Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal
jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus
meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung
berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat
menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan
penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit
(readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal (R.
Miftah Suryadipraja).
CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh
tubuh (Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut
usia (lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat
menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi,
penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi
kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark.
Prognosis dari pasien yang menderita gagal jantung kongestif pada
umumnya 50% dari mereka meninggal setelah duabelas bulan namun pada
beberapa kasus pasien dapat bertahan selama 3-4 tahun. Beberapa pasien dengan
gagal jantung 30-40% meninggal secara tiba-tiba karena dipicu oleh aritmia
ventrikel. Faktor primer yang mempengaruhi hal tersebut adalah kekuatan fungsi
ventrikel kiri.
Sehubungan dengan masalah-masalah di atas kita sebagai perawat
professional hendaknya mampu melakukan asuhan keperawatan baik secara
mandiri maupun kolaborasi dengan petugas kesehatan lain. Sehingga perawat
perlu membekali diri dengan ilmu mengenai penyakit jantung.
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan untuk pasien dengan
diagnosa gagal jantung kongestif
1.2.2 tujuan khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi dari gagal jantung
kongestif
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami patofisiologi dari gagal
jantung kongestif
3. Mahasiswa

dapat

mengetahui

penyebab,

gejala

klinis,

serta

penatalaksanaan gagal jantung kongestif

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung

Sistem kardiovaskuler terdiri dari jantung, darah, dan pembuluh darah yang
berfungsi mengangkut zat-zat penting ke seluruh tubuh. Jantung merupakan suatu
pompa yang terbentuk dari sel-sel otot yang memompa darah ke seluruh bagian tubuh
manusia. Jantung berukuran sedikit lebih besar dari kepalan tangan dan merupakan
alat penting dalam system kardiovaskuler. Jantung dapat memompa sebanyak 5-6
liter (kira-kira 1,5 galon)darah per menit, sekalipun dalam keadaaan istirahat.
Jantung berupa otot berongga yang terdiri dari 4 bilik, 2 bilik atas disebut
serambi (atrium kanan dan kiri) dan 2 bilik bawah disebut (ventrikel kanan dan kiri).
Fungsi kedua jenis bilik ini berbeda, atrium befungsi untuk mengumpulkan darah
yang ke jantung dan memompakannya ke dalam ventrikel. Kedua atrium dipisahkan
oleh sekat antar atrium (septum interatriorum) sementara kedua ventrikel dipisahkan
oleh septum interventrikulorum. Atrium dan ventrikel berhubungan satu sama lain
melalui suatu penghubung yang disebut Orifisium atrioventrikuler. Orifisium ini
dapat terbuka atau tertutup oleh suatu katup Atrioventrikel (katup AV). Katup Av
sebelah kiri disebut katup bicuspid (katup mitral) sedangkan katup AV sebelah kanan
disebut katup tricuspid.
Perbedaan jantung dengan organ lainnya adalah struktur ototnya. Jantung
terdiri dari tiga tipe otot jantung yang utama yakni :otot atrium, otot ventrikel, dan
serat otot khusus penghantar rangsangan dan pencetus rangsangan. Tipe otot atrium
dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka, hanya saja
lamanya kontraksi otot-otot tersebut lebih lama. Sebaliknya, serat-serat khusus
penghantar dan pencetus rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali sebab seratserat ini hanya mengandung sedikit serat kontraktif; malahan, serat-serat ini
menghambat irama dan berbagai kecepatan konduksi, sehingga serat-serat ini dapat
bekerja sebagai suatu system pencetus rangsangan bagi jantung.
2.2

Definisi Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung atau heart failure adalah keadaan dimana jantung tidak mampu

lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan

untuk keperluan metabolism jaringan tubuh pada keadaan tertentu, sedangkan


tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi. (Dr.dr. Soeparman )
Gagal jantung kongestif adalah suatau keadaan dengan jantung tidak dapat
memompa darah yang mencukupi untuk kebutuhan tubuh. (Farmakologi Ulasan
bergambar edisi II)
Gagal jantung kongestif adalah Sindrom yang terjadi bila jantung tidak
mampu memompa cukup darah untuk memenuhi metabolik oksigen dan jaringan
(Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Lynda J Carpenito edisi 2)
Gagal jantung kongestif adalah suatu sindrom klinik yang disebabkan oleh
berkurangnya volume pemompaan jantung untuk keperluan relatif tubuh, disertai
hilangnya curah jantung dalam mempertahankan aliran balik vena. Hal ini sekaligus
berakibat bendungan balik darah ke dalam sistem vena dan bersamaan terjadinya
pengurangan pengisian percabangan arteri.
Gagal jantung kongestif kumpulan gejala yang sangat kompleks, yang
biasanya ditandai dengan sesak nafas, tachypnea, takikardi, kardiomegali, dan tanda
yng paling khusus yitu adanya edema perifer.
2.3

Etiologi Gagal Jantung Kongestif


Penyebab gagal jantung kongestif dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Penyakit pada miokard sendiri

Penyakit jantung koroner


Kardiomiopati
Miokarditis dan penyakit jantung reumatik
Peyakit infiltratif
Latrogenik akibat obat-obat seperti adriamisin dan diisopiramid, atau
akibat radiasi.

2. Gangguan mekanik pada miokard sendiri sebenarnya tidak ada kelainan

Golongan ini dapat dibagi menjadi :

a) Kelebihan beban tekanan (pressure overload)

Beban tekanan berlebihan yang dihadapi ventrikel pada waktu


kontraksi (sistolik), dalam batas tertentu dapat ditanggulangi oleh
kemampuan kontraktilitas miokard ventrikel. Beban sistolik yang
berlebihan di luar kemampuan ventrikel (systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga
menurunkan curah ventrikel (ventricular output) atau isi sekuncup.
Sebagai contoh : hipertensi
Stenosis aorta
Koartasio aorta
Hipertrofi kardiomiopati
b) Kelebihan beban volume (volume overload)

Beban isian ke dalam ventrikel yang berlebihan atau beban isian


berlebihan pada waktu diastolik dalam batas tertentu masih dapat
ditampung oleh ventrikel (preload yang meningkat). Preload yang
berlebihan dan melampui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan
menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel
meninggi. Dengan demikian sesuai dengan prinsip Frank Starling,
curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan besarnya
regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai
melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun
kembali. Contoh keadaan yang menimbulkan beban isian atau volum
yang berlebihan ialah insufisiensi aorta (beban volum ventrikel kiri),
insufisiensi mitral (beban ventrikel kiri), insufisiensi trikuspid (beban
volum ventrikel kanan), transfusi berlebihan/overtransfusion (beban
volum ventrikel kiri dan kanan), hipervolemia sekunder (gangguan
ekskresi cairan), shunt dalam jantung.

c) Hambatan pengisian

Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke


dalam ventrikel atau pada aliran balik vena (venous return) akan

menyebabkan pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah


jantung menurun. Timbulnya hambatan pengisian ini dapat
disebabkan :
Primer : gangguan distensi diastolik, misalnya pada perikarditis
restriktif, tamponade jantung
Sekunder : gagal jantung akibat disfungsi miokard, peningkatan
beban tekanan, beban volum, atau kebutuhan metabolisme yang
berlebihan menyebabkan peninggian tekanan pada fase akhir
diastolik, yang menandakan menurunnya daya tampung ventrikel.
Contohnya pada stenosis mitral, stenosis trikuspid.
2.4 Patofisiologi
Gagal jantung mengacu pada ketidakmampuan curah jantung mengimbangi
kebutuhan tubuh untuk pasokan dan pengeluaran zat-zat sisa. Satu atau kedua
ventrikel dapat gagal kembali kepadanya, vena di belakang ventrikel yang sakit
tersebut akan tertimbun oleh darah. Gagal jantung dapat ditimbulkan oleh berbagai
sebab, tetapi dua yang tersering adalah (1) kerusakan otot jantung akibat serangan
jantung atau gangguan sirkulasi ke otot jantung dan (2) pemompaan terus menerus
melawan peningkatan kronik afterload, seperti akibat stenosis katup semilunaris atau
peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan.
Defek utama pada gagal jantung adalah penurunan kontraktilitas jantung;
yaitu,

kemampuan

instrinsik

jantung

untuk

menghasilkan

tekanan

dan

menyemprotkan volume sekuncup berkurang sehingga jantung bekerja di kurva


panjang-tegangan yang lebih rendah. Kurva Frank-Starling bergeser kearah bawah
dan kanan sedemikian rupa, sehingga untuk volume diastolic tertentu, jantung yang
sakit akan memompa lebih sedikit volume sekuncup daripada jantung normal yang
sehat.
Pada stadium-stadium awal gagal jantung, terdapat dua tindakan kompensasi
utama yang membantu memulihkan volume sekuncup ke tingkat normal. Pertama,
aktivitas simpatis ke jantung secara reflek meningkat, yang meningkatkan
kontraktilitas jantung ke arah normal. Namun, stimulasi simpatis hanya dapat
7

membantu melakukan kompensasi dalam periode waktu yang terbatas. Setelah


terpajan untuk jangka waktu yang lama, jantung menjadi kurang tanggap terhadap
norephinefrin, dan selain itu simpanan norephinefrin di jantung berkurang. Kedua,
jika curah jantung menurun, ginjal, sebagai usaha kompensasi untuk memulihkan
penurunan aliran udara ke ginjal, menahan lebih banyak garam dan air di dalam tubuh
ketika pembentukan urine untuk memperbesar volume darah. Peningkatan volume
darah yang beredar meningkatkan volume diastolic akhir. Hal ini menyebabkan
peningkatan peregangan serat-serat otot jantung memungkinkan jantung yang
melemah memompa volume sekuncup yang normal. Jantung sekarang memompa ke
luar darah yang kembali kepadanya, tetapi jantung tersebut bekerja pada panjang
serat otot yang lebih besar.
Seiring dengan progresivitas penyakit dan kontraktilitas jantung yang semakin
menurun, jantung mencapai suatu titik ketika jantung tidak lagi mampu menghasilkan
volume sekuncup yang normal (yaitu, tidak dapat memompa semua darah yang
kembali

padanya)

walaupun

terdapat

tindakan-tindakan

kompensasi.

Pada

kenyataannya seiring dengan peningkatan volume diastolik akhir, sebagai tindakan


kompensasi dan sebagaian karena lebih banyak darah yang dikembalikan ke jantung
daripada yang dipompa keluar, serat otot jantung menjadi teregang melibihi panjang
optimum mereka. Peregangan berlebihan ini dapat menurunkan kekuatan kontrasksi
sehingga volume sekuncup makin berkurang. Dengan demikian, timbul lingkaran
setan yang berakhir dengan kematian apabila tidak terdapat intervensi pengobatan.
Backward failure terjadi sewaktu darah yang tidak dapat masuk dan dipompa keluar
oleh jantung terus tertimbun di system vena. Forward failure terjadi secara simultan
sewaktu jantung gagal memompa darah dalam jumlah adekuat ke jaringan karena
volume sekuncup semakin lama semakin kecil. Kongesti di sistem vena adalah alasan
mengapa keadaan ini disebut sebagai gagal jantung kongestif.
Gagal jantung kiri menimbulkan konsekuensi yang lebih serius daripada gagal
jantung kanan (kelebihan cairan jaringan di paru) karena darah tertimbun di paru.
Penimbunan cairan di paru ini menurunkan pertukaran oksigen dan karbondioksida

antara udara dan darah di paru, sehingga oksigenasi arteri berkurang dan terjadi
peningkatan karbondioksida membentuk asam di dalam darah. Selain itu, salah satu
konsekuensi serius dari gagal jantung kiri adalah kurangnya aliran darah ke ginjal
yang semakin menimbulkan masalah. Pertama, fungsi ginjal tertekan dan, kedua
ginjal menahan lebih banyak garam dan air di dalam tubuh selama pembentukan
urine sebagai usaha untuk memperbesar volume plasma agar aliran darah ke ginjal
membaik. Retensi cairan yang berlebihan semakin memperburuk masalah kongesti
vena yang sudah ada.
2.5 Gejala klinis Gagal Jantung Kongestif
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,
beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat,
apakah bunyi jantung III, pulsus alternan. Gagal jantung kanan dapat terjadi karena
gangguan atau hambatan daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup kedua
ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung.
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri dapat terjadi karena
adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri, biasanya ditemukan keluhan
berupa perasaan badan lemah, berdebar-debar, sesak, batuk, anoreksia, keringat
dingin. Tanda obyektif yang tampak berupa takikardi, dispnea, ronki basah paru di
bagian basal kanan menurun, tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri,
biasanya gejala yang ditemukan berupa edema tumit dan tungkai bawah,
hepatomegali, lunak dan nyeri tekan; bendungan pada vena perifer (vena jugularis),
gangguan gastrointestinal dan asites. Keluhan yang timbul berat badan bertambah
akibat penambahan cairan badan, kaki bengkak, perut membuncit, perasaan tidak
enak di epigastrium.
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :
a. Gejala paru berupa : dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal

dyspnea.
b. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah,

asites, hepatomegali, dan edema perifer.

c. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk

sampai delirium.
Pada kasus akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang
meliputi : dyspnea, orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa,
kadang-kadang hemoptisis, ditambah gejala low output seperti : takikardi, hipotensi
dan oliguri beserta gejala-gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya seperti
keluhan angina pectoris pada infark miokard akut. Apabila telah terjadi gangguan
fungsi ventrikel yang berat, maka dapat ditemukan pulsus alternan. Komplikasi yang
dapat terjadi sehubungan dengan penyakit ini antara lain: terjadi syok kardiogenik
akibat disfungsi nyata, trombosisi vena dalam karena pembentukan bekuan vena
karena stasis darah, toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
Tanda khas pada auskultasi ialah adanya bunyi jantung ketiga (diastolik
gallop). Dapat pula terdengar bising apabila terjadi dilatasi ventrikel pada paru
hampir selalu terdengar ronki basah.
Pada fotothoraks sering ditemukan pembesaran jantung dan tanda-tanda
bendungan paru. Apabila telah terjadi edema paru, dapat ditemukan gambaran kabut
di daerah perihiler, penebalan interlobar fissure (kerleys line) sedangkan kasus yang
berat dapat ditemukan efusi pleura.
Berdasarkan gejala sesak nafas, New York Heart Association (NYHA)
membagi gagal jantung kongestif menjadi empat kelas yaitu :
Kelas 1 : aktivitas sehari-hari tidak terganggu. Sesak timbul jika melakukan
kegiatan fisik yang berat
Kelas 2 : aktivitas sehari-hari terganggu sedikit
Kelas 3: aktivitas sehari-hari terganggu. Merasa nyaman pada waktu istirahat.
Kelas 4 : walaupun istirahat terasa sesak.
2.6

Pemeriksaan penunjang
Prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan untuk mengetahui tingkat

kerusakan Gagal jantung kongestif harus mempertimbangkan tentang keselamatan,


asas manfaat serta biaya yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan pemeriksaan
10

yang bersangkutan. Sebagai contohnya yaitu, jika dengan tindakan infasif


(echocardiogram) saja kelainan yang terjadi dapat terjawab, maka hanya ada sedikit
alasan untuk melakukan pemeriksaan dengan harga yang lebih mahal dan beresiko
seperti radioisotope. Macam-macam pemeriksaan yang bisa menunjang dalam
menegakkan diagnosa pada penyakit gagal jantung kongestif adalah:
1. Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan ini befungsi untuk mengetahui adanya hipertrofi atrial atau


ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola.
2. Rontgen dada

Menunjukkan adanya pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan


dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau
peningkatan tekanan pulmonal
3. Scan jantung

Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.


4. Kateterisasi jantung

Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan


gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta
mengkaji potensi arteri koroner.

2.7

Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif


Penatalaksanaan GJK, dalam hal ini pengobatan, tidak saja ditujukan
dalam memperbaiki keluhan tetapi juga diupayakan pencegahan agar tidak

11

terjadi perubahan disfungsi jantung yang asimptomatik menjadi gagal jantung


yang simptomatik. Penatalaksanaan GJK dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Penatalaksanaan Nonfarmakologis
a. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan

konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.


b. Diet pembatasan natrium

Pada pasien dengan dengan diet natrium yang sangat rendah (1g),
pembatasan air bebas juga diperlukan untuk mencegah hiponatremia
simtomatik.
c. Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena

efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium


d. Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
e. Olah raga ringan secara teratur
2. Penatalaksanaan farmakologis
a. First line drugs; diuretic

Tujuan: mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi


kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic.
Obatnya adalah: thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic,
metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan pengeluaran
cairan), Kalium-Sparing diuretic
b. Second Line drugs; ACE inhibitor
Tujuan; membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung.
Obatnya adalah Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak
digunakan untuk kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan
pengembangan ventrikel untuk relaksasi Hidralazin; menurunkan afterload
pada disfungsi sistolik.Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan
afterload untuk disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi
sistolik.

12

Calsium Channel Blocker: untuk kegagalan diastolic, meningkatkan


relaksasi dan pengisian dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF
kronik).
Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard.
Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR, mencegah
iskemi miocard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel kiri.
3. Pendidikan kesehatan
a. Informasikan pada klien, keluarga dan pemberi perawatan tentang

penyakit dan penanganannya.


b. Informasi difokuskan pada: monitoring BB setiap hari dan intake

natrium.
c. Diet yang sesuai untuk lansia CHF: pemberian makanan tambahan

yang banyak mengandung kalium seperti; pisang, jeruk, dll.


d. Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi

dengan bantuan terapis.

BAB 3
WOC (Web Of Caution)

Tekanan berlebih

Volume berlebih

Disfungsi
miokard
Kegagalan
miokard

Abnormalitas miokard

Mekanisme
kompensasi

othe
r

13

Mekanisme
kompensasi

Kegagalan
pompa
Down
regulation of
beta receptor

Diastolic
dysfunction
failure
Increased
ventricular
diastolic pressure

peripheral
vasocontriction

pulmonary
capillary
pressure
congestion

peripher
al
Edema

pulmonary
Dyspnea

CO
reserve

effective
arterial
blood
volume

sympatetic
activity

peripheral
capilary
pressure

Systolic
dysfunctio
n failure

arginine
vasopres

Renal
vasoconstriction;
redistribution of
flow; filtration
fraction

BAB 4

Periphera
l
resistanc
Rennin
angioten
sin

aldosteron
Na+,
H2O
retensi

plasma

Fatigue, renal
dysfunction,
confusion,
anorexia

vascular
stiffnes

atrial
natriuret
ic
peptide
Atrial
distention

Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gagal Jantung Kongestif

Dasar data pengkajian pasien


Pengkajian dilakukan dengan memeriksa :
1. Aktivitas/ istirahat
Apakah pasien mengalami: keletihan/ kelelahan terus menerus
sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada
saat istirahat atau pengerahan tenaga ?
Tanda: gelisah, perubahan status mental, misal letargi. Tanda vital
berubah pada saat aktivitas.
2. Sirkulasi
Pasien mempunyai riwayat Hipertensi, IM akut/ baru, serangan GJK
sebelumnya, penyakit katup jantung, bedah jantung, endokarditis,
14

SLE, anemia, syok septik. Bengkak pada kaki, telapak kaki,


abdomen Sabuk terlalu ketat (pada gagal bagian kanan).
Tanda:
3. Integeritas ego
Pasien mengalami: ansietas, kuatir, takut, stress yang berhubungan
dengan penyakit atau keprihatinan finansial (pekerjaan/ biaya
perawatan medis).
Tanda: terdapat berbagai manifestasi perilaku, misalnya: ansietas,
marah, ketakutan, mudah tersinggung.
4. Eliminasi
Pasien mengalami: penurunan jumlah urin, urin berwarna gelap,
berkemih malam hari (nokturia), diare/ konstipasi.

5. Makanan/ cairan
Pasien mengalami: kehilangan nafsu makan, mual/ muntah,
penambahan berat badan yang signifikan, pembengkakan pada
ekstrimitas bawah, pakaian/ sepatu terasa sesak, penggunaan
diuretik, diet tinggi garam/ makanan yang telah diproses, lemak
,gula dan kafein.
Tanda: penambahan berat badan secara cepat, distensi abdomen,
edema.
6. Higiene
Pasien mengalami keletihan/ kelemahan dan kelelahan selama
aktivitas perawatan diri.
Tanda: penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neuro sensori
Pasien mengeluh merasa lemah, pening dan sering pingsan.
15

Tanda: letargi,kusut pikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah


tersinggung.
8. Nyeri/ kenyamanan
Pasien mengeluh sering mengalami nyeri dada, angina akut atau
kronis. Nyeri abdomen kanan atas. Sakit pada otot.
Tanda: tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri),
perilaku melindungi diri.
9. Pernapasan
Pasien mengalami: dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau
beberapa bantal, batuk dengan/ tanpa pembentukan sputum,riwyat
penyakit paru kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
Tanda:
Pernapasan:

takipnea,

napas

dangkal,

pernapasan

labored,

penggunaan otot aksesori pernapasan, nasal flaring.


Sputum: mungkin bersemu darah, merah muda atau berbuih (edema
pulmonal).
Batuk: kering/ nyaring/ non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/ tanpa pembentukan sputum.
Bunyi napas: mungkin tidak terdengar atau dengan krakles basilar
dan mengi.
Fungsi mental: mungkin menurun, letargi, kegelisahan.
Warna kulit: pucat atau cyanosis.
10. Keamanan
Pada pasien ditemukan: perubahan dalam fungsi mental, kehilangan
kekuatan/ tonus otot, kulit lecet.
11. Interaksi sosial
Pasien mengalami penurunan kaikutsertaan dalam aktivitas sosial
yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran/ pengajaran

16

Pasien lupa cara menggunakan obat-obat jantung, misalnya:


penyekat saluran kalsium.
Tanda: bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan.
13. Pemeriksaan diagnostik
Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul:
1. Curah jantung, menurun b.d perubahan kontraktilitas miokardial/
perubahan inotropik d.d peningkatan frekuensi jantung disritmia,
perubahan gambaran pola EKG.
2. Intoleran aktifitas b.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen/
kebutuhan d.d kelemahan, kelelahan, dispnea, pucat, berkeringat.
3. Kelebihan volume cairan b.d menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/ meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/ air.
4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b.d perubahan membran
kapiler-alveolus, contoh pengumpulan atau pemindahan cairan
kedalam area intersisial/ alveoli.
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integeritas kulit b.d tirah baring
yang lama.
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan program pengobatan b.d
kurang pemahaman/ kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung/ penyakit d.d pertanyaan, pernyataan masalah/ kesalahan
persepsi.

Contoh Asuhan Keperawatan


Diagnosa Keperawatan:
Curah jantung, menurun b.d perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan
$inotropik

d.d peningkatan frekuensi jantung disritmia, perubahan gambaran pola

EKG.
17

Kriteria Hasil:
1. Pasien menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima
(disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (misal:
parameter hemodinamik dalam batas normal, keluaran urin adekuat).
2. Pasien melaporkan adanya penurunan dispneu, angina.
3. Pasien mampu ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja
jantung.
Intervensi/ Tindakan keperawatan
Tindakan/ Intervensi

Rasional
1. Berikan oksigen tambahan denganMeningkatkan
kanula nasal/ masker sesuai indikasi

sediaan

oksigen

untuk

kebutuhan miokard untuk melawan efek

hipoksia/ iskemia
2. Berikan istirahat semi rekumben pada Istirahat fisik harus dipertahankan selama
tempat tidur atau kursi

GJK

untuk

kontraksi

memperbaiki

jantung

dan

efisiensi

menurunkan

kebutuhan/ konsumsi oksigen miokard dan


kerja berlebihan
3. Pemberian cairan IV, pembatasanKarena adanya
jumlah total sesuai indikasi. Hindari ventrikel
pemberian garam

kiri,

peningkatan
pasien

tidak

tekanan
dapat

mentoleransi peningkatan volume cairan


(preload). Pasien GJK juga mengeluarkan
sedikit natrium yang menyebabkan retensi

4. Siapkan pembedahan sesuai indikasi

cairan dan meningkatkan kerja miokard


GJK sehubungan dengan aneurisma
ventikuler atau disfungsi katup dapat
membutuhkan

aneurisektomi

atau

penggantian katup untuk memperbaiki


5. Pantau/ Ganti elektolit

kontraksi/ funsi miokard


Perpindahan cairan dan

penggunaan

diuretik dapat mempengaruhi elektolit

18

(khususnya Kalium dan klorida) yang


6. Berikan obat sesuai indikasi

7. Berikan istirahat psikologis

mempengaruhi irama jantung.


Banyaknya obat dapat digunakan untuk
meningkatkan

volume

memperbaiki

kontraktilitas

sekuncup,
dan

menurunkan kongesti
Stres emosi menghasilkan vasokontriksi
yang meningkatkan TD dan meningkatkan
frekuensi/ kerja jantung

Diagnosa keperawatan :
Intoleran aktifitas b.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen/ kebutuhan d.d
kelemahan, kelelahan, dispnea, pucat, berkeringat.
Kriteria hasil:
1. Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan diri
sendiri.
2. Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh
menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda vital DBN selama aktifitas.

Intervensi/Tindakan keperawatan

Tindakan
1. Berikan

Rasional
aktivitas

1. Pemenuhan kebutuhan perawatan diri

perawatan diri sesuai indikasi. Selingi

pasien tanpa mempengaruhi stress

periode

miokard/kebutuhan

bantuan
aktivitas

dalam
dengan

periode

istirahat.
2. Implementasikan program rehabilitasi
jantung/aktivitas.

oksigen

berlebihan.
2. Peningkatan bertahap pada aktivitas
menghindari kerja jantung/konsumsi

19

oksigen berlebihan. Penguatan dan


perbaikan funsi jantung di bawah
stress, bila disfungsi jantung tidak
dapat membaik kembali.

Diagnosa keperawatan :
Kelebihan volume cairan b.d menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya
curah jantung)/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/ air.
Kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan

pengeluaran, bunyi napas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima, berat badan stabil, dan tidak ada edema
2. Menyatakan pemahaman tentang/pembatasan cairan individual

Intervensi/Tindakan keperawatan
Tindakan/intervensi

Rasional

1. Pertahankan duduk atau tirah baring

1. Posisi terlentang meningkatkan filtrasi

dengan posisi semifowler selama masa

ginjal dan menurunkan produksi ADH

akut.

sehingga menigkatkan diuresis

2. Timbang badan setiap hari

2. Catat perubahan ada/hilangnya edema


sebagai

respon

Peningkatan

2,5

terhadap
kg

terapi.

menunjukkan

kurang lebih 2 L cairan. Sebaliknya,


diuretik dapat mengekibatkan cepatnya
kehilangan/ perpindahan cairan dan
kehilangan berat badan.
3. Selidiki keluhan dispnea ekstrim tiba-

3. Dapat

menunjukkan

terjadinya

tiba kebtuhan untuk bangun dari

komplikasi (edema paru/emboli) dan

duduk, sensasi sulit bernapas, rasa

berbeda dari ortopnea dan dispnea

20

panik atau ruangan sempit

nokturnal paroksimal yang terjadi


lebih cepat dan memerlukan intervensi
segera

4. Berikan makanan yang mudah dicerna,

4. Penurunan

porsi kecil dan sering

motilitas

gaster

dapat

berefek merugikan pada digestive dan


absorbsi. Makan sdikit dan sering
dapat meningkatkan digesti/ mencegah
ketidaknyamanan abdomen

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Yang menjadi ciri khas pada gagal jantung kongestif adalah adanya suatu
sindrom klinik yang disebabkan oleh berkurangnya volume pemompaan jantung
untuk

keperluan

relatif

tubuh,

disertai

hilangnya

curah

jantung

dalam

mempertahankan aliran balik vena. Hal ini sekaligus berakibat bendungan balik darah
ke dalam sistem vena dan bersamaan terjadinya pengurangan pengisian percabangan
arteri.
5.2 Saran
1. Sebagai perawat profesional hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan
secara tepat khususnya terhadap pasien gagal jantung kongestif.
2. Agar mampu berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain pada saat memberikan
pelayanan kepada pasien, sebagai perawat kita harus mengetahui dasar-dasar
penyakit jantung dan respon pasien saat menjalani terapi.

21

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda J. 2003.Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan edisi 2.
Jakarta: EGC
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta: EGC
Karim,Dr.Sjukil dan Dr. Peter kabo.1996.EKG dan Penanggulangan Beberapa
Penyakit Jantung Untuk Dokter Umum.Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Schlant, Robert C dkk.1994. The Heart eight edition. New York: MC Graw. Hill INC
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia edisi 2. Jakarta: EGC
http://astaqauliyah.com
http://emedicine.com//

22

Anda mungkin juga menyukai