Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH POLA ASUH DAN PERAN KELUARGA TERHADAP PENGGUNAAN NAPZA di

RSKO CIBUBUR

LATAR BELAKANG
Narkotika dan Obat-obatan terlarang (NARKOBA) atau Narkotik, Psikotropika, dan
Zat Aditif (NAPZA) adalah bahan atau zat yang dapat mempengaruhi kondisi
kejiwaan atau psikologi seseorang (pikiran, perasaan, dan perilaku) serta dapat
menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. (BNN, 2014).
NAPZAmerupakan singkatan dari Narkotika, Psiokotropika dan Zat adiktif. Jenis
narkotikanya heroin, opium, ganja (marijuana), morfin, kokain. Jenis psikotropika
diantaranya ekstasi, sabu, amfetamin, pil koplo. Sedangkan jenis zat adiktif lainnya
alkohol, inhalas (lem, tinner, bensin, penghapus cat kuku), tembakau dan kafein (UU
35 Tahun 2009 Tentang Narkoba)
Kasus penyalahgunaan narkotika dan penggunaan zat terlarang di Indonesia berada
pada angka yang cukup menghawatirkan. Berdasarkan Laporan Akhir Survei
Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba tahun anggaran 2014, jumlah
penyalahguna narkoba diperkirakan ada sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang
yang pernah memakai narkoba dalam setahun terakhir (current users) pada
kelompok usia 10-59 tahun di tahun 2014 di Indonesia. Jadi, ada sekitar 1 dari 44
sampai 48 orang berusia 10-59 tahun masih atau pernah pakai narkoba pada tahun
2014. Angka tersebut terus meningkat dengan merujuk hasil penelitian yang
dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Puslitkes UI dan diperkirakan
pengguna narkoba jumlah pengguna narkoba mencapai 5,8 juta jiwa pada tahun
2015. Dan yang lebih menghawatirkan adalah 22 persen dari pengguna NAPZA
adalah dari kelompok usia remaja.
Adapun faktor penyebab remaja menggunakan napza adalah kurang menghayati
nilai-nilai agama, kurang percaya diri, pribadi yang mudah kecewa, sedih, dan
cemas, keinginan untuk diterima dalam kelompok pergaulan, individu mempunyai
keinginan untuk mencoba-coba, individu yang merasa bosan, individu yang
mempunyai identitas diri yang kabur, individu yang kurang siap mental, individu

yang mempunyai keinginan untuk bersenang-senang, kurangnya perhatian dan


pengawasan orang tua, keluarga disharmonis, pola pendidikan keluarga yang
otoriter, komunikasi yang kurang terbuka dengan anak, orang tua tidak bisa
menjadi contoh atau teladan bagi anak, pengaruh teman sebaya (Saam, 2013). Hal
ini diperkuat oleh Husni (2012) mengungkapkan bahwa ada 3 faktor yang menjadi
penyebab remaja menggunakan napza yaitu, faktor keluarga, faktor kelompok
teman sebaya, faktor lingkungan masyarakat dan 53,1% yang menyebabkan
penyalahgunaan napza adalah faktor keluarga oleh karena itu laporan ini dibuat
untuk melihat bagaimana factor keluarga dan pola asuh dapat mempengaruhi
terjadinya penggunaan NAPZA
PRESENTASI KASUS
Tn. A (17tahun), beragama islam, tinggal di, pendidikan terakhirnya SMA, belum
menikah. Tn. A adalah anak satu-satunya dalam keluarga. Ia masuk ke RSKO pada
bulan September 2015 atas intervensi orangtua yang memberinya obat tidur dan
membawanya ke RSKO. Ia direncanakan untuk melakukan terapi rehabilitasi selama
4 bulan. Tn. A mengaku sudah menggunakan zat terlarang sejak di bangku SMP,
pada awalnya ia menggunakan narkoba dengan jenis ganja, tetapi ketika
ganja(cannabinoid) sulit untuk didapatkan ia beralih pada tembakau super
(tembakau yang dicampur obat penenang), dan terakhir menggunakan sabu
(metamphetamin) 2 bulan terakhir sebelum masuk rehab. Dalam satu hari Tn. A
dapat menghabiskan setidaknya 5 linting gorilla, dan sabu sekitar 0.2 gram\hari
Tn.A saat ini masih bersekolah di salah satu SMA negri di Jakarta, dan ia
mendapatkan zat adiktif yang digunakanya dari pergaulan dengan teman-temanya.
Menurut Tn.A dia mulai menggunakan narkoba sejak memasuki bangku SMP karena
ia ditawari oleh teman-teman satu sekolahnya zat adiktif, ganja. Setelah masuk
SMA dan sulit mendapatkan ganja ia beralih ke gorilla yang saat itu banyak beredar
di kalangan anak-anak SMA. Dan yang terakhir ia menggunakan sabu sekitar 2
bulan yang lalu. Cara pakai yang biasa gunakan adalah linting dan tabung bong
khusus untuk sabu, ia tak pernah menggunakan cara suntik). Efek yang ia rasakan
ketika menggunakan zat terlarang (ganja/gorilla) adalah tubuh merasa lemas dan
malas bergerak tetapi merasa senang, sedangkan sabu menyebabkan pasien terus
bergerak dan aktif. Ia memutuskan memulai menggunakan NAPZA karena memiliki

masalah keluarga. Tn.A merasa kesepian di rumah karena ia adalah anak tunggal
dan kedua orangtuanya sibuk bekerja. ia sudah sempat mengatakan kepada
orangtuanya mengenai masalahnya, tetapi ia justru disarankan mengerjakan hal
lain seperti belajar dan bermain game. Ditawari temanya NAPZA akhirnya ia
menjadi pengguna. Karena belum berpenghasilan, ia menggunakan uang yang
diberikan orantuanya untuk membeli NAPZA yang digunakanya, ia juga sempat
menggadaikan barang-barang dan berbohong untuk membeli zat adiktif yang
digunakanya, terutama setelah ia memakai sabu karena sabu memiliki harga yang
relative lebih mahal. Tn. A belum pernah masuk rehabilitasi sebelumnya, ia pun
sebenarnya tidak mau masuk ke rehebilitasi, oleh karena itu orangtuanya harus
memberinya obat tidur sebelum dibawa ke RSKO. ia merasa lebih sehat karena
memiliki kegiatan yang lebih positif dan tidak berada di lingkungan dengan NAPZA
di RSKO tetapi ternyata ia juga merasa sangat bosan, ingin cepat keluar dan tidak
ingin sampai dirawat di RSKO lagi. Di RSKO ia juga meliha teman pengguna yang
lain yang keadaanya sudah parah dan membuatnya merasa takut untuk
menggunakan NAPZA lagi karna tak mau berujung sama. Tn.A mengetahui efek
samping yang dapat terjadi ketika menggunakan NAPZA, ia bahkan mengaku sering
mengecek berapa dosis yang dapat menyebabkan overdosis. Selain menggunakan
NAPZA, pasien juga memiliki kebiasaan merokok dan minum-minuman keras,
namun hal hal tersebut tidak pernah dilakukan bersamaan. Di sekolah nilai Tn. A
baik-baik saja, tetapi ia sering terlibat tauran antar sekolah.
DISKUSI
Jenis jenis NAPZA
1. Ekstasi - Inex
Inex, ekstasi, dan blackheart adalah narkotika berbentuk pil atau kapsul. Cara
pemakaiannya seperti meminum obat, bisa dikulum, atau ditelan dengan air
mineral. Namun, harganya yang sangat mahal membuatnya hanya dipakai kelas
menengah ke atas.
Efek setelah memakai narkoba jenis ini adalah rasa gembira yang berlebihan. Ingin
terus tertawa, bahkan untuk hal-hal yang tidak lucu. Ciri mereka yang memakainya,
mata sayu, muka pucat, banyak berkeringat, tidak bisa diam, dan tidak bisa tidur.

Mereka yang mengonsumsinya akan merasa gelisah dan tidak bergairah, tidak
energik sehingga ingin memakainya lagi. Jika dipakai secara intens, obat-obatan ini
juga merusak organ tubuh, otak, dan syaraf.
2.

Heroin & Opium

Nama heroin diambil dari bahasa Jerman, hero. Tahun 70-an narkotika jenis ini mulai
banyak dipakai oleh generasi muda dalam bentuk morfin. Heroin sendiri dihasilkan
dari getah buah candu atau opium. Harganya sangat mahal, sehingga jarang
dipakai kalangan remaja.
Orang yang mengonsumsi heroin akan merasakan depresi berat, lelah yang
berlebihan, banyak tidur, gugup dan gelisah, serta perasaan curiga. Denyut
jantung pun lebih cepat, serta rasa gembira dan percaya diri jadi berlebihan.
Efek samping dari penggunaan ini adalah kejang-kejang, pupil mata melebar,
tekanan darah meningkat, berkeringat dingin, mual dan muntah. Mereka yang
memakainya biasanya cepat tersinggung dan mengalami gangguan kejiwaan.
Kandungan aktif dalam heroin adalah Heroin Hydrichloride 20%, Monoacetyl
Morphine 35%, The baine 15%, Papaverine 10%, dan Noscapine 5%.
3.

Sabu-Sabu

Obat-obatan yang masuk ke Indonesia banyak yang berbahan dasar amphetamine


seperti ekstasi dan sabu pada era 90an. Dalam dunia kedokteran, amphetamine
dipakai sebagai obat perangsang. Salah satunya adalah untuk mengatasi depresi
ringan. Digunakan oleh kalangan menengah atas.
Pada pemakai ekstasi yang berbahan dasar MDMA
(Methylenedioxymethamphetamine) dan shabu ini untuk mendapatkan rasa
gembira dan semangat yang berlebihan. Pengguna narkoba jenis ini biasanya tidak
mengenal lelah.
Bubuk shabu yang berbentuk kristal ini sangat mudah didapat dan dipakainya.
Pengguna narkotika jenis ini tidak pernah merasa kesakitan jika sedang sakau.
Namun bubuk kristal ini sangat berbahaya karena langsung merusak otak.
Pecandu akan mengeluh sesak nafas, dan jika tetap mengonsumsi shabu, lama
kelamaan mereka akan meninggal karena kekurangan oksigen.
4.

Putau

Putau adalah sejenis heroin yang masuk ke generasi muda pada tahun 70an, dalam
bentuk morfin. Heroin dihasilkan dari getah buah candu. Banyak remaja yang
terperangkap sebagai pecandu hanya karena harganya yang relatif murah.

Cara pemakaiannya yang dihisap dengan hidung, membuat hidung berdarah dan
beringus terus. Selain melalui hidung, pemakaian putau bisa dilakukan dengan cara
lain yaitu, dengan cara injeksi (disuntikkan). Cara ini sangat berbahaya, karena bisa
terjadi keracunan saat darah dikeluarkan dan dikocok-kocok dalam jarum suntik
untuk dicampur dengan putau.
Pemakaian putau melalui injeksi lebih berisiko karena udara bisa masuk ke saluran
pembuluh darah lalu menyumbat jantung sehingga menyebabkan emboli udara.
Putau sangat berbahaya karena menjadikan penggunanya menjadi sangat
kecanduan. Kebutuhan para pecandu selalu meningkat dua kali lipat. Jika semula
memakai pada satu titik, maka lama kelamaan menjadi dua, empat, 16, dan
seterusnya, hingga jumlah yang sangat tinggi.
Pengguna putau mengalami kegelisahan, keringat dingin, menggigil, tulang seperti
mau patah, ngilu, mual-mual, mata dan hidung berair. Bila udara dingin sedikit dia
akan merasa sangat kedinginan. Tekanan darah naik, jantung berdebar, dan
demam.

5.

Ganja

Merupakan bunga dan daun pohon ganja kering yang sudah dirajang.
Penggunaannya biasanya dilinting seperti rokok dan dihisap, atau juga dimakan.
Karena mudah didapat dan dipakai, ganja banyak dikonsumsi masyarakat, dari
remaja sampai rakyat biasa.
Efek dari pemakaian narkotika jenis ini adalah kantung mata membengkak dan
merah, sering melamun, pendengaran berkurang, susah konsentrasi, perasan
menjadi gembira, selalu tertawa tanpa sebab, pandangan kabur, ingin tidur terus,
dan nafsu makan meningkat.

Penggunaan ganja yang berlebihan mengakibatkan perasaan tidak tenang, tidak


bergairah, sensitif. Jantung berdebar, halusinasi dan delusi. Bagi mereka, waktu
terasa berjalan sangat lambat. Pemakai ganja akan menjadi tidak peduli terhadap
dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya.

Factor factor penyebab penyalahgunaan napza

Menurut Hawkins dkk (Buletin Psikologi, 1998) beberapa faktor utama yang
dipandang berpengaruh terhadap penyalahgunaan Napza adalah: faktor internal
dari individu (ciri kepribadian), faktor keluarga, dan faktor teman sebaya.
a. Faktor internal (ciri kepribadian): Pola kepribadian seseorang besar pengaruhnya
dalam penyalahgunaan Napza. Ciri kepribadian yang lemah dan antisosial sering
merupakan penyebab seseorang menjadi penyalahguna Napza.
b. Faktor keluarga Beberapa kondisi keluarga yang berpengaruh terhadap
penyalahgunaan Napza adalah:
1) Hubungan antara anggota keluarga tidak harmonis.
2) Keluarga yang tidak utuh.
3) Suasana rumah diwarnai dengan pertengkaran yang terus menerus.
4) Kurang komunikasi dan kasih sayang antara anggota keluarga.
5) Keluarga yang sering ribut dan berselisih.
6) Keluarga yang kurang mengamalkan hidup beragama.
7) Keluarga yang orang tuanya telah menggunakan Napza.
Menurut Sayuti (2006) keluarga sebagai lingkungan yang paling menentukan bagi
terbentuknya perilaku remaja. Jika di dalam keluarga terdapat hubungan yang tidak
harmonis, tingkat pendidikan yang rendah, rasa dan praktek keagamaan lemah,
maka secara langsung atau tidak langsung maka akan memberikan pengaruh bagi
kehidupan dan perilaku anaknya, terutama yang masih dalam usia remaja, karena
di saat anak memasuki usia remaja, perkembangan emosinya masih labil,
berperilaku ragu, sering uring-uringan, dan kecenderungan meniru gaya dan
perilaku keluarga. Oleh karenanya, jika lingkungan keluarga tidak dapat
memberikan contoh yang baik, maka lambat laun anak atau remaja akan mencari
kepuasan di luar atau remaja akan mencari kepuasan di luar dan bisa
menjerumuskannya ke dalam penyalahgunaan Napza.
c. Faktor lingkungan teman sebaya Pengaruh buruk dari lingkungan pergaulan,
khususnya pengaruh dan tekanan dari kelompok teman sebaya sering menjadi
sumber penyebab terjadinya penyalahgunaan Napza. Kelompok teman sebaya
tersebut berperan sebagai media awal perkenalan Napza Menurut Hawkins dkk
(dalam Buletin Psikologi 1998). Penyalahgunaan Napza pada kelompok teman
sebaya merupakan prediktor yang kuat terhadap penyalahgunaan Napza pada
remaja.

Dimensi Pola Asuh Orang Tua


Baumrind (1994) mengemukakan 4 dimensi pola asuh yaitu Kendali Orang Tua
(Control), Kejelasan Komunikasi Orang Tua anak (Clarity Of Parent Child
Communication), Tuntutan Kedewasaan (Maturity Demands), Kasih Sayang
(Nurturance). Kendali Orang Tua (Control), tingkah menunjukan pada upaya orang
tua dalam menerapkan kedisiplinan pada anak sesuai dengan patokan laku yang
sudah dibuat sebelumnya. Kejelasan Komunikasi Orang Tuaanak (Clarity Of Parent
Child Communication), menunjuk kesadaran orang tua untuk mendengarkan atau
menampung pendapat, keinginan atau keluhan anak, dan juga kesadaran orang tua
dalam memberikan hukuman kepada anak bila diperlukan. Tuntutan Kedewasaan
(Maturity Demands), menunjuk pada dukungan prestasi, sosial, dan emosi dari
orang tua terhadap anak. Kasih Sayang (Nurturance), menunjuk pada kehangatan
dan keterlibatan orang tua dalam memperlihatkan kesejahteraan dan kebahagiaan
anak.
Jenis jenis pola asuh
Menurut Baumrind (1971 dalam Ormrod 2008), tipe pola asuh orang tuaterbagi tiga,
yaitu pola asuh permisif, otoriter dan demokratis. Pola asuh otoriter Menurut
Gunarsa (2002) pola asuh yang mengendalikan suatu perilaku secara otoriter
menggunakan kekuasaan. Pola asuh yang otoriter berhubungan dengan remaja,
kegelisahan mengenai perbandingan masyarakat, kegagalan untuk mengambil
inisiatif dalam suatu tindakan, dan tidak efektifnya interaksi di dalam masyarakat.
Pola asuh otoritatif Menurut Santrock (1999) pola asuh yang mendorong remaja
menjadi bebas namun tetap menempatkan batasan dan pengendalian dalam
tindakan remaja, memberi dan menerima secara lisan dilakukan dengan luas dan
orang tua ramah serta pengasuhan diarahkan pada remaja. Pola asuh permisif
Menurut Hurlock (1991) pola asuh orangtua yang tidak membimbing anak ke pola
perilaku yang menyetujui segala tingkah laku anak termasuk keinginankeinginan
yang sifatnya segera dan tidak menggunakan hukuman. Anak tidak diberikan
batasanbatasan atau kendali yang mengatur, apa saja boleh dilakukan, mereka
diijinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat sesuai dengan kehendak
mereka sendiri.

Diantara ketiga pola asuh tersebut, pola asuh demokratis baik untuk diterapkan
para orang tua kepada remaja karena pola asuh ini orang tua mengombinasikan
praktik mengasuh anak dari dua gaya yang ekstrem,mereka mengarahkan perilaku
dan sikap anak dengan menekankan alasan peraturan
dan secara negative menguatkan penyimpangan atau mencegah penyimpangan
sepertipenyalahgunaan napza (Wong, et al, 2009).Hal ini juga disampaikan Yosep
(2009) bahwa ada 3 faktor penyebab
penyalahgunaan napza yaitu, faktor biologis, faktor psikologis, faktor sosial
cultural.Menurut BNN& Puslitkes UI tahun 2009-2011 mengungkapkan bahwa ada 5
faktoryang menjadi penyebab remaja menggunakan napza yaitu, coba-coba, teman
sebaya,lingkungan, pola asuh otoriter, pengaruh film atau tv dan 70 % yang
menyebabkan remaja menggunakan napza yaitu pola asuh otoriter. Berdasarkan
penelitianpenelitiandi atas faktor yang menyebabkan remaja menggunakan napza
ialah faktor
biologi, faktor psikososial, dan faktor sosial cultural.

KESIMPULAN
Menurut data BNN sebelumnya penyalahgunaan NAPZAPola asuh orang tua
pengguna yang menurut karakteristik temasuk kedalam kelompok permisif
menyebabkan

Pola asuh remaja pengguna Napza adalah permisif, hal ini dilihat

dari Kendali orang tua. Kurangnya upaya kedua orang tua subjek dalam
menerapkan kedisiplinan pada anak sesuai dengan patokan tingkah laku yang
sudah dibuat sebelumnya. Seperti orang tua subjek bertipe orang yang tidak pernah
menerapkan disiplin yang tegas didalam rumah, karena mereka terlalu sibuk
dengan pekerjaan mereka masing-masing, dalam pergaulan, orang tua subjek
sangat memberikan kebebasan sepenuhnya kepada subjek, dan orang tua subjek
tidak pernah memberikan hukuman yang terlalu berat apabila subjek melakukan
kesalahan, karena mereka hanya memberikan nasehat dan jangan pernah diulang
kembali kesalahan yang sama. Yang kedua adalah Kejelasan komunikasi orang tua
dan anak (Clarity of parent child Communication. Kurangnya kesadaran orang tua
untuk mendengarkan atau menampung pendapat, keinginan atau keluhan anak,
dan juga kesadaran orang tua dalam memberikan hukuman kepada anak bila
diperlukan. Seperti hubungan subjek dengan kedua orang tuanya kurang baik,
karena kedua orang tuanya memiliki kesibukannya masing-masing, yang
menyebabkan komunikasi subjek dengan kedua orang tuanya hanya melalui
telepon. dan subjek terkadang sering sekali tidak sependapat dengan kedua orang
tuanya, yang sering mementingkan pekerjaan mereka. Yang menyebabkan subjek
lebih memilih keluar dari rumah dan menghabiskan waktu bersama temantemannya. Berikutnya adalah Tuntutan kedewasaan. Kurang memberi dukungan
pada prestasi, sosial, dan emosi dari orang tua terhadap anak, seperti kedua orang
tua subjek memberikan kebebasan dalam pergaulan sehari-hari, terutama ibunya

sangat membebaskan dan tidak memberi batasan dalam pergaulanya dalam


memilih teman. Kedua orang tua subjek berharap subjek bias lulus dengan nilai
yang memuaskan dan ketika kedua orang tua subjek memergoki subjek sedang
menggunakan napza yang mengakibatkan kedua orang tua subjek marah besar
kepada subjek. d) Kasih sayang (Nuturence) : kurang memberikan kehangatan dan
keterlibatan orang tua dalam memperlihatkan kesejahteraan dan kebahagiaan
anak. Seperti kasih sayang, perhatian dan rasa nyaman itu semua tidak subjek
dapatkan dari kedua orang tuanya. Selama ini subjek hanya mendapakan kasih
sayang, perhatian dan rasa nyaman hanya dari neneknya. Hal itu dirasakan oleh
subjek dari sejak subjek kecil hingga sekarang dewasa, Sedangankan Kedua orang
tua subjek hanya bisa memberikan materi yang dibutuhkan oleh subjek saj

Menurut Baumrind (1971 dalam Ormrod 2008), tipe pola asuh orang tua
terbagi tiga, yaitu pola asuh permisif, otoriter dan demokratis. Pola asuh permisif
ialah orang tua yang memberikan kebebasan penuh pada anak, pola asuh
demokratis
ialah orang tua yang menjunjung keterbukaan, pengakuan terhadap pendapat anak,
keterbukaan pada anak, sedangkan pola asuh otoriter ialah orang tua yang
memaksa,
memerintah dan menghukum. Diantara ketiga pola asuh tersebut, pola asuh
demokratis baik untuk diterapkan para orang tua kepada remaja karena pola asuh
ini
orang tua mengombinasikan praktik mengasuh anak dari dua gaya yang ekstrem,
mereka mengarahkan perilaku dan sikap anak dengan menekankan alasan
peraturan
dan secara negative menguatkan penyimpangan atau mencegah penyimpangan
seperti
penyalahgunaan napza (Wong, et al, 2009).
Hal ini juga disampaikan Yosep (2009) bahwa ada 3 faktor penyebab
penyalahgunaan napza yaitu, faktor biologis, faktor psikologis, faktor sosial cultural.
Menurut BNN& Puslitkes UI tahun 2009-2011 mengungkapkan bahwa ada 5 faktor

yang menjadi penyebab remaja menggunakan napza yaitu, coba-coba, teman


sebaya,
lingkungan, pola asuh otoriter, pengaruh film atau tv dan 70 % yang menyebabkan
remaja menggunakan napza yaitu pola asuh otoriter. Berdasarkan
penelitianpenelitian
di atas faktor yang menyebabkan remaja menggunakan napza ialah faktor
biologi, faktor psikososial, dan faktor sosial cultural.

Anda mungkin juga menyukai