Anda di halaman 1dari 106

ISSN 2086 - 7352

JURNAL

KONSTRUKSIA
VOLUME 6 NOMOR 2

APRIL 2015

STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH PEDESAAN SISTEM


GRAFITASI MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET 2.0
Restu Wigati /Andi Maddeppungeng / Ivan Krisnanto

EPC OR TURNKEY CONTRACT LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO


ADJUSTMENTS
Sarwono Hardjomuljadi

PERBANDINGAN HASIL MUTU BETON DENGAN UPVT DENGAN


HAMMER TEST DAN CORE DRILL
Faisal Ridho Heri Khoeri

STUDI KUAT TEKAN BETON DENGAN ABU GUNUNG KELUD SEBAGAI


BAHAN ADITIF PENGANTI SEMEN
Faisal Rizky / Nadia

TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN PADA


CURTAIN WALL
Revmen / Trijeti

PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER PADA PELAKSANAN


PROYEK KONSTRUKI
Ade Nurmala / Sarwono Hardjomuljadi

PENYEBAB KETERLAMBATAN PADA JALAN BEBAS HAMBATAN


TANJUNG PRIUK
Sri Budiyani / Aripurnomo Kartohardjono

BETON GEOPOLIMER ABU SERABUT KELAPA


Andika Setiawan & Team / Haryo Koco Buwono

SIMULASI NUMERIK & UJI EKSPERIMENTAL PEMBEBANAN


PRE-KOMPRESI DAN LATERAL PADA PASANGAN BATA TRIPLET

M. Aswanto
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Volume 6 Nomor 2| Halaman 1 106 April 2015

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomor 2 | April 2015

ISSN 2086-7352

JURNAL

KONSTRUKSIA
REDAKSI
Penanggung Jawab

: Ir. Aripurnomo Kartohardjono, DMS, Dipl.TRE.

Pemimpin Redaksi

: Ir. Haryo Koco Buwono, MT.

Mitra Bestari

: Prof. Ir. Sofia W. Alisjahbana, MSc., PHD.


DR. Ir. Rusmadi Suyuti, ME.
DR. Ir. Saihul Anwar, M.Eng.
DR. Ir. Sarwono Hardjomuljadi

Staf Redaksi

: Ir. Nadia, MT.


Ir. Trijeti, MT.
Ir. Iskandar Zulkarnaen
Tanjung Rahayu, ST., MT.
Basit Al Hanif, ST
Andika Setiawan, ST

Seksi Umum

: Ir. Saifullah
Imam Susandi

Disain Kreatif

: Ir. Haryo Koco Buwono, MT.

Administrator Web

: Riyadi, ST

Terbit

: Per Semester Juni dan Desember ( Dua Kali Setahun )

Alamat Redaksi

: Jurnal Konstruksia Jurusan Teknik Sipil


Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Jl. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat.10510

Website

: www.konstruksia.org (E-ISSN : 2443-308X)

Email

: redaksi@konstruksia.org

Ilustrasi cover diambil dari:


http://www.techfemina.com/wp-content/uploads/2014/09/Construction-Management.jpg

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomor 2 | April 2015

JURNAL

KONSTRUKSIA
Volume 6 Nomor 2 April 2015

Diterbitkan oleh: Divisi Jurnal, Teknik Sipil Fakultas Teknik


Universitas Muhammadiyah Jakarta

ISSN 2086-7352

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomor 2 | April 2015

ISSN 2086-7352

JURNAL

KONSTRUKSIA
Volume 6 Nomor 2 April 2015

PENGANTAR REDAKSI
Dengan mengucap syukur yang mendalam seiring terbitnya JURNAL KONSTRUKSIA volume 6
Nomer 2 di bulan April 2015 ini.
Pada edisi ini mendapatkan beberapa penulis dari kalangan profesional, praktisi dan mahasiswa.
Adapun materi yang disampaikanpun sangat beragam, mulai dari manajemen konstruksi, kontrak,
hingga aplikasi beton dengan penggunaan ban kendaraan bermotor. Dengan semakin beragamnya
materi mautun penulis yang mengisi dalam jurnal ini diharapkan dapat menaikkan khasanah
penelitian dikalangan pendidik maupun praktisi.
Penerbitan ini tentunya tidak lepas dari peran serta banyak pihak. Semoga Jurnal ini salah satu
tonggak untuk dapat segera terakreditasi. Aamiin.

Jakarta, April 2015

Pemimpin Redaksi

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomor 2 | April 2015

ISSN 2086-7352

JURNAL

KONSTRUKSIA
Volume 6 Nomor 2 April 2015

DAFTAR ISI
Redaksi
Pengantar Redaksi
Daftar Isi

STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH PEDESAAN SISTEM GRAVITASI


MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET 2.0 .........................................................................................

19

EPC / TURNKEY CONTRACT LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENTS ........

11 23

PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT METODE INDIRECT TERHADAP


MUTU BETON HASIL HAMMER TEST DAN CORE DRILL .. .... ..............

25 39

STUDI KUAT TEKAN BETON NORMAL DENGAN ABU GUNUNG KELUD


SEBAGAI BAHAN ADITIF PENGGANTI SEMEN ... ..............

41 47

TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN RANGKA


FACADE CURTAIN WALL SISTEM UNITIZIED...................................................................................

49 62

PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN


PROYEK KONSTRUKSI ...................... ........

63 77

PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN KONSTRUKSI


JALAN BEBAS HAMBATAN AKSES TANJUNG PRIUK ...

79 89

BETON GEOPOLIMER ABU SERABUT KELAPA . ............

91 97

SIMULASI NUMERIK & UJI EKSPERIMENTAL PEMBEBANAN


PRE-KOMPRESI DAN LATERAL PADA PASANGAN BATA TRIPLET ..........................................

99 - 106

STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET (Restu Andi - Irvan)

STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH PEDESAAN SISTEM GRAVITASI


MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET 2.0
Oleh :
Restu
Andi Maddeppungeng2), Irvan Krisnanto3),
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jln Jenderal Sudirman KM 3 Kota Cilegon Banten Indonesia
andi_made@yahoo.com ; krisnanto.irvan@yahoo.co.id
Wigati1),

Abstrak : Saat ini sebagian wilayah di desa Taman Sari belum mendapatkan air bersih walaupun
terdapat sumber mata air yang dapat dipergunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan seharihari. Masalah yang ada yaitu sistem distribusi untuk menyalurkan air dari sumber mata air
sampai ke tempat yang mudah di jangkau oleh masyarakat. Sistem jaringan air bersih
direncanakan dapat memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah studi sampai tahun 2033.
Kebutuhan air bersih dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk yang pertumbuhannya
dianalisis dengan menggunakan analisa regresi. Dari hasil perhitungan analisis kebutuhan air
bersih di desa Taman Sari pada tahun 2033 dengan jumlah penduduk 3875 jiwa mencapai 3,245
liter/detik. Sistem distribusi menggunakan sistem gravitasi, dengan hasil perhitungan manual
didapat diameter pipa distribusi bervariasi dari 2 inch sampai 4 inch, sedangkan perhitungan
Epanet 2.0 didapat 25 mm, 50 mm, 75 mm dan 100 mm. Untuk mendesain sistem penyediaan air
bersih digunakan software EPANET 2.0.
Kata Kunci : air bersih, gravitasi, Epanet 2.0
Abstract : Currently some areas in the taman sari village not get clean water although there are a
source of the springs can be used by the community for their daily needs. A problem is distribution
system to channel water from springs up to place in reach by the community. A system of clean water
network planned able to meet the need of clean water in the study areas until the year 2033. Clean
water needs projections calculated based on population growth analyzed using regression analysis.
From the calculation of the analysis clean water needs in Taman Sari village in the year 2033 with a
population of people 3875 reached 3,245 liters/second. Distribution system uses a gravitational
system, by the calculation of manual acquired diameter pipe of varying from 2 inch to 4 inch, while
calculation Epanet 2.0 they reached 25 mm, 50 mm, 75 mm, and 100 mm. To design a system of clean
water supply used software Epanet 2.0.
Keywords : clean water, gravitational, Epanet 2.0

1. Pendahuluan
Air merupakan sumberdaya yang sangat
diperlukan oleh makhluk hidup baik
untuk memenuhi kebutuhannya maupun
menopang hidupnya secara alami.
Kegunaan air yang sangat bersifat
universal atau menyeluruh dari setiapa
aspek kehidupan menjadi semakin
berharganya air baik jika dilihat dari segi
kuantitas maupun kualitasnya. Semakin
tinggi taraf kehidupan seseorang, maka
kebutuhannya akan air pun akan
meningkat (Unus S,1996).

Dengan demikian untuk mengantisipasi


masalah air bersih di Desa Taman Sari,
maka perlu dicarikan sebuah solusi agar
masalah air bersih di desa tersebut
dapat teratasi dengan baik. Dalam
penelitian ini penulis mengusulkan
alternatif penanganan masalah air bersih
dengan merencanakan sistem distribusi
air bersih yang dibantu dengan software
Epanet 2.0. Sistem distribusi akan
dimodelkan dalam software Epanet 2.0
untuk mengetahui apakah sumber air
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
secara berkelanjutan sampai tahun yang
direncanakan.
1|K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

A.

Perhitungan Kebutuhan Air


Bersih

Dalam perhitungan, kebutuhan air


didasarkan pada kebutuhan air rata-rata.
Kebutuhan air rata-rata dapat dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu kebutuhan air
rata-rata harian dan kebutuhan harian
maksimum. Kebutuhan air total dihitung
berdasarkan jumlah pemakai air yang
telah
diproyeksikan
20
tahun
mendatang dan kebutuhan rata-rata
setiap pemakai setelah ditambah 30 %
sebagai
faktor
kehilangan
air
(kebocoran). Kebutuhan total ini dipakai
untuk mengecek apakah sumber air yang
dipilih dapat memenuhi kebutuhan air
baku yang direncanakan.
Kebutuhan Air Rata-rata Harian (Qrh)
adalah banyaknya air yang dibutuhkan
selama satu hari.
Qrh
=Pxq
(1)
dengan :
P
= Jumlah penduduk (jiwa)
q
=
Kebutuhan
air
penduduk (liter/detik)
Kebutuhan Air Maksimum (Qhm) adalah
banyak yang dibutuhkan terbesar pada
satu hari.
Qhm = Fhm x Qrh
(2)
dengan :
Fhm
= Faktor kebutuhan air
harian maksimum (1,05-1,15)
Qrh
= Kebutuhan air rata-rata
(liter/detik)
Besarnya
kebutuhan
air
harian
maksimum
ini
digunakan
untuk
menentukan dimensi pipa induk
distribusi. Analisis kebutuhan air dapat
dilakukan dengan memperhitungkan
jumlah penduduk dan kebutuhan
lainnya. Kebutuhan air domestik
(berdasarkan jumlah penduduk) dapat
diproyeksikan dengan beberapa metode,
adapun metode yang digunakan yaitu
Metode Regresi Linier.
Rumus yang digunakan adalah :
y = a + bx
(3)
dengan:
2|K o n s t r u k s i a

y
= jumlah penduduk yang
diproyeksikan
a,b
= konstanta
x
= pertambahan tahun
yang di proyeksikan
a=

(4)

b=

(5)

dengan
korelasi
persamaan berikut:
r=

menggunakan

dengan :
n
= jumlah data
r
= koefisien korelasi
X
= selisih jumlah penduduk
pengambilan data dengan hasil
perhitungan
metode
Y
=
Proyeksi
jumlah
penduduk
B. Analisis Hidrolika
Dalam perencanaan sistem penyediaan
air baku dengan perpipaan, analisis
hidraulika terutama dimaksudkan untuk
menentukan dimensi bangunan dan
fasilitas yang direncanakan.
a. Prinsip Dasar Aliran Dalam pipa
Menurut Triatmojo (2008) aliran dalam
pipa merupakan aliran tertutup di mana
air kontak dengan seluruh penampang
saluran. Jumlah aliran yang mengalir
melalui lintang aliran tiap satuan waktu
disebut debit aliran, yang secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut :
Q = A x V ( m2 x m/det = m3/ det)
(6)
1) Persamaan kontinuitas
Pada setiap aliran di mana tidak
ada kebocoran maka untuk setiap
penampang berlaku bahwa debit
setiap potongan selalu sama.
V1 x A1 = V2 x A2 atau,
(7)
Q= A x V = Konstan
(8)

STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET (Restu Andi - Irvan)

H=z+ +
Z1 +
Gambar 1. Saluran Pipa Dengan Diameter
Berbeda
Sumber : Triatmodjo, 1995

Menurut Triatmojo (2008) untuk pipa


bercabang berdasarkan persamaan
kontinuitas, debit aliran yang menuju
titik cabang harus sama dengan debit
yang meninggalkan titik tersebut, yang
secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut :
Q1 = Q2 + Q3 atau,
(9)
A1 x V1 = A2 x V2 + A3 x V3
(10)
dengan :
Q
= Debit aliran (m3/detik)
A
= Luas penampang (m2)
V
= Kecepatan aliran (m/s)

3)

(14)
+ hf = z1 +

+ hf

(15)

Persamaan Hazen-Williams
V= 0,3545 x C x D0,63 x S0,

(16)
dengan :
V = Kecepatan aliran (m/det)
C = Koefisien kekasaran
D = Diameter pipa (m)
S = Slope pipa = beda
tinggi/panjang pipa (m/m)
Tabel 1. Nilai Koefisien C Hazen Williams

No Jenis Pipa
1. New Cast Iron
Concrrete or Concrete
2.
lined
3. Galvanized Iron
4. Plastic
5. Stell
6. Vetrivield Clay

Nilai C
130 140
120 140
120
140 150
140 150
110

Sumber : Epanet 2, User manual

C.
Gambar 2. Persamaan Kontinuitas Pada
Pipa Bercabang
(Sumber : Triatmodjo, 1995)

2) Persamaan Bernoulli
Menurut Bernoulli Jumlah tinggi tempat,
tinggi tekan dan tinggi kecepatan pada
setiap titik dari aliran air selalu konstan.
Persaman Bernoulli dapat dipandang
sebagai persamaan kekekalan energi
mengingat, z = energi potensial cair tiap
satuan berat.

(11)
Tenaga potensial tekanan zat cair
p

(12)

= Tenaga kinetik

(13)

Dengan neraca massa energi yang masuk


sama dengan yang keluar energi di A =
energi di B sehingga,

Aplikasi EPANET 2.0 Dalam


Sistem Penyediaan Air Bersih
EPANET adalah program komputer yang
menggambarkan simulasi hidrolis dan
kecenderungan kualitas air yang
mengalir di dalam jaringan pipa.
Jaringan itu sendiri terdiri dari Pipa,
Node (titik koneksi pipa), pompa, katub,
dan tangki air atau reservoir. EPANET
menjajaki aliran air di tiap pipa, kondisi
tekanan air di tiap titik dan kondisi
konsentrasi bahan kimia yang mengalir
di dalam pipa selama dalam periode
pengaliran. Sebagai tambahan, usia air
(water age) dan pelacakan sumber dapat
juga disimulasikan. EPANET di design
sebagai alat untuk mencapai dan
mewujudkan
pemahaman
tentang
pergerakan dan nasib kandungan air
minum dalam jaringan distribusi. Juga
dapat digunakan untuk berbagai analisa
berbagai aplikasi jaringan distribusi.
Sebagai contoh untuk pembuatan design,
kalibrasi model hidrolis, analisa sisa
khlor, dan analisa pelanggan. EPANET
dapat membantu dalam memanage
3|K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

strategi untuk merealisasikan qualitas


air dalam suatu system. Semua itu
mencakup :
a. Alternatif penggunaan sumber
dalam berbagai sumber dalam
satu sistem
b. Alternatif
pemompaan
dlm
penjadwalan
pengisian/pengosongan tangki.
c. Penggunaan treatment, misal
khlorinasi
pada
tangki
penyimpan
d. Pen-target-an pembersihan pipa
dan penggantiannya.
Dijalankan dalam lingkungan
windows, EPANET dapat terintegrasi
untuk
melakukan
editing
dalam
pemasukan data, running simulasi dan
melihat hasil running dalam berbagai
bentuk (format), Sudah pula termasuk
kode-kode yang berwarna pada peta,
tabel data-data, grafik, serta citra kontur.
1) Kelebihan Epanet 2.0
Fasilitas yang lengkap serta
pemodelan hidrolis yang akurat
adalah salah satu langkah yang efektif
dalam membuat model tentang
pengaliran serta kualitas air. EPANET
adalah alat bantu analisis hidrolis
yang
didalamnya
terkandung
kemampuan seperti :
a) Kemampuan analisa yang tidak
terbatas
pada
penempatan
jaringan.
b) Perhitungan harga kekasaran
pipa menggunakan persamaan
Hazen-Williams, Darcy Weisbach,
atau Chezy-Manning.
c) Temasuk juga minor head losses
untuk bend, fitting, dsb.
d) Pemodelan terhadap kecepatan
pompa yang konstant maupun
variable
e) Menghitung energi pompa dan
biaya (cost).
f) Pemodelan terhadap variasi tipe
dari valve termasuk shitoff, check,
pressure regulating, dan flow
control valve.
4|K o n s t r u k s i a

g) Tesedia
tangki
penyimpan
dengan berbagai bentuk (seperti
diameter
yang
bervariasi
terhadap tingginya).
h) Memungkinkan dimasukkannya
kategori kebutuhan (demand)
ganda pada node, masing-masing
dengan pola tersendiri yang
bergantung pada variasi waktu.
i) Model pressure yang bergantung
pada pengeluaran aliran dari
emitter (Sprinkler head).
j) Dapat
dioperasikan
dengan
system dasar pada tangki
sederhana atau kontrol waktu,
dan pada kontrol waktu yang
lebih kompleks.
2) Kegunaan Epanet 2.0
Kegunaan program Epanet 2.0
dalam simulasi sistem penyediaan air
bersih antara lain :
a) Didesain sebagai alat untuk
mengetahui perkembangan dan
pergerakan air serta degradasi
unsur kimia yang ada dalam air
pipa distribusi.
b) Dapat digunakan sebagai dasar
analisa dan berbagai macam
sistem distribusi, detail desain,
model kalibrasi hidrolik, analisa
sisa khlor dan berbagai unsur
lainnya.
c) Dapat membantu menentukan
alternatif strategis manajemen dan
sistem jaringan pipa distribusi air
bersih seperti :
1) Sebagai penentuan alternatif
sumber / instalasi, apabila
terdapat banyak sumber /
instalasi.
2) Sebagai
simulasi
dalam
menentukan
alternatif
pengoperasian pompa dalam
melakukan pengisian reservoir
maupun injeksi ke sistem
distribusi.
3) Digunakan
sebagai
pusat
treatment seperti dalam hal
melakukan proses khlorinasi,

STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET (Restu Andi - Irvan)

baik di instalasi maupun dalam


sistem jaringan.
4) Dapat
digunakan
sebagai
penentuan prioritas terhadap
pipa yang akan dibersihkan /
diganti
3) Input dan Output Data dalam
Epanet 2.0
Dalam operasi Epanet 2.0
dibutuhkan data masukan (input data)
yang digunakan untuk simulasi jaringan
air bersih. Data ini sangat penting
artinya dalam memulai analisa jaringan
air bersih dan mendapatkan output data
yang diinginkan. Adapun input data yang
dibutuhkan adalah peta jaringan, node /
junction / titik dari komponen distribusi,
elevasi, panjang pipa, diameter pipa,
jenis pipa yang digunakan, umur pipa,
jenis sumber (mata air, sumur bor, IPA,
dan lain lain), spesifikasi pompa (bila
menggunakan pompa), bentuk dan
ukuran reservoir, beban masing
masing node (besarnya tapping), faktor
fluktuasi pemakaian air, dan konsentrasi
khlor pada sumber. Sedangkan output
data yang dihasilkan adalah hidrolik
head masing-masing titik, tekanan dan
kualitas air.
2.
Metodologi Penelitian
A. Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini
berisi tentang perhitungan data yang
akan digunakan dalam penelitian yaitu
mencakup data jumlah penduduk, data
kebutuhan air masyarakat dan data-data
lainnya yang mendukung penelitian ini.
Data-data
tersebut
diolah
untuk
menganalisis kebutuhan air bersih di
perdesaan jangka panjang dari beberapa
mata air lalu di buat sistem jaringan air
bersih untuk distribusinya dengan
menggunakan software EPANET 2.0.
B. Penyajian Hasil Pengolahan Data
Dalam merealisasikan tahapan yang
direncanakan, maka perlu dibuat bagan
alir (flowchart) yang menunjukan
langkah-langkah dalam melaksanakan

penelitian. Gambar
berikut
merupakan bagan alir penelitian :

ini

Gambar 3 . Bagan Alir Penelitian


Sumber: Analisis Penulis, 2014

3.
A.

Analisis dan Pembahasan


Survei
dan
Analisis
Perkembangan Penduduk
Jumlah penduduk Desa Taman Sari di
dapat dari BPS (Badan Pusat Statistik)
yang ada di Kabupaten Serang. Untuk
melakukan proyeksi jumlah penduduk
dibutuhkan data-data dari tahun-tahun
sebelumnya. Data yang dipakai untuk
mengetahui proyeksi jumlah penduduk
20 tahun yang akan datang di pakai data
proyeksi yang sudah dilakukan BPS
kabupaten Serang dari tahun 2012-2020
dan analisis tambahan hingga 2033.
Untuk
memproyeksikan
jumlah
pertumbuhan penduduk Desa Taman
Sari sampai Tahun 2033 digunakan
Analisis Regresi Linier. Proyeksi jumlah
penduduk Desa Taman Sari dari tahun
2013 sampai tahun 2033 yang dihitung
menggunakan persamaan Y= a + bx =
2642,833 + 56x, dapat dilihat pada
Gambar 4.

5|K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Gambar 4. Pertambahan jumlah penduduk


sampai tahun 2033
(Sumber : Analisis Penulis, 2014)

B. Analisis Kebutuhan Air Bersih


Dari hasil survey akan dapat
diketahui karakteristik Desa Taman Sari
serta taraf hidup masyarakat sehingga
besarnya kebutuhan air bersih rata-rata
perkapita dapat diprediksi.
Tabel 2. Analisa Kebutuhan Air Bersih

b. Tinggi hilang akibat lubang inlet


dan outlet serta sambungan pipa
dari rumus kehilangan tenaga
akibat gesekan (Hazen-Williams)
c. Perhitungan dimensi pipa dengan
asumsi pipa dianggap lurus:
1) Bak Penangkap mata air (A)
sampai sambungan (B)
Pipa utama :
tinggi elevasi hulu : 226 m
tinggi elevasi hilir : 220 m
beda tinggi : 6 m
diameter pipa : 4 inch
debit rencana(Q3875) : 4 liter/detik
Kontrol untuk mengetahui apakah pipa
yang direncanakan dapat mengalirkan debit
air sesuai yang di tentukan. Berikut adalah
perhitungannya :
L = 600 m
D = 4 = 0,1016 m
Q = 4 liter/det = 0,004 m3/det
= 140
=

x 600

= 1,689 m
Kontrol, Hf < H
H = 6 m (beda tinggi elevasi hulu dan hilir)
1,689 m < 6 m ... ok!
V= 0,3545 x
x
x
=

Qhm = Fhm x Qrh


= 1,15 x 3,245 liter/detik
=3,732 liter/det 4 liter/detik
C.

Desain Sistem Penyediaan Air


Bersih
Sistem penyediaan air bersih dalam
perencanaannya sangat dibutuhkan desain
atau pola sebagai gambaran agar sumber
air yang tersedia dapat di gunakan
semaksimal
mungkin
dalam
pelaksanaanya.
a. Jika tidak sangat terpaksa, pada
pipa utama jangan dibuat berbelok
tajam (90), karena hal ini akan
menambah head lost (tinggi hilang)
6|K o n s t r u k s i a

= 0,00282

V = 0,3545
140
= 0,492 m/det
Q = V x A = 0,492 x (3,14 x 0,05082) =
3,987 x 10-3 m3/det
Qtotal = 3,987 x 10-3 x (60x60x24) =
344,4678 m3/hari
=
344467,8 l/hari
Untuk 3875 orang, didapat = 344467,8 :
3875 = 88,897 l/o/h (ok)
Dari hasil analisis, pipa yang direncanakan
dengan diameter 4 inch dari sumber air ke
sambungan (C) mampu untuk mengalirkan
air sebesar 4 liter/det dan mampu
memenuhi kebutuhan yang di perlukan 60
l/o/h.

STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET (Restu Andi - Irvan)

D. Simulasi Distribusi
EPANET 2.0

Air

dengan

Simulasi distribusi air dengan Epanet 2.0


digunakan
untuk
mengetahui
dan
membandingkan hasil dari sistem distribusi
air bersih yang sudah direncanakan dengan
perhitungan manual. Sehingga perbedaan
dari besar atau kecilnya pipa yang efektif
dapat di ketahui.

Gambar 6. Output debit, hidrolik head dan


kualitas air dengan Epanet 2.0
(Sumber : Epanet 2.0, 2014)

Gambar 7. Grafik perbandingan kebutuhan


air, perhitungan manual dengan Epanet 2.0
(Sumber : Analisis Penulis, 2014)

Gambar 5. Simulasi Distribusi Air bersih


dengan Epanet 2.0
(Sumber : Analisis Penulis, 2014)

1. Data yang dihasilkan dari setiap


junction, tanks dan reservior
a) Debit air
b) Pressure
c) Kualitas Air (analisis khlor
secara kimia)

Debit yang dihasilkan dari program


Epanet 2.0 menyatakan bahwa sumber
mata air cikaludan dapat memenuhi
kebutuhan air masyarakat yang di
bandingkan dengan perhitungan manual.
Tabel 3. Perbandingan kecepatan air pada
pipa distribusi

Hasil
Manual
Node Kecepatan
Air (V)
l/det
A
10,000
B
0,492
C
0,250
D
0,313
E
0,307
F
0,175

Hasil
Epanet 2.0
Kecepatan
Air (V)
l/det
14,020
4,000
1,130
1,470
1,400
0,800
7|K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

C1
C2
C3
C4
D1
D2
D3
D4
D5
E1
E2
F1
F2
F3

0,153
0,153
0,153
0,153
0,153
0,153
0,153
0,153
0,153
0,153
0,153
0,140
0,140
0,140

0,470
0,470
0,470
0,570
0,750
0,750
0,750
0,750
0,750
0,800
0,800
0,370
0,370
0,370

Sumber : Epanet 2.0 dan Analisis Penulis, 2014

Kecepatan air yang di hasilkan Epanet


2.0 lebih besar dibandingkan dengan
perhitungan manual yang berarti air
yang mengalir pada pipa dapat
mengalirkan air yang dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat Desa Tamn Sari.

Gambar 9. Grafik perbandingan


kecepatan air pada pipa, perhitungan
manual dengan Epanet 2.0
(Sumber : Epanet 2.0, 2014)

Kecepatan air yang dihasilkan dari


program Epanet 2.0 menyatakan bahwa
pipa dapat mengalirkan air dari sumber
mata air sampai ketempat masyarakat
untuk dapat memenuhi kebutuhan air di
Desa Taman Sari.
E. Analisa Kualitas Air
Tabel 4. Hasil pengujian sampel air

Parameter

2. Data yang dihasilkan dari pipa


distribusi air bersih
a) Debit air
b) Kecepatan air
c) Tinggi hilang ( headloss)

Bau
TDS
pH
Kesadahan
(Ca2+)
Besi (Fe2+)
Nitrat
(NO3)

Standar
Peraturan
Unit
Result Menteri
Kesehatan
Tahun 2010
Tidak
Tidak
berbau berbau
mg/L 95
500
7,5
5,5 - 8,5
mg/L 77
mg/L 0,18

300
0,3

mg/L 11,2

50

Sumber : Lab.Teknik Kimia Untirta, 2014

4.
A.
1.

Gambar 8. Output debit, hidrolik head dan


kualitas air pada pipa
(Sumber : Epanet 2.0, 2014)

8|K o n s t r u k s i a

2.

Kesimpulan Dan Saran


Kesimpulan
Potensi ketersediaan air yang
terdapat di Desa Taman Sari yaitu
mata air Cikaludan dengan debit
sesaat sebesar 10 liter/det dan
jarak terdekat yang mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat
Desa Taman Sari.
Kebutuhan air bersih untuk Desa
Taman Sari meningkat dari 2,315
liter/det pada Tahun 2013 menjadi
3,245 liter/det pada Tahun 2033.

STUDI ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH MENGGUNAKAN SOFTWARE EPANET (Restu Andi - Irvan)

3.

Dari hasil analisis diperoleh


menggunakan perhitungan manual,
dengan rumus Hazen-Williams
didapat ukuran pipa utama yaitu 2
inch, 3 inch dan 4 inch. Sedangkan
dengan menggunakan software
Epanet 2.0 didapat ukuran pipa
yang bervariasi yaitu 25 mm, 50
mm, 75 mm dan 100 mm.

B.

Saran
Sistem penyediaan air bersih yang
direncanakan akan dapat berfungsi
dengan baik apabila operasi dan
pemeliharaan instalasi dilakukan dengan
baik. Untuk itu perlu dilakukan langkahlangkah sebagai berikut :
1. Harus
dilakukan
usaha
perlindungan terhadap sumber air
melalui upaya konservasi di
kawasan sumber air tersebut.
2. Harus diadakan lembaga pengelola
sistem penyediaan air baku untuk
air bersih dan kepada pengurusnya
diberi pelatihan manajemen dan
teknik operasi dan pemeliharaan
instalasi.
3. Serta dapat dijadikan sebagai
penghasil air minum kemasan
kedepannya jika point 1 dan 2 dapat
terlaksana dengan baik.
4. Sebaiknya dapat diberikan tindakan
alternatif untuk air yg terus
mengalir
saat hidran
umum
penuh,seperti menambah hidran
umum baru, penampungan air
(bak), atau bisa juga di alirkan ke
sistem irigasi.
5.
Daftar Pustaka
Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI
196728.1-2002 (Penyusunan neraca
sumber daya Bagian 1: Sumber
daya air spasial). Hal 10-14

BPS (Balai Pusat Statistik) Kabupaten


Serang. Data penduduk Desa
Taman
Sari tahun 2013.
Direktorat
Jendral
Cipta
Karya
Departemen Pekerjaan Umum.
1987. Buku Utama Sistem Jaringan
Pipa. Badan Penerbit Departemen
Pekerjaan Umum. Jakarta.
Direktorat
Jendral
Cipta
Karya
Departemen Pekerjaan Umum.
1998.
Petunjuk
Teknis
Perencanaan,
Pelaksanaan,
Pengawasan, Pembangunan dan
Pengelolaan Sistem Penyediaan Air
Bersih Perdesaan. Badan Penerbit
Departemen Pekerjaan Umum.
Jakarta.
Fredik S, Marvy. 2013. Sistem Penyediaan
Air Bersih di Kelurahan Tinoor.
Jurnal Tugas Akhir. Universitas
Sam Ratulangi.
Linsley,R.K dan Fransini, J.B, 1991,
Teknik Sumber Daya Air jilid 1 &
2,
Erlangga, Jakarta
Naway, Ridwan. 2013. Pengembangan
Sistem Pelayanan Air. Jurnal
Tugas Akhir. Universitas Sam
Ratulangi.
Pedoman/Petunjuk Teknik Dan Manual
Bagian 6: Air Minum Perkotaan,
Kimpraswil
Sutrisno, Totok.C. Suciastuti, Eny, 1987,
Teknologi Penyediaan Air Bersih,
Bina Aksara, Jakarta
Sudirman, Andry. 2012. Analisa Pipa
Jaringan Distribusi Air bersih Di
Kabupaten
Maros
Dengan
Menggunakan Software Epanet
2.0.
Jurnal Tugas Akhir. Universitas
Hasanuddin.
Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidraulika
II.
Beta offset. Yogyakarta.
Triatmadja, Radianta, 2007, Sistem
Penyediaan Air Minum Perpipaan,
Yogyakarta

9|K o n s t r u k s i a

EPC/TURNKEY CONTRACT, LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENT (Sarwono)

EPC/TURNKEY CONTRACT,
LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENTS
Oleh :
Sarwono Hardjomuljadi
sarwonohm2@yahoo.co.id
Civil Engineering Department,Faculty of Engineering, University of Mercu Buana
Jakarta, Indonesia
Abstract : The most important thing before starting the construction project is deciding the
type of contract will be used for the projects implementation. In order to get the proper
decision, the understanding on various conditions of contracts are required. In Indonesia
there are many project using the so called modified FIDIC Conditions of Contract for
EPC/Turnkey Project, but with the incorrect understanding on the reasons of using
EPC/Turnkey Contract, so instead of solving the problem it may caused bigger problems in
practice, many problems raised during the execution due to such incorrect understanding of
the spirit of EPC/Turnkey Contract. Most of Employers, in this case the government
institution or state owned enterprises in Indonesia, choose the EPC/Turnkey Contract with
minimum understanding of the essence of the EPC/Turnkey Contract. Their reasons of
choosing the EPC/Turnkey Contract was the tied schedule and the higher certainty of
cost. FIDIC EPC/Turnkey Contract based on the discussion in this paper, instead of fit the
Employers need only, the EPC/Turnkey Contract still give chance to the contractor to
submit their claim (Clause 20) and even the price is fixed, payment could be made once the
claim is accepted (Sub-Clause 17.4) means that additional to the contract price can be done.
One of the important noteworthy thing is that if there is additional cost it should be added
to the contract price, while in the conventional contract it should be included in the
contract price, so the final price will be the same (Sub-Clause 14.1).
Keyword: EPC/Turnkey Contract, tied schedule, higher certainty of cost, added, included.

MATERIALS AND DISCUSSION


1.General
The claims and disputes occurred in
the construction of State Electricity
Corporations coal power plants in
Indonesia were mostly due to the lack
of deeper understanding on the spirit
of EPC/Turnkey Contract as the
conditions of contract to be used and
were not due to the use of certain
conditions of contract itself. However,
many Indonesian higher ranking
officials think that the use of
standardized conditions of contract
such as FIDIC Conditions of Contract
in this case the FIDIC CC for
Construction is the main causal factor
of the claim and using the such FIDIC
Conditions of Contract is more the

contractors
advantages.
This
misperception makes them hesitate to
use the FIDIC Conditions of Contract
for Construction and move to FIDIC
Conditions of Contract EPC/Turnkey
Project which is in their opinion will
be more fix in term of contract price.
Most of decision makers in Indonesia
State Electricity Corporation (PLN)
have only a little or even no
knowledge on the spirit of FIDIC
EPC/Turnkey Contract. That is why
they choose to develop coal power
plant in Indonesia by using their own
standard conditions of contract which
is actually the modified FIDIC
Conditions
of
Contract
for
EPC/Turnkey Project.

11 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

2. FIDIC GCC for EPC/Turnkey


Project and FIDIC GCC for
Construction.
Clauses
related
to
the
difference
between
EPC
and
Construction Contract are as follows:
2.1. The Contract Price
Sub-Clause 14.1 The Contract Price
(Silver Book)
Unless otherwise stated in the
Particular Conditions:
(a) payment of the Works shall be
made on the basis of the lump sum
Contract
Price,
subject
to
adjustments in accordance with
the Contract; and
(b) the Contractor shall pay all taxes,
duties and fees required to be paid
by him under the Contract, and the
Contract Price shall not be
adjusted for any of these costs,
except as stated in Sub-Clause 13.7
[Adjustments for Changes in
Legislation].
(Conditions
of
Contract
for
EPC/Turnkey Projects -1999)
Sub-Clause 14.1 The Contract Price
(Red Book)
(a) the Contract Price shall be agreed
or determined under Sub-Clause
12.3 [Evaluation] and be subject to
adjustment in accordance with the
Contract.
(b) the Contractor shall pay all taxes,
duties and fees required to be paid
by him under the Contract and the
Contract Price shall not be
adjusted for any of these costs
except as stated in Sub-Clause 13.7
[Adjustment for Changes in
Legislation];
(c) any quantities which may be set
out in the Bill of Quantities or
other Schedules are estimated
quantities and are not to be taken
as the actual and correct
quantities:

12 | K o n s t r u k s i a

(i)
of the Works which the
Contractor is required to execute,
or
(ii) for the purposes of Clause 12
[Measurement and Evaluation];
and
(Conditions
of
Contract
for
Construction-1999
and
MDB
Harmonised Edition-2006)
The above clauses show that the
spirit of EPC Contract (Silver Book)
is a fixed lump sum contract price,
while the Construction Contract (Red
Book) is a dynamic contract price.
2.2. Consequences of Employer
Risks (Silver Book)
Sub-Clause 17.4 Consequences of
Employer Risks
If the Contractor suffers delay and/or
incurs Cost from rectifying this lost or
damage, the Contractor shall give a
further notice to the Employer and
shall be entitled subject to Sub Clause
20.1 [Contractors Claim]
(a) an extension of time for any such
delay, if completion is or will be
delayed, under Sub clause 8.4
[Extension
of
Time
for
Completion]; and
(b) payment of any such Cost, which
shall be added to the Contract
Price.
(Conditions
of
Contract
for
EPC/Turnkey Project-1999)

Sub-Clause 17.4 Consequences of


Employer Risks (Red Book)
If the Contractor suffers delay and/or
incurs Cost from rectifying this lost or
damage, the Contractor shall give a
further notice to the Employer and
shall be entitled subject to Sub Clause
20.1 [Contractors Claim]
(a) an extension of time for any such
delay, if completion is or will be
delayed, under Sub clause 8.4

EPC/TURNKEY CONTRACT, LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENT (Sarwono)

[Extension
of
Time
for
Completion]; and
(b) payment of any such Cost, which
shall be included in the Contract
Price, in the case of sub-paragraph
(f) and (g) of Sub-Clause 17.3
[Employers Risk], reasonable
profit on the Cost shall also be
included.
(Conditions
of
Contract
for
Construction-1999
and
MDB
Harmonised Edition-2006)
The above sub-clause shows that the
Contract Price in FIDIC CC for
EPC/Turnkey
Contract is fixed
contract price, means that in case
there are some works necessary to be
done on completing the Work, such
cost shall be added to the contract
price and not shall be included in the
Contract Price as for the cost of
additional work in the FIDIC CC for
Construction. It means that both
Conditions of Contract allow the
additional contract price, only the way
to include that additional in the
contract price is treated in different
way.
2.3. Right to Vary 9 (Silver Book)
Sub-Clause 13.1 Right to Vary
Variations may be initiated by the
Employer at any time prior to issuing
the taking Over Certificate for the
Works, either by an instruction or by
request for the contractor to submit a
proposal. A Variation shall not
comprise the omission of any work
which is to be carried out by others.
The Contractor shall execute and be
bound by each Variation, unless the
Contractor promptly gives notice to
the Employer stating (with supporting
particulars) that (i) the Contractor
cannot readily obtain the Goods
required for the Variation, (ii) it will
reduce the safety or suitability of the

Works, or (iii) it will have an adverse


impact on the achievement of the
Performance
Guarantees.
Upon
receiving this notice, the Employer
shall cancel, confirm or vary the
instruction.
(Conditions
of
Contract
for
EPC/Turnkey Project-1999).
Sub-Clause 13.1 Right to Vary (Red
Book)
Variations may be initiated by the
Employer at any time prior to issuing
the taking Over Certificate for the
Works, either by an instruction or by
request for the contractor to submit a
proposal.
The Contractor shall execute and be
bound by each Variation, unless the
Contractor promptly gives notice to
the Employer stating (with supporting
particulars) that the Contractor
cannot readily obtain the Goods
required for the Variation. Upon
receiving this notice, the Employer
shall cancel, confirm or vary the
instruction.
Each Variation may include:
(a) changes in the quantities of any
item of work included in the
Contract (however, such change
do not necessarily constitute a
Variation),
(b) changes to the quality and other
characteristics of any item of
work,
(c) changes to the level, positions
and/or dimension of any parts
of the Works,
(d) omission of any work unless it is
to be carried out by others,
(e) any additional works, Plant,
Materials or services necessary
for the Permanent Works,
including any associate Test on
Completion, boreholes and other
testing and exploratory work or,
(f) changes to the sequence or
timing of the execution of the
Works.
13 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

(Conditions
of
Contract
Construction-1999
and
Harmonised Edition-2006)

for
MDB

It could be seen that the spirit of FIDIC


Conditions
of
Contract
for
EPC/Turnkey Project (Silver Book) is
fixed price providing that there is no
change, in the form of instruction or
approval in the construction drawings
and/or the method of working
proposed by the contractor when they
aubmit the revised drawing for
implementing the activities, it should
be understood that in both, FIDIC
Conditions
of
Contract
for
Construction (Red Book) of FIDIC
Conditions
of
Contract
for
EPC/Turnkey Project (Silver), there is
possibility of changes in most
activities or part of the works.
As an illustration, once the employer
paid to the contractor for the
additional volume for example the pile
foundation, it means the employer
indirectly agreed that a variation to
the work was instructed, whereas in
EPC/Turnkey Contract, there should
not be an additional to the Contract
Price without changing order to the
scope of work or design change.
In the implementation, the approval
on construction working drawing
menas the instruction to proceed the
work, since without such approval the
work is not allowed to be started.
3. EPC/Turnkey Contract for power
plants in Indonesia
The reasons of using EPC/Turnkey
Contract for most projects in
Indonesia are:
1. Time constraint to complete the
project on time since the delay in
completion
may
affect
the
operation of the premises and
14 | K o n s t r u k s i a

consequently will delay


collecting of the revenue.

the

2. No design available at that time.


By using the EPC/Turnkey Contract,
the Employer thought that they
already shift the risks to the
contractor side, but EPC/Turnkey
Contract with too limited information
or too simple basic design would
create many problems in the course of
the work.
The condition might be worsen since
most of conditions of contract for
public sector and private sector
construction work in Indonesia was
tailor-made
and
was
not
standardized. Instead of controlling
the contract price, a modified
EPC/Turnkey Contract would create
more problems and finally everything
became uncontrollable. A tailor
made contract by deleting and
replacing some clauses in the FIDIC
Conditions
of
Contract
for
EPC/Turnkey Project by newly made
clauses for the employers sake was
mostly than none creating the
disputes in the future since the
contractor would obviously try to
minimize the loss.
With such misunderstanding, the
owner, in this case the Indonesia State
Electricity Corporation constructed
their coal power plant projects using
the modified FIDIC Conditions of
Contract for EPC/Turnkey Project,
mostly by deleting the clauses of the
employers obligation and attaching
unit prices in the civil works part
without any remarks.

EPC/TURNKEY CONTRACT, LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENT (Sarwono)

Table 1 Coal Power Plant Projects using EPC/Turnkey Contract in Indonesia


(Java Island)
NO

PROJECT NAME

REMBANG CPP,
CENTRAL JAVA

LABUAN CPP,
BANTEN

2 X 300

INDRAMAYU
CPP, WEST JAVA

3 X 330

PAITON CPP,
EAST JAVA
SURALAYA CPP,
BANTEN

1 X 660

ORIGINAL CONTRACT
REMARK
USD
IDR
353,793,444 2,565,638,698,812 Claim for
additional
pile
foundation
for
construction
jetty.
373,427,613 1,538,121,618,046 Claim/ for
additional
length of
break water
and jetty.
766,407,863 1,647,300,023,978 Potential
claim for
delay of L/C
opening
(EOT).
428,127,137 777,293,309,275

1 X 625

367,903,081

PACITAN CPP,
EAST JAVA
PELABUHAN
RATU CPP,
WEST JAVA

2 X 315

379,469,024 1,353,549,015,500

3 X 350

TELUK NAGA
(LONTAR) CPP,
BANTEN

3 X 315

TANJUNG
AWAR-AWAR
CPP, EAST JAVA

2 X 350

623,683,413 2,425,583,521,260 Potential


claim for
delay of L/C
opening
(EOT).
588,789,989 2,079,145,339,700 Claim for
project
safety and
damage
about
incident
with local
people.
480,776,540 1,495,162,036,192 Potential
Claim
for
additional
length
of

6
7

CAPACITY
(MW)
2 X 315

951,677,973,128

Claim for
additional
work for
coal yard
and coal
handling.

15 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

10

ADIPALA
CILACAP CPP,
CENTRAL JAVA

1 X 660

pile
foundation
for
jetty
construction
605,296,555 2,446,311,697,151 Potential
Claim
for
additional
length
of
pile
foundation
for
jetty
construction

Table 2 Coal Power Plant Projects using EPC/Turnkey Contract in Indonesia


(Sumatera Island)
ORIGINAL CONTRACT
USD
IDR
160,910,505
795,022,169,563

N
O
1

PROJECT
NAME
NAGAN
RAYA CPP,
NANGROE
ACEH
DARUSSALA
M

CAPACIT
Y (MW)
2 X 110

PANGKALAN
SUSU CPP,
NORTH
SUMATERA

2 X 220

270,819,993,7
3

BENGKALIS
CPP, RIAU
SELAT
PANJANG
CPP, RIAU
TANJUNG
BALAI
KARIMUN
CPP
KEPULAUAN
RIAU
LAMPUNG
CPP,
LAMPUNG

2 X 10

10,911,169,50

2X7

12,001,083

144,098,063,800

2X7

8,251,281,50

92,170,796,317,50

2 X 100

154,273,163

595,100,000,000

16 | K o n s t r u k s i a

REMARK

Potential
Claim for
additional
length of
pile
foundatio
n.
1,010,461,264,161,2 Potential
5
Claim for
additional
length of
pile
foundatio
n.
171,444,999,913

Potential
claim
(change
jetty
design).
Potential
Claim for
additional
length of
pile
foundatio
n.

EPC/TURNKEY CONTRACT, LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENT (Sarwono)

SUMATERA
BARAT CPP,
WEST
SUMATERA

2 X 112

179,024,152

673,609,315,309

No.3
BANGKA
BELITUNG
CPP,
PANGKAL
PINANG,
BANGKA
No 4
BANGKA
BELITUNG
CPP,
BELITUNG
LABUHAN
ANGIN CPP,
NORTH
SUMATERA

2 X 30

29,700,000

410,138,467,860

2 X 16,5

30,933,801,8

184,008,788,665,5

10

The above tables show that problem


occurred in most of the project was
similar, i.e. claim on the additional
cost due to the unforeseeable
physical
condition (contractors
opinion) where it was only the less
significant additional volume that
should actually be considered by the
Contractor before submitting the bid
(employers opinion). Most of the
claim was caused by additional length
of the foundation, which actually
being done based on the approved
working drawing prepare by the
Contractor and approved by the
Employer.
Unforeseeable physical conditions is
the contractors favorite clause:
The term Unforeseeable Physical
Conditions (UPC) and the like, is a
contractual term specifically used in

Potential
Claim for
additional
length of
pile
foundatio
n.

Claim for
additional
length of
pile
foundatio
n.

most of Standard General Conditions


of Contract. The spirit of clause
related to Unforeseeable Physical
Conditions requires the contractor to
observe the site condition from time to
time so he is able to find that condition
timely
As an illustration, the length of the pile
foundation was 5 meter based on the
design (Contractors own design, but
based on the information given by the
employer at the time of tender and/or
pre bid conference), but in the
implementation, the length of the pile
foundation have to be constructed 10
meter deep. In the contractors
opinion this could be classified as UPC,
because their expectation while
signing the EPC Contract was exactly 5
meter.

17 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Additional volume: There were two


arguable opinions. The lawyers
opinion saying that the additional
length of the pile foundation in the
above illustration was due to
something unforeseeable might be
correct. Another opinion saying that it
was just a less significant additional
volume might be also correct, but no
matter what it was, there was no
doubt that as the contract was signed
it meant that it was understood and
agreed by both parties as stipulated in
the Sub-Clause 4.12 Unforeseeable
Difficulties
of
the
FIDIC
CC
EPC/Turnkey Project.
Case 1:
In
the
implementation
of
EPC/Turnkey Contract for a Coal
Power Plant Project P, the Contractor
was responsible to construct the pier
for unloading the coal.
Based on the original design, the
length of the pier was X meter but
based on the supporting data of the
sea level, Contractor A in his bid
proposed to reduce the pier length
into Y meter, where Y < X meter which
was then agreed by the Employer. Due
to that, the bid price submitted by
Contractor A was lower than the other
contractors.
After the price and technical
evaluation, Contractor A was then
appointed as the Contractor for the
Coal Power Plant Project P to conduct
the design, engineering, procurement
and construction works including the
pier. During the construction, the
actual sea water level was lower than
predicted by the contractor when
preparing the design. The ship was
consequently unable to unload and
the coal supply would be disrupted.
18 | K o n s t r u k s i a

The Contractor had the schedule of


rates and prices attached to the
contract, so in order to avoid further
failure, the Employer instructed the
Contractor to use the former
Employers design. The final price of
the pier then became even higher than
the original price of the pier with the
length of X meter
Case 2:
In the construction of a Coal Power
Plant Q, the foundation was originally
designed using pile foundation with a
certain depth, say X meter, but during
the execution of the work the hard
rock was found deeper, say Y meter
where Y > X.
In the contract, there was schedule of
rates and prices attached to the
contract for foundation works. It
meant that the payment for this work
would be based on such unit price.
This showed that the Employer did
not fully understand the spirit of an
EPC/Turnkey Contract which was
actually a Lump Sum Fixed Price
Contract as they also included Unit
Price work in the Contract.
The final Contract Price increased
since the substantive principle of an
EPC/Turnkey Contract had been
abandoned due to the lack of
understanding
on
EPC/Turnkey
Contract.
FIDIC Conditions of Contract is an
engineered conditions of contract
required by the international lending
institution, unfortunately there is a
misperception in the employer side
that the use of FIDIC Conditions of
Contract facilitates the contractor in
submitting their claims which used to
create disputes. In the writers opinion
the spirit of equality between

EPC/TURNKEY CONTRACT, LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENT (Sarwono)

employer and contractor should not


allow such misperception. The clause
allowing the contractor to submit
claim and the clause of Unforeseeable
Physical Conditions and the like are
the entry gate for the contractor to
recover their loss.
4. Unforeseeable Conditions
The term Unforeseeable Physical
Conditions (UPC) and the like, is a
contractual term specifically used in
most of Standard General Conditions
of Contract. The spirit of clause
related to Unforeseeable Physical
Conditions requires the contractor to
observe the site condition from time to
time so he is able to find that condition
timely.
Sub-Clause 4.12 Unforeseeable
Difficulties
Except as otherwise stated in the
Contract:
(a) the Contractor shall be deemed
to have obtained all necessary
information
as
to
risks,
contingencies
and
other
circumstances
which
may
influence or affect the Works;
(b) by signing the Contract , the
Contractor
accepts
total
responsibility
for
having
foreseen all difficulties and costs
of successfully completing the
Works; and
(c) the Contract Price shall not be
adjusted to take account of any
unforeseen difficulties or costs.
(Conditions
of
Contract
for
EPC/Turnkey Project-1999)
In Clause 4.12 of Conditions of
Contract for EPC/Turnkey Project1999, it is clear that principally no
unforeseen conditions is allowed

since once the contract is signed then


Sub-Clause 4.12(b) becomes valid.
The decision makers think that the
UPC clauses are the main causal factor
of claims and therefore suggest that
the clauses to be eliminated, whereas
the existence of clauses emphasizing
adjustment of the contract price
and/or extension of time if
unexpected circumstances occurred
would reduce the contingency costs or
hidden risk taking into account by the
contractor in his tender calculation.
Those clauses are based on the
assumption that if the contractor
obtains adjustment of the contract
price and/or extension of time when
encountering
the
Unforeseeable
Physical Conditions (UPC), the
contractor should not consider the
risk allocation in their tender price.
Since the risks allocated by every
contractor vary largely, it will be
easier in evaluating the submitted
tender if the risk allocations are not
included and therefore the price
submitted will be a realistic one.
The hesitation to allow the UPC
Clauses makes the EPC/Turnkey
Contract the employers first choice,
considering that all risks will be fully
shifted to the contractor. There is a
tendency in Indonesia using the
EPC/Turnkey Contract instead of the
Conventional Construction Contract.
Example
clauses
related
to
Unforeseeable Physical Conditions
from some General Conditions of
Contract are as follows:
Clause 12.2.
Not Foreseeable
Physical Obstruction or Conditions.
If however, during the execution of
the Works the Contractor encounters
physical obstruction or physical
19 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

conditions, other than climatic


conditions on the Site, which
obstruction or conditions were, in his
opinion, not foreseeable by an
experienced
contractor,
the
Contractor shall forthwith give notice
thereof to the Engineer.................,
(FIDIC General Conditions of Contract
for Works of Civil Engineering 4th
Edition, 1987, amended 1992)
Clause 4.12
Unforeseeable
Physical Conditions
In
this
Sub-Clause
physical
conditions means natural physical
conditions and man made and other
physical obstructions and pollutants,
which the Contractor encounters at
the Site when executing the Works,
including
sub-surface
and
hydrological conditions but excluding
climatic conditions.
If the Contractor encounters adverse
physical
conditions
which
he
considers to have been Unforeseeable,
the Contractor shall give notice to the
Engineer as soon as practicable.
(FIDIC General Conditions of Contract
for Construction, 1st Edition 1999 and
MDB Harmonised Edition 2006)
Clause 12.1 Latent Conditions
Latent conditions are:
Physical conditions on the Site and its
near surrounds, including artificial
things
but
excluding
weather
conditions, which differ materially
from the physical conditions which
should
reasonably
have
been
anticipated by a competent Contractor
at the time of the Contractors tender,
if the Contractor has inspected:
a) all written information made
available by the principal to
the contractor for the purpose
of tendering
b) all information influencing the
risk
allocation
in
the
Contractors
tender
and
reasonably obtainable by the

20 | K o n s t r u k s i a

making
of
reasonable
enquiries; and
c) the site and its near surrounds
(Standards
Australia:
General
Conditions of Contract AS 4000-1997,
amendment 3-2005)
Clause 5.2 Adverse Physical
Condition
If the Contractor shall encounter
adverse physical conditions (other
than weather conditions or effects due
to weather conditions on the Site) in
the course of carrying out sub-surface
works, which adverse physical
conditions could not have been
reasonably
foreseen
by
an
experienced contractor and the
Contractor is of the opinion that
additional
cost
will
be
incurred.
(Building and Construction Authority
of Singapore: Public Sector Standard
Conditions of Contract for Construction
Works 5th Edition, 2006)
Clause 4.3.4 Claims for Concealed
or Unknown Conditions
If conditions are encountered at the
site which are (1) subsurface or
otherwise
concealed
physical
condition which differ materially from
those indicated in the Contract
Document or (2) unknown physical
conditions of an unusual nature,
which differ materially from those
ordinarily found to exist and generally
recognized as inherent in construction
activities of the character provided for
in the Contract Document ..
(American Institute of Architect:
General Conditions of the Contract for
Construction A201-1997)
There are unforeseen conditions in
many contracts with their own
definition respectively, but for the
EPC/Turnkey, Sub-Clause 4.12 is
bound. So no claim on the
unforeseeable physical conditions are

EPC/TURNKEY CONTRACT, LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENT (Sarwono)

allowed. But, the contractor still


possible to receive additional payment
if there are instruction and/or
approval on the variations proposed
by the contractor.
It should be noted that the contract
price while using the EPC/Turnkey
Contract might be higher than using
the Construction Contract, but in case
that the allocation of time and cost are
limited EPC Contract might be the
best. Another reason for using EPC in
Indonesia is the certainty of cost
which is better than the uncertain cost
with huge additional cost and in order
not to be suspected especially by the
Anti Corruption Committee, the
government super body to fight
against the corruption.
By using EPC Contract the chance to
submit the claim is very limited. Once
the contractor signed the contract
means they accept any site conditions
and the Contract Price shall not be
adjusted to take account of any
unforeseen difficulties or costs.
Eventhough there is no adjustment to
the Contract Price in the Conditions of
Contract EPC/Turnkey Project, there
is still chance for the contractor to
submit claim in accordance to Clause
20 and by the existence of Sub-Clause
13.1 Right to Vary, where mentioned
variations may be initiated by the
Employer at any time prior to issuing
the Taking Over Certificate for the
Works, either by an instruction or by
request for the contractor to submit a
proposal
and Sub-Clause 17.4
Consequences of Employer Risks
where mentioned that that the
contractor shall be entitled subject to
Sub Clause 20.1 [Contractors Claim],
for an extension of time for any such
delay, if completion is or will be

delayed, under Sub clause 8.4


[Extension of Time for Completion];
and payment of any such Cost, which
shall be added to the Contract Price.
FIDIC Conditions of Contract for
EPC/Turnkey Project could be
categorized as the fair conditions of
contract not only for the contractor
but also for the employer. On choosing
the EPC/Turnkey Contract, employer
should realize that since there are
more risks allocated to the Contractor,
the contractor will require more data
on site conditions site including subsurface condition and need more time
to study the risks before submitting
the tender.
Learning from the experiences in
Indonesia the use of tailor made
EPC/Turnkey Contract by modifying
several clauses should be avoided, but
it should be mandatory of using the
original version of FIDIC Condition of
Contract EPC/Turnkey Project along
with the translation from the English
version to Bahasa Indonesia which is
published under FIDIC license as the
supporting tools to deeply understand
the spirit of FIDIC Conditions of
Contract for EPC/Turnkey Project.
Another advantage for the employer
by using the EPC/Turnkey Contract is
that the owner only needs to put in
minimum efforts in his project as the
cost is already known at the beginning
of the project. Market cost fluctuation
has an important influence to the
contractor side as there is no price
escalation clause in an EPC Contract.
That is why the contractor has to pay
attention to the currency exchange
and price variation of materials and
labor in the market. All variations in
cost are considered as the contractors
risks since by an EPC Contract means
21 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

that both parties have committed a


fixed price and it will be free from
variation of the market prices. It
should be considered an arrangement
of a re-agreement between the
contractor and the suppliers in order
to
protect
the
contractors
performance.
The Employer should rember that the
Conditions
of
Contract
for
EPC/Turnkey Projects are not suitable
for use in the following circumstances:
o If there is insufficient time or
information for tenderers to scrutinise
and
check
the
Employer's
Requirements or for them to carry out
their designs, risk assessment studies
and estimating (taking particular
account of Sub-Clauses 4.12 and 5.1).
o If construction will involve
substantial work underground or
work in other areas which tenderers
cannot inspect.
o If the Employer intends to supervise
closely or control the Contractor's
work, or to review most of the
construction drawings.
o If the amount of each interim
payment is to be determined by an
official or other intermediary
CONCLUSION
1. Both FIDIC CC for EPC/Turnkey and
FIDIC CC for Construction allowed the
additional contract price.
2. FIDIC CC for EPC/Turnkey not
suitable for underground works
3. In FIDIC CC for EPC/Turnkey the
issuance of construction working
drawings mean the instruction, so if
there are differences from the original
drawings, it could be classified as
variation order.

22 | K o n s t r u k s i a

References
1. American Institute of Architect:
General Conditions of the
Contract for Construction A201,
1997
2. Building
and
Construction
Authority of Singapore: Public
Sector Standard Conditions of
Contract for Construction Work
5th Edition, 2006
3. Bunni, Nael G., The FIDIC Forms
of Contract, Blackwell Publishing,
3rd Edition, 2008
4. Chow, Kok Fong, Construction
Contracts Dictionary, Sweet &
Maxwell
Asia,
1st
Edition,
Singapore, 2006
5. FIDIC, General Conditions of
Contract for Civil Engineering
Works, 4th Edition, Geneva, 1987,
amended 1992
6. FIDIC, General Conditions of
Contract for Construction, 1st
Edition, Geneva, 1999
7. FIDIC, General Conditions of
Contract for EPC/Turnkey Project,
1st Edition, Geneva, 1999
8. FIDIC, General Conditions of
Contract for Construction, MDB
Harmonised Edition, 1st Edition,
Geneva, 2006
9. Garner, Bryan A., Blacks Law
Dictionary, Thomson West, St.
Paul , 2004
10. Hardjomuljadi, Sarwono, Pre
Contract Strategy for Minimizing
Construction Claims Impact on
Hydro Electric Power Plant
Projects
in
Indonesia
,
Tarumanagara University, Jakarta,
2009
11. Hardjomuljadi, Sarwono, The
Metamorphosis of FIDIC GCC
Clauses and the Main Causal
Factors of Construction Claims in
Indonesia, Paper Presented at
FIDIC Asia-Pacific Contract Users
Conference, Hong Kong, 29-30
June 2009
12. Hardjomuljadi,
Sarwono;
Abdulkadir, Ariono and Takei,

EPC/TURNKEY CONTRACT, LUMPSUM FIXED PRICE SUBJECT TO ADJUSTMENT (Sarwono)

13.

Masaru, Construction Claim


Strategy
based
on
FIDIC
Conditions of Contract, ISBN:97997749-2-6, Polagrade, Jakarta,
2006.
Indonesia
State
Electricity
Corporation,
Projects
Information, 2010

14.

15.

Martin, Elizabeth A. and Law,


Jonathan, Dictionary of Law,
Oxford University Press, New
York, 2007
Standards Australia: General
Conditions of Contract AS 40001997, amendment 3-2005

23 | K o n s t r u k s i a

PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)

PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT METODE INDIRECT TERHADAP MUTU


BETON HASIL HAMMER TEST DAN CORE DRILL
Oleh :
Faisal Ridho
Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email: edho_89@yahoo.com
Heri Khoeri
Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email : hkhoeri@hesa.co.id
ABSTRAK : Pengujian mutu kuat tekan beton saat ini diperlukan dalam upaya penyeragaman mutu slab
beton landasan udara sebelum dilakukan perbaikan mutu kuat tekan betonnya. Pengujian mutu kuat
tekan beton eksisting secara umum terbagi atas pengujian destructive(merusak) dan non destructive
(tidak merusak). Umumnya metode pengujian kuat tekan beton yang bersifat non destructive digunakan
metode Hammer Test dan Ultrasonic Pulse Velocity Test. Sedangkan pengujian mutu kuat tekan beton
yang bersifat merusak(destructive) digunakan metode Core Drill. Pada penelitian ini dilihat perbandingan
mutu dari ketiga metode pengujian mutu kuat tekan beton tersebut dan didapatkan faktor atau nilai
koefisien pengali untuk persamaan mutu hasil uji ketiga metode uji. Perbandingan nilai mutu ini diambil
dari sampel-sampel beton yang telah lulus uji kurva t dimana terdapat ketentuan-ketentuannya.
Didapatkan mutu hasil hammer test dan ultrasonic pulse velocity memliki mutu yang hampir sama karena
pengujiannya terletak pada permukaan slab beton dan terlihat perbedaan mutu dengan metode Core Drill
yang menguji sampel beton bagian intinya dimana kondisi beton bagian inti terlihat dari tampilan
visualnya dalam kondisi baik(tidak terdapat rongga). Dari hasil pengujian didapatkan mutu uji hasil
ulrasonic pulse velocity memiliki mutu uji paling rendah sedangkan mutu hasil uji Core Drill memiliki mutu
paling besar. Berikut adalah nilai korelasi dari ketiga metode uji: UPVT = 0,93 HT; UPVT = 0,6 CD; HT =
0,64 CD
Kata Kunci : beton, hammer test, ultrasonic pulse velocity, core drill

ABSTRACT : Testing of compressive strength concrete quality are needed in the uniformity of quality of
the runway concrete quality before the improvement of slab concrete quality. In generally, the testing of
concrete quality is devided destructive test and non destructive test. In generally the non destructive test
used the hammer test and ultrasonic pulse velocity test. And for destrcutive test is used to core drill test
with crushing strength test in laboratory. In this study is shown the comparison of three methods of testing
the quality of the concrete compressive strength and obtained the factor or multiplier coefficient value for
the quality equation of three result methods test The comparison of quality concrete is taken from the
samples of concrete that have passed the test of the t-curve which have term and conditions. The result of
the testing methods obtained nearly the same quality between the hammer test and ultrasonic pulse
velocity because both of the test is located on the surface of the concrete slab. and look difference to the
quality of the Core Drill test method because it take the core section of the concrete samples where the
condition of the concrete core section is shownby the visual appearance is in good condition(have no micro
cavity). Based on the result of testing quality is obtained the lowest concrete quality is ulrasonic pulse
velocity test method. And for the highest concrete quality is Core Drill test method. There are the
correlation value of the three methods below: UPVT = 0,93 HT; UPVT = 0,6 CD; HT = 0,64 C.
Keywords : concrete, hammer test, ultrasonic pulse velocity, core drill

25 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

PENDAHULUAN
Adanya rencana DED(detail engineering
design) overlay landasan bandara udara
Soekarno-Hatta
membutuhkan
penyeragaman mutu beton yang akan di
overlay. Untuk menyeragamkan mutu
beton perlu dikethui terlebih dahulu mutu
ksisting dari slab beton tersebut. Untuk
megetahui mutu beton eksisting dilakukan
pengujian mutu beton. Secara umum
pengujian mutu beton eksisting terbagi 2
yaitu
pengujian
bersifat
merusak
(destructive) dan tidak merusak (non
destructive).
Pengujian
destructive
umumnya digunakan metode core drill
sedangkan untuk pengujian non destructive
mneggunakan metode Hammer test dan
Ultrasonic Pulse Velocity Test (UPVT)
Indirect. Dari ketiga metode ini akan
dihasilkan mutu kuat tekan beton eksisting
dan dilihat perbandingan mutu yang
dihasilkan dari ketiga metode tersebut
terhadap pengujian slab beton landasan
udara.
Identifikasi Masalah dan Perumusan
Masalah
1. Melihat hasil dari mutu beton yang
dihasilkan dari uji UPVT metode
Indirect terhadap mutu uji hasil
Hammer Test, apakah hasilnya memiliki
nilai yang linier?
2. Lalu bagaimana perbandingan mutu
beton hasil UPVT metode Indirect
terhadap mutu beton hasil uji Core
drill di lokasi uji yang sama?
3. Dari hasil perbandingan nilai mutu
beton hasil uji ketiganya bagaimanakah
bentuk hubungan yang memperlihatkan
korelasi dari ketiganya?.
4. Berapakah nilai faktor pengali yang
mengkorelasikan nilai mutu
UPVT

26 | K o n s t r u k s i a

metode Indirect terhadap mutu aktual


beton (hasil crushing core)?.
Batasan Masalah
a. Tinjauan pengujian terhadap mutu kuat
tekan 15 titik slab beton landasan
(runway utara) bandara SoekarnoHatta.
b. Metode pengujian UPVT menggunakan
Pundit lab plus PL02-003-115.
c. Metode
pengujian
Hammer
test
menggunakan Hammer Schmitd NJ 80
dan digital hammer HT 225.
d. Sample
uji
Core
drill
dengan
perbandingan dimensi dan tinggi yaitu
1 :2 dan di teliti oleh laboratorium
Sofoco
e. 15 sampel uji diambil random dan
diseleksi dengan metode statistika
distribusi T untuk metode Hammer dan
UPVT Indirect
f. Perbandingan terbatas hanya pada
mutu kuat tekan beton yang dihasilkan.
Maksud dan Tujuan Penelitian
a. Mengetahui nilai mutu beton dari hasil
UPVT metode Indirect.
b. Mengetahui hubungan dari hasil uji Non
Destructive
Test
(NDT)
dengan
Destructive Test (DT)
c. Mengetahui pemakaian alat uji UPVT
d. Mengetahui hubungan dari cepat
rambat gelombang terhadap mutu kuat
tekan beton.
e. Mengetahui kekurangan dan kelebihan
dari ketiga metode uji beton (Hammer,
UPVT, Coredrill) dilihat dari hasil mutu
yang dihasilkan dan pengaruh terhadap
struktur yang diuji

PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)

Diagram Fish Bone


Mutu Hasil UPVT

Pengambilan
Sampel Hammer
Test

Pengambilan
Sampel Core Drill

Mutu Hasil Hammer


Test

Mutu Hasil Core


Drill

Pundit Lab +
(UPVT)
Schimdt Hammer
NJ

Konversi Mutu
Hammer Test

Pengambilan
Sampel UPVT

Core Drill
Machine

Perbandingan
Mutu Beton

Konversi Mutu Uji


Sampel Core Drill

Konversi Mutu Uji


Sampel UPVT

Hipotesis
a. Terdapat hubungan linier antara nilai
mutu kuat tekan beton hasil Hammer
test dengan nilai mutu kuat tekan beton
hasil UPVT metode Indirect, dimana
semakin besar nilai mutu kuat tekan
hasil uji Hammer maka nilai kuat tekan
hasil UPVT semakin besar juga, dan
begitupun sebaliknya.
b. Mutu kuat tekan hasil uji Hammer test
memiliki nilai terbesar daripada mutu
kuat tekan hasil uji UPVT dan coredrill
untuk lokasi titik uji yang sama.
c. Mutu kuat tekan hasil coredrill memiliki
nilai terkecil dari ketiga uji (Hammer,
UPVT, coredrill).
d. Adanya indikasi kerusakan (rongga
mikro) pada slab beton yang diuji
dengan UPVT metode Indirect yang
memiliki nilai kecepatan rambat
gelombang ultrasonic yang rendah dari
nilai rata rata cepat rambat gelombang
di titik titik lokasi uji yang lainnya
e. Faktor pengali hammer dengan UPVT ,
dimana mutu UPVT= 0.8 x Mutu
Hammer Test

random
sampling

15 Sampel Beton Runway


utara

Metode
distribusi T

f.

Faktor pengali Core drill dengan UPVT ,


dimana mutu Core drill = 0.9x Mutu UPT.

LANDASAN TEORI
Beton
Beton adalah suatu campuran yang terdiri
dari pasir, kerikil, batu pecah atau agregat
lain yang di campur menjadi satu dengan
suatu pasta yang terbuat dari semen dan air
membentuk suatu massa mirip batuan.
Kadang satu atau lebih bahan aditif
ditambahkan untuk menghasilkan beton
dengan karakteristik tertentu seperti
kemudahan
pengerjaan
(workability),
durabilitas, dan waktu pengerasan. (Mc
Cormac, 2003). Beton memiliki kekuatan
tekan yang merupakan salah satu kinerja
utama beton. Kekuatan tekan adalah
kemampuan beton untuk menerima gaya
tekan per satuan luas(Teknologi Beton, Ir.
Tri Mulyono, MT, 2004). Menurut Prof.
Lorrain,
(1991),
klasifikasi
beton
berdasarkan kekuatannya, dapat dibagi
dalam tiga kelas yaitu
a. Beton Normal : Kuat tekan
karakteristiknya 200-500 kg/cm2
27 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

dan disebut Normal Strength


Concrete (NSC)
b. Beton Mutu tinggi : Kuat tekan
karakteristiknya 500800 kg/cm2
dan disebut High Sterngth Concrete
(HCS)
c. Beton Sangat Tinggi : Kuat tekan
karakteristiknya lebih dari 800
kg/cm2 dan disebut Very High
Strength Concrete (VHSC)
Ultrasonic Pulse Velocity Test
Ultrasonic Pulse Veocity Test (UPVT) adalah
cara untuk memperkirakan kekerasan
beton yang didasarkan pada hubungan
kecepatan gelombang UPV melalui media
beton dengan kekuatan tekan beton itu.
(International Atomic Energy Agency, 2002).
Cara
kerja
Pundit
yaitu
dengan
memberikan
getaran
gelombang
longitudinal lewat transducer elektro
akustik, melalui cairan perangkai yang
berwujud gemuk atau sejenis gel, yang
dioleskan pada permukaan belon sebelum
test dimulai, cairan ini berfungsi untuk
menutup udara dari luar diantara
permukaan transducer dengan permukaan
beton yang di uji. Saat gelombang
merambat dalam medium berbeda, yaitu
gel dan beton, pada batas beton dan gel
akan terjadi pantulan gelombang yang
merambat dalam bentuk gelombang
transversal dan longitudinal. Gelombang
transversal merambat tegak lurus lintasan,
dan gelombang longitudinal merambat
sejajar lintasan. Pertama kali yang
mencapai transducer penerima adalah
gelombang longitudinal. Oleh transducer,
gelombang ini diubah menjadi sinyal
gelombang elektronik yang dapat dideteksi
oleh transducer penerima, sehingga waktu
tempuh gelombang dapat diukur. Waktu
tempuh T yang dibutuhkan untuk
merambatkan gelombang pada lintasan
beton sepanjang L dapat diukur, sehingga

28 | K o n s t r u k s i a

kecepatan gelombang dapat dicari dengan


rumus (Lawson dkk, 2011)
V= L / T
Keterangan :
V
= Kecepatan gelombang longitudinal
(m/detik)
L
= Panjang lintasan beton yang
dilewati (m)
T
= Waktu tempuh gelombang
ultrasonik sepanjang lintasan L (detik)
Metode uji ultrasonic memiliki beberapa
fungsi lain selain memperkirakan mutu
beton (International Atomic Energy
Agency, 2002), yaitu:
a. Mengetahui
keseragaman
kualitas beton
b. Mendeteksi kedalaman retak
beton
c. Honeycomb
atau
void
atau
kerusakan lain pada beton
d. Modulus elastis beton
e. Mengetahui
kualitas
beton
setelah umur beberapa tahun
f. Mengetahui
kekuatan
tekan
beton
UPVT Metode Indirect
Metode Langsung (Direct Transmision)
yaitu dimana pengukuran dilakukan
dengan cara receiver transducer dan
transmitter transducer diletakan saling
berhadapan.

Gambar. 1Metode Direct

UPVT Metode Semi Direct


Metode semi langsung (Semi Direct) yaitu
dimana receiver tranducer dan transmitter
tranducer diletakan pada posisi axial, satu
bidang tegak lurus dan satu bidang
mendatar.

PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)

Gambar. 2Metode Semi Direct

UPVT Metode Indirect


Metode tidak langsung (Indirect) yaitu
dimana receiver transducer dan transmitter
receiver diletakkan dalam satu bidang
datar.

Core Drill
Pengujian Core drill atau pemboran beton
inti merupakan salah satu pengujian beton
yang bersifat merusak (destructive test).
Pengujian
ini
dilakukan
untuk
mendapatkan nilai actual dari beton yang
akan di uji. Pengujian ini menggunakan
suatu alat yang memiliki mata bor yang
biasa disebut Diamond Drill Bit. Alat ini
dapat mengebor dan menembus beton
bertulang dengan diameter 5 15 cm.
Metode ini berdasarkan SNI 03-2492-1991
tentang metode pengambilan Benda Uji
Beton Inti dan juga ASTM C 42.

Gambar. 3Metode Indirect

Hammer Test
Hammer test adalah pengujian mutu
permukaan beton yang bersifat tidak
merusak. Metode penggunaan alat ini yaitu
dengan
memberikan
suatu
impuls
(tumbukan) pada permukaan beton yang
di uji dengan suatu massa yang diaktifkan
dengan memberikan energi tertentu.
Setelah suatu massa tersebut di tumbukkan
akan memberikan pantulan massa energy
yang membuat indikator nilai pukulan. Nilai
indikator pantulan pukulan inilah yang
selanjutkan akan dikonversikan menjadi
nilai kuat tekan. Hammer test yang umunya
digunakan adalah Hammer jenis Schmidt
Rebound Hammer. Hammer test berguna
untuk memperkirakan keseragaman nilai
kuat tekan beton.

Metodologi Penelitian
Secara umum metodologi penelitian ini
terbagi menjadi 3 tahapan utama :
1. Tahap Persiapan
a. Persiapan studi literatur
b. Persiapan lapangan
2. Tahap Pengujian sampel beton
a. Hammmer Test
b. UPVT Indirect
c. Core Drill
3. Tahap Analisa
Analisis data hasi luji dan
penyaringan data untuk dianalisis
perbandingan mutu kuat tekan.

Gambar. 4Prinsip kerja Hammer


29 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Identifikasi
masalah
Pengujian sampel
Beton Runway Utara
random sampling

Core Drill

TIDAK

YA

UPVT Metode Indirect

Hammer Test
Pengujian T student data hasil uji

Pengujian T student data hasil uji

Verifikasi
Data sampel

Analisis Perbandingan Hasil Uji

Selesai

Pembahasan
Analisis Core drill
Pengujian mutu kuat tekan slab beton
dengan menggunakan metode Core drill di
uji pada slab beton runway utara yang
dipilih 15 lokasi titik uji yang dipilih secara
random.
Berikut
adalah
tahapan
pengeboran pada area uji sampel slab beton
Core Drill:
a. Tempatkan mesin bor beton berikut
tempat dudukannya dekat dengan titik
pengambilan benda uji beton inti yang
telah ditentukan.
b. Atur tempat dudukan mesin bor agar
mesin bor beton tidak bergoyang pada
waktu dilakukan pengeboran.
c. Atur mesin bor tersebut agar posisi mata
bor tegak lurus pada bidang yang akan
diambil beton intinya.
d. Sambungkan keran air yang ada pada
mesin bor dengan slang ke sumber air
terdekat.
e. Hidupkan mesin bor beton.
30 | K o n s t r u k s i a

f. Buka keran air.


g. Mulai lakukan pengeboran beton keras.
h. Hentikan pengeboran, apabila panjang
beton inti telah mencapai seperti yang
diinginkan.
i. Tutup keran air.
j. Keluarkan mata bor dari tempat
pengeboran.
k. Patahkan beton inti pada bagian alasnya
dengan memasukkan baji baja ke dalam
celah beton ditempat pengeboran
dengan dipukul perlahan-lahan.
l. Ambil beton inti yang telah dipatahkan
pada bagian alasnya dari lubang
pengeboran dengan bantuan kawat baja.
m. Periksa beton inti terhadap cacat berat
atau kerusakan lainya yang disebabkan
pada waktu dilakukan pengambilan
benda uji.
n. Apabila terdapat cacat berat pada beton
inti sehingga tidak dapat digunakan
sebagai benda uji, lakukan pengambilan
benda uji beton inti yang baru pada titik
pengambilan sedekat mungkin dengan
titik pengambilan lama yang tidak
membahayakan struktur beton.
o. Apabila pada pemeriksaan beton inti
tidak terdapat kelainan-kelainan, ukur
panjang beton inti dan tebal plester,
kemudian tentukan dapat tidaknya
digunakan sebagai benda uji.
p. Apabila dari hasil pemeriksaan dan
pengukuran beton inti tersebut dapat
digunakan sebagai benda uji, lakukan
penandaan pada beton inti dan catat
data serta lokasi titik pengambilannya.
q. Bungkus beton inti yang sudah diberi
tanda nomor kode dengan kain penyerap
yang basah atau masukkan kedalam
kantong plastik yang berisi air, lalu
kirimkan ke Laboraturium.
r. Tutup lubang bor bekas pengambilan
benda uji beton inti dengan adukan
mortar dari semen Fosroc type Pathroc
SP.

PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)

Gambar. 7 Perbandingan H/D untuk uji kuat


tekan
Gambar. 5Pelaksanaan Core Drill

Mutu hasil pengujian Core Drill


Sampel sampel beton yang diambil dari
slab beton dilapangan memiliki kedalaman
atau ketinggian sampai dengan tanah
dasarnya. Tetapi untuk diuji kuat tekannya
sampel-sampel beton tersebut diambil
bagian intinya(tengah) dan disesuaikan
dengan ketentuan H/D=2. Berikut mutu
beton hasil uji dilaboratorium:
Gambar. 6 Sampel hasil Core Drill

Setelah sampel beton hasil Core Drill


didapat, sampel sampel dibawa ke
laboratorium Sofoco untuk diuji kuat
tekannya. Adalah dimensi sampel yang diuji
kuat tekan adalah:
H/D = 2
Keterangan:
H= Tinggi
D= Diameter.
Jika perbandingan H/D 1, maka akan
dikalikan dengan koefisien tertentu
menurut tabel ASTM 42 :
Tabel 1 Correction factor H/D

Tabel 2 Mutu beton hasil Core Drill


Samples Dimension
Location Test
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Runway 09.03b.188
Runway 09.03a.188
Runway 09.03b.187
Runway 09.03a.184
Runway 09.03c.182
Runway 09.03b.181
Runway 09.03c.131
Runway 09.02.126
Runway 09.03c.115
Runway 09.04.88
Runway 09.03c.88
Runway 09.02.76
Runway 09.03c.76
Runway 09.03c.13
Runway 09.04.13

H/D

(cm)

(cm)

ratio

10
10
10
10
10
10
15
15
15
15
15
15
15
15
15

5
5
5
5
5
5
7,5
7,5
7,5
7,5
7,5
7,5
7,5
7,5
7,5

2,00
2,00
2,00
2,00
2,00
2,00
2,00
2,00
2,00
2,00
2,00
2,00
2,00
2,00
2,00

Weight
(gram)

Load
(kN)

Compressive
Strength
(Mpa)

631
650
635
630
626
647
647
1524
1590
1660
1580
1626
1608
1620
1638

100
95
100
105
80
100
90
165
155
205
150
195
190
205
200

48,14
45,74
48,14
50,55
38,52
48,14
43,33
35,97
33,79
44,69
32,70
42,51
41,42
44,69
43,60

Analisis Hammer Test


Metode pelaksanaan uji sampel hammer
test di landasan runway utara dilakukan di
15 titik uji berdasarkan lokasi yang sama
dengan lokasi uji Core Drill. Adapun
ketentuan dalam pengujian sampel beton
slab ini mengacu pada ASTM C 805-2,

31 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

dengan beberapa ketentuan sebagai


berikut:
a. Elemen struktur beton yang akan diuji
harus memiliki ketebalan minimal 100
mm dan terkoneksi erat dengan
struktur
bangunan
area
uji
berdiameter 150 mm.
b. Untuk permukaan yang bertekstur atau
dilapisi plester atau mortar harus
diratakan dengan menggunakan gerinda
pada saat pengukuran, diambil sembilan
pembacaan dari setiap area uji.
c. Jarak pembacaan antar titik uji
minimal 25 mm.
d. Hasil uji dengan menggunakan alat
Hammer Test tergantung kepada
rata dan tidaknya permukaan, basah
keringnya bidang uji dan sudut
inklinasi.
e. Selisih
nilai
rebound
dalam
sembilan kali pembacaan 6.Jika
terdapat nilai dengan selisih lebih
dari 6 maka pengambilan nilai
rebound di ulang atau pindah posisi.
Beton landasan runway utara yang diuji di
bagi menjadi 3 slab yang dimana masing
masing slab berukuran 15 meter x 15
meter. Dimana khusus untuk slab beton
tengah pengujian dibagi menjadi 3 titik
pengujian, hal ini dikarenakan slab beton
tengah mengalami pembebanan paling
besar dibanding slab beton bagian pinggir.

Berdasarkan gambar diatas, lebar landasan


terbagi menjadi 5 slab yaitu :
a. Slab 09.01.xx, dengan lebar 7,5 m (tidak
diuji).
b. Slab 09.02.xx, dengan lebar 15 m (diuji).
c. Slab 09.03.xx dengan lebar 15 m (diuji)
dibagi menjadi 3 titik uji, kode 03A
(dekat slab 02), kode 03B( tengah) dan
kode 03C (dekat slab 04).
d. Slab 09.04.xx dengan lebar 15 m (diuji).
e. Slab 09.05.xx dengan lebar 15 m (tidak
diuji).
Pengujian dilakukan dengan 2 tipe hammer
yaitu hammer schmidt NJ 80 dan digital
hammer HT 225. Berikut data hasil
pengukuran dilapangan:

Tabel 3 Data nilai rebound Hammer


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Lokasi Uji
Runway 09.03b.188
Runway 09.03a.188
Runway 09.03b.187
Runway 09.03a.184
Runway 09.03c.182
Runway 09.03b.181
Runway 09.03c.131
Runway 09.02.126
Runway 09.03c.115
Runway 09.04.88
Runway 09.03c.88
Runway 09.02.76
Runway 09.03c.76
Runway 09.03c.13
Runway 09.04.13

Hammer Rebound
29
31
32
36
32
40
42
31
35

29
35
34
30
29
42
43
37
33,8

31
34
31
36
33
40
40
33
34

32
33
29
32
30
39
38
35
35,2

31
32
33
32
28
39
38,1
35
39

33
33
32
31
29
40
43
32
35,1

32
30
29
31
29
45
40
34
39

35
35
32
30
29
40
39
32
35,9

36

32

32

32

32

39

34

33

31

34,9
32
35,4
30

33
31
39,1
27

32,4
36
36
25

41,1
33
39
30

36,9
31
34,9
27,9

30,1
33
40
25,3

41,4
37
36,7
30

34,9
35
40,5
25,4

34,4
33
32,6
32

26

28

32

32

31

31

25

26

30

Keterangan:
Warna hijau menggunakan Hammer Test
type NJ-80
Warna kuning menggunakan digital
hammer HT 225.

Gambar. 8 Pembagian layer slab beton uji

32 | K o n s t r u k s i a

30
30
29
32
30
39
38
33
38,8

PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)

Dari data nilai rebound diatas akan


diseleksi menggunakan kurva t dengan
ketentuan sebagai sebagai berikut :
a. Untuk nilai (tingkat signifikansi)
adalah 20%.
b. Wilayah kritis atau nilai tabelnya adalah
t tabel = (t 0,20).
c. Data yang diterima untuk masingmasing titik lokasi uji minimal 2 nilai
rebound yang diterima oleh kurva t.
d. Nilai rebound yang diterima kemudian
dirata-ratakan untuk selanjutnya di
sandingkan lokasi uji yang diterima
dengan lokasi uji UPVT dan Core Drill.

Berikut adalah data hammer test yang telah


diseleksi melalui kurva t diatas:
Tabel 4 Lokasi Hammer Test hasil seleksi kurva t
Data Diterima
T1 (09.03b.188)
T2 (09.03a.188)
T4 (9.03a.184)
T5 (09.03c.182)
T6 (09.03b.181)
T7 09.03c.131)
T8 (09.02.126)
T10 (09.04.88)
T11 (09.03c.88)

Data Ditolak
T3 (09.03b.187)
T9 (09.03c.115)
T13 (09.03c.76)
T14 (09.03c.13)
T15 (09.04.13)

T12 (09.02.76)

Semua data hammer Test di 15 lokasi setelah


diseleksi akan dikonversikan kedalam mutu
kuat tekan beton(Mpa) sesuai dengan kurva
dari masing-masing jenis hammer yang
digunakan.

Gambar. 9 Kurva T untuk Hammer Test

Tabel 5 Konversi Mutu Hammer Test

ID
T1
T2
T4
T5
T6
T7
T8
T10
T11
T12

Test Location
Runway 09.03b.188
Runway 09.03a.188j
Runway 09.03a.184
Runway 09.03c.182
Runway 09.03b.181
Runway 09.03c.131
Runway 09.02.126
Runway 09.04.88
Runway 09.03c.88
Runway 09.02.76

Rebound Hammer
31
33
32
30
40
40
33

31
32
32
30
40
40
34

34

33

33
32
40
33

34,9 34,9 34,4


33
33
33

40

Average
31
32,67
32
30
40
40
33,33
33,5
34,73
33

Equivalent
Compressive
Strength, fck
26,5
29,25
28,54
25,48
40,77
48,1
30,21
30,45
36,47
29,56

33 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Gambar. 10 Kurva konversi mutu NJ 80

Gambar. 11 Kurva konversi mutu Digital Hammer HT 225

Analisis UPVT Indirect


Ultrasonic Pulse Velocity Test (UPVT)
memanfaatkan perambatan gelombang
ultrasonic yang dibantu oleh medium gel
atau couplant ke dalam medium padat
(beton) dan menghasilkan suatu nilai
kecepatan
rambat
gelombang
yang
nantinya akan dikonversikan kedalam mutu
uat tekan beton. Pada penelitian ini
pengukuran UPVT menggunakan 1 set alat
Pundit Lab +. Berikut adalah langkahlangkah pengujian dengan UPVT pada slab
beton runway utara:
a. Bersihkan lokasi titik uji.

34 | K o n s t r u k s i a

b. Ukur jarak antar transmitter (b=20cm


dan 2b = 40 cm)
c. Ratakan couplant pada transmitter dan
titik yang akan diuji.
d. Letakan transmitter transducer pada
titik awal dan pastikan kedap udara dan
transmitter receiver pada jarak b = 20
cm.
e. Setalah waktu awal didapat, pindahkan
transmitter receiver pada titik 2b = 40
cm dari transmitter transducer samapi
di dapat waktu kedua dan dihasilkan
kecepatan rambat gelombang ultrasonic.
f. Setelah didapatkan kecepatan rambat
gelombang
ultrasonic
selanjutnya
dikonversikan ke dalam kuat tekan
beton (Mpa).

PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)

ID
1

Gambar. 12 Pundit lab +

Tabel 6 Data kecepatan UPVT


Measure
ment Velocity Time 1 Time 2 Distance
Name
Type
[m/s]
[s]
[s]
[m]
RUNWAY UTARA
Surface 3.527,00
72,7
129,4
0,200
SLAB
Surface 2.928,00
59,9
128,2
0,200
09.03b.188Surface 2.941,00
60,1
128,1
0,200
Surface 3.063,00
62,4
127,7
0,200
Surface 3.053,00
62,9
128,4
0,200
RUNWAY UTARA
Surface 2.681,00
62,2
137,2
0,200
SLAB
Surface 2.797,00
86,9
158,4
0,200
09.03a.188Surface 2.448,00
64,9
146,6
0,200
Surface 2.724,80
65,1
138,5
0,200
Surface 2.534,90
63,9
142,8
0,200
RUNWAY UTARA
Surface 2.564,00
64,4
142,4
0,200
SLAB
Surface 2.522,00
55,9
135,2
0,200
09.03b.187Surface 2.571,00
59,9
137,7
0,200
Surface 2.631,60
60,9
136,9
0,200
Surface 2.487,60
55,5
135,9
0,200
RUNWAY UTARA
Surface 3.431,00
76,1
134,4
0,200
SLAB
Surface 3.361,00
44,6
104,1
0,200
09.03b.184Surface 3.322,00
53,9
114,1
0,200
Surface 3.389,80
48,9
107,9
0,200
Surface 3.355,70
50,8
110,4
0,200
RUNWAY UTARA
Surface 2.096,00
65,2
160,6
0,200
SLAB
Surface 2.004,00
69,1
168,9
0,200
09.03c.182Surface 2.030,00
80,2
178,7
0,200
Surface 2.089,90
70,2
165,9
0,200
Surface 2.014,10
65,6
164,9
0,200
RUNWAY UTARA
Surface 3.861,00
66,1
117,9
0,200
SLAB
Surface 3.906,00
66,7
117,9
0,200
09.03B.181Surface 3.521,00
43,6
100,4
0,200
Surface 3.992,00
50,1
100,2
0,200
Surface 3.502,60
48,4
105,5
0,200
RUNWAY UTARA
Surface 3.976,00
59,9
110,2
0,200
SLAB
Surface 3.656,00
48,7
103,4
0,200
09.03c.131Surface 3.690,00
63,2
117,4
0,200
Surface 3.724,40
46,8
100,5
0,200
Surface 3.831,40
58,1
110,3
0,200

Gambar. 13 Metode Pelaksanaan UPVT Indirect

35 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

ID
8

10

11

12

13

14

15

Measure
ment
Name Type
RUNWAY UTARA
Surface
SLAB
Surface
09.02.126 Surface
Surface
Surface
RUNWAY UTARA
Surface
SLAB
Surface
09.03c.115Surface
Surface
Surface
RUNWAY UTARA
Surface
SLAB
Surface
09.04.88 Surface
Surface
Surface
RUNWAY UTARA
Surface
SLAB
Surface
09.03c.88 Surface
Surface
Surface
RUNWAY UTARA
Surface
SLAB
Surface
09.02.76 Surface
Surface
Surface
RUNWAY UTARA
Surface
SLAB
Surface
09.03c.76 Surface
Surface
Surface
RUNWAY UTARA
Surface
SLAB
Surface
09.03C.13 Surface
Surface
Surface
RUNWAY UTARA
Surface
SLAB
Surface
09.04.013 Surface
Surface
Surface

Velocity Time 1 Time 2 Distance


[m/s]
[s]
[s]
[m]
3.478,00
52,4
109,9
0.200
2.326,00
53,2
139,2
0.200
3.540,00
53,4
109,9
0.200
3.584,00
53,4
109,2
0.200
3.008,00
52,9
119,4
0.200
2.729,00
78,1
151,4
0,200
2.762,00
60,7
133,1
0,200
2.789,00
57,9
129,6
0,200
2.832,90
55,1
125,7
0,200
2.684,60
56,1
130,6
0,200
3.268,00
64,2
125,4
0,200
3.263,00
46,6
107,9
0,200
3.295,00
46,2
106,9
0,200
3.174,60
47,5
110,5
0,200
3.372,70
50,1
109,4
0,200
2.500,00
84,6
164,6
0,200
2.522,00
59,6
138,9
0,200
2.548,00
58,2
136,7
0,200
2.574,00
58,1
135,8
0,200
2.469,10
57,5
138,5
0,200
3.226,00
55,4
117,4
0.200
3.350,00
54.7
114.4
0.200
3.205,00
50.7
113.1
0.200
3.185,00
50.9
113.7
0.200
3.101,00 111.9
176.4
0.200
3.976,00
73,9
124,2
0.200
3.490,00
57.9
115.2
0.200
3.717,00
59.1
112.9
0.200
3.774,00
47.4
100.4
0.200
4.494,00
56.4
100.9
0.200
2.035,00
93,6
191,9
0.200
2.193,00
72.7
163.9
0.200
2.083,00
72.4
168.4
0.200
2.151,00
87.9
180.9
0.200
1.905,00
75.1
180.1
0.200
3.540,00
53,4
109,9
0.200
3.571,00
53,4
109,4
0.200
3.559,00
52,7
108,9
0.200
3.591,00
53,4
109,1
0.200
3.636,00
53,4
108,4
0.200

Data kecepatan dari 15 lokasi uji kemudian


di seleksi dengan menggunakan metode
statistik yaitu kurva t, dengan ketentuan
kurva t sebagai berikut:
36 | K o n s t r u k s i a

a. Untuk nilai (tingkat signifikansi)


adalah 20%.
b. Wilayah kritis atau nilai tabelnya adlah
t tabel = (t 0,20).
c. Data yang diterima untuk masingmasing titik lokasi uji minimal 2 nilai
rebound yang diterima oleh kurva t.
d. Kecepatan gelombang yang diterima
kemudian
dirata-ratakan
untuk
selanjutnya di sandingkan lokasi uji
yang diterima dengan lokasi uji
Hammer Test dan Core Drill.

Gambar. 14 Kurva T untuk seleksi data UPVT

Berikut adalah data lokasi uji hasil seleksi


statistik kurva t:
Tabel 7 Data lokasi UPVT hasil seleksi kurva t
Data Diterima
T1 (09.03b.188)
T3 (09.03b.187)
T10 (09.04.88)
T12 (09.02.76)
T13 (09.03c.76)

Data Ditolak
T2 (09.03a.188)
T4 (9.03a.184)
T5 (09.03c.182)
T6 (09.03b.181)
T7 09.03c.131)
T8 (09.02.126)
T9 (09.03c.115)
T11 (09.03c.88)
T14 (09.03c.13)
T15 (09.04.13)

Lokasi yang lulus uji seleksi statistik kurva t


selanjutnya dikonversikan kedalam mutu
kuat tekan beton (Mpa). Dikarenakan
belum adanya standard persamaan UPVT di
Indonesia
dan
tidak
sesuai
jika
menggunakan persamaan hasil negara luar
Indonesia yang memiliki karakteristik
bahan berbeda dengan di Indonesia, maka

PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)

pada penelitian ini persaman yang


digunakan
adalah
persamaan
hasil
penelitian sebelumnya yang menggunakan

500 sampel beton dengan mengacu pada


British standard mengenai pengujian
sampel.

Gambar. 15 Kurva konversi mutu UPVT

= 8,31364 0,000369

Keterangan:
Y = mutu kuat tekan(Mpa)
X = kecepatan gelombang(m/s)
Tabel 8 Mutu hasil konversi kecepatan UPVT
ID
T1
T3
T10

T12

T13

Name
RUNWAY UTARA
09.03b.188
RUNWAY UTARA
09.03b.187
RUNWAY UTARA
09.04.88
RUNWAY UTARA
09.02.76
RUNWAY UTARA
09.03c.76

Measuremen Velocity
t Type
[m/s]
Surface
Surface
Surface
Surface
Surface
Surface
Surface
Surface
Surface
Surface
Surface

3.063,00
3.053,00
2.564,00
2.571,00
3.268,00
3.263,00
3.295,00
3.226,00
3.205,00
3.976,00
3.774,00

Time 1
[s]
62,4
62,9
64,4
59,9
64,2
46,6
46,2
55,4
50.7
73,9
47.4

Time 2
[s]
127,7
128,4
142,4
137,7
125,4
107,9
106,9
117,4
113.1
124,2
100.4

Distance
[m]
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2

Average
Compressive
Compressive
Strength
Strenght
[MPa]
(Mpa)
25,74
25,65
21,41
21,47
27,77
27,71
28,04
27,34
27,13
36,05
33,47

25,7
21,44

27,84
27,23
34,76

37 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Perbandingan Mutu Hasil UJi


Perbandingan mutu hasil uji ketiga metode
uji kuat tekan beton dilakukan untuk lokasi
uji yang telah lulus uji kurva t dan sampel
yang memiliki lokasi uji yang sama
sehingga bisa didapatkan nilai hubungan
dari perbandingan mutu ketiga metode uji
ini.
Berikut adalah irisan lokasi uji yang sama
dari ketiga medote uji(Core Drill, Hammer
Test dan UPVT Indirect):
Tabel 9 Irisan mutu hasil uji
Lokasi Slab Beton

Hammer
Test (Mpa)

UPVT
Indirect
(Mpa)

Core Drill
(Mpa)

26,50
30,45

25,70
27,84

T12 (09.02.76)

29,56

27,23

48,14
44,69
42,51

Rata - rata

28,84

26,92

45,11

Dengan membandingkan nilai rata-rata


antar metode uji untuk lokasi yang sama
berikut adalah nilai perbandingan yang
didapat:

26,92
=
28,84
26,92

28,84

= 0,93

Dari persamaan diatas didapatkan nilai


korelasi untuk mendapatkan hubungan
mutu antar mutu UPVT Indirect terhadapa
mutu Hammer Test dengan tingkat
signifikansi () yaitu 20%(t 0,20).
Dengan
menggunakan
cara
sama,
didapatkan juga nilai hubungan antara
UPVT Indirect terhadap mutu Core Drill
dengan lokasi yang sama.

26,92
=
45,11
38 | K o n s t r u k s i a

26,92

45,11

= 0,6

Selanjutnya dari perbandingan mutu Core


Drill dengan Hammer Test didapatkan nilai
korelasi sebagai berikut:
28,84
=

45,11
=

T1 (09.03b.188)
T10 (09.04.88)

28,84

45,11

= 0,64

Kesimpulan
1. Melihat mutu hasil irisan metode UPVT
Indirect dengan metode Hammer Test
terdapat hubungan linier antara kedua
mutu hasil uji. Dimana saat mutu UPVT
rendah maka mutu Hammer Test juga
rendah dan saat mutu UPVT mulai naik
nilainya mutu hasil Hammer juga ikut
meningkat
nilainya.
Maka
hasil
penelitian sesuai dengan hipotesis 1.
2. Mutu hasil uji Core Drill memiliki nilai
rata-rata mutu kuat tekan terbesar dari
2 metode lainnya yaitu 45,11 Mpa.
Penyebab mutu beton hasil Core Drill
yang besar disbanding kedua mutu dari
metode UPVT dan Hammer Test adalah
karena pengujian kuat tekan sampel
beton Core Drill yaitu bagian tengah atau
inti (core) beton dimana kondisi bagian
tengah slab beton masih dalam kondisi
bagus dan padat seperti terlihat pada
sampel beton Core Drill yang diambil
sampai bagian tanah dan dipotong untuk
diambil bagian sampel yang terbaik
untuk diuji. Sedang untuk pengujian
pada Hammer Test dan UPVT Indirect

PERBANDINGAN MUTU BETON HASIL UPVT TERHADAP MUTU BETON HAMMER & CORE DRILL (Faisal-Heri)

pengujian terletak pada permukaan slab


beton dimana pada bagian ini sering
mendapatkan beban dari pesawat yang
membuat bagian permukaan beton
rusak atau berkurang kekuatannya. Hal
ini tidak sesuai dengan hipotesis kedua.
3. Sedangkan untuk mutu kuat tekan beton
terkecil dari ketiga metode uji (Core
Drill, Hammer test dan UPVT Indirect),
mutu hasil uji UPVT Indirect memiliki
mutu kuat tekan beton terendah dengan
rata-rata nilainya adalah 26,92 Mpa. Hal
ini tidak sesuai dengan hipotesis ketiga.
4. Indikasi penyebab mutu hasil UPVT
Indirect memiliki mutu terendah adalah
tidak ratanya permukaan beton yang
diuji sehingga ada ruang udara atau
celah antara permukaan beton dengan
permukaan transducer Pundit Lab Plus
yang
menyebabkan
perambatan
gelombang ultrasonic menjadi lambat
dan juga karena berkurangnya kekuatan
dari permukaan beton karena seringnya
diberikan beban pesawat yang melintasi
permukaan slab beton tersebut. Hal ini
tidak sesuai dengan hipotesis keempat.
5. Indikasi perbedaan mutu yang cukup
jauh antara Core Drill dengan mutu
Hammer Test dan UPVT Indirect
disebabkan oleh sampel beton yang diuji
oleh metode Core Drill adalah bagian
intinya sedangkan untuk Hammer test
dan UPVT Indirect adalah bagian
permukaan sampel beton.
6. Nilai hubungan yang didapat antar
metode uji adalah sebagai berikut:
UPVT = 0,93 HT
UPVT = 0,6 CD
HT = 0,64 CD
Keterangan:
UPVT = Mutu beton Ultrasonic Pulse
Velocity Test (Mpa
HT
= Mutu beton Hammer Test (Mpa)
CD
= Mutu beton Core Drill (Mpa)

Hasil persamaan yang didapatkan berbeda


dengan hipotesis kelima dan keenam.
Daftar Pustaka
1. Bueche R.J. 1986. Introduction to Physics
for Scientists and Engineers.New York:Mc
Graw-Hill.
2. International Atomic Energy Agency.
2002. Guidebook on non-destructive
testing of concrete structure. Viena.
3. Lawson, K.A. Danso, H.C. Odoi, C.A. Adjei,
F.K. Quashie, I.I. Mumuni, dan I.S.
Ibrahim.
2011.
Non
Destructive
Evaluation of Concrete using Ultrasonic
Pulse Velocity Research. Journal of
Applied Sciences, Engineering and
Technology 3(6), h: 499-504, 2011.ISSN:
2040-7467.
Maxwell
Scientific
Organization.
4. Manual book schmidt hammmer NJ-80.
5. Manual book digital hammer HT 225.
6. Mulyono,Tri. 2005. Teknologi Beton.
Yogyakarta:ANDI.
7. Nisfiannoor,Muhammad.
2009.
Pendekatan Statistika Modern untuk Ilmu
Sosial.
Jakarta:
Salemba
Humanika.ISBN:978-979-17492-4-4.
8. SOP UPVT HESA 2014.
9. SNI 03-2492-1991. Metode Pengambilan
Benda Uji Beton Inti.
10. WSDOT, 2013 .Materials Manual M 4601.15 ASTM C 805. Hammer Rebound.

39 | K o n s t r u k s i a

STUDI KUAT TEKAN BETON NORMAL DENGAN ABU GUNUNG KELUD (Faisal - Nadia)

STUDI KUAT TEKAN BETON NORMAL DENGAN ABU GUNUNG KELUD


SEBAGAI BAHAN ADITIF PENGGANTI SEMEN
Oleh :
Faizal Rizki
Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email : rizky_oro@yahoo.com
Nadia
Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email : nd7988@yahoo.co.id
Abstrak : Untuk menanggulangi bencana akibat erupsi Gunung Kelud, dilakukan
rekonstruksi sejumlah bangunan yang rusak dengan berfokus pada rumah warga dengan
pembangunan rumah sederhana massal. Salah satu material penting untuk struktur
Bangunan tersebut adalah beton yang mana campurannya antara lain pasir, kerikil, air dan
semen. Abu vulkanik dari erupsi Gunung Kelud juga dicoba dipakai sebagai bahan aditif lokal
pengganti sebagian semen dan diharapkan dapat menghemat biaya dari pengurangan berat
semen dalam campuran beton normal. Pada penelitian ini variasi penggunaan abu Gunung
Kelud adalah 0%, 10%, 15%, dan 20% dari berat semen dengan jumlah benda uji per-sampel
sebanyak 4 buah berbentuk silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Mutu beton
rencana yang dipakai adalah fc= 18,7 Mpa atau setara dengan K-225. Pengujian kuat tekan
beton dilakukan pada umur beton mencapai 28 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kuat tekan terbesar (optimum) adalah varian 0% abu G. Kelud yaitu sebesar fc= 28,20 MPa
dan dengan campuran abu Gunung Kelud dengan proporsi 10%, 15% dan 20% dari berat
semen, kuat tekan beton pada umur beton 28 hari mengalami trend penurunan yaitu sebesar
4,87%, 6,33%, dan 26,63% dari kuat tekan beton dengan campuran abu Gunung Kelud 0%.
Tetapi terhadap mutu rencana fc=18,7 Mpa penambahan abu Gunung Kelud 10%, 15% dan
20% dapat menaikkan mutu beton sampai 43,80%, 41,82% dan 19,89%.
Kata kunci : beton, abu Gunung Kelud, kuat tekan.
Abstract : To overcome disasters caused by eruption mount of kelud, do the reconstruction
of houses demage by focusing on a houses by housing construction simple mass. One of
material important for structure of building is concrete that which mixtures among other
sand, gravel, water and cement. Volcanic ash from mount kelud eruption also attempted used
additive as a substitute for some local cement and is expected to save the cost of the
reduction of heavy cement in a mixture of concrete normal. To research this variation the use
ash mountain kelud is 0%, 10%, 15%, 20% of the weight of a cement with the number of test
objects as many as 4 pieces of cylindrical 15 cm in diameter and height of 30 cm. Design
concrete plan used is fc = 18.7 MPa or equivalent to K-225. Testing strong press concrete
done at thr age of concrete at 28 days. The result showed that biggest stong press (optimize)
there is a varian 0% ash mount kelud is as much as fc = 28.20 MPa and with mixture ash
mount kelud with proportion 10%, 15% and 20% of the weight a cement, strong press
concrete for a age 28 days experience a trend decline is as much as 4.87%, 6,33%, dan
26,63% for strong press concrete with mixture ash mount kelud 0%. But for design plan fc =
18.7 MPa addition ash mount kelud 10%, 15% and 20% could raise the quality of concrete
until 43,80%, 41,82% dan 19,89%.
Keyword : concrete, ash mount kelud, strong press
41 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Latar Belakang
Salah satu bahan limbah yang berupa
abu letusan G. Kelud, dapat digunakan
sebagai bahan aditif lokal pengganti
semen. Telah banuak diteliti,bahwa
bahan yang ,mengandung Silika,efektif
untuk menaikkan mutu beton. Letusan
Gunung Kelud dapat berupa abu yang
salah satu senyawanya adalah Silika.
Dengan
demikian,
diharapkan
penelitian ini dapat dimanfaatkan
untuk campuran beton sebagai
pengganti semen produksi lokal untuk
menghemat biaya. Hal ini terutama
dapat
dimanfaatkan
untuk
pembangunan
rumah2
dampak
letusan G. Kelud.
Identifikasi Masalah
1. Apakah abu alami akibat
letusan Gunung Kelud dapat
meningkatkan mutu beton ?
2. Bagaimana
pengaruh
persentase abu G. Kelud
tersebut terhadap kenaikan
mutu Beton?
3. Berapa kenaikan maximum
mutu
beton
terhadap
persentase jumlah abu G.Kelud
(sebagai pengganti Semen)?
Batasan Masalah
1. Agregat kasar (batu pecah)
dari Sukabumi, ukuran 20 mm
40 mm.
2. Agregat halus (Pasir) dari
Bangka ukuran < 5 mm.
3. Semen yang digunakan adalah
semen Gresik tipe I.
4. Air yang digunakan adalah air
PDAM.
5. Bahan aditif yang digunakan
adalah abu vulkanik dari
erupsi Gunung Kelud.
6. Mutu beton rencana adalah fc
= 18 ,7 MPa atau K-225.
42 | K o n s t r u k s i a

7. Mix
Design
menggunakan
ketentuan SK-SNI-T-15-199003
8. Variasi
sebagian
semen
terhadap abu Gunung Kelud
adalah 0%, 10%, 15%, 20%
dari berat semen.
9. Cetakan beton ukuran 15 cm x
30 cm
10. Perawatan
(perendaman
beton) selama 28 hari
PERUMUSAN MASALAH
Abu vulkanik akibat erupsi G.Kelud
merupakan bahan limbah yang masih
dapat dimanfaatkan untuk campuran
beton sebagai pengganti sebagian
Semen. Campuran Beton tersebut,
disamping mengurangi Semen, juga
kemungkinan dapat menaikkan mutu
Beton. Hal ini disebabkan karena abu
vulkanik ini mengandung senyawa
Silika yang sangat baik digunakan
untuk campuran beton. Dengan
penambahan abu G. Kelud pada
campuran beton sebesar 10%, 15%
dan 20%, maka diharapkan dapat
mengurangi jumlah semen dan
meningkatkan mutu beton.
Maksud dan Tujuan Penelitian
1. Untuk
pemanfaatan
abu
G.Kelud, agar dapat digunakan
untuk pengganti sebagian
semen pada Bangunan Gedung.
2. Untuk memanfaatkan abu G.
Kelud sebagai limbah, menjadi
sesuatu yang berguna.
3. Untuk menambah referensi
penelitian2 Ilmiah.
Hipotesis
1. Penambahan abu Gunung
Kelud sebagai bahan aditif
pengganti
semen
akan

STUDI KUAT TEKAN BETON NORMAL DENGAN ABU GUNUNG KELUD (Faisal - Nadia)

meningkatkan
kuat tekan
beton.
2. Dengan penambahan bahan
aditif abu Gunung Kelud, maka
akan menghasilkan nilai kuat
tekan terbesar (optimum).
TINJAUAN PUSTAKA
Beton adalah bahan yang diperoleh
dengan cara mencampurkan semen
portland,
air, dan agregat (dan
kadang-kadang bahan tambah, yang
sangat bervariasi mulai dari bahan
kimia tambahan, serat, sampai bahan
buangan
non-kimia)
pada
perbandingan tertentu. Campuran
tersebut bilamana dituang dalam
cetakan kemudian dibiarkan maka
akan mengeras seperti batuan.
Pengerasan itu terjadi oleh peristiwa
reaksi kimia antara air dan semen,
yang berlangsung selama waktu yang
panjang,dan akibatnya campuran itu
selalu bertambah keras setara dengan
umurnya. Dapat dengan mudah
dibentuk sesuai dengan kebutuhan
konstruksi.
Semen Portland
Kandungan semen portland adalah
kapur, silika, dan alumina. Ketiga
bahan tadi dicampur dan dibakar
dengan suhu 1550oC dan menjadi
klinker.
Setelah
itu
kemudian
dikeluarkan,
didinginkan,
dan
dihaluskan sampai halus menjadi
halus seperti bubuk. Biasanya klinker
digiling halus secara mekanis sambil
ditambahkan gips atau kalsium sulfat
(CaSO4) kira-kira 2-4% sebagai bahan
pengontrol waktu pengikatan. Bahan
tambah lain kadang ditambahkan
untuk membentuk semen khusus..

Agregat Kasar
Sifat yang paling penting dari suatu
agregat kasar adalah kekuatan hancur
dan ketahanan terhadap benturan,
yang dapat mempengaruhi ikatannya
dengan pasta semen, porositas dan
karakteristik penyerapan air yang
mempengaruhi daya tahan terhadap
proses pembekuan waktu musim
dingin dan agresi kimia, serta
ketahanan terhadap penyusutan.
Agregat halus
Terdiri dari butir-butir tajam dan
keras. Butir-butirnya harus bersifat
kekal, artinya tidak pecah atau hancur
oleh
pengaruh-pengaruh
cuaca,
seperti terik matahari dan hujan
Agregat
halus
tidak
boleh
mengandung bahan-bahan organik
terlalu banyak yang harus dibuktikan
dengan percobaan warna dari AbramHarder (dengan larutan NaOH).
Abu Gunung Kelud
Abu Gunung Kelud adalah abu
vulkanik yang berasal dari letusan
Gunung
Kelud
yang
terbawa
oleh angin dan tersebar di udara, air
maupun permukaan tanah. Abu
vulkanik itu nyatanya juga memiliki
dampak positif dan manfaat pada sisi
lain diantaranya bisa memperbaiki
sifat fisika tanah dan mempunyai
kemampuan mengikat air. Bahkan,
abu vulkanik ini juga bisa dijadikan
bahan bisa digunakan untuk bahan
konstruksi,
juga
untuk
bahan
campuran membuat adonan semen.
Campuran adonan semen dengan abu
vulkanik ini bisa mengurangi bahan
dari semennya sendiri sampai 10
persen. Dan hasil campurannya juga
cukup bagus, hingga bisa memiliki
kekuatan 150 kg persatuan beban.
43 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Abu Kelud ini juga memiliki


kandungan Fe (besi), Mn (mangan), Si
(silikat), Al (aluminium), Ca (kalsium),
K (kalium), dan P(fosfor). (Sumber
Umur Beton
Kekuatan
tekan
beton
akan
bertambah dengan naiknya umur
beton. Kekuatan beton akan naiknya
secara cepat (linier) sampai umur 28
hari, tetapi setelah itu kenaikannya
akan kecil. Kekuatan tekan beton pada
kasus-kasus tertentu terus akan
bertambah sampai beberapa tahun
dimuka. Biasanya kekuatan tekan

rencana beton dihitung pada umur 28


hari.
Faktor Air Semen (FAS)
Secara umum diketahui bahwa
semakin tinggi nilai FAS, semakin
rendah untuk kekuatan beton. Namun
drmikian, nilai FAS yang semakin
rendah tidak selalu berarti bahwa
kekuatan beton semakin tinggi. Ada
batas-batas hal ini. Nilai FAS yang
rendah akan menyebabkan kesulitan
dalam pengerjaan, yaitu kesulitan
dalam pelaksanaan pemadatan yang
pada akhirnya akan menyebabkan
mutu beton menurun.

Gambar 1. Hasil Pengujian Abu Gunung Kelud dari Laboratorium PT. Sucofindo

44 | K o n s t r u k s i a

STUDI KUAT TEKAN BETON NORMAL DENGAN ABU GUNUNG KELUD (Faisal - Nadia)

METODOLOGI PENELITIAN
MULAI

DATA PRIMER

DATA SEKUNDER

PENGUJIAN
BAHAN
AGREGAT KASAR

AGREGAT HALUS

KADAR AIR
AGREGAT

1. ANALISASARINGAN
2. BERAT JENIS SSD DAN
PENYERAPAN

1. ANALISA SARINGAN
2. BERAT JENIS SSD
DAN PENYERAPAN

STUDI LITERATUR

DATA
PENGUJIAN
BAHAN
TRIAL MIX

PERBAIKAN KOMPOSISI

KUAT TEKAN 18,7 MPa?

TIDAK

CAMPURAN

YA
PERHITUNGAN MIX DESAIN
PROPORSI CAMPURAN

ABU GUNUNG

ABU GUNUNG

ABU GUNUNG

ABU GUNUNG

KELUD 0%

KELUD 10%

KELUD 15%

KELUD 15%

PEMBUATAN DAN PERAWATAN


BENDA UJI
PENGUJIAN KUAT TEKAN

UJI STATISTIK
STUDENT T
ANALISIS REGRESI

ANALISIS KORELASI

PERBANDINGAN DENGAN PENELITIAN


SEBELUMNYA

SELESAI

Gambar 2 Flowchart metodologi penelitian


45 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

HASIL PENELITIAN
Persentase
Abu
Kuat Tekan
Gunung
(MPa)
Kelud
(%)
0

28,20

10

26,89

15

26,52

20

22,27

Grafik perbandingan kuat tekan beton


dengan persentase abu Gunung Kelud
Perbandingan kuat tekan hasil analisis
penelitian terhadap kuat tekan
rencana (fc= 18,7 MPa)
Kuat
Persentase
Tekan
Kuat
Abu
Persentase
Hasil
Tekan
Gunung
kenaikan
Analisis
Rencana
Kelud
(%)
Penelitian
(MPa)
(%)
(MPa)

Grafik Korelasi kadar abu Gunung


Kelud dengan kuat tekan
Nilai korelasi R2 = 0,932 adalah
kategori sangat baik (terdapat korelasi
antara penambahan abu Gunung
Kelud terhadap kuat tekan beton mutu
fc= 18,7 MPa atau setara K-225.
Persamaan yang dapat digunakan
akibat penelitian ini adalah :
fc = 0,22 (ak)2 + 0,167 ak + 28,08
dimana :
fc = kuat tekan beton (MPa)
ak = kadar abu Gunung Kelud (%)

46 | K o n s t r u k s i a

28,20

50,80

10

26,89

15

26,52

41,82

20

22,27

19,09

18,7

KESIMPULAN
1. Campuran abu Gunung Kelud
dengan proporsi 10%, 15% dan
20% dari berat semen, kuat tekan
beton pada umur beton 28 hari
mengalami trend penurunan yaitu
sebesar 4,87%, 6,33%, dan
26,63% dari kuat tekan beton
dengan campuran abu Gunung
Kelud 0%.
2. Dengan mengurangi semen 10%,
15% dan 20% atau menggantinya
dengan 10%, 15% dan 20% abu
Gunung Kelud dapat dicapai mutu
beton diatas fc= 18,7 MPa (K-225).

43,80

STUDI KUAT TEKAN BETON NORMAL DENGAN ABU GUNUNG KELUD (Faisal - Nadia)

3. Terhadap mutu rencana fc=18,7


MPa
atau
setara
K-225
penambahan abu Gunung Kelud
10%, 15% dan 20% dapat
menaikkan mutu beton sampai
43,80%, 41,82 dan 19,89%.
4. Untuk mutu beton fc=18,7 MPa
atau setara K-225, penambahan
abu Gunung Kelud sebesar 20%
dari
berat
semen
dapat
menghemat biaya akibat dari
pengurangan berat semen.
5. Dari
hasil
perhitungan
perencanaan campuran untuk
mutu beton fc=18,7 MPa (K-225)
untuk 1 m3 , semen yang
diperlukan adalah 402 kg.
Dengan pengurangan 20%, maka
berat semen untuk 1 m3 adalah:
402 kg (20% x 402 kg) = 321,6
kg.
Jika harga semen di pasaran Rp.
60.000,- per zak nya (1 zak= 40
kg), harga semen per kg = Rp.
60.000,- / 40 kg = Rp. 1.500,-

DAFTAR PUSTAKA
1. Djedjen, Achmad. Drs. ST. MSi,
1990. Diktat Pengujian Bahan
Laboratorium Pengujian Bahan
Jurusan Teknik Sipil Politeknik
Universitas Indonesia. Depok :
Politeknik Universitas Indonesia.
2. Djedjen, Achmad. Drs. ST. MSi,
2008. Jobsheet Pengujian Bahan II.
Depok : Politeknik Negeri Jakarta.
3. Eva Zahra Lativa. 2003. Teknologi
Bahan II, Depok. Jurusan Teknik
Sipil, Politeknik Negeri Jakarta
4. Eva Zahra Lativa..1999. Diktat
Pengujian Bahan Laboratorium
Pengujian Bahan, Depok. Jurusan
Teknik Sipil, Politeknik Negeri
Jakarta.
5. Muhtarom
Riyadi
dan
Amalia.2005.Teknologi Bahan I,
Depok. Jurusan Teknik Sipil,
Politeknik Negeri Jakarta.
6. Tjokrodimuljo
Kardiyono.2007.Teknologi
Beton,Yogyakarta.Jurusan Teknik
Sipil dan Lingkungan, Universitas
Gadjah Mada.

47 | K o n s t r u k s i a

TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN CUTAIN WALL (Revmen - Trijeti)

TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN RANGKA


FACADE CURTAIN WALL SISTEM UNITIZED
Oleh :
Revmen
Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email : revmen.ch@gmail.com
Trijeti
Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email :t3jeti@gmail.com
ABSTRAK :Perkembangan teknologi facade curtain wall dan pengaplikasiannya pada suatu bangunan
tidak terlepas dari disiplin ilmu arsitektur dan ilmu teknik sipil, walaupun secara kecenderungan lebih
berpihak pada bidang ilmu arsitektur, namun dalam prakteknya tidak dapat berdiri sendiri tanpa
keterlibatan bidang ilmu teknik sipil khususnya dalam metode pelaksanaan dan analisa struktur. Facade
curtain wall merupakan salah satu komponen dari suatu gedung yang pertama menerima pengaruh dari
luar gedung baik dari beban angin, hujan, suhu dan cahaya. Proses pengerjaan facade curtain wall mulai
dari proses disain, fabrikasi, dan proses pemasangan di lapangan haruslah menjadi perhatian khusus
untuk mencapai hasil yang diinginkan dari sistim facade curtain wall, jika tidak hal ini akan menyebabkan
kerusakan pada sestim facade curtain wall yang mengakibatkan kebocoran air dan udara yang masuk ke
area interior gedung dan kerusakan dari material komponen facade curtain wall juga dapat menyebabkan
keruntuhan yang membahayakan jiwa di area bawah gedung. Salah satu faktor dari kerusakan facade
curtain wall adalah faktor defleksi dari rangka curtain wall yang tidak memenuhi syarat yang di tentukan.
Selain kerusakan dari rangka facade curtain wall itu sendiri, hal ini berdampak terhadap kerusakan
material lainya yang menempel langsung terhadap rangka facade curtain wall diantaranya material silicon
sealant, gasket dan kaca yang nantinya akan menyebabkan potensi penyebab kebocoran air hujan yang
masuk ke dalam area gedung . Upaya untuk mengatasi hal ini, dengan tidak merubah luas penampang dari
profil rangka aluminium facade curtain wall yaitu dengan memperpendek bentangan untuk rangka
vertical ( mullion male dan female ) dengan menambahkan steel bracing pada area backing spandrel
sehingga defleksi yang disyaratkan dapat tercapai. Pemeliharaan facade curtain wall baik dalam proses
konstruksi dan setelah proyek diserah terimakan kepada pemilik gedung ( owner ) sangatlah penting.
Pengetahuan akan sistem dari faade curtain terutama sekali bagi pihak maintanace pemilik gedung yang
akan melakukan pengecekan secara berkala.
Kata Kunci :Facade curtain wall, Sistem unitized , Kekuatan rangka

ABSTRACT :The development of technology on a facede curtain wall and application in a building cannot
be separated from a discipline of architecture and civil engineering, although the tendency in the science
of architecture, but in practice could not stand alone without the involvement of the civil engineering
especially in the methods of implementation and analysis of the structure. Facade curtain wall one of the
component parts of a building first receiving the influence of outside the house both of the wind, the rain, the
temperature and light. The process manufacturing from the facede curtain wall starting a design,
fabrication, and process of the installation in building of special attention must be to achieve desirable
results from the facade curtain wall system, if not this will cause demage in the facade curtain wall system
that resulted in a leak in water and air into the interior of building area and demage components material
facade curtain wall also can cause the collapse that harm the soul in the area building. One factor of the
facade curtain wall is the deflection from frame curtain wall not eliginle to figure out. In addition to
damages from frame facade curtain wall, this in an impact on order material damage that attaches directly
to order frame faade curtain wall are sealant silicon materials, gasket, and glass that will cause the
potential of leakage of rain water that goes into the building. Efforts to overcome this, with not change
broad cross section of the profile of the frame aluminium faade curtain wall is to order by shortening the
expanse of vertical synchronization (nullion male and female) byadding steel bracing in the area required
deflection spandrel backing that can be achieved. Maintenance facade curtain wall in the process of
49 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2| April 2015

construction and after the project handover to owner building is important. The knowledge of system
faade curtain wall especially once for maintance of the building owner that will check at regular intervals.
Keywords : faade curtain wall, system unitized, strong frame

PENDAHULUAN
Semakin berkembang bangunan tinggi
terutama sekali di kota Jakarta, maka
semakin diperlukan penguasaan terhadap
teknologi
facade
curtain
wall.
Perkembangan teknologi facade curtain
wall dan pengaplikasianya pada suatu
banguan tidak terlepas dari disiplin ilmu
arsitektur dan ilmu teknik sipil, walaupun
secara kecenderungan lebih berpihak
pada bidang ilmu arsitektur, namun dalam
prakteknya tidak dapat berdiri sendiri
tanpa keterlibatan bidang ilmu teknik sipil
khususnya dalam metode pelaksanaan
dan analisa struktur. Berdasarkan
jenisnya facade curtain wall dapat
dikategorikan menjadi stick sytem dan
unitized system.
Facade curtain wall merupakan salah satu
komponen dari suatu gedung yang
pertama menerima pengaruh dari luar
gedung baik dari beban angin, hujan, suhu
dan cahaya. Proses pengerjaan facade
curtain wall mulai dari proses disain,
fabrikasi, dan proses pemasangan di
lapangan haruslah menjadi perhatian
khusus untuk mencapai hasil yang
diinginkan dari sistim facade curtain wall,
jika tidak hal ini akan menyebabkan
kegagalan pada sestim facade curtain wall
yang mengakibatkan kebocoran air dan
udara yang masuk ke area interior
gedung.Kebocoran air juga menyebabkan
bangunan menjadi tidak layak untuk
digunakan dan dinyatakan tidak dapat
diakses,dan apabila dibiarkan untuk
waktu yang lama, dapat menyebabkan
kerusakan struktural juga, akibatnya
menimbulkan kerugian biaya yang sangat
besar dalam mengatasi kebocoran.
50 | K o n s t r u k s i a

Kegagalan pada facade cutain wall


diantaranya adalah faktor kebocoran air,
udara dan kegagalan dari komponen
material facade curtain wall tersebut,
untuk mengantisipasi masalah maka perlu
diketahui :Faktor apa saja yang dapat
mempengaruhi terjadinya
kegagalan
facade curtain wall yang menyebabkan
kebocoran air yang masuk ke dalam area
gedung dan lagkah apa yang diambil
untuk mengatasi hal tersebut ; Faktor apa
saja yang menyebabkan komponen komponen dari material unit facade
curtain walllepas dari dudukan semula
dan langkah apa yang diambil untuk
mengatasi hal tersebut ; Langkah
langkan apa yang harus di ketahui dalam
pemeliharaan facade curtain wall untuk
jangka panjang.
BATASAN MASALAH
Metode pelaksanaan dan analisa akibat
kerusakan rangka pada pekerjaan facade
curtain
wallunitized
systems.Analisis
dilakukan padaproyek gedung beringkat
hanya pada lantai typical yaitu lantai 2 nd
floor 26 th floor diantaranya :Proses
extrusi aluminium tidak dibahas ; Proses
pembuatan kaca tidak dibahas ; Aspek
manajemen biaya tidak dibahas ;
Pengaruh beban gempa terhadap curtain
wall tidak dibahas ; Kinerja termal pada
facade curtain wall tidak dibahas;
Pengujian unit facade curtain wall tida
dibahas; Keselamatan kerja dalam proses
fabrikasi dan pelaksanaan di lapangan
tidak
dibahas;
Manajemen
waktu
pelaksanaan hanya membahas faktor
penyebab keterlambatan pekerjaan ;
Pembahasan komponen material facade

TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN CUTAIN WALL (Revmen - Trijeti)

curtain wall meliputi Rangka aluminium,


Kaca , Silicon selanat, Seting block dan
gasket , Anchor, bracket dan fastener ;
Pembahasan
metode
fabrikasi
dilaksanakan di pabrik hanya meliputi
Perakitan (assembling) unit facade curtain
wall , Proses pemasangan kaca, Proses
pemasangan silicon selanat, Packing unit
curtain wall ; Pembahasan metode
pemasangan di lapangan hanya meliputi
Pengukuran / marking, Pemasangan
embeded anchor (Halfen system embeded),
Transport unitized ke terminal ke tiap 5
lantai , Pemasangan bracket fastener ,
Pemasangan dan penyetelan unit facade
curtain wall, Pemeriksaan (Quality
Control) ;Analisa struktur material curtain
wall meliputi Perhitungan beban angin ,
Perhitungan kekuatan rangka vertical
(mullion male) , Perhitungan kekuatan
rangka vertical
(mullion female) ,
Perhirungan kekuatan rangaka horizontal
(transome) ,Analisis perhitungan kekuatan
rangka facade curtain wall menggunakan
metode perhitungan manual,Analisis

Shanghai World
Financial Center-Cina

perhitungan kekuatan rangka facade


curtain
wall
untuk
mengatasi
permasalahan yang timbul menggunakan
software SAP 2000.V12
LANDASAN TEORI
Kata facad atau faade berasal dari
bahasa latin yaitu facies yang berari
wajah utama atau tampak dari bangunan
yang dapat dilihat dari jalan atau area
public lainya. Elemen - elemen faade
dapat bermacam - macam bagian mulai
dari permukaan dinding, struktur,
pengaturan bukaan dan ornamentasi.
Dapat diartikan juga kulit luar bangunan
(building
covered),
pembungkus
bangunan, bentuk dinding tirai (curtain
wall) atau dinding jendela (window wall).
Pada umumnya facade curtain wall terdiri
dari frame aluminium dengan bahan
pengisi kaca, aluminium composite panel
atau material lain seperti beton pra cetak,
batu alam dan plat metal lain.

Bakri Tower - Indonesia

BNI 46 Tower - Indonesia

Gambar 1.Facade curtain wall unitiez sestim gedung bertingkat tinggi Sumber .
www.google.comfacade curtain wall
Ketentuan - ketentuan dominan metode
pelaksanaan dan analisa struktur rangka
facade
curtain
wallyang
dapat
menyebabkan kegagalan antara lain
Integritas struktural ,Beban mati , Beban
angin

Komponen dari material facade curtain


wall yang menerima beban mati dan
beban angin : Rangka vertical (mullion
male dan female), menerima beban angin
;
Rangka
horizontal
(transome),
memerima beban mati akibat berat kaca
51 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2| April 2015

dan beban angin ; Kaca, meneriama beban


angin ; Anchor (embeded, fastener dan
bracket) meneriama beban akibat gaya
yang bekerja pada mullion dan transome
Steel bracing, menerima beban agin dan
gaya yang bekerja padaaluminium mullion
dan transome
Kegagalan Facade curtain wall : Tingkat
kebocoran urada dan air, Material kaca
pecah , Komponen material facade curtain
walllepas dari dudukan semula
Komponen material facade curtain wall :
Rangka Aluminium

Tabel
1.Bidang
penggunaan
atau
pemakaian panduan aluminium untuk
extrusi,Sumber. SII 0695-82 Hal 5
Komponen utama dari facade curtain wall
yang menggunakan bahan aluminium
adalah :Rangka vertical facade curtain
wall (mullion male dan female), Rangka
Horizontal
facade
curtain
wall(transome).Area penerima beban
angin pada rangka vertical dan horizontal
facade curtain wall (gambar 2).

1.Mullion

2.Transome

1.Mullion

2.Transome

Gambar 2. Area penerima beban angin pada modul facade curtain wall.Sumber. Lembaga
Pendidikan dan Pengujian Faade Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Lendutan rangka mullion akibat beban
angina (wind pressured)
Untuk facade curtain wall dengan
kaca rangkap tertutup, lenturan
tersebut tidak boleh melebihi /175
panjang bebas frame tersebut.

52 | K o n s t r u k s i a

Besarnya defleksi () yang terjadi


adalah :
Tegangan pada rangka vertical dan
horizontal facade curtain wall
Tegangan bending yang diijinkan
(Allowable bending stress ( ) )= 1600
kg/cm2, untuk beberapa material yang

TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN CUTAIN WALL (Revmen - Trijeti)

biasa dipergunakanAluminium Ekstrusi


( E = 7 x 105 kgf/cm2 ) [1]

max

max

5. . 4

384 EI

Perhitungan kekuatan transome akibat


beban kaca :
Dalam sistem curtain wall perhitungan
kekuatan transome lebih dititik
beratkan pada perhitungan beban
vertikal (beban akibat material kaca)
dibandingkan dengan beban horizontal
(beban angin ). Defleksi ( ) dan
tegangan ( ) yang terjadi pada
transome tidak boleh lebih besar dari
pada defleksi dan tegangan yang
diijinkan. Kondisi tersebut dapat ditulis
sebagai berikut :<al
; <fb
Kaca
Kegagalan komponen kaca pada
perencaan dan pemasangan dilapangan
dapat terjadi, menyebabkan tidak
hanya bahaya langsung dan serius bagi
orang-orang, tetapi juga bangunan
menjadi tidak layak untuk digunakan
dan
dinyatakan
tidak
dapat
diakses.Tingkat bahaya yang diwakili
oleh pecahnya kaca tergantung pada
jenis kaca itu sendiri . Jenis kaca yang
sering digunakan pada facade curtain
wall diantaranya :Kaca polos atau clear
glass ( Single Gals ) ; Kaca bewarna atau
Tinted Glass ( Single Gals ) ; Kaca
revlektif atau revlektif glass ( Single
Gals ); Kaca Tempered atau tempered
galss ( Single Gals ) ; Kaca Laminated ;
Kaca double ( insulating glass )
Silicon Sealant dan Gasket
Sebagai bahan penutup antara kaca dan
aluminium profil pada aluminium
curtain wall maupun aluminium
composite
panel
dianjurkan
menggunakan bahan silicon sealant,
biasanya disebut juga weather sealant
adapun sealant khusus untuk stucture

glass bahan sama dengan silicon sealat


dengan karekter kekuatan pada daya
rekat yang tinggi disebut structure
sealant atau structur glased. Sedangkan
penutup pada sambungan beton
dengan aluminium biasanya digunakan
jenis sealant polysulphide sealant
dimana daya muainya duakali lipat.
Sedangkan sealant yang dipakai
penutup sambungan aluminium antara
horizontal dan vertical pada bagian
belakan adalah jenis polysulphide
sealant
yang mempunyai karakter
sangat melekat tetapi tidak mengering
yang penggunaanya untuk mencegah
kebocoran air pada sambungan
tersebut. Berikut dalah pengaplikasian
silicon sealant menurut jenis dan
kareakternya.
Seting block
Modifikasi pemasangan facade curtain
wall di lapangan tentunya akan
menyebabkan kegagalan pada sistim
curtain wall dan juga berpengaruh
kepada
kinerja
material
yang
berhubungan
langsung
dengan
material tersebut. Salah satunya adalah
pemasangan
seting
block
yang
berfungsi sebagai dudukan kaca
terhadap rangka aluminium transome.,
seringkali ditemukan pemasangan yang
tidak memenuhi persyaratan yang
telah di tentukan.
Sistem Anchor:Anchor curtain wall terdiri
dari embeded dan bracket fastener.
Material ini merupakan material yang
sangat penting dalam komponen facade
cutrain wall yaitu sebagai bahan
pengikat unit - unit curtain wall dengan
struktur utama bangunan.
Type aluminium facade curtain wall
- Stick system :Karakteristik dari
sistim ini adalah relatif murah dari
segi biaya akan tetapi memiliki
kelemahan dalam pencapaian hasil
yang maximal yaitu dari segi
53 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2| April 2015

penyesuaian
dengan
kondisi
lapangan ( struktur bangunan )
dan akurasi dimensi yang kurang

sempurna, di sisi lain sistim ini


juga membutuhkan banyak tenaga
dalam pemasangan di lapangan.

Gambar 3. Sistem stick mulion facade curtain wall. Sumber: Facade Principales of
contruction
Unitized sestim : Untuk teknologi modern
curtain wall unitized system ini diciptakan
untuk digunakan pada curtain wall
gedung bertingkat tinggi . Sistem ini
seluruhnya terdiri dari unit bingkai besar
pra-dirakit di pabrik. Dimana tiang curtain
wallyang merupakan anggota vertikal
(mullion)dan
bagian
horizontal
tenaga cenderung lebih sedikit di
bandingkan dengan sistim stick mullion .

(transomen) berikut kaca atau aluminium


composite panel dan pemasangan
material pendukung (gasket, silicon
sealant, bacing spandrel) di lakukan di
pabrik. Semua produksi seluruh unit
curtain wall di kendalikan di pabrik
dimana semua proses produksi dapat di
periksa dengan hati - hati, dan pemakaian

[12]

Gambar 4. Facade curtain wall unitized sistim. Sumber : Facade Principales of


contruction

54 | K o n s t r u k s i a

TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN CUTAIN WALL (Revmen - Trijeti)

DATA &ANALISA :
Kekuatan material rangka ( frame )
aluminium facade curtain wall

Berikut data proyek aluminium facade


curtain wall pada gedung pada Tower 2.
- Denah lantai typical gedung lantai 2nd
floor 26 th floor dengan ketinngian
antar lanta 4, 2 meter

Gambar 5 :Denah lantai typical gedung lantai 2nd floor 26 th floor

2 bangunan 100 meter dari


- Tinggi
lantai ground floor top roof area
yang dianalisa hanya pada lantai
typical 2nd floor 26 th floor).
- Sistem faade yang digunakan
adalah sitem unitized
- Tinggi dari lefel finish lantai ( FFL )
terhadap plafon 2,8 meter
- Jarak antar modul vertical adalah
1,6 meter dan terdapat empat modul
horizontal dengan jarak antar modul
horizontal.

( - ) 90,29 kg/m2 sedangkan beban angin


yang di syaratkan oleh pihak perencana
120 kg/m2 dan dalam perhitungan
analisis kekuatan rangka facade curtain
wall menggunakan beban angin Wind
Pressured 120 kg/m2.
Spesifikasi material rangka alumunium
facade curtain wall yang digunakan pada
lantai typical 2nd floor 26 th floor.
2

Yield Stress for 6063-T6 (allow) = 1600 Kg/cm


Weight of glass, 14 mm (w) =

Analisis beban angin


- Lokasi bangunan
=
Jakarta (kategori 4, sesuai SII 064982)
- Tinggi bangunan
= 100
meter
- Kecepatan angina
=
30
m/dt (SII 6049-82, hal 29-30)
- Koefesien beban angin ( c ) = 1,13
(SII 6019-82, hal 30)

35 Kg/m

Aluminium Deflection = 1 / 175 L or max 2.0 cm ( ASTM E 330-02 )


Glass Deflection = 1/90 L

( ASTM E 330 )

Shear Factor Female = Ix Female / (Ix Female + Ix Male)


= 119 / (119 + 134)
= 0,471
Shear Factor Male = Ix Male / (Ix Female + Ix Male)
= 134 / (134 + 119)
= 0,529
Modulus Elasticity (Ealuminium) =

Dari hasil analisis untuk beban angin


positif Wind Pressured ( + ) 60,19 kg/m2
dan beban angina negative Wind Pressured

( LP2FUI )

700000

kg/cm

Analisis perhitungan kekuatan rangka


vertical( mullion male) akibat beban angin.
55 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2| April 2015

4200

Gambar6 : Bidang area pada facade curtain wall( mullion male) yang menerima beban angin
Bending Momen & Joint Reaction

Strength
Calculation
of of
Male
Mullion
Without
Bracing
Strength
Calculation
Male
Mullion
Without
Bracing

Calculation
Wind Load (WL) = WP x Sf x m

Dimention
Properties
Dimention
Properties
2 2
Negative
Press
(WP)
=
120
kg/m
Negative Press (WP) =
120
kg/m kg/cm
kg/cm
Modul
(m)(m)
= =
160
cmcm
Modul
160
Shear
Factor
(Sf)(Sf)
= =
Shear
Factor
H mullion
(h)(h)
= =
H mullion

= x x 160
=

0,90 kg/cm

Joint Reaction

0,471
0,471
420
cmcm
420

Joint at top bracket = WL x h / 2


(Ja) = 1 x 420 / 2
=

Dimention
of of
Mullion
= Male
Mullion
Dimention
Mullion
= Male
Mullion
2
Yield
Stress
= = 1600
kg/cm
Yield
Stress
1600
kg/cm2

189,9 kg

Momen max (Mmax) = WL x h2 / 8

4 4
Inertia
x axis
(Ix)(Ix)
= = 133,91
cmcm
Inertia
x axis
133,91
3 3
Modulus
Sect
(Zx)
= = 15,94
cmcm
Modulus
Sect
(Zx)
15,94

Mullion = 1 x 420 ^2 / 2
=

79742,7 kg.cm

Stress yield = Mmax / Zx


= 79.743 / 16
=

5003,94 kg/cm2

< 1.600kg/cm

NOT OK!!

Max defl yield = Hb / 175


= 420 / 175
=

1,68 cm or max 2cm


4

Max Deflection = 5 x Wl x h / 384 x E x Ix


= 5 x 1^4 / 384 x 700000 x 134
=

3,91 cm

Analisis perhitungan kekuatan rangka horizontal ( transome ) akibat beban angin dan beban
mati.

Daerah
yang di
ditinjau

Gambar7 : Bidang area pada facade curtain wall( transome ) yang menerima beban angin
56 | K o n s t r u k s i a

TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN CUTAIN WALL (Revmen - Trijeti)


Dimention Properties

Akibat beban angin

120 kg/m2 kg/cm

Wind Pressure (Wp) =


Modul (m) =

160 cm

Trans to Trans (Tt) =

130 cm

Thick of glass (Tg) =

1,4 cm (8 + 6) Double Glass

Exentricity (e) =

Calculation
Joint Reaction effect = 1/2 x WL x m

3,3 cm

Wind Load = 1/2 x 2 x 160

Dimention of Trans = Transome 70 x 81

124,8 kg

1600 kg/cm2

Yield Stress =
Inertia x axis (Ix) =

39,25 cm4

Inertia y axis (Iy) =

39,43 cm4

Modulus Sect (Zx) =

11,22 cm

Modulus Sect (Zy) =

8,76 cm3

Mmax effect WL = WL x m x / 8
= 2 x 160^2 x / 8

Load Calculation

4992 kg.cm

Yield Stress = Mmax WL / Zy


effect WL = 4.992 / 9

Wind Load (WL) = WP x Tt


=

= x 130

445,12 kg/cm

< 1.600kg/cm

OK!!

1,56 kg/cm

Max defl yield = Hb / 175


Dead Load (DL) = 25 x Tg / 10000 x Tt

effect WL = 130 / 175

= 25 x 1 / 10000 x 130
=

0,455 kg/cm

0,74 cm

max Deflection = Wl x hb4 x 185 x E x Iy

Akibat beban mati ( berat material kaca )

effect WL 2 x 130^4 / 185 x 700000 x 39


Joint Reaction effect = 1/2 x DL x m x e

0,09 cm < 1cm

OK!!

Dead Load = 1/2 x x 160 x 3


=

120,12 kg
2

Mmax effect DL = DL x e x m x / 8
= x 3 x 160^2 x / 8
=

4804,8 kg.cm

Stress yield = Mmax effect DL / Zx


effect DL = 4.805 / 11
=

428,43 kg/cm

< 1.600kg/cm

OK!!

max Deflection = DL x e x hb x 185 x E x Ix


effect DL x 3 x 160^4 / 185 x 700000 x 39
=

0,19 cm < 0.2 cm

OK!!

Hasil analisis rangka vertical ( mulion male & female ) dan rangka horizontal ( transome )
dapat disimpulkan :
Syarat
Material

Gambar

Hasil Analisis

Kesimpulan

Stress yield ( )

Deflection ( )

Stress yield ( )

Deflection ( )

kg/cm

L/ 175 cm

kg/cm

cm

Mullion Male ( Wind Load )

1600,00

1,68

5003,94

3,91

Not ok

Mullion Female ( Wind Load )

1600,00

1,68

5553,50

4,39

Not ok

Transome ( Wind Load )

1600,00

0,74

445,12

0,09

Ok

Transome( Dead Load )

1600,00

0,74

428,43

0,19

Ok

Tabel 2:Hasil analisis perhitungan kekuatan rangka facade curtain wall

57 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2| April 2015

Hasil analisis menunjukan bahwa untuk


rangka vertical ( mullion male & female )
tidak memenuhi syarat yang di tentukan.
Upaya untuk mengatasinya dengan tidak
merubah profil aluminium rangka vertical
( mullion male & female ) dengan
memperpendek bentangan.
Pelaksanaan facade curtain wall di
lapangan
Dalam proses instalasi di lapangan banyak
hal - hal yang mempengaruhi kegagalan
facade
curtain
wall
baik
yang
berhubungan dengan lingkup pekerjaan
lain yang terkait terutama sekali struktur
utama gedung diantaranya :Toleransi
dengan
struktur
utama
gedung
(Pemasangan embeded anchor yang tidak
tepat ; Pemasangan unit curtain wall yg
kurang sempurna; Penyetelan unit facade
curtain wall ; Penasangan silicon sealant);
Sistim modifikasi facade curtain wall
akibat penyesuain dengan kondisi
struktur utama gedung

maximal yang di syaratkan . Salah


satu upaya untuk mengatasi hal ini
dengan tidak merubah profil
alumunium
adalah
dengan
memperpendek bentangan rangka
vertical (mullion male & female)
dengan
menambahkan
steel
bracingdengan material besi L
50.50.5 mm
pada area bacing
spandrel.
Perhitungan
kekuatan
rangka
vertical (mullionmale) akibat beban
angin dengan menambahkan steel
bracing,
analisis
menggunakan
sortware SAP 2000.V12 : Diperoleh
tegangan maximal = 202,91 kg/cm2
dan defleksi maximal = 0,909 cm
(Mullion male)
Perhitungan
kekuatan
rangka
vertical
(mullionfemale) akibat
beban angin dengan menambahkan
bracing
analisis
menggunakan
sortware SAP 2000 : Diperoleh
tegangan maximal = 179,05 kg/cm2
dan defleksi maximal = 0.900 cm
(Mullion Female)

Upaya Mengatasi Kegagalan Facade


curtain wall
Mengatasi
kegagalan
kekutan
rangka vertical :Rangka vertical
(mullion male & female) tidak
memenuhi syarat yang ditentukan
untuk tegangan dan lendutan

Hasil analisis rangka vertical (mulion male


& female) memperpendek bentangan
dengan menambahkan steel bracing dapat
disimpulkan :

Syarat
Material

Gambar

Hasil Analisis

Kesimpulan

Stress yield ( )

Deflection ( )

Stress yield ( )

Deflection ( )

kg/cm

L/ 175 cm

kg/cm

cm

Mullion Male ( Wind Load )

1600,00

1,33

202,91

0,91

Ok

Mullion Female ( Wind Load )

1600,00

1,33

179,05

0,90

Ok

Tabel
3 :Hasil analisis kekuatan
rangka
vertical445,12
(mullion 0,09
male & female)
Transome ( Wind Load )
1600,00
0,74
Ok
memperpendek bentangan dengan menambahkan steel bracing.
Transome( Dead Load )

1600,00

Mengatasi kegagalan pelaksanaan facade


curtain wall dalam proses pemasangan di
lapangan

58 | K o n s t r u k s i a

0,74

428,43

0,19

Ok

1. Kegagalan pemasangan embeded


anchor ( gambar 4.9 ) pada lantai 22
th floor 25 th floor, maka embeded
anchor terdebut tidak dapat

TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN CUTAIN WALL (Revmen - Trijeti)

digunakan , sebaiknya mengganti


dengan sistem chemical anchor yang
telah di perhitungkan sebelumnya.

Gambar8 : Sistem chemical anchor


2. Pihak kontraktor facade curtain
wallharus
mengikuti
proses
pengecoran
berlangsung
dan
mengontrol pemasangan embedded
anchor secara berkelanjutan.
3. Pemasangan unit curtain wall
sambungan nat antar unit curtain
wall pada lantai 16 19 th floor
tidak sesuai dengan shop drawing =
10 mm, dalam hal ini salah satu dari
unit curtain wall tersebut harus
diganti untuk mendapatkan nat yang
diharapkan dan tidak dibenarkan
menambah material pemutup celah
kekurangan nat tersebut karena
akan menyebabkan kebocoran air
dan udara. Untuk pemasangan
sealant pada sambungan unit
curtain wall harus sempurna
danmengikuti
prosedur
dari
produsen material silicon sealant
yang digunakan.
4. Penyetelan unit facade curtain wall
terapat Locing pin yang tidak di
pasang lantai typical 25 th floor,
dalam hal ini perlunya pemeriksaan
dari pihak quality control dari pihak
kontraktor maupun dari pihak
managemen konstruksi ( MK )
5. Pemasangan silicon sealant yang
tidak sempurna pada lantai typical

17 th floor 20 th floor, perlunya


pemeriksaan dari pihak quality
control dari pihak kontraktor
maupun dari pihak managemen
konstruksi ( MK ) dan pemahaman
akan sistem pemasangan silicon
sealant oleh pekerja pemasangan.
6. Sistim
modifikasi
pemasangan
bracket fastener yang tidak sesuai
dengan standar pemasangan, upaya
untuk mengatasinya dengan mengisi
celah antara level lantai dengan
elevasi bracket fastener dengan
material yang disyaratkan seperti
semen grouting yang telah di
rekomendasikan

Semen
Grouting

Gambar9 : Pemasangan semen grouting


Mengatasi Kegagalan
Facade curtain wal

Pemeliharan

Pemeliharaan facade curtain wall baik


dalam proses konstruksi dan setelah
masa operasional gedung sangatlah
penting, untuk memastikan sistem dari
facade curtain wall dapat berfungsi
secara maximal. Pada area pemasangan
unit curtain wall selanjutnya ( gambar
4.14 ) lantai 20 th floor
harus
dibersihkan terlebih dahulu dari
kotoran seperti sampah plastik dan
adukan beton yang menempel, jika
tidak maka hal ini akan merusak sistem
drain facade curtain wall yang
menyebabkan kebocoran air dari area
luar gedung. Untuk jangka panjang
59 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2| April 2015

pemeliharaan facade curtain wall


sebaiknya
dilakukan
pengecekan
secara teratur oleh pemilik gedung. Hal
yang sering di temukan dalam proses
pemeliharaaan diantaranya :
Tanda air dan karat yang
menempel pada rangka facade
curtain wall bagian dalam gedung.
Kelembaban yang muncul di area
bagian belakang facade curtain
wall.
Perubahan bentuk, warna dan
terhadi retak pada silicon sealant
dan terjadi keretakan hal ini di
pengaruhi oleh merk dan type
silicon sealant yang digunakan dan
metode pelaksanaan yang kurang
sempurna.

Kondisi silicon
sealant yang
sudah rusak

Gambar 10 :Kondisi silicon sealant yang


sudah rusak akibat factor cuaca
-

Metode perbaikan silicon sealant


dengan melepas material silicon
sealant yang rusak dan mengganti
dengan material silicon sealant
yang baru.
Gasket yang longar bahkan pelas
dari dudukan rangka facade
curtain wall untuk Untuk material
gasket yang longgar atau lepas dari
dudukan
semula
sebaiknya
mengganti dengan material gasket
yang baru.

60 | K o n s t r u k s i a

Kondisi gasket
yang lepas
dari rangka
faade curtain
wall

Gambar 11 :Gasket kaca lepas dari


dudukan rengka facade curtain wall
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan
analisis kegagalan facade curtain wall
pada gedung bertingkat tinggi yang
didapat disimpulkan hal hal sebagai
berikut :
Berdasarkan analisa, bahwa salah satu
faktor dari kegagalan facade curtain
wall adalah faktor defleksi dari rangka
curtain wall yang tidak memenuhi
syarat yang di tentukan. Selain
kegagalan dari rangka facade curtain
wall itu sendiri, hal ini berdampak
terhadap kegagalan material lainya
yang menempel langsung terhadap
rangka facade curtain wall diantaranya
material silicon sealant, gasket dan
kaca
yang
nantinya
akan
menyebabkan
potensi
penyebab
kebocoran air hujan yang masuk ke
dalam area gedung . Upaya untuk
mengatasi hal ini, dengan tidak
merubah luas penampang dari profil
rangka aluminium facade curtain wall
yaitu
dengan
memperpendek
bentangan untuk rangka vertical (
mullion male dan female ) dengan
menambahkan steel bracing pada area
backing spandrel sehingga defleksi
yang disyaratkan dapat tercapai.
Proses pemasangan facade curtain
wall di lapangan yang tidak sesuai
dengan syarat yang ditentukan
diantaranya, kegagalan pemasangan
embeded anchor, pemasangan dan

TINJAUAN METODE PELAKSANAAN AKIBAT KERUSAKAN CUTAIN WALL (Revmen - Trijeti)

penyetelan unit curtain wal yang tidak


sesuai dengan syarat yang telah
ditetapkan, pemasangan silicon sealan
yang tidak sempurna dan modifikasi
sistem pemasangan facade curtain
wall. Jika hal ini diabaikan dan tidak
diatasi, merupakan faktor utama yang
mempengaruhi
tidak
berjalanya
sistem dari facade curtain wall
terhadap kebocoran air dan kegagalan
konstruksi facade curtain wall. Dalam
hal ini perlunya pemeriksaan dan
pengecekan secara berkala dan
continue.
Kegagalan pemasangan embeded pada
lantai 22 th floor 25 th floor, maka
embeded anchor terdebut tidak dapat
digunakan , sebaiknya mengganti
dengan sistem chemical anchor yang
telah di perhitungkan sebelumnya.
Pemasangan
unit
curtain
wall
sambungan nat antar unit curtain wall
pada lantai 16 19 th floor tidak
sesuai dengan shop drawing = 10 mm,
dalam hal ini salah satu dari unit
curtain wall tersebut harus diganti
untuk
mendapatkan
nat
yang
diharapkan dan tidak dibenarkan
menambah material pemutup celah
kekurangan nat tersebut karena akan
menyebabkan kebocoran air dan
udara. Untuk pemasangan sealant
pada sambungan unit curtain wall
harus
sempurna
danmengikuti
prosedur dari produsen material
silicon sealant yang digunakan.
Sistim modifikasi pemasangan bracket
fastener yang tidak sesuai dengan
standar pemasangan, upaya untuk
mengatasinya dengan mengisi celah
antara level lantai dengan elevasi
bracket fastener dengan material yang
disyaratkan seperti semen grouting
yang telah di rekomendasikan

Pemeliharaan facade curtain wall baik


dalam proses konstruksi dan setelah
proyek diserah terimakan kepada
pemilik gedung ( owner) sangatlah
penting, untuk memastikan sistem
dari facade curtain wall dapat
berfungsi
secara
makimal.
Pengetahuan akan sistem dari facade
curtain wall sangatlah penting
terutama sekali bagi pihak maintanace
pemilik gedung yang akan melakukan
pengecekan secara berkala

DAFTAR PUSTAKA
1.

Building Exterior Sulution, AMY M.


PEEVEY, RRO, PE, CDT
2. Common Instalation Problem for
aluminium framed curtain wall systims
AMY M. PEEVEY, RRO, PE,
CDTBUILDING EXTERIOR SOLUTIONS,
LLC
3. Disertation Curtain Wall
Wong_Wan_Sie_2007
4. Facade Principales of contruction
byUlrich Knaack, Tillmann Klein,
Marcel Bilow, Thomas Auer
5. Glass and Aluminium Curtain wall
Systems by Rick Quirouette, B. Arch.
6. LeassonLearned From Curtain wall
Failure investigation Water Leakage
In Glazes Curtain Wall Systems: Cause
Efect & Cure by William De Smith
7. Journal Preventing and Treating
Failure in Glazed Curtain Wall
SystemsRussell M. Sanders, AIA and
Craig A. Hargrove, AIA LEED AP
8. LeassonLearned From Curtain wall
Failure investigation Water Leakage
In Glazes Curtain Wall Systems: Cause
Efect & Cure by William De Smith
9. Lembaga Pendidikan dan Pengujian
Faade Fakultas Teknik Universitas
Indonesia ( LP2FUI )
10. Russell M. Sanders, AIA dan Craig A.
Hargrove, AIA, LEED AP
61 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2| April 2015

11. Review of curtain wall, fungsing on


design problem and solution,
Karolkazmierczak
12. Standar Industri Indonesia ( SII )
13. The Role of the Building Faade Curtain WallsDudley McFarquhar,
Ph.D, P.E.

62 | K o n s t r u k s i a

PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. Sarwono.)

PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN


PROYEK KONSTRUKSI
Oleh :
Ade Nurmala
Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email : dede_ade27@yahoo.com
Sarwono Hardjomuljadi
Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email : info@sarwonohm.com
ABSTRAK : Variation order dapat disebabkan dari berbagai pihak yang terkait pada pelaksanaan proyek
konstruksi. Hal ini yang menyebabkan perubahan perencanaan sehingga pelaksanaan pekerjaan tidak
sesuai dengan perencanaan awal dan biaya yang telah ditentukan. Untuk mengetahui penyebab
variation order dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner kepada pihak-pihak yang terkait pada
pelaksanaan konstruksi. Analisa data kuisioner menggunakan program SPSS 19.0 for Windows dengan
metode analisis deskriptif dan analisis rangking. Dari hasil penelitian didapatkan urutan rangking
faktor-faktor yang menjadi penyebab variation order. Dampak variation order dikaji pada data dokumen
kontrak addendum untuk mengetahui berapa besar penambahan biaya yang terjadi akibat adanya
variation order yang dituangkan dalam bentuk tabel dan grafik dengan menggunakan Microsoft Excel
untuk mempercepat perhitungan dan penjumlahan.
Kata Kunci : variation order, penyebab, dampak.
ABSTRACT : Variation order can be caused from various related parties in a construction project
implementation. These things that cause to change planning so that the implementation of the work is not
in accordance with advance planning and the money that has been determined. To determine the cause of
variation order done by means of a questionnaire to the spread of related stakeholders during the
implementation of construction. Data available for analysis kuisioner using program for SPSS 19.0
windows with the method of analysis descriptive and analysis ranking. Of research results obtained an
order of ranking factors variation be the cause of the order. The impact of variation order examined data
on documents addendum contract to know how much the addition of the cost of occurring due to the
presence of variation new orders were carried out through the table and charts by using microsoft excel to
hasten calculation and a summation.
Keyword : variation order, couse, impact

PENDAHULUAN
Pelaksanaan proyek konstruksi secara
umum dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan sementara yang berlangsung
dalam jangka waktu yang terbatas, dengan
alokasi sumber daya tertentu untuk
menghasilkan produk yang kriteria
mutunya telah ditentukan dengan jelas.
Dalam proses pelaksanaan sebuah proyek
konstruksi sering dihadapkan pada
permasalahan yaitu terjadinya perubahan-

perubahan selama masa kontrak konstruksi


dimana perubahan itu dapat disebabkan
dari berbagai pihak yang terkait dalam
pelaksanaan proyek konstruksi. Hal ini
menyebabkan perubahan perencanaan
awal
sehingga
terjadi
perubahanperubahan
desain
atau
perubahan
spesifikasi yang biasa disebut variation
order.
Variation Order dalam proyek konstruksi
bisa berupa penambahan atau pengurangan
63 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

volume pekerjaan yang tercantum dalam


kontrak, penambahaan atau pengurangan
jenis pekerjaan, dan perubahan spesifikasi
teknis sesuai dengan kebutuhan lapangan.
Perubahan-perubahan yang terjadi ini
mengakibatkan perubahan penjadwalan
pekerjaan proyek dan pembengkakan biaya
(cost overruns).
Dari latar belakang tersebut diuraikan
permasalahan sebagai berikut:
1.
Faktor-faktor apa saja yang menjadi
penyebab terjadinya variation order
pada proyek konstruksi ?
2.
Dampak apa yang terjadi akibat
adanya variation order pada proyek
konstruksi ?
1.
Proyek Konstruksi
Proyek Konstruksi merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang di bedakan atas
dua jenis yaitu kegiatan rutin dan kegiatan
proyek, kegiatan rutian yaitu suatu
kegiatan yang terus menerus berlangsung
dan berlangsung lama. Kegiatan proyek
yaitu suatu kegiatan yang hanya
dilaksanakan satu
kali dan umumnya
berlangsung dalam jangka waktu yang
pendek atau dengan kata lain kegiatan
proyek dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan sementara yang berlangsung
dalam jangka waktu terbatas, dengan
alokasi sumber daya tertentu.
2.
Variation Order (VO)
Variation order merupakan hal yang sering
terjadi
dalam
pelaksanaan
proyek
konstruksi gedung maupun sipil. Variation
order
ini
merupakan
bentuk
penyempurnaan design yang sudah ada di
dalam sebuah kontrak pekerjaan. Secara
singkat variation order dapat didefinisikan
sebagai modifikasi dari original kontrak
(Schaulfelbeger & Holm, 2002). Menurut
Fisk (2006) variation order merupakan
64 | K o n s t r u k s i a

suatu kesepakatan antara pemilik dan


kontraktor untuk menegaskan adanya
perubahan-perubahan rencana dan jumlah
kompensasi biaya kepada kontraktor yang
terjadi pada saat pelaksanaan konstruksi,
setelah penandatanganan kerja antara
pemilik dan kontraktor.
Tujuan Variation Order antara lain :
1.
Untuk mengubah rencana kontrak
dengan adanya metode khusus dalam
pembayaran.
2.
Untuk
mengubah
spesifikasi
pekerjaan,
termasuk
perubahan
pembayaran dan waktu kontrak dari
sebelumnya.
3.
Untuk
persetujuan
tambahan
pekerjaan baru, dalam hal ini
termasuk
pembayaran
dan
perubahan dalam kontrak.
4.
Untuk tujuan administrasi dalam
menetapkan metode pembayaran
kerja extra maupun penambahannya.
5.
Untuk
mengikuti
penyesuaian
terhadap harga satuan kontrak bila
ada perubahan spesifikasi.
6.
Untuk pengajuan pengurangan biaya
insentif proposal bila ada perubahan
proposal value engineering.
7.
Untuk menyesuaikan schedule proyek
akibat perubahan.
8.
Untuk menghindari perselisihan
antara pihak kontraktor dengan
pemilik.
3.
Penyebab Timbulnya VO
Akibat adanya perubahan pekerjaan
seringkali menimbulkan masalah di pihak
penyedia jasa terlebih kedalam pekerjaan
yang menjadi semakin rumit. Berikut ini
faktor-faktor penyebab dari perubahan
pekerjaan menurut beberapa ahli.

PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. Sarwono.)

Tabel 4.1
No

Penyebab Variation Order

Perubahan Desain

Desain yang tidak sempurna

Referensi
A B C D E F G
x

x
x

Desain yang dibuat pada saat yang sudah lewat

(tidak up to date)

Investigasi yang tidak bagus/akurat

Spesifikasi yang tidak lengkap

Perubahan spesifikasi material

Pertimbangan keselamatan kerja dilapangan

Pertimbangan keamanan dilapangan kerja

Penafsiran yang berbeda dari pihak perencana

10

Penundaan pekerjaan

11

Percepatan pekerjaan

12

Penambahan scope pekerjaan

13

Pengurangan scope pekerjaan

14

Keterbatasan akses dilapangan

15

Perubahan dalam metode kerja/Urutan


pelaksanaan

x
x
x

x
x

16

Perubahan peraturan pemerintah

17

Kontrak yang tidak lengkap

18

Kurang jelasnya pasal-pasal dalam kontrak

19

Ekskalasi harga

20

Faktor cuaca ekstrem

65 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Keterangan Tabel 4.1 :


A.
Hsieh, Lu & Wu (Murni, 2003)
B.
Barrie & Paulso (1992)
C.
Schaufelberger & Holm (Murni,
2007)
D.
Levy, Sidney M (2002)
E.
Soeharto (Murni,2007)
F.
Fisk, Edard (1992)
G.
Sarwono Hardjomuljadi. Dr, Ir,
Msc, MSBA, MPA, MDBF, ACIArb,
ACPE (2014)

4.

Dampak Variation Order terhadap


Kinerja Waktu Proyek
Dalam usaha mencapai tujuan proyek telah
ditentukan batasan, sebagai parameter
penting bagi penyelenggaran proyek
(soeharto, 1995), yakni dikenal dengan
triple
constrain,
terdiri
dari
biaya/anggaran,
jadwal/waktu
dan
mutu/kualitas.
Untuk
batasan
jadwal/waktu ini mengharuskan suatu
proyek dilaksanakan sesuai kurun waktu
dan tanggal akhir yang telah ditentukan.
Waktu penyelesaian konstruksi merupakan
salah satu keberhasilan proyek konstruksi
(Henry, 2005)
OBrien dan Zilly (1991) menjelaskan
bahwa jumlah perubahan yang besar dapat
mempunyai suatu pengaruh yang komulatif
dan mengganggu. Apabila dampak ini tidak
dikompensasi dalam variation order dapat
menurunkan kinerja waktu pekerjaan.
Perubahan atas terjadinya variation order
terhadap kinerja waktu bisa dengan adanya
penambahan waktu, sehingga waktu
penyelesaian pekerjaan konstruksi proyek
secara keseluruhan menjadi lebih lambat
dari jadwal kontrak. Perubahan termin
waktu proyek karena adanya penambahan
waktu sebagai dampak dari timbulnya
permintaan perubahan pekerjaan, dapat
menjadikan suatu proyek mengalami
66 | K o n s t r u k s i a

penundaan (delay) Untuk itu variation


order mejadi salah satu penyebab utama
dari penundaan proyek, selain menjadi
sumber
dari
beberapa
perselisihan
(dispute) pada industri konstruksi saat ini
(Othman, Hassan, & Pasquire, 2004).
Perubahan yang disebabkan adanya
modifikasi kontrak, modifikasi desain dan
perubahan pada meterial serta spesifikasi
oleh pemilik proyek, karena adanya
perbedaan dengan kondisi site selama
konstruksi proyek berlangsung, kesalahan
dan tidak selesainya desain oleh perencana
dan kesalahan melakukan survey atau
investigasi terhadap site, menjadi penyebab
utama terjadinya penundaan konstruksi
proyek bangunan (El Razek, Bassoni &
Mobarak, 2008).
5.

Tahapan Proses Variation Order


Semakin jauh kemajuan proyek,
akan semakin besar dampak yang
diakibatkan oleh perubahan lingkup kerja.
menurut Fisk dan Reynold (2006) terdapat
4 (empat) tahapan dasar berkaitan dengan
pelaksanaan proses perubahan pekerjaan,
yaitu :
1.
Permintaan perubahan pekerjaan
oleh initiator (bisa pihak kontraktor,
arsitek-engineer) untuk memperoleh
persetujuan dari pemilik proyek atau
arsitek-engineer.
2.
Selama permintaan persetujuan dari
initiator, diskusikan dengan pihak
kontraktor dan naskah dokumen dari
proposal variation order untuk
mengetahui dampak dari perubahaan
dalam kontrak waktu dan biaya.
3.
Pihak
kontraktor
mengajukan
proposal perubahan pekerjaan yang
telah ditandatangani kepada pemilik
proyek, yang menunjukan semua
biaya dan waktu tambahan yang
diminta.

PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. Sarwono.)

4.

Pemilik proyek menerima proposal


yang telah ditanda tangani dan
memerintahkan untuk pelaksanaan
pekerjaan yang telah disebutkan.

6.
Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek
penelitian hanya terdiri dari 3 proyek
konstruksi bangunan yaitu bangunan hotel,
bangunan perkantoran, dan bangunan
pusat perbelanjaan, penelitian ini akan
difokuskan untuk membahas penyebab dan
dampak Variation Order (VO), untuk
mengidentifikasi penyebab variation order
dilakukan dengan studi literatur yang dikaji
ulang dengan menggunakan kuesioner,
responden untuk kuesioner adalah pihakpihak yang berpentingan (stake holder)
antara lain pengguna jasa dan penyedia jasa
pada masing-masing proyek yang di tinjau,

sedangkan untuk dampak variation order


yang ditinjau hanya terbatas pada
penambahan biaya, tidak termasuk dampak
pada metode pelaksanaan dan perubahan
jadwal proyek, untuk mengidentifikasi
dampak variation order digunakan data
sekunder, data sekunder adalah data yang
berasal dari hasil studi literatur, atau data
publikasi lainnya data sekunder yng
digunakan untuk mengetahui dampak
variation order adalah literatur yang
terkait,dokumen addendum dan nilai
kontrak dari masing-masing proyek
konstruksi.
7. Gambaran Umum Responden
Berdasarkan hasil penelitian yang telah di
lakukan di masing-masing proyek, di
peroleh data responden sebagai berikut :

Data pribadi total responden dari segi gender


Jenis Kelamin

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Laki-laki

24

80.0

80.0

80.0

Perempuan

20.0

20.0

100.0

Total

30

100.0

100.0

Laki-laki

25

83.3

83.3

83.3

Perempuan

16.7

16.7

100.0

Total

30

100.0

100.0

Laki-laki

22

73.3

73.3

73.3

Perempuan

26.7

26.7

100.0

Proyek 1
Valid

Proyek 2
Valid

Proyek 3
Valid

67 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Jenis Kelamin

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Laki-laki

24

80.0

80.0

80.0

Perempuan

20.0

20.0

100.0

Total

30

100.0

100.0

Proyek 1
Valid

Berdasarkan hasil pada tabel 4.2 Data


pribadi total responden ketiga proyek dari
segi gender diperoleh hasil adalah jumlah
responden pegawai laki-laki sebanyak 71
orang sedangkan jumlah responden

pegawai wanita sebanyak 19 orang.


Berdasarkan hasil penelitian tersebut ,
menunjukan bahwa responden laki-laki
lebih banyak dari responden wanita yaitu
sebesar 78.9 %.

Data pribadi total responden dari segi pendidikan


Pendidikan

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

D3

13.3

13.3

13.3

Strata 1

24

80.0

80.0

93.3

Strata 2

16.7

16.7

100.0

Total

30

100.0

100.0

D3

6.7

6.7

6.7

Strata 1

23

76.7

76.7

83.4

Strata 2

16.6

16.6

100.0

Total

30

100.0

100.0

D3

6.7

6.7

Proyek 1
Valid

Proyek 2
Valid

Proyek 3
Valid

68 | K o n s t r u k s i a

6.7

PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. Sarwono.)

Strata 1

22

73.3

73.3

80

Strata 2

20.0

20.0

100.0

Total

30

100.0

100.0

Data pribadi total responden ketiga proyek


dari segi pendidikan diperoleh hasil sebagai
berikut D3 adalah 8 orang, Strata 1 (S1)
adalah 69 orang, Strata 2 (S2) adalah 13
orang. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut , menunjukan bahwa tingkat
pendidikan Strata 1 (S1) yang paling
banyak sebesar 76.7 %.
8.
Uji Validitas
Untuk pembahasan ini dilakukan uji
signifikansi koefisien korelasi pada taraf
signifikansi 0,05 atau signifikansi 5%.
Uji
signifikansi
dilakukan
dengan
membandingkan nilai r-hitung dengan rtabel untuk degredd of freedom (df) = n k,
dimana n adalah jumlah sampel dan k
merupakan jumlah butir pertanyaan dalam

suatu variabel. Pada riset ini, jumlah sample


(n) = 90 orang dan besarnya df dapat
dihitung 90 20 = 70, dengan df =70 dan
alpha 0,05 didapat r- tabel = 0,232 (lihat
tabel pada df = 70 dengan uji dua sisi).
Untuk menguji apakah masing-masing
indikator butir pertanyaan valid atau tidak,
dapat dilihat dari tampilan output Item
Total Statistic pada kolom Corrected Item
Total Correlation, bandingkan dengan hasil
perhitungan r-tabel = 0,232. Jika r hitung
yang merupakan nilai dari Corrected Item
Total Correlation lebih besar dari r tabel
maka butir pertanyaan tersebut dapat
dikatakan memenuhi syarat validitas.

Hasil Uji Validitas


Item-Total Statistics

Scale Mean if
Item Deleted

Scale
Variance if
Item Deleted

Corrected
Item-Total
Correlation

Cronbach's
Alpha if Item
Deleted

VAR00001

72,3000

208,954

,631

,925

VAR00002

72,3778

204,665

,685

,924

VAR00003

72,7333

193,748

,775

,922

VAR00004

72,6667

212,135

,449

,928

VAR00005

72,7111

190,005

,834

,920

VAR00006

72,4333

203,192

,593

,926

VAR00007

72,7333

203,793

,660

,924

69 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

VAR00008

72,6444

204,614

,587

,926

VAR00009

72,5889

206,245

,627

,925

VAR00010

72,5778

210,494

,493

,927

VAR00011

72,7444

201,810

,729

,923

VAR00012

72,4444

200,182

,758

,922

VAR00013

72,8444

208,088

,582

,926

VAR00014

72,5667

207,619

,556

,926

VAR00015

72,9000

204,720

,604

,925

VAR00016

72,7667

207,394

,553

,926

VAR00017

72,8667

208,027

,501

,928

VAR00018

72,8667

207,330

,557

,926

VAR00019

72,7556

212,794

,485

,928

VAR00020

72,7667

214,743

,399

,929

Pada kolom r-hitung atau Corrected ItemTotal Correlation tersebut menunjukan


semua butir pertanyaan 1 20 (V1 sampai
V20) dapat digunakan karena memiliki nilai
r hitung > r tabel atau nilai Corrected
Item-Total Correlation > 0,232 , sehingga
dapat dikatakan memenuhi syarat validitas.

jika nilai Cronbachs Alpha lebih besar dari


0,6.
Hasil Uji Reabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha

9. Uji Reabilitas
Pengujian reliabilitas dengan melakukan
perhitungan
koefisien
reliabilitas
mempergunakan Cronbachs Alpha. Hasil
hasil dari perhitungan dapat dilihat dalam
tabel di bawah ini. Dengan alat bantu
software SPSS versi 19.0
berikut
merupakan angka koefisien Cronbachs
Alpha dari masing-masing variabel pada
pengukuran yang digunakan oleh penelitian
ini. Pada program SPSS, metode ini
dilakukan dengan metode Cronbachs Alpha,
dimana suatu kuisioner dikatakan relliabel

70 | K o n s t r u k s i a

,929

N of Items
20

Dapat dilihat bahwa koefisien Cronbachs


Alpha dari variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah reliabel. Jadi semua
item pertanyaan / variabel yang digunakan
adalah
reliabel,
artinya
semuanya
pertanyaan reliabel / berkesinambungan
karena memiliki Cronbachs Alpha sebesar
0,929 (>0,6). Nilai ini menunjukan bahwa
indicator-indicator
yang
digunakan
mempunyai
ketepatan,
keakuratan,
kestabilan, atau konsistensi yang tinggi.

PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. Sarwono.)

10. Nilai rata-rata (mean) penyebab Variation Order

Penyebab Variation Order

No

Mean

Proyek 1
Skala
4
3
2
1

Mean

Proyek 2
Skala
4
3
2
1

Mean

Perubahan Desain

4,90

4,93

4,63

Desain yang tidak sempurna

4,53

4,33

4,47

Desain yang dibuat pada saat yang sudah lewat

4,20

3,77

4,03

Investigasi yang tidak bagus/akurat

3,43

3,10

3,60

Spesifikasi yang tidak lengkap

4,33

3,77

4,17

Perubahan spesifikasi material

4,70

3,97

4,23

Pertimbangan keselamatan kerja dilapangan

2,70

3,10

3,90

Pertimbangan keamanan kerja dilapangan

2,40

2,60

2,70

Penafsiran yang berbeda dari pihak perencana

2,33

2,83

2,93

10

Penundaan pekerjaan

3,57

3,43

3,70

11

Percepatan pekerjaan

4,27

3,47

4,13

12

Penambahan scope pekerjaan

4,77

3,87

4,10

13

Pengurangan scope pekerjaan

4,50

4,03

4,20

14

Keterbatasan akses dilapangan

3,20

3,40

3,37

15

Perubahan dalam metode kerja/Urutan pelaksanaan

3,63

3,50

3,83

16

Perubahan peraturan pemerintah

2,77

2,80

2,77

17

Kontrak yang tidak lengkap

3,33

3,07

3,40

18

Kurang jelasnya pasal-pasal dalam kontrak

2,87

3,00

3,07

19

Ekskalasi harga

3,03

2,93

2,83

20

Faktor cuaca ekstrem

2,03

1,97

1,83

Proyek 3
Skala
4
3
2
1

71 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

1.

2.

11.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap


30 responden pada proyek 1 diketahui
bahwa ke 20 (dua puluh) variabel
tersebut memiliki nilai rata-rata
(mean) antara 2,03 sampai dengan
4,90 atau ke 20 variabel tersebut
digambarkan memiliki dampak tingkat
pengaruh terhadap penyebab variation
order pada proyek konstruksi antara
tidak setuju sampai sangat setuju.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap
30 responden pada proyek 2 diketahui
bahwa ke 20 (dua puluh) variabel
tersebut memiliki nilai rata-rata
(mean) antara 1,97 sampai dengan

3.

4,93 atau ke 20 variabel tersebut


digambarkan memiliki dampak tingkat
pengaruh terhadap penyebab variation
order pada proyek konstruksi antara
tidak setuju sampai sangat setuju.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap
30 responden pada proyek 3 diketahui
bahwa ke 20 (dua puluh) variabel
tersebut memiliki nilai rata-rata
(mean) antara 1,83 sampai dengan
4,63 atau ke 20 variabel tersebut
digambarkan memiliki dampak tingkat
pengaruh terhadap penyebab variation
order pada proyek konstruksi antara
tidak setuju sampai sangat setuju.

Analisa Penentuan Ranking Penyebab Variation Order

Jenis
Proyek

Ranking Penyebab Variation Order Proyek 1


Urutan
Ranking

Penyebab Variation Order

Mean

Perubahan Desain

4,90

Penambahan scope pekerjaan

4,77

Perubahan spesifikasi material

4,70

Desain yang tidak sempurna

4,53

Pengurangan scope pekerjaan

4,50

Spesifikasi yang tidak lengkap

4,33

Percepatan pekerjaan

4,27

Desain yang dibuat pada saat yang sudah lewat (tidak


up to date)

4,20

Perubahan dalam metode kerja/Urutan pelaksanaan

3,63

10

Penundaan pekerjaan

3,57

11

Investigasi yang tidak bagus/akurat

3,43

12

Kontrak yang tidak lengkap

3,33

13

Keterbatasan akses dilapangan

3,20

14

Ekskalasi harga

3,03

Proyek 1

72 | K o n s t r u k s i a

PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. Sarwono.)

Dari tabel diatas didapatkan hasil analisis


pada proyek 1 terdapat 14 penyebab
variation order dari 20 penyebab variation
order yang ada, dimana perubahan desain
merupakan ranking pertama, kedua adalah

Jenis
Proyek

Proyek 2

penambahan
scope
pekerjaan,ketiga
perubahan spesifikasi material, keempat
desain yang tidak sempurna, selanjutnya
pengurangan scope pekerjaan.

Ranking Penyebab Variation Order Proyek 2


Urutan
Penyebab Variation Order
Ranking

Mean

Perubahan Desain

4,93

Desain yang tidak sempurna

4,33

Pengurangan scope pekerjaan

4,03

Perubahan spesifikasi material

3,97

Penambahan scope pekerjaan

3,87

Desain yang dibuat pada saat yang sudah lewat (tidak


up to date)

3,77

Spesifikasi yang tidak lengkap

3,77

Perubahan dalam metode kerja/Urutan pelaksanaan

3,50

Percepatan pekerjaan

3,47

10

Penundaan pekerjaan

3,43

11

Keterbatasan akses dilapangan

3,40

12

Investigasi yang tidak bagus/akurat

3,10

13

Pertimbangan keselamatan kerja dilapangan

3,10

14

Kontrak yang tidak lengkap

3,07

15

Kurang jelasnya pasal-pasal dalam kontrak

3,00

73 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Dari tabel diatas didapatkan hasil analisis


pada proyek 2 terdapat 15 penyebab
variation order dari 20 penyebab variation
order yang ada, dimana perubahan desain
merupakan ranking pertama, kedua adalah

Ranking Penyebab Variation Order Proyek 3

Jenis

Urutan

Proyek

Ranking

Proyek 3

Desain yang tidak sempurna, ketiga


.pengurangan scope pekerjaan, keempat
perubahan spesifikasi material, selanjutnya
penambahan scope pekerjaan.

Penyebab Variation Order

Mean

Perubahan Desain

4,63

Desain yang tidak sempurna

4,47

Perubahan spesifikasi material

4,23

Pengurangan scope pekerjaan

4,20

Spesifikasi yang tidak lengkap

4,17

Percepatan pekerjaan

4,13

Penambahan scope pekerjaan

4,10

Desain yang dibuat pada saat yang sudah lewat (tidak


up to date)

4,03

Pertimbangan keselamatan kerja dilapangan

3,90

10

Perubahan dalam metode kerja/Urutan pelaksanaan

3,83

11

Penundaan pekerjaan

3,70

12

Investigasi yang tidak bagus/akurat

3,60

13

Kontrak yang tidak lengkap

3,40

14

Keterbatasan akses dilapangan

3,37

15

Kurang jelasnya pasal-pasal dalam kontrak

3,07

74 | K o n s t r u k s i a

PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. Sarwono.)

Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil


analisis pada proyek 3 terdapat 15
penyebab variation order dari 20 penyebab
variation order yang ada, dimana
perubahan desain merupakan ranking

pertama, kedua adalah Desain yang tidak


sempurna, ketiga perubahan spesifikasi
material, keempat pengurangan scope
pekerjaan, selanjutnya spesifikasi yang
tidak lengkap.

12. Dampak Variation Order


Tabel rekapitulasi nilai akhir pekerjaan proyek 1
Item

Rupiah

Nilai kontrak awal

38.725.000.000

Nilai tambah/ kurang struktur +arsitektur

2,363,337,000

Total kontrak termasuk persetujuan perubahan


pekerjaan

41,088,337,565

Persentase (%) nilai perubahan pekerjaan

6.10%

terhadap kontrak awal

Dari Tabel diatas menunjukan bahwa pada


pelaksanaan pembangunan hotel (Proyek
1) mengalami kenaikan anggaran biaya

akibat adanya variation order sebesar


6.10% dari nilai kontrak awal.

Tabel rekapitulasi nilai akhir pekerjaan proyek 2


Item

Rupiah

Nilai kontrak awal

38,800,000,000

Nilai tambah/ kurang struktur+arsitektur


2,296,184,034
Total kontrak termasuk persetujuan perubahan
pekerjaan
Persentase (%) nilai perubahan pekerjaan
terhadap kontrak awal

41,096,184,034

5.92%

75 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Dari tabel diatas menunjukan bahwa pada


pelaksanaan pembangunan perkantoran
(proyek 2) yang paling besar mengalami

penambahan anggaran biaya akibat adanya


variation order terjadi pada pekerjaan
arsitektur yaitu sebesar 1,655,129,947.

Tabel rekapitulasi nilai akhir pekerjaan proyek 3


Item

Rupiah

Nilai kontrak awal

143.430.161.159

Nilai tambah/ kurang struktur+arsitektur

9.859.696.842

Total kontrak termasuk persetujuan perubahan


153.289.858.361

pekerjaan

Persentase (%) nilai perubahan pekerjaan

6.87%

terhadap kontrak awal

Dari Tabel diatas menunjukan bahwa pada


pelaksanaan
pembangunan
Pusat
Perbelanjaan (proyek 3) mengalami
kenaikan anggaran biaya akibat adanya
variation order sebesar 6.87% dari nilai
kontrak awal.
13.

Kesimpulan
Penyebab Variation Order
a. Berdasarkan hasil penelitian
terhadap 30 responden pada
proyek 1 diketahui bahwa ke
20 (dua puluh) variabel
tersebut memiliki nilai ratarata (mean) antara 2,03
sampai dengan 4,90. Dari 20
penyebab variation order, 14
diantaranya
merupakan
penyebab variation order
pada proyek 1, dimana
perubahan
desain
merupakan ranking pertama,
kedua adalah penambahan
scope
pekerjaan,ketiga

76 | K o n s t r u k s i a

b.

perubahan
sesifikasi
material, keempat desain
yang
tidak
sempurna,
selanjutnya
pengurangan
scope pekerjaan.
Berdasarkan hasil penelitian
terhadap 30 responden pada
proyek 2 diketahui bahwa ke
20 (dua puluh) variabel
tersebut memiliki nilai ratarata (mean) antara 1,97
sampai dengan 4,93. Dari 20
penyebab variation order ,
15 diantaranya merupakan
penyebab variation order
pada proyek 2, dimana
perubahan
desain
merupakan ranking pertama,
kedua adalah Desain yang
tidak
sempurna,
ketiga
.pengurangan
scope
pekerjaan,
keempat
perubahan
spesifikasi
material,
selanjutmya

PENYEBAB DAN DAMPAK VARIATION ORDER (VO) PADA PELAKSANAAN PROYEK (Ade N. Sarwono.)

c.

penambahan
scope
pekerjaan.
Berdasarkan hasil penelitian
terhadap 30 responden pada
proyek 3 diketahui bahwa ke
20 (dua puluh) variabel
tersebut memiliki nilai ratarata (mean) antara 1,83
sampai dengan 4,63. Dari 20
penyebab variation order ,
15 diantaranya merupakan
penyebab variation order
pada proyek 3, dimana
perubahan
desain
merupakan ranking pertama,
kedua adalah Desain yang
tidak
sempurna,
ketiga
perubahan
spesifikasi
material,
keempat
pengurangan
scope
pekerjaan,
selanjutmya
spesifikasi
yang
tidak
lengkap
pada
proyek
konstruksi
antara
tidak
setuju sampai sangat setuju

Dampak Variation Order


a. Berdasarkan hasil penelitian
pada proyek 1 dampak dari
variation order yaitu adanya
penambahan anggaran biaya
sebesar 2.363.337.000 atau
sebesar 6.10 % dari nilai
harga kontrak pelaksanaan.
b. Berdasarkan hasil penelitian
pada proyek 2 dampak dari
variation order yaitu adanya
penambahan anggaran biaya
sebesar 2.296.184.034 atau

c.

14.

sebesar 5.92 % dari nilai


harga kontrak pelaksanaan.
Berdasarkan hasil penelitian
pada proyek 3 dampak dari
variation order yaitu adanya
penambahan anggaran biaya
sebesar 9.859.696.842 atau
sebesar 6.87 % dari nilai
harga kontrak pelaksanaan.

Daftar Pustaka
Soeharto, Imam. 1995. Manajemen
Proyek dari Konseptual Sampai
Operasiona. Jakarta : Penerbit ;
Erlangga.
Fisk, Edward R. & Reynold, Wayne D.
2006.
Contruction
Project
Administration Eight Edition. New
Jersey. Pentice Hall Inc.
Nazarkhan Yasin. 2003. Mengenal
Kontrak Konstruksi di Indonesia.
Gramedia Pustaka Utama.
Nazarkhan Yasin. 2004. Mengenal
Klaim Konstruksi & Penyelesaian
Sengketa
Konstruksi.
Gramedia
Pustaka Utama.
Sikan, Hasyim. 1999. Variation Order
in Construction Contract. Jurnal Alam
Bina.
Nugroho, Agung Bhuono. 2005.
Strategi Jitu Memilih Metode Statistik
Penelitian
dengan
SPSS.
Andi
Yogyakarta.
Hardjomuljadi
Sarwono.
2008.
Strategi
Pra
Kontrak
untuk
Mengurangi Dampak Klaim Konstruksi
pada Proyek Pusat Listrik Tenaga Air
di Indonesia, Sinopsis Disertasi
Universitas Tarumanagara.

77 | K o n s t r u k s i a

PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN JALAN BEBAS HAMBATAN (Sri - Sarwono)

PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN KONSTRUKSI JALAN


BEBAS HAMBATAN AKSES TANJUNG PRIOK
Oleh :
Sri Budiyani
Staff Kementrian Pekerjaan Umum
Email : ciboedie@yahoo.com

Aripurnomo Kertohardjono
Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email : a.kartohardjono@gmail.com
Abstrak : Pembangunan infrastruktur jalan memperlancar arus distribusi barang dan jasa, serta
berperan dalam peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Pelabuhan Tanjung Priok
sebagai pintu gerbang perekonomian nasional yang terletak di Jakarta Utara sangat menunjang
persendian ekonomi secara menyeluruh. Sangat dibutuhkan sarana infrastruktur yang memadai guna
mencapai pelabuhan Tanjung Priok tanpa kemacetan dan penumpukan barang di dalam pelabuhan
yaitu Jalan Bebas Hambatan Akses Tanjung Priok sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi masalah
tersebut. Pada pekerjaan proyek konstruksi biasanya terjadi kendala pada pengerjaan proyek tersebut,
baik kendala yang memang sudah diperhitungkan maupun kendala yang di luar perhitungan perencana.
Kendala tersebut menjadi penyebab terlambatnya penyelesaian proyek, sehingga proyek tersebut tidak
berlangsung sesuai dengan rencana. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan atau
mengetahui faktor-faktor penyebab keterlambatan pelaksanaan konstruksi Jalan Bebas Hambatan Akses
Tanjung Priok. Penelitian ini dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner kepada responden dan
wawancara kepada pihak konsultan dan pihak pemerintah. Pengolahan data kuisioner menggunakan
program SPSS 15.0 for Windows dengan metode analisis deskriptif. Dari hasil penelitian didapatkan
urutan rangking faktor yang menjadi penyebab keterlambatan penyelesaian proyek.
Kata kunci: penyebab keterlambatan, rangking
Abstract : The development of road infrastructure easing current of of the distribution of goods and
services , as well as a role in improved quality of life and welfare of humans. Tanjung priok port as the gates
of the national economy which is located in north jakarta very support joints overall economy. Very much
needed means of adequate infrastructure in order to reach a port tanjung priok without congestion and
accumulation of goods in the port is the freeway access tanjung priok as one alternative to solve the
problem. On the project construction usually occurring obstacles on the project , both the obstacle has been
calculated and obstacles in the planner beyond calculation. The obstacles to the cause of delays the
settlement project , so that the project was it is not going according to plan. This research is done as an
effort to get or know the factors causing delays in the construction of a motorway access tanjung priok. The
study is done by means of a questionnaire to the spread of respondents and interview to the consultants
and the government. Data processing questionnaire using SPSS 15.0 program for windows with descriptive
analysis method. Of research results obtained an order of ranking of factors that cause delay the
completion of projects.
Keyword : the cause of delay, ranking

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pintu
gerbang perekonomian nasional terletak di
Jakarta Utara sangat menunjang persendian
ekonomi secara menyeluruh. Sangat

dibutuhkan sarana infrastruktur yang


memadai guna mencapai Pelabuhan
Tanjung Priok tanpa kemacetan dan
penumpukan barang di pelabuhan. Kondisi
jalan eksisting non-tol disekitar Pelabuhan
Tanjung Priok sudah tidak mampu
menampung arus lalu lintas yang
79 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

didominasi oleh 48% kendaraan berat dari


dan menuju ke Pelabuhan Tanjung Priok
sehingga
sering
terjadi
kemacetan.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian
Pekerjaan Umum terus mengupayakan
kelancaran akses jalan menuju Tanjung
Priok dengan membangun akses jalan tol.
Jalan tol atau jalan bebas hambatan akses
Tanjung Priok sebagai salah satu alternatif
untuk mengatasi masalah tersebut. Jalan
Akses Tanjung Priok dibangun untuk
memenuhi akses langsung dari dan ke
Pelabuhan Internasional Tanjung Priok
yang merupakan pelabuhan terbesar ke-24
di dunia
dalam
aktivitas volume
penanganan container.
Mengingat
pentingnya
Jalan
bebas
hambatan ini nantinya akan meningkatkan
kapasitas jaringan jalan di wilayah
metropolitan Jakarta dan menyiapkan
fungsi jalan pintas untuk menguragi
kepadatan lalu lintas ibu kota, maka
diharapkan konstruksi jalan tersebut dapat
selesai dengan cepat atau tepat waktu
sesuai dengan rencana. Namun pada
kenyataannya
pelaksanaan
pekerjaan
proyek fisik selalu mendapatkan kendala,
baik kendala yang sudah diperhitungkan,
maupun yang di luar perhitungan
perencanaan.
Kendala
itu
menjadi
penyebab terhambatnya pekerjaan proyek.
Perumusan permasalahan pada tugas akhir
ini adalah :
1. Faktor-faktor
apa
saja
yang
menyebabkan terjadinya keterlambatan
pelaksanaan konstruksi Jalan bebas
Hambatan Akses Tanjung Priok.
2. Faktor utama yang menyebabkan
terjadinya keterlamatan pelaksanaan
konstruksi Jalan Bebas Hambatan Akses
Tanjung Priok.
Dengan demikian diharapkan dapat
diketahui faktor yang paling mempengaruhi
keterlambatan proyek konstruksi tersebut.

80 | K o n s t r u k s i a

DASAR TEORI
Pengertian proyek Konstruksi
Proyek konstruksi merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang saling berkaitan
untuk
mencapai
tujuan
tertentu
(bangunan/konstruksi) dalam batasan
waktu, biaya dan mutu tertentu. Setiap
kegiatan proyek dalam mencapai tujuan
serta sasaran mempunyai beberapa faktor
yang mempengaruhi keberhasilan suatu
proyek yaitu faktor ekonomi, teknik dan
manusia. Ketiga faktor tersebut saling
bepengaruh dan terkait. (Soeharto,I., 1995).
Sasaran proyek yang dimaksud dalam
pernyataan di atas adalah unsur anggaran
atau anggaran (cost), mutu (quality) dan
waktu (time) atau yang biasa dikenal
dengan TQC. Ketiga sasaran proyek
tersebut merupakan tiga kendala (triple
Constraint) sebagai berikut (Soeharto,1.,
1995)
Pengertian Keterlambatan pada Proyek
Konstruksi
Ervianto (2004) menyatakan pengertian
dari keterlambatan (delay) sehubungan
dengan konstruksi adalah sebagian waktu
pelaksanaan
yang
tidak
dapat
dimanfaatakan sesuai dengan rencana,
sehingga menyebabkan beberapa kegiatan
yang mengikuti tertunda atau tidak dapat
diselesaikan tepat sesuai jadwal yang
direncanakan.
keterlambatan
proyek
konstruksi erat kaitannya dengan waktu
atau rencana kerja, keterlambatan terjadi
manakala item pekerjaan tidak dapat
diselesaikan sesuai dengan rencana kerja
yang disusun dan disepakati para pihak
sebagaimana tertuang dalam kontrak.

Penyebab Keterlambatan Proyek


Menurut Levis dan Atherley dalam
Langford
(1996)
mengelompokkan

PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN JALAN BEBAS HAMBATAN (Sri - Sarwono)

penyebab-penyebab keterlambatan dalam


suatu proyek menjadi tiga bagian yaitu :
1. Excusable Non-Compensable Delays,
penyebab keterlambatan yang paling
sering
mempengaruhi
waktu
pelaksanaan
proyek
pada
keterlambatan tipe ini, adalah :
a. Act of God, seperti gangguan alam
antara lain gempa bumi, tornado,
letusan
gunung
api,
banjir,
kebakaran dan lain-lain.
b. Forse
majeure,
termasuk
didalamnya
adalah
semua
penyebab Act of God, kemudian
perang,
huru
hara,
demo,
pemogokan karyawan dan lain lain.
c. Cuaca, ketika cuaca menjadi tidak
bersahabat dan melebihi kondisi
normal maka hal ini menjadi
sebuah
faktor
penyebab
keterlambatan
yang
dapat
dimaafkan(Excusing Delay).
2. Excusable
Compensable
Delays,
keterlambatan ini disebabkan oleh
Owner client, kontraktor berhak atas
perpanjangan waktu dan claim atas
keterlambatan tersebut.
Penyebab
keterlambatan
yang
termasuk dalam Compensable dan
Excusable Delay adalah :
a. Terlambatnya penyerahan secara
total lokasi (site) proyek
b. Terlambatnya pembayaran kepada
pihak kontraktor
c. Kesalahan pada gambar dan
spesifikasi
No.
1.
2.
3.

Variabel

d. Terlambatnya
pendetailan
pekerjaan
e. Terlambatnya persetujuan atas
gambar-gambar fabrikasi
3. Non-Excusable Delays, Keterlambatan
ini merupakan sepenuhnya tanggung
jawab
dari
kontraktor,
karena
kontraktor memperpanjang waktu
pelaksanaan
pekerjaan
sehingga
melewati tanggal penyelesaian yang
telah disepakati, yang sebenarnya
penyebab
keterlambatan
dapat
diramalkan
dan
dihindari
oleh
kontraktor. Dengan demikian pihak
owner client dapat meminta monetary
damages
untuk
keterlambatan
tersebut. Adapun penyebabnya antara
lain :
a. Kesalahan
mengkoordinasikan
pekerjaan, bahan serta peralatan
b. Kesalahan dalam pengelolaan
keuangan proyek
c. Keterlambatan dalam penyerahan
shop drawing/gambar kerja
d. Kesalahan dalam mempekerjakan
personil yang tidak cakap
Faktor keterlambatan yang diteliti dalam
penelitian
ini
adalah
faktor-faktor
keterlambatan yang diuraikan oleh Assaf
dan Hejj (2006), Wibowo (2008) dan
Girsang (2009). Maka untuk faktor- faktor
penyebab yang akan dijadikan variabel
dalam penelitian ini adalah faktor- faktor
yang diangap sesaui dengan lokasi
penelitian,
diidentifikasi sebanyak 14
(empat belas) variabel yang menjadi
penyebab keterlambatan proyek jalan
Bebas Hambatan Akses Tanjung Priok.
Referensi

Keterlambatan memberikan lokasi proyek pada Assaf dan Hejj (2006) dan
penyedia jasa/ Keterlambatan izin lahan
Wibowo (2008)
Spesifikasi dan gambar yang kurang detail
Assaf dan Hejj (2006) dan
Wibowo (2008)
Permintaan perubahan atas pekerjaan (CCO)
Assaf dan Hejj (2006),

81 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

12.

13.
14.

Wibowo (2008) dan Girsang


(2009)
Penundaan pekerjaan oleh pengguna jasa
Assaf dan Hejj (2006) dan
Girsang (2009)
Komunikasi dan koordinasi yang buruk oleh Assaf dan Hejj (2006)
pengguna jasa dengan pihak lain
Metode Pelaksanaan yang tidak benar dari Assaf dan Hejj (2006) dan
penyedia jasa
Wibowo (2009)
Keterlambatan pekerjaan akibat subpenyedia Assaf dan Hejj (2006) dan
jasa
Girsang (2009)
Adanya pekerjaan yang diulang karena cacat
Assaf dan Hejj (2006) dan
Girsang (2009)
Kemampuan Teknis Penyedia Jasa yang kurang Assaf dan Hejj (2006) dan
berkualitas
Girsang (2009)
Hal-hal yang tidak terduga terjadi selama masa Assaf dan Hejj (2006),
konstruksi (bencana alam, politik, dll)
Wibowo (2009) dan Girsang
(2009)
Kondisi cuaca yang tidak mendukung
Assaf dan Hejj (2006),
Wibowo (2009) dan Girsang
(2009)
Birokrasi yang berbelit
Girsang (2009)
Kurangnya koordinasi dengan pihak-pihak /
Assaf dan Hejj (2006),
insansi terkait
Wibowo (2008) dan Girsang
(2009)

METODE PENELITIAN
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan
teknik yang digunakan. Terdapat 2 (dua)
jenis data yang dikumpulkan selama proses
penelitian berlangsung, yaitu data primer
yaitu data yang secara langsung diambil

82 | K o n s t r u k s i a

dari objek penelitian (data yang didapat


langsung melalui kuisioner dan wawancara
dan sekunder adalah data yang diperoleh
secara tidak langsung dari objek penelitian
(didapat dengan melihat melihat dokumen
yang berhubungan dengan penelitian).

PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN JALAN BEBAS HAMBATAN (Sri - Sarwono)

Bagan Alir Penelitian

Data yang diperoleh dari para responden


melalui
angket/kuesioner.
Selanjutnya
jawaban tersebut dikuantitatifkan dengan
skor yang sudah ditentukan berdasarkan
pedoman skala Likert.
Pada peneleitian ini data yang diperoleh
masih merupakan data mentah, sehinggga
perlu diolah dengan metode tertentu agar
data tersebut dapat digunakan sebagai data
yang valid dalam proses penelitian, beberapa
metode yang digunakan dalam proses
penelitian ini adalah analisis uji validitas,
analisis reliabilitas dan analisis deskriptif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Responden
Untuk penentuan sampel ini, responden
dikelompokkan
menurut
deskripsi
responden berdasarkan jenis kelamin, lama
bekerja dan tingkat pendidikan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
kepada 35 responden menunjukan hasil
tanggapan responden sebagai berikut :

Metode Pengolahan Data


Metode pengambilan data yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri atas metode
angket/instrument dan metode wawancara.
Tabel 4.1 Berdasarkan Jenis Kelamin
Valid
Cumulative
Frequency Percent
Percent
Percent
Valid Laki-laki
25
71.4
71.4
71.4
Perempuan
10
28.6
28.6
100.0
Total
35
100.0
100.0
Sumber : Hasil Olahan Data dengan SPSS v 15, 2014.

83 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Gambar 4.1 : Diagram Berdasarkan Jenis Kelamin


Tabel 4.2 Berdasarkan Lama Bekerja

Valid 0 Thn s.d 3 Thn


4 Thn s.d 7 Thn
8 Thn s.d 11 Thn
12 Thn s.d 15 Thn
16 Thn < ........
Total

Frequency

Percent

4
17
8
1
5
35

11.4
48.6
22.9
2.9
14.3
100.0

Valid
Percent
11.4
48.6
22.9
2.9
14.3
100.0

Cumulative
Percent
11.4
60.0
82.9
85.7
100.0

Gambar 4.2 : Diagram Berdasarkan Lama Bekerja


Tabel 4.3 Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Valid
Percent
Valid SLTA
2
5.7
5.7
Strata 1
20
57.1
57.1
Strata 2
13
37.1
37.1
Total
35
100.0
100.0
Sumber : Hasil Olahan Data dengan SPSS v 15, 2014.
Frequency

84 | K o n s t r u k s i a

Percent

Cumulative
Percent
5.7
62.9
100.0

PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN JALAN BEBAS HAMBATAN (Sri - Sarwono)

Diagram 4.3 : Diagram Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner


Sebelum kuesioner disebarkan kepada
responden, maka perlu dilakukan uji
validitas dan reliabilitas dari pertanyaan
yang terdapat dalam kuesioner.
Uji validitas digunakan untuk mengukur
sah atau valid tidaknya suatu kuesioner.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur
oleh kuesioner tersebut.
Pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner
ini diambil dari beberapa jurnal penelitian
yang sudah dipublikasikan serta dari
textbook. Hal ini tentu memberi keyakinan
bahwa item-item pertanyaan tersebut
mempunyai landasan teori yang benar. Uji
coba kuesioner juga dilakukan terhadap
beberapa
responden
yang
diyakini
mempunyai pengetahuan sehubungan
dengan isi dari kuesioner.
Uji
signifikan
dilakukan
dengan
membandingkan nilai r hitung dengan r
tabel untuk degree of freedom (df) = n-k,
dalam hal ini n adalah banyak observasi
sendangkan k banyaknya variabel. 1 Pada
kasus uji reliabilitas dan validitas dalam
penelitian ini jumlah n = 35, k = 14 dan
besarnya df dapat dihitung 35-14 = 21,
dengan df = 21 dan alpha 0,05 didapat r =
0,413 (lihat tabel pada df = 21 dengan uji

dua sisi) 2. Bandingkan nilai Correlated item


Total Correlation baik dengan hasil
perhitungan r tabel = 0,413. Jika r hitung
lebih besar dari r table dan nilai positif
maka butir atau pertanyaan atau indikator
tersebut dinyatakan valid3
Pada
pengujian
validitas
dilakukan
terhadap 35 responden dan perhitungan
diolah dengan menggunakan software SPSS
v. 15.0.
Berikut ini adalah tabel untuk pengujian
validitas
butir
pertanyaan
variabel
penyebab
utama
keterlambatan
pelaksanaan konstruksi:

Bhuono Agung Nugroho,SE,M.Si.,Akt, Strategi Jitu Memilih


Metode Statistik Penelitian dengan SPSS, Yogyakarta, 2005, Hal.
141

Bhuono Agung Nugroho,SE,M.Si.,Akt, Strategi Jitu Memilih


Metode Statistik Penelitian dengan SPSS, Yogyakarta, 2005, Hal.
141
3
Bhuono Agung Nugroho,SE,M.Si.,Akt, Strategi Jitu Memilih
Metode Statistik Penelitian dengan SPSS, Yogyakarta, 2005, Hal.
72

85 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

No Butir
Pertanyaan

Corrected ItemTotal Correlation


(r hitung)

r tabel
(df=21)

Hasil

Pertanyaan No.1
Pertanyaan No.2
Pertanyaan No.3
Pertanyaan No.4
Pertanyaan No.5
Pertanyaan No.6
Pertanyaan No.7
Pertanyaan No.8
Pertanyaan No.9
Pertanyaan No.10
Pertanyaan No.11
Pertanyaan No.12
Pertanyaan No.13
Pertanyaan No.14

0,769
0,685
0,771
0,721
0,430
0,575
0,769
0,717
0,613
0,788
0,458
0,529
0,468
0,736

0,413
0,413
0,413
0,413
0,413
0,413
0,413
0,413
0,413
0,413
0,413
0,413
0,413
0,413

Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Tabel 4.4 Uji Validitas Butir Pertanyaan Variabel


Pelaksanaan Konstruksi Jalan Bebas Hambatan

Penyebab Utama Keterlambatan

Berdasarkan data tabel di atas, untuk


variabel penyebab utama keterlambatan
pelaksanaan konstruksi jalan bebas
hambatan (X)
diketahui semua item
pertanyaan yang ada adalah valid karena
semua nilai rhitung (hasil uji validitas) lebih
besar dari rtabel = 0,413 (rhitung > rtabel).
Sehingga semua item pernyataan penyebab
keterlambatan pelaksanaan konstruksi
jalan bebas hambatan (X) yaitu sebanyak
14 item dipergunakan untuk penelitian.

pertanyaan yang merupakan dimensi suatu


variabel dan disusun dalam suatu bentuk
kuesioner. Jika nilai Cronbachs Alpha >
0,60 maka reliabel dan Jika nilai Cronbachs
Alpha < 0,60 maka tidak reliabel

Uji Reliabilitas
Kuesioner yang sudah diyakini valid
selanjutnya dilakukan uji reabilitas.
Reliabilitas adalah keandalan/konsistensi
alat ukur, sehingga reliabilitas merupakan
ukuran suatu kestabilan dan konsistensi
responden dalam menjawab hal yang
berkaitan
dengan
konstruk-konstruk

Analisis Deskriptif Nilai Rata-Rata


(Mean)
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari
penyebaran kuesioner terhadap 35
responden. Nilai mean menunjukan ratarata
penilaian
responden
terhadap
pertanyaan yang diajukan, sedangkan

86 | K o n s t r u k s i a

Reliability Statistics
Cronbach's
N of Items
Alpha
.921

14

PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN JALAN BEBAS HAMBATAN (Sri - Sarwono)

standar deviasi mengambarkan besarnya


penyimpangan terhadap rata-rata dari
pertanyaan dalam kueioner penelitian.
Maka dapat diuraikan analisis deskriptif

untuk nilai rata-rata (mean) masing-masing


pernyataan sebagai berikut:
Nilai Rata-rata Penyebab Keterlambatan

Tabel 4.5 Nilai Rata-rata Penyebab Keterlambatan

Pertanyaan 1

35

4.63

Std.
Deviation
.55

Pertanyaan 2

35

3.54

.98

Pertanyaan 3

35

3.57

.81

Pertanyaan 4

35

3.34

.91

Pertanyaan 5

35

3.26

1.04

Pertanyaan 6

35

3.51

.95

Pertanyaan 7

35

4.00

.97

Pertanyaan 8

35

3.69

1.02

Pertanyaan 9

35

3.46

1.01

Pertanyaan 10

35

3.54

1.04

Pertanyaan 11

35

3.06

1.41

Pertanyaan 12

35

3.14

1.14

Pertanyaan 13

35

3.49

1.07

Pertanyaan 14

35

3.57

1.12

Minimum Maximum

Mean

Analisa Penentuan Ranking Penyebab keterlambatan Pelaksanaan Konstruksi


Berikut adalah urutan rangking penyebab keterlambatan konstruksi akses Tanjung Priok
Tabel 4.6 Rangking
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Keterangan
Keterlambatan memberikan lokasi proyek pada
penyedia jasa/ penyediaan lahan bebas
Spesifikasi dan gambar yang kurang detail
Permintaan perubahan pekerjaan (CCO)
Pengambilan keputusan yang lambat oleh penguna jasa
Penundaan pekerjaan oleh penguna jasa
Komunikasi dan koordinasi yang buruk oleh penguna
jasa dengan pihak lain
Metode Pelaksanaan yang tidak benar dari penyedia
jasa
Keterlambatan pekerjaan akibat subpenyedia jasa
Adanya pekerjaan yang diulang karena cacat

Rata-rata
(Mean)

Urutan
Rangking

4,63

3,54
3,57
3,34
3,26

6
5
11
12

3,51

4,00

3,69
3,46

3
10
87 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

10
11
12
13
14

Kemampuan Teknis penyedia jasa yang kurang


berkualitas
Hal-hal yang tidak terduga terjadi selama masa
konstruksi (bencana alam, politik, dll)
Kondisi cuaca yang tidak mendukung
Birokrasi yang berbelit
Kurangnya koordinasi dengan pihak-pihak / insansi
terkait

3,54

3,06

14

3,14
3,49

13
9

3,57

Gambar 4.18 : Diagram Penyebab Keterlambatan

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis pengolahan data
dari semua jawaban responden dan
penelitian faktor yang menyebabkan
keterlambatan pelaksanaan konstruksi
Jalan Bebas Hambatan Akses Tanjung Priok
yang telah dilakukan dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil penelitian terhadap
35 responden diketahui bahwa ke 14
(empat belas) variabel tersebut
memiliki nilai rata-rata (mean) antara
3,06 sampai dengan 4,63, dimana
keterlambatan memberikan lokasi
proyek pada penyedia jasa/ penyediaan
lahan bebas merupakan rangking
pertama, rangking kedua adalah
metode pelaksanaan yang tidak benar
dari penyedia jasa dan rangking ketiga
88 | K o n s t r u k s i a

adalah keterlambatan pekerjaan akibat


sub penyedia jasa, dengan demikian
menunjukan bahwa aspek tersebut
berpotensial menjadi penyebab utama
keterlambatan pelaksanaan proyek
konstruksi.
2. Dari kesimpulan di atas maka dapat
diberikan saran yang mungkin akan
bermanfaat bagi peneliti selanjutnya :
Dalam mengidentifikasi faktor-faktor
penyebab
keterlambatan
proyek,
diharapkan mengevaluasi secara lebih
mendalam pengaruh keterlambatan
yang disebabkan dari sisi pengguna
jasa dan penyedia jasa yang akhirnya
secara keseluruhan akan menyebabkan
terlambatnya pelaksanaan proyek
tersebut.

PENYEBAB UTAMA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN JALAN BEBAS HAMBATAN (Sri - Sarwono)

Peneliti ini hanya merupakan studi


kasus
penyebab
keterlambatan
pelaksanaan konstruksi, diharapkan
untuk peneliti selanjutnya bukan
hanya melakukan penelitian penyebab
keterlambatan melainkan dampak dari
keterlambatan
pelaksanaan
konstruksi.
Pada pelaksana proyek konstruksi
sangat
disarankan
agar
memperhatikan variabel-variabel yang
dapat
menyebabkan
terjadinya
keterlambatan, untuk dijadikan alat
kendali dalam mengantisipasi dan
memitigasi terjadinya keterlambatan
pelaksanaan konstruksi.

Suharto, I, 1995, Manajemen Proyek dari


Konseptual
sampai
dengan
Operasional , Erlangga, Jakarta.
http://16nl.blogspot.com/Qs 16 An-Nahl: 15
http://finance.detik.com

DAFTAR PUSTAKA
Bhuono Agung Nugroho, SE, M.Si., Akt,
2005, Stategi Jitu Memilih Metode
Statistik Penelitian dengan SPSS,
Andi, Yogyakarta.
Dwi Priyatno, 2014, SPSS 22 Pengolah Data
Terpraktis, Andi, Yogyakarta.
Ervianto, W.I., 2005, Manajemen Proyek
Konstruksi, Andi, Yogyakarta .
Istimawan Dipohusodo, 1996, Manajemen
Proyek dan Konstruksi jilid 1 dan 2,
Kanisius, Yogyakarta.
Ricky R.H. Mulyadi, 2011, Identifikasi
Faktor-Faktor
Penyebab
Keterlambatan
pada
Proyek
konstruksi
Pemerintah,
Tesis,
Kementerian Pekerjaan UmumUniversitas Katolik Parahyangan;
Bandung.
Sarwono Hardjomuljadi,
Strategi Pra
kontrak untuk Mengurangi Dampak
Klaim Konstruksi pada proyek Pusat
listrik tenaga Air di Indonesia,
Sinopsis
Disertasi
Universitas
Tarumanagara.

89 | K o n s t r u k s i a

BETON GEOPOLIMER ABU SERABUT KELAPA (Andika & Team Haryo)

BETON GEOPOLIMER ABU SERABUT KELAPA


Oleh :
Andika Setiawan, Arief Bayu Risman, Juliyatna, Reza Fathurachman, Silva Octaviani S.
Pemenang Hibah PKM Penelitian Dikti 2013
Jurusan Teknik Sipil Universutas Muahmmadiyah Jakarta
Haryo Koco Buwono
Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email : haryo_kc@yahoo.com
ABSTRAK : Beton sebagai bahan dasar dalam pembuatan gedung bertingkat dan juga perkuatan pada
struktur gedung. Selain itu bahan penyusun beton yang mudah didapatkan yaitu semen, agregat halus
dan kasar dan air. Tetapi penggunaan semen sudah menimbulkan masalah karena adanya gas karbon
dioksida yang dilepaskan ke udara saat produksi semen. Hal ini menyebabkan pemanasan global. Untuk
mengurangi penggunaan semen maka dibuat agregat atau geopolimer yang ramah lingkungan. Akan
dilakukan penelitian mengenai geopolimer yang menggunakan abu serabut kelapa. Hasil kuat tekan
geopolimer menunjukkan tidak adanya peningkatan mutu yang signifikan antara beton geopolimer
dengan beton normal. Dengan penambahan geopolimer bisa meningkatkan kuat tekan beton tetapi jika
penambahan abu serabut kelapa berlebihan maka menyebabkan penurunan mutu beton. Korelasi yang
terjadi dengan persamaan fc = -76838.x2 + 1388.x + 228.4
Kata Kunci: geopolimer, abu serabut kelapa, beton
ABSTRACT : The concrete as basic material in making buildings and also bracing on the structure of the
building. In addition the constituent material concrete that was easy to get namely cement , the aggregate
fine and coarse and water. But the use of cement has caused problems because of the gas carbon dioxide
released into the air when the production of cement. This causes global warming. To reduce its use of cement
then made an aggregate or geopolimer environmentally friendly. Will be carried out research on geopolimer
who uses ashes coconut fibers. Yields strong press geopolimer shows no significant increase in the quality of
the concrete geopolimer with concrete normal. With the addition of geopolimer can raise strong press
concrete but if the addition of the ashes of coconut fibers excessive and cause the decline in quality of
concrete A correlation in which happened to the equation
Keyword : geopolimer, ashes of coconut fibers, concrete

Latar Belakang Masalah


Melihat perkembangan teknologi dibidang
rekayasa struktur di Indonesia dan juga
penggunaan beton sebagai perkuatan pada
struktur
bangunan
masih
banyak
digunakan. Selain itu bahan penyusun beton
mudah didapatkan seperti semen, agregat,
dan air. Akan tetapi penggunaan semen
akhirakhir ini banyak dipertanyakan
terutama oleh ahli lingkungan karena
produksi semen banyak menimbulkan
masalah yaitu adanya gas karbondioksida
yang dilepaskan ke udara pada saat
produksi semen yang dapat mengakibatkan
pemanasan
global.
Banyaknya
gas

karbondioksida sebanding dengan produksi


semen. Dapat dibayangkan makin banyak
semen diproduksi maka semakin banyak
pula gas karbondioksida diproduksi.
Untuk mengurangi produksi semen maka
dibuat bahan pengikat agregat yang ramah
lingkungan. Bahan pengikat tersebut yaitu
Geopolimer. Bahan utama dari geopolimer
yaitu abu serabut kelapa. Serabut kelapa
yang mudah didapatkan bisa menjadi bahan
yang baik untuk pembuatan beton
geopolimer. Beberapa kandungan abu
serabut kelapa yang mendukung perkuatan
dalam beton dan karena limbah ini bisa
menjadi beton yang ramah lingkungan.
91 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Beberapa bahan dicampurkan agar bias


mengikat antara agregat dan abu serabut
kelapa tersebut.
Perumusan Masalah
Dari uraian di atas timbul permasalahan
yang menarik untuk diteliti:
1)
Bahan
dasar
geopolimer
menggunakan abu sabut kelapa.
2)
Mutu beton geopolimer menggunakan
abu serabut kelapa bisa lebih tinggi
dibandingkan beton normal.
Tujuan Program
Tujuan
dari
penelitian
ini
untuk
membandingkan kuat tekan antara beton
normal dengan beton geopolimer. Abu
serabut kelapa sebagai bahan utama
pengganti semen bisa menjadi beton yang
ramah lingkungan. Abu sabut kelapa yang
mudah ditemukan sehingga memudahkan
dalam pembuatan menjadi abu atau bahan
geopolimer.
Hipotesis
Dengan beton geopolimer ini bisa
meningkatkan mutu 10% dari beton
normal.
Efisiensi harga dari geopolimer ini
sebesar 30% dari beton normal.
Tinjauan Pustaka
Beton
Kata beton dalam bahasa indonesia berasal
dari kata yang sama dalam bahasa belanda.
Kata concrete dalam bahasa inggris berasal
dari bahasa latin concretus yang artinya
tumbuh bersama atau menggabungkan
menjadi satu. Beton adalah material
komposit yang rumit. Beton dapat dibuat
dengan mudah bahkan oleh mereka yang
tidak punya pengertian sama sekali tentang
beton teknologi, tetapi pengertian yang
salah dari kesederhanaan ini sering
menghasilkan persoalan pada produk,
antara lain reputasi jelek dari beton sebagai
materi bangunan. Dalam SNI beton adalah
92 | K o n s t r u k s i a

campuran antara semen portland atau


semen hidraulik yang lain, agregat halus,
agregat kasar dan air dengan atau tanpa
bahan tambahan membentuk massa padat.
Beton normal adalah beton yang
mempunyai berat isi (2200 2500) kg/m3
menggunakan agregat alam yang dipecah.
Geopolimer
Beton geopolimer adalah sebuah senyawa
silikat
alumino
anorganik
yang
disintesiskan dari bahan bahan produk
sampingan seperti abu terbang (fly ash) abu
sekam padi (risk husk ash) dan lain lain,
yang banyak mengandung silicon dan
aluminium (Davidovits, 1997) Geopolimer
merupakan
produk
beton geosintetik dimana reaksi pengikatan
yang terjadi adalah reaksi polimerisasi.
Dalam reaksi polimerisasi ini Alumunium
(Al) dan Silika (Si) mempunyai peranan
penting
dalam
ikatan
polimerisasi
(Davidovits, 1994).
Beton geopolymer memiliki
sifat-sifat
sebagai berikut :
a. Pada beton segar (fresh concrete)
Memiliki waktu setting 10 jam pada
suhu -20C, dan mencapai 7 60
menit pada suhu 20C,
Penyusutan selama setting kurang
dari 0.05%,
Kehilangan masa dari beton basah
menjadi beton kering kurang dari
0.1%.
b. Pada beton keras (hardened concrete)
Memiliki kuat tekan lebih besar dari
90 Mpa pada umur 28 hari,
Memiliki kuat tarik sebesar 10-15
Mpa pada umur 28 hari,
Memiliki water absorption kurang
dari 3%.
Beton geopolymer memiliki
berberapa
kelebihan dan kekurangan, yaitu:
a. Kelebihan-kelebihan
beton geopolymer (Frantisek
Skvara,dkk, 2006) :

BETON GEOPOLIMER ABU SERABUT KELAPA (Andika & Team Haryo)

b.

Tahan terhadap api,


Tahan terhadap lingkungan korosif,
Tahan terhadap reaksi alkali silica.
Tidak menggunakan semen sebagai
bahan perekatnya, maka dapat
mengurangi polusi udara.
Mempunyai rangkak susut yang
kecil.
Kekurangan-kekurangan
beton geopolymer :
Pembuatan beton geopolymer lebih
rumit dibandingkan beton semen,
karena
membutuhkan
alkaline
activator,
Belum ada rancang campuran yang
pasti.

Abu Serabut Kelapa


Seiring dengan semakin meningkatnya
pemakaian
bahan-bahan additive dalam
pembuatan
beton,
maka
teknologi
sederhana ini dapat dijadikan suatu
alternatif yang murah dan tepat guna.
Pemanfaatan
limbah
untuk
bahan
konstruksi disamping akan memberikan
penyelesaian
terhadap
permasalahan
lingkungan juga akan dapat meningkatkan
mutu bahan konstruksi. Satu hal yang
merupakan nilai tambah dalam panggunaan
limbah ini dapat menciptakan pekerjaan.
Pada umumnya, limbah Abu Serabut Kelapa
terdiri dari unsur organik seperti
serat cellolusedan lignin. Disamping itu,
limbah ini juga mengandung mineral yang
terdiri dari silika, aluminia dan oksida
oksida besi. SiO2 dalam abu sabut kelapa
merupakan hal yang paling penting karena

dapat bereaksi dengan kapur dan air. Dalam


komposisi abu
serabut
kelapaini
hipotesisnya bisa digunakan sebagai bahan
tambah
dalam
pembuatan
beton.
Pengolahan abu sabut kelapa sangat mudah.
Cukup
dibakar
dengan
panas tertentu hingga membantuk abu
abu lalu disaring hingga mendapatkan abu
yang benar - benar halus. Berikut hasil uji
abu serabut kelapa yang dilakukan oleh
sucofindo.

Gambar 1 Hasil pengujian kandungan pada


abu serabut kelapa

93 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Metodologi Penelitian

Gambar 2 Flow chart


HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut komposisi agregat agregat yang digunakan untuk pembuatan beton geopolimer.
Penggunaan Abu serabut kelapa sebesar 1%
No
Jenis Kebutuhan
1 Pasir
2 Kerikil
3 Semen (dikurangi 1%)
4 Air
5 Abu Serabut Kelapa (1%)

Banyak Silinder
4
4
4
4
4

Volume Silinder (m3)


0.0053
0.0053
0.0053
0.0053
0.0053

Kebutuhan (kg)
Keterangan
17.6
26.4
8.6 kg
8.7
156.4 Gram
5.2
86.9 Gram
0.1

Penggunaan Abu serabut kelapa sebesar 2%


No
Jenis Kebutuhan
1 Pasir
2 Kerikil
3 Semen (dikurangi 2%)
4 Air
5 Abu Serabut Kelapa (2%)

Banyak Silinder
4
4
4
4
4

Volume Silinder (m3)


0.00530
0.00530
0.00530
0.00530
0.00530

Kebutuhan (kg)
Keterangan
17.6
26.4
8.5 kg
8.7
156.4
5.2
173.8 Gram
0.2

Penggunaan Abu serabut kelapa sebesar 3%


No
Jenis Kebutuhan
1 Pasir
2 Kerikil
3 Semen (dikurangi 3%)
4 Air
5 Abu Serabut Kelapa (3%)

Banyak Silinder
4
4
4
4
4

Volume Silinder (m3)


0.00530
0.00530
0.00530
0.00530
0.00530

Kebutuhan (kg)
Keterangan
17.6
26.4
8.4 kg
8.7
156.4
5.2
260.7 Gram
0.3

Tabel 1 Komposisi kebutuhan pembuatan beton geopolimer.


94 | K o n s t r u k s i a

BETON GEOPOLIMER ABU SERABUT KELAPA (Andika & Team Haryo)

Pada tabel tersebut dilakukan pengurangan


beton dan pengurangan tersebut digantikan
oleh abu serabut kelapa. Besarnya
pengurangan dan penambahannya sebesar
1%, 2% dan 3%.

Hasil kuat tekan pada beton abu serabut


kelapa telah dilakukan dan berikut hasil
pengujian kuat tekan tersebut.

Presentase Kuat Tekan Konversi ke kg Luas Silinder Hasil sementara Konversi ke-28 Hasil Akhir
Abu Serabut
(kN)
(x 100)
cm2
kg/cm2 (x)
0.70
K - . (x)
260
26000
147.205
210.292
285
28500
161.359
230.513
0%
176.625
0.70
320
32000
181.175
258.821
265
26500
150.035
214.336

1%

280
258
290
215

28000
25800
29000
21500

2%

380
245
420
395

38000
24500
42000
39500

3%

230
500
330
360

23000
50000
33000
36000

176.625

158.528
146.072
164.190
121.727

176.625

215.145
138.712
237.792
223.638

176.625

130.219
283.086
186.837
203.822

1.00

158.528
146.072
164.190
121.727

1.00

215.145
138.712
237.792
223.638

1.00

130.219
283.086
186.837
203.822

Tabel 2 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Normal dan Beton Geopolimer.

Dari hasil kuat tekan pada abu serabut


kelapa maka dilakukan analisis dengan
menggunakan student-t untuk menentukan
data yang akan digunakan pada analisis
korelasi dan regresi. Dari hasil student-t ini

akan diambil rata-rata pada setiap


presentase abu serabut kelapa yang
digunakan pada penelitian beton ini.
Berikut data yang digunakan setelah
melalui student-t.

95 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

X
210.292
230.513
258.821
214.336
158.528
146.072
164.190
121.727
215.145
138.712
237.792
223.638
130.219
283.086
186.837
203.822

X rata-rata X-Xrata-rata X-Xrata-rata^2

228.491

-18.198
2.022
30.331
-14.154

147.629

10.899
-1.557
16.561
-25.902

203.822

11.323
-65.110
33.970
19.816

200.991

-70.771
82.095
-14.154
2.831

331.180
4.089
919.946
200.344
1455.558
118.784
2.424
274.250
670.931
1066.389
128.220
4239.272
1153.980
392.674
5914.146
5008.592
6739.562
200.344
8.014
11956.511

t = 0.005

22.0269

-1.652
0.184
2.754
-1.285

2.920

18.8537

1.156
-0.165
1.757
-2.748

44.4002

0.510
-2.933
1.530
0.893

63.1308

-2.242
2.601
-0.448
0.090

Penerimaan
Oleh Kurva
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima

2.920

Diterima
Diterima
Diterima
Diterima

2.920

Diterima
Ditolak
Diterima
Diterima

2.920

Diterima
Diterima
Diterima
Diterima

Tabel 3 Hasil pengujian dengan student-t


Dari data tersebut terdapat beberapa data
yang dapat digunakan dan yang tidak dapat
digunakan. Dari data ini hanya digunakan
data yang diterima oleh student t. Dari hasil

tersebut digunakan untuk analisa regresi


dan korelasi. Sehingga didapat sebaran data
yang dibuat seperti berikut.

Gambar 3 Korelasi Dan Regresi Pada Kuat Tekan Beton Geopolimer


Dari hasil grafik tersebut tidak terdapat
korelasi yang baik dan untuk mencari
korelasi yang baik dicoba dengan mencari
pendekatan dengan menghapus data secara

96 | K o n s t r u k s i a

bertahap. Pertama dengan menghilangkan


data 1% dan didapat grafik korelasi sebagai
berikut.

BETON GEOPOLIMER ABU SERABUT KELAPA (Andika & Team Haryo)

Gambar 4 Korelasi Dan Regresi Pada Kuat Tekan Beton Geopolimer Setalah 1% dihilangkan
Setelah menghilangkan data 1% maka
mendapatkan
korelasi
yang
baik.
Seharusnya nilai korelasi yang baik untuk 1
% sebesar 234.59.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan :
1. Hasil kuat tekan geopolimer
menunjukkan
tidak
adanya
peningkatan mutu antara beton
geopolimer dengan beton normal.
2. Dengan penambahan geopolimer
semakin mengurangi mutu kuat
tekan beton.
3. Korelasi yang terjadi dengan
persamaan fc = -76838.x2 + 1388.x
+ 228.4
Saran :
1. Perlu adanya pembuktian mengenai
penambahan geopolimer 1% yang
menyebabkan mutu kuat tekan
beton sangat jauh dari perencanaan.
2. Perlu
adanya
pengecekan
presentase geopolimer antara 1%
dan 0% dan antara 1% dengan 2%
akibat perubahan mutu kuat tekan
beton secara signifikan.

DAFTAR PUSTAKA
Nugraha Paul, Antoni, 2007, Teknologi
Beton dari Material, Pembuatan, Ke beton
Kinerja Tinggi, Penerbit Andi dan LPPM
Universitas Kristen Petra, Yogyakarta.
Santosa, Bing, 2009, Pemanfaatan Abu
Sabut kelapa sebagai pengganti semen
dengan Bahan tambah Silikament, LN ,
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Janabadra,
Yogyakarta.
SNI 03 2834 2002, 2002, Tata Cara
pembuatan rencana beton normal,
Jakarta.

97 | K o n s t r u k s i a

UJI NUMERIK & EKSPERIMENTAL PEMBEBANAN PRE KOMPOSISIS DAN LATERAL (M.Aswanto)

SIMULASI NUMERIK & UJI EKSPERIMENTAL PEMBEBANAN PRE-KOMPRESI


DAN LATERAL PADA PASANGAN BATA TRIPLET
oleh:
M. Aswanto
Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Jakarta
M_aswanto@yahoo.com

ABSTRAK : Kajian ini mencoba menggunakan kapabilitas perangkat lunak elemen hingga untuk
melakukan analisis struktur pasangan bata triplet. Diantaranya penggunaan, aplikasi kriteria
keruntuhan pada Elemen Concrete (William & Warnke), pada bata merah. Perangkat lunak yang
digunakan ANSYS. Parameter mekanik sebagai input, diambil dari test individual terhadap masing-masing
material penyusun. Sebagai pembanding adalah test uji pembebanan pasangan bata triplet dengan beban
prekompresi dan lateral. Bata merah dipakai jenis bata tradisional dari Cikarang.
Kata kunci : Bata Triplet, elemen hingga, kompresi, lateral

ABSTRACT: This study attempted to use the software capability to perform finite element analysis of
masonry structures triplet. Including the use, application criteria collapse in Concrete Elements (William
and Warnke), the red brick. ANSYS software is used. Mechanical parameters as input, taken from the test
individually to each constituent material. For comparison is loading test test masonry triplet with
prekompresi and lateral loads. Red brick used traditional brick type of Cikarang.
Keywords: Brick Triplet, finite element, compression, lateral

PENDAHULUAN
Konstruksi batu bata mendominasi hampir
kebanyakan material konstruksi yang
digunakan di Indonesia. Konstruksi
perumahan rata-rata penduduk Indonesia
menjadikan batu-bata merah sebagai
elemen utama struktur. Baik sebagai
struktur
pemikul
maupun
sebagai
dinding.Walaupun demikian riset-riset di
negara kita yang menyelidiki sifat dan
karakteristik mekaniknya masih terasa
kurang. Termasuk simulasi numerik dengan
menggunakan perangkat lunak elemen
hingga
(MEH)
untuk
memodelisasi
pasangan bata merah. Kesulitannya adalah
ketidaktersediaan
parameter-parameter
mekaniknya.

Sebagai subyek penelitian ini adalah


Simulasi Numerik perilaku model-model
ekperimen pasangan bata Triplet ketika
mendapat beban Prekompresi dan Lateral.
Besaran Input parameter mekanik bata dan
mortar
didapatkan
dari
hasil
eksperimental.

Model Elemen Hingga


Permodelan pasangan Triplet dengan
pendekatan hubungan interface (antar
muka) bata dan mortar yang kontinyu
sebagai Solid3D, yaitu elemen bata dan
mortar menggunakan nodal yang sama.

99 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Tegangan/stress diantara dua solid


kontinyu, dan meshing harus dibuat sama
diantara dua bagian solid tersebut.Hal ini
diterapkan untuk memodelkan triplet
dalam kondisi batas bond strength belum
terlewati, sehingga triplet merupakan satu
kesatuan material solid gabungan antara
bata dan mortar yang utuh.
Gambar 1 : Geometri Struktur Aktual dan
Diskritisasi Elemen Hingga.

stress MPa
27

E = 882.08

20

E = 1013,31
compression
region
0.0019
0.6

tension
region

0.03061 strain
0.01974

Grafik1
:
Hubungan
Stress-Strain
Mortar.[file: gambar aniso.xls]

stress MPa

E = 460

Untuk itu permodelan geometri bentuk asli


struktur kedalam bentuk elemen hingga
harus dapat mempresentasikan dengan
baik
nodal-nodal,
elemen-elemen,
konektivitas nodal dan elemen, material
properti, kondisi batas dan berbagai
besaran enginering lain yang merupakan
presentasi dari kondisi fisikal struktur.
Secara khusus, pembuatan model elemen
hingga adalah mendefinisikan nodal dan
elemen struktur yang akan membentuk
geometri struktur aktual (gambar 1).

Modelisasi Material
Perilaku
material
didasarkan
atas
hubungan kurva tegangan-regangan dan
berbagai
parameter
mekanik
yang
didapatkan dari uji tes tekan dan tarik, yang
dilakukan mahasiswa UI dan dari studi
Literatur.
100 | K o n s t r u k s i a

compression
region
0.015

tension
region

strain
0.6

0.01338

Grafik 2 : Hubungan Stress-Strain Bata


Merah.[file: gambar aniso.xls]

Untuk mendapatkan data input parameter


mekanik,
dilakukan
pengujian
di
laboratorium terhadap material penyusun
Pasangan Triplet.Yaitu Mortar dan Bata.
Guruh Sakti [2], melakukan pengujian
mortar untuk mendapatkan nilai modulus
elastisitas, kuat tekan dan tarik,
hubungan tegangan regangan dan
tegangan maksimum tekan tarik.

UJI NUMERIK & EKSPERIMENTAL PEMBEBANAN PRE KOMPOSISIS DAN LATERAL (M.Aswanto)

DB. Satrio [3], melakukan pengujian bata


merah untuk mendapatkan nilai modulus
elastisitas, kuat tekan dan tarik,
hubungan tegangan regangan dan
tegangan maksimum tekan tarik.
Material propertiseperti sudut geser
dalam (), kohesi (c) didapatkan dari
studi literatur [4,5].
Hasil yang diperoleh dari tes laboratorium
diatas, dijadikan sebagai parameter input
untuk
permodelan
Numerik.
Selengkapnyaparameter mekanik material
dapat dilihat pada Tabel 1.

Kriteria Keruntuhan
Kriteria keruntuhan yang digunakan
dan sudah terprogramasi dalam perangkat
lunak (ANSYS) yaituelemen yang dapat
mengakomodasi perilaku material nonduktile.Elemen yang mempunyai kapabilitas
memodelkan crack dan crush ini disebut
SOLID65. Dalam formulasinya elemen ini
menggunakan kriteria keruntuhan William
KJ &
Warnke ED. Elemen ini dapat
digunakan untuk memprediksi kapan
terjadinya crack dan propagasinya. Secara
visual, crack ditandai dengan bulatan pada
titik integrasi elemen.

Warna merah mengindikasikan crack


pertama (initial crack).
Hijau sebagai crack kedua.
Biru sebagai crack ketiga.
Tanda silang sebagai crack yang tertutup
kembali.
Crushing
ditandai
dengan
bentuk
hexagonal merah di titik integrasi.
Kriteria ini awalnya digunakan
untuk
model
respon
non-linier
darireinforcement
concrete
ketika
mendapat beban statik. Model ini
memodelkan retak/crack yang diakibatkan
oleh kelemahan beton dalam menahan
kekuatan tarik, dan algoritma plasticitylaw (
bertambahnya regangan pada kondisi
tegangan yang tetap) ketika crush dalam
kondisi lingkungan tekan dan dalam
diskripsi orientasi dari masing-masing
bidang crack dan crush.
Ansys [11], menyediakan elemen
khusus 3 dimensi 8 nodal solid
isoparametrik, untuk memodelkan respon
non linier material brittle berdasarkan
model konstitutif dari perilaku uji triaksial
material beton oleh William KJ & Warnke
ED.

Tabel 1 : Modelisasi Material dan Nilai Batas Kriteria Keruntuhan


Linier Material Propeties

Bata

Mortar

Elastic ModuliCompresive (uji destruktif)

460[3]

1013,3[2]

Elastic ModuliTensile (uji destruktif)

39[3]

314[2]

0,15[1]

0,23[1]

Non Ductile Material Model(kriteria keruntuhan


William KJ & Warnke ED)

Bata

Mortar

Shear Transfer Coefficients for open crack

0,1

0,3

Major Poisson Ratios

101 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Shear Transfer Coefficients for closed crack

0,5

0,7

Ultimate uniaxial tensile strength

0,6[3]

0,75[2]

Ultimate uniaxial compressive strength

6[3]

20[2]

Ultimate biaxial compressive strength(1.2 fc)

7,2

24

Ambient Hydrostatic Stress State (31/2 fc)

10,392

34,641

8,7

29

10,35

34,5

0,6

0,6

Ultimate compressive strength for a state of biaxial


compression superimposed on hidrostatik stress
state (1.45 fc)
Ultimate compressive strength for a state of
uniaxialcompression
superimposed on hidrostatik stress state (1.725 fc)
Stiffness multiplier for cracked tensile condition
(0.6)

Tiap elemen mempunyai 8 titik integrasi


yang akan dievaluasi apakah terjadi crackcrush ditiap titik tersebut selama beban
diberikan. Dalam rutin-rutin programnya,
dapat dilakukan modifikasi relasi teganganregangan ketika terjadi crack (Bab II, 2.5.1),
sehingga bisa dilakukan penyesuaian shear
transfer pada bidang crack. Dengan variasi
antara full shear transfer sampai no shear
transfer.
Setelah crack awal terjadi,
bila masih ada tegangan tangensial kearah
bidang
crack,
dapat
menyebabkan
timbulnya crack kedua dan ketiga, yang
dievaluasi pada titik-titik integrasi.

Prosedur Test Eksperimental


Uji test pembebanan pasangan bata triplet
(dengan variasi warna-warna bata, mutu
komposisi mortar dan beban prekompresi)
di Lab, dilakukan dengan memberikan
beban pra-tekan yang konstan dan beban
lateral yang semakin meningkat sampai
tercapai keruntuhan triplet.

Kapabilitas elemen diatas, diterapkan


dalam kajian ini untuk memprediksi
keruntuhan material britel, khususnya bata
dan mortar dalam pasangan Triplet.
Gambar 2. Pengujian Pasangan Bata Triplet
[file metodologi.doc]

102 | K o n s t r u k s i a

UJI NUMERIK & EKSPERIMENTAL PEMBEBANAN PRE KOMPOSISIS DAN LATERAL (M.Aswanto)

Penulisan ini mengaplikasikan itensitas


beban 5 kg/cm2
,
yang
dianggap
mewakili ketinggian pasangan dinding bata
lebih dari 4 m, maka beban prekompresi
yang diberikan jack kepada Triplet adalah :
5 kg/cm2x 10 cm x 10 cm
= 500 kg.

Pola Sekuen Pembebanan


600
500

Beban kgf

Beban pra-tekan merepresentasikan beban


veritikal yang bekerja pada dinding
bata.Nilai-nilai beban pra-tekan yang
diberikan diperoleh dari perhitungan beban
yang bekerja pada pasangan dinding bata
merah dalam struktur gedung. Umumnya
pasangan bata merah memiliki tinggi 4 m
dengan tebal pasangan 90 mm 100 mm.
Maka beban yang bekerja per 1 m adalah
sebesar 250 kg/m2 x 4 m x 1 m = 1000 kg.
Luas bidang permukaan atas pasangan bata
adalah sebesar 1000 mm x 100 mm =
100000 mm2. Oleh karena itu beban yang
bekerja dalam luasan pasangan bata
tersebut sebesar 0.01 kg/mm2 = 1 kg/cm2.

prekompresi

400
300
200

lateral

100
0
0

10

Time Step - Load Step

Gambar 3. Pola Pembebanan, Kondisi Batas


dan Dimensi Triplet. [file metodologi.doc]
Sedangkan
beban
lateral
merepresentasikan beban geser/horizontal
yang bekerja pada pasangan dinding bata.
Beban ini diberikan dengan kenaikan
(increment) per 100 kg meningkat sampai
pasangan bata tersebut runtuh (failure).

Hasil Eksperimental
Displacement
Test
pembebanan
triplet
di
Lab.
menghasilkan
data-data
perpindahan
(displacement)
pada
berbagai
titik
dipemukaan Triplet. Tinjauan ini lebih
ditujukan pada titik pengukuran LVDT 6
dan 5 seperti dalam gambar 3.

Beban Prekompresi

100 cm

Beban Lateral
40 cm

Simulasi numerik dilakukan dengan pola


pembebanan, kondisi batas dan material
yang diasumsikan mendekati kesamaan
dengan kondisi test Lab. Hasil dari simulasi
berupa pola displacement, dan pada lokasi
titik-titik yang sama dibandingkan dengan
hasil pengukuran LVDT.
Hasil perbandingan ini diplotkan
bersama dalam satu grafik (Grafik 3). Bila
diamati dari grafik tersebut, perbandingan

103 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

hasill komputasi numerik dengan uji test,

kekurang

maka displacement hasil uji test Lab

Laboratorium, juga fenomena fissure lossing

menunjukkan riwayat perpindahan yang

(pemampatan rongga pada bata ketika

cukup

mulai

numerik.

jauh
Hal

dibandingkan
ini

komputasi

disebabkan

selain

akurasian

mendapat

peralatan

beban)

uji

belum

terakomodasi.

titik pengukuran

Grafik 3 : Hubungan Stress-Strain Bata Merah.[file: gambar aniso.xls]

Gambar 4 : Awal crush pada bagian depan pada bata, ditunjukkan dengan munculnya bulatanhexagonal merah pada titik-titik integrasi. Kondisi (1) pada Grafik 3.

Gambar 5 : Keruntuhan aktual pada bagian depan bata pada pengujian pasangan bata Triplet.
104 | K o n s t r u k s i a

UJI NUMERIK & EKSPERIMENTAL PEMBEBANAN PRE KOMPOSISIS DAN LATERAL (M.Aswanto)

Hasil prediksi keruntuhan menunjukkan


bahwa pada saat penambahan beban lateral
mencapai 750 kgf (1.7544 MPa), akan
terjadi crushing pada muka bata triplet
bagian tengah (hidung).
Saat keruntuhan tercapai, program
akan berhenti karena konvergensi numerik

tidak tercapai. Keruntuhan triplet terjadi


saat beban lateral mencapai sekitar 1700
kgf (3,9766 MPa). Keruntuhan ini sesuai
dengan beberapa hasil uji laboratorium
seperti ditunjukkan pada rekaman LVDT
berikut ini.

Grafik 6 : Batas Keruntuhan Berkisar 17.000 N atau 1700 kgf

105 | K o n s t r u k s i a

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

Gambar 7 : Titik Keruntuhan

Kesimpulan
1. Hasil
prediksi
keruntuhan
menunjukkan bahwa pada saat
penambahan beban lateral mencapai
750 kgf (1.7544 MPa), akan terjadi
crushing pada muka bata triplet bagian
tengah (hidung).
2.

3.

Saat keruntuhan tercapai, program


akan berhenti karena konvergensi
numerik tidak tercapai. Keruntuhan
triplet terjadi saat beban lateral
mencapai sekitar 1700 kgf (3,9766
MPa).
perbandingan
hasill
komputasi
numerik dengan uji test, maka
displacement hasil uji test Lab
menunjukkan riwayat perpindahan
yang
cukup
jauh
dibandingkan
komputasi numerik.

Daftar Pustaka
(1)

ACI 212-3R-4, Chemical Admixture


For Concrete, 2004

(2)

ACI 363R-92, State of the Art


Report on High Strength Concrete,
1997

(3)

ASTM C 150-02a, Standart


Specification For Portland Cement,

106 | K o n s t r u k s i a

2002
(4)

ASTM
C
33-03,
Specification
For
Aggregat, 2003

Standart
Concrete

(5)

ASTM C 494/C494M-99a, Standart


Specification
For
Chemical
Admixtures For Concrete, 1999

(6)

Digilib.its.ac.id/public/ITSUndergraduate-10030-Paper.pdf

(7)

Edward
G.
Nawy,
Concrete
Construction
Engineering
2n
Handbook, d ed., Ch. 12. Longman,
United Kingdom, 2008.

Jurnal Konstruksia | Volume 6 Nomer 2 | April 2015

ISSN 2086-7352

JURNAL

KONSTRUKSIA
Kriteria Penulisan
1. Jurnal KONSTRUKSIA. Menerima naskah ilmiah dari ilmuwan/akademisi dan praktisi
bidang teknik atau yang terkait, bias berupa hasil penelitian,studi kasus, pembahasan teori
dan resensi buku, serta inovasi-inovasi baru yang belumpernah dipublikasikan.
2. Jurnal KONSTRUKSIA terbit berkala tiap semester, pada bulan Juni dan Desember.
3. Naskah ilmiah hendaknya ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang baik
dan benar. Penulis setuju mengalihkan hak ciptanya ke Redaksi Jurnal KONSTRUKSIA
Teknik Sipil UMJ, jika dan pada saat naskah diterima dan diterbitkan.
4. Naskah tidak akan dimuat, jika mengandung unsur SARA, politik, komersial, Subyektifitas
yang berlebihan, penonjolan seseorang yang bersifat memuji ataupun merendahkan.
5. Naskah/tulisan hendaknya lengkap memuat :
a. Judul
b. Nama Penulis (tanpa gelar) dan alamat email
c. Nama Lembaga atau institusi tempat penulis beraktifitas
d. Abstrak dan kata kunci dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, panjang abstrak
tidak lebih dari 200 kata
e. Isi Naskah (pembahasan), penutup (kesimpulan), daftar pustaka dan lampiran
(jika ada)
6. Naskah /artikel diketik pada kertas HVS ukuran A4 dan dengan format margin kiri, kanan,
atas dan bawah 30 mm, serta harus diketik dengan jenis huruf Arial dengan font 10 pt
(kecuali judul), satu spasi. Judul ditulis miring (italic), jumlah halaman 7-10.
7. Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk print out atau soft copy (CD) atau email ke
redaksi@konstruksia.org.

Alamat redaksi :
Jurnal KONSTRUKSIA
TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Jl. Cempaka Putih tengah 27 Jakarta Pusat.
Telp. 42882505, Fax. 42882505
Website: konstruksia.umj.ac.id
Email: redaksi@konstruksia.umj.ac.id

ISSN 2086 - 7352

Anda mungkin juga menyukai