Anda di halaman 1dari 15

GLOBAL TECTONIC

PENGAPUNGAN BENUA
Meskipun teori dari tektonik global yang baru atau lempeng tektonik
sebagian besar telah berkembang sejak 1967, sejarah dari ide-ide mengenai
pandangan mobilisasi perluasan bumi sangat panjang (Rupke, 1970; Hallam,
1973a; Vine, 1977; Frankel, 1988). Sejak garis pantai dari benua sekitar
Samudera Atlantik pertama dipetakan, orang-orang telah tertarik oleh
kesamaan garis pantai dari Amerika, Eropa dan Afrika. Mungkin yang
pertama mencatat kesamaan dan menyarankan tentang pemisahan adalah
Abraham Ortelius di 1596 (Romm, 1994). Di 1620, Francis Baconin dalam
Novum Organumnya berkomentar mengenai kesamaan bentuk dari pantai
barat Afrika dan Amerika Selatan; yaitu adalah pantai Atlantik dari Afrika dan
pantai Pasifik dari Amerika Selatan. Dia juga mencatat kesamaan susunan
dari Dunia Lama dan Baru, keduanya adalah perluasan ke arah utara ,
menyempitan ke arah selatan. Boleh jadi karena pengamatan ini, selama di
sana nampak sekarang tidak yang lain.
Teori Geosinklin
Teori ini dikonsep oleh Hall pada tahun1859 yang kemudian
dipublikasikan oleh Dana pada tahun 1873. Teori ini bertujuan untuk
menjelaskan terjadinya endapan batuan sedimen yang sangat tebal, ribuan
meter dan memanjang seperti pada Pegunungan Himalaya, Alpina dan
Andes.
Konsep tersebut menyatakan bahwa geosinklin terbentuk memanjang
atau seperti cekungan dalam skala ribuan meter, yang terus menurun akibat
dari akumulasi batuan sedimen dan volkanik.Sedangkan geosinklin adalah
suatu daerah sempit pada kerak bumi mengalami depresi selama beberapa
waktu sehingga terendapkan secara ekstrim sedimen yang tebal. Proses
pengendapan ini menyebabkan subsidence (penurunan) pada dasar
cekungan. Endapan sedimen yang tebal dianggap berasal dari sedimen
akibat proses orogenesa yang membentuk pengunungan lipatan dan selama
proses ini endapan sedimen yang telah terbentuk akan mengalami
metamorfosa.
Terdeformasinya batuan di dalamnya dapat dijelaskan sebagai akibat
dari menyempitnya cekungan, sehingga batuan di dalamnya terlipat dan
tersesarkan. Pergerakan ini terjadi akibat adanya gaya penyeimbang atau
isostasi.
Kelemahan dari teori yakni tidak bisanya menjelaskan asal-usul
vulkanik. Pada intinya, golongan ilmuwan menganggap bahwa gaya yang
bekerja pada bumi merupakan gaya vertical. Artinya, semua deformasi yang
terjadi diakibatkan oleh gaya utama yang berarah tegak lurus dengan bidang
yang terdeformasi.

Gambar 1. Penampang melintang teori geosinklin


Teori Apungan Benua (Continental Drift)
Pada tahun 1912 Alfred Wegener, seorang ahli meteorologi dan fisika
Jerman melontarkan konsep Apungan Benua (Continental Drift), hipotesa
utamanya adalah adanya satu super continent yang dinamakan Pangea
(semua daratan), yang dikelilingi Panthalassa (semua lautan). Pangea ini
mulai berpisah menjadi dua kontinen yang relatif lebih kecil, yaitu Laurasia
(belahan bumi utara) dan Gondwana (belahan bumi selatan), pada periode
Yura, hingga pada akhir Kapur, dua kontinen ini memisahkan diri kembali
menjadi daratan-daratan yang terlihat seperti kontinen pada saat sekarang.
Di sebuah buku yang berjudul The Origin of the Continent and Ocean
(1912), Wegener memberikan bukti-bukti untuk membenarkan teori apungan
benua tersebut, beberapa diantaranya ditemukannya bentuk fosil tumbuhan
dan hewan yang memiliki umur yang sama ditemukan di sekitar pantai
kontinen yang berbeda, menandakan bahwa kontinen tersebut pernah
bersatu. Misalnya, fosil buaya air tawar ditemukan di Brazil dan Afrika
selatan juga fosil reptil air Lystrosaurus juga ditemukan pada batuan
berumur sama dari berbagai lokasi di Amerika Selatan, Afrika, dan Antartika.

Gambar 2. Distribusi fosil fauna dan flora


Bukti lainnya adalah berupa Bukti strukutr dan jenis batuan, yakni
dengan adanya persamaan lapisan batuan di Antartika, Australia, Amerika
Selatan, Afrika, dan India.
Kekurangannya pada saat itu, Wegener tidak mampu meyakinkan
ilmuan ilmuan geologi lainnya karena ia tidak mampu menjelaskan
mekanisme pergeseran benua benua tersebut. Hal ini karena dalam teori
tersebut benua diumpamakan sebagai bahan ringan dengan susunan Si Al,
yang mengapung diatas bahan yang mempunyai densitas yang lebih besar
dan dianggap sebagai bahan yang bersifat plastis yang membentuk kerak
samudra.
Teori ini semakin banyak diyakini setelah data dari berbagai dunia
dianalisis, yang meyakinkan bahwa telah terjadi pergerakan lempeng
sejagat. Misalnya, pada saat batuan kuno di kepulauan Inggris diukur
kemagnetannya, tercatat penyimpangan sejauh 300 dari kutub magnet
sekarang. Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan, apakah kutub magnet
bumi yang telah berpindah sejauh itu, ataukah kepulauan Inggris yang telah
bergeser dari waktu ke waktu hingga pada posisinya seperti sekarang.
Dengan bantuan komputer, peta topografi dasar samudra terus
dianalisis. Paparan Benua Amerika Selatan dan Afrika, ternyata mendekati
sempurna bila kedua garis paparan benua keduanya disatukan. Seperti
terlihat pada gambar di samping.

Gambar 3. Perubahan Kutub Magnet Sejalan Waktu

Gambar 4. Rekonstruksi Paparan Garis Continent


Teori Pemekarana Lantai Samudra (Sea Floor Spreading)
Hipotesa pemekaran lantai samudra dikemukakan pertama kalinya
oleh Harry Hess (1960) dalam tulisannya yang berjudul Essay in geopoetry
describing evidence for sea-floor spreading. Dalam tulisannya diuraikan
mengenai bukti-bukti adanya pemekaran lantai samudra yang terjadi di
pematang tengah samudra (mid oceanic ridges), Guyots, serta umur kerak
samudra yang lebih muda dari 180 juta tahun.
Hipotesa pemekaran lantai samudra pada dasarnya adalah suatu
hipotesa yang menganggap bahwa bagian kulit bumi yang ada didasar
samudra Atlantik tepatnya di Pematang Tengah Samudra mengalami
pemekaran yang diakibatkan oleh gaya tarikan (tensional force) yang
digerakan oleh arus konveksi yang berada di bagian mantel bumi

(astenosfir). Akibat dari pemekaran yang terjadi disepanjang sumbu


Pematang Tengah Samudra, maka magma yang berasal dari astenosfir
kemudian naik dan membeku.
Arus konveksi yang menggerakan lantai samudra (litosfir),
pembentukan material baru di Pematang Tengah Samudra (Midoceanic ridge)
dan penyusupan lantai samudra kedalam interior bumi (astenosfir) pada
zona subduksi.

Gambar 5. Arus Konveksi pada Lempeng Litosfer


Bagian lempeng masuk ke zona subduksi, memiliki kemiringan sudut
sekira 450. Lempeng ini terus tenggelam ke dalam astenosfer, yang karena
proses waktu yang berjuta-juta tahun, disertai pemanasan yang kuat dari
dalam, bagian yang menekuk ini lama kelamaan akan pecah, hancur-lebur,
dan menjadi bagian dalam bumi kembali. Bagian-bagian litosfer yang
bergerak, retak, runtuh inilah yang merupakan wilayah paling labil, yang
menjadi salah satu penyebab terjadinya gempa, dan jalan yang lebih
memungkinkan bagi magma untuk naik mencapai permukaan bumi,
membangun tubuhnya menjadi gunung api.
Teori Hess tentang pemekaran dasar samudra mendapat dukungan
bukti dari mahasiswa tingkat sarjana di Inggris, Frederick J. Vine dan D. H.
Matthews. Pendapat keduanya sebenarnya bukan hal yang baru. Vine dan
Matthews berpendapat bahwa saat lava meluap dan memadat di retakan
tengah samudra, lava basal mendapatkan perkutuban magnet sesuai

dengan keadaan pada saat lava ini memadat. Penelitian


kemagnetan mendukung teori pemekaran dasar samudra.

tentang

Gambar 6. Perubahan Kutub Magnetik pada Lantai Samudra


Teori Tektonik Lempeng
Teori ini lahir pada pertengahan tahun enampuluhan. Teori ini terutama
didukung oleh adanya Pemekaran Tengah Samudera (Sea Floor Spreading)
dan bermula di Pematang Tengah Samudera (Mid Oceanic Ridge : MOR) yang
diajukan oleh Hess (1962).
Teori Tektonik Lempeng berasal dari hipotesis continental drift yang
dikemukakan Alfred Wegener tahun 1912 dan dikembangkan lagi dalam
bukunya The Origin of Continents and Oceans terbitan tahun 1915. Dia
mengemukakan bahwa benua-benua yang sekarang ada dulu adalah satu
bentang muka yang bergerak menjauh sehingga melepaskan benua-benua
tersebut dari inti bumi seperti bongkahan es dari granit yang bermassa
jenis rendah yang mengambang di atas lautan basal yang lebih padat.
Namun, tanpa adanya bukti terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang
dilibatkan, teori ini dipinggirkan. Mungkin saja bumi memiliki kerak yang
padat dan inti yang cair, tetapi tampaknya tetap saja tidak mungkin bahwa
bagian-bagian kerak tersebut dapat bergerak-gerak.

Di kemudian hari, dibuktikanlah teori yang dikemukakan geolog Inggris


Arthur Holmes tahun 1920 bahwa tautan bagian-bagian kerak ini
kemungkinan ada di bawah laut. Terbukti juga teorinya bahwa arus konveksi
di dalam mantel bumi adalah kekuatan penggeraknya. Bukti pertama bahwa
lempeng-lempeng itu memang mengalami pergerakan didapatkan dari
penemuan perbedaan arah medan magnet dalam batuan-batuan yang
berbeda usianya. Penemuan ini dinyatakan pertama kali pada sebuah
simposium di Tasmania tahun 1956.
Mula-mula, penemuan ini dimasukkan ke dalam teori ekspansi bumi,
namun selanjutnya justeru lebih mengarah ke pengembangan teori tektonik
lempeng yang menjelaskan penyebaran (spreading) sebagai konsekuensi
pergerakan vertikal (upwelling) batuan, tetapi menghindarkan keharusan
adanya bumi yang ukurannya terus membesar atau berekspansi (expanding
earth) dengan memasukkan zona subduksi/hunjaman (subduction zone), dan
sesar translasi (translation fault). Pada waktu itulah teori tektonik lempeng
berubah dari sebuah teori yang radikal menjadi teori yang umum dipakai dan
kemudian diterima secara luas di kalangan ilmuwan.
Menurut teori Lempeng Tektonik, lapisan terluar bumi kita terbuat dari
suatu lempengan tipis dan keras yang masing-masing saling bergerak relatif
terhadap yang lain. Gerakan ini terjadi secara terus-menerus sejak bumi ini
tercipta hingga sekarang. Teori Lempeng Tektonik muncul sejak tahun 1960an, dan hingga kini teori ini telah berhasil menjelaskan berbagai peristiwa
geologis, seperti gempa bumi, tsunami, dan meletusnya gunung berapi, juga
tentang bagaimana terbentuknya gunung, benua, dan samudra. Lempeng
tektonik terbentuk oleh kerak benua (continental crust) ataupun kerak
samudra (oceanic crust), dan lapisan batuan teratas dari mantel bumi
(earths mantle). Kerak benua dan kerak samudra, beserta lapisan teratas
mantel ini dinamakan litosfer. Kepadatan material pada kerak samudra lebih
tinggi dibanding kepadatan pada kerak benua. Demikian pula, elemenelemen zat pada kerak samudra (mafik) lebih berat dibanding elemenelemen pada kerak benua (felsik). Di bawah litosfer terdapat lapisan batuan
cair yang dinamakan astenosfer. Karena suhu dan tekanan di lapisan
astenosfer ini sangat tinggi, batu-batuan di lapisan ini bergerak mengalir
seperti cairan (fluid). Litosfer terpecah ke dalam beberapa lempeng tektonik
yang saling bersinggungan satu dengan lainnya.
Lempeng-lempeng tektonik utama yaitu:
Lempeng Afrika, meliputi Afrika Lempeng benua
Lempeng Antarktika, meliputi Antarktika Lempeng benua
Lempeng Australia, meliputi Australia (tergabung dengan Lempeng
India antara 50 sampai 55 juta tahun yang lalu)- Lempeng benua
Lempeng Eurasia, meliputi Asia dan Eropa Lempeng benua
Lempeng Amerika Utara, meliputi Amerika Utara dan Siberia timur laut
Lempeng benua
Lempeng Amerika Selatan, meliputi Amerika Selatan Lempeng benua

Lempeng
Pasifik,
meliputi
Samudera
Pasifik

Lempeng
samuderaLempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup
Lempeng India, Lempeng Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de
Fuca, Lempeng Cocos, Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan
Lempeng Scotia.
Karena tiap lempeng bergerak sebagai unit tersendiri dipermukaan bumi
yang bulat, maka interaksi antar lempeng terjadi pada batas batas
lempeng. Berdasarkan arah pergerakannya, perbatasan antara lempeng
tektonik yang satu dengan lainnya (plate boundaries) terbagi dalam 3 jenis,
yaitu batas divergen, konvergen, dan transform.

Gambar 7. Tiga Tipe Batas Lempeng


1. Batas Divergen
Terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling memberai
(break apart). Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer
menipis dan terbelah, membentuk batas divergen.
Pada lempeng samudra, proses ini menyebabkan pemekaran dasar
laut (seafloor spreading). Sedangkan pada lempeng benua, proses ini
menyebabkan terbentuknya lembah retakan (rift valley) akibat adanya
celah antara kedua lempeng yang saling menjauh tersebut.
Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu
contoh divergensi yang paling terkenal, membujur dari utara ke
selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi Benua Eropa dan
Afrika dengan Benua Amerika

Gambar 8. Batas Divergen


2. Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries)
Terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed) ke arah
kerak bumi, yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu
satu sama lain (one slip beneath another).
Wilayah dimana suatu lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng
benua atau lempeng samudra lain disebut dengan zona tunjaman
(subduction zones).
Di zona tunjaman inilah sering terjadi gempa. Pematang gunung-api
(volcanic ridges) dan parit samudra (oceanic trenches) juga terbentuk
di wilayah ini.
Contoh kasus ini dapat kita lihat di Pegunungan Andes di Amerika
Selatan dan busur pulau Jepang (Japanese island arc).
Batas konvergen ada 3 macam, yaitu
1. antara lempeng benua dengan lempeng samudra,
2. antara dua lempeng samudra, dan
3. antara dua lempeng benua.
Konvergen lempeng benuasamudra (OceanicContinental)
Ketika suatu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng benua,
lempeng ini masuk ke lapisan astenosfer yang suhunya lebih tinggi,
kemudian meleleh.

Pada lapisan litosfer tepat di atasnya, terbentuklah deretan gunung


berapi (volcanic mountain range). Sementara di dasar laut tepat di
bagian terjadi penunjaman, terbentuklah parit samudra (oceanic
trench).
Pegunungan Andes di Amerika Selatan adalah salah satu pegunungan
yang terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari
konvergensi antara Lempeng Nazka dan Lempeng Amerika Selatan.
Konvergen lempeng samudrasamudra (OceanicOceanic)
Salah satu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng samudra
lainnya, menyebabkan terbentuknya parit di dasar laut, dan deretan
gunung berapi yang pararel terhadap parit tersebut, juga di dasar laut.
Puncak sebagian gunung berapi ini ada yang timbul sampai ke
permukaan, membentuk gugusan pulau vulkanik (volcanic island
chain).
Pulau Aleutian di Alaska adalah salah satu contoh pulau vulkanik dari
proses ini. Pulau ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng Pasifik
dan Lempeng Amerika Utara.
Konvergensi lempeng benua benua (Continental)
Salah satu lempeng benua tabrakan dengan lempeng benua lainnya,
menyebabkan terbentuknya suatu deretan pegunungan yang sangat
luas dan besar.
Contoh penumbukan antara dua lempeng benua adalah Pegunungan
Himalaya, Pegunungan Alpina, dan Andes.

Gambar 9. Batas Konvergen dengan jenis lempeng yang berbeda-beda


3. Batas transform (transform boundaries)
Terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar (slide
each other), yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah.
Keduanya tidak saling memberai maupun saling menumpu.
Batas transform ini juga dikenal sebagai sesar ubahan-bentuk
(transform fault).

Batas transform umumnya berada di dasar laut, namun ada juga yang
berada di daratan, salah satunya adalah Sesar San Andreas (San
Andreas Fault) di California, USA.

Sesar ini merupakan pertemuan antara Lempeng Amerika Utara yang


bergerak ke arah tenggara, dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke
arah barat laut.

Pegunungan tinggi diimbangi oleh adanya palung laut. Keadaan semacam


itu disebut kedudukan seimbang atau disebut isostasi oleh CE Dutton.
Selama belum tercapai keseimbangan maka kerak bumi akan bergerak
mencari keseimbangannya. Mengenai isostasi, ada dua hipotesis yang
terkenal dikalangan ahli geologi yaitu hipotesis Pratt dan hipotesis Airy.
Hipotesis Pratt (Pratt hypotesis of isostasy). Sebenarnya Pratt tidak
menggunakan itilah isostasi ketika mengemukakan hipotesisnya pada tahun
1859, melainkan kompensasi. Pratt mengatakan bahwa massa benua lebih
tinggi dari pada massa dasar laut, tetapi densitas batuan yang menyusun
dasar laut lebih besar dari pada densitas batuan di benua. Dengan kata lain
adanya perbedaan ketinggian antara benua dan dasar laut adalah karena
perbedaan kepadatan batuan yang menyusun kerak bumi di kedua bagian
bumi tersebut. Ketinggian dikompensasikan oleh densitas batuan.
Pratt memberikan ilustrasi dengan menggunakan berbagai logam yang tidak
sama berat jenisnya tetapi berat dan penampangnya dibuat sama, kemudian
diapungkan di dalam air raksa. Ternyata logam yang berat jenisnya lebih
besar hanya sedikit tersembul di atas permukaan air raksa, sedang logam
yang berat jenisnya kecil banyak tersembul di atas permukaan air raksa.
Hipotesis Airy (Airys hypothesis of isostasy). Airy mengemukakan
hipotesisnya pada tahun 1855 dengan jalan pikiran yang agak berbeda
dengan Pratt. Airy membenarkan bahwa batuan yang menyusun kerak bumi
tidak sama densitasnya, namun perbedaan densitas batuan tidak terlalu
besar untuk menghasilkan perbedaaan ketinggian permukaan bumi yang
sedemikian besarnya. Airy memberikan ilustrasi yang mirip dengan ilustrasi

Pratt, hanya menggunakan logam yang sejenis, penampangnya juga dibuat


sama tetapi tebalnya tidak sama. Setelah logam dimasukkan kedalam air
raksa, ternyata logam yang lebih tebal tersembul lebih tinggi di atas
permukaan air raksa dari pada logam yang tipis. Dengan demikian Airy
berkesimpulan bahwa perbedaan ketinggian permukaan bumi bukan
disebabkan oleh perbedaan densitas batuan tetapi akibat dari perbedaan
tebal lapisan kerak bumi. Itulah sebabnya hipotesis Airy ini sering pula
disebut the Roots of Mountains hypothesis of isostasi. Pendapat Airy ini lebih
banyak dianut oleh para ahli geologi, namun tidak berarti bahwa pendapat
Pratt salah. Densitas batuan penyusun kerak bumi memang tidak sama,
demikian juga tidak semua pegunungan akarnya jauh masuk kedalam bumi.
Dengan demikian keduanya saling melengkapi. Leon Long memberikan
penilaian 65% untuk Airy dan 35% untuk Pratt.
Ada 2 cara menetapkan susunan bumi:
1. Secara rheology bumi tersusun dari
a. Lithosphere
b. Asthenosphere
c. Mesosphere
d. Siderosphere (secara mineralogi/kimiawi adalah outer dan inner core)
2. Secara susunan mineralogi/kimiawi:
a. Crust (oceanic dan continental crusts)
b. Upper mantle (solid)
c. Transition zone (solid)
d. Lower mantle (solid)
e. Outer Core (liquid)
f. Inner Core (solid)
Diskontinuitas Mohorovicic adalah batas antara Kerak Bumi dan Mantel
Bumi.

Gambar struktur internal lapisan pembentuk bumi (USGS) Diskontinuitas


Mohorovicic (garis merah) ditambahkan oleh Geology.com
Dalam ilmu geologi, istilah diskontinuitas digunakan untuk
menunjukkan lapisan imaginer yang menjadi batas perubahan cepat rambat

gelombang seismik. Pada Kerak Samudera, lapisan ini berada pada


kedalaman sekitar 8 kilometer. Sedangkan pada Kerak Benua, pada
kedalaman sekitar 32 kilometer. Pada diskontinutas ini, gelombang seismik
berakselerasi. Lapisan imaginer inilah yang disebut Diskotinuitas
Mohorovicic, atau lebih sederhananya dikenal sebagai Moho.
Bagaimana Moho Ditemukan?
Diskontinuitas Mohorovicic ditemukan pada tahun 1909 oleh Andrija
Mohorovicic, seorang ahli kegempaan dari Kroasia. Dia menemukan bahwa
cepat-rambat gelombang seismik bergantung pada densitas material yang
dilaluinya. Dia menginterpretasikan terjadi perubahan kecepatan dari
gelombang seismik seiring dengan perubahan komposisi material
pembentuk bumi. Perubahan kecepatan tersebut tentu disebabkan oleh
hadirnya material dengan densitas yang lebih tinggi pada kedalaman perut
bumi. Semakin tinggi densitas suatu material, semakin cepat pula
gelombang seismik merambat melaluinya.
Material pembentuk bumi yang densitasnya lebih rendah, yang berada pada
lapisan terluar, kemudian dikenal sebagai Kerak Bumi. Sedangkan material di
bawahnya yang mempunyai densitas lebih tinggi dikenal sebagai Mantel
Bumi. Melalui perhitungan densitas yang teliti, Mohorovicic menyimpulkan
bahwa Kerak Samudera Basaltik dan Kerak Benua Granitik ditopang oleh
material yang serupa dengan batuan kaya-olivin, seperti Peridotite.
Seberapa Dalamkah Moho Itu?
Seperti dijelaskan sebelumnya, kedalaman Moho di bawah Kerak Samudera
adalah sekitar 8 kilometer. Sedangkan di bawah Kerak Benua sekitar 32
kilometer. Mohorovicic kemudian menggunakan penemuannya tersebut
untuk mempelajari variasi ketebalan daripada Kerak Bumi. Dia menemukan
bahwa Kerak Samudera relatif memiliki ketebalan yang seragam, sedangkan
Kerak Benua memiliki ketebalan yang bervariasi, lebih tebal pada sabuk
pegunungan dan menipis pada dataran.
Peta di bawah menggambarkan kontur ketebalan dari Kerak Bumi. Perhatikan
pada bagian kontur yang lebih tebal (warna merah dan coklat gelap),
menunjukkan jajaran pegunungan yang terkenal di dunia, seperti
Pegunungan Andes (Amerika Selatan bagian barat), Pegunungan Rocky
(Amerika Utara bagian barat), Pegunungan Himalaya (Asia Tengah, India
sebelah utara) dan Pegunungan Ural (utara-selatan antara Eropa dan Asia).

Peta ketebalan dari kerak bumi (USGS)


Apakah Ada Orang Yang Pernah Melihat Moho?
Belum ada yang dapat menembus cukup dalam ke perut bumi untuk melihat
Moho. Dan belum pernah ada sumur pengeboran yang yang sampai pada
kedalaman Moho. Melakukan pengeboran sampai kedalaman Moho tentu
sangat mahal dan beresiko tinggi, karena temperatur dan tekanan yang
ekstrim pada kedalaman tersebut. Pengeboran terdalam yang pernah
dilakukan berlokasi di Tanjung Kola, Uni Soviet. Kedalamannya sekitar 12
kilometer. Pengeboran Moho pada Kerak Samudera juga tidak pernah
berhasil.
Ada beberapa lokasi langka dimana material dari mantel bumi tersingkap ke
permukaan melalui proses tektonik. Pada lokasi ini, dapat dijumpai batuan
penyusun lapisan batas kerak dan mantel bumi. Salah satu foto dari lokasi ini
seperti yang ditampilkan di bawah ini.

Ophiolite berumur Ordovisian di Taman Nasional Morne, Newfoundland.


Batuan penyusun mantel bumi tersingkap ke permukaan. (GNU Free
Documentation License Image).

Anda mungkin juga menyukai