pemerintah dan 89 tk swasta. Anak prasekolah diseleksi dengan simple random sampling
dengan metode SPSS yang dikalkulasi angka prevalensi dugaan 20.6% dan presisi 4.0%.
TEMPAT DAN INFORM KONSEN
Setelah memilih TK, kami menerangkan prinsip penelitian kami kesekolah tersebut.
Dalam persetujuan tersebut sekolah kami lihat untuk kesesuaian proses skrining. Sebuah
sekolah dianggap cocok jika memiliki ruangan lebih dari 4 meter panjangnya dan jauh dari
keramaian. Level cahaya harus adekuat (setidaknya 300 lux dalam ruangan dan untuk test
chart illumination sekitar 500 lux). Lembar persetujuan, quesioner dan tabel informasi
dibagikan kepada orang tua 2 minggu sebelum proses skrining dengan menggunakan 3
bahasa utama (inggris, cina, malay). Isi pertanyaan mencakup informasi tentang demografi
(gender, usia, dan etnis), riwayat mata di keluarga, riwayat preterm, riwayat medis dan
riwayat mengenai keluhan pada mata lalu pertanyaan dikumpulkan.
SKRINING PENGLIHATAN
semua anak menjalani 2 skrining prosedur wajib yang meliputi test tajam penglihatan
dan test persepsi dalam. Test tajam penglihatan menggunakan sheridan gardiner test komplete
(Keeler, UK) dan chart cardiff. Test persepsi dalam atau pemeriksaan stereopsis dengan langs
stereotest. Test ini dilakukan oleh optometrists dan staff perawat yang terlatih. Test tajam
penglihatan dilakukan terlebih dahulu. Test tajam penglihatan dilakukan monokular dengan
jarak 6 meter. Mata kanan terlebih dahulu. Stereopsis dilakukan binokular dan hasilnya
dicatat sebagai pass jika anak tersebut bisa mengidentifikasi gambar pada tabel dengan
benar dan fail bila tidak bisa mengidentifikasi. Anak-anak dengan tajam penglihatan lebih
buruk dari 6/12 pada 1 atau kedua mata dan gagal dalam test persepsi dalam kami rujuk ke
klinik mata untuk pemeriksaan mata yang lebih detail.
EVALUASI RUJUKAN DAN LANJUTAN
Anak yang membutuhkan rujukan dikirim kerumah dengan surat untuk
menginformasikan orang tua mereka tentang kondisi anak dan juga surat rujukan ke klinik
mata untuk pemeriksaan mata lebih baik. Pemeriksaan di klinik mata dilakukan oleh dokter
mata terlatih, yang meliputi pemeriksaan tajam penglihatan, tutup dan buka, dan test tutup
alternatif, pergerakan bola mata, refraksi siklopegik, pemeriksaan slit lamp dan pemeriksaan
dilatasi fundus. Gangguan refraksi signifikan dikelompokan sebagai hiperopia 3.00 dioptri
(D), miopia 1.00 D atau astigmat 1.50 D pada mata baik, atau anisometropia 2.00 D.
Anak dengan gangguan refraksi pokok diresepkan kaca mata dan anak dengan gangguan
mata lainnya ditatalaksana sesuai. Ambliopia didefinisikan sebagai gangguan tajam
penglihatan dibawah 0.3 LogMAR (dibawah 20/40) pada mata yang terkena dan atau 2
LogMAR perbedaan garis antara 2 mata dan menjadikan suatu ambliogenik.
ANALISA STATISTIK
Menggunakan SPSS 17.0 untuk windows. Dengan semua analisa statistik dilaporkan.
Kategori data dengan uji chi-square atau test fishers.
2
HASIL
DISKUSI
Prevalensi kelemahan visual pada penelitian kami adalah 5% (95% CI = 3.3%, 7.6%);
kebanyakan adalah gangguan refraksi. Gambaran ini jika dibandingkan pada populasi negara
lain misal di baltimore pediatric eye study, persentasi umur prasekolah yang mempunyai
masalah sekitar 1.2% pada anak kulit putih dan 1.8% pada anak afrika-amerika. Jamali et al.
Melaporkan bahwa 6.3% anak yang memasuki masa sekolah di iran mempunyai risiko
ambliopia; kebanyakan karena gangguan refraksi. Di hongkong sekitar 4.4% anak prasekolah
mempunyai gangguan tajam penglihatan atau starbismus. Cia et al melaporkan prevalensi
anak di singapura 1.19% usia 30 72 bulan. Di nepal karki melaporkan 5.97% dari anak usia
4-5 tahun mempunyai ambliopia.
Tipe dari gangguan refraksi berbeda dari setiap populasi. Astigmat merupakan
gangguan refraksi paling umum di populasi kami. Hiperopia sudah ditemukan sebagai
gangguan refraksi paling banyak di baltimore pediatric eye study dan di iran. Di singapura
dimana prevalensi miopia merupakan salah satu tertinggi di dunia (11-15%). Tipe gangguan
refraksi di masyarakat bisa berubah seiring berjalannya waktu. Fan et al di hongkong
menemukan gangguan refraksi berubah dari astigmat ke miopia selama dekade 1996-2007.
Strabismus ditemukan pada 1 dari 20 anak yang tidak lolos skrining test. Prevalensi
tipe strabismus berbeda di setiap penelitian masyarakat. Esotropia paling banyak di temukan
pada populasi kulit putih dibandingkan orang asia,di asia eksotropia. Di baltimore pediatric
eye, prevalensi strabismus adalah 0.3%; kebanyakan esotropia. Chia et al. Melaporkan 0.80%
prevalensi dari strabismus pada anak usia prasekolah warga cina disingapur. Eksotropia :
esotropia adalah 7:1.
BATASAN
Batasan utama yang melekat adalah kelemahan dari penelitian menggunakan cross
sectional. Data tentang tumbuh kembang anak tidak kami kumpulkan. Gangguan tumbuh
kembang bisa menjadikan hubungan indikasi yang menjadikan suatu kelemahan visual.
Angka non responden sekitar 11% yang bisa menjadi bias. Bias ini terjadi karena
dimana anak yang sudah menggunakan kacamata atau kecendrungan anak untuk tidak
mengikuti penelitian. Meskipun dengan sampel yang lebih banyak belum tentu mengurangi
bias. Anak-anak hanya ditest tajam penglihatan dan streopsis saja. Pemeriksaan lebih
mendalam hanya dilakukan jika gagal untuk mengikuti skrining. Anak dengan strabismus
ringan bisa tidak terdeteksi karena hirscberg test dan cover test tidak dilakukan di lapangan.
KESIMPULAN
Penelitian ini sangat kecil tapi merupakan langkah penting untuk mengerti masalah
dari kelemahan visual pada anak usia prasekolah. Penelitian kami menunjukan bahwa sangat
layak untuk memastikan tajam penglihatan dan streopsis pada grub usia ini. Bagaimanapun
juga skrining untuk pengliatan pada anak usia prasekolah belum dilakukan. Penelitian lebih
lanjut sangat dibutuhkan pada aspek ini.