Anda di halaman 1dari 15

Perbandingan Surga dan Neraka

dalam Islam dan Buddha


Penulis pernah ditanya apakah agama Buddha mengenal surga dan
neraka? Saat itu ku jawab, "Lha kata surga dan neraka aja berasal dari
agama Buddha dan Hindu, terutama agama Buddha yang lebih banyak
menggunakan kata ini dalam kitab sucinya Tipitaka Pali maupun Tripitaka
Sansekerta". Kok bisa jawab teman saya itu. Karena memang saya lihat
dia betul-betul pingin tau..ya aku jelaskan panjang lebar saat itu.
Kata "surga" dan "neraka" yang digunakan dalam bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Pali & Sanskerta. Kata surga berasal dari kata
"sagga" (Pali) / "svarga" (Sanskerta) yang berarti "alam para dewa",
sedangkan kata neraka berasal dari kata "naraka/niraya" (pali) /
"neraka/niraya" (Sanskerta) yang berarti "tanpa kebahagiaan".
Dalam kosmologi agama Buddha dalam setiap 1 sistem alam semesta
terdapat 31 alam kehidupan yang secara garis besar alam kehidupan
dibagi menjadi 3 yaitu :
A)
Karmadhatu/Karmaloka;
B)
Rupadhatu/Rupaloka;
dan
C)
Arupadhatu/Arupaloka.
A) Kammadhatu
Merupakan alam yang makhluknya masih diliputi oleh napsu duniawi,
Kammadhatu terbagi dalam 2 alam dalam garis besarnya yaitu : 1). Alam
Dugati (alam-alam menyedihkan) dan 2). Alam Sugati (alam-alam
menyenangkan).
1). Alam Dugati
("du" = jahat, buruk, sengsara ; "gati" = pergi, menuju ke) merupakan
alam-alam menyedihkan, sering disebut juga dengan alam Apayabhumi
("apaya" = tanpa kebajikan, kemerosotan ; "bhumi" = tempat berpijak,
alam yang memiliki kehidupan) terdapat 4 alam dugati, yaitu :
1.1. Naraka / Niraya ("naraka" = menyedihkan / "nir" = tiada ;
"aya" = kebajikan)
Yaitu alam yeng menyedihkan, penuh dengan kesengsaraan, tiada
kebahagiaan sesaat pun disana. Mereka yang tidak memiliki kebajikan
akan terlahir di alam ini. Neraka Terbagi dalam 2 alam, yakni Hina-naraka
dan Maha-naraka yang masing-masing terdiri dari 8 tingkat, yaitu :
-) Hina-naraka (neraka kecil)
1) Angarakasu-naraka (neraka yang dipenuhi oleh bara api)
2) Loharasa-naraka (neraka yang dipenuhi oleh besi mencair)
3) Kukkula-naraka (neraka yang dipenuhi oleh abu bara)

4)
5)
6)
7)
8)

Aggisamohaka-naraka (neraka yang dipenuhi oleh air panas)


Lohakhumbi-naraka (neraka berupa panci tembaga)
Gutha-naraka (neraka yang dipenuhi oleh tahi membusuk)
Simpalivana-naraka (neraka berupa hutan pohon berduri)
Vettarani-naraka (neraka berupa air garam berisi duri rotan)

-) Maha-naraka (neraka besar), terdiri dari


1) Sanjiva-naraka (Makhluknya bertubi-tubi dibantai dengan pelbagai
senjata; begitu mati langsung terlahirkan kembali di sana secara
berulang-ulang hingga habisnya akibat karma yang ditanggung. Mereka
yang suka mempergunakan kekuasaan yang dimiliki untuk menyiksa
makhluk lain yang lebih lemah atau rendah kebanyakan akan terlahirkan
di alam ini. Makhluk ini memiliki usia panjang 500 tahun naraka = 1.620
milyar tahun manusia)
2) Kalasutta-naraka (Makhluknya yang dicambuk dengan cemeti hitam
dan kemudian dipenggal-penggal dengan parang, gergaji dan sebagainya.
Mereka yang suka menganiaya atau membunuh manusia, bagi para
bhiksu/calon bhiksu yang suka melanggar vinaya kebanyakan akan
terlahirkan di alam ini. Panjang usia 1000 tahun naraka = 12.960 milyar
tahun manusia)
3) Sanghata-naraka (makhluknya dilindas hingga luluh lantak oleh
bongkahan besi berapi. Mereka yang tugas atau pekerjaannya melibatkan
penyiksaan terhadap makhluk-makhluk lain, misalnya pemburu, penjagal
dan lain-lain kebanyakan akan terlahirkan di alam ini. Panjang usia 2000
tahun naraka = 103.680 milyar tahun manusia)
4) Roruva-naraka (makhluk yang disiksa oleh asap api melalui sembilan
lubang dalam tubuh hingga menjerit-jerit kepengapan. Mereka yang
membakar hutan tempat tinggal binatang; atau nelayan yang menangkap
ikan dengan mempergunakan racun dan sebagainya kebanyakan akan
terlahirkan di alam ini. Panjang usia 4000 tahun naraka = 829.440 milyar
tahun manusia)
5) Maharoruva-naraka (Makhluknya diberangus dengan api melalui
sembilan lubang dalam tubuh hingga meraung-raung kepanasan. Mereka
yang suka mencuri kekayaan orang tuanya sendiri atau barang milik
suatu tempat suci kebanyakan akan terlahirkan di alam ini. Panjang usia
8000 tahun naraka = 6.635.520 milyar tahun manusia)
6) Tapana-naraka (makhluknya dibentangkan di atas besi membara.
Mereka yang membakar kota, tempat ibadah, asrama dan sebagainya
yang menyebabkan kematian banyak orang kebanyakan akan terlahirkan
di alam ini. Panjang usia 16000 tahun naraka = 53.084.160 milyar tahun
manusia)
7) Mahatapana-naraka (Makhluknya digiring menuju puncak bukit
membara dan kemudian dihempaskan ke tombak-tombak terpancang di
bawah. Mereka yang menganut pandangan sesat bahwa tidak ada
gunanya berbuat baik, yang memperlakukan buruk kedua orang tuanya
kebanyakan akan terlahirkan di alam ini. Panjang usia tak terhitung)
8) Avici-naraka (Makhluknya direntangkan dengan besi membara di
empat sisi dan dibakar dengan api sepanjang waktu. Mereka yang pernah

melakukan kejahatan terberat, yakni membunuh ayah, ibu atau orang


suci, atau memecah-belah komunitas para bhiksu niscaya akan
terlahirkan di alam ini. Panjang usia tak terhitung)
1.2. Tiracchanayoni (Alam Binatang) alam binatang tidak memiliki
alam sendiri mereka bersama-sama tinggal dengan alam manusia.
1.3. Alam Peta
Makhluk yang memiliki bentuk tubuh yang cacat yang besarnya
bermacam-macam, pada umumnya tidak terlihat dengan mata telanjang.
Mereka tidak memiliki alam sendiri, tetapi tinggal di hutan-hutan, gunung,
tebing, sungai, laut, lingkungan yang kotor, didalam rumah-rumah
kosong, dan lain-lain. Tidak seperti makhluk neraka yang tersiksa setiap
saat, makhluk-makhluk peta biasanya menderita karena rasa lapar, haus,
kekurangan, tidak tercapai keinginannya dll.
Beberapa makhluk peta ada yang memiliki kemampuan merubah dirinya
menjadi seorang manusia, pertapa, dewa/dewi, binatang, kadang
menampakkan diri secara samar-samar. Banyak sekali ulasan mengenai
makhluk peta ini dalam kitab suci Tipitaka/Tripitaka, misalkan dalam kitab
Petavathu yang membahas makhluk-makhluk peta ini secara terperinci,
dijelaskan terdapat berbagai macam makhluk peta, antara lain :
1.Peta yang hanya bertulang tanpa daging
2.Peta yang hanya berdaging tanpa tulang
3.Peta yang berdaging benjol
4.Peta yang tak berkulit
5.Peta yang berbulu seperti pisau
6.Peta yang berbulu seperti tombak
7.Peta yang berbulu seperti anak panah
8.Peta yang berbulu seperti jarum
9.Peta yang berbulu seperti jarum jenis kedua
10.Peta yang berpelir besar
11.Peta yang terbenam dalam tahi
12.Peta yang makan tahi
13.Peta yang berjenis betina tanpa kulit
14.Peta yang berbau busuk
15.Peta yang bertubuh bara api
16.Peta yang tak berkepala
17.Peta yang berperawakan seperti bhiksu
18.Peta yang berperawakan seperti bhiksuni
19.Peta yang berperawakan seperti calon bhiksuni
20.Peta yang berperawakan seperti samanera
21.Peta yang berperawakan seperti samaneri
22.Peta yang makan ludah, dahak dan muntahan
23.Peta yang makan mayat manusia atau binatang
24.Peta yang berlidah api
25.Peta yang bermulut sekecil lubang jarum
26.Peta yang terdorong keinginan tiada habis
27.Peta yang bertubuh hitam pekat

28.Peta yang berkuku panjang dan runcing


29.Peta yang bertubuh sangat besar
30.Peta yang bertubuh seperti ular piton
31.Peta yang menderita di siang hari tetapi menikmati kesenangan
surgawi di malam hari
32.Peta yang memiliki kesaktian
1.3. Alam Asura ("a" = tiada ; "sura" = cemerlang/germelapan;
dlm bhs Sanskerta juga diartikan minuman yg sangat
memabukan)
Makhluk Asura kadang disebut sebagai "pubbadeva" karena sebelumnya
pernah tinggal di alam dewa (surga) hingga terjadi peperangan antara
Asura dan para pengikutnya melawan Dewa Sakka (pemimpin alam
dewa/surga) kekalahan terjadi pada pihak Asura yang menyebabkan kaum
Asura terusir dari surga. Makhluk ini suka menebarkan peperangan
kepada para dewa (makhluk surgawi). Terdapat cerita yang hampir mirip
dengan kisah LUCIFER dalam agama Kristen dimana Lucifer beserta
pengikutnya terusir dari surga setelah kalah perang melawan Tuhan dan
malaikatnya.
Secara garis besar terdapat 3 jenis makhluk Asura, yaitu : 1) Asura berupa
dewa (deva-asura); 2) Asura berupa peta (peti-asura); 3) Asura berupa
penghuni neraka (niraya-asura). Makhluk Asura sering digambarkan
sebagai raksasa yang gemar mengganggu manusia dibandingkan dengan
makhluk peta. (cerita-cerita makhluk Asura ini banyak juga dipahatkan
pada relief di dinding candi Borobudur - tunggu tulisan saya tentang
cerita-cerita makhluk Asura yang ternyata banyak menggugah kesadaran
kita akan kehidupan ini).
2). Alam Sugati ("su" = senang, bahagia -- alam menyenangkan)
Terdapat 7 alam sugati, yaitu satu alam manusia dan 6 alam dewa
(surga).
2.1 Alam MANUSSA -- Yang menyebabkan suatu makhluk terlahir
dialam manusia karena memegang teguh moralitas, yaitu melaksanakan
PANCASILA yang dalam falsafah Jawa disebut Ma-Lima (baca: molimo): 1) Tidak Membunuh; 2) Tidak Mencuri; 3) Tidak Madon (sek
yang menyimpang); 4) Tidak Memfitnah (berbohong); dan 5)
Tidak Madat/Minum (konsumsi narkoba & mabuk-mabukan).
2.2 Alam Sagga/Svarga/Alam Para Deva-Devi (Surga)
Mereka yang terlahir di alam surga ini disebut juga "uppatideva" yaitu
makhluk surgawi yang menikmati kenikmatan inderawi. Disebut alam
para Dewa-Dewi karena mereka yang terlahir di surga disebut Dewa dan
Dewi.
Terdapat
6
alam
surga,
yaitu
:
1)

Surga

Catumaharajika

Surga paling rendah, Dalam Kitab Lokiyapakarattha disebutkan bawah


surga ini berada dalam kekuasaan empat raja-dewa yaitu : Indra, Yama,

Varuttha dan Kuvera. Mereka yang terlahir di surga ini akan menjadi
pengikut dari salah satu raja-dewa tersebut. Empat raja langit ini serta
beberapa dewa lainnya mempunyai istana (vimana) khusus bagi diri
mereka masing-masing. Bagi yang tak mempunyai istana secara khusus,
maka sungai, danau, lautan, gunung dan pohon yang ditinggali itulah
istana bagi mereka. Beberapa jenis dewa-dewi catumaharajika ini antara
lain : 1) Gandhabbo/Gandhabbi: umumnya tinggal dipohon-pohon yang
berbau
harum,
oleh
orang-orang
Jawa
disebut
"GANDARUWA"/"GENDERUWA". Meskipun pohon tempat tinggalnya
ditebang, ia masih tetap mengikuti ke mana pohon itu dipindahkan tidak
seperti dewa-dewi lainnya, yang akan mengungsi ke pohon lain yang
masih hidup; 2) Kumbhanno/Kumbhanni: dewa-dewi penjaga harta
pusaka, hutan, dan sebagainya; 3) Nago/Nagi: dewa-dewi berbentuk
naga yang memiliki kesaktian, yang mampu menyalin rupa dalam wujud
makhluk lain seperti manusia, binatang dan sebagainya; 4)
Yakkho/Yakkhini:
dewa-dewi
berbentuk
raksasa
yang
gemar
menganiaya para penghuni neraka. Panjang usia makhluk yang hidup di
surga catumaharajika ini 50 tahun svarga = 9 juta tahun manusia.
2)

Surga

Tavatimsa

Merupakan surga tingkat kedua. Nama Tavatimsa diberikan terkait dengan


sejarah 33 relawan yang tidak mementingkan diri sendiri, yang dipimpin
oleh Magha (nama lain dari Dewa Sakka) yang berhasil mengusir para
Asura dari surga ini, karena para Asura ini sering membuat onar di surga
dan suka mengganggu para dewa-dewi lainnya. Surga Tavatimsa ini
berada
di
angkasa
di
atas
puncak
gunung
himalaya.
Pada masa Vassa ke-7 Buddha Gotama mengajarkan Abhidhamma di
surga Tavatimsa ini kepada semua dewa dari 10.000 alam semesta (alam
semesta tidak hanya alam semesta ini saja, masih terdapat bertriliuntriliun alam semesta lainya dimana disana juga ada alam kehidupannya
masing-masing - Ananda Sutta)(tunggu tulisan saya mengenai semestasemesta lainnya menurut ajaran Buddha). Panjang usia makhuk yang
hidup di surga Tavatimsa ini 1000 tahun surgawi = 36 juta tahun manusia.
3)

Surga

Yama

Merupakan surga tingkat ketiga.Surga inimenjadi tempat bagi para dewadewi yang terbebas dari segala kesukaran, yang terberkahi dengan
kebahagiaan surgawi. Pemegang kekuasaan dalam surga ini ialah Deva
Suyama. Alam ini berada di angkasa namun tidak berhubungan dengan
planet bhumi. Tubuh para dewa-dewi di alam surga Yama ini jauh lebih
indah dan halus daripada yang bertinggal di Tavatimsa. Panjang usia
makhluknya 2000 tahun surgawi = 200 juta tahun manusia.
4)

Surga

Tusita

Merupakan
surga
tingkat
keempat.
Tusita
berarti
penuh
kesenangan/kenikmatan. Semua Bodhisattva sebelum turun ke bhumi
untuk menjadi Buddha terlahir di surga Tusita ini. Saat ini yang bertahta di
surga Tusita adalah Bodhisattva Maitreya, hingga pada saatnya Beliau
akan turun ke bhumi untuk menjadi Buddha ketika ajaran Buddha Gotama
telah punah (tidak dikenal lagi oleh manusia dan dewa). Ibunda Buddha
Gotama yakni Ratu Maya terlahir di surga Tusita. Panjang usia makhluknya
4000
tahun
surgawi
=
576
juta
tahun
manusia.
5)

Surga

Nimmanarati

Merupakan surga tingkat kelima. Nimmanarati secara harafiah berarti


"Alam Para Dewa yang Senang dalam Istana yang Diciptakan". Para dewa
di alam ini hidup dengan penuh kesenangan-kesenangan didalam istana
yang mereka ciptakan sendiri. Bagaikan para bangsawan dan para
saudagar di alam manusia, mereka hidup "mewah", berkecukupan,
berkelimpahan,
mempunyai
pasangannya
masing-masing,
para
pembantu, pelayan dan pengikut. Panjang usia makhluknya 8000 tahun
surgawi
=
2304
juta
tahun
manusia.
6)

Surga

Paranimmitavatti

Merupakan surga tingkat ke-enam. Makhluk surga ini tinggal dan hidup
dengan memanfaatkan ciptaan-ciptaan dari deva-devi lainnya yang
bermanfaat untuk tujuan-tujuan mereka sendiri. Panjang usianya 16000
tahun
surgawi
=
9216
juta
tahun
manusia.
Jika kita telaah dan kita kaji penjelasan alam neraka dan alam surga
menurut ajaran agama samawi terutama agama Islam, surga disebut
dalam bahasa arab dengan istilah "Al Jannah" yang berarti kebun/taman
dan terdapat 7 tingkatan surga, dimana surga merupakan tempat para
manusia yang beramal-soleh, bajik, kelak akan terlahir, yang digambarkan
seorang laki-laki akan mendapatkan hak bidadari-bidadari cantik sebagai
istrinya, dan adanya aliran sungai yang dialiri air susu, taman dan kebun
yang indah bahkan terdapat minuman anggur yang lezatnya tiada tara
yang disebut sura (lihat penjelasan makhluk Asura). Sedangkan neraka
tempat untuk menyiksa orang-orang yang jahat disebut "naar" yang
berarti api yang menyala dan terdapat 7 tingkatan "naar".
Hampir mirip gambaran surga dan neraka dalam agama Buddha dan
Islam, bedanya dalam agama Buddha makhluk-makluk yang terlahir di
alam neraka, alam binatang, alam peta, alam asura, alam manusia, alam
surga, 16 alam brahma rupaloka maupun 4 alam brahma arupaloka (alam
Rupa-loka & alam Arupa-loka akan saya tuliskan pada bagian ke-2) tunduk
pada hukum kematian yang berarti mereka tidak hidup kekal selamanya
di alam-alam tersebut. Jika karma yang mengakibatkan untuk terlahir di
salah satu alam tersebut habis atau karena batas usia untuk hidup di
alam tersebut habis maka kita akan terlahir kembali ke alam sesuai

dengan tumpukan
pengembaraan

buah

karma yang pernah


tumimbal-lahir

kita lakukan
hidup

dalam
ini.

Selain itu untuk terlahir ke alam surga cukup dengan mengembangkan


moralitas yang baik, dan ini tidak ada hubungannya dengan percaya
sama Tuhan, Buddha, atau Dewa. Meskipun mengaku beragama Buddha
dan sering ke vihara tetapi memiliki moralitas yang buruk, alih-alih masuk
surga justru mereka akan terlahir ke alam "dugati/apayabhumi" yaitu
alam-alam menyedihkan. Sebaliknya biarpun tidak mengakui
Buddha bahkan seorang ateis tetapi memiliki moralitas yang
tinggi bahkan mampu mengembangkan meditasi mencapai jhana,
dia akan terlahir ke alam brahma, alam yang lebih tinggi dan
mulia dibandingkan surga. Sekilas saja untuk terlahir ke alam
brahma moralitas saja tidak cukup mereka yang ingin terlahir ke
alam brahma harus mengembangkan meditasi hingga mencapai
jhana, makhluk-makhluk brahma tidak berwujud seperti manusia
tetapi mereka berwujud bagaikan sebuah titik cahaya yang
sangat cemerlang sekali dan tidak ada kesenangan inderawi di
alam
brahma.
Enam alam Deva (surga) ini adalah tempat tinggal sementara yang penuh
kebahagiaan dimana para makhluk tampaknya hidup menikmati
kesenangan indrianya yang sesungguhnya cepat berlalu. Jika ada manusia
yang terlahir di alam dewa ini dalam pangkuan seorang dewa atau dewi
tertentu, maka dia akan menjadi anak dari dewa atau dewi tersebut. Para
dewa atau dewi lahir secara spontan, dengan usia berkisar antara 16
tahun, dan selama mereka hidup di alam surgawi tersebut memiliki rupa
yang tampan atau cantik sekali. Jika ada manusia yang terlahir di sebuah
istana dewa atau dewi tertentu, bukan di pangkuan sesosok dewa atau
dewi yang berkuasa tersebut, maka ia akan menjadi pelayan Sang Dewa
atau Dewi tersebut.
Dalam agama Buddha setiap 1 sistem alam semesta terdapat 31 alam
kehidupan (4 alam dugati, 7 alam sugati, 16 alam brahma rupaloka dan 4
alam brahma arupaloka) namun kesemua alam itu bukanlah tujuan utama
umat Buddha. Tujuan utama umat Buddha adalah Nibbana/Nirvana diluar
dari 31 alam tersebut, lantas apakah nibbana/nirvana sebuah alam juga.
Nibbana/nirvana bukanlah sebuah alam tak ada bahasa apapun yang
mempu menggambarkan nibbana, karena itu orang jawa tidak berharap
masuk surga tetapi "manunggaling kawula gusti", "kahanan sejatining iku
seje surgo".
Pada bagian ke-2 ini saya hendak membahas mengenai rupa-loka dan
arupa-loka. Namun sebelumnya saya ingin membahas sekilas tentang
JHANA (Pali) / DHYANA (Sanskerta). Dalam Samyutta Nikaya 2,7 dan
Anguttara Nikaya IX, 42 mengatakan bahwa Buddha menemukan JHANA .
Selain itu dalam Samyutta Nikaya 45, 14-17 dikatakan bahwa empat
jhana muncul bersamaan dengan kemunculan sesosok Buddha.

Beberapa orang mungkin mengajukan keberatan, tidakkah guru-guru


Buddha sebelumnya, Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta mengajarkan
"jhana". Dalam Majjhima Nikaya 108,27 dijelaskan pencapaian nirwujud
yang mereka jalani bukanlah jhana yang sesungguhnya, namun
pengalaman lain yang hanya memiliki nama yang sama yang tidak
menghantar pada pencerahan. Jauh pada masa sebelumnya, pada masa
Buddha Kassapa masyarakat kuno india sangat mengenal jhana, banyak
dari mereka yang telah mencapai pencerahan melalui jhana. Namun pada
masa hidup Buddha Gotama, semua pengetahuan tentang jhana telah
hilang, lenyap, tidak diketahui lagi oleh seluruh lapisan masyarakat india
saat itu. Mahavira pemimpin kaum jain pun menganggap asing tentang
jhana bahkan menolaknya, dalam kitab Veda pun tidak ada penjelasan
tentang jhana/dhyana, maupun dalam literatur-literatur lainnya yang ada
saat itu. (mengapa? Akan saya tulis dalam ulasan tersendiri dengan topik
Buddhisme
dan
Hinduisme).
Lantas apa itu JHANA? JHANA merupakan sarana penting dan salah satu
jalan utama dalam "jalan tengah" jalan yang telah ditemukan kembali
oleh Buddha Gotama dan diajarkan kepada kita untuk mencapai rupaloka,
arupaloka, bahkan jhana mampu menghantarkan kita ke pencapaian
Nibbana/Nirvana.
JHANA merupakan pengalaman meditasi yang mendalam. Unsur pertama
yang membangkitkan jhana adalah NIMITTA. Nimitta merupakan
"gambaran batin", seperti diri yang melihat pantulannya saat bercermin.
Nimitta ini muncul jika 5 rintangan meditasi (nivarana) dapat diatasi
yaitu: 1) napsu indrawi; 2) niat buruk; 3) kemalasan dan
kelambanan; 4) kegelisahan dan penyesalan; 5) keragu-raguan.
Pada dasarnya dengan moralitas yang baik, keuletan dan atusiasme
dalam meditasi yang benar akan memunculkan nimitta. Dalam teks-teks
Buddhis umumnya nimitta berbentuk cahaya putih, cahaya
keemasan, atau bagaikan cahaya butiran mutiara biru. Saat
melihat nimitta bukan berarti kita melihat dengan mata telanjang, saat
nimitta muncul seluruh pancaindra kita berhenti, jadi jika salah satu organ
indra kita masih bekerja, misalkan kita masih bisa mendengar, cahaya
yang kita lihat saat meditasi bukanlah nimitta. Kadang nimitta diartikan
sebagai "patisamvedi" yaitu "mengalami pikiran" atau objek batin
yang murni, nimitta merupakan pantulan batin kita sendiri.
Buddha mengatakan semakin tinggi moralitas yang kita kembangkan,
misalkan pengembangan cinta kasih dan rasa welas asih yang tulus yang
universal (metta - karuna) akan memunculkan nimitta yang stabil, indah,
cemerlang dan bertahan lama sekali, cahaya nimitta semakin terang
bendera dan menyelimuti diri kita.
Selain nimitta, unsur lain jhana adalah VITAKA-VICARA, VITAKA adalah
pergerakan otomatis yang bukan atas kehendak kita terhadap
kebahagiaan yang muncul karena nimitta, sedangkan VICARA merupakan

kesinambungan
yang
kebahagiaan nimitta.

terus-menerus

tanpa

disengaja

terhadap

Nimitta dan Vitaka-Vicara, yang dikembangkan secara terus-menerus


akan menghadirkan EKAGGATA. Ekaggata adalah kata majemuk Pali
yang berarti "satu kepuncakan. Kata tengahnya yaitu agga (Sanskerta:
agra) yang berarti puncak gunung, puncak sebuah pengalaman.
EKAGGATA sering diartikan sebagai kemanunggalan pada sesuatu
yang memuncak, keheningan yang memuncak, keadaan yang
terbebas dari waktu dan dualisme.
Nimitta - Vitaka-Vicara - Ekaggata yang dilatih sedemikian rupa akan
menghasilkan PITI-SUKHA yaitu kebahagiaan yang luar biasa sekali.
Dengan pancaindra kita bisa merasakan kebahagiaan, namun piti-sukha
dialami sebagai kebahagiaan yang melampaui apa pun yang ada
di
dunia
materi.
Nimitta - Vitaka-Vicara - Ekaggata - Piti-Sukha merupakan unsur
utama
dalam
jhana
pertama.
Faktor utama dari Jhana pertama adalah ekaggata dan piti-sukha, oleh
karena itu ketika perasaan yang timbul setelah menyelesaikan
meditasi jhana pertama adalah kemanunggalan dan kebahagiaan
yang luar biasa. Tradisi-tradisi mistik lainya sering mengartikan
sebagai "penyatuan dengan Tuhan" / "manunggaling kawula
gusti", kemutlakan, keheningan, ekstansi, suatu keadaan trance,
ketanpa-akuan.
Saat pancaindra dan seluruh gema pancaindra terwujud dalam pemikiranpemikiran telah "ditidurkan", kita meninggalkan dunia tubuh dan dunia
materi (kamaloka) dan telah memasuki dunia pikiran murni (rupaloka).
Pengalaman jhana pertama bagaikan sengatan halilitar yang
membangkitkan perasaan kemanunggalan dan kebahagiaan tiada tara.
Dalam tradisi ajaran Buddha, "keadaan memuncak ini" bukanlah
suatu akhir tapi merupakan suatu awal untuk memasuki pelbagai
tingkatan kebahagiaan adiduniawi (bukan kebahagiaan surgawi).
Setiap tingkatan jhana memiliki kualitas dan "rasa" yang berbeda yang
membuat satu dengan lainnya memiliki keunikan dan kekhasannya
masing-masing.
Dimulai dari jhana pertama, jhana kedua, jhana ketiga, dan jhana
keempat. Keempat jhana ini adalah jhana rupadhatu/rupaloka, masih
terdapat lagi tataran kehidupan yang lebih tinggi lagi dibanding dunia
pikiran murni (rupaloka) yaitu dunia nirwujud (arupaloka) yang juga
diawali dari jhana pertama arupadhatu, jhana kedua arupadhatu, jhana
ketiga arupadhatu dan jhana keempat arupadhatu.

Ini hanya ulasan singkat mengenai bagaimana mencapai jhana, karena


hanya dengan mencapai jhana-lah kita bisa terlahir ke alam brahma
bahkan mencapai Nibbana/Nirvana - tataran yang lebih tinggi
dibandingkan dengan rupaloka dan arupaloka.
Selain jhana yang ditemukan kembali oleh Buddha Gotama,
Buddha berusaha untuk meluruskan kembali pandangan
masyarakat india saat itu mengenai dewa, brahma, alam dewa
(surga) dan alam brahma yang telah menyimpang jauh dari
kebenaran.
Enam belas (16) alam brahma rupaloka, yaitu :
Mahkluk brahma tidak berwujud seperti manusia tetapi berwujud
bagaikan sebuah titik yang bercahaya, tingkat kecermelangan cahayanya
bergantung pada pencapaian jhana yang dia raih.
A) pathamajhana-bhumi 3 - bhs. Pali / prathamadhyana-bhumi 3 bhs. Sanskerta.
Yaitu 3 alam jhana pertama, bagi mereka yang mampu mencapai jhana
pertama.
1) Brahmaparisajja - yaitu alam pengikut-pengikut brahma. Panjang
usianya 1/3 Asankheyya Kappa (AK)
2) Brahmapurohita - yaitu alam para menterinya brahma. Panjang
usianya 1/2 AK.
3) Mahabrahma - yaitu alam brahma yang besar. Panjang usianya 1 AK.
B) Dutiyajhana-bhumi 3 / Dvitiyadhyana-bhumi 3
Yaitu 3 alam jhana kedua, bagi mereka yang mampu mencapai jhana
kedua.
4) Parittabha - yaitu alam para brahma yang kurang cahayanya. Panjang
usianya 1 AK
5) Appamanabha - yaitu alam para brahma yang tak terbatas
cahayanya. Panjang usianya 2 Maha Kappa (MK)
6) Abhassara - yaitu alam brahma yang gemerlapan cahayanya. Panjang
usianya 4 MK
Buddha mengatakan mahklum-mahkluk yang hidup pada saat bhumi
berikut sistem semestanya memasuki fase penghancuran, sebagian besar
dari mereka akan terlahir di alam brahma ini dan fase penghancuran
masih lama sekali, masih beratus-ratus juta tahun lagi, jadi tidak usah
gentar dengan isu kiamat akhir-akhir ini.
C) Tatiyajhana-bhumi 3 / Trtiyadhyana-bhumi 3
Yaitu 3 alam jhana ketiga, bagi mereka yang mampu mencapai jhana
ketiga.

7) Parittasubha - yaitu alam brahma yang kurang auranya. Panjang


usianya 8 MK
8) Appamanasubha - yaitu alam brahma yang tak terbatas auranya.
Panjang usianya 16 MK
9) Subhakinha - yaitu alam brahma yang auranya penuh dan tetap.
Panjang usianya 32 MK
D) Catutthajhana-bhumi 7 / caturthadhyana-bhumi 7
Yaitu 7 alam jhana keempat, bagi mereka yang mampun mencapai jhana
keempat.
10) Vehaphala - alam para brahma yang besar pahalanya. Panjang
usianya 64 MK
11) Asannasatta - alam para brahma yang kosong dari kesadaran (yang
tidak bergerak) Panjang usianya 500 MK
Lima (5) alam selanjutnya disebut Suddhavasa yaitu alam kediaman
murni, alam bagi mereka yang mampu menguasai jhana keempat dan
telah mencapai tingkatan kesucian Anagami, setelah habis masanya
menikmati buah karma untuk terlahir di alam Suddhavasa ini, para
Anagami ini akan mencapai Arahat (mencapai Savaka-Buddha atau
mencapai ke-Buddhaan, Nibbana/Nirvana)
12) Aviha - alam para brahma yang tidak bergerak. Panjang usianya
1000 MK
13) Attapa - alam para brahma yang suci. Panjang usianya 2000 MK
14) Sudassa - alam para brahma yang indah. Panjang usianya 4000 MK
15) Sudassi - alam para brahma yang berpandangan terang. Panjang
usianya 8000 MK
16) Akanittha - alam para brahma yang luhur. Panjang usianya 16.000
MK
Empat (4) alam brahma Arupaloka
Merupakan alam bagi mereka yang mampu melatih jhana dari jhana
keempat rupadhatu dikembangkan hingga mencapai jhana pertama
arupadhatu, mahkluk brahma ini tidak berwujud sama sekali karena
arupaloka merupakan pencapaian nirwujud. Terdapat 4 alam brahma
arupadhatu, yaitu :
1) Akasanancayatana - keadaan alam dari konsepsi ruangan yang tanpa
batas. Panjang usianya20.000 MK
2) Vinnanancayatana - keadaan alam dari konsepsi kasadaran tanpa
batas. Panjang usianya 40.000 MK
3) Akincannayatana - keadaan alam dari konsepsi kekosongan. Panjang
usianya 60.000 MK
4)Nevasannanasannayatana - keadaan alam dari konsepsi bukan
pencerapan pun bukan tidak pencerapan. Panjang usianya 84.000 MK

(1 kappa =
Selain itu pencapaian jhana akan memunculkan kemampuan-kemampuan
batin tingkat tinggi (abhinna/abhijna) seperti mampu mengunjungi alamalam kehidupan (alam ghaib), mata-batin / telinga-batin (bisa melihat dan
mendengar objek yang jaraknya jauh sekali), mampu mengingat
kelahiran-kelahiran kehidupan sebelumnya, mampu membaca pikiran
makhluk
lain,
bisa
terbang
diudara,
dll.
Itulah 31 alam kehidupan dan cara pencapaiannya menurut ajaran
Buddha dimana ke-31 alam tersebut juga tunduk pada hukum perubahan
(Anicca/Anitya) karena itu makhluk-makhluk juga tidak kekal adanya.
Yang sangat menarik adalah pencapaian keadaan jhana hampir mirip
dengan pengalaman mistik dalam beberapa tradisi keagaaman yang ada
di dunia. Pada jaman Buddha Gotama hidup sepertinya pada jaman itu
manusia dibelahan bumi ini mengalami suatu revolusi spiritual, beberapa
pakar sejarah mengistilahkan dengan zaman kapak yaitu jaman antara
tahun 600 - 500 tahun Sebelum Masehi. Di India lahir ajaran Buddha, di
China lahir ajaran Lao Tze dan Kungfu Tze, di Persia (Iran-Irak) lahir ajaran
Zoroasterisme, di Yunani lahir filsuf-filsuf ternama seperti Sokrates,
Heraclitus, Plato.
Jika kita kaji lebih jauh lagi terdapat kemiripan antara ajaran jhana dengan
jalan makrifat yang diajarkan oleh kaum sufi dari tradisi Islam (ajaran
Tasawuf). Beberapa pendapat mengatakan bahwa banyak metode
meditasi Buddhis yang digunakan juga oleh kaum sufi. Hal ini tidak aneh,
mengingat jauh sebelum Islam lahir ajaran Buddha telah berkembang
pesat di daerah yang banyak melahirkan sufi-sufi terkenal dalam dunia
sufisme.
Sekilas ulasan mengenai pertemuan ajaran Islam dan Buddha.
Pada masa-masa awal setelah Buddha Parinibbana ajaran Buddha telah
berkembang hingga sampai ke Afghanistan, Persia, Uzbekistan,
Turkmenistan, Tajikistan, Turkistan bahkan sampai ke Yunani dan Mesir,
beberapa Kaisar Yunani seperti kaisar Menander menjadi pengikut setia
ajaran Buddha. Bahkan pakar-pakar sejarah dunia menyakini teks-teks
suci Buddha telah sampai dan berada di perpustakaan Alexadria yang
didirikan sekitar tahun 300 SM, sayang perpustakaan ini telah dibakar
sehingga banyak koleksi-koleksi bukunya juga ikut terbakar.
Saat wilayah-wilayah Persia (Iran-Irak), Afghanistan, dan Turkistan Barat,
tempat menyebarnya agama Buddha, jatuh ke dalam kekuasaan Khilafah
Ummaiyyah Arab (661 - 750 Masehi) para cendekiawan Muslim,
menunjukkan minat yang besar terhadap tradisi dan ajaran Buddha yang
mereka temui di saat Islam menyebar ke luar Jazirah Arab. Pendiri ajaran

Mu'tazilah, Wasil ibn 'Ata' (700-748 M) diduga sangat akrab dengan


pandangan-pandangan
Buddha,
Mu'tazilah
mengutamakan
pada
pencarian pengetahuan yang lebih tinggi lewat adu-pendapat yang
berakal dan lewat penalaran, ajaran ini juga menyatakan tentang
pemurnian dosa-dosa lewat kelahiran kembali yang berulang.
Pada abad ke-8, seorang pengarang arab terkenal Umar ibn al-Azraq alKermani menulis sebuah catatan terperinci tentang Wihara Nava di Balkh,
Afghanistan. Vihara Nava merupakan pusat pendidikan tinggi agama
Buddha bagi seluruh Asia Tengah dan merupakan vihara terbesar di
kawasan daerah itu. Al-Kermani menguraikan tradisi dasar Buddha di sana
dengan memadankannya pada ciri-ciri Islam. Ia menggambarkan
bangunan utama tersebut memiliki kubus batu di tengah-tengahnya
(stupa), kain penutup menggantung dari atasnya, dan para pengikut
mengelilinginya memberikan penghormatan, ibarat Kabah (Ar. Ka'bah) di
Mekah. Tulisan-tulisan Al-Kermani dilestarikan di dalam karya abad ke-10
Masehi, dalam Kitab Negeri-Negeri (Ar. Kitab al-Buldan) oleh Ibn al-Faqih
al-Hamadhani.
Khilafah Abbasiyyah awal, Kalifah keduanya, al-Mansur (754 - 775 M),
dalam
membangun
ibukota
baru
bagi
kekaisarannya
banyak
mempekerjakan arsitek dari India, nama "Baghdad" sendiri merupakan
kata sanskerta yang berarti "Karunia Tuhan". Selanjutnya sang Kalifah
membangun Rumah Pengetahuan (Ar. Bayt al-Hikmat) untuk pengkajian
dan penerjemahan pustaka-pustaka dari dunia kebudayaan Yunani dan
India, terutama mengenai pokok-pokok ilmiah. Penguasa Abbasiyyah
berikutnya, Khalifah al-Mahdi (775-785 M), banyak menghadirkan
cendekiawan-cendikiawan Buddha dari vihara-vihara di anak-benua India
dan Afghanistan untuk menjadi dosen di Rumah Pengetahuan selain itu
mereka juga ditugaskan membantu menerjemahkan naskah-naskah ilmu
pengobatan dan ilmu perbintangan dari bahasa Sanskerta ke Arab
diantaranya naskah ilmu pengobatan Buddha yang sangat terkenal
"Siddhasara" (Samudera Kesempurnaan).
Yahya ibn Barmak yang beragama Islam adalah cucu dari kepala tata
usaha Vihara Rava di Balkh yang masih beragama Buddha menjadi
Menteri Kepala Rumah Pengetahuan pada masa khalifah Abbsiyyah
kelima, Harun al-Rashid (786-809 M) banyak sekali naskah-naskah Buddha
yang diterjemahkan ke bahasa Arab.
Namun sangat disayangkan pada akhirnya banyak vihara-vihara dan
pusat studi agama Buddha dihancurkan oleh tentara Islam. Universitas
Nalanda, universitas Taxila, universitas Vikramasila yang sangat terkenal
hingga sampai ke Yunani yang banyak menyimpan naskah-naskah suci
Buddha dihancurkan dan dibakar.
Yang bisa menjembatani pertemuan agama Buddha dengan agama Islam
hanyalah lewat ajaran-ajaran Tasawuf. Pendapat saya pribadi saya yakin

guru-guru Sufi terkenal sepertil Al-Ghazali, Al-Hallaj bahkan Syeh Siti Jenar
bahwa mereka pasti mengenal ajaran Buddha dan mencoba
menggunakan metode meditasi Buddha untuk mencapai kemanunggalan,
kemutlakan. Metode meditasi Buddha banyak sekali salah satunya
pengulangan kata-kata, katakanlah kita menggunakan kata "Tuhan" dalam
menditasi kita mengulang terus-menerus kata Tuhan dengan sambil
mevisualisasikan sifat Tuhan dalam diri kita seperti cinta kasih dengan
dilandasi moralias yang baik pula dalam kehidupan sehari-hari, niscaya
cahaya nimitta (cahaya gambaran batin murni) akan berkembang
stabil, cerah, halus dan indah yang menyelimuti batin kita dan
dengan keuletan dan kegigihan dalam mengembangkan vitakavicara, meditasi tersebut akan menghasilkan ekagatta dan pitisukha yang membawa pada pencapaian jhana pertama.
Pada dasarnya objek-objek verbal apapun yang kita ucapkan
dalam meditasi selama objek tersebut kita maknai dengan
sesuatu yang positif dan ditunjang oleh moralitas yang baik serta
dilatih dalam meditasi yang benar, objek tersebut mampu
memunculkan nimitta.
Sufi sendiri adalah kaum yang sangat menghargai kebijaksanaan, ajaran
Buddha bisa diringkas dalam 3 jalan, yaitu SILA - SAMADHI - PANNA
(PRAJNA) / MORALITAS - MEDITASI - KEBIJAKSANAAN. Dengan
moralitas yang baik, dengan pengembangan cinta kasih dan welas asih
yang universal (metta-karuna) dan untuk mengembangkan ini tidak
dibutuhkan kepercayaan kepada Tuhan, Buddha, Dewa / Brahma atau
pada agama tertentu.
Landasan moralitas Buddha adalah PRINSIP KESETARAAN dan
TIMBAL-BALIK (Sebab-Akibat). Prinsip kesetaraan, menganggap
semua makhluk setara dan memandang bahwa semua makhluk hidup
menginginkan kebahagiaan, menikmati kehidupan dan menghindari
penderitaan dan kematian dengan memahami ini semua tindakan akan
digerakkan oleh prinsip timbal-balik yaitu sebagaimana yang kita
inginkan (kita tidak ingin disakiti, tidak ingin dijahati, dilukai, difitnah,
dibunuh) demikian juga ternyata semua makhluk juga menginginkan hal
yang sama, maka jangan pernah melakukan hal yang tidak kita inginkan
tersebut kepada makhluk lain.
SILA memperkuat SAMADHI, samadhi memperkuat sila, sila dan samadhi
memunculkan prajna (kebijaksanaan), prajna memperkuat sila dan
samadhi. Inilah lingkaran sila-samadhi-prajna yang saling memperkuat
yang akhirnya akan menghantar setiap mahkluk untuk mencapai PANTAI
SEBERANG (NIBBANA/NIRVANA - kebahagiaan sejati yang kekal
abadi.
Sekilas Periode Penghitungan Waktu dalam ajaran Buddha
1 Maha Kappa (MK) = 4 Asankheyya Kappa (AK); 1 AK = 20 Antara

Kappa (AnK)
1 Antara Kappa = lamanya proses perubahan batasan umur
manusia dari 10 tahun lalu naik hingga menjadi 84.000 tahun,
kemudian turun lagi hingga menjadi 10 tahun. (makhluk hidup
menempati bhumi hanya selama 1 AK saja)
1 Kappa = 1 periode kehidupan bhumi, terdapat 4 periode yaitu
Periode Pembentukan, Periode Bertahan, Periode Kehancuran,
Periode Kekosongan. Lamanya masing-masing periode tidak sama.
(beberapa pakar Buddhis menjelaskan bahwa 1 periode bisa
mencapai 650 juta tahun)
1 Maha Kappa = 12.800 Triliun Tahun (para cendikiawan Buddhis
mengartikan sebagai 1 masa kehidupan semesta hingga hancur dan
mengalami masa kekosongan sampai menjadi semesta lain lagi)

Anda mungkin juga menyukai