Anda di halaman 1dari 11

ABLASIO RETINA

A.

Pendahuluan
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang

menerima rangsangan cahaya. Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat
terorganisir, yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun
ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf
misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih.
Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan
bentuk berlangsung di korteks.1,2
Retina merupakan jaringan neurosensoris yang terbentuk dari perpanjangan sistem
saraf pusat sejak embriogenesis. Retina berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi
impuls listrik yang kompleks yang kemudian ditransmisikan melalui saraf optik, chiasma
optik, dan traktus visual menuju korteks occipital sehingga menghasilkan persepsi visual.
Bagian sentral retina atau daerah makula sebagian besar terdiri dari fotoreseptor kerucut yang
digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik), sedangkan bagian
perifer retina sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang yang digunakan untuk
penglihatan perifer dan malam (skotopik).2,3
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan
sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih
melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina
tidak terdapat suatu perlengketan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. 1
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung
lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan yang menetap.1
B.

Epidemiologi
Istilah ablasio retina (retinal detachment) menandakan pemisahan retina sensorik

dari epitel pigmen retina. Terdapat tiga jenis utama ablasio retina, yaitu: ablasio retina
regmatogenosa, epitel retina traksi (tarikan), dan ablasio retina eksudatif.2

Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi
0,3%. Sumber lain menyatakan bahwa insidens ablasio retina di Amerika Serikat adalah
12,5:100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun.
Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%,
operasi katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20%. Ablasio retina
lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja
lebih banyak karena trauma.4
Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi.
Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa.
Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien yang:

Memiliki miopia tinggi;

Telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi
kehilangan vitreus;

Pernah mengalami ablasio retina pada mata kontralateral;

Baru mengalami trauma mata berat.5

C.

Anatomi
Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang.

Yang terlihat merah pada fundus adalah warna koroid. Retina terdiri dari macam-macam
jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueller,
membrane limitans interna dan eksterna, serta sel-sel glia.7
Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana lapisan luar
membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan dalam lainnya. Di
antara kedua lapisan ini terdapat celah potensial. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan
badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan
batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah ablasio retina. Keadaan ini
tidak boleh berlangsung lama, oleh karena lapisan batang dan kerucut mendapat makanan
dari kapiler koroid, sedang bagian-bagian lain dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh
darah retina sentral, yang cabang-cabangnya terdapat di dalam lapisan urat saraf.7
Retina menjalar ke depan dan makin ke depan, lapisannya berubah makin tipis dan
berakhir di ora serrata, di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear. Makin ke perifer

makin banyak batang daripada kerucut, batang-batang itu telah mengadakan modifikasi
menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen dari retina kemudian meneruskan diri menjadi epitel
pigmen yang menutupi badan siliar dan iris. 7
Di mana aksis mata memotong retina, terletak makula lutea. Di tengah-tengahnya
terdapat lekukan dari fovea sentralis. Pada funduskopi, tampak makula lutea lebih merah dari
sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis seolah-olah ada cahaya, yang disebut refleks
fovea, yang disebabkan lekukan pada fovea sentralis. Besar makula lutea 1-2 mm. Daerah ini
daya penglihatannya paling tajam, terutama di fovea sentralis. Struktur makula lutea: 7
1.

Tidak ada serat saraf;

2.

Sel-sel ganglion sangat banyak dipinggir-pinggirnya, tetapi di makula sendiri tidak ada;

3.

Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah bermodifikasi menjadi tipis-tipis. Di
fovea sentralis hanya terdapat kerucut.
Nasal dari makula lutea, kira-kira pada jarak 2 diameter papil terdapat papilla nervi

optisi, yaitu tempat di mana N II menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf,
tidak mengandung sel batang dan kerucut sama sekali. Bentuk papil lonjong, berbatas tegas,
pinggirnya lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak
agak pucat, besarnya 1/3 diameter papil, yang disebut exkavasi fisiologis. Dari tempat inilah
keluar arteri dan vena sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal,
juga ke atas dan ke bawah.

Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat. Yang
tampak pada pemeriksaan adalah kolom darah. Arteri diameternya lebih kecil, dengan
perbandingan a:v = 2:3. Warnanya lebih merah, bentuknya lebih lurus-lurus, di tengahnya
terdapat refleks cahaya. Vena lebih besar, warna lebih tua, bentuk lebih berkelok-kelok.7
A. retina sentralis mengurus makanan lapisan-lapisan retina sampai dengan membrana
limitans eksterna. Di daerah makula lutea, yang terutama terdiri dari sel batang dan sel
kerucut tidak terdapat cabang dari A. retina sentralis, oleh karena daerah ini mendapat nutrisi
dari kapiler koroid.7
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina,dan terdiri atas lapisan 1
:

1)

Epitel pigmen retina(RPE) : terbentuk atas satu lapisan sel yang melekat
longgar pada retina kecuali di perifer(ora serata).

2)

Fotoreseptor : merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.

3)

Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.

4)

Lapis nukleus luar : merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan
batang.Ketiga lapis diatas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler
koroid.

5)

Pleksiform luar : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

6)

Nukleus dalam : merupakan tubuh sel bipolar,sel horizontal dan sel


Muller.Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

7)

Pleksiform dalam : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinaps sel
bipolar,sel amakrin dengan sel ganglion.

8)

Sel ganglion : merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.

9)

Serabut saraf : merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke saraf optik. Di
dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

10) Membran limitan interna : merupakan membrane hialin antara retina dan badan
kaca.
D.

Patofisiologi

Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga
vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat
berpisah :5
1.

Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat
memasuki

ruangan

subretina

dan

menyebabkan

ablasio

progresif

(ablasio

regmatogenosa).
2.

Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya
seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).

3.

Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat
proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina
eksudatif)

Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina atau
lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia. Perubahan
yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi kisikisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina
tertentu, cedera, dan sebagainya.12
Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis
dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke
retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya
pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat
terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15
tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada
mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari
semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia.12
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih
awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam
hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan
sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi
dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel
pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina.
Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah
sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada
gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi robekan retina, cairan akan
menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.12
E.

Klasifikasi
Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas :1
1. Ablasio retina regmatogenosa
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya
robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel
dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang
masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.

Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan


yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya
pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan.
Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya
karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio
retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna
pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna
merah.
Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadangkadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen
pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila
telah terjadi neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama.
2. Ablasio retina tarikan atau traksi
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut
pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa
rasa sakit.
Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes
mellitus proliferatif, trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.
3. Ablasio retina eksudatif
Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya
eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai
akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini
disebabkan penyakit koroid. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari
ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah
penyebabnya berkurang atau hilang.

F.

Diagnosis1,4,5,8,9,10
Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi

dan pemeriksaan penunjang, sebagai berikut :


1.

Anamnesis

Gejala yang sering dikeluhkan pasien, adalah:


-

Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di


vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.

Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di sekitarnya, yang
umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam
keadaan gelap.

Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti


tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat
terjadi penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.

2.

Pemeriksaan oftalmologi

Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya


makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang
menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut
terangkat.

Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir
dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan
pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia.

Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio
retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasio
retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak
keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan
bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata
bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh
koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari
darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan mengambang bebas.

3.

Pemeriksaan Penunjang
-

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit


penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.

Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan


untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya
seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi

juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina


eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.

G.

Scleral indentation

Fundus drawing

Goldmann triple-mirror

Indirect slit lamp biomicroscopy

Penatalaksanaan
Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan

neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan dengan


pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:6,10,11
1.

Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina

regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik
pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus.
Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh
gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Robekan retina dapat juga
dilekatkan dengan kryopeksi sebelum balon disuntikkan. Pasien harus mempertahankan
posisi head precise selama 7-10 hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan
retina.
2.

Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama

tanpa disertai komplikasi lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung
lokasi dan jumlah robekan retina. Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon
padat. Pertama-tama dilakukan kryopeksi atau laser untuk memperkuat
perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera
sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan
tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara
spontan dalam waktu 1-2 hari.
3.

Vitrektomi

Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat
diabetes, ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau hemoragik vitreus. Cara
pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan
instrumen hingga ke cavum melalui pars plana. Setelah itu pemotongan vitreus dengan
pemotong vitreus. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab
ablasio.
H.

Diagnosis Banding
-

Retinoschisis degeneratif, yaitu degenerasi peripheral tipikal sering ditemukan


pada orang dewasa, berlanjut dan meninggi 2-3 mm posterior ke ora serrata. Daerah
yang degenerasi tampak adanya gelembung dan paling mudah diamati adanya depresi
skleral. Kavitas kistoid pada lapisan pleksiform luar mengandung hyalorinidasemukopolisakarida sensitif. Komplikasi yang diketahui dari degenerasi kistoid yang
tipikal adalah koalesensi dan ekstensi kavitas dan peningkatan kearah retinoskisis
degenerasi tipikal. Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi
vitreoretinal. Defek lapangan pandang jarang. 10,11

Choroidal detachment, gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi
viteroretinal. Defek lapangan pandang ada pada mata dengan detachment choroidal
yang luas.10

I.

Komplikasi
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling
umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau
persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan
makula.4
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi,
maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR).
PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut.2,5

J.

Prognosis
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,
diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.12
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula
atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil
melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula lepas

lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin
tidak dapat pulih sepenuhnya.2,5

DAFTAR PUSTAKA

1.

Ilyas S, dkk. Ablasio retina. In: Sari ilmu penyakit mata. Cetakan ke-4. Gaya Baru
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004: 9,10,183-6.

2.

Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. In: Oftalmologi umum. 14th ed. Widya
Medika. Jakarta; 2006:197, 207-9.

3.

Olsen TW. Retina. In: Primary care ophtahalmology. Palay DA, Krachmer JH. Pr,
editors. 2nd ed. Elsevier Mosby. Philadelphia;2005. 183-6.

4.

Gregory Luke Larkin.Retinal Detachment.EMedicine [Online] Available from :


http://www.emedicine.com/emerg/byname/Retinal-Detachment.htm

Accessed:

15/4/2008
5.

James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003:
117-121.

6.

Friedman NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Posterior segment. In: Review of
ophthalmology. Elsevier Saunders. Philadelphia; 2005: 295-342.

7.

Wijana N. Retina. In: Ilmu penyakit mata. 154-6.

8.

Langston DP. Manual of ocular diagnosis and therapy. 5 th ed. Lippicott Williams &
Wilkins. Philadelphia; 2002: 187-91.

9.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita selekta kedokteran Edisi ketiga jilid pertama. Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia : Media Aesculapius

10.

Kanski JJ. Retinal etachment. In: Clinical ophthalmology. 5 th ed. Butterworth


Heinemann. Philadelphia; 2003: 349-89.

11. The Eye MD. Association, Retina and Vitreus. In: Basic and clinical science cource
2003-2004 on CD-ROM, section 12. America Academy of Ophthalmology: 2003-2004.
12. Hollwich F. Ablasi Retina. In: Oftalmologi. Binarupa Aksara: Jakarta; 1993: 263-269.
13. Lihteh Wu. Tractional Retinal Detachment.E Medicine [Online]Available from :
http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-DetachmentTractional.htm
15/4/2008.

.Accessed:

14. Lihteh wu. Exudative Retinal Detachment.E Medicine [Online]Available from :


http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-DetachmentExudative.htm
15/4/2008.

.Accessed:

Anda mungkin juga menyukai