Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Arteri-arteri mempunyai otot-otot yang tipis didalam dinding-dinding mereka


supaya mampu untuk menahan tekanan darah yang dipompa jantung keseluruh tubuh.
Vena-vena tidak mempunyai lapisan otot yang signifikan, dan disana tidak ada darah
yang dipompa balik ke jantung kecuali fisiologi. Darah kembali ke jantung karena otototot tubuh yang besar menekan/memeras vena-vena ketika mereka berkontraksi dalam
aktivitas normal dari gerakan tubuh. Aktivitas-aktivitas normal dari gerakan tubuh
mengembalikan darah ke jantung.
Ada dua tipe dari vena-vena di kaki; vena-vena superficial (dekat permukaan)
dan vena-vena deep (yang dalam). Vena-vena superficial terletak tepat dibawah kulit dan
dapat terlihat dengan mudah pada permukaan. Vena-vena deep, seperti yang disiratkan
namanya, berlokasi dalam didalam otot-otot dari kaki. Darah mengalir dari vena-vena
superficial kedalam sistim vena dalam melalui vena-vena perforator yang kecil. Venavena superficial dan perforator mempunyai klep-klep (katup-katup) satu arah didalam
mereka yang mengizinkan darah mengalir hanya dari arah jantung ketika vena-vena
ditekan.
Bekuan darah (thrombus) dalam sistim vena dalam dari kaki adalah sebenarnya
tidak berbahaya. Situasi menjadi mengancam nyawa ketika sepotong dari bekuan darah
terlepas (embolus, pleural=emboli), berjalan ke arah muara melalui jantung kedalam
sistim peredaran paru, dan menyangkut dalam paru. Diagnosis dan perawatan dari deep
venous thrombosis (DVT) dimaksudkan untuk mencegah pulmonary embolism.
Bekuan-bekuan dalam vena-vena superficial tidak memaparkan bahaya yang
menyebabkan pulmonary emboli karena klep-klep vena perforator bekerja sebagai
saringan untuk mencegah bekuan-bekuan memasuki sistim vena dalam. Mereka biasanya
tidak berisiko menyebabkan pulmonary embolism.
1

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Step 1 SKENARIO


Seorang wanita, 50 tahun datang ke UGD dengan keluhan nyeri, bengkak dan
merah pada tungkai kanan bawah sejak 3 hari yang lalu. Wanita berputra 5 ini sehari-hari
bekerja sebagai petugas administrasi yang harus duduk depan computer selama 8 jam.
Dari pemeriksaan fisik di dapatkan TD 130/90, nadi 90x/menit. Status lokalis : Regio
Cruris Dextra : varises berat, merah dan nyeri pada perabaan. Kulit disekitarnya berwarna
kecoklatan dan perabaan keras. Dalam perawatan ternyata penderita mengeluh batuk
darah, dokter yang merawat mencurigai adanya komplikasi pulmonary embolism.

TERMINOLOGI
a. Varises
Varises lebih sering terjadi di kaki karena pengaruh gaya gravitasi
bumi. Pada saat berdiri, aliran darah cenderung mengalir kuat ke bawah akibat
gravitasi, sedangkan pembuluh darah vena mengalir sebaliknya, dari kaki ke
jantung. Sebenarnya pembuluh vena tidak memiliki cukup kemampuan untuk
mendorong darah kembali ke atas, tapi vena mempunyai kelebihan yaitu
memiliki katup.
Katup

yang

seharusnya

menahan

aliran

darah,

tidak

berfungsi

sebagaimana mestinya. Akibatnya, darah yang mengalir menuju jantung akan


kembali lagi ke seluruh tubuh. Darah yang mengalir ke jantung hanya sekitar 7090 persen, sisanya akan mengumpul, sehingga terjadi penurunan atau hilangnya
elastisitas dinding vena. Vena jadi melebar dan berkelok-kelok.
2

b. Pulmonary Embolism
Keadaan obstruksi sebagian atau total sirkulasi arteri pulmonalis/ cabangcabang akibat tersangkutnya emboli thrombus.
Emboli: suatu bahan (lemak, udara, cairan ketuban) yang mengalir dalam aliran
darah dan tersangkutnya dalam pembuluh darah.

c. Batuk Darah
Darah atau dahak bercampur darah yang dibatukkan yang berasal dari saluran
pernafasan bagian bawah (mulai glotis ke arah distal}

batuk darah adalah suatu keadaan menakutkan/ mengerikan yang menyebabkan


beban mental bagi penderita dan keluarga penderita sehingga menyebabakan takut
untuk berobat ke dokter .

penderita menahan batuk karena takut kehilangan darah yang lebih banyak
sehingga menyebabkan penyumbatan karena bekuan darah.

sebetulnya sudah ada penyakit dasar tetapi keluhan penyakit tidak mendorong
berobat ke dokter.

batuk darah pada dasarnya akan berhenti sendiri asal tidak ada robekan pembuluh
darah, berhenti sedikit-sedikit pada pengobatan penyakit dasar.

IDENTIFIKASI MASALAH
a. Kenapa bisa merah, nyeri dan bengkak pada tungkai kanan?
- Karena volume intravenanya meningkat mengakibatkan bengkak dank arena
tertekan menyebabkan nyeri.
- Merah terjadi kerana pembuluh darah berdilatasi
- Kulit kecoklatan terjadi karena eritrositnya rusak
b. Kenapa tekanan darah meningkat sedangkan nadinya normal?
- Tekanan darah meningkat terjadi karena sumbatan maka jantung akan
memompa darah lebih cepat
3

II.3 Step 3 : BRAINSTORMING


Arteri-arteri mempunyai otot-otot yang tipis didalam dinding-dinding mereka
supaya mampu untuk menahan tekanan darah yang dipompa jantung keseluruh tubuh.
Vena-vena tidak mempunyai lapisan otot yang signifikan, dan disana tidak ada darah
yang dipompa balik ke jantung kecuali fisiologi. Darah kembali ke jantung karena otototot tubuh yang besar menekan/memeras vena-vena ketika mereka berkontraksi dalam
aktivitas normal dari gerakan tubuh. Aktivitas-aktivitas normal dari gerakan tubuh
mengembalikan darah ke jantung.
Ada dua tipe dari vena-vena di kaki yaitu vena-vena superficial (dekat
permukaan) dan vena-vena deep (dalam). Vena-vena superficial terletak tepat dibawah
kulit dan dapat terlihat dengan mudah pada permukaan. Vena-vena deep, seperti yang
disiratkan namanya, berlokasi dalam didalam otot-otot dari kaki. Darah mengalir dari
vena-vena superficial kedalam sistim vena dalam melalui vena-vena perforator yang
kecil. Vena-vena superficial dan perforator mempunyai klep-klep (katup-katup) satu arah
didalam mereka yang mengizinkan darah mengalir hanya dari arah jantung ketika venavena ditekan.
Trombosis vena profunda (DVT) mengenai pembuluh-pembuluh darah system
vena profunda yang menyerang hampir 2 juta orang Amerika setiap tahunnya. Serangan
awalnya disebut DVT akut. Adanya riwayat DVT akut merupakan predisposisi untuk
terjadinya DVT rekuren. Episode DVT dapat menimbulkan kecacatan untuk waktu yang
lama karena kerusakan katup-katup vena profunda.
Kebanyakan trombus vena profunda berasal dari ekstremitas bawah, banyak yang
sembuh spontan dan lainnya menjadi lebih luas atau membentuk emboli. Penyakit ini
dapat menyerang satu vena atau lebih, vena-vena dibetis adalah vena-vena paling sering
diserang. Thrombosis pada vena poplitea, femoralis super fisialis, dan segmen-egmen
vena ileofemoralis juga sering terjadi. Amat banyak kasus emboli paru-paru yang terjadi
akibat DVT pada vena-vena panggul dan ekstremitas bawah:

Faktor resiko utama adalah:


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Imobilitas nyata
Dehidrasi
Keganasan lanjut
Diskrasia darah
Riwayat DVT
Varises vena
Operasi atau trauma pada anggota gerak bawah atau pelvis.

Faktor predisposisi lain adalah pemakaian obat kontrasepsi yang mengandung estrogen,
kehamilan, gagal jantung kongestif kronik, dan obesitas.
GAMBARAN KLINIS
DVT merupakan masalah yang terutama tersembunyi karena biasanya tanpa
gejala:emboli

paru-paru

dapat

menjadi

indikasi

klinis

pertama

dari

trombosis.pembentukan trombus pada sistem pvena profunda dapat tidak nyata secara
klinis karena besarnya kapasitas sistem vena dan terbentuknya sirkulasi kolateral yang
mengelilingi okstrusi.diagnosis sulit di tegakkan karena tanda dan gejala klinisDVT tidak
spesifik dan keparahan penyakit tidak berhubungan langsung dengan luas penyakit
Tanda yang paling dapat di percaya adalah bengkak dan edema pada ekstramitas
yang terkena.pembengkakan disebabkan oleh peningkatan volume intra vaskular akibat
bendungan darah vena;edema menunjukan adanya perembesan darah di sepanjang
membran. Membran kapiler memasuki jaringan intersisial yang terjadi karena
peningkatan tekanan hidrostatik.vena supervisial dapat juga berdilatasi karena okstrusi ke
sistem profunda atau pirau aliran darah dari sistem profundake supervisial.walaupun
pembengkakan yang terjadi biasanya unilateral,tetapi okstrusi pada vena iliofemuralis
dapat menimbulkan pembengkakan bilateral.
Kit atau berdenyut dan mungkin berat. Nyeri adalah gejala tersering, biasanya
dilukiskan sebagai ras sal berjalan dapat memperberat nyeri. Nyeri tekan npada
extremitas yng terserang dapat ditemukan. Dua teknik untuk menimbulkanyeri tekan
adalah dorsofleksi kaki dan menggembungkan manset udara di sekeliling extremitas
tersebut. Nyeri tekan pada sewaktu dorsofleksi kaki disebut tanda homan dandianggap
5

sebagai tanda DVT yang tidak terlalu dapat dipercaya; nyeri dipaha atau betis
sewaktupengembungan manset disebut tanda

lowenburg. Tanda yang lain adalah

meningkatnya turgor jaringan disertai pembengkakkan, kenaikan suhu kulit dengan


dilatasi vena-vena superfisial, bintik-bintik dan sianosis karena stagnasi aliran,
peningkatan exstraksi oksigen, dan penurunan hemoglobin.
Terdapat dua jenis trombosis vena yang jarang terjadi tapi memiliki arti karena
keparahannya. Jenis yang pertama adalah phlegmasia alba dolens, yaitu suatu bentuk
trombosis iliofemoral. Trombosis ini menyebabkan reaksi peradangan antarvena yang
berat dan juga menyerang serat saraf antararteri, yang menyebabkanspasme arteri distal.
Akibat penurunan tekanan arteri, anggota gerak menjadi pucat, terlihat membengkak, dan
denyut nadi pada sistem arteri tidak teraba. Jenis kedua adalah phlegmaniaceruleadolens,
dan jenis ini merupakanoklusi iliofemoral yang lebih serius. Pada kasus ini, oklusi
mendadak pada aliran vena anggota gerak menimbulkan kenaikan tekanan dalam
extremitas sehingga aliran arteri terhenti, dan dapat menyebabkan gangren pada
extremitas. Gejala sisa ini dapat terlihat pada pasien-pasien yang dirawat karena sakit
parah akibat keganasan.
PENGOBATAN
Berdasarkan morbiditas dan mortalitas akibat DVT dan emboli paru, maka
pengobatan ditekankan pada pengenalan adanya resiko tinggi dan tindakan pencegahan
yang sesuai. Bila curiga adanya DVT, tujuan pengobatan adalah untuk menghindari
perluasan bekuan dan embolisasi.
Metode-metode fisik untuk mengurangi statis vena sering dipakai untuk
profilaksis pasien yang beresiko tinggi. Tekanan dari luar (misalnya pembalut elastic)
dianjurkan untuk mengurangi statis vena. Tetapi pemakaian kaus kaki dan pembalut
elastic ini harus selalu dilakukan dengan berhati-hati, untuk menghindari efek tornikel
yang ditimbulkan oleh alat yang tidak pas. Aliran balik vena ke jantung dapat juga
diperbaiki dengan melakukan latihan pada tungkai secara aktif dan pasif serta bergerak
sedini mungkin pasca operasi.
Terapi antikoagulan dengan heparin dosis rendah atau enoksaparin (heparin
dengan berat molekul rendah [LMWH]) dianjurkan beberapa ahli sebagai profilaksis

pada kelompok beresiko tinggi. Heparin dosis rendah dianggap dapat mengurangi resiko
komplikasi bersamaan dengan penggunaan antikoagulan yang adekuat.
Tujuan pengobatan antikoagulan adalah untuk mencegah perluasan trombus,
propagasi, atau embolisasi. Antikoagulan yang digunakan selama fase akut sekarang ini
menggunakan heparin intravena. LMWH biasanya diberikan pada pasien dengan DVT
atau emboli paru yang tersumbat aliran venanya, pada pasien rawat jalan yang telah
selesai menggunakan antikoagulan atau pada wanita yang sedang hamil. Antikoagulan
oral dengan warfarin diberikan sebelum penghentian heparin atau enoksaparin. Warfarin
sering diberikan bersamaan dengan antikoagulan intravena atau subkutan. Target
pengobatan antikoagulasi adalah untuk mencapai perbandingan Normal Internasional
(INR) yaitu 2 : 3. Pengobatan antikoagulasi oral berlanjut selama 3 hingga 6 bulan pada
pasien dengan resiko sementara (setelah operasi) atau dengan DVT yang idiopatik; pada
pasien dengan DVT yang berulang atau dengan factor resiko yang terus menerus,
pengobatan dapat dilanjutkan selama 12 bulan atau seumur hidup.
Pemberian obat-obat fibrinolitik (streptokinase dan urokinase) untuk melarutkan
bekuan semakin di sukai untuk mengobati DVT. Obat obat ini diberikan selama tahap
awal DVT akut untuk mengaktifkan system fibrinolisis endogen. System fibrinolitik
berperan untuk memecahkan dan melarutkan bekuan.
Tindakan operasi pada DVT dapat berupa trombektomi atau pemotongan vena
cava untuk mencegah emboli paru. Trombektomi di indikasi pada beberapa kasus DVT
ileofemoral massif atau DVT luas yang mengancam anggota gerak.

DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A Newma. 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi XXIX.Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi IX. Jakarta : EGC.
Katzung, Bertram G. 1998. Farmokologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Edisi IV Volume 1. Jakarta : EGC.
7

Sudoyo,Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV jilid 2. Jakarta : FK
UI.

Anda mungkin juga menyukai