Perdarahan Post Partum
Perdarahan Post Partum
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Skenario
Ny. Nirmala, pasienusia 35 tahun datang ke UGD RSU Budi Luhur dengan
kondisi perdarahan tidak henti-hentinya, diantar dukun yang sebelumnya menolongnya
untuk melahirkan. Bayinya selamat dengan berat badan 3500 gram.Ny. Nirmala yang
sudah disuruh mengejan sejak 5 jam yang lalu. Ny. Nirmal amengatakan bahwa ia sudah
tidak merasakan adanya gerakan janin sejak 5 jam yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik: KU composmentis, tampak kelelahan. Tanda vital T
100/60 mmHg, N 100x/menit, RR 20x/menit, t axiler 37,5 0C.pemeriksaan abdomen:
kontraksi uterus 1x/menit, durasi 10 detik. Pemeriksaan VT: pembukaan 5 cm, kepala
masih tinggi. Dilakukan induk si persalinan, bayi lahir secara spontan mati, plasenta lahir
30 menit kemudian, uterus lembek dan Ny. Nirmala mengalami perdarahan hebat.
Anamnesa
Nama
:Ny. Nirmala
Usia
:35tahun
KU
Keterangan
: Bayi selamat, sejak disuruh mengejan 5 jam lalu pasien sudah tidak
merasakan adannya gerakan janin.
PF
Abdomen
VT
Setelah dilakukan induksi persalinan, bayi lahir secara spontan mati, kemudian 30 menit
kemudian plasenta lahir. Ditemukan uterus lembek, perdarahan hebat.
Terminologi
1. Induksi persalinan
2. Plasenta
3. Kepala masih tinggi
IdentifikasiMasalah
1. Mengapa terjadi perdarahan?
2. Mengapa pasien mengalami hipotensi?
3. Apakah yang menyebabkan uterus menjadi lembek setelah dilakukan induksi
persalinan?
4. Mengapa bayi bisa mati?
Brainstorming
1. Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi
lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Perdarahan
merupakan sebab utama dari syok pada proses melahirkan. Perdarahan ini dapat
timbul akibat dari gangguan pelepasan plasenta, atonia uteri post partum, ruptur uteri.
2. Perdarahan yang massif dapat mempengaruhi volume darah yang akan berdampak
pada perubahan tanda vital yang salah satunya berupa penurunan dari tekanandarah.
3. Uterus akan terasa lembek jika tidak ada kontraksi dari uterus itu sendiri dan hal
tersebut terjadi pada kasus atonia uteri.
4. Terlalu lama di dalam uterus sehingga terjadi fetal distress.
DIAGNOSE DIFFERENTIAL
1. Atonia Uteri
2. Laserasi Jalan Lahir
3
3. Retensio Plasenta
GEJALA
Perdarahan
Mengejan
Tidak ada
Gerakan
Janin
HIS inAdekuat
VT 5 cm
Induksi Persalinan
Lahir Spontan Mati
Plasenta
30
menit
kemudian
Uterus Lembek
ATONIA UTERI
LASERASI JALAN
RETENSIO
+
+
+
LAHIR
+
+/-
PLASENTA
+
-
+
+/+/-
+/-
+/+
III. Insidensi
Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah
5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara
berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.
Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut
- Atonia uteri 50 60 %
- Sisa plasenta 23 24 %
- Retensio plasenta 16 17 %
- Laserasi jalan lahir 4 5 %
- Kelainan darah 0,5 0,8 %
IV.Penilaian Klinik
Tabel II.1. Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok
Volume
Tekanan Darah
Kehilangan Darah
(sistolik)
500-1.000 mL
Normal
(10-15%)
Palpitasi,
takikardia, pusing
100 mm Hg)
berkeringat
Derajat Syok
Terkompensasi
Ringan
80 mm Hg)
pucat,
oliguria
70 mm Hg)
anuria
Sedang
Berat
Tabel II.2. Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum
Penyulit
Diagnosis Kerja
Atonia uteri
lembek.
Bekuan
Perdarahan segera setelah anak serviks
lahir
darah
atau
telentang
menghambat
pada
posisi
akan
aliran
darah keluar
Darah segar mengalir segera Pucat
traksi berlebihan
Perdarahan segera
tarikan
Perdarahan lanjutan
tetapi
fundus
tidak berkurang
Perdarahan segera
Uterus tidak teraba
Neurogenik syok
Tampak
tali
pusat
Inversio uteri
(bila
Anemia
plasenta
pada uterus
Perdarahan sekunder
V. Kriteria Diagnosis
- Pemeriksaan fisik: pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut
nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus
menerus.
- Pemeriksaan obstetri: kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada atonia uteri.
Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir.
8
- Pemeriksaan ginekologi: dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat
diketahui kontraksi uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta.
VI. Faktor Resiko
- Penggunaan obat-obatan (anestesi umum, magnesium sulfat)
- Partus presipitatus
- Solutio plasenta
- Persalinan traumatis
- Uterus yang terlalu teregang (gemelli, hidramnion)
- Adanya cacat parut, tumor, anomali uterus
- Partus lama
- Grandemultipara
- Plasenta previa
- Persalinan dengan pacuan
- Riwayat perdarahan pasca persalinan
VII. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin
di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk
- Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal
- Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu
pembekuan
b. Pemeriksaan radiologi
- Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan
yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis
dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk
melihat adanya jendalan darah dan retensi sisa plasenta
- USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko
tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti
plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas
dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya
VIII. Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu:
resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan
identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.
Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat
memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu
dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang
peling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan
dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.
Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik normal
salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS merupakan
cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya
dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik
sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan
10
kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer
Laktat.
Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada
penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu
penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang
intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan
dengan penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah
perdarahan post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan.
Perdarahan post partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat
ditangani cukup dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani.
Kehilanagn darah yang banyak, biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah
merah.
Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan
efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik
dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan
pada pemberian koloid, maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan.
Transfusi Darah
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan
diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tandatanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat.
PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi.
Para klinisi harus memperhatikan darah transfusi, berkaitan dengan waktu, tipe dan
jumlah produk darah yang tersedia dalam keadaan gawat.
Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 4 unit PRC untuk menggantikan
pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat
sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi
dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit. Jangan menggunakan cairan
11
Ringer Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang dikandungnya dapat menyebabkan
penjendalan.
Oksitosin
Ergometrin
IM
atau
pemberian awal
(lambat): 0,2 mg
Misoprostol
IV Oral
atau
rektal
400 mg
L larutan garam
fisiologis dengan
tetesan cepat
IM: 10 U
Dosis lanjutan
IV: 20 U dalam 1
L larutan garam
12
fisiologis dengan
Bila
masih
diperlukan,
40 tetes/menit
beri
L larutan fisiologis
Kontraindikasi
Pemberian
atau hati-hati
mg
dosis)
3 dosis
IV Preeklampsia,
Nyeri kontraksi
kordis,
hipertensi
Asma
Penyulit
- Syok ireversibel
- DIC
- Amenorea sekunder
Pencegahan
Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala
III dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum.
Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
- Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.
- Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
- Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus berkontraksi
dengan baik.
13
Berdasarkan skenario, disini juga akan dibahas beberapa penyebab dari pendarahan post
partum yang memiliki hubungan dengan scenario yang telah dibahas.
A. ATONIA UTERI
I. Definisi
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang
paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan.
Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya
syok hipovolemik.
II. Etiologi
Overdistensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko mayor
terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin
makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan
struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi
darah di uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir.
Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena
persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi.
Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obatobatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid,
magnesium sulfat, beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak
rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat
hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat resusitasi
masif. Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan merupakan faktor
resiko independen untuk terjadinya perdarahan post partum.
14
III. Penatalaksanaan
- Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri
- Masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan dan
perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus.
- Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian dipasang tampon
uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam.
- Kompresi bimanual eksternal. Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan
saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran
darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga
uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi bimanual
internal
- Kompresi bimanual internal. Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding
abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam
miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang
terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga
uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi , coba kompresi aorta
abdominalis
- Kompresi aorta abdominalis. Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut,genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah
umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis.
Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri
femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi
- Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin / ergometrin, bisa dicoba
prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskuler atau langsung pada miometrium
(transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap 2
atau 3 jam sesudahnya.
15
- Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang terjadi tetap > 200
mL/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik (khusus
untuk penderita yang belum punya anak atau muda sekali)
- Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua
wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum dan
sekuelenya. Walaupun angka kematian maternal telah turun secara drastis di negara-negara
berkembang, perdarahan post partum tetap merupakan penyebab kematian maternal
terbanyak dimana-mana
16
DAFTAR PUSTAKA
17