diterima dan saturasi untuk kondisi pasien ( 21% sampai 100% ) .
Karena mesin tidak selalu akurat, analiser oksigen dapat digunakan
untuk memastikan apakah pasien menerima konsentrasi oksigen yang
diinginkan .

2. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

Tujuan: Tidak terjadi shock (tidak terjadi penurunan kesadaran dan tanda-
tanda vital dalam batas normal)

Kriteria Hasil :

- CRT tidak lebih 3 detik

- Akral hangat.

- Keseimbangan cairan normal input 2500 ml, output 2500 ml.

- GCS : 456.

- Nadi : 70-110 x/menit, RR : 15-30x/menit, TD : 100/60 mmHg,


suhu : 36 °C.

- Mukosa lembab tidak pucat.

Intervensi :

a. Observasi tanda-tandavital tiap 4 jam.

R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan indikator


terjadinya dehidrasi secara dini.

b. Observasi intake cairan dan output

R/ Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran


cairan yang berlebihan.

17
c. Kolaborasi dalam :

- Pemberian cairan infus / transfusi

R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular yang


dapat meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat mencegah
terjadinya shock.

- Pemberian fibrinogen

R/ untuk membantu memperbaiki sistem pembekuan darah.

3. Nyeri berhubungan dengan nekrosis otot.

Tujuan : Klien tidak merasakan nyeri atau rasa nyeri berkurang.

Kriteria Hasil

Klien akan :

1. Mengungkapkan perasaan saat nyeri terjadi

2. Menyebutkan metode untuk mengurangi nyeri

3. Mendemonstrasikan metode relaksasi

4. Anak tidak merengek, menangis.

5. Skala nyeri 4.

Intervensi :

a. Observasi derajat nyeri dengan menggunakan skala 0-10

R/ Untuk mengkaji kualitas nyeri sehingga dapat menentukan


tindakan

b. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasannya saat


merasa nyeri

R/ Untuk mengkaji kualitas nyeri

18
c. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, berirama dan
lambat

R/ Mengurangi rasa nyeri

d. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit pada posisi


yang benar (tidak ada bagian tubuh yang terhimpit)

R/ Mencegah adanya komplikasi

e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik dan


antivenom.

R/ Analgesik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri dan antivenom


digunakan untuk untuk mengikat racun dalam bisa dan mencegah
efek buruk baik lokal maupun sistemik.

3.4 Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan


dilakukan sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan kriteria
keberhasilan pada tujuan rencana keperawatan. Dengan demikian evaluasi
dapat dilakukan sesuai dengan kriteria / susunan rinci ditulis pada lembar
catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R ( Data subyek, Obyek,
Asesment, Implementasi, Evaluasi, Revisi).

19
BAB 4

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

ewan berbisa (memiliki racun, venom) membunuh mangsa dengan


bisanya, yang dapat melumpuhkan sistem saraf pernapasan dan jantung
(neurotoksin), atau yang dapat merusak peredaran darah (haemotoksin), dalam
beberapa menit saja. Oleh karena itu penganganan yang tepat akan mengurangi
angka mordibitas dan mortalitas. Selain itu diperlukan identifikasi jenis
ularnya untuk memudahkan pemberian antivenom.

4.2 Saran

• Jika dalam keadaan gawat darurat dan jauh dari rumah sakit
kita bisa menghisap bisa dengan mulut tetapi jangan sampai memotong
sisi gigitan. Memotong sisi yang tergigit dapat merusak organ yang
mendasarinya, meningkatkan resiko infeksi, dan tidak membuang racun.

• Jangan gunakan es atau kompres dingin pada sisi gigitan.


Es tidak mendeaktivasi bisa dan dapat menyebabkan radang dingin.

• Jangan menggunakan kejutan listrik. Kejutan listrik tidak


efektif dan dapat menyebabkan luka bakar atau masalah elektrik pada
jantung.

• Jangan gunakan alkohol. Alkohol dapat menghilangkan


sakit, tapi juga membuat pembuluh darah lokal berdilatasi, dimana dapat
meningkatkan absorpsi bisa.

20
• Jangan menggunakan turniket atau verband yang ketat. Hal
ini tidak terbukti efektif, dapat meningkatkan kerusakan jaringan, dan
dapat menyebabkan keharusan amputasi.

• Jangan mengangkat sisi gigitan di atas tinggi jantung


korban.

DAFTAR PUSTAKA

Andimarlinasyam.2009.Gigitanular.http://andimarlinasyam.wordpress.com/2009/
08/27/gigitan-ular/ diakses pada tanggal 27 Maret 2010.

Arifin, Zaenal.2010.Gigitan Ular. http://jingkang-pbg.blogspot.com/2010/01/blog-


post.html . diakses pada tanggal 27 Maret 2010.

dr. Muhammad Syamsul Muin.2009.Gigitan Ular.


http://penyakitdalam.wordpress.com/2009/11/04/gigitan-ular/ dr.
Mochamad . diakses pada tanggal 27 Maret 2010.

dr. Wirawan Siregar . 2010. Gigitan Ular. http://xcd.or.id/index.php?topic=69.0.


diakses pada tanggal 27 Maret 2007.

Helmut, Todo Tua Simora.2010. Tindakan Preventif pencegahan Terhadap


Reaksi Bisa Pada korban Akibat Gigitan
Ular.http://htts.wordpress.com/about/ . diakses pada tanggal 27 Maret
2010.

Kholid, Ahmad.2010. Ular. http://masmamad.blogspot.com/. diakses pada tanggal


27 Maret 2010.

Mr. netral.2010. Gigitan Ular Berbisa.


http://www.indowebster.com/Lp_Gigitan_Ular_Berbisa.html . diakses
pada tanggal 27 maret 2010.

21
Rama Hadi Putra.2020. Pertolongan Pertama Pada Gigitan Ular.
http://nursingforuniverse.blogspot.com/2010/01/pertolongan-pertama-
pada-gigitan-ular_18.html . diakses pada tanggal 27 Maret 2010.

Sani, Rahman.2009. Pedoman Penatalaksanaan Snake bite.http://rachman-


soleman.blogspot.com/2009/10/snake-bite-pedoman-
penatalaksanaan.html diakses pada tanggal 27 maret 2010.

Sudoyo, A.W.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan


Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

22

Anda mungkin juga menyukai