Bicara waralaba ayam bakar, ingat Wong Solo. Berdebat tentang Wardoyo, pemilik
Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo. Malah dalam banyak hal, nama lelaki ini lebih
beken ketimbang rumah makannya. Maklum, keberaniannya membuat acara Poligamy
Award di suatu hotel beberapa waktu lalu, menimbulkan pro dan kontra. Apakah ia
kebablasan dalam hal personal branding? Tunggu dulu. Ternyata, menurut pria kelahiran
Solo 46 tahun lalu ini,
apa yang ia lakukan memang disengaja. Kok bisa?
“Saya harus menciptakan konflik terus-menerus di benak orang supaya orang
membicarakan saya,” ujar Direktur PT Sarana Bakar Diggaya ini blakbalakan. Bahkan ia
mengungkapkan, jika perlu, ia membayar orang untuk mendemo dirinya sendiri.
Tujuannya, supaya orang selalu membicarakan dirinya tanpa henti dan polemik menjadi
panjang. Contohnya, isu poligami.
Bagi Puspo, apakah orang membicarakan hal positif atau negatif, untuk tahap awal
bukanlah masalah. Yang penting, setiap saat orang membicarakan dirinya. Hal ini,
dikatakannya, penting untuk bisnisnya. “Ketika orang membicarakan Puspo, itu berarti
membicarakan Wong Solo, ” ujar suami dari empat wanita ini. Ia yakin, jika orang kenal
Puspo, yang bersangkutan akan men-deliver hal itu ke Wong Solo.
Bagaimana Puspo bisa melakukan ini semua? Diceritakan, ketika pada tahun 1993
memulai bisnis ini, ia belum seterkenal sekarang. Ia memulai perjalanan usahanya
dengan modal Rp. 700 ribu. Waktu itu orang mengenalnya hanya sebagai pedagang kaki
lima di Bandara Polonia, Medan.
Namun suatu hari pada 1996, Koran daerah Medan, Waspada menulis seputar dirinya.
Judulnya, “Puspo Wardoyo, Sarjana Membuka Ayam Bakar Wong Solo di Medan.”
Sejak itu, bisnis rumah makannya sukses besar. Omsetnya naik 300%-400%. “Dari sini
saya sadar dampak pemberitaan,” ujar mantan guru SMA di Bagansiapi-api, Sumatera
Utara ini. Dan ia pun mulai mendekati pers.
Setelah cukup dekat dengan kalangan pers. Puspo mulai memahami cara kerja dunia pers.
Antara lain, penting isu dalam pemberitaan. Sejak itu, ia mulai menciptakan isu atau
konflik yang berkenaan dengan dirinya. “Isu atau konflik itu penting supaya media mau
memberitakannya, tanpa kita memintanya,” ia menjelaskan. Isu-isu yang dibuatnya
haruslah mengandung unsur tidak bermasalah. Malah kalau bisa, dengan isu tersebut, ia
menjadi pahlawan. “karena seorang pionir adalah seorang pembuka, dan ia bisa disebut
pahlawan,” katanya. Target besarnya adalah bagaimana mempromosikan bisnis.
Tentang sosok pahlawan ini, Puspo mencontohkannya dalam hal poligami. Ia
memfigurkan dirinya sebagai pahlawan poligami. Sekaligus sebagai pengusaha rumah
makan yang sukses dan andal. Di sini ia ingin meruntuhkan mitos bahwa poligami itu
tabu.
Isu yang diluncurkan, antara lain sewaktu mendapat penghargaan Enterprise-50. Lalu,
saat menerima penghargaan sebagai Waralaba Lokal Terbaik dari Presiden RI Megawati.
Dan terakhir yang bikir geger Poligamy Award. Tak tanggung-tanggung, dana tak kurang
dari Rp. 2 miliar dikucurkannya untuk acara ini.
Tentang isu poligami, Puspo berujar, “Ini positif dan paling efektif. Karena ada
kebenaran, tapi tak semua orang berani mengungkapkannya.” Toh, ia melihat, dari sisi
agama, apa yang dilakukannya tak melanggar aturan. Ia sadar, banyak orang yang setuju
dan banyak juga yang tak setuju. “Ketika orang bicara poligami, tak akan pernah tuntas,”
ujarnya. Hal itu, ia menambahkan, akan memunculkan konflik di antara mereka.
Puspo mengakui ia sangat terkesan dengan isu Poligamy Award. Karena, setelah acara
tersebut diselenggarakan, banyak sekali tanggapan dari masyarakat. “Ini puncak promosi
saya,” ujarnya bangga. Diakuinya, ini isu yang paling berat dan seru yang pernah
diluncurkannya. “Karena isu ini melawan arus,” tambahnya. Isu-isu tersebut ternyata
tidak dibuatnya sendiri. Ia membentuk sejumlah tim. Tim yang terdiri dari para wartawan
ini tersebar di beberapa kota, antara lain Jakarta, Badung, Surabaya, Solo, Malang, Bali
dan Medan. Namun, ia tak menyerahkan pembuatan isu begitu saja kepada timnya.
“Semua tetap di bawah kepemimpinan saya,” katanya. Dua minggu sekali ia mengadakan
rapat untuk menetapkan isu dalam satu bulan.
Hasil evaluasinya saat ini menunjukkan, nama Puspo Wardoyo sudah dikenal banyak
orang. Adapun dari sisi bisnis, ia merasa relatif berhasil. Saat ini sejumlah rumah makan
di berbagai kota besar dimilikinya. Sejumlah proposal kerjasama juga terus mengalir ke
mejanya. Namun, kalau dibandingkan dengan rumah makannya, ia mengakui namanya
cenderung lebih popular ketimbang Wong Solo. Itulah sebabnya, agar seimbang, kini ia
mengupayakan agar nama rumah makannya kian dikenal. Karena hal itu, beberapa
langkah kini digodoknya. Caranya? Membuat sejumlah isu baru! Pertama, isu yang
berisikan pesan bahwa dirinya adalah sosok yang baik, sabar, penuh kasih sayang dengan
keluarga, dan dermawan. “Saya ingin colling down setelah kasus Poligamy Award, untuk
meraih simpati,” ujarnya terus terang. Berikutnya, fokus pada product branding.
Sejumlah produk unggulan Wong Solo akan segera diluncurkan.
Menurutnya, selama ini Wong Solo dikenal sebagai rumah makan biasa. Padahal,
usahanya ini memiliki sejumlah produk unggulan. Contohnya, beras terbaik dari
Delangga. Juga, kangkung unggulan yang hidup di air panas dari Cibaya, yang karena
daya tahannya yang kuat dinamakannya Kangkung Perkasa. Selain itu, ia juga memiliki
beberapa produk unggulan yang namanya nyerempet-nyerempet poligami, seperti Jus
Poligami, Jus Dimadu, atau Tumis Cah Poligami. Terlepas dari kontroversi yang ada,
suka tidak suka, Puspo adalah salah satu pebisnis yang piawai mem-brand-kan dirinya.
c. MARIUS “C59″ WIDYARTO SUKSES BERBISNIS DENGAN DESAIN
KREATIF
Tentu sebagian besar dari Anda pernah mendengar nama kaus bermerk C59. Kesuksesan
C59 tidak lepas dari kepiawaian penggagasnya, Marius Widyarto atau yang akrab
dipanggil Mas Wiwied. Bermula dari rasa gusarnya melihat teman-temannya yang
memamerkan kaos bergambar kota mancanegara buah tangan dari orang tuanya usai
bepergian dari luar negeri, Wiwied kemudian tertantang untuk membuat sendiri kaus
bergambar patung Liberty dan kota New York dan sesumbar bahwa omnya juga baru
datang dari luar negeri,sejak saat itulah ia semakin dikenal sebagai orang yang piawai
membuat kaus, sampai-sampai, ketika ia bekerja di sebuah perusahaan kontraktor, ia
lebih sering didatangi orang untuk urusan pesanan kaus daripada untuk pekerjaannya.
Wiwied yang sejak kecil menyukai pekerjaan prakarya memulai usahanya dari rumahnya
yang berukuran 60 m2 di Gang Caladi 59, yang akhirnya menjadi nama merk kausnya
dengan modal awal dari hasil penjualan kado pernikahannya dengan Maria Goreti
Murniati. Mental entrepreneur Wiwied banyak ditempa ketika ia ikut seorang pengusaha
keturunan di Bandung yang memperlakukannya secara keras.Pada awalnya Wiwied
menjalankan usahanya dari order kanan kiri, ia juga ikut mendesain,memilih bahan,
memotong,menjahit, menyablon sampai finishing disamping juga mencari order.
Usahanya meningkat ketika mendapatkan order dari Nichimen-perusahaan Jepang yang
bergerak di bidang pestisida, kaus itu untuk dibagi-bagikan ke para petani.
Usahanya semakin terasa meningkat setelah mengikuti kegiatan Air Show 1986 di
Jakarta yang diikuti pula oleh para peserta dari mancanegara.
Wiwied kemudian juga merambah bidang retail yang bermula dari menjual sisa order
yang tidak memenuhi syarat yang ternyata juga diminati orang. Setelah usahanya
meningkat, pada tahun 1992, ia kemudian pindah ke Jalan Tikukur no.10 yang kemudian
memborong rumah di sekitarnya yakni no.4,7,8,9 yang kemudian ia jadikan kantor dan
showroom produknya. Selain itu ia juga membuka showroom di daerah lain,seperti
Balikpapan, Bali,Yogya dan kota lain sehingga kini ia memiliki sekitar 600 outlet di
Indonesia dengan mempekerjakan sekitar 4000 karyawan.
Di mancanegara,Wiwied memiliki 60 showroom yang tersebar di Slowakia,Polandia, dan
Czech dan bahkan kini ia juga sudah merambah jaringan Metro Dept.Store di Singapura.
Keberhasilannya menembus mancanegara bermula dari beberapa stafnya yang bersekolah
di luarnegeri yang biasanya membawa satu dua koper kaus C59 dan dijual pelan-pelan di
sana, kemudian diadakan survey yang tenyata pasar di sana menguntungkan karena
memiliki empat musim, sehingga tidak hanya bisa menjual t-shirt namun juga sweater
atau jaket.
Wiwied juga memiliki sebuah pabrik di atas tanah seluas 4000m2 di daerah Cigadung,
Bandung. Pabrik ini dibangun setelah mendapatkan kredit dari Robbie Djohan yang saat
itu menjabat Dirut Bank Niaga pada tahun1993, ketika itu Bank Niaga memesan t-shirt
ke C59. Di tahun yang sama pula ia mengubah bentuk usahanya menjadi PT. Caladi Lima
Sembilan.
Keberhasilan Wiwied dibuktikan dengan berbagai penghargaan yang telah ia terima,
diantaranya Upakarti 1996, ASEAN Development Executive Award 2000-2001,Dan
pemenang I Enterprise 50.
Filosofi bisnis Wiwied sendiri terinspirasi dari burung Caladi yang berasal dari bahasa
Sunda yang berarti burung pelatuk. Wiwied mengartikan Caladi sebagai 5 citra dan 9
cita-cita, lima citra itu menggambarkan karakter sumberdaya manusia yang dimiliki C59
yakni, cakap, cerdik, cermat, cepat, dan ceria.Sedangkan 9 cita-citanya adalah
customersatisfaction, company profit, confident working atmosphere, control,
collaboration, clear mind, creativity, dan consultative. Wiwied juga ingin seperti burung
pelatuk Woody Woodpecker yang tidak mau kalah dari pesaingnya, dan bila kita
perhatikan burung pelatuk selalu fokus ketika mematuk pohon, Wiwied pun ingin selalu
fokus di bidang garmen.
Salah satu kunci sukses Wiwied juga terletak pada penggalian ide desain yang tidak
pernah berakhir, baginya riset desain sangatlah penting karena kekuatan produknya ada
pada rancangan,apalagi industri t-shirt cepat berganti tren. Karyawannya pun mendapat
kesempatan jalan-jalan untuk mencari ide-ide segar, bahkan ia membiarkan karyawannya
untuk tidak masuk asalkan ketika ia masuk ia sudah membawa ide bagus.
Setiap desain yang akan dikeluarkan harus dipresentasikan lebih dulu, kemudian setelah
terpilih, baru dilanjutkan dengan prosesi produksi, pemilihan bahan,teknik cetak,warna,
dan sebagainya.
Wiwied juga terlihat sangat piawai membangun networking, ia selalu berusaha
membangun hubungan baik dengan supplier, support, customer, dan government. Ia
sangat percaya bahwa relationship adalah kunci kesuksesan dari bisnis. Wiwied mengaku
kalau dia merupakan biangnya koperasi,untuk itu ia juga mendirikan koperasi untuk
meningkatkan kesejahteraan karyawannya, omset koperasinya saat ini sekitar Rp 600
juta. Ia bangga karena telah dapat mewujudkan impiannya untuk membuka lapangan
kerja bagi banyak orang
• http://probiz.wgtt.org/modul/course/category.php?id=2
• PENDAHULUAN : KEWIRAUSAHAAN 1. Hakikat dan Konsep Dasar
Kewirusahaan Kewirausahaan pertama kali muncul pada abad 18 diawali dengan
penemuan-penemuan baru seperti mesin uap, mesin pemintal, dll. Tujuan utama mereka
adalah pertumbuhan dan perluasan organisasi melalui inovasi dan kreativitas.
Keuntungan dan kekayaan bukan tujuan utama. Secara sederhana arti wirausahawan
(entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka
usaha dalam berbagai kesempatan Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental
mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam
kondisi tidak pasti. (Kasmir, 2007 : 18). Pengertian kewirausahaan relatif berbeda-beda
antar para ahli/sumber acuan dengan titik berat perhatian atau penekanan yang berbeda-
beda, diantaranya adalah penciptaan organisasi baru (Gartner, 1988), menjalankan
kombinasi (kegiatan) yang baru (Schumpeter, 1934), ekplorasi berbagai peluang
(Kirzner, 1973), menghadapi ketidakpastian (Knight, 1921), dan mendapatkan secara
bersama faktor-faktor produksi (Say, 1803). Beberapa definisi tentang kewirausahaan
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: Richard Cantillon (1775) Kewirausahaan
didefinisikan sebagai bekerja sendiri (self-employment). Seorang wirausahawan membeli
barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya pada masa yang akan datang dengan
harga tidak menentu. Jadi definisi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang
menghadapi resiko atau ketidakpastian Jean Baptista Say (1816) Seorang wirausahawan
adalah agen yang menyatukan berbagai alat-alat produksi dan menemukan nilai dari
produksinya. Frank Knight (1921) Wirausahawan mencoba untuk memprediksi dan
menyikapi perubahan pasar. Definisi ini menekankan pada peranan wirausahawan dalam
menghadapi ketidakpastian pada dinamika pasar. Seorang worausahawan disyaratkan
untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajerial mendasar seperti pengarahan dan
pengawasan Joseph Schumpeter (1934) Wirausahawan adalah seorang inovator yang
mengimplementasikan perubahan- perubahan di dalam pasar melalui kombinasi-
kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut bisa dalam bentuk (1) memperkenalkan produk
baru atau dengan kualitas baru, (2) memperkenalkan metoda produksi baru, (3) membuka
pasar yang baru (new market), (4) Memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau
komponen baru, atau (5) menjalankan organisasi baru pada suatu industri. Schumpeter
mengkaitkan wirausaha dengan konsep inovasi yang diterapkan dalam konteks bisnis
serta mengkaitkannya dengan kombinasi sumber daya.
Pengertian dan Teori Kewirausahaan
Ketika mata kiri melirik ke SAP online dan mata kanan ke kalendar akademik, …..waduh
cilaka ternyata jatah ngajar sebelum UTS tinggal satu kali pertemuan lagi. Padahal materi
yang diberikan masih lumayan banyak. Saya pun buru-buru berburu bahan ajar terburu eh
terbaru, atau setidak-tidaknya me-review kembali beberapa bahan ajar yang sudah
diunggah ke staffsiteku. Tulisan ini akan memaparkan tentang sejarah teori
kewirausahaan, yang konsepnya sudah disebut-sebut dari zaman “baheula”, diantaranya
oleh Jean Baptista Say dan Richard Cantillon pada awal abad ke-18.
Pengertian Kewirausahaan
Istilah entrepreneur pertama kali diperkenalkan pada awal abad ke-18 oleh ekonom
Perancis, Richard Cantillon. Menurutnya, entrepreneur adalah “agent who buys means of
production at certain prices in order to combine them”. Dalam waktu yang tidak terlalu
lama, ekonom Perancis lainnya- Jean Baptista Say menambahkan definisi Cantillon
dengan konsep entrepreneur sebagai pemimpin. Say menyatakan bahwa entrepreneur
adalah seseorang yang membawa orang lain bersama-sama untuk membangun sebuah
organ produktif.
Pengertian kewirausahaan relatif berbeda-beda antar para ahli/sumber acuan dengan titik
berat perhatian atau penekanan yang berbeda-beda, diantaranya adalah penciptaan
organisasi baru (Gartner, 1988), menjalankan kombinasi (kegiatan) yang baru
(Schumpeter, 1934), ekplorasi berbagai peluang (Kirzner, 1973), menghadapi
ketidakpastian (Knight, 1921), dan mendapatkan secara bersama faktor-faktor produksi
(Say, 1803). Beberapa definisi tentang kewirausahaan tersebut diantaranya adalah
sebagai berikut:
Jean Baptista Say (1816): Seorang wirausahawan adalah agen yang menyatukan berbagai
alat-alat produksi dan menemukan nilai dari produksinya.
Frank Knight (1921): Wirausahawan mencoba untuk memprediksi dan menyikapi
perubahan pasar. Definisi ini menekankan pada peranan wirausahawan dalam
menghadapi ketidakpastian pada dinamika pasar. Seorang worausahawan disyaratkan
untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajerial mendasar seperti pengarahan dan
pengawasan.
Joseph Schumpeter (1934): Wirausahawan adalah seorang inovator yang
mengimplementasikan perubahan-perubahan di dalam pasar melalui kombinasi-
kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut bisa dalam bentuk (1) memperkenalkan produk
baru atau dengan kualitas baru, (2) memperkenalkan metoda produksi baru, (3) membuka
pasar yang baru (new market), (4) Memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau
komponen baru, atau (5) menjalankan organisasi baru pada suatu industri. Schumpeter
mengkaitkan wirausaha dengan konsep inovasi yang diterapkan dalam konteks bisnis
serta mengkaitkannya dengan kombinasi sumber daya.
Penrose (1963): Kegiatan kewirausahaan mencakup indentifikasi peluang-peluang di
dalam sistem ekonomi. Kapasitas atau kemampuan manajerial berbeda dengan kapasitas
kewirausahaan.
Harvey Leibenstein (1968, 1979): Kewirausahaan mencakup kegiatan-kegiatann yang
dibutuhkan untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar
belum terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi
produksinya belum diketahui sepenuhnya.
Israel Kirzner (1979): Wirausahawan mengenali dan bertindak terhadap peluang pasar.
Entrepreneurship Center at Miami University of Ohio: Kewirausahaan sebagai proses
mengidentifikasi, mengembangkaan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi
tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan
sesuatu. Hasila akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk
pada kondisi resiko atau ketidakpastian. Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari
berbagai pengertian tersebut adalah bahwa kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang
mencakup eksploitasi peluang-peluang yang muncul di pasar. Eksploitasi tersebut
sebagian besar berhubungan dengan pengarahan dan atau kombinasi input yang
produktif. Seorang wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko atau peluang
yang muncul, serta sering dikaitkan dengan tindakan yang kreatif dan innovatif. Selain
itu, seorang wirausahawan menjalankan peranan manajerial dalam kegiatannya, tetapi
manajemen rutin pada operasi yang sedang berjalan tidak digolongkan sebagai
kewirausahaan. Seorang individu mungkin menunjukkan fungsi kewirausahaan ketika
membentuk sebuah organisasi, tetapi selanjutnya menjalankan fungsi manajerial tanpa
menjalankan fungsi kewirausahaannya. Jadi kewirausahaan bisa bersifat sementara atau
kondisional.
Teori Kewirausahaan
Sebelum memaparkan teori kewirausahaan, terlebih dahulu saya mengulas pengertian
“teori”. Maksudnya sekalian menyegarkan ingatan saya sendiri sih, kan semester ini
mengajar metodologi penelitian juga hehehe. Kita biasanya menggunakan teori untuk
menjelaskan sebuah fenomena. Fenomena yang akan dijelaskan disini adalah kehadiran
entrepreneurship yang mempunyai kontribusi besar dalam pengembangan ekonomi. Teori
tersebut terdiri dari konsep dan konstruk, nah lho apa ya beda kedua istilah tersebut? .
Teori adalah “sekumpulan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang saling
berhubungan” yang menunjukkan pandangan sistematis terhadap sebuah fenomena
dengan merinci hubungan antar variabel, dengan tujuan untuk menerangkan dan
memprediksi fenomena. Mari kita lihat beberapa teori yang menjelaskan dan
memprediksi fenomena mengenai kewirausahaan.
Neo Klasik, teori ini memandang perusahaan sebagai sebuah istilag teknologis, dimana
manajemen (individu-individu) hanya mengetahui biaya dan penerimaan perusahaan dan
sekedar melakukan kalkulasi matematis untuk menentukan nilai optimal dari variabel
keputusan. Hmmm, jadi individu hanya bertindak sebagai “kalkulator pasif” yang
kontribusinya relatif kecil terhadap perusahaan. Kasihan bener ya tapi Masa sih? ……
Jadi pendekatan neoklasik tidak cukup mampu untuk menjelaskan isu mengenai
kewirausahaan. Kata Grebel dkk, “There is no space for an entrepreneur in neoclassical
theory”. Nah loh, jadi dimana letak teori kewirausahaannya dong? Tapi sebagai titik awal
masih bermanfaat juga kok. Kan konsep perusahaan (the firm) yang dijelaskan dalam
Neo Klasik masih mengakui juga keberadaan pihak manajemen atau individu-individu.
Dan individu inilah yang nantinya berperan sebagai entrepreneur atau intrapreneur, yang
akan dijelaskan pada teori-teori selanjutnya.
Schumpeter’s entrepreneur, kajian schumpeter lebih banyak dipengaruhi oleh kajian
kritisnya terhadap teori keseimbangan (equilibrium theory)-nya Walras. Waduh…. harus
mengulang kembali berbagai teori-teori ekonomi nih hehehe. Menurut beliau, untuk
mencapai keseimbangan diperlukan tindakan dan keputusan aktor (pelaku) ekonomi yang
harus berulang-ulang dengan “cara yang sama” sampai mencapai keseimbangan. Jadi
kata kuncinya “berulang dengan cara yang sama”, yang menurut Schumpeter disebut
“situasi statis”, dan situasi tersebut tidak akan membawa perubahan. Hmmm agak jelimet
juga nih. Saya mencoba membuat interpretasi lain terhadap pernyataan teoritis tersebut,
“Orang-orang yang statis atau bertindak seperti kebanyakan orang tidak akan membawa
perubahan“. Schumpeter berupaya melakukan investigasi terhadap dinamika di balik
perubahan ekonomi yang diamatinya secara empiris. Singkat cerita, akhirnya beliau
menemukan unsur eksplanatory-nya yang disebut “inovasi“. Dan aktor ekonomi yang
membawa inovasi tersebut disebut entrepeneur. Jadi entrepreneur adalah pelaku ekonomi
yang inovatif yang akan membuat perubahan. Hmmmm, begitulah “warisan” dari Om
Schumpeter hehehe.
Austrian School, Mengutip Adaman dan Devine (2000), masalah ekonomi mencakup
mobilisasi sosial dari pengetahuan yang tersembunyi (belum diketahui umum) yang
terfragmentasi dan tersebar melalui interaksi dari kegiatan para entrepreneur yang
bersiang. Hmmmmmm…… tambah bingung nih. Ada dua konsep utama disini yaitu
pengetahuan tersembunyi (orang lain belum tahu) yang dikaji oleh Hayek dan
kewirausahaan oleh Mises. Intinya mobilisasi sosial dari pengetahuan tersebut terjadi
melalui tindakan entrepreneural. Dan seorang entrepreneur akan mengarahkan usahanya
untuk mencapai potensi keuntungan dan dengan demikian mereka mengetahui apa yang
mungkin atau tidak mungkin mereka lakukan. Oooohhh begitu toh, jadi artinya seorang
entrepreneur itu harus selalu mengetahui pengetahuan (atau informasi) baru (dimana
orang banyak belum mengetahuinya). Dan pengetahuan atau informasi baru tersebut
dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan. Wah beda-beda tipis ya dengan
schumpeter dengan konsep inovasinya. Kan dengan inovasi juga kita bisa mendapatkan
pengetahuan, informasi, bahkan teknologi baru.
Penemuan pengetahuan tersembunyi merupakan proses perubahan yang berkelanjutan.
Dan proses inilah yang merupakan titik awal dari pendekatan Austrian terhadap
kewirausahaan. Ketika dunia dipenuhi ketidakpastian, proses tersebut kadang mengalami
sukses dan gagal (hmmm memang begitu adanya ya hehehe). Namun seorang
entrepreneur selalu berusaha memperbaiki kesalahannya. Wah kalo begitu sih, ternyata
orang tua Saya sudah memahami Austrian Sholl ini dong. Buktinya mereka sering
berkata:”Kegagalan itu adalah sukses yang tertunda”, “Belajarlah dari kesalahan”, atau
“Hanya keledai lah yang terperosok dua kali” hehehe. Kasihan bener ya keledai
Padahal “keledai” yang berjumpalitan beberapa kali (gagal dan gagal lagi) akhirnya bisa
juga menemukan kesuksesan, itulah seorang entrepreneur.
Kirzerian Entrepreneur, Kirzer memakai pandangannya Misesian tentang “human
action” dalam menganalisis peranan entrepreneural. Singkat kata, unsur entrepreneur
dalam pengambilan keputusan manusia dikemukan oleh Om Kirzer ini lho. Wah beliau
ini pasti setuju deh dengan jargon “the man behind the gun” ya hehehe. Menurut beliau,
“knowing where to look knowledge”. Dan dengan memanfaatkan pengetahuan yang
superior inilah seorang entrepreneur bisa menghasilkan keuntungan. Petuah lain dari
beliau adalah “This insight is simply that for any entrepreneurial discovery creativity is
never enough: it is necessary to recognize one’s own creativity“.
Sebenarnya masih banyak sih “petuah-petuah” beliau ini, terutama dikaitkan dengan
teori-teori ekonomi sebelumnya, termasuk tanggapannya terhadap teori keseimbangan
dari neo klasik. Tapi cukup sudahlah, toh mata kuliah entrepreneurship tidak akan terlalu
berat di teori kok. Nanti mahasiswa pada protes lagi, “Pak kok belajar teori mulu nih,
kapan kita bisa berlatih menjadi seorang entrepreneur nih!!”. Makanya di kelas kita lebih
banyak berlatih bagaimana membuat proposal bisnis serta berlatih kreaivitas dan inovasi
melalui penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (disain brosur, e-marketing,
teknik presentasi, dll). Lagian, teori-teori di atas lebih banyak dikaitkan dengan teori
ekonomi.
Teori Entrepreneur dari perspektif individu
Berikutnya saya tetap “maksa” untuk mengulas teori kewirausahaan dari perspektif
individunya. Toh kuliah kewirausahaan di perguruan tinggi tidak hanya “melulu” soal
praktek berwirausaha. Masa sih semua mahasiswa yang ikut kuliah kewirausahaan
akhirnya menjadi entrepreneur semua (syukur juga sih kalo memang iya). Bisa saja
sebagian diantaranya menjadi peneliti tentang kewirausahaan atau pengamat
kewirausahaan hehehe. Jadi dengan sangat menyesal saya akan mencoba mengulas
beberapa teori atau model yang dihubungkan dengan karakteristik individu seorang
entrepreneur. Beberapa di antaranya adalah (1) life path change, (2) Goal Directed
Behaviour, dan (3) Outcome expectancy.
http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/bhermana/2008/04/05/sejarah-dan-teori-kewirausahaan/
Oleh Slamet PH
Abstrak: Pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan kemampuan, kesanggupan, dan
keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan. Tujuan pendidikan
kecakapan hidup adalah menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan mampu, sanggup,
dan terampil menjaga kelangsungan hidup, dan perkembangannya di masa datang. Kecakapan
hidup mencakup kecakapan dasar dan kecakapan instrumental. Kecakapan dasar meliputi: (l)
kecakapan belajar mandiri; (2) kecakapan membaca, menulis, dan menghitung; (3) kecakapan
berkomunikasi; (4) kecakapan berpikir ilmiah, kritis, nalar, rasional, lateral, sistem, kreatif,
eksploratif, reasoning, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah; (5) kecakapan
kalbu/personal; (6) kecakapan mengelola raga; (7) kecakapan merumuskan kepentingan dan
upaya-upaya untuk mencapainya; dan (8) kecakapan berkeluarga dan sosial. Kecakapan
instrumental meliputi: (l) kecakapan memanfaatkan teknologi; (2) kecakapan mengelola sumber
daya; (3) kecakapan bekerjasama dengan orang lain; (4) kecakapan memanfaatkan informasi;
(5) kecakapan menggunakan sistem; (6) kecakapan berwirausaha; (7) kecakapan kejuruan; (8)
kecakapan memilih, menyiapkan, dan mengembangkan karir; (9) kecakapan menjaga harmoni
dengan lingkungan: dan (10) kecakapan menyatukan bangsa.
Kata kunci: kecakapan hidup, kelangsungan hidup, kecakapan hidup dasar, kecakapan hidup
instrumental.
1. Pendahuluan
Tantangan pendidikan nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dari waktu kewaktu
meliputi empat hal, yaitu peningkatan: (1) pemerataan kesempatan, (2) kualitas, (3) efisiensi, dan
(4) relevansi. Pengenalan pendidikan kecakapan hidup (life skill education) pada semua jenis dan
jenjang pendidikan pada dasarnya didorong oleh anggapan bahwa relevansi antara pendidikan
dengan kehidupan nyata kurang erat.
Kesenjangan antara keduanya dianggap lebar, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Pendidikan
makin terisolasi dari kehidupan nyata sehinggu, tamatan pendidikan dari berbagai jenis dan
jenjang pendidikan dianggap kurang siap menghadapi kehidupan nyata. Suatu pendidikan
dikatakan relevan dengan kehidupan nyata jika pendidikan tersebut sesuai dengan kehidupan
nyata. Namun, pertanyaannya adalah kehidupan nyata yang mana? Sementara itu, kehidupan
nyata sangat luas dimensi dan ragamnya, misalnya ada kehidupan pribadi, kehidupan keluarga,
kehidupan masyarakat, dan kehidupan bangsa. Kalau mengacu pada Garis-garis Besar Haluan
Negara tahun 1998 dan Undang-Undang No.2, Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN), kehidupan nyata itu menyangkut kehidupan peserta didik, kehidupan keluarga, dan
kehidupan pembangunan yang meliputi berbagai sektor dan subsector (pertanian, industri, jasa,
dsb.).
Kehidupan-kehidupanin i (disebut juga kepentingan) tidak selamanya sejalan satu sama lain,
sehingga terjadi apa yang dikenal dengan perbedaan kepentingan antara berbagai kehidupan
nyata terhadap pendidikan. Idealnya, pendidikan harus relevan dengan berbagai kehidupan nyata
itu. Namun, pada akhirnya perlu diambil keputusan mengenai manakah diantara kehidupan yang
akan menjadi prioritas pada suatu kurun waktu tertentu. Dalam kerangka empat strategi dasar
kebijakan pendidikan, pendidikan kecakapan hidup menyangkut salah satu strategi, yaitu
meningkatkan relevansi pendidikan dengan kehidupan nyata.
Pendidikan sekolah (PS) dan pendidikan luar sekolah (PLS) diselenggarakan untuk
meningkatkan kualitas daya pikir, daya kalbu dan daya fisik peserta didik sehingga yang
bersangkutan memiliki lebih banyak pilihan dalam kehidupan, baik pilihan kesempatan untuk
melanjutkan pndidikan yang lebih tinggi, pilihan kesempatan untuk bekerja maupun pilihan
untuk mengembangkan dirinya. Untuk menecapai tujuan tersebut, PS dan PLS perlu memberikan
bekal dasar kemampuan kesanggupan dan ketrampilan kepada peserta didik agar mereka siap
menghadapi berbagai kehidupan nyata. Telah banyak upaya yang dilakukan dalam memberikan
bekal dasar kecakapan hidup, baik melalui pendidikan di keluarga, di sekolah, maupun di
masyarakat.
Upaya-upaya tersebut bukan tidak berhasil sama sekali dalam meningkatkan kemampuan,
kesanggupan dan keterampilan hidup tamatannya, akan tetapi kehidupan nyata yang memiliki
ciri “berubah” telah menuntut PS dan PLS untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian PS dan
PLS dituntut menghasilkan tamatanya yang mampu, sanggup, dan terampil untuk menghadapi
tantangan hidup yang sarat kompetisi dan kolaborasi sekaligus. Mampu dalam arti tamatan PS
dan PLS memiliki kualifikasi yang dibutuhkan bagi kehidupan masa depan. Sanggup dalam arti
tamatan PS dan PLS mau, komit, bertanggung jawab dan berdedikasi menjalankan
kehidupannya. Terampil dalam arti cepat, cekat, dan tepat dalam mencapai sasaran hidup yang
diinginkannya.
Mengingat peserta didik PS dan PLS berada dalam kehidupan nyata, maka salah satu upaya yang
perlu dilakukan adalah mendekatkan pendidikan (kegiatan belajar mengajar) dengan kehidupan
nyata yang memiliki nilai-nilai preservative dan progresif sekaligus melalui pengintensifan dan
pengefektifan pendidikan kecakapan hidup. Istilah pengintensifan dan pengefekktifan perlu
digaris bawahi agar tidak salah persepsi bahwa selama ini tidak diajarkan kecakapan hidup sama
sekali dan yang diajarkan adalah kecakapan untuk mati. Kecakapan hidup sudah diajarkan, akan
tetapi perlu peningkatan intensitas dan efektivitasnya, sehingga PS dan PLS dapat menghasilkan
tamatan yang mampu, sanggup, dan terampil terjun dalam kehidupan nyata nantinya. UUSPN
telah mengamantkan pendidikan kecakapan hidup, yang bunyinya: “Pendidikan Nasional
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarkatan dan kebangsaan“. Jadi,
pendidikan kecakapan hidup bukanlah sesuatu yang baru dan karenanya juga bukan topik yang
orisinil. Yang benar-benar baru adalah bahwa kita mulai sadar dan berpikir bahwa relevansi
antara pendidikan dengan kehidupan nyata perlu ditingkatkan intensitas dan efektivitasnya.
1. Kajian Teori
2. Pengertian
Meskipun kecakapan hidup telah didefinisikan berbeda-beda, namun esensi pengertiannya sama.
Brolin (l989) mendefinisikan kecakapan hidup sebagai kontinum pengetahuan dan kemampuan
yang diperlukan oleh seseorang untuk berfungsi secara independen dalam kehidupan. Pendapat
lain mengatakan bahwa kecakapan hidup adalah kecakapan sehari-hari yang diperlukan oleh
seseorang agar sukses dalam menjalankan kehidupan (http://www.lifeskills-stl.org/page2.html)
Malik Fajar (2002) mendefinisikan kecakapan hidup sebagai kecakapan untuk bekerja selain
kecakapan untuk berorientasi ke jalur akademik. Sementara itu Tim Broad-Based Education
(2002) menafsirkan kecakapan hidup sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan
berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian
secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu
mengatasinya.
Meskipun terdapat perbedaan dalam pengertian kecakapan hidup, namun esensinya sama yaitu
bahwa kecakapan hidup adalah kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan
oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Oleh karena itu,
pendidikan kecakapan hidup adalah, pendidikan yang member bekal dasar dan latihan yang
dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang
bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupannya, yaitu dapat menjaga
kelangsungan hidup dan perkembangannya. Dengan definisi tersebut, maka pendidikan
kecakapan hidup harus merefleksikan nilai-nilai kehidupan nyata sehari-hari, baik yang bersifat
preservative maupun progresif. Pendidikan perlu diupayakan relevansinya dengan nilai-nilai
kehidupan nyata sehari-hari. Dengan cara ini, pendidikan akan lebih realistis, lebih kontekstual.
Tidak akan mencabut peserta didik dari akarnya, sehingga pendidikan akan lebih bermakna bagi
peserta didik dan akan tumbuh subur. Seseorang dikatakan memiliki kecakapan hidup apabila
yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupan dengan nikmat dan
bahagia. Kehidupan yang dimaksud meliputi kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, kehidupan
tetangga, kehidupan perusahaan, kehidupan masyarakat, kehidupan bangsa, dan kehidupan-
kehidupan lainnya. Ciri kehidupan adalah perubahan dan perubahan selalu menuntut kecakapan-
kecakapan untuk menghadapinya. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jikpa PS dan PLS
mengajarkan kecakapan hidup.
1. Tujuan
Seperti jugpa ada pengertian kecakapan hidup, tujuan pendidikan kecakapan hidup juga
bervariasi sesuai kepentingan yang akan dipenuhi. Naval Air Station Antlanta (2002) menuliskan
bahwa tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah: to promote family strength and growth
through education; to teach concepts and principles relevant to family living, to explore personal.
attitudes and values, and help members understand and accept the attitudes and values of others;
to develop interpersonal skills which contribute to family well-being; to reduce mariage and
family conflict and theeby enhance service member productivity; and to encourage on-base
delivery of family education program and referral as appropriate to community programs.”i
appropriate to community programs. Sementara itu, Tim Broad-Based Education Depdiknas
(2002) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah untuk: (1)
mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan
problema yang dihadapi, (2) memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan
pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas, dan (3)
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan sekolah, dengan member peluang
pemanfaatan sumber daya yang ada di masyaakat, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis
sekolah.
Meskipun bervariasi dalam menyatakan tujuan pendidikan kecakapan hidup, namun
konvergensinya cukup jelas yaitu bahwa tujuan utama pendidikan kecakapan hidup adalah
menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjaga
kelangsungan hidup dan perkembangannya di masa datang. Esensi dari pendidikan kecakapan
hidup adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan nilai-nilai kehidupan nyata, baik
preservatif maupun progresif. Lebih spesifiknya, tujuan pendidikan kecakapan hidup dapat
dikemukakan sebagai berikut.
Pertama, memberdayakan aset kualitas batiniyah, sikap, dan perbuatan lahiriyah peserta didik
melalui pengenalan (logos), penghayatan (etos), dan pengamalan (patos) nilai-nilai kehidupan
sehari-hari sehingga dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Kedua, memberikan wawasan yang luas tentang pengembangan karir, yang dimulai dari
pengenalan diri, eksplorasi karir; orientasi karir, dan penyiapan karir. Ketiga, memberikan bekal
dasar dan latihan-latihan yang dilakukan secara benar mengenai nilai-nilai kehidupan sehari-hari
yang dapat memampukan peserta didik untuk berfungsi menghadapi kehidupan masa depan yang
sarat kompetisi dan kolaborasi sekaligus. Keempat, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
sekolah melalui pendekatan manajemen berbasis sekolah dengan mendorong peningkatan
kemandirian sekolah, partisipasi stakeholders, dan fleksibilitas pengelolaan sumber daya sekolah.
Kelima, memfasilitasi peserta didik dalam memecahkan permasalahan kehidupan yang dihadapi
sehari-hari, misalnya kesehatan mental dan pisik, kemiskinan, kriminal, pengangguran,
lingkungan sosial dan pisik, narkoba, kekerasan, dan kemajuan iptek.
1. Hasil yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari pendidikan kecakapan hidup pada PS dan PLS adalah sebagai
berikut. Pertama, peserta didik memiliki asset kualitas batiniyah, sikap,dan perbuatan lahiriyah
yang siap untuk menghadapi kehidupan masa depan sehingga yang bersangkutan mampu dan
sanggup menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya. Kedua, peserta didik memiliki
wawasan luas tentang pengembangan. Karir dalam dunia kerja yang sarat perubahan yaitu yang
mampu memilih, memasuki, bersaing, dan maju dalam karir. Ketiga, peserta didik memiliki
kemampuan berlatih untuk hidup dengan cara yang benar, yang memungkinan peserta didik
berlatih tanpa bimbingan lagi. Keempat, peserta didik memiliki tingkat kemandirian,
keterbukaan, kerjasama, dan akuntabilitas yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup
dan perkembangannya. Kelima, peserta didik memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk
mengatasi berbagai permasalahan hidup yang dihadapi.
1. Manfaat
Pendidikan kecakapan hidup memberikan manfaat pribadi peserta didik dan manfaat sosial bagi
masyarakat. Bagi peserta didik, pendidikan kecakapan hidup dapat meningkatkan kualitas
berpikir, k ualitas kalbu, dan kualitas fisik. Peningkatan kualitas tersebut pada gilirannya akan
dapat meningkatkan pilihan-pilihan dalam kehidupan individu, misalnya karir, penghasilan,
pengaruh, prestise, kesehatan jasmani dan rohani, peluang, pengembangan diri, kemampuan
kompetitif, dan kesejahteraan pribadi. Bagi masyarakat, pendidikan kecakapan hidup dapat
meningkatkan kehidupan yang maju dan madani dengan indikator-indikator adanya: peningkatan
kesejahteraan sosial, pengurangan perilaku destruksif sehingga dapat mereduksi masalah-
masalah sosial, dan pengembangan masyarakat yang secara harmonis mampun memadukan
nilai-nilai religi, teori, solidaritas, ekonomi, kuasa dan seni (cita rasa).
1. Konsep Dasar
2. Tujuan Pendidikan Nasional
Secara normatif, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan (Undang-Undang Republik Indonesia No.2, Tahun 1989
tentang sistem Pendidikan Nasional). Berdasarkan tujuan tersebut, maka PS dan PLS bertugas
dan berfungsi mempersiapkan peserta didik agar mampu: (1) mengembangkan kehidupan
sebagai pribadi, (2) mengembangkan kehidupan untuk bermasyarakat, (3) mengembangkan
kehidupan untuk berbangsa, dan (4) mempesiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan
yang lebih tinggi. Konsekuensinya apa yang diajarkan harus menampilkan sosok utuh keempat
kemampuan tersebut.
1. Pendidikan Kecakapan Hidup sebagai Upaya untuk Mencapai Tujuan
Pendidikan Nasional
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sebagaimana ditulis pada butir 2.5.1. diperlukan
upaya-upaya yang dapat menjembatani antara siswa dengan kehidupan nyata. Kurikulum yang
ada saat ini memang merupakan salah satu upaya untuk menjembataninya, namun perlu
ditingkatkan kedekatannya dengan nilai-nilai kehidupan nyata. Bila demikian, pertanyaannya
adalah: “Apakah kurikulum yang ada sekarang sudah merefleksikan kehidupan nyata saat ini?
Untuk menjawab pertanyaan ini diperlukan kajian yang mendalam terhadap kurikulum yang ada
dan terhadap nilai-nilai kehidupan saat ini. Kesenjangan antara keduanya (kurikulum dan
kehidupan nyata) merupakan tambahan pengayaan yang perlu diintegrasikan terhadap kurikulum
yang ada sehingga kurikulum yang ada saat ini benar-benar merefleksikan nilai-nilai kehidupan
nyata.
Pengenalan kecakapan hidup terhadap peserta didik bukanlah untuk mengganti kurikulum yang
ada, akan tetapi untuk melakukan reorientasi terhadap kurikulum yang ada sekarang agar benar-
benar merefleksikan nilai-nilai kehidupan nyata. Jadi, pendidikan kecakapan hidup merupakan
upaya untuk menjembatani kesenjangan antara kurikulum yang ada dengan tuntutan kehidupan
nyata yang ada saat ini, bukan untuk merombaknya. Penyesuaian-penyesuaian kurikulum
terhadap tuntutan kehidupan perlu dilakukan mengingat kurikulum yang ada memang dirancang
per mata pelajaran yang belum tentu sesuai dengan kehidupan nyata yang umumnya bersifat utuh
(Tim Broad Based Education Depdiknas, 2002). Selain itu, kehidupan memiliki karakteristik
untuk berubah, sehingga sudah sewajarnya jika kurikulum yang ada perlu didekatkan dengan
kehidupan nyata. Dalam pandangan ini, maka kurikulum merupakan sasaran yang bergerak dan
bukan sasaran yang diam.
Dalam arti yang sesungguhnya, pendidikan kecakapan hidup memerlukan penyesuaian-
penyesuaian dari pendekatan supply-driven menuju ke demand-driven. Pada pendekatan supply-
driven, apa yang diajarkan cenderung menekankan pada school-based learning yang belum tentu
sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai kehidupan nyata yang dihadapi oleh peserla didik. Pada
pendekatan demand-driven, apa yang diajarkan kepada peserta didik merupakan refleksi nilai-
nilai kehidupan nyata yang dihadapinya sehingga lebih berorientasi kepada life skill-based
learning.
Dengan demikian, kerangka pengembagan pendidikan berbasis kecakapan hidup idealnya
ditempuh secara berurutan sebagai berikut (Slamet PH, 2002). Pertama, diidentifikasi masukan
dari hasil penelitian, pilihan-pilihan nilai, dan dugaan para ahli tentang nilai-nilai kehidupan
nyata yang berlaku. Kedua, masukan tersebut kemudian digunakan sebagai bahan, untuk
mengembangkan kompetensi kecakapan hidup. Kompetensi kecakapan hidup yang dimaksud
harus menunjukkan kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan untuk menjaga kelangsungan
hidup dan perkembangannya dalam dunia yang sarat perubahan. Ketiga, kurikulum
dikembangkan berdasarkan kompetensi kecakapan hidup yang telah dirumuskan. Artinya, apa
yang harus, seharusnya, dan yang mungkin diajarkan pada peserta didik disusun berdasarkan
kompetensi yang telah dikembangkan. Keempat, penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup
perlu dilaksanakan dengan jitu agar kurikulum berbasis kecakapan hidup dapat dilaksanakan
secara cermat. Hal-hal yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup
seperti misalnya tenaga kependidikan (guru), pendekatan-strategi-metode pembelajaran, media
pendidikan, fasilitas, tempat belajar dan durasi belajar, harus siap. Kelima, evaluasi pendidikan
kecakapan hidup perlu dibuat berdasarkan kompetensi kecakapan hidup yang telah dirumuskan
pada langkah kedua. Karena evaluasi belajar disusun berdasarkan kompetensi, maka penilaian
terhadap prestasi belajar peserta didik tidak hanya dengan pencil and paper test, melainkan juga
dengan performance test dan bahkan dengan evaluasi otentik.
Pendidikan PS dan PLS di masa depan akan menekankan pada kecakapan hidup. Diharapkan,
tujuan pendidikan nasional lebih menekankan pada penguasaan kehidupan, kurikulum lebih
merefleksikan kehidupan nyata, penyelenggaraannya benar-benar jitu dalam merealisasikan
kurikulum berbasis kecakapan hidup yang ditunjukkan oleh guru memiliki penguasaan
kehidupan yang kuat, siswa mempelajari kenyataan dan aktif, metode pembelajaran lebih
konkrit, kerja tim kuat, media pendidikan menggunakan kenyataan, tempat belajar tidak harus
selalu dikelas tetapi juga di kancah/kehidupan, durasi pembelajaran tergantung kompetensi yang
ingin dikuasai, referensi tidak selalu berupa buku tetapi juga kehidupan nyata/konteks,
pengalaman hidup akan lebih kaya, dan evaluasi belajar lebih menekankan pada autentik.
1. Jenis Kecakapan Hidup
Kehidupan adalah perubahan. Tamatan PS dan PLS akan menjalani kehidupan, yang berarti
mereka harus mampu dan sanggup menghadapi , perubahan dan bahkan mampu dan sanggup
menjadi agent of change. Perubahan ada yang tidak diinginkan dan ada yang diinginkan.
Perubahan, yang tidak diinginkan akan mengusik kelangsungan hidup manusia, dan perubahan
yang diinginkan akan mendukung perkembangan manusia. Agar tamatan PS dan PLS mampu,
sanggup, dan terampil menjalan kehidupan, mereka harus diberi bekal kecakapan hidup. Menurut
Slamet PH (1997), kecakapan hidup dapat dikategorikan menurut kualitas fisik, akal, kalbu, dan
spiritual: (1) kecakapan fisik dapat diukur dari derajad keterampilan, (2) kecakapan akal dapat
diukur dari kecerdasan dan variasi daya fikirnya (deduktif, induktif, ilmiah, nalar, rasional, kritis,
kreatif, lateral, discovery, exploratory, dan sistem), (3) kecakapan kalbu dapat diukur dari daya
rasanya dan daya emosinya (rasa kasih saying, kesopanan, toleransi, kejujuran, disiplin diri,
komitmen, dan integritas, dan (4) kecakapan spiritual ditunjukkan oleh derajad keimanan dan
ketaqwaan terhadap TuhanYang Maha Esa. Menurut US Department of Labor (1992), peserta
didik harus diberi bekal kecakapan hidup yang terdiri dari lima kompetensi (kemampuan
mengelola sumber daya, kemampuan inter personal, kemampuan mencari dan menggunakan
informasi, kemampuan menggunakan sistem, dan kemampuan rnenggunakan teknologi dalam
kehidupan) dan tiga bagian kemampuan elementer (kecakapan elementer dalam baca, tulis,
hitung, bicara, mendengar; kecakapan berfikir; dan kualitas personal). Kemudian, the National
Training Board (1992) dari Australia mengharuskan agar setiap generasi mudanya memiliki
tujuh kompetensi kunci sebagai berikut: collecting, analysing and organising information;
communicating ideas and information; planning and organising activities, working with others
and in team; using mathematical ideas and techniques; solving problems; and using technology.
Sementara itu, United Kingdom melalui General National Vocational Qualification (1993)
mengharuskan bahwa setiap penduduknya harus memiliki core skills sebagai berikut:
communication, personal skills, problem solving, information technology, and modern language.
New Zealand (l994) juga menghendaki semua generasi muda memiliki essential skills sebagai
berikut: information skills, communication skills, self-management skills, work and study skills,
numeracy skills, problem solving and decision-making skills. Tim Broad-Based Education
Depdiknas (2002) memilah kecakapan hidup menjadi lima, yaitu kecakapan personal, kecakapan
berfikir rasional, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan kejuruan. Kecakapan
personal terlalu sempit definisinya karena hanya difokuskan pada pengenalan diri (self
awareness). Padahal kecakapan personal sangat luas dimensinya. Demikian juga, kecakapan
berpikir juga hanya disempitkan pada berpikir rasional, padahal kecakapan berpikir juga sangat
luas dimensinya, misalnya kecakapan berpikir deduktif induktif, ilmiah, kritis, kreatif,
nalar/logik, lateral, discovery, exploratory, dan sistem. Kemudian makna kecakapan akademik
juga rancu karena yang dimaksud kecakapan akademik (oleh Tim Broad-Based Education)
adalah kecakapan berpikir ilmiah. Tidak jelas perbedaan antara kecakapan berpikir rasional
(thinking skill) dan kecakapan berpikir akademik.
Wacana-wacana tersebut di atas mendorong penulis untuk merumuskan kecakapan hidup
menjadi dua kategori, yaitu kecakapan hidup yang bersifat dasar dan instrumental. Kecakapan
hidup yang bersifat dasar adalah kecakapan yang bersifat universal dan berlaku sepanjang
zaman, tidak tergantung pada perubahan waktu dan ruang, dan merupakan fondasi dan
sokoguru bagi tamatan PS dan PLS agar bisa mengembangkan kecakapan hidup yang bersifat
instrumental. Kecakapan hidup yang bersifat instrumental adalah kecakapan yang bersifat
relatif kondisional, dan dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan ruang, waktu, situasi,
dan harus diperbaharuhi secara terus menerus sesuai dengan derap perubahan. Mengingat
perubahan kehidupan berlangsung secara terus menerus, maka diperlukan kecakapan-kecakapan
yang mutakhir, adaptif dan antisipatif. Oleh karena itu, prinsip belajar sekali selesai dan tidak
perlu beiajar lagi. tidak relevan lagi. Tamatan PS dan PLS, selain harus belajar sesuatu yang baru
(learning), harus juga mampu melupakan pengalaman belajar yang lalu yang tidak lagi relevan
lagi dengan kehidupan saat ini (unlearning) dan selalu belajar kembali (relearning). Adapun
kategori dimensi kecakapan hidup yang bersifat dasar dan instrumental yang dimaksud dapat
dirinci sebagai berikut.
1. Kecakapan Dasar
Kecakapan dasar meliputi:
(l) Kecakapan belajar terus-menerus
Kecakapan belajar terus menerus (sepanjang hayat) adalah kecakapan yang paling penting
dibandingkan dengan semua kecakapan hidup lainnya. Pengetahuan, ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan kehidupan berubah makin cepat sehingga menuntut tamatan PS dan PLS memiliki
kemampuan untuk belajar terus-menerus. Kecakapan ini merupakan kunci yang dapat membuka
kesuksesan masa depan. Dengan kecakapan ini, tamatan PS dan PLS mudah menguasai
kecakapan-kecakapan lainnya. Karena itu, tamatan PS dan PLS perlu diberi bekal dasar tentang
strategi, metode, dan teknik belajar untuk memperoleh dan menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi baru dalam kehidupannya.
(2) Kecakapan membaca, menulis, menghitung
Tamatan PS dan PLS diharapkan memiliki kecakapan membaca dan menulis secara fungsional,
baik dalam bahasa Indonesia maupun salah satu bahasa asing, misalnya bahasa Inggris, Jerman,
Perancis, Arab, Jepang, Mandarin, atau yang lain. Kecakapan membaca- memahami dan
menafsirkan informasi tertulis dalam surat kabar, majalah, jurnal, dan dokumen. Menulis –
mengkomunikasikan pikiran, ide-ide, informasi dan pesan-pesan tertulis dan membuat dokumen-
dokumen seperti surat, arahan, bimbingan, pedoman kerja, manual, laporan, grafik, dan diagram
alir. Kecakapan menghitung – kemampuan dasar menghitung dan memecahkan masalah-masalah
praktis, dengan memilih secara tepat dari teknik-teknik matematika yang ada, dengan atau tanpa
bantuan teknologi.
(3) Kecakapanb erkomunikasil:i san,t ertulis,t ergambar,m endengar
Manusia berinteraksi dengan manusia lain melalui komunikasi langsung, baik secara lisan,
tertulis, tergambar, dan bahkan melalui kesan pun bisa. Mengingat manusia menggunakan
sebagian besar waktunya untuk berkomunikasi dengan orang lain, maka kecakapan
berkomunikasi termasuk kecakapan mendengar harus dimiliki oleh tamatan PS dan P LS.
Suatu studi menyimpulkan bahwa kelemahan berkomunikasi akan menghambat pengembangan
personal dan professional seseorang. Bahkan para pebisnis memperkirakan bahwa kelemahan
berkomunikasi akan menambah pembiayaan usahanya akibat kesalahan yang dibuat. Mengingat
era globalisasi telah bergulir, maka penguasaan salah satu bahasa asing (Inggris, Perancis, Arab,
Jepang, J erman, Mandarin, dsb) oleh peserta didik merupakan keniscayaan.
(4) Kecakapan berpikir
Tingkat kecakapan berpikir seseorang akan berpengaruh terhadap kesuksesan hidupnya.
Mengingat kehidupan manusia sebagian besar dipengaruhi oleh cara berpikir, maka peserta didik
perlu diberi bekal dasar dan latihan-latihan dengan cara yang benar tentang kecakapan berpikir
deduktif induktil ilmiah, kritis, nalar, rasional, lateral, sistem, kreatif, eksploratif, discovery,
inventory, reasoning, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah. Selain itu, peserta didik
harus diberi bekal dasar tentang kecintaan terhadap kebenaran, keterbukaan terhadap kritik dan
saran, dan berorientasi kedepan.
(5) Kecakapan kalbu: iman (spiritual), rasa dan emosi
Memiliki bangsa kecakapan kalbu yang baik merupakan asset kualitas batiniyah yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan bangsa. Kecakapan kalbu yang terdiri dari iman (spiritual), rasa, dan
emosi merupakan unsur-unsur pembetuk jiwa selain akal. Pada dasarnya jiwa merupakan
peleburan iman, rasa, emosi, dan akal. Jiwa merupakan sumber kekuatan dan kendali bagi setiap
manusia dalam menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi. Bahkan, baik buruknya suatu
bangsa sangat dipengaruhi oleh baik buruknya kalbu bangsa yang bersangkutan. Erosi kalbu
akan berpengaruh sangat dahsyat karena apapun tingginya derajad berpikir seseorang, tetapi jika
tidak dilandasi oleh moral, spiritual dan emosional yang baik, hanya kehancuran yang terjadi.
Untuk itu peserta didik perlu diberi bekal dasar dan latihan-latihan dengan eara yang benar
tentang kecakapan moral, emosional dan spiritual. Integritas, kejujuran, solidaritas, kasih sayang
pada orang lain, kesopanan, disiplin diri, menghargai orang lain, hak asasi, kepedulian, toleransi,
dan tanggung jawab adalah contoh-contoh kecakapan moral yang perlu diajarkan kepada peserta
didik. Iman dan Taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kedamaian antar umat beragama, dan
toleransi religius, adalah contoh-contoh pendidikan kecakapan iman/spiritual yang merupakan
payung bagi pendidikan kecakapan hidup lainnya. Bekerja keras, semangat yang membaja, pintar
bergaul, rajin, memiliki keinginan untuk maju, dan upaya-upaya secara konsisten untuk
mencapai keinginan untuk maju, adalah contoh-contoh kecakapan emosional yang sangat
signifikan kontribusinya terhadap kesuksesan hidup seseorang.
(6) Kecakapan mengelola kesehatan badan
Di mana terdapat kesehatan badan, disitulah terdapat kesehatan jiwa. Manusia diciptakan oleh-
Nya dengan martabat tertinggi sehingga yang bersangkutan harus memelihara kesehatan dirinya
lebih baik dari pada memelihara barang-barangnya. Oleh karena itu, peserta didik sudah
selayaknya diberi bekal dasar tentang pengelolaan kesehatan badan agar yang bersangkutan
memiliki kesehatan badan yang prima, bebas penyakit, dan memiliki ketahanan badan yang kuat.
Berolahraga secara teratur, makan yang bergizi dan bervitamin, menjaga kebersihan, dan
beristirahat cukup merupakan pendidikan kecakapan mengelola kesehatan badan yang harus
diterapkan dalam kehidupan peserta didik.
(7) Kecakapan merumuskan keinginan dan upaya-upaya untuk mencapainya
Dua hal yang karakteristik sifatnya dalam kehidupan adalah: (l) adanya keinginan baru, dan (2)
upaya-upaya yang diperlukan untuk mencapai keinginan baru tersebut. Kecakapan merumuskan
dua hal yang karakteristik ini merupakan bagian penting bagi kehidupan seseorang. Dalam
kehidupan banyak dijumpai orang-orang yang kurang mampu merumuskan tujuan hidup yang
realistik, dan kalaupun tujuan yang dirumuskan cukup realistic, tidak jarang pula upaya-upaya
yang ditempuh kurangs esuai. Kecakapan semacam ini perlu diajarkan kepada peserta didik agar
yang bersangkutan mampu menjalani kehidupan secara realistis. Perumusan tujuan study tour
dan upaya-upaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan study tour adalah contoh pendidikan
kecakapan merumuskan keinginan dan upaya-upaya untuk mencapainya.
(8) Kecakapan berkeluarga dan sosial
Peserta didik hidup dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam keluarga, siswa
tersebut berinteraksi dengan ayah, ibu, dan saudara-saudaranya. Peserta didik harus memahami,
menghayati, dan menerapkan nilai-nilai kasih sayang, kesopanan, toleransi, kedamaian, keadilan,
respek, kecintaan, solidaritas, dan tatakrama sebagai anak terhadap kedua orang tuanya maupun
sebagai saudara terhadap saudara-saudaranya. Dalam sekolah, peserta didik harus memahami,
menghayati; dan menerapkan ketentuan-ketentuan yang berlaku di sekolah. Dalam masyarakat,
peserta didik harus memahami, menghayati dan menerapkan nilai-nilai sosial sebagai berikut:
menjunjung tinggi hak asasi manusia, peduli terhadap barang-barang milik publik, kerjasama,
tanggung jawab dan akuntabilitas sosial, keterbukaan dan apresiasi terhadap keanekaragaman.
Peserta didik harus mampu berkomunikasi, baik secara verbal maupun non-verbal. Kelancaran
berkomunikasi, selain memperbanyak kawan, juga untuk memupuk kesehatan mental. Karena
peserta didik hidup dalam masyarakat yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan, maka dia
harus memiliki kemampuan untuk memimpin dan dipimpin.
2.5.3.2 Kecakapan Instrumental
Kecakapan instrumental meliputi:
1. Kecakapan memanfaatkan teknologi dalam kehidupan
Teknologi telah merambah ke segala kehidupan dan merupakan alat penggerak utama kehidupan.
Bahkan keunggulan teknologi merupakan salah satu faktor daya saing yang ampuh. Salah satu
faktor yang membuat negara berkembang tertinggal dengan negara maju adalah ketertinggalan
teknologi. Generasi muda harus diberi bekal agar mengapresiasi pentingnya teknologi bagi
kehidupan dan mempersiapkannya untuk mempelajari dan mengembangkan teknologi yang ada.
Mereka harus dididik bagaimana bekerja dengan jenis-jenis teknologi dan disiapkan agar mereka
memiliki kemampuan memanfaatkan teknologi dalam berbagai kehidupan (pertanian, perikanan,
peternakan, kerajinan, kerumahtanggan, kesehatan, komunikasii, industry manufaktur,
perdagangan, kesenian, pertunujukan, olah raga, konstruksi, transportasi, dan perbankan). Peserta
didik perlu dibekali cara-cara memilih teknologi, menggunakannya untuk tugas-tugas tertentu
dan cara-cara memeliharanya.
1. Kecakapan mengelola sumber daya
Peserta didik perlu diberi bekal tentang arti, tujuan dan cara-cara mengidentifikasi,
mengorganisasi, merencanakan, dan mengalokasikan sumber daya. Lebih spesifiknya, siswa
perlu dilatih: (1) mengelola sumber daya alam; (2) mengelola waktu; (3) mengelola uang, dengan
melatih mereka membuat rencana teknis dan anggaran, penggunaannya, dan membuat
penyesuaian-penyasuaian untuk mencapai tujuan; (4) mengelola sumber daya ruang, (5)
mengelola sumber daya sosial budaya, (6) mengelola peralatan dan perlengkapan, dan (7)
mengelola lingkungan.
1. Kecakapan bekerjasama dengan orang lain
Kehidupan, baik perusahaan, bank, pendidikan, maupun yang lain, yang akan dimasuki oleh
tamatan PS dan PLS kelak pada umumnya bersifat kolektif. Tamatan PS dan PLS hanyalah
merupakan bagian dari kehidupan tersebut. Mereka nantinya harus bisa bekerjasama secara
harmonis dengan orang lain. Karena itu, sejak dini mereka perlu diberi bekal dan latihan: latihan
yang dilakukan secara benar tentang cara-cara bekerja sama, menghargai hak asasi orang lain,
pentingnya kebersamaan, tanggung jawab dan akuntabilitas perbuatan, keterbukaan, apresiasi
keanekaragaman, kemauan baik yang kreatif, kepemimpinan, manajemen negosiasi, dan masih
banyak hal-hal lain yang perlu diajarkan.
1. Kecakapan memanfaatkan informasi
Saat ini dan lebih-lebih di masa mendatang, informasi akan mengalir secara cepat dan deras
dalam berbagai kehidupan. Siapa yang tertinggal inforrnasi akan tertinggal pula dalam
kehidupannya. Jadi, informasi sudah merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada
kehidupan seseorang. Untuk itu, peserta didik perlu dibekali cara-cara mendapatkan dan
memanfaatkan aneka ragam informasi yang ada. Mereka harus dididik cara-cara mendapatkan
dan mengevaluasi inforrnasi, mengorganisasi dan memelihara informasi, menafsirkan dan
mengkomunikasikan informasi, dan menggunakan computer untuk mengolah data agar menjadi
informasi.
1. Kecakapan menggunakan system dalam kehidupan
Kehidupan diciptakan oleh-Nya dalam serba sistem. Oleh karenanya, jika ingin mengenali
hakikat (kebenaran seutuhnya) segala yang ada dalam kehidupan, harus mengenali sampai pada
sistemnya. Mengenali sampai pada sistemnya ditempuh melalui perbuatan berpikir sistem.
Berpikir system adalah berpikir membangun keberadaan hal menurut kriteria sistem. Sistem
adalah kumpulan proses berstruktur hirarkis yang terikat pada tujuan. Peserta didik perlu
memahami, menghayati, dan menerapkan system dalam kehidupannya. Mereka perlu diberi
bekal dasar tentang cara berpikir, cara mengelola, dan cara menganalisis kehidupan sebagai
sistem. Mereka harus memahami cara kerja system-sistem kehidupan seperti misalnya bank,
perusahaan, sekolah, pertanian, peternakan, dan keluarga. Bahkan dirinya sebagai system harus
dikenalinya secara baik.
1. Kecakapan berwirausaha
Kecakapan berwirausaha adalah kecakapan memobilisasi sumber daya yang ada di sekitarnya
untuk mencapai tujuan organisasinya atau untuk keuntungan ekonomi. Seringkali istilah
kewirausahaan dikaitkan dengan income generating activities (IGA). Memang kewirausahaan
terkait dengan IGA, tetapi kewirausahaan tidak sama dengan IGA. Jika IGA memiliki ciri untuk
mencari keuntungan ekonomi, kewirausahaan tidak selalu. Kewirausahaan memiliki ciri-ciri: (1)
bersikap dan berpikiran mandiri, (2) memiliki sikap berani menanggung resiko, (3) tidak suka
mencari kambing hitam, (4) selalu berusaha menciptakan dan meningkatkan nilai sumber daya,
(5) terbuka terhadap umpan balik, (6) selalu ingin perubahan yang lebih baik, (7) tidak pernah
merasa puas, terus menerus melakukan inovasi dan improvisasi demi perbaikan selanjutnya, dan
(8) memiliki tanggung jawab moral yang baik.
1. Kecakapan kejuruan, termasuk olah raga dan seni (cita rasa)
Tidak semua peserta didik menyukai keterampilan berpikir, sebagian dari mereka menyukai
keterampilan-keterampilan kejuruan seperti misalnya pertanian, peternakan, kerajinan, bisnis,
boga, busana, industry, olah raga, dan kesenian (seni kriya, seni music, seni tari, seni lukis, seni
suara, dan seni pertunjukan dsb.). Juga tidak semua peserta didik melanjutkan kependidikan yang
lebih tinggi dan karenanya perlu diberi bekal keterampilan kejuruan agar mereka memiliki
kemampuan untuk mencari nafkah. Lebih-lebih bagi peserta didik yang berasal dari kalangan
marginal secara ekonomi-sosial maka dapat dipastikan bahwa mereka tidak akan melanjutkan
kependidikan yang lebih tinggi dan mereka akan terjun dalam kehidupan. Untuk itu, mereka jelas
membutuhkan keterampilan kejuruan yang secara praktis dapat digunakan untuk mencari nafkah.
1. Kecakapan memilih, menyiapkan dan mengembangkan karir
Setiap tamatan PS dan PLS kelak berharap memiliki karir yang sesuai dengan potensi diirinya
dan sesuai dengan peluang yang ada. Selain itu, karir yang dimiliki diharapkan dapat
memberikan penghargaan yang layak. Untuk sampai pada harapan tersebut, peserta didik perlu
dikenalkan tentang potensi diirinya, jenis-jenis karir yang ada dalam kehidupan, persyaratan
untuk memasuki jenis karir tertentu dan disiapkan agar kelak setelah lulus PS dan PLS mampu
memilih, menyiapkan, dan mengembangkan karir yang sesuai dengan potensi dirinya. Jangan
sampai tamatan PS dan PLS tidak mengenal potensi dirinya sendiri dan jenis-jenis karir yang
ada. Karena itu tahap-tahap pendidikan karir yang dimulai dari career awareness, career planning
, sampai pada career development perlu dikenalkan kepada semua peserta didik.
1. Kecakapan menjaga harmoni dengan lingkungan
Peserta didik hidup dalam lingkungan nyata dan lingkungan maya sekaligus. Lingkungan nyata
berupa fisik yang dapat dirasakan oleh panca indera seperti tanah, air dan udara. Terhadap
lingkungan fisik, peserta didik harus mampu menjaga kesehatan dirinya (kebersihan, ketegaran
badan) dan keharmonisan dengan alam sekitarnya (memelihara lingkungan). Lingkungan maya
yang juga disebut nirpisik adalah suasana sosial yang dapat ditangkap oleh otak dan dirasakan
oleh hati. Terhadap lingkungan maya (nirpisik), peserta didik harus mampu menjaga
keharmonisan dengan masyarakat disekitarnya.
1. Kecakapan menyatukan bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila
Negara Kesatuan Repuplik Indonesia terdiri dari keanekaragaman kebhinekaan dalam suku,
agama, ras, dan asal-usul, tetapi harus tetap menjadi satu (bhineka tunggal ika). Untuk mencapai
bhineka tunggal ika diperlukan upaya-upaya nyata, baik melalui PS maupun PLS. Peserta didik
perlu diberi bekal kemampuan mengintegrasikan kebhinekaan bangsa berdasarkan nilai-nilai
Pancasila. Menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi hak asasi manusia, menjaga
kesatuan bangsa, demokrasi, keadilan sosial, kecintaan terhadap negaranya, kepahlawanan dan
apresiasi terhadap para pahlawan, apresiasi terhadap peninggalan budaya, kebebasan dan
tanggung jawab, kesadaran sebagai warganegara, adalah contoh-contoh kecakapan hidup untuk
menyatukan bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
1. Simpulan dan Saran
2. a. Simpulan
Pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan kemampuan, kesanggupan dan keterampilan
yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Pada
dasamya, pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan yang memberi bekal dasar dan latihan
yang dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar
yang bersangkutan mampu, sanggup dan terampil menjalankan kehidupannya yaitu dapat
menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya. Kecakapan hidup dapat dipilah menjadi
dua kategori, yaitu kecakalpan hidup yang bersifat dasar dan instrumental. Kecakapan dasar
bersifat universal dan berlaku sepanjang zaman, dan kecakapan instrumental bersifat relative,
kondisional, dan dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan ruang, waktu, dan situasi.
1. b. Saran
Pendidikan kecakapan hidup memang bukan sesuatu yang baru. Yang benar-benar baru adalah
bahwa kita mulai sadar dan berfikir bahwa relevansi antara pendidikan dengan nilai-nilai
kehidupan nyata perlu ditingkatkan intensitas dan efektivitasnya. Karena itu, yang diperlukan
adalah membawa sekolah sebagai bagian dari masyarakat dan bukannya menempatkan sekolah
sebagai sesuatu yang berada dimasyarakat. Pendidikan harus merefleksikan nilai-nilai kehidupan
sehari-hari, baik yang bersifat preservative dan progresif. Sekolah harus menyatu dengan nilai-
nilai kehidupan nyata yang ada di lingkungannya dan mendidik peserta didik sesuai dengan
tuntutan nilai-nilai kehidupan yang sedang berlaku. Ini menuntut proses belajar mengajar dan
masukan instrumental sekolah seperti misalnya kurikulum, guru. Metodologi pembelajaran, alat
bantu pendidikan, dan evaluasi pembelajaran benar-benar realistik, kontekstual, dan bukannya
artifisial.
Pustaka
Brolin, D.E. 1989. Life Centered Career Education: A Competency Based Approach. Reston,
VA: The Council for Exceptional Children.
Depdiknas. 2002. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Melalui Pendekatan
Broad-Besed Education (Draft). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 1989. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Kantor Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia.
GNVQ. 1993. Core Skills. London: The Office of General National Vocational Qualification.
Malik Fadjar. 2001. Laporan Menteri Pendidikan Nasional pada Rapat Koordinasi Bidang
Kesra Tingkat Menteri. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Malik Fadjar. 2002. Paparan Seputar Langkah-langkah Menuju Tercapainya Sasaran
Pembangunan Pendidikon (Disampaikan dalam Sidang Kabinet). Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
MPR. 1998. Garis-garis Besar Haluan Negara. Jakarta: Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia.
Naval Air Station Atlanta. 2002. Life Skills Education and Support. http//www.nasatlanta.navy.
Mil/life.html.
Slamet PH. 1997. Perlunya Kebijakan Sumber Daya Manusia yang Utuh (Jurnal Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan). Jogjakarta: Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan.
Slamet PH. 2002. Pendidikan Kecakapan Hidup di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama: Konsep
dan Pelaksanaan. Jakarta. Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.
The National Training Board. 1992. National Competency Standard: Policy and Guidelines.
Canberra: The Office of NTB.
US Department of Labor. 1992. Learning a Living: A Blueprint for High Performance.
Washington DC.: US Department of Labor.
________.2002. The Life Skills Education Proiect. http://www. whomas.org.it/text2/life
skills.html
________.2002. Life Skills Foundation. http://www.lifeskills-stl.org/page2.html
________.2002. Life Skills for Vocational Success. http://www. workshopsinc.com/manual/
Wirausaha Sosial
Posted by: admin, in Wir_Sos
WIRAUSAHAWAN SOSIAL YANG SUKSES
Oleh : Nandang Mulyana
Berbicara wirausaha maka yang terpikir adalah usaha apa, bagaimana mencari modal dan
bagaimana prospeknya. Pikiran tersebut tidak salah sepenuhnya karena semua pertanyaan
tersebut akan menghampiri. Akan tetapi dalam wirausaha khususnya wirausaha sosial yang
paling utama adalah membangun terlebih dahulu mental atau jiwa wirausaha itu sendiri. Jika
mental tersebut telah terbangun jawaban akan pertanyaan diatas tidak akan sulit untuk dijawab.
Apa itu wirausaha sosial
Menjawab pertanyaan diatas seringkali terjebak bahwa wirausaha adalah kajian bidang ekonomi,
lebih khusus lagi berdagang. Pemaknaan wirausaha demikian tidak sepenuhnya salah, karena
memang pada awalnya witausaha lebih berkaitan dengan ekonomi. Akan tetapi dalam
perkembangan selanjutnya wirausaha tidaklah menjadi monopoli bidang ekonomi saja. Setiap
orang dapat menjadi wirausahawan, lebih khusus lagi wirausahawan sosial, karena mental atau
jiwa wirausaha ini dapat ditularkandari satu orang ke orang lain. Kewirausahaan dapat dimiliki
lewat pembelajaran dini.
Jadi sebenarnya apa definisi wirausaha itu ? Paulus Wirotomo memberikan definisi yang
membedakan antara wirausaha dengan wirausaha sosial. Wirausaha oleh Paulus Wirotomo
didefinisikan sebagai innovator berjiwa bisnis yang akan mematenkan hasil penemuan mereka
untuk kepentingan mereka sendiri. Definisi ini memperlihatkan bahwa kepentingan bisnis yang
memfokuskan pada pencarian keuntungan sangat menonjol. Kesejahteraan atau kegunaan bagi
masyarakat luas bukanlah tujuan utama dari wirausahawan ini.
Berbeda dengan wirausaha sosial yang didefinisikan oleh Paulus Wirotomo sebagai innovator
sosial yaitu orang-orang yang melakukan terobosan, serta melakukan hal-hal yang bersifat baru
yang kemudian ditujukan untuk kesejahteraan bagi orang banyak. Dari definisi ini bukan berarti
bahwa keuntungan dan kesejahteraan individu inovator akan terabaikan. Individu innovator akan
mendapatkan keuntungan baik materi maupun sosial dari kegiatan yang dilakukannya.
Berdasarkan dua definisi yang diberikan oleh Paulus Wirotomo tersebut terlihat bahwa ada
perbedaan yang sangat mendasar. Pada definisi yang pertama terlihat bahwa kecakapan individu
menjadi hal yang utama, karena hasil inovasi tidak untuk disebarkan untuk kesejahteraan orang
lain. Sedangkan definisi kedua selain memunculkan kecakapan individu juga harus tercakup
kecakapan sosial dimana inovasi yang dikemukakan dapat dinikmati oleh orang lain. Kecakapan
individu dan kecakapan sosial mutlak dimiliki oleh seorang wirusahawan sosial.
Kecakapan yang Perlu Dimiliki oleh Wirausahawan Sosial
Tidaklah mudah untuk menjadi wirausahawan sosial, karena kita harus mengenal potensi yang
dimiliki oleh diri sendiri serta juga harus mampu menganalisis kebutuhan orang lain. Untuk
itulah diperlukan kecakapan-kecakapan tertentu yang mengyangkut kedua hal tersebut. Andrias
Harefa seperti telah disebutkan di atas merangkum bahwa kecakapan yang perlu dimiliki oleh
wirausahawan sosial itu adalah kecakapan individu dan kecakapan sosial. Kecakapan individu
berhubungan dengan kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang dalam melihat bakat,
minat, dan potensi serta bagaimana mengelola kemampuan tersebut. Sedangkan kecakapan sosial
berkaitan dengan kemampuan untuk berempati, menyadari kebutuhan dan kepentingan orang
lain, kemampuan untuk membangun suatu hubungan dan kemampuan mempertahankan suatu
hubungan .
Unsur penting dari kecakapan individu meliputi pertama, kesadaran diri, kedua pengaturan diri,
dan ketiga motivasi. Kesadaran diri berhubungan dengan kemampuan untuk memetakan
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Kemampuan untuk mengenal emosi, kepercayaan diri,
dan adanya harga diri. Pengaturan diri menyangkut dengan kemampuan untuk mengendalikan
dan mengatur hal-hal yang berasal dari diri, seperti emosi, loyalitas, tanggung jawab, terbuka
akan perubahan. Motivasi berhubungan dengan dorongan untuk berprestasi, inisiatif, optimisme.
Dari ketiga unsur kecakapan individu tersebut, unsur kesadaran diri memegang peranan penting
dalam wirausaha sosial. Kesadaran diri yang bagus akan mendorong unsur lain menuju ke arah
yang baik pula. Demikian juga sebaliknya jika kesadaran diri rendah kemungkinan pengaturan
diri dan motivasipun akan rendah.
Sedangkan unsur dari kecerdasan sosial meliputi pertama empati, dan kedua ketrampilan sosial.
Empati menyangkut kemampuan yang dimiliki oleh seorang individu dalam memahami orang
lain, berdiri dalam perspektif orang lain. Kemampuan empati ini berkaitan dengan kemampuan
untuk mengenali dan memenuhi kebutuhan orang lain. Sedangakn ketrampilan sosial lebih
berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam berkomunikasi. Kemampuan sosial ini
menjadi penting karena orang lain harus diyakinkan bahwa barang atau jasa yang kita jual itu
dibutuhkan oleh yang bersangkutan.
Kemudian timbul pertanyaan ”untuk menjadi wirausahawan sosial kecakapan mana yang paling
penting ?”. Jawaban dari pertanyaan ini sederhana sekali yaitu kedua-duanya, karena kedua
kecakapan ini saling berkaitan. Kecakapan individu jika tidak ditunjang oleh kecakapan sosial
maka inovasi yang dikembangkan tidak akan bermanfaat bagi orang lain, sebalikinya jika
kecakapan sosial tidakditunjang dengan kecakapan individu hanya omong kosong belaka. Akan
tetapi jika ditelaah lebih mendalam, ternyata kecakapan individu merupakan faktor yang sangat
penting dalam wirausaha sosial. Memunculkan karya besar serta bidang usaha yang akan
dikembangkan sangat membutuhkan kecakapan individu. Menggali gagasan hingga menjadi
suatu produk baik jasa maupun barang mungkin saja berasal dari kemampuan sosial, akan tetapi
gagasan yang berasal dari kecakapan sosial tadi muncul karena seseorang mempunyai kecakapan
individu. Kecakapan sosial yang sama dari beberapa orang akan menghasilkan gagasan yang
berbeda-beda. Kondisi ini disebabkan kecakapan individu berbeda-beda.
Takut Gagal dan Tidak Percaya Diri
Setiap orang pada intinya mempunyai kedua kecerdasan, karena ini semua adalah anugrah.
Dengan demikian ”Apakah setiap orang dapat menjadi wirausahawan sosial ?”. Jawabnya ”ya”.
Setiap manusia tentulah mempunyai impian dan cita-cita. Impian-impian dan cita-cita dapat
mendorong manusia menjadi kreatif. Kreatifitas inilah yangmendorong manusia untuk terus
bekerja menghasilkan “sesuatu”. Kemudia manusia sebagai mahluk sosial tentulah mempunyai
keinginan untuk membicarakan “sesuatu” hasil kerja kerasnya kepada orang lain. Kreatifitas
yang muncul pada umumnya karena seseorang berhubungan dengan orang lain, sehingga dapat
menangkap “masalah” yang perlu pemecahan. Keberanian dari berkreasi berdasarkan “masalah”
yang ada dan mengkomunikasikannya denga orang lain dasar dariwirausaha sosial.
Masalah besar yang dihadapi orang dalam memulai wirausaha adalah rasa takut dan kurang
percaya diri. Rasa takut dan kurang percaya diri inilah momok yang menghambat orang
berkreasi. Macetnya kreasi seseorang menjadikan orang tersebut tidak akan jadi seorang
wirausahawan. Rasa takut dan kurang percaya diri ini lebih banyak disebakan karena faktor
budaya dan lingkungan tempat individu tinggal. Budaya cari aman dan pengalaman, baik diri
sendiri maupun orang lain, yang mengalami kegagalan dalam wirausaha mendorong menguatnya
rasa takut dan tidak percaya diri.
Budaya cari aman mendorong orang lebih senang menjadi karyawan. Dengan menjadi karyawan
akan terhindar dari kerugian. Akan tetapi jika ditelaah menjadi karyawanpun perlu memiliki jiwa
wirausaha, karena sampai kapan seseorang akan terus menjadi karyawan, bagaimana dengan
karier jika tidak kreatif, dan bagaimana jika di PHK. Untuk menghindari dan menjawab
pertanyaan tersebut diperlukan jiwa wirausaha yang kreatif dengan inovasi-inovasi dalam
mengembangkan perusahaan dan karier.
Kegagalan yang dialami baik oleh diri sendiri maupun orang lain juga mendorong orang untuk
tidak melakukan wirausaha. Kegagalan-kegagalan ini menumbuhkan mitos bahwa ”memulai
usaha penuh resiko yang sering berakhir dengan suatu kegagalan”. Padahal data hasil survey The
Wall Street menunjukkan persentase usaha yang gagal di dua tahun pertama adalah 23,7 %,
kegagalan di tahun empat pertama sebesar 51,7 %, dan dalam masa enam tahun sebesar 62,7 %.
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa kegagalan merupakan hal yang biasa terjadi. Kegagalan
bukanlah sesuatu yang perlu ditakutkan karena semua orang mengalaminya. Kegagalan menjadi
hal yang positif karena akan menambah pengalaman, sehingga membuat seseorang akan bekerja
lebih baik lagi. Jadi kegagalan jangalah menjadi pemicu munculnya rasa tidak percaya diri.
Trik Menjadi Wirausahawan Sosial
Dewasa ini menjadi seorang wirausahawan itu menjadi suatu keharusan. Menjadi wirausahawan
itu tidak terbatas hanya membuka usaha sendiri, tetapi juga jika menjadi karyawan. Jiwa
wirausahawan karyawan akan mendorong kemajuan perusahaan dan juga karier karyawan itu
sendiri. Berikut ini beberapa trik yang dapat digunakan sebagai landasan untuk menjadi
wirausahawan :
1. Mulai Dengan Mimpi
Mimpi adalah sesuatu yang setiap orang pasti mengalaminya. Mimpi bagi seorang wirausahawan
akan memunculkan daya kreasi dan inovasi. Dengan bermimpi tidak akan dikenal kata ”tidak
bisa” atau ”tidak mungkin”. Setelah mempunyai impian kemudian mencari orang-orang yang
mempunyai mimpi yang sama untuk mengembangkan usaha. Orang-orang yang mempunyai
mimpi yang sama pada umumnya adalah sahabat atau anggota keluarga. Kelemahan dalam
mengadakan kerja sama dengan sahabat atau anggota keluarga adalah profesionalitas. Jika
profesionalitas digunakan kemungkinan terjadi perpecahan dalam persahabatan dan
kekeluargaan akan tinggi. Mengembangkan usaha bisa juga dengan melibatkan orang lain.
Kesulitannya akan semakin terbatasnya mimpi-mimpi yang dapat dijadikan ajang kreasi dan
inovasi.
2. Mencintai Produk atau Jasa yang Dihasilkan
Mencintai produk dan jasa yang dihasilkan menunjukkan rasa percaya diri. Percaya diri inilah
yang akan menumbuhkan keuletan. Mencintai produk dan jasa yang dihasilkan akan membuat
orang yang akan menggunakan produk dan jasa menjadi yakin untuk memakai produk atau jasa
yang ditawarkan. Selain itu juga mencintai produk atau jasa akan mendorong seseorang untuk
menciptakan kreasi dan inovasi baru.
3. Ambil Resiko dan Jangan Takut Gagal
Sebelum mengambil resiko ada hal-hal yang perlu diperhitungkan. Gunanya agar resiko yang
diambil merupakan resiko yang paling minimal menimbulkan kerugian. Berani mengambil
resiko dengan segala perhitungannya dan tidak takut gagal merupakan kunci dasar untuk
mencapai keberhasilan, karena akan semakin sedikit kompetitor yang dihadapi. Kegagalan
merupakan obat kuat bagi seorang wirausahawan yang akan mempertajam kemampuan.
4. Kerja Keras
Kerja keras merupakan awal bagi semua wirausahawan sukses. Seorang wirausahawan tidak
pernah bekerja dibatasi oleh waktu, karena waktu luang yang tidak digunakan akan membuat
mereka merasa tidak produktif.
5. Berpikir Multy-tasking
Kemampuan berpikir multy-tasking ini yang membedakan seorang biasa dengan wirausahawan.
Kemampuan berpikir ini menjadikan seorang wirausahawan mampu untuk menangani berbagai
persoalan dari berbagai perspektif pada waktu yang bersamaan. Semakin tinggi kemampuan
seorang dalam multy-tasking, akan semakin besar pula untuk mengolah peluang yang ada
menjadi sesuatu yang produktif.
6. Mampu Menahan Nafsu Ingin Cepat Sukses
Mencapai kesuksesan memerlukan waktu dan proses. Sangat jarang kesuksesan yang langgeng
dicapai dengan jalan pintas. Membangun sebuah usaha yang kokoh dan mapan memerlukan
waktu bertahun-tahun bahkan bisa jadi puluhan tahun. Demikian juga dengan proses untuk
menjadi wirausahawan sukses perlu perjuangan dan kerja keras. Perlu kesabaran dan pantang
menyerah untuk mencapai kesuksesan. Kegagalan merupakan awal untuk meraih kesuksesan.
7. Lakukan Mulai Sekarang
Trik inilah yang harus menjadi perhatian, karena semakin banyak waktu yang digunakan untuk
pertimbangan semakin kecil kesuksesan akan digapai. Jika dirasakan sudah siap lakukanlah,
jangan ditunda-tunda, karena kompetitor tidak akan menunggu sampai kita siap. Terlambat
sedikit peluang akan hilang. Berpikirlah bahwa hari ingin adalah milik kita sedangkan hari esok
bukan milik kita.
Harus-Memiliki Keterampilan
untuk Pengusaha
Pemasaran merupakan sendi, atau Pokok induk dari sebuah perusahaan. Baik itu
perusahaan berupa barang, atau pun jasa. Bagian dari sebuah pemasaran yang
paling awal adalah pesan. Pesan melalui sebuah komunikasi. Pesan merupakan
komunikasi yang harus bisa dijalankan dalam sebuah product. Misalnya calon
pembeli sudah tahu produk kita, disitu sebuah citra atau image dari Produk yang
akan kita pasarkan sudah ada komunikasi. Sudah ada pesan. Dan tentunya sudah
ada daya tarik tersendiri dari pembeli tersebut. Entah itu positif atau-pun negatif.
Itu perlu kita lakukan.
Kemudian adanya merk dagang. Itu perlu agar adanya Brand dari produk yang akan
kita pasarkan mendapat respon. Branding dalam pemasaran itu penting. Kenapa
perlu? Branding merupakan Baju, wajah atau-pun icon. Apabila produk kita sudah
punya Brand terhadap calon pembeli, tentu saja pembeli akan selalu mengingat
barang anda.
Dan yang paling penting, program promosilah yang merupakan saluran komunikasi
yang utama terhadap calon pembeli. Ia akan membantu kita merencanakan
program promosi yang efektif, jika kita tinjau sebentar teori komunikasi dan kita
tunjuan penerapannya terhadap pengembangan strategi promosi.
Metode Promosi
Dalam mempromosikan sebuah barang atau produk, perlu yang namanya metode.
Dan lebih penting lagi, jika dilakukan.
Alat-alat yang perlu dilakukan dalam promosi untuk membangun penjualan produk
atau pun barang anda, Promosi yang efektif adalah sebagai berikut :
Iklan
yup.... gunakanlah layanan Iklan.
kenapa iklan? karena dengan menggunakan iklan, produk anda akan mudah dikenal
oleh orang lain. Apabila lewat Offline, bisa menggunakan Koran ataupun majalah
sebagai media promosi produk anda.
Resiporitas
Penawaran komperatitif