Anda di halaman 1dari 19

RETENSIO PLASENTA

., dr, Sp.OG
, dr, Sp.OG
Bagian ilmu kebidanan dan kandungan
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Langkah 1. Mengidentifikasi masalah istilah asing dan konsep
1a. Mengidentifikasi masalah
1. Retensio plasenta
2. Plasenta adhesive
3. Plasenta akreta- perkreta
4. Grande-multipara
5. Implatansi plasenta
6. Inversion uteri
7. Vili coliaris
8. Manual plasenta
1b. konsep :
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir. Retensio plasenta
adalah keadaan dimana plasenta tidak dapat lahir setelah setengah jam kelahiran bayi. Retensio
plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga melebihi waktu tiga puluh menit
setelah bayi lahir.
Langkah 2 : Identifikasi masalah
1. Apakah etiologi retensio plasenta
2. Bagaimanakah mendiagnosa retensio plasenta
3. Apakah komplikasi retensio plasenta dan tatalaksana di pusat pelayanan primer
Langkah 3 : Analisis masalah
1. Patofisiolgi, diagnosis, etiologi, dan komplikasi retensio plasenta
2. Tatalaksana retensio plasenta, membahas tatalaksana, dan proses rujukan retensio
plasenta

Langkah 4 :
Patofisiologi retensio plasenta, diagnosis, etiologi, komplikasi

Tatalaksana retensio plasenta, pelayanan rujukan retensio plasenta

Mahasiswa diarahkan untuk mengetahui :


1. Etiologi retensio plasenta, diagnosis dan komplikasi
2. Tatalaksana, tindakan line pelayanan primer terhadap kasus retensio
plasenta, dan dimana perlu dilakukan rujukan di pelayanan spesialistik
Langkah 6. Menguraikan hal-hal yang menjadi tujuan belajar
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu
30 menit setelah bayi lahir.1
Sebab-sebab dari retensio plasenta1:
a. Plasenta belum lepas dari dinding uterus atau
b. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.1
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena1 :
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva).
b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua
sampai miometrium sampai dibawah peritonium (plasenta akreta-perkreta).

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inserasio plasenta).1
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam
bentuk plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta perkreta.2
Dalam melakukan pengeluaran plasenta secara manual perlu diperhatikan tekniknya sehingga
tidak menimbulkan komplikasi seperti perforasi dinding uterus, bahaya infeksi dan dapat terjadi
inversio uteri
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir.3
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta tidak dapat lahir setelah setengah jam
kelahiran bayi.4
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga melebihi waktu tiga
puluh menit setelah bayi lahir.5
Jenis-jenis retensio plasenta5:
a.Plasenta Adhesive

Implantasi yang kuat dari

jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan


mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta Akreta

Implantasi

jonjot

korion

plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.


c.Plasenta Inkreta

Implantasi

jonjot

korion

plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai


lapisan serosa dinding uterus.
d. Plasenta Prekreta

Implantasi

jonjot

korion

plasenta yang menembus lapisan serosa dinding uterus


hingga ke peritonium .
e.Plasenta Inkarserata :

Tertahannya

plasenta

di

dalam kavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium


uteri.
3

Berdasarkan prognosa dan perawatannya, maka retensio plasenta dibagi5:


1. Retensio plasenta tanpa perdarahan
Terjadi bila belum ada bagian plasenta yang lepas atau seluruh plasenta malah
sudah lepas dan plasenta terjepit dalam rahim.
2. Retensio plasenta dengan perdarahan
Menunjukkan bahwa sudah ada bagian plasenta yang sudah lepas, sedangkan
bagian lain masih melekat, sehingga kontraksi uterus tidak sempurna .
Etiologi
Sebab Retensio Plasenta4
1. Atonia uteri, sebagai lanjutan inertio yang sudah ada sebelumnya atau yang terjadi
pada kala III
Misalnya partus lama, permukaan narkose dan sebagainya.
2. Pimpinan kala III yang salah
Memijat rahim yang tidak merata, pijatan sebelum plasenta lepas, pemberian
uterotonika dan sebagainya.
3. Kontraksi rahim yang hipertonik, yang menyebabkan konstriksion ring, (bukan
retraction ring), hour glass contraction.
4. Plasenta yang adhesive, sukar lepas karena plasenta yang lebar dan tipis (plasenta
yang prematur, immature atau plasenta membranacea)
5. Vili chorialis yang melekatnya lebih dalam:
a. Plasenta akreta
b. Plasenta increta
c. Plasenta perkreta
6. Kelainan bentuk plasenta sehingga plasenta / sebagian plasenta sukat lepas:
a. plasenta fenestrata
b. Plasenta membranacea
c. Plasenta bilabata, plasenta succenturiota, plasenta spuria

Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot
uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium
tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang
berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil
sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah
tempat perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang
tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta
terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot
miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan
retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.1,6,7
Tanda Dan Gejala1
1. Plasenta Akreta Parsial / Separasi
a. Konsistensi uterus kenyal
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedang - banyak
e. Tali pusat terjulur sebagian
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta lepas sebagian
h. Syok sering
2. Plasenta Inkarserata
a. Konsistensi uterus keras
b. TFU 2 jari bawah pusat
c. Bentuk uterus globular
d. Perdarahan sedang
e. Tali pusat terjulur
5

f. Ostium uteri terbuka


g. Separasi plasenta sudah lepas
h. Syok jarang
3. Plasenta Akreta
a. Konsistensi uterus cukup
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedikit / tidak ada
e. Tali pusat tidak terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta melekat seluruhnya
h. Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat.
Komplikasi2
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:
1. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga
kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak
menutup.
2. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan
pertumbuhan bakteri dibantu dengan port dentre dari tempat perlekatan plasenta.
3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan
kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi.
4. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis
5. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah
menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma

invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan
berjalan terus.
Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa
perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian
perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa
menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan
keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.
6. Syok haemoragik

Penanganan
Bila tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus atau
transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian dibantu
dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah terjadi pemisahan
plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman.
Bila terjadi perdarahan: lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran
manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase.
Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan
hysterectomia.
Cara untuk melahirkan plasenta:
a. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal :
Tangan kanan penolong meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain
mendorong ringan.
b. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose)
Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong kedalam cavum
uteri, melepaskan plasenta dari insertio dan mengeluarkanya.
c. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose yang
dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia untuk
melahirkan plasentanya.
7

Manajemen retensio plasenta


Satu RCT double-blind menemukan bahwa sulproston dibandingkan plasebo, terdapat penurunan
resiko manual plasenta (RR 0.51, 95%CI 0.340.86) dan resiko transfusi darah yang sama pada
kedua kelompok (RR 0.81, 95%CI 0.332.00). Tidak terdapat bukti empirik untuk atau
menentang penggunaan uterotonik untuk penanganan retensio plasenta. Jika plasenta tidak dapat
dikeluarkan spontan, dokter bisa memberikan 10 IU oksitosin kombinasi dengan traksi korda
terkontrol. Ergometrin tidak direkomendasikan, karena dapat menyebabkan kontraksi uterin
tetani, yang bisa memperlambat ekspulsi plasenta. Penggunaan prostaglandin E2 (dinoprostone
atau sulprostone) tidak direkomendasikan. Jika plasenta tidak dikeluarkan dalam 30 menit
setelah kelahiran bayi, wanita sebaiknya didiagnosis dengan retensio plasenta. Dalam ketiadaan
perdarahan, wanita sebaiknya diobservasi untuk 30 menit selanjutnya setelah inisial 30 menit,
sebelum manual plasenta dilakukan. Dalam ketiadaan perdarahan, ekspulsi plasenta dapat tetap
terjadi, sehingga pendekatan konservatif disarankan dan waktu manual plasenta sebagai terapi
definitif bergantung dari pendapat dokter. Rekomendasi tentang prostaglandin E2 berdasarkan
kurangnya bukti, serta pertimbangan mengenai efek samping, terutama penyakit jantung.
Satu review sistematik tentang injeksi vena umbilikal untuk manajemen retensio plasenta telah
dipublikasikan. RCT membandingkan penggunaan injeksi salin vena intraumbilikal dengan
manajemen ekspektansi (4 studi, 413 wanita), injeksi salin+oksitosin vena intraumbilikal dengan
manajemen ekspektansi (5 studi, 454 wanita), dan injeksi salin+oksitosin dengan salin vena
intraumbilikal (10 studi, 649 wanita) diidentifikasi. Pada trial multisenter, 577 wanita di
Pakistan, Uganda, dan Inggris dirandomisasi untuk menerima injeksi vena intraumbilikal baik 50
IU oksitosin dalam 30 ml salin (n=292) atau plasebo (n=285). Pada injeksi salin dibandingkan
manajemen ekspektansi, tidak terdapat perbedaan signifikan manual plasenta (RR 0.97, 95%CI
0.831.19), kehilangan darah 500 ml (RR 1.04, 95%CI 0.551.96), kehilangan darah 1000 ml
(RR 0.73, 95%CI 0.173.11), atau transfusi darah (RR 0.76, 95%CI 0.411.39). Pada injeksi
vena intraumbilikal salin+oksitosin vs manajemen ekspektansi didapatkan sedikit penurunan
manual plasenta pada kelompok yang diberikan salin+oksitosin, walaupun perbedaan tidak
signifikan secara statistik (RR 0.86, 95%CI 0.721.01). Tingkat kehilangan darah 500 ml (RR
1.53, 95%CI 0.782.67), kehilangan darah 1000 ml (RR 1.29, 95%CI 0.384.34), dan transfusi
darah (RR 0.89, 95%CI 0.51.58) sama dengan interval kepercayaan lebar. Pada injeksi vena
8

intraumbilikal salin+oksitosin vs salin, terdapat penurunan resiko manual plasenta pada


kelompok yang diberikan salin+oksitosin (RR 0.79, 95%CI 0.690.91). Tidak ada perbedaan
ditemukan pada tingkat kehilangan darah 500 ml (RR 1.43, 95%CI 0.832.45), kehilangan
darah 1000 ml (RR 1.71, 95%CI 0.456.56) atau transfusi darah (RR 1.17, 95%CI 0.632.19)
dan interval kepercayaan lebar karena beberapa kejadian tertentu. Injeksi vena intraumbilikal
oksitosin dengan salin bisa diberikan untuk manajemen retensio plasenta. Jika di samping raksi
korda terkontrol, pemberian uterotonik dan injeksi vena intraumbilikal oksitosin+salin, plasenta
tidak keluar, ekstraksi manual plasenta sebaiknya dilakukan sebagai terapi definitif. Keuntungan
menghindari intervensi invasif, seperti manual plasenta, injeksi vena umbilikal memiliki biaya
rendah dan tanpa efek samping. Kerugian potensial adalah intervensi ini bisa memperlambat
pemberian intervensi efektif lainnya.
Review sistematik profilaksis antibiotik setelah manual plasenta dipublikasikan tahun 2006,
tanpa ditemukan RCT. Dosis tunggal antibiotik (ampisilin atau sefalosporin generasi pertama)
sebaiknya diberikan setelah manual plasenta. Tidak terdapat bukti langsung penilaian profilaksis
antibiotik untuk manual plasenta, tetapi ada bukti tidak langsung dari kegunaan profilaksis
antibiotik dari studi seksio cesarea dan aborsi, dan studi observasi manipulasi intrauterin
lainnya.6
Retensio plasenta adalah kondisi membahayakan jiwa karena berhubungan dengan resiko
perdarahan, syok dan infekso serta komplikasi yang berkaitan dengan menghilangkannya.
Kondisi ini dapat menyebabkan tingginya fatalitas maternal di seluruh dunia. Beberapa studi
melaporkan mortalitas maternal 5,6 %-10 % pada daerah rural karena retensio plasenta.
Mortalitas akibat retensio plasenta sekitar 3,3 % dari semua mortalitas dari kelahiran vagina.
Konsekuensi klinik utama retensio plasenta adalah perdarahan postpartum masif dan tidak
terkontrol, membutuhkan intervensi segera. Komplikasi ini terjadi pada 10% kasus. Insidensi
retensio plasenta yang dilaporkan bervariasi dari 1%-5,5 % bergantung dari definisi
perpanjangan tahap ketiga persalinan, yang berkisar 10-60 menit pada berbagai laporan. Retensio
plasenta telah dilaporkan dengan insidensi 3,3 % ketika 30 menit digunakan sebagai titik potong.
Masih belum ada persetujuan definitif tentang panjangnya waktu sebaiknya elapse dalam
ketiadaan perdarahan sebelum plasenta diambil manual. Ketika tahap ketiga persalinan
mendekati 30 menit atau lebih, resiko perdarahan meningkat. Oleh karena itu, 30 menit secara
9

umum digunakan sebagai kriteria diagnosis retensio plasenta. Ketika plasenta tidak dipisahkan
setelah kelahiran bayi, plasenta dapat diambil secara manual dengan menekam kavum uteri dan
mengangkat uterus cephalad dengan tangan di atas abdomen. Manuver ini diulang sampai
plasenta mencapai introitus. Tekanan terhadap uterus kemudian dihentikan, membuat plasenta
keluar. Jika teknik ini tidak memungkinkan, pengambilan manual diindikasikan. Terdapat review
Cochrane yang mengindikasikan injeksi oksitosin ke vena umbilikal dapat menurunkan
keperluan pengambilan manual dari sisa plasenta. Bahkan setelah intervensi efektif, sekitar 50 %
wanita dengan sisa plasenta membutuhkan pengambilan manual. Pengambilan manual plasenta
mencakup memasukkan 1 tangan melalui vagina ke dalam uterus. Prosedur ini meningkatkan
resiko kontaminasi bakteri ke dalam kavitas uteri. Terdapat komtroversi dimana pengambilan
manual plasenta meningkatkan resiko infeksi ke uterus. Terdapat laporan bahwa 6,7 % wanita
dengan manual plasenta sementara 1,8 % wanita dengan kelahiram plasenta normal mengalami
endometritis, dengan odds ratio adjusted 1,7-4,9. Akan tetapi, terdapat laporan bahwa tidak
terdapat peningkatan resiko infeksi dengan prosedur ini. Profilaksis antibiotik setelah manual
plasenta secara rutin direkomendasikan oleh beberapa pihak. Penggunaan antibiotik yang tidak
tepat memiliki efek samping potensial seperti hipersensitivitas, strain resistensi obat, dan
lainnya.7
MANUAL PLASENTA
Manual Plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta.
Teknik operasi manual plasenta tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana persiapkan
agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan :
1. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive dan
plasenta akreta serta Plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
3. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
-

Darah penderita terlalu banyak hilang.


10

Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi.

Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.

4. Manual Plasenta dengan segera dilakukan:


-

Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.

Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc

Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.

Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.

Manual Plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan terjadi
retensio plasenta (setelah menunggu jam). Seandainya masih terdapat kesempatan penderita
retensio plasenta kdapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan
yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infuse dan
memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan
pertolongan darurat.
Prosedur Plasenta Manual
Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat.
Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg
intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.
Langkah klinik
1. Persetujuan Tindakan Manual Plasenta
Persetujuan diberikan setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan objektif
tentang diagnosis penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan
dilakukan.
2. Persiapan Sebelum Tindakan
a. Pasien

11

1). Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah
dibersihkan.
2). Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi
3). Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah
4). Medikamentosa
a).

Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB, Ketamin Hcl 0,5 mg/kg BBT,
Tramadol 1-2 mg/kg BB)

b).

Analgesik suppositoria Tramadol hidroklorida 100 mg untuk


perawatan nyeri akut berat setelah tindakan.

c).

Sedative (Diazepam 10 mg)

d).

Atropine Sulfas 0,25-0,55 mg/ml

e).

Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin)

f).

Cairan NaCl 0,9% dan RL

g).

Infuse Set

h).

Larutan Antiseptik (Povidon Iodin 10%)

i).

Oksigen dengan regulator

b. Penolong
1). Baju kamar tindakan, pelapis plastic, masker dan kaca mata : 3 set
2). Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya sarung tangan panjang
3). Alas kaki (sepatu boot karet) : 3 pasang
c. Instrument
1). Kocher: 2, Spuit 5 ml dan jarum suntik no 23G
2). Mangkok tempat plasenta : 1
3). Kateter karet dan urine bag : 1

12

4). Benang kromk 2/0 : 1 rol


5). Partus set
3. Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan
Sebelum melakukan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun
dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi. Mengeringkan tangan dengan handuk
bersih lalu pasang sarung tangan DTT/steril.
4. Tindakan Manual Plasenta
Penetrasi Ke Kavum Uteri
a.

Intruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik melalui karet infuse.

b.

Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi litotomi.

c.

Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan
kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari
dikuncupkan membentuk kerucut.

d.

Lakukan kateterisasi kandung kemih.

Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih dengan benar.

Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.

e.

Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali pusat sejajar lantai.

f.

Secara obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah) kedalam


vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.

g.

Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk memegang


kocher kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri.

h.

Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan ke dalam kavum uteri sehingga
mencapai tempat implantasi plasenta.

i.

Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke
pangkal jari telunjuk).

Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut


13

Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai


plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai
tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring),
ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara
perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut
tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas
fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu
ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan
fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada
bagian pinggir plasenta yang terlepas.
Melepas Plasenta dari Dinding Uterus
a. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah

Bila berada di belakang, tali pusat tetap di sebelah atas. Bila dibagian depan,
pindahkan tangan ke bagian depan tal pusat dengan punggung tangan menghadap
ke atas.

Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat implantasinya


dengan jalan menyelipkan ujung jari di antara plasenta dan dinding uterus, dengan
punggung tangan mengahadap ke dinding dalam uterus.

Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (dinding tangan pada dinding
kavun uteri) tetapi tali pusat berada di bawah telapak tangan kanan.

b. Kemudian gerakan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke cranial
sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara
dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan
seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin),
sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut

14

terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian


robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.
Catatan

Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu (pasien),


lakukan penanganan yang sesuai bila terjadi penyuliit.
Mengeluarkan Plasenta
a.

Sementara satu tangan masih berada di kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan
untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.

b.

Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada saat plasenta
dikeluarkan.

c.

Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil
tangan dalam menarik plasenta ke luar (hindari percikan darah).

d.

Letakan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.

e.

Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorsokranial setelah


plasenta lahir.

Gambar 3. Mengeluarkan plasenta


Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi
untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang
sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu
ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan
kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul
intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk
mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera
di jahit.
15

Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia uteri maka
dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk menghetikan
perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.
Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan
tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa
plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hatihati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda
infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
5. Dekontaminasi Pasca Tindakan
Alat-alat yang digunakan untuk menolong di dekontaminasi, termasuk sarung tangan
yang telah di gunakan penolong ke dalam larutan antiseptic
6. Cuci Tangan Pascatindakan
Mencuci kedua tangan setelah tindakan untuk mencegah infeksi.
7. Perawatan Pascatindakan
a. Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi apabila
masih diperlukan.
b. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan d dalam kolom yang tersedia.
c. Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.
d. Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien
masih memerlukan perawatan. Jelaskan pada petugas tentang perawatan apa yang
masih diperlukan, lama perawatan dan apa yang perlu dilaporkan (Di Rumah Sakit).

16

SKEMA TATALAKSANA RETENSIO PLASENTA


RETENSIO PLASENTA
Belum lahir setelah 30 menit bayi

SIKAP BIDAN
Evaluasi penyebabnya
Konsultasi dengan dokter
keluarga atau puskesmas
Merujuk ke puskesmas atau
RS
Manual Plasenta

INDIKASI PLASENTA MANUAL


Perdarahan 400 cc
Riwayat retensio plasenta
berulang
Tindakan dengan narkosa
Sejarah habitual HPP

KOMPLIKASI:
Atonia uteri
Perforasi
Perdarahan terus
Tamponade gagal
Segera rujuk penderita ke
RS

RETENSIO PLASENTA TANPA


PERDARAHAN
Perdarahan terlalu banyak
Keseimbangan bekuan
darah ditempat plasenta
lepas
Persiapan merujuk
penderita
- Infus cairan pengganti
- Petugas untuk
pertolongan darurat

TINDAKAN di RS
Perbaikan keadaan umum :
- Infus-transfusi
- Antibiotik
Tindakan manual plasenta
histerektomi

17

KESIMPULAN

Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir.
Dari berbagai sumber yang menyebutkan beberapa penyebab dari retensio plasenta, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab retensio plasenta adalah sebagai berikut:
1. HIS / usaha kontraksi uterus yang kurang kuat
2. Perlekatan plasenta pada dinding uterus, dimana semakin dalam plasenta melekat pada
dinding uterus maka sebakin besar usaha yang diperlukan untuk mengeluarkannya.
3. Pimpinan kala III yang salah
4. Kelainan bentuk plasenta sehingga plasenta sukar lepas
Sedangkan komplikasi dari retensio plasenta adalah perdarahan, Infeksi, dapat terjadi
plasenta inkarserata, terjadi polip plasenta, terjadi degenerasi ganas koriokarsinoma, syok
neurogenik.
Penanganan dari retensio plasenta:
1. Bila tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita
2. Bila terjadi perdarahan

: lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan

pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase.


3. Cara untuk melahirkan plasenta:
a. Cara normal
b. Manual Plasenta
c. Hysterectomia

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo
2. Manuaba, G. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
3. Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
4. Hemoragi, Utomo. Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika. Jakarta. 1998
5. Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178
6. WHO guidelines for the management of postpartum haemorrhage and retained
plasenta
7. Chongsomchai C, Lumbiganon P, Laopaiboon M. Prophylactic antibiotics for
manual removal of retained plasenta in vaginal birth (Review). The Cochrane
Library 2011, Issue 6

19

Anda mungkin juga menyukai