Anda di halaman 1dari 53

1

LAPORAN KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA


LONG CASE
DIABETES MELITUS TIPE II

Preceptor Fakultas
: dr. Joko Mulyanto, M.Sc
Preceptor Lapangan : dr. Tulus Budi Purwanto

Disusun Oleh
Fikri Fajrul Falah
G4A013013

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2014

HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA

DIABETES MELITUS TIPE II


Disusun Oleh :
: Fikri Fajrul Falah
: G4A013013

Nama
NIM

Disusun untuk memenuhi laporan kepaniteraan kedokteran keluarga


Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

Telah diperiksa, disetujui dan disahkan:


Hari
:
Tanggal
:
September 2014

Preseptor Lapangan

Preseptor Fakultas

Tanda tangan dan stempel institusi

Tanda Tangan

dr. Tulus Budi Purwanto

dr. Joko Mulyanto, M.Sc

NIP. 19820327.200903.1.006

NIP. 19790502.200312.1.001

BAB I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga

: Tn. Kaslim

Alamat lengkap

: Desa Bnateran 04/05 Kec. Wangon, Kab. Banyumas.

Bentuk Keluarga

: Nuclear Family

Tabel 1. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah


No
Nama
Status L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
1.
2.
3.

Tn.
Kaslim
Ny.
Karsem
An. Tias

KK

50 th

SD

Supir

Pasien
Klinik
DM

Istri

48 th

SD

IRT

Anak

12 th

SD

Pelajar

Sumber : Data Primer, 5 September 2014


Kesimpulan :
Keluarga Tn. K merupakan keluarga inti atau Nuclear Family. Tn .K menderita
penyakit Diabetes Melitus Tipe II.

BAB II
STATUS PENDERITA

Ket

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Tn. K

Umur

: 50 tahun

Jenis kelamin

: laki-laki

Status

: Sudah menikah

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Kewarganegaraan

: Indonesia

Pekerjaan

: Supir

Pendidikan

: SD

Penghasilan/bulan

: Rp 1.000.000

Alamat

: Desa Banteran 05/04 Kec.Wangon,


Kab. Banyumas.

Tanggal periksa

: 5 September 2014

B. ANAMNESIS
1.

Keluhan Utama

Baal pada ujung-ujung jari kaki

Sering kencing di malam hari,

dan tangan
2.

Keluhan Tambahan
mudah lelah
3. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang sendiri ke puskesmas dengan keluhan baal pada ujung jari
kaki dan tangan sejak bulan yang lalu, keluhan dirasakan sepanjang hari.
Karena baal nya pasien tidak dapat membedakan permukaan benda dengan
ujung jari kaki maupun tangan. Selain itu pasien juga mengeluhkan sering
buang air kecil dimalam hari. Pasien juga mudah lelah, serta penglihatan
kabur.

4.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit

: pasien mengaku menderita DM sejak 4

tahun yang lalu

Riwayat mondok

: Disangkal

Riwayat alergi obat/makanan

: Disangkal

Riwayat pengobatan

: mempunyai obat DM (Metformin) di

rumah tapi tidak rutin di konsumsi, namun 3-4 minggu sekali


memeriksakan gula darah sewaktu

5.

6.

Riwayat operasi

: Disangkal

Riwayat hipertensi

: Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa

: Disangkal

Riwayat DM

: Disangkal

Riwayat Sosial dan Exposure

Community

: Pasien dalam kesehariannya tinggal

dalam lingkungan keluarga yang di dalamnya terdapat


3 orang, yaitu pasien, istri serta anak.

Home : Rumah pasien tidak memenuhi kriteria rumah


sehat, jumlah ventilasi kurang, kelembaban tidak baik,
pencahayaan kurang, memiliki lantai dari tanah, tembok
dari kayu, ayam berkeliaran didalam rumah.

Hobby

pasien tidak memiliki hobby yang

spesifik

Occupational : sebagai supir, pasien bekerja dari pagi


sampe sore hingga storan cukup

Personal habit :

pasien

mengaku

tidak

terbiasa

melakukan olahraga secara teratur, dengan alasan sudah


mengganti waktu olahraganya dengan pekerjaanya yang
berkeringat setiap hari.

Diet

: pasien memiliki pola makan yang baik

untuk pasien DM, pasien mengurangi mengkonsumsi


nasi, disertai makan sayur-sayuran seperti kangkung dan
buncis, dan lauk pauk sederhana seperti tahu, tempe dan
telur ayam. Pasien mengaku mengurangi asupan gula.
Namun, dimasa lalu (sebelum mengetahui dirinya
menderita DM) Tn. K memiliki pola makan yang tidak
terkontrol, BB masa lalu mencapai 60 kg

Drug

: pasien memiliki obat DM (Metformin)

tapi tidak rutin dikonsumsi, pasien sudah beberapa kali


memeriksa gula darah sewaktu 250 mg/dL.
7.

Riwayat Gizi
Pasien makan sebanyak 3 x sehari. pasien mengurangi mengkonsumsi
nasi. Pasien makan disertai makan sayur-sayuran seperti kangkung dan buncis,
dan lauk pauk sederhana seperti tahu, tempe dan telur ayam.

8.

Riwayat Psikologi
Pasien termasuk orang yang memiliki sifat terbuka. Apabila ada
masalah, pasien senang menceritakan masalah pribadinya kepada istrnya.
Penyakit tampak tidak mengganggu psikologis pasien. Namun penyakit ini
mengganggu aktifitasnya. Sehingga pasiem berharap penyakitnya dapat
sembuh. Terkadang pasien takut penyakitnya semakin parah.

9.

Riwayat Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas bawah. Pekerjaan suami
pasien sebagai supir. Sedangkan istri hanya sebagai ibu rumah tangga

10.

Riwayat Demografi
Hubungan antara pasien dengan keluarganya dapat dikatakan harmonis.
Hal tersebut dapat terlihat dari cara berkomunikasi pasien dengan istri dan
anak nya yang tampak baik.

11.

Riwayat Sosial

Penyakit yang diderita pasien dirasakan mengganggu aktivitas karena


membatasi aktivitasnya sebagi supir, selain itu pasien harus rutin minum obat
dan kontrol ke puskesmas atau rumah sakit. Hubungan pasien dengan
tetangganya terjalin dengan baik. Hal tersebut dapat diketahui karena
banaknya tetangga yang berkunjung ke rumah pasien.
12.

Family Genogram

Tn S
64 th

Ny K
62 th

Ny M
60 th

Tn K Ny S Tn S
58 th 54 th 52 th

Tn N
46 th

Tn K
50 th

Ny W Nn N
27 th 24 th

Nn S
22 th

Ny K
48 th

An T
12 th

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meinggal
: Pasien
: Tinggal serumah

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Baik, kesadaran Compos Mentis, status gizi kesan kurang.
2. Tanda Vital
a.

Tekanan darah : 110/70 mmHg

b.

Nadi

c.

RR

: 76 x /menit, regular
: 20 x /menit

d.

: 36,4O C

Suhu

3. Status gizi
a.

BB

: 50 kg

b.

TB

: 165 cm
: kurang (IMT=18.4 kg/m2)

Kesan status gizi

4. Kulit

: Sianosis (-), turgor kulit

kembali cepat (<1 detik), ikterus


(-)
5. Kepala
6. Mata

: Bentuk kepala normal

: Edema palpebra (-/-), konjunctiva anemis (-/-), sklera


ikterik (-/-), air mata (+), mata cekung (-/-)

7. Telinga

: Bentuk normal, sekret (-/-)

8. Hidung

: Napas cuping hidung (-), sekret (-/-)

9. Mulut

: Bibir sianosis (-), mulut basah (+), Lidah kotor (-)

10. Tenggorokan

: Radang (-)

11. Leher

: Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar limfe

(-)
12. Thoraks
Jantung

Inspeksi

: Bentuk dada normal simetris, benjolan (-), jejas (-),


lesi (-)

Auskultasi

: Bunyi jantung normal, bising (-), denyut jantung


reguler

Palpasi

: Nyeri tekan (-), thril (-)

Perkusi

: Kardiomegali (-),

Pulmo

Inspeksi

: Bentuk dada normal simetris, retraksi (-), gerakan


paru simetris, benjolan (-), jejas (-), lesi (-)

Palpasi

: Nyeri tekan (-), retraksi (-)

Perkusi

: Sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri

Auskultasi

: Vesikular normal, wheezing (-)


13. Punggung

14. Abdomen

: skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Inspeksi

: Datar, asites (-), benjolan (-), lesi (-), jejas (-), tanda
radang (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Palpasi

: Nyeri tekan pada ulu hati (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani normal

15. Genitalia

: Tidak dilakukan

16. Anorektal

: Tidak dilakukan

17. Ekstremitas

Superior

: Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)

Inferior

: Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)

18. Pemeriksaan Neurologik


Fungsi Luhur

: Dalam batas normal

Fungsi Vegetatif

: Dalam batas normal

Fungsi Sensorik

: hipestesi ujung-ujung jari kaki dan tangan

Fungsi motorik

KM

RF

+ +
+

RP

19. Pemeriksaan Psikiatrik


Penampilan

: Sesuai umur, perawatan diri cukup

Kesadaran

: Kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis

Afek

: Appropriate

Psikomotor

: Normoaktif

Insight

: Baik

10

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Disarankan untuk melakukan pemeriksaan penunjang:
1. Cek GDS teratur untuk monitor kadar gula darah. Pemeriksaan kadar gula
darah sewaktu terakhir 1 minggu yang lalu adalah sebesar 278 mg/dl.
F. RESUME
Penderita Tn. K usia 50 tahun, tinggal dalam satu rumah bersama istri, dan
anak sehingga bentuk keluarga disebut nuclear family. Diagnosis pasien adalah
Diabetes Melitus tipe 2. Kondisi psikologi keluarga cukup baik, yang terlihat dari
komunikasi antara pasien dan keluarga. Status ekonomi pasien termasuk kelas
rendah. Tidak cukup memenuhi kriteria rumah sehat.
G. DIAGNOSTIK HOLISTIK
1. Aspek Personal
Pasien mengeluh baal pada ujung-ujung jari tangan dan kaki yang sudah
berlangsung selama 1 bulan yang dirasa mengganggu aktivitas.
Idea

: Pasien berharap penyakitnya dapat segera sembuh.

Concern

: Pasien merasa penyakitnya mengganggu aktifitasnya dalam


kehidupannya sehari-hari.

Expectacy

Pasien mempunyai harapan penyakitnya dapat segera


disembuhkan dan mendapatkan obat yang efisien untuk terapi
penyakit Diabetes Melitusnya sehingga apabila kesehatannya
sudah pulih pasien dapat beraktivitas seperti sediakala.

Anxiety

: Pasien merasa takut akan penyakitnya tidak kunjung sembuh


dan penyakitnya semakin parah.

2. Aspek Klinis
Diagnosa

: Diabetes Melitus Tipe II

Gejala klinis : lemes, hipestesi, dan poliuri


3. Aspek Faktor Resiko Intrinsik Individu

11

Apabila ditinjau dari faktor usia, usia pasien merupakan usia yang sudah
memasuki masa rentan untuk mengidap penyakit DM tipe II. Usia seseorang
yang telah memasuki usia 50 tahun keatas memiliki kecenderungan mengidap
penyakit DM tipe II lebih tinggi dari pada yang berusia kurang dari 50 tahun.
Kebiasaan hidup pasien yang tidak baik seperti jarang berolah raga dan dulu
gemar makan berlebih juga merupakan faktor resiko intrinsik untuk
munculnya penyakit DM tipe II.
4. Aspek Faktor Resiko Ekstrinsik Individu
Pelayanan kesehatan di sekitar rumah pasien cukup mudah dijangkau,
hal ini dikarenakan rumah pasien dekat dari sarana pelayanan kesehatan
seperti dokter umum dan puskesmas. Pasien menyelesaikan mendidikan
sampai jenjang sekolah dasar (SD) sehingga tingkat pengetahuan yang rendah
dapat mempengaruhi penyakit pasien. Pasien berasal dari golongan ekonomi
kelas rendah. Hal tersebut membuat pasien terkadang terlambat dalam
mengakses pelayanan kesehatan.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Pasien mengeluh baal, lemas, poliuri dan penyakit DM-nya dirasa
cukup mengganggu pekerjaan pasien sebagai supir dan beraktivitas dirumah.
Skala penilaian fungsi sosial adalah 2, pasien membatasi aktivitas bekerja
sebagai supir.
F. PENATALAKSANAAN
1.

Pengobatan Fokus Pasien


a.

Promotif
1) Menghimbau untuk melakukan perilaku sehat seperti berolahraga, pola
makan sehat, serta memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang
ada
2) Edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien seperti perjalanan
penyakit DM, perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkala, pengobatan serta komplikasinya.

12

b.

Preventif
1) Olah raga secara teratur seperti bersepeda santai dan jogging minimal
3 kali dalam seminggu selama kurang lebih 30 menit.
2) Membatasi asupan gula, asupan gula maksimal adalah 1 sendok teh,
jadi pemberian gula sebagai bumbu masakan masih isa ditolelir.

c.

Kuratif
1) Metformin 500 mg tablet 3x1
2) Vitamin B compleks tablet 2x1

d.

Rehabilitatif
Tetap rutin untuk konsumsi obat diabetes, dan secara teratur
kontrol ke pelayanan kesehatan.

2. Pengobatan Fokus Keluarga


a.

Keluarga hendaknya
bisa memilih makanan yang akan dimakan oleh Tn.K. Seperti mengurangi
makanan yang manis-manis

b.

Selama

menjalani

pengobatan dan kontrol di puskesmas, pasien mendapat dukungan


psikologis dari keluarga terutama istri yang sering mengingatkan pasien
untuk teratur minum obat dan kontrol ke puskesmas.
3. Pengobatan Fokus Komunitas
Untuk anak-anak Tn. K sebaiknya sedini mungkin menghindari
makanan yang bisa meningkatkan gula darah

H. FOLLOW UP
Jumat 5 September 2014
S : Keluhan baal belum berkurang, lemes (+), poliuri (+)
O : Keadaan umum tampak baik, mata cekung (-), air mata (+), mulut basah,
tidak tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik), nyeri tekan pada
bagian ulu hati (-),
VS

: Tensi

110/70

mmHg

RR

: 20 x/mnt, reguler

13

Nadi

: 76

x/mnt

Suhu : 36.6 C

A : Baal ujung-ujung jari kaki dan tangan


P : Habiskan obat yang diberikan, makan makanan berindeks gula rendah
dan bergizi, berolahraga secara teratur, penderita dianjurkan istirahat
cukup dan kontrol ke pelayanan kesehatan jika obat habis atau ada
keluhan.

Senin 8 September 2014


S : baal sudah berkurang, hilang timbul
O : Keadaan umum tampak baik, mata cekung (-), air mata (+), mulut basah,
tidak tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik), nyeri tekan
perut (-), anemia (-).
VS : Tensi : 120/70 mmHg
Nadi : 76 x/mnt

RR

: 20 x/mnt, reguler

Suhu : 36,5 C

A : Keluhan baal sudah berkurang,


P : Habiskan obat yang diberikan, makan makanan berindeks gula rendah
dan bergizi, berolahraga secara teratur, penderita dianjurkan istirahat
cukup dan kontrol ke pelayanan kesehatan jika obat habis atau ada
keluhan.
Sabtu, 20 September 2014
S : baal minimal
O : Keadaan umum tampak baik, mata cekung (-), air mata (+), mulut basah,
tidak tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik), nyeri tekan
perut (-), anemia (-).
VS : Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 76 x/mnt
GDS 158
A : baal minimal

RR

: 20 x/mnt, reguler

Suhu : 36,5 C

14

: Habiskan obat yang diberikan, makan makanan berindeks gula rendah


dan bergizi, berolahraga secara teratur, penderita dianjurkan istirahat
cukup kontrol ke pelayanan kesehatan jika obat habis atau ada keluhan

Kesimpulan :
Dari follow up yang telah dilakukan pada hari Jumat 5 September 2014, Senin
8 September 2014, dan Sabtu 20 September 2014 pasien mengalami
perkembangan ke arah yang lebih baik.

I. FLOW SHEET
Nama

: Tn. K

Diagnosis : Diabetes Melitus tipe 2


Tabel 2. Flow Sheet
No

Tgl

Problem

1.

5/9/
14

Baal
pada
ujungujung
jari kaki
dan
tangan

2.

8/0
9/1
4

baal
sudah
berkura
ng,
hilang
timbul

T
mmHg
110/70

N
x/1
76

BB
kg
50

TB Lab
165

120/70

76

50

165

Planning
Habiskan
obat yang
diberikan,
makan
makanan
berindeks
gula rendah
dan bergizi,
berolahraga
secara teratur,
penderita
dianjurkan
istirahat
cukup
Habiskan
obat yang
diberikan,
makan
makanan
berindeks
gula rendah

Target
Baal
berkurang

Gula darah
terkontrol,
gejala baal
hilang

15

3.

20/0
9/14

Problem
Number
1.

Baal
minimal

Approx.
Date of
Onset
5-08-14

120/80

76

50

165 GDS
158

dan bergizi,
berolahraga
secara teratur,
penderita
dianjurkan
istirahat
cukup
Habiskan
obat yang
diberikan,
makan
makanan
berindeks
gula rendah
dan bergizi,
berolahraga
secara teratur,
penderita
dianjurkan
istirahat
cukup

Gula darah
terkontrol,
gejala baal
hilang

MASTER PROBLEM LIST


Date
Active Problems Inactive/Resolved
Problem
Problems
Recorded
5-09-14
Hipestesi,
Hipestesi, poliuri,
poliuri, lemes
lemes

Date
Resolved
20-09-14

16

BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI HOLISTIK
1.

Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari penderita (Tn K), yang merupakan seorang
kepala rumah tangga dan Ny. K adalah istri dari Tn K, berumur 50 tahun.
Tn K dan Ny.K mempunyai 4 orang anak W (27 tahun), N (24 tahun), S
(22 tahun) dan T (12 tahun). W, N, S telah meninggalkan rumah karena
berkeluarga, sedangkan T masih sekolah. Keluarga Tn K merupakan
keluarga yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang kesehatan. Pada
awal diketahui menderita DM 4 tahun lalu, pasien mengeluhkan gejala
klasik

DM

(polidipsi,

polifagi,

poliuri)

dan

ditemani

suaminya

memeriksakan diri, dan kemudian didiagnosis menderita DM. Setelah itu


pasien sering control namun tidak rajin minum obat DM.
2.

Fungsi Psikologis
Hubungan pasien dan keluarga secara umum terjalin cukup baik,
terbukti dengan permasalahan-permasalahan yang ada diatasi dengan
bersama-sama dalam keluarga ini. Hubungan di antara mereka cukup dekat
satu sama lain. Tn K tinggal serumah dengan istrinya dan seorang anaknya.

3.

Fungsi Sosial

17

Tn K senang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Hubungan sosial


Tn K dengan tetangga dan masyarakat sekitar masih dapat dibilang baik,
meskipun sedang sakit.

Tn. K masih sering terlibat dalam kegiatan di

masyarakat.
4.

Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan


Penghasilan keluarga berasal dari Tn. K yaitu sebesar Rp 1.000.000
sebulan. Penghasilan ini dirasa masih mencukupi untuk keperluan hidup seharihari. Kadang Tn k juga mendapat penghasilan tambahan dari pekerjaan
tambahan. Biaya pengobatan pasien di Puskesmas dan Rumah Sakit
menggunakan fasilitas BPJS.

Kesimpulan :
Tn K merupakan seorang supir dan hanya tinggal di rumah dengan
istri dan seorang anaknya. Ibu K memiliki 2 orang anak. Keluarga Tn K
nampak harmonis. Tn K masih sering terlibat dalam kegiatan ke masyarakat.
Tn K berasal dari kalangan ekonomi rendah. Penghasilan berasal dari hasil
kerjanya sebagai supir dan juga pekerjaan tambahan. Tn K mengaku
penghasilanya masih bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
B. FUNGSI FISIOLOGIS (A.P.G.A.R SCORE)
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R
SCORE dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0.
A.P.G.A.R SCORE disini akan dilakukan pada masing-masing anggota keluarga
dan kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga secara
keseluruhan. Nilai rata-rata 1-5 = jelek, 5-7 = sedang, 8-10 = baik.
ADAPTATION
Dalam menghadapi masalah selama ini penderita selalu mendapatkan
dukungan berupa nasehat dari keluarganya. Jika penderita menghadapi suatu
masalah selalu menceritakan kepada suaminya. Penyakitnya ini kadang
mengganggu aktivitasnya sehari-hari sebagai ibu rumah tangga.

18

PARTNERSHIP
Komunikasi terjalin satu sama lain, meskipun waktu kebersamaan dirasa singkat.
Setiap ada permasalahan didiskusikan bersama dengan anggota keluarga lainnya,
komunikasi dengan suami dan anggota keluarga lainnya berjalan dengan baik.
GROWTH
Pasien merasa bersyukur masih dapat mengurusi kebutuhan rumah tangganya.

AFFECTION
Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan suami, anakanaknya dan cucu-cucunya berjalan dengan lancar. Pasien juga sangat menyayangi
keluarganya, begitu pula sebaliknya.
RESOLVE
Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien cukup, baik dari keluarga
maupun dari saudara-saudara.
A.P.G.A.R Tn K Terhadap Keluarga
A
P
G

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke


keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah
dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya
dan saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 9

Hampir
selalu

Kadang
-kadang

Hampir tidak
pernah

Tn K merupakan seorang supir, hasil penilaian APGAR didapatkan point 9.

19

A.P.G.A.R Nn. K Terhadap Keluarga


A
P
G

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke


keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah
dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya
dan saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 7

Hampir
selalu

Kadang
-kadang

Hampir tidak
pernah

Ny. K merupakan seorang IRT, hasil penilaian APGAR didapatkan point 7.


A.P.G.A.R SCORE keluarga pasien = (9+7)/2
=8
Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga pasien baik
Secara keseluruhan total poin dari A.P.G.A.R keluarga pasien adalah 16,
sehingga rata-rata A.P.G.A.R dari keluarga pasien adalah 8. Hal ini menunjukkan
bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga pasien berada dalam tingkatan
baik.

20

C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)


Fungsi patologis dari keluarga Ibu R dinilai dengan menggunakan S.C.R.E.E.M
sebagai berikut :
SUMBER
PATOLOGI
Social
Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga dengan saudara,
partisipasi mereka dalam kegiatan kemasyarakatan kurang aktif.
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat
dari pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga maupun di lingkungan,
banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara
yang bersifat hajatan, yasinan, mauludan, dll. Menggunakan bahasa jawa,
tata krama dan kesopanan.
Religion Pemahaman agama cukup. Penerapan ajaran juga baik, hal ini dapat
dilihat dari penderita dan keluarga yang rutin menjalankan sholat lima
waktu.
Economic Ekonomi keluarga ini tergolong rendah, untuk kebutuhan primer sudah
bisa terpenuhi, meski belum mampu mencukupi kebutuhan sekunder.
Rencana ekonomi tidak memadai, diperlukan skala prioritas untuk
pemenuhan kebutuhan hidup
Education Pendidikan anggota keluarga kurang memadai. Pendidikan dan
pengetahuan penderita kurang. Kemampuan untuk memperoleh dan
memiliki fasilitas pendidikan seperti buku dan koran terbatas.
Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga menggunakan pelayanan
Medical puskesmas dan tidak menggunakan kartu ASKIN untuk berobat.
Keterangan :

Social (-) artinya keluarga Tn K sudah berperan aktif dalam kegiatan


kemasyarakatan.

KET
-

21

Cultural (-) artinya keluarga Tn K masih aktif dalam pergaulan seharihari. Keluarga Tn K masih menganut tradisi jawa, hal ini terbukti keluarga Tn
K masih mengikuti tradisi yasinan, mauludan, menggunakan bahasa jawa, tata
krama dan kesopanan.

Religion (-) artinya keluarga Tn K sudah memiliki pemahaman agama


yang cukup

Economic (+) artinya ekonomi keluarga pasien masih tergolong


rendah, namun untuk memenuhi kebutuhan primer sudah bisa tercukupi.

Education (+) artinya keluarga Tn. K telah memiliki pengetahuan


yang kurang, khususnya mengenai permasalahan kesehatan

Medical (-) artinya dalam mencari pelayanan kesehatan pasien sudah


baik, yaitu dengan langsung mengunjungi Puskesmas terdekat, tidak berobat ke
dukun atau yang semisalnya.

Kesimpulan :
Dalam keluarga Ibu K fungsi patologis yang positif adalah fungsi Fungsi
Ekonomi dan Edukasi.
D. Informasi Pola Interaksi Keluarga
Diagram 2. Pola Interaksi Keluarga Tn K
Tn. K

Ny K

22

Sumber : Data Primer, 5 September 2014


Keterangan :

hubungan baik

Kesimpulan :
Hubungan antara anggota keluarga di keluarga Ibu K dinilai cukup harmonis
dan saling mendukung.

BAB IV
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku
Perilaku di dalam keluarga ini sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan pada anggota keluarga, terutama perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan. Keluarga ini menyadari arti penting kesehatan, namun belum memiliki
standar hidup sehat. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan di bidang
kesehatan. Menurut anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat adalah
keadaan terbebas dari sakit yang dapat menghalangi aktivitasnya. Keluarga ini
menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka sakit, mereka menjadi
tidak dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan keluarga akan
berkurang. Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh kuman
atau bakteri, bukan dari guna-guna, sihir, supranatural atau takhayul. Mereka
tidak terlalu mempercayai mitos, apalagi menyangkut masalah penyakit, lebih
mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada dokter umum atau
kadang datang ke Puskesmas yang terletak dekat dengan rumah.
Pola makan Tn K sebelum mengetahui jika dia mengidap DM
merupakan salah satu faktor resiko yang bisa mencetuskan penyakit yang

23

sekarang beliau derita yaitu Diabetes Melitus. Sebelum sakit, setiap harinya
Tn K termasuk tipikal orang yang banyak makan. Selain itu, setiap harinya Tn
K gemar mengkonsumsi teh manis. Beliau mengkonsumsi teh kurang lebih 34 gelas per harinya.
2. Faktor Non Perilaku
Faktor genetik merupakan salah satu faktor non perilaku yang
memiliki andil paling besar terhadap kejadian penyakit diabetes mellitus yang
sekarang diderita oleh Tn K. Meskipun dari hasil anamnesis tidak didapatkan
keluarga yang mengalami keluhan serupa, belum tentu tidakada keluarga yang
menderita DMPengetahuan :

Lingkungan:
Kurangnya pengetahuan baik pasien itu sendiriDipandang
maupun keluarga
mengenai
penyakit
Faktor
diabetes
lingkungan
melitus
(dimasa
tidak
didapatkan
lampau).
suatu
faktor resiko yang berpen
dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga

menengah ke bawah. Keluarga ini memiliki satu sumber penghasilan yaitu


dari hasil kerja pasien
Rumah yang dihuni keluarga ini tidak bisa dikatakan sebagai rumah
sehat. dengan jumlah ventilasi yang kurang, kelembaban yang krang baik,
pencahayaan yang kurang, memiliki lantai dari tanah,serta hewan ternaknya
masih dibiarkan berkeliaran di dalam rumah..
Diagram 3. Faktor Perilaku dan Non Perilaku
Sikap:

Pelayanan Kesehatan:
Penderita mematuhi pola diet DM, namun tidak membiasakan berolahraga teratur, tidak patuh kontrol dan minum obat
Jika sakit menunda berobat ke dokter dan pusk
Keluarga Tn K

Tindakan:
Keluarga tidak mengontrol makan dan pengobatan penderita secara rutin.

Keturunan:
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit y

24

: Faktor Perilaku
: Faktor Non Perilaku
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 5x4 m2. Rumah pasien
dekat dengan rumah tetangganya. Tidak memiliki pekarangan rumah dan
pagar pembatas. Rumah ini mempunyai 1 lantai dan terdiri dari ruang tamu,
kamar tidur, beserta dapur. Lantai dari tanah, tembok dari kayu dan atap
rumah memakai genteng dan bagian dalam belum menggunakan langit-langit.
Memiliki sumber air bersih dari sumur timba milik pribadi. Jendela rumah
ditutup dengan kaca namun tidak bias dibuka.
2. Denah Rumah
Kamar mandi

Dapur
Kamar

Tempat
makan

Ruang tamu dan


tempat nonton tv

25

BAB V
DAFTAR MASALAH & PEMBINAAN KELUARGA
A. Masalah medis :
Diabetes Melitus Tipe 2
B. Masalah non medis :
1. Tn K merupakan tipikal orang yang malas atau bahkan hampir tidak pernah
berolahraga.
2. Tn K kurang memiliki kesadaran untuk kontrol tepat waktu, dan minum obat
sesuai aturan
3. Kondisi ekonomi keluarga adalah menengah ke bawah, untuk kebutuhan
primer dapat tercukupi tapi kebutuhan sekunder belum.
C. Diagram Permasalahan Pasien
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada
dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien).

1. Ibu K kurang memiliki kesadaran untuk kontrol dan minum obat DM sesuai waktu yang disarankan
2. Kondisi ekonomi menengah kebawah

Tn K 50 tahun
Diabetes Melitus Tipe 2

3.Aktivitas atau jarang berolahraga

26

D. Matrikulasi Masalah
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks (Azrul, 1996).
No.

Daftar Masalah

Jumlah
IxTxR

1.
2.
3.

Tn K kurang memiliki kesadaran


untuk kontrol dan minum obat
DM sesuai waktu yang disarankan
Kondisi
ekonomi
menengah
kebawah

P
5

S
5

SB
5

Tn K tidak berolahraga secara


teratur

Mn
4

Mo
4

Ma
5

585

360

507

Keterangan :
I

: Importancy (pentingnya masalah)

P : Prevalence (besarnya masalah)


S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)

27

Kriteria penilaian :
1

: tidak penting

: agak penting

: cukup penting

: penting

: sangat penting

E. Prioritas Masalah
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga Tn K
adalah sebagai berikut :
1. Tn K kurang memiliki kesadaran untuk kontrol tepat waktu, dan minum obat
sesuai aturan
2. Tn K merupakan tipikal orang yang malas atau bahkan hampir tidak pernah
berolahraga.
3. Kondisi ekonomi keluarga adalah menengah ke bawah, untuk kebutuhan
primer dapat tercukupi tapi kebutuhan sekunder belum.
Kesimpulan :
Prioritas masalah yang diambil dalam kasus DM tidak terkontrol yang dialami
oleh Ny K adalah kebiasaan Ibu K untuk menunda pergi ke pelayanan kesehatan
untuk kontrol, dan minum obat tidak sesuai aturan.
E. Rencana Pembinaan Keluarga
1.

Tujuan
Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan penderita dan keluarga lebih
memahami mengenai Diabetes Mellitus dan mengerti tentang dukungan dari
pihak keluarga sangatlah penting guna proses perawatan Tn. K yang
membutuhkan kedisiplinan dalam mengontrol penyakitnya.
Tujuan Khusus

28

Tujuan dari pembinaan keluarga ini adalah untuk memberikan pengertian


kepada pasien dan keluarga agar lebih memperhatikan pola hidup yang sehat
agar dapat mempertahankan kualitas hidup pasien dan mencegah timbulnya
penyakit DM pada anggota keluarga yang lain. Selain itu pembinaan ini
bertujuan agar pasien dan keluarga mengerti tentang penyakit DM, apa saja
faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit DM dan
bagaimana cara penatalaksanaan DM serta cara pembinaan tetang
pentingnya kedisiplinan mengontrol gula darah dan minum obat serta pola
hidup yang sehat.
2.

Materi
Materi yang akan diberikan kepada penderita dan keluarga pasien
adalah dalam bentuk penyuluhan dan edukasi mengenai modifikasi
pengertian, gejala dan tanda, faktor risiko timbulnya penyakit DM,
kegunaan/efek samping obat OHO dan cara pembinaan bagaimana
pentingnya pola hidup sehat bagi penderita DM.
Kunjungan pembinaan pembinaan keluarga :
Penjelasan dari penyakit DM?
Menjelaskan bahwa DM adalah penyakit yang tidak menular dan
merupakan penyakit keturunan, serta menjelaskan bahwa DM tidak dapat
disembuhkan namun bisa dikontrol.
Gejala dan tanda penyakit DM?
Menjelaskan bahwa penyakit memiliki tanda dan gejala yang khas yaitu
polidipsi (sering minum), polifagi (sering makan), dan poliuri (sering
kencing).
Apa saja faktor risiko penyakit DM?
Menjelaskan bahwa penyakit DM memiliki factor risiko antara lain
memiliki anggota keluarga yang menderita DM, melakukan pola hidup
yang salah yaitu pola makan yang salah dan juga jarang melakukan
aktivitas fisik dan olahraga.

29

Bagaimana mengontrol penyakit DM?


Menjelaskan bahwa penyakit DM bisa dikontrol oleh penderita. Tindakan
pengelolaan yang bisa dilakukan antara lain menormalkan kadar glukosa,
lemak, dan insulin di dalam darah serta memberikan pengobatan penyakit
kronis lainnya. Langkah yang dilakukan adalah diet, mengurangi kalori
dan meningkatkan konsumsi vitamin. aktivitas fisik, dan olahraga teratur.

Pentingnya melakukan pengobatan rutin?


Pasien dianjurkan pentingnya kedisiplinan dalam pengobatan DM
terutama jika sudah lama menderita DM (lebih dari 10 tahun). Hal ini
diperlukan untuk mengontrol kadar gula dalam darah. Bila telah dilalui
dengan baik, maka kemungkinan penyakit DM dapat dikontrol.
Komplikasi penyakit DM ?
Pasien diberi edukasi bahwa komplikasi dapat terjadi jika penyakit DM
tersebut tidak terkontrol dengan baik. Komplikasi yang dapat terjadi
antara lain adalah gangguan pembuluh darah otak (stroke), gangguan
penglihatan (retinopati diabetic), penyakit jantung koroner, gagal ginjal
(nefropati diabetic), gangrene, dan impotensi.
3.

Cara Pembinaan
Pembinaan dilakukan di rumah pasien dalam waktu yang telah
ditentukan bersama. Pembinaan dilakukan dengan cara memberikan
penyuluhan dan edukasi pada penderita dan keluarga, dalam suatu
pembicaraan santai sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima.

4.

Sasaran Individu
Sasaran dari pembinaan keluarga ini adalah pasien dan keluarganya.

5.

Target Waktu
1.

Hari

2.

Tanggal

: Jumat
: 17 September 2014

30

3.

Tempat

Desa

Banteran

Waktu

: 16:30 WIB

04/05

Wangon,

Banyumas
4.
6.

Cara Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan memberikan post test.
Evaluasi
1. Apa yang saudara ketahui tentang penyakit DM?
a.

Penyakit yang ditandai dengan meningkatnya


kadar gula darah melebihi normal.

b.

Penyakit yang ditandai dengan menurunnya


kadar gula darah hingga di bawah normal.

c.

Penyakit yang ditandai dengan keinginan


mengkonsumsi gula yang berlebihan.

2. Tanda dan gejala penyakit DM ?


a.

Pusing kepala

b.

Mual dan Muntah

c.

Banyak minum, banyak


makan dan banyak kencing

3. Menurut saudara apa saja factor risiko yang menyebabkan DM?


a.

Keturunan, jarang olahraga, dan pola makan


yang salah

b.

Mengkonsumsi gula secara berlebihan

c.

Merokok

4. Bagaimana cara mengontrol penyakit DM?


a. Berhenti merokok
b.

Istirahat

c. Olahraga, diet yang benar dan minum obat


5. Komplikasi penyakit DM antara lain ?
a. Nefropati, retinopati dan gangren
b. Penyakit jantung koroner dan impotensi

31

c. Semua jawaban diatas benar


Kunci Jawaban
1. A
2.C
3.A
4.C
5.C

BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat
tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
B. Kadar Gula Dalam Darah
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL
{millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l
{milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl.
Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan
mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan
mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai
normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang
mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.

32

Diagnosa Diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa
mencapai level 126 mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam
setelah puasa (minimal 8 jam) mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan
gula darah yang dilakukan secara random (sewaktu) dapat membantu diagnosa
diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai level antara 140 mg/dL dan 200
mg/dL, terlebih lagi bila diatas 200 mg/dl.
Tingkat kadar glukosa darah menentukan apakah seseorang menderita DM
atau tidak. Tabel berikut menunjukkan kriteria DM atau bukan :

Bukan DM
Gangguan Toleransi
Glukosa
DM

Puasa
Vena
< 100
Kapiler < 80
Vena 100 - 140
Kapiler 80 - 120
Vena
> 140
Kapiler > 120

2 Jam PP
Vena 100 - 140
Kapiler 80 120
Vena > 200
Kapiler > 200

C. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus


Tiga gejala klasik yang dialami penderita diabetes yaitu:
1. Banyak minum (Polidipsi)
2. Banyak kencing (Poliuri)
3. Banyak makan (Polifagi)
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau
kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah,
dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan
air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose),
sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah
ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :

33

1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)


2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekuensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Pada awalnya, kadang-kadang berat badan penderita diabetes naik.
Penyebabnya, kadar gula tinggi dalam tubuh. Maka perlu waspada apabila
keinginan minum kita terlalu berlebihan dan juga merasa ingin makan terus. Berat
badan yang pada awalnya terus melejit naik lalu tiba-tiba turun terus tanpa diet.
Gejala lain, adalah gangguan saraf tepi berupa kesemutan terutama di malam hari,
gangguan penglihatan, gatal di daerah kemaluan atau lipatan kulit, bisul atau luka
yang lama sembuh, gangguan ereksi pada pria dan keputihan pada perempuan.
D. Jenis Diabetes Melitus
Jenis Diabetes Mellitus secara garis besar dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana
tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil
insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak
ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan
pemberian

therapi

insulin

yang

dilakukan

secara

terus

menerus

berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat


mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes

34

tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula


darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anakanak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering
muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.
Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas, sebuah
kelenjar yang terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur
metabolisme glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa
menjadi glikogen yang disimpan di dalam hati dan otot.
Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas penderita DM tipe 1
bisa disebabkan oleh reaksi autoimun berupa serangan antibodi terhadap sel
beta pankreas.
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat
berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan
seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau
berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin
yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik
karena reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga
hanya sedikit glukosa yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami
kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi ini
dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan
pelbagai komplikasi.
Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten
terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita
diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan
beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet
diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon

35

penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan
untuk diberikan.
E. Komplikasi Diabetes Melitus
Jika tidak tepat ditangani, dalam jangka panjang penyakit diabetes bisa
menimbulkan berbagai komplikasi. Maka bagi penderita diabetes jangan sampai
lengah untuk selalu mengukur kadar gula darahnya, baik ke laboratorium atau
menggunakan alat sendiri. Bila tidak waspada maka bisa

berakibat pada

gangguan pembuluh darah a.l:


- Gangguan pembuluh darah otak (stroke),
- Pembuluh darah mata (gangguan penglihatan),
- Pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner),
- Pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta
- Pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).
Selain itu penderita diabetes melitus juga rentan terhadap infeksi, mudah terkena
infeksi paru, gigi, dan gusi serta saluran kemih.
Komplikasi lain yang sangat mungkin terjadi pada pasien diabetes mellitus
adalah:
1. Kardiopati diabetik
Kardiopati diabetik adalah gangguan jantung akibat diabetes. Glukosa
darah yang tinggi dalam jangka waktu panjang akan menaikkan kadar
kolesterol dan trigliserida darah. Lama-kelamaan akan terjadi aterosklerosis
atau penyempitan pembuluh darah. Maka bagi para penderita diabetes perlu
pemeriksaan kadar kolesterol dan trigliserida darah secara rutin.
Penyempitan pembuluh darah koroner menyebabkan infark jantung
dengan gejala antara lain nyeri dada. Karena diabetes juga merusak sistem
saraf, rasa nyeri kadang-kadang tidak terasa. Serangan yang tidak terasa ini
disebut silent infraction atau silent heart attack.
Kematian akibat kelainan jantung dan pembuluh darah pada penderita
diabetes kira-kira dua hingga tiga kali lipat lebih besar dibanding bukan

36

penderita diabetes., pengendalian kadar gula dalam darah belum cukup untuk
mencegah gangguan jantung pada penderita diabetes.
Sebagaimana rekomendasi Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) serta
perkumpulan sejenis di Eropa atau Indonesia (Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia/Perkeni), penderita diabetes diharapkan mengendalikan semua
faktor secara bersama-sama untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Tekanan darah harus diturunkan secara agresif di bawah 130/80
mmHg, trigliserida di bawah 150 mg/dl, LDL (kolesterol buruk) kurang dari
100 mg/dl, HDL (kolesterol baik) di atas 40 mg/dl. Hal ini memberi proteksi
lebih baik pada jantung.
2. Gangren dan impotensi
Penderita diabetes yang kadar glukosanya tidak terkontrol respons
imunnya menurun. Akibatnya, penderita rentan terhadap infeksi, seperti
infeksi saluran kencing, infeksi paru serta infeksi kaki.
Banyak hal yang menyebabkan kaki penderita diabetes mudah kena
infeksi, terkena knalpot, lecet akibat sepatu sesak, luka kecil saat memotong
kuku, kompres kaki yang terlalu panas. Infeksi kaki mudah timbul pada
penderita diabetes kronis dan dikenal sebagai penyulit gangren atau ulkus.
Jika dibiarkan, infeksi akan mengakibatkan pembusukan pada bagian
luka karena tidak mendapat aliran darah. Pasalnya, pembuluh darah penderita
diabetes banyak tersumbat atau menyempit. Jika luka membusuk, mau tidak
mau bagian yang terinfeksi harus diamputasi.
Penderita diabetes yang terkena gangren perlu dikontrol ketat gula
darahnya serta diberi antibiotika. Penanganan gangren perlu kerja sama
dengan dokter bedah. Untuk mencegah gangren, penderita diabetes perlu
mendapat informasi mengenai cara aman memotong kuku serta cara memilih
sepatu.
Impotensi juga menjadi momok bagi penderita diabetes, impotensi
disebabkan pembuluh darah mengalami kebocoran sehingga penis tidak bisa

37

ereksi. Impotensi pada penderita diabetes juga bisa disebabkan oleh faktor
psikologis atau gabungan organis dan psikologis.
3. Nefropati diabetik
Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran
selaput penyaring darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri dari jutaan unit
penyaring (glomerulus). Setiap unit penyaring memiliki membran/selaput
penyaring. Kadar gula darah tinggi secara perlahan akan merusak selaput
penyaring ini.
Gula yang tinggi dalam darah akan bereaksi dengan protein sehingga
mengubah struktur dan fungsi sel, termasuk membran basal glomerulus.
Akibatnya, penghalang protein rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin
(albuminuria). Hal ini berpengaruh buruk pada ginjal.
Menurut situs Nephrology Channel, tahap mikroalbuminuria ditandai
dengan keluarnya 30 mg albumin dalam urin selama 24 jam. Jika diabaikan,
kondisi ini akan berlanjut terus sampai tahap gagal ginjal terminal. Karena itu,
penderita diabetes harus diperiksa kadar mikroalbuminurianya setiap tahun.
Penderita diabetes tipe 1 secara bertahap akan sampai pada kondisi
nefropati diabetik atau gangguan ginjal akibat diabetes. Sekitar 5 sampai 15
persen diabetes tipe 2 juga berisiko mengalami kondisi ini.
Gangguan ginjal, menyebabkan fungsi ekskresi, filtrasi dan hormonal
ginjal terganggu. Akibat terganggunya pengeluaran zat-zat racun lewat urin,
zat racun tertimbun di tubuh. Tubuh membengkak dan timbul risiko kematian.
Ginjal juga memproduksi hormon eritropoetin yang berfungsi
mematangkan sel darah merah. Gangguan pada ginjal menyebabkan penderita
mengalami anemia.
Pengobatan progresif sejak dini bisa menunda bahkan menghentikan
progresivitas penyakit. Repotnya penderita umumnya baru berobat saat
gangguan ginjal sudah lanjut atau terjadi makroalbuminuria (300 mg albumin
dalam urin per 24 jam).

38

Pengobatan meliputi kontrol tekanan darah. Tindakan ini dianggap


paling penting untuk melindungi fungsi ginjal. Biasanya menggunakan
penghambat enzim pengonversi angiotensin (ACE inhibitors) dan atau
penghambat reseptor angiotensin (ARBs). Selain itu dilakukan pengendalian
kadar gula darah dan pembatasan asupan protein (0,6-0,8 gram per kilogram
berat badan per hari). Penderita yang telah sampai tahap gagal ginjal
memerlukan hemodialisis atau transplantasi ginjal.
Gejala nefropati diabetes baru terasa saat kerusakan ginjal telah parah
berupa bengkak pada kaki dan wajah, mual, muntah, lesu, sakit kepala, gatal,
sering cegukan, mengalami penurunan berat badan. Penderita nefropati harus
menghindari zat yang bisa memperparah kerusakan ginjal, misalnya pewarna
kontras yang digunakan untuk rontgen, obat anti-inflamasi nonsteroid serta
obat-obatan yang belum diketahui efek sampingnya.
4. Retinopati diabetik
Diabetes juga dapat menimbulkan gangguan pada mata. Yang terutama
adalah retinopati diabetik. Keadaan ini, disebabkan rusaknya pembuluh darah
yang memberi makan retina.
Bentuk kerusakan bisa bocor dan keluar cairan atau darah yang
membuat retina bengkak atau timbul endapan lemak yang disebut eksudat.
Selain itu terjadi cabang-cabang abnormal pembuluh darah yang rapuh
menerjang daerah yang sehat.
Retina adalah bagian mata tempat cahaya difokuskan setelah melewati
lensa mata. Cahaya yang difokuskan akan membentuk bayangan yang akan
dibawa ke otak oleh saraf optik. Bila pembuluh darah mata bocor atau
terbentuk jaringan parut di retina, bayangan yang dikirim ke otak menjadi
kabur. Gangguan penglihatan makin berat jika cairan yang bocor mengumpul
di fovea, pusat retina yang menjalankan fungsi penglihatan sentral. Akibatnya,
penglihatan kabur saat membaca, melihat obyek yang dekat serta obyek yang
lurus di depan mata.

39

Pembuluh darah yang rapuh bisa pecah, sehingga darah mengaburkan


vitreus, materi jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah mata. Hal
ini menyebabkan cahaya yang menembus lensa terhalang dan tidak sampai ke
retina atau mengalami distorsi. Jaringan parut yang terbentuk dari pembuluh
darah yang pecah di korpus vitreum dapat mengerut dan menarik retina,
sehingga retina lepas dari bagian belakang mata. Pembuluh darah bisa muncul
di iris (selaput pelangi mata) menyebabkan glaukoma.
Risiko terjadinya retinopati diabetik cukup tinggi. Sekitar 60 persen
orang yang menderita diabetes 15 tahun atau lebih mengalami kerusakan
pembuluh darah pada mata. Pemeriksaan dilakukan dengan oftalmoskop serta
angiografi fluoresen yaitu foto rontgen mata menggunakan zat fluoresen untuk
mengetahui kebocoran pembuluh darah.
Pengobatan dilakukan dengan bedah laser oftalmologi. Yaitu,
penggunaan sinar laser untuk menutup pembuluh darah yang bocor, sehingga
tidak terbentuk pembuluh darah abnormal yang rapuh. Selain itu bisa
dilakukan vitrektomi yaitu tindakan mengeluarkan vitreus yang dipenuhi
darah dan menggantinya dengan cairan jernih. Penderita retinopati hanya
boleh berolahraga ringan dan harus menghindari gerakan membungkuk
sampai kepala di bawah.
F. Pengobatan dan Perawatan
Pengobatan Diabetes Melitus yang secara langsung terhadap kerusakan pulaupulau Langerhans di pankreas belum ada. Oleh karena itu pengobatan untuk
penderita DM berupa kegiatan pengelolaan dengan tujuan untuk menghilangkan
keluhan dan gejala akibat defisiensi insulin (gejala DM) dan untuk mencegah
komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung, ginjal, mata,
syaraf, kulit, kaki dsb.
Tindakan pengelolaan yang bisa dilakukan diantaranya: Menormalkan kadar
glukosa, lemak, dan insulin di dalam darah serta memberikan pengobatan
penyakit kronis lainnya. Langkah yang dilakukan terutama : Diet; Mengurangi

40

kalori dan meningkatkan konsumsi vitamin. aktivitas fisik; olahraga teratur,


pengelolaan glukosa dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin.
Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan terapi insulin
(Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain
itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu
makanan (diet).
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan
penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai
kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan
mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil
yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian
suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar
gula darah.
Obat hipoglikemik Oral yang tersedia di Indonesia diantaranya:
1. Biguanid (Metformin, Metformin XR)
2. Tiazolidindon/ Glitazon (Rosiglitazon, Pioglitazon)
3. Sulfonilurea (Klorpropamid, Glibenklamid, Glipizid, Gliklazid, Glikuidon,
Glimepirid)
4. Glinid (REpaglinid, Nateglinid)
5. Penghambat Glukosidase (Acarbose)
Meskipun terdapat berbagai cara penatalaksanaan DM, diet masih tetap
merupakan pengobatan yang utama dalam penatalaksanaan DM terutama pada
diabetes mellitus yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM) (Suyono, 1996).
Menurut Blanchette,1999, diet untuk DM harus mengandung 10- 20 % kalori
berasal dari protein, 30 % dari lemak, dan 50-60 % kalori berasal dari
karbohidrat. Untuk penderita dengan kolesterol tinggi direkomendasikan
mengkonsumsi rendah lemak dan lemak tidak jenuh. Untuk penderita DM dengan
hipertensi, dianjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung natrium tidak
lebih dari 3000 mg/hari (Blanchette, 1999).

41

Berbeda dengan diet diabetes di negara-negara barat, di Indonesia digunakan


diet B dengan komposisi karbohidrat 68 %, lemak 20% dan protein 12%. Hal
tersebut berdasarkan penelitian di Surabaya, bahwa diet tinggi karbohidrat bentuk
kompleks (bukan disakarida atau monosakarida) dan dalam dosis terbagi dapat
meningkatkan atau memperbaiki pembakaran glukosa di jaringan perifer dan
memperbaiki kepekaan sel beta pankreas. Selain itu diet B juga mengandung serat
dimana serat ini dapat menekan kenaikan Glukosa darah sesudah makan, dan juga
dapat menekan kadar kenaikan kolesterol darah (Askandar, 1999).
Penatalaksanaan diet pada DM dapat disajikan dalam susunan yang bermacam
macam, tujuan dari diet pada diabetes menurut Suyono, 1999, antara lain:
1. Mencapai dan kemudian memperbaiki kadar glukosa darah mendekati kadar
normal
2. Memperbaiki kesehatan umum penderita
3. Mengarahkan penderita ke berat badan normal
4. Menormalkan pertumbuhan DM anak atau dewasa muda
5. Menekan atau menunda terjadinya komplikasi akut meupun kronik
6. Meningkatkan kualitas hidup penderita
7. Memberikan modifikasi diet diabetes sesuai dengan keadaan penderita
Selain itu dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari, hendaknya mengikuti
pedoman 3J (jumlah, jadual, jenis), artinya :
J1 : Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
J2 : Jadwal diet harus diikuti sesuai intervalnya
J3 : Jenis makanan yang manis harus dihindari termasuk pantang buah golongan
A ( Buah yang manis ) dan makanan lain yang manis (Askandar, 1999).
G. Penentuan Jumlah Kalori Diet Diabetes Melitus
Penentuan jumlah kalori diet diabetes disesuaikan dengan status gizi
penderita. Penentuan gizi penderita dilakukan dengan menghitung precentage of
relative body weight (BBR = Berat Badan Relatif) dengan rumus :
BBR = (BB = kg, TB = cm )

42

Kriteria berat badan relatif yang didapat dari rumus :


1. Kurus (underweeight) : BBR <90 %
2. Normal (Ideal)

: BBR 90 110 %

3. Gemuk (overweight) : BBR > 110 %


4. Obesitas apabila BBR > 120 %
-

Obesitas ringan 120-130 %

Obesitas sedang 130 140 %

Obesitas berat 140-200 %

Obesitas Morbid > 200%

Setelah diketahui BBR kemudian dihitung jumlah kalori yang dibutuhkan.


Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh pasien
diabetes melitus (Mansjoer, 1999) :
1. Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan berat badan ideal
dengan 30 laki-laki dan 25 untuk wanita, kemudian untuk ditambah dengan
kalori yang sesuai dengan kegiatan sehari-hari.

Daftar kalori yang dikeluarkan pada berbagai aktifitas


Ringan
100-200 kkal / jam
Mengendarai mobil
Memancing
Kerja laboratorium
Sekertaris
Mengajar

Sedang
200-350 kkal/ jam
Rumah tangga
Bersepeda
Bowling
Jalan cepat
Berkebun
Golf
Sepatu roda

Berat
400-900 kkal/jam
Aerobik
Bersepeda
Memanjat
Menari
Lari
Sepak bola
Tenis

2. Kebutuhan basal dihitung seperti point 1, tetapi ditambah kalori berdasarlan


presentase kalori basal.
a. Kerja ringan, ditambah 10 % dari kalori basal
b. Kerja sedang, ditambah 20 % dari kalori basal

43

c. Kerja berat, ditambah 40-100 % kalori basal


d. Pasien kurus, masih tumbuh kembang, terdapat infeksi, hamil atau
menyusui, ditambah 20 30 % dari kalori basal.
3. Kebutuhan kalori berdasarkan jenis kerja
Kebutuhan kalori berdasarkan BB jenis kerja
Dewasa
Gemuk
Normal
Kurus

Kerja santai
25
30
35

Kkal /kg BB idaman


Kerja sedang
Kerja berat
30
35
35
40
40
40-50

4. Untuk lebih mudahnya dapat dibuat pegangan kasar sebagai berikut :


Pasien kurus : 2300-2500 kkal
Pasien normal : 1700-2100 kkal
Pasien gemuk : 1300-1500 kkal

F. Perhatian Antar Anggota KeluargaTerhadap Kesehatan


1. Patient Centered Management
a. Suport Psikologis
Suport psikologis perlu diberikan bagi keluarga pasien, hal tersebut
penting untuk keluarga pasien ketahui karena penyakit tersebut tidak dapat
disembuhkan dan pengobatan harus dilakukan terus-menerus. Pentingnya
edukasi mengenai hal tersebut agar keluarga pasien tidak memiliki
harapan palsu bahwa penyakit tersebut dapat hilang atau sembuh. Akan
tetapi dengan pemberitahuan sedini mungkin akan membuat keluarga
pasien mengerti mengenai keadaan penyakit pasien. Sehingga lambat laun
keluarga akan bisa menerima dan dengan segenap hati akan memberikan
dorongan baik semangat maupun bantuan kepada pasien.

44

b. Penentraman Hati
Menentramkan hati sangat diperlukan untuk Ibu K dan keluarga, hal ini
berkaitan manakala terjadi keputus asaan pengobatan penyakit diabetes
yang cukup lama bahkan selamanya. Tenaga kesehatan harus mampu
menentramkan jiwa pasien dan keluarga mengenai penyakit dan
pengobatan diabetes yang memerlukan ketelatenan. Tenaga medis juga
harus menjelaskan prosedur pemberian obat yang benar dan jangan sampai
berhenti karena berhentinya minum obat dapat menyebabkan suatu
kefatalan. Selain edukasi dalam hal pengobatan, pasien juga perlu
diedukasi untuk menjaga pola makan. Diet yang dianjurkan adalah dengan
mengkonsumsi makanan yang memiliki indeks gula (kalori) rendah dan
beraktivitas fisik minimal 3 kali seminggu selama 30 menit.
c. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien.
Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah tentang
diabetes melitus. Pasien dan keluarganya perlu tahu tentang penyakit,
pengobatannya dan pencegahannya. Sehingga persepsi yang salah dan
merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling
setiap kali pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter
maupun oleh petugas Yankes kepada pasien dan keluarganya.
Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu :
a. Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit menular.
b. Penyakit diabetes melitus dapat sembuh hanya dengan minum obat.
Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan
kesembuhannya melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang
dianjurkan oleh dokter. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap
berbagai masalah penderita termasuk akibat penyakitnya (diabetes
melitus) terhadap hubungan dengan keluarganya, pemberian konseling
jika dibutuhkan. Penderita juga diberi penjelasan tentang pentingnya
menjaga diet atau konsumsi makanannya yang benar dalam rangka

45

meminimalisir konsumsi makanan yang memiliki indeks kalori (gula)


tinggi.
Penjelasan yang perlu diberikan kepada pasien dan keluarga mengenai
pentingnya berobat secara teratur, diet makanan yang sesuai dan olah raga
secara teratur adalah untuk menghindari komplikasi yang mungkin terjadi,
diantaranya:
- Penglihatan kabur
- Penyakit jantung
- Penyakit ginjal
- Gangguan kulit dan syaraf
- Pembusukan
- Gangguan pada pembuluh darah
- Dll.
d. Pengobatan
Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang telah tertera dalam
penatalaksanaan.
e. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi
kesehatan berupa perubahan pola hidup sehat, diet makanan yang sesuai,
istirahat yang cukup dan olahraga teratur sesuai kebutuhan.
2. Prevensi Bebas Diabetes Melitus Untuk Keluarga Lainnya (Suami, Anakanak dan Keluarga Lainnya).
Langkah-langkah yang dapat dikerjakan
Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya
perawatan

pasien

diabetes

yang

terutama

disebabkan

oleh

karena

komplikasinya, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan.


Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis
atau tahap yaitu:
Pencegahan Primer

46

Semua

aktivitas

yang

ditujukan

untuk

pencegah

timbulnya

hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada
populasi umum.
Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes
penyaringan terutama pada populasi risiko tinggi. Dengan demikian pasien
diabtes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan
demikian dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalupun
sudah ada komplikasi masih reversible.
Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi
itu. Usaha ini meliputi:
a. Mencegah timbulnya komplikasi
b. Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi
kegagalan organ.
c. Mencegah kecacatan tubuh.

Strategi Pencegahan
Dalam menyelenggarakan upaya pencegahan ini diperlukan suatu
strategi yang efisien dan efektif untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Seperti juga pada pencegahan penyakit menular, ada 2 macam strategi untuk
dijalankan, antara lain:
Pendekatan populasi / masyarakat (Population/ Community approach)
Semua upaya yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat
umum. Yang dimaksud adalah mendidik masyarakat agar menjalankan cara
hidup sehat dan menghindari cara hidup berisiko. Upaya ini ditujukan tidak
hanya untuk mencegah diabetes tetapi juga untuk mencegah penyakit lain
sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target populasinya sangat luas, oleh
karena itu harus dilakukan tidak saja oleh profesi tetapi harus oleh segala

47

lapisan masyarakat termasuk pemerintah dan swasta (LSM< pemuka


masyarakat dan agama).
Pendekatan individu berisiko tinggi
Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu-individu yang
berisiko untuk menderita diabetespada suatu saat kelak. Pada golongan ini
termasuk individu yang berumur > 40 tahun, gemuk, hipertensi, riwayat
keluarga DM, riwayat melahirkan bayi > 4 Kg, riwayat DM pada saat
kehamilan, dislipidemia.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah cara paling sulit karena yang menjadi
sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat.
Caupannya menjadi sangat luas. Yang bertanggung jawab bukan hanyap
rofessi tetapaiseluruh masyarakat termasuk pemerintah. Semua pihak harus
mempropagandakanpola hidup sehat dan menghindari pola hidup berisiko.
Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah penyakit jauh lebih baik
daripada mengobatinya. Kampanye makanan sehat dengan pola tradisional
yang mengandung lemak rendah atau pola makanan seimbang adalah
alternative terbaik dan harus sudah mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah
sejak taman kanak-kanak. Tempe misalnya adalah makanan tradisional kita
yang selain sangat bergizi, ternyata juga banyak khasiatnya misalnya sifat anti
bakteri dan menurunkan kadar kolesterol.
Caranya bisa lewat guru-guru atau lewat acara radio atau televise.
Selain makanan juga cara hidup berisiko lainnya harus dihindari. Jaga
beratbadan agar tidak gemuk, dengan olahraga teratur. Dengan mengnjurkan
oleh raga kepada kelompok risiko tinggi, misalnya anak-anak pasien diabetes,
merupakan salah satu upaya pencegahan primer yang sangat efektif dan
murah.
Motto memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat
sangat menunjang upaya pencegahan primer. Hal ini tentu saja akan
menimbulkan konsekuensi, yaitu penyediaan sarana olah raga yang merata

48

sampi ke pelosok, misalnya di tiap sekolahan harus ada sarana olahraga yang
memadai.
Pencegahan Sekunder
Mencegah timbulnya komplikasi, menurut logika lebih mudah karena
populasinya lebih kecil, yaitu pasien diabetes yang sudah diketahui dan sudah
berobat, tetapi kenyataannya tidka demikian. Tidak gampang memotivasi
pasien untuk berobat teratur, dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya
tidak bisa sembuh. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa
darah harus selalu terkendali mendekati angka normal sepanjang hari
sepanjang tahun. Di samping itu seperti tadi sudah dibicarakan, tekanan darah
dan kadar lipid juga harus normal. Dan supaya tidak ada resistensi insulin,
dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah dan lipid itu harus diutamakan
cara-cara nonfarmakologis dulu secara maksimal, misalnya dengan diet dan
olahraga, tidak merokok dan lain-lain. Bila tidak berhasil baru menggunakan
obat baik oral maupun insulin.
Pada pencegahan sekunder pun, penyuluhan tentang perilaku sehat
seperti pada pencegahan primer harus dilaknsakan, ditambah dengan
peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan
mulai dari Rumah Sakit kelas A sampai unit paling depan yaitu Puskesmas. Di
samping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya
tentang berbagai hal mengenai penatalaknsaan dan pencegahan komplikasi.
Penyuluhan ini dilakukan oleh tenaga yang terampil baik oleh dokter atau
tenaga kesehatan lain yang sudah dapat pelatihan untuk itu (diabeter
educator). Usaha ini akan lebih berhasil bilacakupan pasien diabetesnya juga
luas, artinya selain pasien yang selama ini sudah berobat juga harus dapat
mencakup pasien diabetes yang belum berobat atau terdiagnosis, misalnya
kelompok penduduk dengan risiko tinggi. Kelompok yang tidak terdiagnosis
ini rupanya tidak sedikit. Di AS saja kelompok ini sama besar dengan yang
terdiagnosis, bisa diabayangkan di Indonesia.

49

Oleh karena itupada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa


pendeteksian pasien baru dengan cara screening dimasukkan ke dalam upaya
pencegahan sekunder agar bila diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah
karena masih reversible. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia upaya
ini termasuk mahal.
Peran profesi sangat ditantang untuk menekan angka pasien yang tidak
terdiagnosis ini, supaya pasien jangan dating minta pertolongan kalau sudah
sangat terlambat dengan berbagai komplikasi yang dapat mengakibatkan
kematian yang sangat tinggi. Dari sekarang harus sudah dilakukan upaya
bagaimana caranya menjaring pasien yang tidak terdiagnosis itu agar mereka
dapat melakukan upaya pencegahan baik primer maupun sekunder.
Pencegahan Tersier
Upaya pencegahan komplikasi dan kecacatanyang diakibatkannya
termasuk ke dalam pencegahan tersier. Upaya ini terdiri dari 3 tahap:
d. Pencegahan komplikasi diabtes, yang pada consensus dimasukkan sebagai
pencegahan sekunder.
e. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus
kepada penyakit organ.
f. Mencegah terjadniya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ
atau jaringan.
Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik sekali antara pasien
dnegan dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang
terkait dengan komplikasinya. Dalam hal peran penyuluhan sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya. Peran
ini tentu saja akanmerepotkan dokter yang jumlah terbatas.oleh karena itu dia
harus dibantu oleh orang yang sudah dididik untuk keperluan itu yaitu
penyuluh diabetes (diabetes educator).
PENYULUH DIABETES
Dalam rangka mengantisipasi ledakan jumlah pasien diabetes dan
meningkatnya komplikasi terutama PJK, tadi sudah diuraikan upaya

50

pencegahan baik primer, sekunder, maupun tersier adalah yang paling baik.
Karena upaya itu sangat berat, adalah tidak mungkin dilakukan hanya oleh
ahli diabetes atau endokrinologis.oleh karena itu diperlukan tenaga terampil
yang dapat berperan sebagai perpanjangan tangan dokter endokrinologis itu.
Di luar negeri tenaga itu sudah lama ada yang disebut diabetes educator yang
terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi atau pekerja social dan lain-lain yang
berminat. Di Indonesia atau tepatnya di Jakarta olehPusat Diabetes dan Lipid
FKUI/RSCM melalui SIDL-nya (Sentral Informasi Diabetes dan Lipid) sejak
tahun 1993 telah diselenggarakan kursus penyuluh diabtes yang sampai saat
ini masih berlangsung secara teratur. Dalam pelaksanaannya para penyuluh
diabetes itu sebaiknya memberikan pelayanan secara terpadu dalam suatu
instansi misalnya dalam bentuk sentral informasi yang bekerja 24 jam sehari
dan akan melayani pasien atau siapapun yang ingin menanyakan seluk-beluk
tentang diabtes terutama sekali tentang penatalaknsaannya termasuk diet dan
komplikasinya.

BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Tn K adalah pasien Diabetes Mellitus Tipe II.
Penderita menjalani terapi nonmedikamentosa dengan baik, akan tetapi terapi
medikamentosa tidak dijalankan dengan baik, sehingga kadar gula darah
penderita sering naik. Ibu K mengaku sudah jarang datang ke pelayanan
kesehatan untuk mengontrol gula darah dan tidak minum obat DM secara teratur.
1. Segi Biologis

51

Tn K menderita diabetes mellitus tidak terkontrol sejak 4 tahun yang lalu


Saat Tn K mengalami baal dan tiga tanda khas DM (Polidipsi, Polifagi,
Poliuri) namun pasien tidak langsung memeriksakan keadaannya ke
dokter atau ke Puskesmas. Selama ini pasien hanya melakukan
pemeriksaan gula darah sewaktu secra mandiri 2-3 minggu sekali, dan
jika dia tidak mendapati suatu keluhan dan gula darahnya tidak tinggi
dia tidak datang kepelayanan kesehatan untuk meminta obat DM,
sehingga dia tidak mengkonsumsi obat DM dengan teratur.
Pelaksanaan diit DM sudah dilakukan oleh pasien.
Pelaksanaan hidup sehat dengan berolahraga teratur 3 kali seminggu
selama 30 menit tidak dilakukannya
2. Segi Psikologis
Hubungan keluarga Tn K secara umum terjalin cukup baik. Hubungan
diantara mereka cukup dekat antara satu dengan yang lain.
3. Segi Sosial
Tn K senang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Sejauh ini
hubungan sosial Tn K dengan tetangga dan masyarakat sekitar masih
dapat dibilang baik.
Tn K dalam lingkungan masyarakat termasuk aktif dalam kegiatan sosial

B. Saran
1. Promotif : Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit DM serta perlunya
pengendalian dan pemantauan DM. Mengenalkan pola hidup sehat, meliputi
pola makan dan olahraga teratur untuk penderita DM dan keluarga karena
faktor keturunan sangat mempengaruhi timbulnya DM.
2. Preventif : Makan makanan yang cukup bergizi dan diet diabetes yang harus
dilaksanakan, rutin control gula darah, merawat luka sehingga tidak terjadi
komplikasi lebih lanjut dari penyakit DM.

52

3. Kuratif : Pasien minum OAD (Obat Anti Diabetes) yang diberikan dokter
secara rutin dan teratur. Istrinya harus selalu mengingatkan dan mengawasi
untuk minum obat dan mengontrol pola makan penderita dan ikut mendukung
dengan mengantarkan berobat ke pelayanan kesehatan.
4. Rehabilitatif : Penyesuaian aktivitas sehari-hari sangatlah penting dan
membantu penderita memiliki kembali rasa percaya diri untuk percaya
terhadap intervensi medis dan memberikan motivasi untuk terus merubah
sikap dan prilaku yang tidak sehat menjadi lebih sehat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2005. Bahaya Mengintip dari Pola Makan Tak Seimbang. Available
at: http://www.kompas.com/kesehatan/news/0412/27/051039.htm
2. Anonim,

2009.

Penyakit

Diabetes

Melitus

(DM).

Available

at:

http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-diabetes-mellitus-dm.html on
18 August 2009.

53

3. Askandar, 1999. Diabetes Melitus klasifikasi, Diagnosis dan Terapi.ed 3. PT


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
4. Blanchette, K. 1999. The Diabetic Diet.
5. SudoyoW. Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Diabetes Melitus di
Indonesia. Hal 1874-1940. Balai Penerbit FKUI. Jilid III. Edisi IV. EGC.
Jakarta
6. Mansjoer, A.1999. Kapita selekta Kedokteran. ed ketiga. Media Aesculapius
Facultas Kedokteran UI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai