Anda di halaman 1dari 60

PERAN DOKTER GIGI DALAM IDENTIFIKASI FORENSIK

SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin
Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi

MUHAMMAD SOEGANDHY GAZALI


J111 11 293

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
MAKASSAR
2014

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah serta petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Peran Dokter Gigi Dalam Identifikasi Forensik. Penulisan
skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik dalam
mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin Makassar, disamping untuk memberikan pengalaman untuk menulis dan
menyusun karya ilmiah berupa skripsi kepada penulis.
Keberhasilan ini tidak akan terwujud tanpa adanya perhatian, dukungan,
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena pada kesempatan ini, dengan
segala kerendahan hati penulis juga ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. Dr. drg. Hasanuddin Thahir, MS selaku pembimbing skripsi yang
telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dengan sabar dan
memberikan arahan sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
2. Prof. drg. Mansjur Nasir, Ph. D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin beserta jajarannya.
3. Drg. Baharuddin M.R Sp.ortho selaku pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis sejak semester satu sampai semester enam.
4. Seluruh dosen yang selalu bersedia memberikan ilmu serta karyawan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin yang telah membantu penulis dalam
setiap perkuliahan, baik dalam akademik maupun perpustakaan.

5. Kepada orang tuaku Gazali Arifin Siga dan Junarsiwati yang senantiasa
mendukung dan mendoakan penulis menyelesaikan skripsi ini serta
penghargaan dan rasa terima kasih yang sangat dalam atas dukungan yang
telah diberikan. Love you mom & dad .
6. Kepada keluargaku yang selalu setia memberikan nasehat dan ujangan kepada
penulis serta sebagai motivator hingga skripsi ini selesai terutama kepada
kakek dan nenek.
7. Serta orang yang selalu mendampingiku Ade Nurzakiah Hanapi yang selalu
memberikan dukungan kepada penulis.
8. Keluarga besar Oklusal 2011, yang telah menemani penulis dari hari pertama
di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin dan mendukung saya
untuk menyelesaikan skripsi ini, terutama saudara Rudin Tamril yang
membantu saya dalam mengajarkan tata cara penulisan yang baik dan benar.
9. Kepada kawan-kawan Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa FKG Unhas
Periode 2013-2014 yang telah mengajarkan penulis untuk terus bergerak dan
menopang penulis hingga skripsi ini selesai.
10. Untuk kanda kanda yang selalu memotivasi dan memberikan arahan kepada
penulis sehingga skripsi ini selesai terutama kanda Thalib Rifky dan Tri
Novriyandi Dahyar yang menemani saya diskusi dengan ikhlas.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan
dukungan dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Makassar, 04 Juni 2013

Penulis

Abstract
Adults are many cases of mass disasters, traffic accidents and terrorism cases.
Victims of disaster and calamities inflicted on so many and are generally difficult to
identify visually. This led to difficulties in identification. To overcome this will require
someone who is an expert in revealing the identify of the victim. Identification by a
dentist is applied across the disciplines of dentistry that can be applied to the victim to
determine the identity and authenticity as complete for the sake of estabilishing the
truth of a legal interest. Purpose of study was to determine the role of the dentist in
forensic identification. Methods used are literature studies is through literature
searches in order to obtain the data and timely and reliable information in
accordance with the tittle. Studies carried out by collecting and reviewing data
related to the needs of the study and then poured into a scribd. Library materials
obtained from textbook, journals, articles have been published in the newspaper,
seminar materials, and written materials obtained from the internet as supporting the
scribd study.
Key words : Dentist , Forensic Dentistry.

ABSTRAK
Dewasa ini sangat banyak kasus bencana massal, kecelakaan lalu lintas serta
kasus terorisme. Korban yang ditimbulkan dari bencana dan musibah diatas sangat
banyak dan umumnya sulit dikenali secara visual. Hal tersebut menimbulkan
kesulitan dalam identifikasi. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan seseorang
yang ahli dalam mengungkap jati diri korban.4 Identifikasi oleh dokter gigi ialah suatu
terapan dari seluruh disiplin ilmu kedokteran gigi yang dapat diaplikasikan pada
korban untuk menentukan identitas dan otentitas selengkap-lengkapnya demi
menegakkan kebenaran dari suatu kepentingan hukum.5 Tujuan Studi ini adalah untuk
mengetahui peran dokter gigi dalam identifikasi forensik. metode studi yang
digunakan adalah kepustakaan atau library research yaitu melalui penelusuran
kepustakaan guna mendapatkan data dan informasi yang aktual dan akurat sesuai
dengan judul. Studi dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menelaah data-data
dan literature yang berhubungan dengan kebutuhan studi kemudian mendeskripsikan
dan menuangkan ke dalam skripsi. Bahan pustaka diperoleh dari text book, jurnal,
artikel yang tercantum dikoran, bahan seminar, dan bahan tertulis lainnya yang
diperoleh dari internet sebagai penunjang studi skripsi.
Kata Kunci : Dokter Gigi, Identifikasi Forensik.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN..i
KATA PENGANTAR.ii
ABSTRAK...v
DAFTAR ISI...vi
DAFTAR GAMBAR..ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.1
1.2 Rumusan Masalah....2
1.3 Tujuan...........3
1.4 Metode Studi....4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1

2.2

2.3

Gigi Geligi .....5


2.1.1

Karakteristik Gigi Geligi.......5

2.1.2

Keuntungan Gigi dalam Identifikasi Forensik..8

Identifikasi
2.2.1

Pengertian...9

2.2.2

Identifikasi Secara Umum..10

Ilmu Kedokteran Gigi Forensik

2.3.1

Pengertian Ilmu Kedokteran Gigi Forensik12

2.3.2

Sejarah Ilmu Kedokteran Gigi Forensik.....12

2.3.3

Objek Pemeriksaan...21

2.3.4

Jenis Identifikasi Forensik Kedokteran Gigi..22

2.4 Pencatatan data Semasa Hidup dan data Setelah Kematian


2.4.1

Pencatatan data Antemortem...23

2.4.2

Pencatatan data Postmortem27

2.5 Peran Dokter Gigi dalam Identifikasi Bencana Massal (DVI)


2.5.1

Pengertian.....29

2.5.2

Prosedur (Disaster Victim Identification)....29

2.5.3

Hambatan dan Kendala dalam proses DVI .....31

2.6 Peran Dokter Gigi Sebagai Saksi Akhli dalam Perkara Pidana
2.6.1

Keterlibatan Dokter Gigi.33

2.6.2

Visum Et Repertum.34

BAB III PEMBAHASAN.......37


BAB IV PENUTUP
4.1

Kesimpulan ............46

4.2 Saran ..47


DAFTAR PUSTAKA 48

DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.4.1 Pencatatan data Antemortem..26
9

2. Gambar 2.4.2 Pencatatan data Postmortem...28


3. Gambar 2.6.2 Visum et Repertum.36
4. Gambar 3.1 Hitler...42
5. Gambar 3.2 Rontgenogram Hitler..43
6. Gambar 3.3 Bencana Bom Bali I ..43
7. Gambar 3.4 Kecelakaan Lalu lintas Situbondo 44
8. Gambar 3.5 Kecelakaan Pesawat Garuda (Yogyakarta) ..44
9. Gambar 3.6 Pembunuhan Pelukis Raden Basoeki Abdullah ...45

BAB I
PENDAHULUAN

10

1.1 LATAR BELAKANG


Seperti diketahui bahwa bencana merupakan kejadian yang mendadak, tak
terduga dapat terjadi pada siapa saja ,dimana saja, kapan saja serta mengakibatkan
kerusakan dan kerugian harta benda, korban manusia yang relatif besar .Bencana
dapat diakibatkan baik oleh alam maupun oleh manusia. Kondisi alam memegang
peranan penting akan timbulnya suatu bencana, termasuk Indonesia. Indonesia
merupakan Negara kepulauan yang sangat luas dengan luas keseluruhan lima juta kilo
persegi. Terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia yang memiliki
setidaknya 400 gunung berapi dengan 150 diantaranya gunung berapi aktif.Disamping
itu iklim tropis membuat beberapa bagian daerah basah oleh curah hujan yang
melimpah sehingga beresiko timbulnya bencana banjir dan longsor.Faktor manusia
juga turut berperan menimbulkan bencana.Hal ini sering menyebabkan banjir atau
longsor akibat penggundulan hutan, kecelakaan lalu lintas, terorisme dan
pembunuhan.1,2
Beberapa contoh kasus bencana di Indonesia misalnya dalam kasus silk Air di
Palembang (1997), kasus bom bali (2002), kasus bom Mcdonald Makassar (2002),
kasus bom hotel JW marriot Jakarta (2003), Tsunami di Aceh (2004), Gunung Merapi
Yogyakarta (2006), dan Erupsi Gunung Sinabung Medan (2013), kasus pembunuhan
dengan motif mutilasi korban, dan beberapa kasus pembunuhan yang pelakunya
belum jelas.3
Berbagai kejadian yang memakan banyak korban jiwa, terutama sejak kejadian
Bom Bali I membuat kegiatan identifikasi korban bencana massal menjadi kegiatan

11

yang penting dan dilaksanakan hampir pada setiap kejadian yang menimbulkan
korban jiwa dalam jumlah yang banyak.Tujuan utama pemeriksaan identifikasi pada
kasus musibah bencana massal adalah untuk mengenali korban.Dengan identifikasi
yang tepat selanjutnya dapat dilakukan upaya merawat, mendoakan serta akhirnya
menyerahkan kepada keluarganya. Proses identifikasi ini sangat penting bukan hanya
menganalisis penyebab bencana, tetapi memberikan ketenangan psikologis bagi
keluarga dengan adanya kepastian identitas korban.1
Korban yang ditimbulkan dari bencana dan musibah diatas sangat banyak dan
umumnya sulit dikenali secara visual. Hal tersebut menimbulkan kesulitan dalam
identifikasi. Untuk mengatasi hal tersebut

maka diperlukan seseorang yang ahli

dalam mengungkap jati diri korban. Identifikasi oleh dokter gigi ialah suatu terapan
dari seluruh disiplin ilmu kedokteran gigi yang dapat diaplikasikan pada korban untuk
menentukan identitas dan otentitas selengkap-lengkapnya demi menegakkan
kebenaran dari suatu kepentingan hokum .4,5
Sesuai dengan bidangnya bahwa dokter gigi dapat mengidentifikasi korban
dengan melihat gigi geligi, karena kita ketahui gigi merupakan salah satu sarana
identifikasi yang dapat dipercaya khususnya bila rekaman data gigi dan rontgen foto
gigi semasa hidup disimpan secara baik dan benar. Disamping itu, karakteristik gigi
geligi yang sangat individualistik dapat membantu mengidentifikasi korban mati.4
Odontologi forensik adalah salah satu metode penentuan identitas individu yang
sangat handal. Kehandalan tehnik identifikasi ini bukan saja disebabkan karena
ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris menyamai ketepatan teknik sidik jari, akan
tetapi juga karena kenyataan bahwa gigi (dan tulang) adalah material biologis yang

12

paling tahan terhadap perubahan lingkungan dan terlindung. Salah satu bukti
keuntungan gigi geligi adalah gigi geligi tahan panas, apabila terbakar sampai dengan
dengan suhu 400 derajat celcius gigi tidak akan hancur terbukti pada peristiwa aktor
perang dunia kedua yaitu Hitler ,yang membakar dirinya kedalam tungku yang besar
didalam bunker tahanan tetapi giginya masih utuh dan gigi palsunya dapat
dibuktikan.6,7
Selain berperan dalam menentukan

identitas korban, dokter gigi dapat juga

membantu pihak kepolisian dalam mengungkap pelaku kejahatan.Salah satu contoh


Penelusuran pelaku tindak kriminal dapat dilakukan apabila pelaku meninggalkan
jejak berupa gigitan yang terdapat pada tubuh, hal ini sering dikenal dengan istilah
bite mark.4
Hal yang mendasar untuk dijadikan dasar pemikiran dalam skripsi ini adalah
karena kita ketahui dizaman globalisasi ini teknologi sangat berkembang pesat baik
dalam bidang transportasi, komunikasi ,akomodasi dan lain-lain.utamanya dalam
bidang transportasi , kasus-kasus kecelakaan lalu lintas baik pesawat, kapal ,dan
transportasi darat mengakibatkan adanya korban-korban yang tak dikenali secara
visual. Dan juga maraknya kasus-kasus mutilasi korban mati sehingga mengakibatkan
korban sulit diidentifikasi, contoh lain bencana alam seperti longsor, banjir, erupsi
gunung berapi mengakibatkan korban massalyang sulit diidentifikasi. Maka dari itu,
sangat diperlukannya seseorang yang mampu berperan mengidentifikasi korban
secara individualistik yaitu dokter gigi yang dapat mengidentifikasi korban melalui
gigi geligi dan jaringan sekitarnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


13

Bagaimana peran dokter gigi dalam identifikasi forensik?

1.3 TUJUAN
-

Mengetahui peran dokter gigi dalam identifikasi forensik.

1.4 METODE STUDI


Skripsi dengan judul Peran Dokter Gigi Dalam Identifikasi Forensik ini menggunakan
metode studi kepustakaan atau library research yaitu melalui penelusuran
kepustakaan guna mendapatkan data dan informasi yang aktual dan akurat sesuai
dengan judul. Studi dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menelaah data-data
dan literature yang berhubungan dengan kebutuhan studi kemudian mendeskripsikan
dan menuangkan ke dalam skripsi. Bahan pustaka diperoleh dari text book, jurnal,
artikel yang tercantum dikoran, bahan seminar, dan bahan tertulis lainnya yang
diperoleh dari internet sebagai penunjang studi skripsi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

14

2.1 GIGI GELIGI

2.1.1 Karakteristik Gigi Geligi

Gigi adalah bagian terkeras dari tubuh manusia yang komposisi bahan organic dan
airnya sedikit sekali, sebagian besar terdiri dari bahan anorganik sehingga tidak
mudah rusak, terletak dalam rongga mulut yang terlindungi dan basah oleh air liur.
Struktur gigi terdiri dari :9,10
1. Email.
Merupakan lapisan gigi terluar dan terkeras, berasal dari jaringan ectoderm.
Terdiri atas 92% mineral dan 8% bahan organik dan air jika diukur dari
volumenya. Email merupakan jaringan yang paling keras pada tubuh manusia,
oleh karena itu email merupakan pelindung gigi yang paling kuat terhadap
ransangan-ransangan pada waktu pengunyahan.
2. Dentin.
Merupakan tulang dari gigi, berasal dari jaringan mesoderm.Terdiri atas 65%
bahan anorganik dan 30% sisanya adalah bahan organic dan air.Dentin ini
terutama dari Kristal hidroksiapatit mirip dengan yang terdapat pada tulang, tetapi
lebih padat.Kristal ini tertanam dalam anyaman serat kolagen yang kuat. Dengan
kata lain, bahan utama dari dentin sangat mirip dengan bahan pada tulang. Secara
histologist, di dalam dentin terdapat pembuluh-pembuluh yang sangat halus, yang
berjalan mulai dari batas rongga pulpa sampai ke batas email dan sementum
disebut tubuli dentalis.
3. Sementum

15

Merupakan jaringan yang menyelimuti akar gigi, berasal dari jaringan mesoderm
sama seperti dentin. Sementum merupakan bagian dari jaringan gigi dan termasuk
juga bagian dari jaringan periodontum karena menghubungkan gigi dengan tulang
alveolar melalui ligamentum periodontal.
4. Pulpa
Merupakan rongga di dalam gigi yang berisi pembuluh darah, syaraf dan
pembuluh limfe. Merupakan struktur yang unik di antara organ-organ dan
jaringan-jaringan tubuh lain. Pulpa berukuran sangat kecil tapi mampu memenuhi
fungsi sensoris dan nutrisi gigi. Menurut penelitian, gigi yang masih tertanam
dalam tulang rahang, meskipun dipanasi sampai mencapai temperature 2500C atau
gigi tang sudah terendam selama 1-4 minggu didalam air laut, struktur gigi tidak
akan rusak.
Menurut susunan gigi geligi, gigi terbagi atas :9
1. Homodontal ialah gigi geligi yang mempunyai bentuk yang sama. Misalnya
pada ikan.
2. Heterodontal ialah gigi geligi yang mempunyai bermacam-macam bentuk dan
fungsi, misalnya pada anjing, kucing, kera serta manusia. Karena manusia
termasuk golongan heterodontal maka gigi geligi dibagi dalam beberapa
golongan yaitu :
a. Golongan insisivus : gigi seri, yang gunanya untuk mengiris/memotong
makanan.
b. Golongan kaninus : gigi taring yang gunanya untuk mengiris dan menyobek
makanan.
16

c. Gigi premolar : gigi geraham kecil, yang gunanya untuk menyobek makanan
dan membantu menggiling makanan.
d. Golongan molar : gigi geraham besar, yang gunanya untuk mengunyah,
menumbuk, dan menggiling maknan karena mempunyai permukaan kunyah
yang lebar dengan banyak tonjolan-tonjolan dan lekukan-lekukan.
Bagian-bagian gigi
Dilihat secara makroskopis (menurut letak enamel dan sementum), bagian gigi dibagi
menjadi :9
1. Mahkota
Adalah bagian gigi yang dilapisi jaringan enamel dan normal terletak diluar
jaringan gingival.
2. Akar/radix.
Bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum dan tertanam didalam tulang alveolar
daari maksilla dan mandibulla.
a. Akar tunggal, dengan satu apeks
b. Akar ganda, dengan bifurkasi adalah tempat dimana dua akar bertemu dan
trifurkasi adalah tempat dimana tiga akar bertemu.

3. Garis srvikal/servikal line ( semento-enamel junction)


Batas antara jaringan sementum dan email, yang merupakan pertemuan antara
mahkota dengan akar gigi.
4. Ujung akar/apeks ialah titik yang terujung dan berbentuk kerucut dari akar gigi.

17

5. Tepi incisal ialah suatu tonjolan kecil dan panjang pada bagian korona dari gigi
insisivus.
6. Tonjolan/cusp ialah tonjolan pada bagian korona gigi kaninus dan gigi posterior.

2.1.2 Keuntungan Gigi Dalam Identifikasi Forensik


Keuntungan gigi sebagai objek pemeriksaan, yaitu : 7
1. Gigi geligi merupakan rangkaian lengkungan secara anatomis, antrophologis dan
morphologis mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi
sehingga apabila trauma mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu
2. Gigi geligi sukar untuk membusuk kecuali gigi tersebut sudah mengalami nekrotik
atau gangrene , biarpun terkubur, umumnya organ-organ tubuh lain bahkan tulang
telah hancur tetapi gigi tetap utuh.
3. Gigi geligi di dunia ini tidak ada yang sama karena menurut SIMS dan Furnes
bahwa gigi manusia kemungkinn sama satu bandingdua milyar.
4. Gigi geligi mempunyai ciri-ciri khusus apabila ciri-ciri gigi tersebut rusak atau
berubah maka sesuai dengan pekerjaan dan kebiasaan menggunakan gigi bahkan
setiap ras mempunyai ciri-ciri yang berbeda.
5. Gigi geligi tahan asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang terbunuh dan
direndam didalam drum berisi asam pekat, jaringan ikatnya hancur sedangkan
giginya masih utuh.

18

6. Gigi geligi tahan panas , apabila terbakar sampai dengan suhu 400 derajat celcius
gigi tidak akan hancur terbukti pada peristiwa Parkman yang terbunuh dan
terbakar tetapi giginya masih utuh.
7. Gigi geligi dam tulang rahang secara roentgenografis, biarpun terdapat pecahanpecahan rahang pada rentenogramnya dapat dilihat (interpretasi) kadang-kadang
terdapat anomaly dari gigi dan komposisi tulang rahang yang khas.
8. Apabila korban telah dilakukan pencabutan gigi umumnya ia memakai gigi palsu
dengan berbagai macam model gigi palsu dan gigi palsu tersebut dapat ditelusuri
atau diidentifikasi.
Gigi geligi merupakan sarana terakhir di dalam identifikasi apabila sarana-sarana
lain atau organ tubuh lain tidak ditemukan.

2.2 IDENTIFIKASI
2.2.1 Pengertian
Identifikasi merupakan tahapan penting untuk memastikan keberadaan korban,
umtuk menentukan identitas dan otensitas selengkap-lengkapnya demi menegakkan
kebenaran dari suatu kepentingan hokum.karena menyangkut juga status hokum
keluarga yang ditinggalkan. Identifikasi benar-benar sangat dibutuhkan karena pada
akhirnya berkaitan dengan berbagai hal antara lain status perkawinan seseorang, harta
(warisan,asuransi, maupun tunjangan ) maupun keinginan untuk menghormati korban
sesuai agama ataupun keyakinan.4
2.2.2 Identifikasi Secara Umum
19

Identifikasi secara umum antara lain :8


1. Dokumen yang terdapat pada busana korban berupa : KTP, SIM, kredit ,card,
kartu sekolah, kartu mahasiswa, kartu karyawan,dan Name Tag dari instansi
korban. Adakalanya mayat tanpa sepucuk surat identifikasi pun pada tubuhnya ,
sehingga perlu dilakukan identifikasi terhadap mayat tersebut. Biasanya yang
perlu diteliti untuk keperluan itu adalah :
2. Pakaian dan busana
a. Bentuk pakaian berupa celana panjang atau pendek, gaun, sarung kebaya dan
sebagainya.
b. Corak pakaian contohnya kembang-kembang, garis-garis, motif tertentu dan
sebagainya.
c. Merek pakaian yang dikenakan dapat diketahui dari konfeksi, tukang jahit, dan
sebagainya.
d. Nomor binatu (Laundry Mark) yang kemungkinan ada pada dipakaian yang
dikenakan 7.

3. Perhiasan yang biasanya dapat diidentifkasi adalah bentuk perhiasan tersebut,


terbuat dari apa perhiasan tersebut, inskripsi, dan merek perhiasan tersebut 7.

4. Tubuh korban sendiri


a. Ciri-ciri umum :
- Tinggi / Berat badan

20

- Jenis kelamin
- Umur
- Warna kulit
- Rambut,kepala, kumis, janggot
- Mata,hidung,mulut,gigi-geligi, dsb
b. Ciri-ciri khusus :
- Tahi lalat

- Bekas hamil , dsb

- Tompel
c. Ciri-ciri tambahan :
- Tindik
- Rajah (tattoo)
- Bekas luka

d.

Cacat / kelainan / anomaly :


- Sumbing
- Patah Tulang, dsb.

2.3 ILMU KEDOKTERAN GIGI FORENSIK


2.3.1 Pengertian Ilmu Kedokteran Gigi Forensik

21

A. Menurut Arthur D. Goldman


Ilmu kedokteran gigi forensic adalah suatu ilmu yang berkaitan erat dengan
hukum dalam penyidikan melalui gigi geligi.7
B. Menurut Dr. Robert Bj. Dorion
Ilmu kedokteran gigi forensic adalah suatu aplikasi semua ilmu pengantar
tentang gigi yang terkait dalam memecahkan hukum perdata dan pidana .7
C. Menurut Djohansyah Lukman
Ilmu kedokteran gigi forensic adalah terapan dari semua disiplin ilmu
kedokteran gigi yang berkaitan erat dalam penyidikan demi terapan hukum dan proses
peradilan.7
Dengan demikian, maka ilmu kedokteran gigi forensic adalah semua aplikasi
ilmu dari disiplin ilmu kedokteran gigi yang terkait dalam suatu penyidikan dalam
memperoleh data-data postmortem, berguna untuk menentukan otentitas dan identitas
korban maupun pelaku demi kepentingan hukum dalam suatu proses peradilan dan
menegakkan kebenaran.7,8
2.3.2 Sejarah Ilmu Kedokteran Gigi Forensik
Sejarah odontologi forensik telah ada sejak jaman prasejarah, akan tetapi baru
mulai mendapatkan perhatian pada akhir abad 19 ketika banyak artikel tentang
odontologi forensik ditulis dalam jurnal kedokteran gigi pada saat itu. Masa setelah itu
adalah kekosongan, sampai sekitar tahun 1960 ketika program instruksional formal
kedokteran gigi forensik pertama dibuat oleh Armed Force Institute of Pathology.
22

Sejak saat itu banyak kasus penerapan odontologi forensik dilaporkan dalam literatur
sehingga nama odontologi forensik mulai banyak dikenal bukan saja di kalangan
dokter gigi, tetapi juga di kalangan penegak hukum dan ahli-ahli forensik. Catatan
tertulis mengenai sejarah odontologi forensik telah ada sejak Sebelum Masehi (SM).
Tidak lama setelah perkawinannya dengan Kaisar Roma Claudius, pada tahun 49 SM,
Agrippina ( yang kelak akan menjadi ibu Kaisar Nero) mulai membuat rencana untuk
mengamankan posisinya. Karena takut janda kaya Lollia Paulina masih merupakan
saingannya dalam menarik perhatian Kaisar, maka ia membujuk Kaisar untuk
mengusir wanita tersebut dari Roma. Akan tetapi hal itu rupanya masih dianggapnya
kurang dan ia menginginkan kematian wanita tersebut. Tanpa setahu Kaisar, ia
mengirim seorang serdadu untuk membunuh wanita tersebut. Sebagai bukti telah
melaksanakan

perintahnya,

kepala

Lollia

dibawa

dan

ditunjukkan

kepada

Arippina.Karena kepala tersebut telah rusak parah mukanya, maka Agrippina tidak
dapat mengenalinya lagi dari bentuk mukanya.
Untuk mengenalinya Agrippina kemudian menyingkap bibir mayat tersebut dan
memeriksa giginya yang mempunyai ciri khas, yaitu gigi depan yang berwarna
kehitaman. Adanya ciri tersebut pada gigi mayat membuat Agrippina yakin bahwa
kepala tersebut adalah benar kepala Lollia.
Pada tahun 1775 Paul Revere, seorang dokter gigi yang juga perajin perak telah
membuat kawat perak (wire) dan ivory bridge (hippopotomus tusk) untuk mengganti
gigi seri dan premolar pertama atas kiri Dr. Joseph Warren yang tanggal.Di kemudian
hari pada masa revolusi, Warren masuk tentara dan telah menjadi Jenderal pada
milisia Massachusetts. Dalam peperangan Bunker Hill di Breeds Hill, Warren

23

tertembak dan dikuburkan ditempat tersebut tanpa nisan. Hal tersebut diduga
dilakukan untuk melindungi korban dari pencurian gigi mayat yang banyak terjadi
saat itu. (Pada sekitar abad 18 dan awal abad 19, saat gigi porselin belum ditemukan,
sering terjadi perampokan gigi jenazah jenazah di kuburan atau di medan peperangan,
karena gigi tersebut laku dijual ke dokter gigi untuk bahan pembuatan gigi palsu.
Umum pula terjadi orang miskin mencabut giginya yang masih baik atau
menggunting rambutnya untuk dijual untuk sekedar mendapatkan uang). Pada tahun
1776, sekitar 10 bulan setelah kematian Warren, atas permintaan saudara dan kawankawannya, dokter Revere dipanggil ke Breeds Hill untuk mengidentifikasi mayat
yang diduga Warren. Berdasarkan adanya bridge dan wire yang ditemukan pada
mayat tersebut yang dikenalinya sebagai buatannya sendiri, Revere menyatakan
bahwa mayat tersebut adalah jendral Warren.
Dalam catatan sejarah odontologi forensik, Paul Revere adalah dokter gigi pertama
yang melakukan identifikasi dengan gigi sehingga ia sering disebut sebagai pelopor
odontologi forensic Antara tahun 1802 sampai 1875 di Inggris terjadi eksploitasi
besar-besaran anak-anak untuk dipekerjakan di berbagai industri. Revolusi industri
memerlukan banyak pekerja yang murah sehingga saat itu semua orang, termasuk
anak-anak, banyak dipekerjakan di pabrik-pabrik. Untuk melindungi anak-anak dari
eksploitasi, pada tahun 1819 diberlakukan Peels act yang melarang mempekerjakan
anak dibawah 9 tahun di pabrik kapas. Pada tahun 1836 larangan ini diperluas dan
diterapkan juga di pabrik tekstil. Pada waktu itu penentuan usia amat penting sebab
hal tersebut juga mempunyai dampak terhadap pengaturan jam kerja. Menurut
Undang-undang tersebut, anak-anak yang berusia 9 sampai 13 tahun hanya diizinkan

24

bekerja 48 jam perminggu, sedang anak yang berusia diatas 13 tahun boleh bekerja
sampai 69 jam perminggu. Untuk penentuan umur ketika itu digunakan patokan tinggi
badan, dimana anak yang tingginya diatas 51,5 inchi dianggap berumur lebih dari 13
tahun. Pada tahun 1837 mulai dilakukan gerakan pencatatan kelahiran untuk
mendapatkan data umur yang lebih akurat.
Pada tahun yang sama Edwin Saunders melakukan pemeriksaan tinggi badan dan
gigi geligi dari 1.046 orang anak dan ia mendapatkan bahwa penentuan umur dengan
pemeriksaan gigi lebih akurat dibandingkan dengan pengukuran tinggi badan. Dalam
identifikasi personal dengan menggunakan metode odontologi forensik diperlukan
data gigi (dental record) akurat yang dibuat oleh dokter gigi yang merawat gigi
korban.Pada tahun 1887 Godon dari Paris merekomendasikan penggunaan gigi untuk
identifikasi orang yang hilang. Untuk itu ia menganjurkan agar para dokter gigi
menyimpan data gigi para pasiennya, untuk berjaga-jaga kalau-kalau kelak data
tersebut diperlukan sebagai data pembanding.
Kasus identifikasi personal yang terkenal adalah kasus pembunuhan Dr. George
Parkman, seorang dokter dari Aberdeen, oleh Professor JW Webster, seorang dokter
yang juga ahli kimia dan mineralogist di Boston, Massachusetts pada tahun 1850.
Pada kasus ini korban dibunuh, lalu tubuhnya dipotong-potong lalu dibakar di
perapian. Diantara abu perapian, polisi mendapatkan satu blok gigi palsu dari porselin
yang melekat pada emas dan potongan tulang. Dr. Nathan Cooley Keep, seorang
dokter bedah mulut memberikan kesaksian bahwa gigi palsu itu adalah bagian dari
gigi palsu buatannya pada tahun 1846 untuk Dr. Parkman yang rahang bawahnya
amat protrusi. Dr. Keep amat yakin akan kesaksiannya karena proses pembuatan gigi

25

palsu itu sulit terlupakan. Pada saat itu ia diminta untuk membuat gigi palsu secara
cepat atau immediate denture karena Dr. Parkman ingin memakainya pada acara
pembukaan Fakultas Kedokteran yang salah satu penyandang dananya adalah Dr.
Parkman.
Pencarian lebih lanjut atas abu perapian dilakukan dan didapatkan potonganpotongan gigi palsu lainnya setelah disatukan ternyata cocok dan sesuai dengan
catatan model gigi Parkman yang masih disimpan oleh Dr. Keep.Pada kasus ini
porselin tidak ikut terbakar karena terlindungi dari pembakaran oleh lidah, bibir dan
pipi sehingga masih utuh dan dapat diidentifikasi.
Pada tanggal 4 Mei 1897, sejumlah 126 orang Parisi dibakar sampai meninggal di
Bazaar de la Charite.Para korban sulit diidentifikasi secara visual karena umumnya
dalam keadaan terbakar luas dan termutilasi.Identifikasi sebagian besar korban
berhasil dilakukan berdasarkan temuan sisa pakaian dan barang milik pribadi yang
masih

utuh.Sebanyak

30

mayat

tidak

berhasil

diidentifikasi

dan

untuk

mengidentifikasikannya seorang konsul Paraguai yang mengenal banyak korban,


meminta bantuan Dr. Oscar Amoedo (dokter gigi Kuba yang berpraktek di Paris) dan
dua orang dokter gigi Perancis, Dr. Davenport dan Dr. Braul untuk melakukan
pemeriksaan gigi-geligi para korban.Berdasarkan pemeriksaan ini kemudian ternyata
mereka berhasil mengidentifikasi korban-korban ini.Setahun kemudian berdasarkan
pengalamannya ini, Dr. Amoedo menulis thesis yang berjudul LArt Dentaire en
Medecine Legale. Buku Dr. Amoedo ini merupakan buku odontologi forensik yang
penting dan dianggap tidak kalah penting dibandingkan buku Gustafson yang berjudul

26

Forensic Odontology yang merupakan Kitab Suci para pakar odontologi forensic
yang ditulis pada tahun 1966.
Pada tahun 1906 di Carlisle, dua orang buruh dituduh mendobrak toko Koperasi
dan mencuri beberapa barang berharga.Pada penyelidikan, di tempat kejadian perkara
(TKP) ditemukan beberapa potong keju yang menunjukkan adanya bekas
gigitan.Kedua orang yang dicurigai tersebut ditahan dan diminta untuk membuat
impresi giginya pada suatu model.
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa pola gigi pada model yang dibuat olah
salah seorang tersangka ternyata bersesuaian (cocok) sama sekali dengan jejas pada
keju. Atas dasar ini orang tersebut kemudian dinyatakan bersalah dan dihukum. Pada
tahun 1911 Elphinstone menulis bahwa pada peperangan tahun 1193, suatu mayat
berhasil dikenali sebagai mayat Raja Chei Chandra Rahtor of Cabouj berdasarkan
pengenalan atas gigi palsunya.
Pada tahun 1917 di dermaga Brooklyn ditemukan mayat yang kemudian
dipastikan

sebagai

seorang

wanita

yang

telah

menghilang

bulan

sebelumnya.Identifikasi pada kasus ini ditegakkan berdasarkan temuan bridge pada


gigi geliginya.Jenazah Hitler dan Eva Braun serta Martin Borman berhasil
diidentifikasi berdasarkan pembandingan data gigi, foto ronsen serta crown yang
ditemukan pada gigi geliginya. Pada tahun 1925 suatu laboratorium di California
meledak dan meninggalkan satu badan hangus diantara puing abu.Istri dan seorang
pegawai memberikan kesaksian bahwa badan tersebut adalah Tuan Schwartz, seorang
ahli kimia di laboratorium tersebut.Schwartz diketahui memiliki 2 gigi tanggal dan
sisa gigi lainnya utuh.Pemeriksaan secara teliti atas mayat hangus tersebut

27

menunjukkan adanya banyak gigi yang mengalami caries dentis dan 2 gigi yang baru
saja dicabut.Berdasarkan hal itu disimpulkan bahwa korban bukanlah Scwartz dan
kemudian terbukti Schwartz masih hidup.Scwartz sendiri kemudian mengakui bahwa
pria tersebut adalah korban yang dibunuh olehnya, dipotong-potong lalu dibakarnya
untuk menghilangkan jejak. Pada beberapa kasus orang hidup, pemeriksaan gigi juga
terbukti berperan untuk menentukan identitas seseorang. Pada tahun 1928 Nyonya
Tchaikowskaya menyatakan bahwa ia adalah Grand Duchesss Anastasia, adik bungsu
Czar Rusia terakhir yang dibunuh. Di pengadilan, dimajukan dokter gigi pengadilan
yaitu Dr. Kostritsky sebagai saksi ahli.Dokter ini adalah dokter gigi yang pernah
memeriksa gigi Anastasia sewaktu putri itu masih kecil.Pembandingan data gigi ibu
tersebut dengan susunan gigi menunjukkan bahwa itu tersebut bukanlah
Anastasia. Odontologi forensik berperan pada identifikasi korban peperangan dengan
korban meninggal yang banyak.Norstromme dan Strom menyatakan bahwa setelah
penggalian jenazah atas korban peperangan, sebanyak 96 % tentara Norwegia dapat
diidentifikasi hanya dengan pemeriksaan gigi.Pada kasus ini identifikasi dengan
metode lainnya sulit dilakukan karena para tentara tersebut telah dijarah semua
pakaian dan harta bendanya oleh musuhnya sebelum dieksekusi. Di AS meskipun
sejak tahun 1946 Kongres Kedokteran Forensk dalam bidang Odontologi Forensik se
AS di Havana telah menyadari pentingnya odontologi forensik untuk identifikasi,
penggunaan odontologi forensik secara luas pada korban perang baru dilakukan
setelah perang Korea.
Pada korban perang tersebut disadari betapa besarnya peranan odontologi
forensik untuk identifikasi korban yang kondisinya sudah hancur. Sayangnya sejak

28

tahun 1907, pola dasar odontologi forensik hanya sedikit sekali berubah, kecuali
dalam hal meterial dan tehnik laboratoris serta beberapa perbaikan pada teknologi
ilmiah dan fotografi.11
Sejarah ilmu kedokteran gigi forensic secara runtut dapat diuraikan sebagai berikut :7
A. Pada suatu peristiwa pembuktian kurang lebih 2500 tahun sebelum masehi
ditemukan suatu fosil dari tengkoras lengkap dengan rahang dan gigi geliginy
sehingga pada suatu penelusuran criminal atau crime scene mayat tersebut
ditelusuri ternyata dari kawat emas yang diikat ke gigi sebelahnya, sehingga dapat
dibuktikan siapa mayat tersebut.
B. Pada suatu peristiwa peperangan tahun 1453 terdapat korban tentara yang
bernama John Talbot yang dapat dibuktikan melalui gigi-geliginya.
C. Pada suatu peristiwa dikota Moffat daerah Lanchester (Inggris) kurang lebih
sekitar 380tahun yang lalu yang terkenal dengan nama Buck Ruxton Case, ia dan
bebysisternya dibunuh oleh suaminya dengan lantai menggunakan permadani
kemudian dilakukan mutilasi pada kedua korban tersebut, biarpun waktu kejadian
turun hujan yang lebat sehingga dua hari kemudian baru dokter Buck Ruxton
membuang jasad istrinya kesungai Lynt anak sungai Annant setelah ditemukan
semua organ tubuhnya oleh kepolisian setempat maka secara diam-diam prof.
Gleistner dan Brass membuktikan mayat tersebut dengan metode superimpose dari
foto antemortem yang diperbesar sebesar roentgenogram tengkorak mayat
tersebut.
D. Pada tahun 1776 dalam suatu perang Bukker Hill terdapat korban jendral Yoseph
Warren oleh Drg. Paul revere dapat dibuktikan bahwa melalui gigi palsu yang

29

dibuatnya yaitu berupa Bridge work gigi depan dari taring kiri ke taring kanan
yang ia buat sehingga Drg. Paul revere dapat dikatakan dokter gigi pertama yang
menggunakan ilmu kedokteran gigi forensik dalam pembuktian.
E. Kurang lebih sekitar 280 tahun yang lalu dikota Salem , Massachuset dalam suatu
peristiwa korban gigitan telah dibuktikan melalui analisa pola gigitan atau terkenal
dengan Bite Mark Printing.
F. Pada tahun 1850 suatu peristiwa pembunuhan dari Webster Parkman dapat
dibuktikan melalui gigi palsu yang dibuat oleh Drg, Keep
G. Sekitar 200 tahun lalu pada sebuah peristiwa pembunuhan Countess Of
Selesburyditempat peristirahatannya (villa)disertai perampokan , telah dibuktikan
pula melalui gigi-geliginya.
H. Pada tahun 1969 oleh para pemrakarsa di Amerika telah dididrikan American
Academy Forensic Science, yang salah satunya adalah forensik dentistry.
I. Pada tahun 1970 oleh para pemrakarsa pula telah didirika American Oranization
in Forensic Dentistry.
J. Pada tahun 1980 oleh karena kemajuan IPTEK telah dirancang suatu program
computer dalam suatu peristiwa korban missal untuk Forensik Dentistry walaupun
belum sempurna.
K. Pada tahun 2000 di tanah air telah pula diselenggarakan suatu kongres Asia
Pasific tentang identifikasi korban missal (Mass disaster victim identification ) di
Ujung Pandang penyelenggaranya Kapolda setempat dan Interpol.
L. Pada tahun 2003 telah berdiri suatu ikatan peminat ilmu kedokteran gigi forensik
di Jakarta kemudian diresmikan oleh kongres PDGI di Ujung Pandang.

30

M. Pada tahun 2004 hingga kini telah pula dilaksanakan suatu pelatihan identifikasi
oleh Direktorat Pelayanan gigi Medik DEPKED RI.
2.3.3 Objek Pemeriksaan
Sebagai objek pemeriksaan dalam suatu penyelidikan dan penyidikan secara
garis besar dapat ditentukan antara lain :7
1. Korban hidup
2. Korban mati, atau mayat
3. Manusia sebagai pelaku
4. Benda-benda mati yang terdapat disekitar tempat kejadian perkara yaitu ;
a. Bekas pola gigitan pada tubuh mayat
b. Air liur di sekitar bekas pola gigitan dan bekas gigitan makanan tertentu
c. Bercak-bercak darah korban
d. Bercak-bercak darah pelaku
5. Benda mati secara fisik dianggap sebagai barang bukti antara lain ;
a. Gigi palsu lepasan sebagian (partial denture)
b. Gigi palsu penuh (full denture)
c. Mahkota atau jembatan (crown and bridge)
d. Gigi geligi yang lepas dari rahang korban
e. Patahan gigi geligi dari korban
f. Kemungkinan terdapat patahan rahang yang lepas dari korban baik
rahang atas maupun rahang bawah.
6. Semua jaringan rongga mulut yatitu pipi bagian dalam dan bibir yang lepas
yang terdapat ditempat kejadian perkara

31

Objek-objek pemeriksaan tersebut diatas haruslah dicatat ke dalam formulir


pemeriksaan awal karena terdapat pemeriksaan lanjutan baik untuk kepentingan
rekonstruksi dan baik pula untuk kepentingan laboratories khususnya dalam
penentuan golongan darah dan DNA baik korban maupun pelaku yang nantinya
dicatat pula ke dalam suatu formulir pemeriksaan laboratories yang akhirnya demi
kelengkapan penyidikan semunanya itu dilampirkan dalam formulir identifikasi yang
dikenal dengan oral and dental identification record.7
2.3.4 Jenis Identifikasi Forensik Kedokteran Gigi
Identifikasi Ilmu kedokteran gigi forensic terdapat beberapa macam antara lain ;8
1. Identifikasi ras korban maupun pelaku dari gigi geligi dan antropologi ragawi.
2. Identifikasi sex atau jenis kelamin korban melalui gigi-geligi dan tulang
rahang serta antropologi ragawi.
3. Identifikasi umur korban (janin) melalui benih gigi geligi.
4. Identifikasi umur korban melalui gigi sementara (decidui).
5. Identifikasi umur korban melalui gigi campuran.
6. Identifikasi umur korban melalui gigi tetap.
7. Identifikasi korban melalui kebiasaan menggunakan gigi.
8. Identifikasi korban dari pekerjaan mengggunakan gigi.
9. Identifikasi golongan darah korban melalui air liur.
10. Identifikasi golongan darah korban melalui pulpa gigi.
11. Identifikasi DNA korban dari analisa air liur dan jaringan dari sel dalam
rongga mulut.

32

12. Identifikasi korban melalui gigi palsu yang digunakan.


13. Identifikasi wajah korban dari rekonstrusi tulang rahang dan tulang facial.
14. Identifikasi wajah korban.
15. Identifikasi korban melalui pola gigitan pelaku.
16. Identifikasi korban melalui ekslusi pada korban massal.
17. Radiologi Ilmu Kedokteran Gigi Forensik.
18. Fotografi Ilmu Kedokteran Gigi Forensik.
19. Victim identification form.

2.4 PENCATATAN DATA SEMASA HIDUP DAN DATA SETELAH


KEMATIAN
2.4.1 Pencatatan Data Antemortem
Pencatatan data gigi dan rongga mulut semasa hidupnya, biasanya berisikan antara
lain: 7
1. Identitas pasien
2. Keadaan umum pasien
3. Odontogram (peta gigi), data gigi yang menjadi keluhan
4. Data perawatan kedokteran gigi
5. Nama dokter yang merawat
6. Hanya sedikit sekali dokter gigi yang membuat surat persetujuan tindak medic
(inform consent) baik praktek pribadi atau dirumah sakit.
Bila menurut buku DEPKES tentang penulisan data gigi dan rongga mulut yang
berisikan standar baku mutu nasional antara lain :

33

1. Pencatatan identitas pasien mulai dari nomor file sampai dengan alamat pekerjaan
serta kelengkapan alat komunikasinya.
2. Keadaan umum pasien yaitu berisikan tentang golongan darah, tekanan darah,
kelainan-kelainan darah, kelainan penyakit sistemik, kelainan penyakit hormonal,
kelainan alergi terhadap makanan dan obat-obatan, alergi terhadap debu, serta
kelainan dari virus yang berkembang saat ini.
3. Odontogram merupakan semua data gigi dicatat dalam formulir odontogram
dengan denah dan nomenklatur yang baku nasional.
4. Data perawatan kedokteran gigi yaitu berisikan waktu awal perawatan, runtut
waktu kunjungan, keluhan dan diagnose, gigi yang dirawat, tindakan lain yang
dilakukan oleh dokter tersebut.
5. Roentgenogram yang dimaksud adalah baik intra oral ataupun ekstra oral.
a. Roentgenogram intra oral antara lain : periapikal, proximal, dan oklusal
sedangkan,
b. Roentgenogram ekstra oral antara lain : panoramic dan orthopantomogram.
Lateral oblique tulang rahang, cephalogram.
6. Pencatatan status gigi, mempunyai kode tertentu sesuai dengan standar Interpol,
dengan kata lain kodifikasi informasi gigi menurut Interpol. Kode-kode
pencatatan gigi ini selain dengan huruf-huruf, istilah-istilah, warna, dan gambar
yang berbeda-beda untuk pengisian odontogram.
7. Formulir data antemortem dalam buku DEPKES ditulis dengan warna kertas
kuning. Di dalam formulir ini terdapat pula catatan data orang hilang.

34

Gambar 2.4.1. A-M (yellow) Interpol Form F2 in use with a semi-anatomic respective
geometric dental part-without any description of dental root.

35

2.4.2 Pencatatan Data postmortem


Pencatatan data postmortem menurut formulir DEPKES berwarna merah dengan
catatan Victim Identification (identifikasi korban) pada mayat atau Dead Body (tubuh
korban)
Pencatatan data postmortem ini mula-mula dilakukan fotografi kemudian proses
pembukaan rahang bila kaku mayat untuk memperoleh data gigi dan rongga mulut,
dilakukan pencetakan rahang atas dan bawah, apabila terjadi kaku mayat maka lidah
yang kaku tersebut diikat dan ditarik ke atas sehingga lengkung rahang bebas dari
lidah paru dilakukan pencetakan, untuk rahang atas tidak bermasalah karena lidah
kaku ke bawah. Kemudian studi model rahang korban juga merupakan suatu barang
bukti.
Pencatatan gigi pada formulir odontogram sedangkan kelainan-kelainan di rongga
mulut dicatat pada kolom-kolom tertentu. Catatan ini semua merupakan lampiran dari
visum et repertum korban.
Kemudian dilakukan pemeriksaan sementara dengan formulir baku mutu nasional
dan internasional, setelah itu dituliskan surat rujukan untuk pemeriksaan laboratories
dengan formulir baku mutu nasional pula.
Setelah diperoleh hasil dari pemeriksaan laboratories maka dilakukan pencatatan ke
dalam formulir lengkap barulah dapat dibuatkan suatu berita acara sesuai dengan
KUHAP demi proses peradilan dalam menegakkan keadilan.
Visum yang lengkap ini sangat penting dengan lampiran-lampirannya serta barang
bukti dapat diteruskan ke jaksa penuntut kemudian ke siding acara hukum pidana.7

36

Gambar 2.4.2 P-M (pink) Interpol Form F2 in use with a semi-anatomic respective geometric dental
part-without any description of dental roots.

37

2.5 PERAN DOKTER GIGI DALAM IDENTIFIKASI KORBAN MASSAL


MELALUI DVI (DISASTER VICTIM IDENTIFICATION)

2.5.1 Pengertian
DVI (Disaster victim Identification) suatu definisi yang diberikan sebagai
sebuah prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal secara
ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengacu pada standar baku Interpol
(1). Proses DVI meliputi 5 fase yang pada setiap fase memiliki keterkaitan antara satu
dengan yang lain.1,12

2.5.2 Prosedur DVI (Disaster Victim Identification )


Prosedur identifikasi mengacu pada prosedur DVI (Disaster Victim
Identification) Interpol. Poses DVI yang terdiri dari 5 fase yaitu The Scene, Post
MortemExamination, Ante Mortem Information Retrieval,Reconciliation dan
Debriefing :12
1. Pada fase pertama, tim awal yang datang ke TKP melakukan pemilahan antara
korban hidup dan korban mati selain juga mengamankan barang bukti yang
dapat mengarahkan pada pelaku apabila bencana yang terjadi merupakan
bencana yang diduga akibat ulah manusia. Pada korban mati diberikan label
sebagai penanda. Label ini harus memuat informasi tim pemeriksa, lokasi
penemuan, dan nomor tubuh/mayat. Label ini akan sangat membantu dalam
proses penyidikan selanjutnya
2. Fase kedua dalam proses DVI adalah fase pemeriksaan mayat. Fase ini dapat
berlangsung bersamaan dengan fase pertama dan fase ketiga. Pada fase ini,
38

para ahli identifikasi, dokter forensik dan dokter gigi forensik melakukan
pemeriksaan untuk mencari data postmortem sebanyak-banyaknya. Sidik jari,
pemeriksaan terhadap gigi, seluruh tubuh, dan barang bawaan yang melekat
pada mayat. Dilakukan pula pengambilan sampel jaringan untuk pemeriksaan
DNA. Data ini dimasukkan ke dalam pink form berdasarkan standar interpol
3. Fase ketiga adalah fase pengumpulan data antemortem dimana ada tim kecil
yang menerima laporan orang yang diduga menjadi korban. Tim ini meminta
masukan data sebanyak-banyaknya dari keluarga korban. Data yang diminta
mulai dari pakaian yang terakhir dikenakan, ciri-ciri khusus (tanda lahir, tato,
tahi lalat, bekas operasi, dan lainlain), data rekam medis dari dokter keluarga
dan dokter gigi korban, data sidik jari dari pihak berwenang (kelurahan atau
kepolisian), serta sidik DNA apabila keluarga memilikinya. Apabila tidak ada
data sidik DNA korban maka dilakukan pengambilan sampel darah dari
keluarga korban. Data Ante Mortem diisikan ke dalam yellow form
berdasarkan standar interpol Seseorang dinyatakan teridentifikasi pada
4. fase keempat yaitu fase rekonsiliasi apabila terdapat kecocokan antara data
Ante Mortem dan Post Mortemdengan kriteria minimal 1 macam Primary
Identifiers atau 2 macam Secondary Identifiers
5. Setelah selesai keseluruhan proses identifikasi,dengan hasil memuaskan
maupun tidak, prosesidentifikasi korban bencana ini belumlah selesai.Masih
ada satu fase lagi yaitu fase kelima yangdisebut fase debriefing. Fase ini
dilakukan 3-6 bulan setelah proses identifikasi selesai. Pada fase debriefing,
semua orang yang terlibat dalam proses identifikasi berkumpul untuk

39

melakukan evaluasi terhadap semua hal yang berkaitan dengan pelaksanaan


proses identifikasi korban bencana, baik sarana, prasarana, kinerja, prosedur,
serta hasil identifikasi. Hal-hal baik apa yang dapat terus dilakukan di masa
yang akan datang, apa yang bias ditingkatkan, hal-hal apa yang tidak boleh
terulang lagi di masa datang, kesulitan apa yang ditemui dan apa yang harus
dilakukan apabila mendapatkan masalah yang sama di kemudian hari, adalah
beberapa hal yang wajib dibahas pada saat debriefing. 12
2.5.3 Hambatan dan Kendala Dalam Proses DVI (Disaster Victim Identification)

Secara teoritis, kelima fase DVI seharusnyadikerjakan sesuai standar pada


setiap kasus bencana.Namun pada kenyataannya, banyak hambatan dankendala
yang ditemui di lapangan untuk menerapkanprosedur DVI.
1. Pada kasus tenggelamnya kapal Rimba III, mayatsudah dalam kondisi
membusuk

lanjut.

Prosesidentifikasi

sesuai

kelima

fase

tersebut

menemuihambatan karena polisi mengirimkan mayat keinstalasi kamar


jenazah dengan Surat PermintaanVisum yang sudah berisi identitas
korban.Identifikasi dilakukan oleh pihak penyidik bersamasamadengan
keluarga di TKP berdasarkan property (pakaian, tas, dompet, perhiasan) yang
melekat padatubuh korban. Akibat tindakan tersebut, keluargamenolak
dilakukan pemeriksaan terhadap korbandengan alasan sudah dikenali. Properti
yang ada padajenazah juga sudah langsung diserahkan padakeluarga di TKP,
sehingga sempat terjadi insidentertukarnya jenazah. Hal ini dapat diatasi
setelahdilakukan pemeriksaan fisik terhadap mayat korban.

40

2. Pada kasus jatuhnya pesawat hercules di Magetan,tim DVI mengalami kendala


karena ada kurangkoordinasi antara fase TKP dengan fase II &
III;pemeriksaan fase II dan fase III dilakukan oleh orangyang sama secara
bersama-sama dan melibatkankeluarga; ini menimbulkan ketidakakuratan
dalamproses identifikasi, sehingga pada akhir pemeriksaandidapatkan 4 mayat
yang tidak teridentifikasi terdiridari 2 anak, 1 wanita dewasa, serta 1 lakilakidewasa. Data antemortem yang tersisa terdiri dari 2anak, 1 wanita dewasa,
dan 1 laki-laki dewasa namuntidak cocok dengan data postmortem jenazah.
3. Pada kasus Identifikasi korban gempa di Padang,fasilitas menjadi kendala
yang utama dimana pada 3hari pertama tidak ada listrik dan sarana lain untuk
mempreservasi jenazah, sehingga kondisi mayat membusuk pada saat telah
teridentifikasi. Hal ini sempat menimbulkan penolakan dari keluarga.
Dari ketiga kasus tersebut, fase kelima (debriefing) tidak dilaksanakan. Kesulitan
yang dihadapi adalah mengumpulkan kembali para anggota tim yang berasal dari
seluruh wilayah di Indonesia untuk melakukan evaluasi kinerja.Secara teoritis, kelima
fase DVI seharusnya dikerjakan sesuai standar pada setiap kasus bencana namun
dalam kenyataannya sering kali menemui kendala teknis, maupun nonteknis. Jumlah
jenazah yang banyak, tempat penyimpanan jenazah yang minim, waktu yang terbatas,
jumlah dokter forensic yang terbatas, otoritas keluarga serta kurangnya koordinasi
menimbulkan masalah dalam menerapkan prosedur DVI secara konsisten.12

41

2.6 PERAN DOKTER GIGI SEBAGAI SAKSI AKHLI DALAM PERKARA


PIDANA
2.6.1 Keterlibatan Dokter Gigi
Keterlibatan dokter gigi sehubungan dengan Kedokteran Gigi Forensik
dapat dibagi menjadi 3 bidang (Cameron dan Sims, 1973) yaitu : 21
a. Perdata nonkriminal;
b.Kriminal; dan
c. Penelitian
Pada dasarnya dokter dan dokter gigi dalam membantu aparat penegak
hukum dapat dibedakan atas (Prakoso, 1987) :
1. Menurut obyek pemeriksaan :
a. Orang hidup
b. Jenazah
c. Benda-benda atau yang berasal dari dalam tubuh.

2. Menurut jasa yang diberikan :


a. Melakukan pemeriksaan lalu mengemukakan pendapat dari hasil
pemeriksaannya.
b. Mengajukan atau mengemukakan pendapat saja.

3. Menurut tempat kerja :


a. Di rumah sakit atau laboratorium
b. Pemeriksaan di tempat kejadian

42

c. Di muka sidang pengadilan.


2.6.2 Visum et Repertum
Tugas dokter gigi dalam lingkup forensik adalah melakukan pemeriksaan
terhadap keadaan mulut dan gigi dan hal-hal yang berhubungan dengan keadaanmulut
dan gigi, contohnya : memeriksa bekas gigitan. Bekas gigitan ialah pola gigitan dari
pelaku yang tertera pada kulit korban dalam bentuk luka, jaringan kulit maupun jaringan
ikat dibawah kulit sebagai akibat dari pola permukaan gigitan dari gigi-gigi pelaku
dengan perkataan lain bekas gigitan merupakan suatu produksi dari gigi-gigi pelaku
melalui kulit atau jaringan korban. Oleh sebab itu seorang dokter gigi dapat dilibatkan
dalam pembuatan Visum et Repertum oleh dokter pembuat Visum et Repertum sebagai
konsultan untuk memeriksa keadaan mulut dan geligi korban, karena dokter gigi tidak
memiliki wewenang khusus untuk membuat Visum et Repertum. Walaupun demikian,
dokter gigi dapat membuat berbagai hasil pemeriksaan yang kedudukannya setara dengan
Visum et Repertum tetapi tidak dengan judul Visum et Repertum.8,21
Visum et Repertum pada dasarnya memuat suatu penyidikan akhir yang dibenarkan oleh
pasal KUHAP pidana pasal 50.

Bentuk penulisan Visum et Repertum sebagai berikut :7


Pro Justicia
VISUM et REPERTUM
1. PENDAHULUAN
Memuat keterangan tentang :
a. Identitas

korban,

yang

meminta

pemeriksaan,

yang

melakukan

pemeriksaan dan yang diperiksa.

43

b. Jenis pemeriksaan yang dilakukan.

Yang tersebut diatas semua sesuai dengan apa yang diatur dalam KUHAP pasal 133.

2. Kesimpulan
-

Kesimpulan ini memuat pendapat dokter gigi yang memeriksa dan


ahli lain memeriksa sebagai hasil pemeriksaan sesuai dengan KUHAP
pasal 20 ayat 1.

Visum ini dibuat dengan sumpah sesuai dengan KUHAP pasal 120 ayat 2.

44

Gambar 2.6.2 : Visum et Repertum


http://www.slideshare.net/irmandokter/puskesmas-tambora-visum Diakses Pada Tanggal 8 April 2014

45

BAB III
PEMBAHASAN

Odontologi forensik yang merupakan salah satu bagian dari ilmu forensik dapat
dikatakan sebagai suatu bentuk aplikasi ilmu kedokteran gigi dalam kepentingan
peradilan, Contoh dari aplikasi tersebut antaranya adalah membantu proses
identifikasi dalam kasus kriminal atau bencana massal. Sudah lama diketahui bahwa
rongga mulut memberikan sumbangsih yang besar dalam identifikasi forensik.
Penggunaan gigi-geligi sudah sangat umum digunakan dalam odontologi forensik.13
Peran dokter gigi sangat besar sekali dalam identifikasi baik untuk korban yang
tidak dikenali maupun yang bisa dikenali. Untuk korban yang bisa dikenali secara
visual bagaimanakah sebenarnya peran dokter gigi. Misalnya pada kejahatan yang
meniggalkan bekas gigitan maka dituntut untuk bisa membantu mengungkap pelaku
baik itu karena gigitan manusia atau bukan. 14
Pada kasus kasus korban sulit dikenali peran dokter gigi sangat nyata. Misalnya
pada kasus bom bali sampai minggu ketiga sudah teridentifikasi 120 jenazah dari 184
korban yang mayoritas (80%) teridentifikasi melalui data gigi yang lengkap. Mereka
diantaranya dari swedia lima korban, Denmark tiga korban, Australia 40 korban,
jerman empat korban, Amerika empat korban, Inggris 10 korban, Belanda satu
korban, Prancis dua korban dan Jepang dua korban. Proses identifikasi gigi dilakukan
bergantung pada perbandingan informasi dari Rekam medik/data antemortem dan
pemeriksaan postmortem, efisiensi dari proses ini tergantung pada kualitas dan
ketersediaan rekam medic gigi. Sebagai dokter gigi hal yang menjadi tanggung jawab

46

yaitu dengan Memelihara dan menyimpan catatan akurat dari pasien kami (rekam
medik gigi).15,16
Pada suatu kejadian baik berupa ledakan bom, tabrakan kereta api, tabrakan bis,
kapal terbang jauh yang umumnya disertai dengan kebakaran dan korban dengan
tubuh terpecah-pecah maka harus ditemukan gigi, potongan tulang kepala atau dicari
rahang dan tulang kepala.
Temuan-temuan tersebut harus dibuat penomoran sesuai waktu penemuan serta
nama regu reserse sebagai penyidiknya, kemudian dibungkus dengan plastik forensik,
dikirim kepada tim identifikasi dan hasilnya harus berupa laporan dari setiap korban.
Identifikasi dari temuan tersebut dapat diketahui : ras, jenis kelamin, umur, golongan
darah, DNA. Semua hasil dari identifikasi ini dituliskan kedalam dental identification
record. Kalau secara nasional menggunakan formulir dari POLRI, bila secara
internasional (bila korban adalah orang asing) maka menggunakan formulir dari
INTERPOL. Data-data ini semua harus dibandingkan dengan data-data korban
semasa hidup, sehingga harus dicari data-data korban antemortem (semasa hidup)
baik dari penelusuran sedara semendanya maupun dari saksi mata, tetangga atau
teman-temannya. Utamanya pada kasus bencana alam, Identifikasi korban bencana
(DVI) adalah tugas yang intensif dan Melibatkan spesialis dari berbagai disiplin ilmu.
Dokter gigi forensik adalah salah satu dari orang-orang kunci yang memainkan peran
penting dalam proses identifikasi manusia dalam kasus bencana alam.5,17

Identifikasi dalam kematian penting dilakukan, karena menyangkut masalah


kemanusiaan dan hukum. Masalah kemanusian menyangkut hak bagi yang meninggal,

47

dan adanya kepentingan untuk menentukan pemakaman berdasarkan agama dan


permintaan keluarga. Mengenai masalah hukum, seseorang yang tidak teridentifiksi
karena hilang, tidak dipersoalkan lagi apabila telah mencapai 7 tahun atau lebih.
Dengan demikian surat wasiat, asuransi, masalah pekerjaan dan hukum yang perlu
diselesaikan, serta masalah status pernikahan menjadi tidak berlaku lagi. Sebelum
sebab kematian ditemukan atau pemeriksa medis berhasil menentukan jenazah yang
sulit diidentifikasi, harus diingat bahwa kegagalan menemukan rekaman gigi dapat
mengakibatkan hambatan dalam identifikasi dan menghilangkan semua harapan
keluarga, sehingga sangat diperlukan rekaman gigi setiap orang sebelum dia
meninggal.18

Beberapa Contoh Kasus yang Membuktikan Bahwa Dokter gigi sangat berperan
dalam identifikasi Forensik. :
1. Setelah perang dunia ke dua, rumoryang merajalelabahwaadolfhitlertelah
melarikan diribersama istrinya, Eva Braun. mereka dinyatakan telah
meninggal dunia bersama-sama pada tahun 1945,tubuh mereka dibakar dan
dikubur secara rahasia oleh tentara rusia. Tapi karenakurangnyadata
antemortem dan postmortem ,maka rumor tersebut dapat ditantang oleh
beberapa pihak. Akhirnya, potongan rahang hitler berhasil ditemukan dengan
menunjukkan pembuktian pada gigi tiruan jembatannya, serta bentuk-bentuk
yang tidak biasa yang telah direkonstruksi, dan juga bukti penyakit
periodontalnya. Identitas hitler diketahui ketika catatan postmortemnya cocok

48

dengan catatan antemortem yang disimpan oleh dokter gigi hitler. Hugo
blaschke. 19
2. Untuk kasus-kasus Diindonesia yang korbannya sebagian besar diidentifikasi
melalui giginya antara lain : pada kasus Bom Bali I yang mampu
mengidentifikasi korban berdasarkan gigi-geligi hingga 56 persen, Untuk
korban kecelakaan lalu lintas di Situbondo hingga 60 persen, sedang korban
jatuhnya Pesawat Garuda di Yogyakarta mencapai 66,7 persen. Sedangkan
pada kasus bencana alam meletusnya gunung merapi diyogyakarta (2006)
proses identifikasi sangat sulit dilakukan karena, 70 persen korban ditemukan
dengan penuh luka bakar, Identifikasi tidak bisa dilakukan secara primer
karena kulit korban sudah terkelupas sehingga tidak bisa diambil sidik jari dan
catatan gigi. Catatan gigi tidak dapat digunakan karena Kebiasaan dari
kalangan masyarakat yang tidak pernah ke dokter gigi sehingga menyulitkan
untuk pengidentifikasian sekunder fisik para korban.20,25
3. Selain kasus bencana alam dan terorisme dokter gigi juga berperan membantu
pihak kepolisian dalam mengungkap kejahatan contoh kasus yaitu ; Beberapa
kasus dapat diselesaikan dengan baik dan memenjarakan pelaku sebenarnya
(Kasus Bundy, Florida, 1979), namun pada beberapa kasus terdapat juga
kesalahan interpretasi yang akhirnya mengakibatkan dihukumnya orang yang
tidak bersalah (Kasus Krone, Arizona, 1992). Di Indonesia bantuan ahli
odontologi forensik dalam identifikasi bite mark, merupakan alat bukti yang
sah, yang dapat membantu terangnya suatu kasus kejahatan dengan bite mark,
misalnya pada peristiwa terbunuhnya pelukis nasional Basuki Abdullah

49

(1993). Andi Sembiring, pembunuh pelukis nasional Raden Basoeki Abdullah


ditangkap jajaran Resimen Mobil Polda Metro Jaya di Jalan Barito, Jakarta
Selatan, Sabtu (15/3). Andi ditangkap bersama temannya Dago yang diburu
polisi sejak 2001 karena membunuh Sembiring, kakak kandung Andi. Dalam
pemeriksaan, pencocokan data, dan bukti bite mark yang ditemukan, akhirnya
polisi menyatakan bahwa Andi ini adalah pembunuh Basoeki Abdullah.
Maestro pelukis istana kebanggaan Indonesia itu tewas dibunuh dalam sebuah
aksi perampokan di rumahnya, Jalan Keuangan Raya Nomor 19, Cilandak,
Jakarta Selatan, 5 November 1993. Ketika bukti bite mark pada korban
didokumentasikan maka pengambilan data pemeriksaan gigi pada tersangka
sangat diperlukan. Selain ditemukan pada korban, bite mark bisa juga
ditemukan pada tersangka ketika korban berusaha mempertahankan dirinya.
Biasanya bite mark ditunjukkan dalam kasus-kasus kejahatan seksual,
pembunuhan, serta penyiksaan anak. Teknik identifikasi meliputi proses
pengambilan swab saliva, pembuatan foto bite mark, pembuatan impresi bite
mark, pengambilan jaringan, rekam gigi, pengambilan foto gigi, pembuatan
cetakan gigi. Disamping itu, mekanisme bite mark adalah suatu hasil dari
gigitan gigi yang menekan kulit dan dimulai dengan penutupan mandibular,
hisapan pada kulit, dalam arah yang berlawanan ada jilatan lidah. Proses
identifikasi bite mark sangatlah rumit dan memerlukan suatu keahlian dan
pengalaman dari ahli odontologi forensik. Hasil bite mark hendaknya
dikomparasikan juga dengan bukti-bukti yang lainnya. Sebelum melakukan
pemeriksaan gigi, inform consent merupakan syarat utama sesuai dengan UU

50

RI No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, UU RI No. 36 Tahun


2009 tentang Kesehatan, UU RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan
Permenkes RI No. 290/Menkes/Per/III/2008. Penolakan pemeriksaan oleh
tersangka dapat dianggap sebagai tindakan menghilangkan barang bukti dan
menghalang-halangi proses penyidikan. 22,23,24

Gambar : 3.1 Hitler


http://www.fpp.co.uk/Hitler/docs/death/CorpseID2.html Diakses Pada tanggal 21 Februari
2014.

51

Gambar : 3.2 Roentgenogram Hitler


http://www.lfpress.com/2013/07/01/adolf-hitlers-food-taster-feared-death-with-every-morsel
Diakses Pada tanggal 21 Februari 2014.

Gambar : 3.3 Bencana Bom Bali I


http://menarijingga.wordpress.com/2012/04/09/dari-cinta-onta-ke-manusia-kecap-manis/
Diakses Pada tanggal 21 Februari 2014.

52

Gambar : 3.4 Kecelakaan Lalu lintas Situbondo


http://www.suaramerdeka.com/harian/0310/10/nas1.htm Diakses Pada tanggal 21 Februari 2014.

Gambar 3.5 : Kecelakaan Pesawat Garuda (Yogyakarta)


http://www.bbc.co.uk/indonesian/inpictures/story/2007/03/070308_garudablaze.shtm Diakses
Pada tanggal 21 Februari 2014.

53

Gambar : 3.6 Pembunuhan Pelukis Raden basoeki Abdullah


http://dasmandjamaluddinshmhum.blogspot.com/2013/12/pelukis-basoeki-itu-terjatuh-kenapopor.html Diakses Pada tanggal 21 Februari 2014.

54

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Peran dokter gigi sangat besar sekali dalam identifikasi baik untuk korban yang
tidak dikenali maupun yang bisa dikenali. Misalnya pada kejahatan yang
meniggalkan bekas gigitan maka dokter gigi berupaya untuk

membantu

mengungkap pelaku baik itu karena gigitan manusia atau bukan. pada kasus bencana
alam, Identifikasi korban bencana (DVI) adalah tugas yang intensif dan melibatkan
spesialis dari berbagai disiplin ilmu. Dokter gigi forensik adalah salah satu dari
orang-orang kunci yang memainkan peran penting dalam proses identifikasi manusia
dalam kasus bencana alam. Tapi semua itu sangat membutuhkan beberapa perihal,
yaitu harus dibandingkan data-data korban semasa hidup dengan data-data
postmortem (setelah meninggal), sehingga harus dicari data-data korban antemortem
(semasa hidup) baik dari penelusuran sedarah semendanya maupun dari saksi mata,
tetangga atau teman-temannya. Data-data antemortem dari korban (rekam medik
gigi) sangat membutuhkan sumbangsi data yang diberikan oleh dokter gigi. Peran
dokter gigi dalam lingkup forensik adalah melakukan pemeriksaan terhadap keadaan
gigi dan mulut serta hal-hal yang berhubungan dengan keadaan gigi dan mulut,
aplikasi ilmu dari disiplin ilmu kedokteran gigi yang terkait dalam suatu penyidikan
yang berguna untuk menentukan otentitas dan identitas korban maupun pelaku demi
kepentingan hukum dalam suatu proses peradilan dan menegakkan kebenaran.

55

4.2 SARAN
Disarankan kepada semua dokter gigi untuk mengetahui tata cara penulisan
dan pengisian dental record sehingga dapat membuat dental record atau rekam medik
sesuai dengan standar nasional rekam medic kedokteran gigi, karena dalam bidang
odontology forensic dokter gigi sangat membutuhkan data-data antemortem (rekam
medic gigi) yang nantinya akan dicocokkan dengan data postmortem dari korban
mati. Hal-hal tersebut sangat penting untuk membantu proses identifikasi yang
dilakukan oleh dokter gigi. Peraturan hukum dan perundang-undangan yang harus
lebih ditegaskan bagi profesi kedokteran dan kedokteran gigi, dan diharapkan
membawa dampak yang besar bagi dokter gigi khususnya agar bekerja sesuai kaidah
etik dan hukum dengan menjunjung profesionalisme yang tinggi. Yang paling
penting untuk dokter gigi perlunya meningkatkan pemahaman tentang odontology
forensic, sehingga kedepannya dapat membantu pihak Interpol atau kepolisian dalam
proses identifikasi kasus-kasus bencana alam, tindakan kriminal dan sebagainya yang
ada keterkaitannya dengan gigi dan rongga mulut.

56

DAFTAR PUSTAKA

1. Eriko P, Algozi A.M. Identifikasi Forensik Berdasarkan Primer dan Sekunder


Sebagai Penentu Identitas Korban Pada Dua Kasus Bencana Massal. Jurnal
Kedokteran Brawijaya. 2009; 25 (2).
2. Sahelangi P, Rosita R, dkk. Standar Nasional Rekam Medik Kedokteran Gigi.
Jakarta: Departemen Kesehatan; 2007 .hal.1 .
3. http://www.antaranews.com/berita/188746/ahli-113-korban-bom-balidiindentifikasi-melalui-gigi. Diakses pada tanggal 5 februari 2014 .
4. Wahjuningsih E, Sucahyo B. Peran Dokter Gigi Dalam Identifikasi Forensik.
DENTA Jurnal Kedokteran Gigi FKG-UHT. 2006; 1.(1) .
5. Lukman D. Identifikasi dalam Forensik Dentistry. Jurnal Kedokteran gigi.
2003; 15.(4) .
6. Sukendro S.J, Suhito P.H .Evaluasi Penggunaan Software Simpus Kota
Semarang Sebagai Sistem Informasi Rekam Medis Gigi Dan Identifikasi
Manusia. Jurnal Kesehatan Gigi.
7. Lukman D. Ilmu Kedokteran Gigi Forensik 1. Jakarta; CV Sagung Seto. 2006.
Hal.1-6, 45-47.
8. Lukman D. Ilmu Kedokteran Gigi Forensik 2. Jakarta; CV Sagung Seto. 2006.
Hal.1-4.
9. Wangidjaja I. Anatomi Gigi. Jakarta: EGC Buku Kedokteran; 2002 .
10. Guyton Arthur C, Hall J.E, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook of
Medical Physiology) Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997.
P:1259-61
11. Luntz LL. History of Forensic Dentistry. The Dental Clinics of North America
1997; 21(1): 7-18.
12. Safitry O, Henky. Identifikasi Korban Bencana Massal Praktik DVI Antara
Teori dan Kenyataan. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences
2012; 2(1): 5-7.

57

13. Chairani S. Auerkari E. Pemanfaatan Rugae Palatal Untuk Identifikasi


Forensik. Indonesian Journal of Dentistry 2008; 15 (3):261-269.
14. Knott S. Forensic Odontology. Disampaikan dalam rangka First Disaster
Victim Identification (DVI) Course In Forensic Dentistry. Denpasar-Bali,
Indonesia; 16-18 Juni 2004.
15. Sahelangi P. Gigi, Menguak Tabir Born Bali. Intisari; Januari 2003. 90-97
16. Hinchliffe. Forensik Odontolgy Dental Identification. British Dental Jurnal.
2011; Hal-219-224.
17. Jacobs R, Pittayapat P,At All. Forensic Odontology In the Disaster Victim
Identification Procces. Journal of Forensic Odonto-Stomatology. 2012; 30 (1).
18. Abdul M.I, Agung L.T. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan. Jakarta; CV Sagung Seto. 2008.
19. Ecket W.G. Forensic Odontology In Introduction to Forensic Science. Ed 2nd .
Boca Raton: 1997; pp 21-2.
20. http://nasional.kompas.com/read/2008/10/16/17160050/pentingnya.dokter.gigi
.identifikasi.korban.bencana.massal Diakses Pada tanggal 20 Februari 2014.
21. Bachram L. Pelayanan Kewajiban dan Hak Asasi Ahli didalam Sidang
Pengadilan. Majalah Kedokteran Bandung: 1992; 27(2).
22. Astuti N.P.A, Sudjar S. Identifikasi Bite Mark Sebagai Alat Bukti yang Sah
disidang Pengadilan. Jurnal UNAIR. 2010; 12(4) .
23. Silva Alves R,At All. Human Bite Mark Identification and DNA Technology
In Forensic Dentistry. Braz J Oral Sci. 5(19):1193-1197 .
24. http://news.liputan6.com/read/51331/pembunuh-basoeki-abdullah-ditangkap
Diakses Pada tanggal 21 Februari 2014.
25. http://www.fpp.co.uk/Hitler/docs/death/CorpseID2.html Diakses Pada tanggal
21 Februari 2014.
26. http://www.lfpress.com/2013/07/01/adolf-hitlers-food-taster-feared-deathwith-every-morsel Diakses Pada tanggal 21 Februari 2014.
27. http://menarijingga.wordpress.com/2012/04/09/dari-cinta-onta-ke-manusiakecap-manis/ Diakses Pada tanggal 21 Februari 2014.
28. http://www.suaramerdeka.com/harian/0310/10/nas1.htm Diakses Pada tanggal
21 Februari 2014.

58

29. http://www.bbc.co.uk/indonesian/inpictures/story/2007/03/070308_garudablaz
e.shtm Diakses Pada tanggal 21 Februari 2014.
30. http://dasmandjamaluddinshmhum.blogspot.com/2013/12/pelukis-basoeki-ituterjatuh-kena-popor.html Diakses Pada tanggal 21 Februari 2014.
31. Benthaus S, At All. AM PM Documentation of Dental Findings. Anatomic
Or Geometric Dental Charting. Int Poster J Dent Oral Med. 2001; 3 (3) .
32.

http://www.slideshare.net/irmandokter/puskesmas-tambora-visum
Pada Tanggal 8 April 2014.

Diakses

59

60

Anda mungkin juga menyukai

  • Soal Baru
    Soal Baru
    Dokumen2 halaman
    Soal Baru
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Isi Laringitis
    Isi Laringitis
    Dokumen29 halaman
    Isi Laringitis
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Heg PDF
    Heg PDF
    Dokumen64 halaman
    Heg PDF
    Regina Hershaa
    Belum ada peringkat
  • 2.1-Full
    2.1-Full
    Dokumen73 halaman
    2.1-Full
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat