HIPERTENSI
HIPERTENSI
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang
mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg
saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu
tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan
aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis.
Tiap dua detik banyak orang meninggal akibat penyakit hipertensi atau penyakit
yang dikenal dengan penyakit darah tinggi. Namun sayang, banyak masyarakat tidak
paham dengan penyakit tersebut. Karena tidak mempunyai gejala khusus.
"Di Indonesia hipertensi adalah penyebab kematian nomor satu. Tetapi banyak
masyarakat yang tidak tahu dan tahunya setelah kematian mendadak," kata Kepala
Bagian/ SMF Jantung RSU dr Soetomo Surabaya, Prof Dr M Yogiarto dalam Media
Conference and Education Waspadai Hipertensi dan Penyakit-Penyakit Penyertanya
sebagai Ancaman Kematian Terbesar di Dunia di Hotel JW Marriot Jalan Embong
Malang.
I.2 TUJUAN
Untuk menjelaskan kepada para pembaca mengenai definisi, klasifikasi, etiologi,
faktor prredisposisi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosa klinis, komplikasi dan
penatalaksanaan dari osteoporosis. Agar para pembaca dapat melakukan usaha
pencegahan terjadinya osteoporosis tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Step 1 : SKENARIO
Seorang perempuan usia 30 tahun memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan
sering berdebar-debar, susah tidur, mudah tersinggung serta nyeri kepala bagian
belakang. Pasien sering kontrol ke dokter tapi ia tidak rutin meminum obat yang dokter
berikan. Pasien saat ini juga meminum obat KB yang mengandung hormon estrogen.
Riwayat sosial, pasien sering memakan makanan cepat saji (fast food).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa tekanan darahnya 170/100 mmHg, BB=
80 kg, TB= 160 cm. Hasil laboratorium profil lemak Trigliserida 310 mg/dl, HDL 34
mg/dl, LDL 170 mg/dl.
Anamnesa
o Wanita, 30 tahun.
o Keluhan utama berupa: sering berdebar-debar, susah tidur, mudah tersinggung,
nyeri kepala bagian belakang.
o Riwayat sosial: mengkonsumsi obat KB. Sering memakan makanan cepat saji.
Pemeriksaan Fisik
Hasil Laboratorium
TERMINOLOGI
FAST FOOD
tekanan darah.
KOLESTEROL
II
4.STEP 4
KEGEMUKAN
GENETIK
HORMON
3
HIPERTENSI
DEFINISI
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau
tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg.
Sistolik <140 normal
Antara 140-159 mmHg
4
peningkatan
tekanan
darah
tinggi
sebagai
akibat
seseorang
Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh
yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang
terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu
mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
o Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika:
Aktivitas memompa jantung berkurang
Arteri mengalami pelebaran
Banyak cairan keluar dari sirkulasi
Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Target kerusakan akibat Hipertensi antara lain:
Otak : menyebabkan stroke
Mata : menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui.
Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial sedangkan 10% nya
tergolong hipertensi sekunder. Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1. Penyakit Ginjal
o Stenosis arteri renalis
o Pielonefritis
o Glomerulonefritis
o Tumor-tumor ginjal
o Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
o Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
o Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2. Kelainan Hormonal
o
Hiperaldosteronisme
Sindroma Cushing
Feokromositoma
3. Obat-obatan
Pil KB
Kortikosteroid
Siklosporin
Eritropoietin
Kokain
Penyalahgunaan alkohol
Koartasio aorta
PATOFISIOLOGI
Hipertensi pada anak umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi sekunder).
Terjadinya hipertensi pada penyakit ginjal adalah karena :
1. Hipervolemia.
8
Hipervolemia oleh karena retensi air dan natrium, efek ekses mineralokortikoid terhadap
peningkatan reabsorpsi natrium dan air di tubuli distal, pemberian infus larutan garam
fisiologik, koloid, atau transfusi darah yang berlebihan pada anak dengan laju filtrasi
glomerulus yang buruk. Hipervolemia menyebabkan curah jantung meningkat dan
mengakibatkan hipertensi. Keadaan ini sering terjadi pada glomerulonefritis dan gagal
ginjal.
2. Gangguan sistem renin, angiotensin dan aldosteron.
Renini adalah ensim yang diekskresi oleh sel aparatus juksta glomerulus. Bila terjadi
penurunan aliran darah intrarenal dan penurunan laju filtrasi glomerulus, aparatus juksta
glomerulus terangsang untuk mensekresi renin yang akan merubah angiotensinogen yang
berasal dari hati, angiotensin I. Kemudian angiotensin I oleh angiotensin converting
enzym diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II menimbulkan vasokonstriksi
pembuluh darah tepi, dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Selanjutnya
angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan aldosteron. Aldosteron
meningkatkan retensi natrium dan air di tubuli ginjal, dan menyebabkan tekanan darah
meningkat.
3. Berkurangnya zat vasodilator
Zat vasodilator yang dihasilkan oleh medula ginjal yaitu prostaglandin A2, kilidin, dan
bradikinin, berkurang pada penyakit ginjal kronik yang berperan penting dalam
patofisiologi hipertensi renal. Koarktasio aorta, feokromositoma, neuroblastoma, sindrom
adrenogenital, hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing, dapat pula menimbulkan
hipertensi dengan patofisiologi yang berbeda. Faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan
hipertensi sekunder pada anak antara lain, luka bakar, obat kontrasepsi, kortikosteroid,
dan obat-obat yang mengandung fenilepinefrin dan pseudoefedrin.
FAKTOR RISIKO
Faktor resiko hipertensi meliputi :
1. Usia ; Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering
disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung,
pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun
akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur
(Tambayong, 2000).
2. Jenis kelamin ; Pada umumnya insiden pada pria lebih tinggi daripada wanita,
namun pada usia pertengahan dan lebih tua, insiden pada wanita akan meningkat,
sehingga pada usia diatas 65 tahun, insiden pada wanita lebih tinggi (Tambayong,
2000).
3. Obesitas ; adalah ketidak seimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan
energi yang disimpan dalam bentuk lemak (jaringan sub kutan tirai usus, organ vital
jantung, paru dan hati) yang menyebabkan jaringan lemak in aktif sehingga beban
kerja jantung meningkat. Obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan berat badan
sebesar 20% atau lebih dari berat badan ideal. Obesitas adalah penumpukan
jaringan lemak tubuh yang berlebihan dengan perhitungan IMT > 27.0. pada orang
yang menderita obesitas ini organ-organ tubuhnya dipaksa untuk bekerja lebih
berat, oleh sebab itu pada waktunya lebih cepat gerah dan capai. Akibat dari
obesitas, para penderita cenderung menderita penyakit kardiovaskuler, hipertensi
dan diabetes mellitus (Notoatmodjo: 2003).
4. Riwayat keluarga ; yang menunjukkan adanya tekanan darah yang meninggi
merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi seseorang untuk mengidap hipertensi
dimasa yang akan datang. Tekanan darah kerabat dewasa tingkat pertama (orang tua
saudara kandung) yang dikoreksi terhadap umur dan jenis kelamin tampak ada pada
semua tingkat tekanan darah (Padmawinata, 2001).
5. Merokok ; Departemen of Healt and Human Services, USA (1989) menyatakan
bahwa setiap batang rokok terdapat kurang lebih 4000 unsur kimia, diantaranya tar,
nikotin, gas CO, N2, amonia dan asetaldehida serta unsur-unsur karsinogen.
Nikotin, penyebab ketagihan merokok akan merangsang jantung, saraf, otak dan
10
bagian tubuh lainnya bekerja tidak normal. Nikotin juga merangsang pelepasan
adrenalin sehingga meningkatkan tekanan darah, denyut nadi, dan tekanan kontraksi
otot jantung. Selain itu, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung dan dapat
menyababkan gangguan irama jantung (aritmia) serta berbagai kerusakan lainnya.
6. Olah raga ; lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena olah
raga isotonik dengan teratur akan menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada
hipertensi kurang melakukan olah raga akan menaikan kemungkinan timbulnya
obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya
hipertensi.
Klasifikasi hipertensi menurut JNC VI untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih :
Kategori
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
< 130
<185
130-139
85-89
Tingkat 1 (ringan)
140-159
90-99
Tingkat 2 (sedang)
160-179
100-109
Normal
Normal tinggi
Hipertensi
11
Tingkat 3 (berat)
>110
>180
GEJALA KLINIS
Hipertensi ringan atau sedang umumnya tidak menimbulkan gejala. Gejala
hipertensi baru muncul bila hipertensi menjadi berat atau pada keadaan krisis hipertensi.
Gejala-gejala dapat berupa sakit kepala, pusing, nyeri perut, muntah, anoreksia, gelisah,
berat badan turun, keringat berlebihan, murmur, epistaksis, palpitasi, poliuri, proteinuri,
hematuri, atau retardasi pertumbuhan.
Pada krisis hipertensi dapat timbul ensefalopati hipertensif, hemiplegi, gangguan
penglihatan dan pendengaran, parese n. facialis, penurunan kesadaran, bahkan sampai
koma.
Manifestasi klinik krisis hipertensi yang lain adalah dekompensasi kordis dengan
edema paru yang ditandai dengan gejala oleh gejala edema, dispneu, sianosis, takikardi,
ronki, kardiomegali, suara bising jantung, dan hepatomegali.
Dengan funduskopi dapat dilihat adanya kelainan retina berupa perdarahan,
eksudat, edema papil, atau penyempitan pembuluh darah arteriol retina. Foto toraks
menunjukkan adanya pembesaran jantung dengan edema paru. Pada EKG kadang-kadang
ditemukan pembesaran ventrikel kiri. Pada CT-scan kepala kadang-kadang ditemukan
atrofi otak. Bila segera ditangani gejala dapat menghilang tanpa gejala sisa.
PEMERIKSAAN
I. Anamnesis
12
Selain adanya gejala-gejala yang dikeluhkan penderita, anamnesis yang teliti dan
terarah sangat diperlukan untuk evaluasi hipertensi pada anak. Riwayat pemakaian
obat-obatan seperti kortkosteroid, atau obat-obat golongan simpatomimetik (misal
efedrin). Riwayat penyakit dalam keluarga, misalnya hipertensi, stroke, gagal ginjal,
dan lain-lain.
II. Pemeriksaan fisik
Dilakukan pengukuran tekanan darah pada ke empat ekstremitas untuk mencari
koarktasio aorta. Kesadaran dapat menurun sampai koma, tekanan sistolik dan
diastolik meningkat, denyut jantung meningkat. Dapat ditemukan bunyi murmur dan
bruit, tanda gagal jantung, dan tanda ensefalopati.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan kelainan retina berupa perdarahan,
eksudat, edema papil atau penyempitan pembuluh darah arteriol retina.
Teknik Pengukuran Tekanan Darah
Untuk mendapatkan hasil pengukuran tekanan darah yang tepat perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Manset yang digunakan harus cocok untuk ukuran anak. Bila menggunakan manset
yang terlalu sempit akan menghasilkan angka pengukuran yang lebih tinggi,
sebaliknya bila menggunakan manset yang terlalu lebar akan memberikan hasil angka
pengukuran lebih rendah.
2. Lebar kantong karet harus menutupi panjang lengan atas sehingga memberikan
ruangan yang cukup untuk meletakkan bel stetoskop di daerah fossa kubiti, sedang
panjang kantong karet sedapat mungkin menutupi seluruh lingkaran lengan atas.
3. Periksa terlebih dahulu sphigmomanometer yang digunakan apakah ada kerusakan
mekanik yang mempengaruhi hasil pengukuran.
13
4. Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam suasana yang tenang, usahakan
agar anak jangan sampai menangis, karena keadaan ini akan mempengaruhi hasil
pengukuran.
Pada anak yang lebih besar, pengukuran dilakukan dalam posisi duduk, sedang
pada anak yang lebih kecil pengukuran dilakukan dalam posisi anak berbaring. Tekanan
darah diukur pada ke dua lengan atas dan paha, untuk mendeteksi ada atau tidaknya
koarktasio aorta. Cara yang lazim digunakan untuk mengukur tekanan darah adalah cara
indirek dengan auskultasi. Manset yang cocok untuk ukuran anak dibalutkan kuat-kuat
pada panjang lengan atas. Tentukan posisi arteri brakhialis dengan cara palpasi pada
fossa kubiti. Bel stetoskop kemudian ditaruh di atas daerah tersebut. Manset dipompa
kira-kira 20 mmHg di atas tekanan yang diperlukan untuk menimbulkan sumbatan pada
arteri brakialis. Tekanan di dalam manset kemudian diturunkan perlahan-lahan dengan
kecepatan 2-3 mmHg/detik sampai terdengar bunyi suara lembut. Bunyi suara lembut
yang terdengar ini disebut fase 1 dari Korotkoff (K1) dan merupakan petunjuk tekanan
darah sistolik. Fase 1 kemudian disusul fase 2 (K2), yang ditandai dengan suara bising
(murmur), lalu disusul dengan fase 3 (K3) berupa suara yang keras, setelah itu suara
mulai menjadi lemah (fase 4 atau K4) dan akhimya menghilang (fase 5 atau K5). Pada
anak jika fase 5 sulit didengar, maka fase 4 digunakan sebagai petunjuk tekanan diastolik.
The Second Task Force on Blood Pressure Control in Children menganjurkan untuk
menggunakan fase 4 (K4) sebagal petunjuk tekanan diastolik untuk anak-anak berusia
kurang dari 13 tahun, sedang fase 5 (K5) digunakan sebagai petunjuk tekanan diastolik
untuk anak usia 13 tahun ke atas.
Komplikasi
Ensefalopati hipertensif
14
Payah jantung
Gagal jantung
Retinopati hipertensif yang dapat mengkibatkan kebutaan.
PENGOBATAN
I. Medikamentosa
Penggunaan obat antihipertensi pada anak dimulai bila tekanan darah berada 10
mmHg di atas persentil ke-95 untuk umur dan jenis kelamin. Langkah pengobatan dan
dosis obat antihipertensi dapat dilihat pada lampiran.
Pengobatan hipertensi non krisis :
1. tekanan diastolik 90-100 mmHg : diuretik furosemid
2. tekanan diastolik 100-120 mmHg: furosemid ditambah kaptopril, jika belum turun,
ditambah antihipertensi golongan beta bloker atau golongan lain.
Pengobatan krisis hipertensi :
1. Nifedipin oral diberikan dengan dosis 0,1 mg/kgBB/kali. Dinaikkan 0,1 mg/kgBB/kali
setiap 30 menit (dosis maksimal 10 mg/kali). Ditambah furosemid 1 mg/kgBB/kali, 2
kali sehari , bila tidak turun diberi kaptopril 0,3 mg/kg/kali diberikan 2-3 kali pehari.
2. Klonidin drip 0,002 mg/kgBB/8 jam + 100 ml dektrose 5%. Tetesan awal 12
mikrodrip/menit, bila tekanan darah belum turun, tetesan dinaikkan 6 mikrodrip/m
setiap 30 menit (maksimum 36 mikrodrip/m), bila tekanan darah belum turun
ditambahkan kaptopril 0,3 mg/kgBB/kali, diberikan 2-3 kali sehari (maksimal 2
mg/kg/kali). Diberikan bersama furosemid 1 mg/kgBB/kali, 2 kali sehari.
Cara penurunan dosis obat anti hipertensi (Stepped-Down Therapy).
Penurunan obat antihipertensi secara bertahap perlu dilakukan pada anak, setelah
tekanan darah terkontrol dalam batas normal untuk suatu periode waktu.
15
II. Bedah
Sesuai dengan kelainan yang ditemukan.
III. Suportif
Pemberian nutrisi yang rendah garam dapat dilakukan. Pada anak yang obesitas
diperlukan usaha untuk menurunkan berat badan. Olahraga dapat merupakan terapi
pada hipertensi ringan.
Restriksi cairan.
IV. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Rujukan ke Bagian Mata untuk melihat keterlibatan retina. Rujuk ke dokter nefrologi
anak bila tidak berhasil dengan pengobatan atau terjadi komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
16
Dorland, W.A Newma. 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi XXIX.Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi IX. Jakarta : EGC.
Katzung, Bertram G. 1998. Farmokologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Edisi IV Volume 1. Jakarta : EGC.
Sudoyo,Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV jilid 2. Jakarta : FK
UI.
17