Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangan dunia perbankan dan dunia usaha sekarang ini
timbul lembaga keuangan seperti lembaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan
tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang
menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan
perdagangan), yang dilakukan secara terus menerus atau teratur (regelmatig),
terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau
laba.1
Dalam Pasal 1 huruf (b) UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan dijelaskan bahwa perusahaan adalah setiap bentuk
usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus
menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah
Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
Sedangkan, pengertian dari Perusahaan Pembiayaan diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan
Pembiayaan, dalam Pasal 1 huruf (b) dikatakan bahwa Perusahaan
Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan
Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam
bidang usaha Lembaga Pembiayaan. Lembaga pembiayaan yang berkembang
pada saat ini seperti:
1 Abdul R Saliman, SH, MM, dkk, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan
ContohKasus), Kencana Renada Media Group, Jakarta 2005. hlm. 100.

1. Lembaga pembiayaan proyek (project finance)


2. Lembaga pembiayaan Modal ventura (ventura capital)
3. Lembaga pembiayaan sewa guna usaha (leasing)
4. Lembaga pembiayaan anjak piutang (factoring)
5. Lembaga pembiayaan konsumen (consumer finance)
6. Lembaga pembiayaan kartu kredit (credit card)
7. Lembaga pembiayaan usaha kecil.
Secara ketentuan hukum lembaga pembiayaan diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2009. Dalam perpres ini yang dimaksud lembaga
Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan dana atau barang modal.2 Sedangkan yang dimaksud dengan
perusahaan pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk
melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau
usaha Kartu Kredit.3 Jadi dalam pelaksanaan suatu pembiayaan haruslah
mempunyai legalitas baik berbentuk badan usaha maupun badan hukum. Legalitas
suatu perusahaan atau badan usaha adalah merupakan unsur yang terpenting,
karena legalitas merupakan jati diri yang melegalkan atau mengesahkan suatu
badan usaha sehingga diakui oleh masyarakat.4
Perusahaan Pembiayaan merupakan badan usaha yang
melaksanakan kegiatan usaha dari lembaga pembiayaan. Selain Perusahaan
Pembiayaan, bank dan lembaga keuangan bukan bank juga merupakan
badan hukum yang melaksanakan aktivitas dari lembaga pembiayaan yaitu :
2 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga
Pembiayaan Pasal 1 ayat (1)
3 Ibid Pasal 1 ayat (2)
4 Zaeni asyhadie, Hukum Bisnis, PT. Raja Grafindo, Jakarta 2005.
hlm 83
2

a.
b.
c.
d.
e.

Sewa Guna Usaha;


Modal Ventura;
Perdagangan Surat Berharga;
Anjak Piutang;
Usaha Kartu Kredit;
f. Pembiayaan Konsumen
Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan
untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran
secara angsuran.5 Kegiatan Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk
penyediaan dana untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen
dengan pembayaran secara angsuran. Kebutuhan konsumen yang dimaksud
meliputi antara lain :

1)
2)
3)
4)

Pembiayaan kendaraan bermotor


Pembiayaan alat-alat rumah tangga
Pembiayaan barang-barang elektronik
Pembiayaan perumahan
Pembiayaan konsumen dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah
consumer finance. Pembiayaan konsumen ini pada hakikatnya sama saja dengan
kredit konsumen (consumer credit). Bedanya hanya terletak pada lembaga yang
membiayainya. Pembiayaan konsumen biaya diberikan oleh perusahaan
pembiayaan (financing company). Sedangkan kredit konsumen (consumer credit)
biayanya diberikan oleh bank.6
Dalam pembiayaan yang menjadi dasar pembuatan perjanjian pembiayaan
konsumen ada 2 (dua) sumber hukum perdata untuk kegiatan perjanjian
5 Op.Cit, Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga
Pembiayaan Pasal 1 ayat (7).

6 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta : sinar garafika.


2009), hlm. 95
3

pembiayaan konsumen, yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan


di bidang hukum perdata.
Dalam asas kebebasan berkontrak hubungan hukum yang terjadi dalam
kegiatan pembiayaan konsumen selalu dibuat secara tertulis (kontrak) sebagai
dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum (legal certainty).
Perjanjian pembiayaan konsumen ini dibuat berdasarkan atas asas kebebasan
berkontrak para pihak yang memuat rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban
dari perusahaan pembiayaan konsumen sebagai pihak penyedia dana (fund
lender), dan konsumen sebagai pihak pengguna dana (fund user).
Perjanjian pembiayaan konsumen (consumer finance agreement)
merupakan dokumen hukum utama (main legal document) yang dibuat secara sah
dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH
Perdata. Akibat hukum perjanjian yang dibuat secara sah, maka akan berlaku
sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yaitu perusahaan pembiayaan konsumen
dan konsumen (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Konsekuensi yuridis
selanjutnya, perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good
faith) dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak (unilateral unvoidable).
Perjanjian pembiayaan konsumen berfungsi sebagai dokumen bukti yang sah bagi
perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen.7
Perundang-undangan di bidang hukum perdata, perjanjian pembiayaan
konsumen merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada
7 Abdul Kadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum
Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2000), hlm 256
4

ketentuan Buku III KUH Perdata. Di Indonesia, lembaga pembiayaan ini


merupakan salah satu lembaga formal yang masih relatif baru. Sumber hukum
utama pembiayaan konsumen adalah ketentuan mengenai perjanjian pinjam pakai
habis dan perjanjian jual beli bersyarat yang diatur dalam KUH Perdata. Kedua
sumber hukum utama tersebut dibahas dalam konteksnya dengan pembiayaan
konsumen.
Perjanjian pembiayaan konsumen yang terjadi antara perusahaan
pembiayaan kosumen dan konsumen digolongkan dalam perjanjian pinjam pakai
habis yang diatur dalam Pasal 1754-1773 KUH Perdata. Pasal 1754 KUH Perdata
menyatakan bahwa pinjam pakai habis adalah perjanjian, dengan mana pemberi
pinjaman menyerahkan sejumlah barang pakai habis kepada pihak peminjam
dengan syarat bahwa peminjam akan mengembalikan barang tersebut kepada
pemberi pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang sama.8
Perbedaan mendasar dapat kita telaah pada pembiayaan konsumen pada
leasing, yakni Lessor akan membayar kepada supplier barang modal yang
dibutuhkan lesse, dan lesse akan membayar secara berkala kepada lessor.
Waktunya sesuai perjanjian lesse dan lessor. Dan objek leasing adalah benda
-benda yang diperlukan dan digunakan untuk menjalankan perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perjanjian
pembiayaan konsumen tergolong perjanjian khusus yang objeknya adalah barang
habis pakai yang diatur dalam Pasal 1754-1773 KUH Perdata. Dengan demikian
ketentuan pasal-pasal tersebut berlaku terhadap perjanjian pembiayaan konsumen

8 KUHPerdata Pasal 1754 (pinjam pakai habis)


5

dan sudah relevan, kecuali apabila dalam perjanjian diatur secara khusus
menyimpang.9
PT. Federal International Finance Cabang Siak, merupakan salah satu
perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usahanya di bidang
pembiayaan konsumen (consumer finance), yang berfokus pada pembiayaan
sepeda motor dan pembiayaan barang-barang elektronik serta furniture. Kegiatan
pembiayaan dilakukan melalui sistempem berian kredit yang pembayarannya oleh
konsumen dilakukan secara angsuran atau berkala.
Dalam memberikan debitur pembiayaan konsumen tersebut lembaga
pembiayaan harus bersifat hati-hati dalam menilai konsumen. Sebelum
mendapatkan fasilitas tersebut konsumen diharuskan mengikuti dan memenuhi
segala syarat dan prosedur yang telah ditentukan oleh lembaga pembiayaan
tersebut yaitu PT. Federal International Finance Cabang Siak.
Hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk membuat perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak
melanggar dari syarat yang telah diatur dan ditetapkan oleh undang-undang.
Namun pada kenyataannya, kedudukan Kreditur lebih tinggi daripada
kedudukan konsumen. Karena pihak konsumen hanya menerima dan menyetujui
isi perjanjian yang telah ditetapkan oleh Kreditur yang dalam hal ini yaitu PT.
Federal International Finance Cabang Siak. Dapat diketahui, berdasarkan azas
kebebasan berkontrak bahwa isi perjanjian itu dibuat dan ditentukan oleh kedua
belah pihak sehingga dapat dikatakan pada kenyataannya azas kebebasan
berkontrak tersebut tidak berjalan.
9 Sunaryo., Loc.cit., hlm. 99
6

Pada perjanjian pembiayaan konsumen ini, pihak debitur hanya


mempunyai hak pakai atas barang yang menjadi objek perjanjian dan selanjutnya
setelah angsuran dan cicilan terakhir dilunasi, barulah hak milik atas barang
berpindah kepada si debitur
Jadi, selama jangka waktu pembiayaan konsumen dan harga yang telah
diperjanjikan itu belum dibayar lunas, maka si pembeli menjadi penyewa terlebih
dahulu dari barang yang diinginkannya tersebut. Dan harga tersebut merupakan
angsuran dari harga barang.
Dalam kedudukannya sebagai penyewa, pembeli mempunyai kewajiban
untuk membayar angsuran atau cicilan yang telah ditentukan tanpa harus melalui
teguran terlebih dahulu dari sipenjual barang tersebut.
Namun seringkali ketentuan-ketentuan atau aturan yang telah dibuat dan
disepakati oleh kedua belah pihak di dalam prakteknya tidak memenuhi dan tidak
sesuai dengan isi perjanjian tersebut, baik hal itu disengaja karena kelalaian si
pelakana isi perjanjian, di mana perjanjian yang dilaksanakan itu tidak sesuai
sebagaimana yang dikehendakinya atau juga oleh si pembuat isi perjanjian itu
sendiri. Selain itu ada juga faktor yang dikarenakan konsumen tidak mengetahui
peraturan baku yang telah dibuat oleh pihak Kreditur, karena mereka justru lebih
mementingkan barang yang mereka ambil daripada mernperhatikan peraturan
ydng ditetapkan dalam perjanjian tersebut, sehingga terjadi wanprestasi dalam
pelaksanaan perjanjian tersebut. Selanjutnya sering kali ketentuan ketentuan yang
dibuat di dalam perjanjian tersebut luput dari perhatian para debitur.

Permasalahan tersebut di atas juga penulis temukan pada PT PT. Federal


International Finance Cabang Siak. Di mana pihak debitur tersebut tidak
melaksanakan prestasinya, atau dengan kata lain pembayaran angsuran yang harus
dilakukan oleh debitur setiap bulannya mengalami kemacetan hingga lebih dari
batas waktu yang telah ditentukan yang mengakibatkan barang yang menjadi
objek pembiayaan tersebut ditarik kembali oleh pihak Kreditur, sedangkan uang
angsuran yang telah dibayar oleh pembeli sewa sebelumnya tidak dapat ditarik
kembali karena pembayaran angsuran yang telah dilakukan sebelumnya dianggap
sebagai uang sewa atas barang tersebut.
Berdasarkan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, oleh karena itu
penulis tertarik melakukan penelitian terhadap permasalahan ini dengan judul
PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PADA
PERUSAHAAN PEMBIAYAAN PT. FEDERAL INTERNASIONAL FINANCE
CABANG SIAK

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dibahas sebelumnya,
maka oleh karena itu penulis merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas
dalam penelitian skripsi ini nantinya. Permasalahan yang akan diangkat adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen oleh PT.
Federal International Finance Cabang Siak?.

2. Bagaimana penyelesaian hukum yang dapat dilakukan apabila terjadi


wanprestasi oleh para pihak terhadap pembiayaan konsumen tersebut?.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini oleh penulis akan memuat
tentang hal-hal yang dicapai dari kegiatan penelitian antara lain :
a. Untuk mengetahui prosedur pembuatan dan pelaksanaan perjanjian
pembiayaan konsumen atas kendaraan bermotor oleh PT. Federal
International Finance Cabang Siak.
b. Untuk mengetahui tindakan hukum yang dilakukan bila terjadi wanprestasi
dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen atas kendaraan
bermotor oleh PT. Federal International Finance Cabang Siak.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat yang akan diharapkan dalam penelitian ini adalah :
a. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada setiap perguruan tinggi yaitu
untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana Hukum
b. Untuk menerapkan sebagian pengetahuan yang diperoleh selama dibangku
kuliah sehingga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan orang lain.
c. Dapat sebagai bahan pertimbangan bagi para peneliti berikutnya,
khususnya yang melakukan penelitian dalam masalah yang sama sehingga
dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
d. Untuk menambah bahan bacaan diperpustakaan dan sebagai sumbangsih
penulis terhadap almamater.

D. Kerangka Teori
1. Kerangka Teoritis

Penyusunan teori-teori merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam


suatu penelitian terutama dalam meletakkan dasar-dasar tentang masalah yang
akan diteliti, pentingnya suatu konsep teoritis mempunyai hubungan timbal balik
yang sangat erat antara teori dengan kegiatan, pengumpulan, pengolahan, analisis
dan konsumsi data.
a. Teori Lembaga Pembiayaan
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata perjanjian harus memenuhi 4 (empat)
syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang
membuatnya, hal tersebut adalah :
1) Kesepakatan para pihak
2) Kecakapan untuk membuat Perjanjian (misalnya : cukup umur, tidak
dibawah pengampuan dll)
3) Menyangkut hal tertentu
4) Adanya kausa yang halal
Dua hal yang pertama disebut sebagai syarat subyektif dan dua hal
terakhir disebut syarat objektif. Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada
syarat subjektif akan memiliki konsekuensi untuk dapat dibatalkan
(vernietigbaar).
a) Kesepakatan para pihak
Sepakat maksudnya adalah bahwa dua belah pihak yang mengadakan
perjanjian setuju atau seia sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian, dengan
kata lain mereka saling menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik10

10 R.Subekti, Hukum Perjanjian, cetakan ke IV, PT Intermasa,


Jakarta, 1976, hlm, 17
10

Adanya kemauan dan kehendak kedua belah pihak yang membuat


perjanjian, jadi tidak boleh hanya karena kemauan satu pihak saja, ataupun
terjadinya kesepakatan oleh karena tekanan salah satu pihak yang mengakibatkan
adanya cacat bagi perwujudan kehendak.
Dalam hal suatu kesepakatan, ada beberapa teori yang menyatakan kapan
kesepakatan itu terjadi antara lain yaitu Teori Pengetahuan (veernemingstheorie)
mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui
bahwa tawarannya diterima dan Teori Kepercayaan (vetrowenstheorie)
mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak
dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.11
b) Kecakapan untuk membuat perjanjian
Untuk sahnya suatu perjanjian memerlukan kecakapan dari subyek yang
mengadakan perjanjian. Dengan kata lain setiap orang yang sudah
dewasa ,waras akal budinya adalah cakap menurut hukum.12
Pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa yang tidak cakap membuat
suatu perjanjian adalah :
1) Orang yang belum dewasa
2) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangUndang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang
telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu.
11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-PRESS,
Jakarta, 1984, hlm. 120
12 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya
Bakti,Bandung, 2001, hlm.73

11

4) Orang yang belum dewasa yang dimaksud dalam hal ini adalah seperti
yang ditunjuk oleh pasal 330 KUHPerdata yakni mereka yang belum
mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu kawin.
Pasal 433 KUHPerdata menentukan mereka yang ditaruh di bawah
pengampuan adalah setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan
dungu, sakit otak atau mata gelap atau terlalu boros sehingga tidak mampu
bertanggung jawab atas kepentingan sendiri karena itu dalam melakukan suatu
perbuatan hukum mereka diwakili oleh pengampunya (curator).
c) Suatu Hal tertentu
Didalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek
perjanjian adalah prestasi. Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan
apa yang menjadi hak Kreditur.13
Dalam hal ini undang-undang menentukan bahwa objek yang
diperjanjikan haruslah dapat ditentukan, paling tidak jenisnya. Lebih lanjut Pasal
1333 KUH Perdata menjelaskan bahwa tidaklah menjadi halangan jumlah barang
yang belum tentu, asal saja jumlah itu pada kemudian dapat ditentukan atau
dihitung.
Menurut M.Yahya tentang objek/prestasi perjanjian harus dapat
ditentukan adalah suatu yang logis atau praktis. Tak akan ada arti dari perjanjian
jika undang-undang tidak menentukan hal demikian.14

13 A.Qiram Syamsuddin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, Liberty,


Yogyakarta,,1985, hlm.10

14 M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni,


Bandung, 1986, hlm. 10
12

Dengan demikian dapat dimengerti, agar perjanjian itu memenuhi


kekuatan hukum yang sah, bernilai dan mempunyai kekuatan yang mengikat,
prestasi yang menjadi objek perjanjian harus tertentu sekurang-kurangnya jenis
objek itu harus
tertentu.15
d) Suatu Sebab Yang Halal
Untuk sah nya suatu perjanjian, undang-undang mensyaratkan adanya
kausa yang halal. Undang-undang tidak memberikan penjelasan tentang kausa,
yang dimaksud dengan kausa bukan hubungan sebab akibat, tetapi isi atau maksud
dari perjanjian.
Isi dari perjanjian pada hakikatnya mencerminkan tujuan atau maksud
yang akan dicapai oleh para pihak. Maksud atau tujuan ini merupakan tafsir dari
sebab (klausa).16
Menurut Subekti, yang dimaksud dengan sebab atau kausa dari suatu
perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri.17
Dalam bahasa yang praktis dapat dikatakan, menurut undang-undang suatu
sebab yang halal itu apabila tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak
bertentangan dengan kesusilaan. Dengan kata lain sebab atau kausa yang
melahirkan perjanjian adalah suatu sebab atau kausa yang sah dan halal.

15 Wiryono Projodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung,


1989, hlm.40
16 Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hlm .27
17 Wiryono Prodjodikoro, Op.Cit hlm.28
13

Pengertian hubungan sewa menyewa diatur dalam Pasal 1548 Kitab


Undang-Undang Hukum Perdata yaitu : Sewa menyewa ialah suatu persetujuan
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada
pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan
dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu
disanggupi pembayarannya.
Dalam hubungan sewa menyewa yang menyewakan memberi hak
pemakaian saja kepada penyewa dan bukan hak milik. Perjanjian sewa menyewa
tidak memberikan suatu hak kebendaan, tetapi hanya memberi suatu hak
perseorangan, terhadap yang menyewakan ada hak persoonlijk terhadap
pemilik, akan tetapi hak orang yang menyewakan ini mengenai juga suatu benda,
yaitu suatu barang yang disewakan
Dari defenisi pasal 1548 Kitab Undang- undang Hukum Perdata dapat
dilihat bahwa ada tiga unsur yang melekat, yaitu :
1) Barang
2) Jangka waktu
3) Pembayaran
Untuk menunjukan bahwa itu merupakan perjanjian sewa menyewa, maka
penyewa yang diserahi barang yang dipakai, diwajibkan membayar harga sewa
atau uang sewa kepada pemilik barang. Pada hakekatnya sewa menyewa tidak
dimaksud berlangsung terus menerus, melainkan pada saat tertentu pemakaian
dari barang tersebut akan berakhir dan barang akan dikembalikan lagi kepada
pemilik semula, mengingat hak milik atas barang tersebut tetap berada dalam
tangan pemilik semula.

14

Walaupun dalam Pasal 1548 KUHPerdata dikatakan bahwa sewa


menyewa itu berlangsung selama waktu tertentu, yang berarti bahwa dalam
perjanjian sewa menyewa harus selalu ditentukan tenggang waktu tertentu, tetapi
dalam perjanjian sewa menyewa itu dapat juga tidak ditetapkan suatu jangka
waktu tertentu, asal sudah disetujui harga sewa untuk satu jam, satu hari, satu
bulan, dan lain-lain. Jadi para pihak bebas untuk menentukan berapa lama waktu
tersebut. Dalam praktek pada umumnya perjanjian sewa menyewa ini diadakan
untuk jangka waktu tertentu, sebab para pihak menginginkan adanya suatu
kepastian hukum.
b. Asas Kebebasan Berkontrak
Hubungan hukum yang terjadi dalam kegiataan pembiayaan konsumen
selalu dibuat secara tertulis (kontrak) sebagai dokumen yang menjadi dasar
kepastian hukum(legal certanty). Perjanjian pembiayaan konsumen ini dibuat
berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak para pihak yang membuat rumusan
kehendak berupa hak dan kewajiban dari perusahaan pembiayaan konsumen
sebagai pihak penyedia dana (fund lender), dan konsumen sebagai pihak
pengguna dana(fund user).
Perjanjian pembiayaan konsumen (consumer finance agreement)
merupakan dokumen hukum utama yang dibuat secara sah dengan memenuhi
syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Akibat
hukum perjanjian yang dibuat secara sah, maka akan berlaku sebagai undangundang bagi pihak-pihak, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen
(Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata).

15

Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam membuat perjanjian,


dalam pasal 1338 KUHPerdata dikatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.18 Selanjutnya,
dapat disimpulkan perjanjian tersebut menganut sistem terbuka dan mengandung
azas kebebasan membuat perjanjian.
Sistem terbuka dari hukum perjanjian itu juga mengandung suatu
pengertian, bahwa perjanjian-perjanjian khusus yang diatur dalam UndangUndang hanyalah perjanjian yang terkenal di masyarakat saja, pada waktu KUHP
dibentuk. Misalnya, undang-undang hanya mengatur perjanjian-perjanjian sewa
menyewa dan jual beli, tetapi dalam prakteknya timbul suatu macam perjanjian
yang dinamakan perjanjian pembiayaan konsumen yang pada prinsipnya hampir
sama dengan perjanjian sewa-beli.
Perjanjian pembiayaan konsumen diadakan oleh karena pihak konsumen
tidak mampu membayar harga barang secara sekaligus, maka diadakanlah
perjanjian pembiayaan konsumen tersebut. Dimana pihak konsumen boleh
mencicil harga barang itu dalam beberapa kali angsuran, esdangkan hak milik
(meskipun barangnya sudah berada didalam kekuasaan konsumen) baru berpindah
kepada si Konsumen apabila angsuran yang penghabisan telah dibayar lunas.
Selama harga itu belum dibayar lunas, barangnya disewa oleh pihak konsumen.
Dengan demikian terciptalah suatu perjanjian yang dinamakan perjanjian
pembiayaan konsumen.
Perjanjian pembiayaan konsumen yang dilakukan secara angsuran disebut
dengan conditional sale atau jual beli bersyarat, dimana penjuan dapat menggugat
18 R. Subekti dan R. Tirtosudibyo, Op.Cit, hlm 342
16

untuk mengusai kembali barang itu jika pembeli lalai sebelum hak milik
berpindah kepadanya.19
Dalam hal si berhutang (debitur) tidka melakukan apa yang diperjanjikan
maka ia dikatakan melakukan wanprestasi, kelalaian atau kealpaan. Menurut R.
Subekti, kealpaan seorang debitur dapat berupa :
1. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
2. melaksanakan apa yang sijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan
3. melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat
4. melakukan seseatu menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.20
Akibat wanprestasi yang dilakukan oleh pihak yang berhutang sebagai
pihak yang diwajibkan melakukan sesuatu, maka akan diancamkan beberapa
sanksi yaitu :
a.membayar kerugian yang diterima oleh Kreditur atau dengan singkat
dinamakan ganti rugi
b. pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian
c.membayar biaya perkara, kalau sampai diperkirakan pemecahan
perjanjian.
Karena wanpresitasi (kelalaian) mempunyia akibat-akibat yang begitu
penting, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah siberhutang melakukan
wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, harus dibuktikan
dimuka hakim. Kadang-kadang juga tidak mudah untuk mengatakan seorang lalai

19 S.B Marsh and J. Soulsby, alih bahasa : Absul Kadir Muhammad,


Hukum perjanjian, Alumni, Cetakan ke 3, 2006, hlm 297
20 R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Cet 19, 2002, hlm
45
17

karena kali juga tidak dijanjikan dengan tepat waktu karena seirng kali juga tidak
tidak dijanjikan dengan tepat kapan sesuatu pihak diwajibkan melakukan prestasi
yang dijanjikan.
Tentang bagaimana memperingatkan seseorang debitur jika ia tidak
memenuhi prestasinya dan dapat dikatakan lalai, bila ia dengan surat perintah atau
dengan sebuah akata yang sejenis itu telah dinyatakan lalai dengan lwatnya wajut
yang telah ditentukan.
Pelaksanaan perjanjian kredit kendaraan bermotor oleh PT Federal
International Finance cabang Siak disertai dengan hak dan keajibannya serta
upaya hukum yang dapat dilakukan apabila terjadi wanprestasi dari pihak yang
terhutang dalam memenuhi kewajibannya.

E. Kerangka Konseptual
1. Perjanjian adalah perbuatan persetujuan pembiayaan yang diadakan antara
perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen, serta jual beli antara
pemasok dan konsumen, perjanjian ini didukung oleh dokumen-dokumen.
2. Pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit yang diberikan
oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang dan jasa
yang akan langsung dikonsumsikan oelh konsumen, dan bukan untuk
tujuan produksi atau distribusi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan

18

diatas, disebut perusahaan pembiayaan konsumen (Customer Finance


Company).21
3. Perusahaan pembiayaan adalah Perusahaan pembiayaan lembaga keuangan
non bank yang melakukan kegiatan penyediaan dana kepada masyarakat
untuk keperluan pembelian barang kebutuhan ataupun barang modal.

F. Metode Penelitian
Metode dalam sebuah penelitian sangatlah penting guna menentukan
keberhasilan suatu penelitian tersebut, baik dalam memberikan jawaban terhadap
permasalahan yang diajukan, maupun tujuan serta manfaat dalam penelitian.
Oleh karena itu, sesuai dengan masalah pokok yang dirumuskan, maka
penulis menyusun metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini memakai metode pendekatan yuridis empiris yang
artinya meninjau keadaan permasalahan yang ada di lapangan dikaitkan dengan
aspek hukum yang berlaku dan yang mengatur permasalahan tersebut. Jika dilihat
dari sifatnya maka penelitian ini tergolong kepada deskriptif, maksudnya
penelitian ini menjelaskan bagaimana pelaksanaan pembiayaan konsumen itu
pada PT. Federal International Finance (F.I.F) Cabang Siak, bagaimanakah
penyelesaian masalah jika terjadi wanprestasi oleh debitur dalam pelaksanaan
pembiayaan konsumen pada PT. Federal International Finance (F.I.F) Cabang
Siak.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi dilakukannya penelitian adalah pada PT. Federal International
Finance (F.I.F) Cabang Siak.
3. Populasi dan Sampel
21 http://zonaekis.com/pengertian-pembiayaan-konsumen/
19

a. Populasi
Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri atau
karakteristik yang sama.22 Dalam penelitian ini populasi yang akan dijadikan
sumber data adalah Manajer PT. Federal International Finance (F.I.F) Cabang Siak
dan nasabah PT. Federal International Finance (F.I.F) Cabang Siak.

b. Sampel
Sampel (Sub-populasi) adalah sejumlah manusia atau unit yang menjadi
bagian dari populasi yang akan dijadikan sumber data.23 Hingga saat ini belum ada
kesepakatan para pakar penelitian dibidang ilmu-ilmu sosial mengenai besarnya
sampel penelitian di satu sisi, dan di sisi lain sampel harus menggeneralisir dan
kepada seluruh populasi.24
Metode penarikan sampel pada penelitian ini adalah metode Purposive
Sampling, yaitu menetapkan sejumlah sampel yang akan mewakili jumlah
populasi yang ada, yang kategori sampelnya itu ditetapkan sendiri oleh
penulisnya.25
Untuk lebih jelasnya gambaran antara populasi dengan sampel tersebut
dilihat pada tabel berikut dibawah ini:
22 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press,
Jakarta: 2007, hlm. 172.
23 Ibid.
24 Sudarwan Danim, Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Perilaku,
Bumi Aksara, Jakarta:2000, hlm.90.
25 Irawan Suhartono, Metode Penelitian Sosial: Teknik Penelitian
Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial lainnya, PT Remaja
Rosdakarya Offset, bandung: 2002, hlm. 35.
20

Tabel I.1
Populasi dan Sampel
N
No

Responden
1 Manajer PT. Federal
International Finance
2 Nasabah PT. Federal
International Finance yang
melakukan peminjaman dana

Populasi

Sampel

Persentase

100%

220

22

10%

Sumber : Data Olahan Bulan April 2012-April 2013

4. Sumber data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang akan diperoleh secara langsung di
lapangan (sumber pertama) yang diperoleh dari hasil kuesioner (angket)
yang dikembalikan responden dan dari dokumen-dokumen serta berkasberkas data mengenai nasabah yang melakukan perjanjian dengan
Lembaga Pembiayaan konsumen.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui penelitian
perpustakaan antara lain berasal dari:
1) Bahan Hukum Primer
Yaitu bahan-bahan penelitian yang berasal dari peraturan-peraturan dan
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan judul dan permasalahan yang
dirumuskan. Bahan hukum ini berasal dari perundang-undangan, KUH Perdata,
Perpres Nomor 09 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, dan lainnya yang
berkaitan dengan masalah penelitian.
2) Bahan Hukum Sekunder

21

Yaitu bahan-bahan penelitian yang berasal dari literatur atau hasil


penulisan para sarjana yang berupa buku-buku yang berkaitan dengan pokok
pembahasan.

c. Data Tersier
Yaitu bahan-bahan penelitian yang diperoleh dari ensiklopedia dan
sejenisnya yang berfungsi mendukung data primer dan data sekunder seperti
Kamus Bahasa Indonesia dan Internet.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi dilakukan pada PT Federal International Finance cabang Siak
b. Kuesioner
Kuesioner adalah metode pengumpulan data dengan cara membuat daftardaftar pertanyaan yang memiliki korelasi dengan permasalahan yang diteliti, yang
pada umumnya dalam daftar pertanyaan itu telah disediakan jawaban-jawaban
(pertanyaan terstruktur), yang disebarkan secara khusus kepada sebagian
masyarakat yang pernah melakukan perjanjian.
c. Wawancara
Wawancara yaitu dengan bertanya langsung kepada Manajer, Karyawan,
dan Nasabah pada PT. Federal International Finance (F.I.F) maupun dengan
sebagian masyarakat yang pernah melakukan perjanjian.
d. Studi Pustaka
Studi pustaka yang dilakukan yaitu berupa mengumpulkan teori-teori dan
data berupa bahan hukum yang terdapat pada buku-buku dan bahan pustaka
lainnya yang relevan dengan masalah yang terjadi.
6. Analisis Data

22

Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah kualitatif yang
tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan
responden secara tertulis atau lisan dan perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari
sebagai sesuatu yang utuh.26 Kualitatif menggunakan data yang diperoleh dengan
kalimat serta penajaman pada logika sehingga dapat dimengerti semua pihak.
Setelah semua data berhasil dikumpul, kemudian data tersebut disajikan dalam
bentuk uraian yang terang dan rinci.27 Selanjutnya dianalisis dengan cara
membandingkan dengan teori-teori dan pendapat para ahli. Kemudian penulis
menarik suatu kesimpulan yang bersifat deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari
hal-hal yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus.28

26 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo


Persada, Jakarta: 1996, hlm 45.
27 Ibid.
28 Ibid.
23

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Lembaga Pembiayaan Konsumen dan Pengaturannya


1. Pengertian Pembiayaan Konsumen
Pembiayaan konsumen merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang
dilakukan oleh suatu perusahaan finansial (consumer finance company).
Perusahaan pembiayaan konsumen adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan
sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen.29
Target pasar dari mode pembiayaan ini konsumen ini sudah jelas adalah
konsumen, suatu istilah yang dipakai sebagai lawan dari kata produsen. Mengacu
pada ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU No.8 Tahun 1999),
konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.30
Pranata hukum Pembiayaan Konsumen di pakai sebagai terjemahan dari
istilah Consumer Finance, pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis
kredit konsumsi (consumer credit). Hanya saja, jika pembiayaan konsumen

29 Sentosa Sembiring, 2001, Hukum Dagang, PT. Citra Aditya Bakti,


Bandung, hlm. 114.

30 Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT, Grasindo, Jakarta,


hlm. 1.

24

dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, sementara kredit konsumsi diberikan


oleh Bank.31
Fasilitas kredit untuk pembelian sepeda motor adalah termasuk kredit
konsumsi dengan tujuan penggunaannya untuk memiliki sepeda motor oleh
konsumen.32 Namun demikian, pengertian kredit konsumsi sebenarnya secara
substansial sama saja dengan pembiayaan konsumen, yaitu : Kredit yang
diberikan kepada konsumen-konsumen guna pembelian barang-barang konsumsi
dan jasa-jasa seperti yang dibedakan dari pinjaman-pinjaman yang digunakan
untuk tujuan-tujuan produktif atau dagang. Kredit yang demikian itu dapat
mengandung risiko yang lebih besar daripada kredit dagang biasa, dan maka dari
itu, biasanya kredit tersebut diberikan dengan tingkat suku bunga yang lebih
tinggi.33
Keputusan Menteri Keuangan RI No.448/KMK.017/2000 Tentang
Perusahaan Pembiayaan, memberikan pengertian lembaga pembiayaan konsumen
sebagai suatu kegiatan pembiayaan yang dilakukan dalam bentuk penyediaan dana
bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara
angsuran atau berkala oleh konsumen.
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya
antara kredit konsumsi dengan pembiayaan konsumen sama saja. Hanya pihak
31 Munir Fuady, Op. Cit, hlm. 162
32 Johannes Ibrahim, 2004, Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan
Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit Bank (Perspektif Hukum dan
Ekonomi), Mandar Maju, Bandung, hal. 270.
33 Munir Fuady I, Loc. Cit.

25

pemberi kreditnya yang berbeda. Pembiayaan konsumen sebagai salah satu


lembaga pembiayaan lebih banyak diminati oleh konsumen ketika mereka
memerlukan barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran/cicilan.
Barang yang menjadi obyek pembiayaan konsumen umumnya adalah
barang-barang seperti, alat-alat elektronik, sepeda motor, komputer dan alat-alat
kepentingan rumah tangga yang menjadi kebutuhan konsumen. Besarnya
pembiayaan yang diberikan kepada konsumen umumnya relatif kecil, sehingga
kandungan risiko yang mesti dipikul oleh perusahaan pembiayaan konsumen juga
relatif kecil.

B. Dasar Perjanjian Pembiayaan Konsumen Oleh PT. Federal International


Finance Cabang Siak
Yang dimaksud dengan dasar perjanjian disini adalah menyangkut
pengaturan dari lembaga pembiayaan konsumen. Dasar hukum dari lembaga
pembiayaan konsumen diklasifikasikan, menjadi dasar hukum substantif dan
dasar hukum administratif.
1. Dasar Perjanjian Substansif
Adapun yang merupakan dasar hukum substansif eksistensi pembiayaan
konsumen adalah perjanjian di antara para pihak berdasarkan asas kebebasan
berkontrak. Yaitu perjanjian antara pihak perusahaan finansial sebagai Kreditur
dan pihak konsumen sebagai debitur. Sejauh yang tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip hukum yang berlaku, maka perjanjian seperti itu sah dan mengikat
secara penuh.

26

Hal ini dilandasi pada ketentuan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
yang menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi yang membuatnya.
Dasar dari pembiayaan konsumen adalah perjanjian. Berdasarkan azas
kebebasan berkontrak, setiap orang bebas untuk membuat perjanjian tentang apa
saja asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban
umum. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.34
Azas atau prinsip kebebasan berkontrak menjadi landasan/dasar hukum
dari pembiayaan konsumen. Asas ini mengandung makna bahwa setiap orang
mempunyai kebebasan untuk membuat kontrak/ perjanjian dengan siapa saja yang
dikehendakinya. Selain itu, para pihak juga bebas untuk menentukan isi
perjanjian dan syarat-syaratnya dengan pembatasan bahwa perjanjian tersebut
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang bersifat
memaksa, ketertiban umum dan kesusilaan.35
2. Dasar Perjanjian Administratif
Seperti juga terhadap kegiatan lembaga pembiayaan lainnya, maka
pembiayaan konsumen ini mendapat dasar dan momentumnya dengan
dikeluarkannya Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan yang
kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
34 H. Salim HS, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUH
Perdata, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 48.
35 J. Satrio, 1995, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian,
Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 74.

27

1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga


Pembiayaan. Dimana ditentukan bahwa salah satu kegiatan dari lembaga
pembiayaan tersebut adalah menyalurkan dana dengan sistem yang disebut
Pembiayaan Konsumen. Meskipun dalam praktek operasional pembiayaan
konsumen ini mirip dengan kredit konsumsi yang sering dilakukan oleh bank,
hakikat dan keberadaan perusahaan finansial yang sama sekali berbeda dengan
bank, sehingga secara substantif yuridis tidak layak diberlakukan peraturan
perbankan kepadanya. Secara yuridis formal, karena perusahaan pembiayaan
tersebut bukan bank, maka kegiatannya tidak mungkin tunduk kepada peraturan
perbankan. Sungguhpun peraturan perbankan tersebut dalam bentuk undangundang sekalipun. Kecuali undang-undang menentukan sebaliknya yang dalam
hal ini tidak kita ketemukan perkecualian tersebut.
Perkembangan lembaga pembiayaan, khususnya pembiayaan konsumen
memang belum ditopang oleh perangkat hukum yang memadai, sehingga
karenanya diperlukan adanya perangkat hukum dalam bentuk Undang-Undang
agar ada jaminan kepastian hukum terkait dengan operasional pembiayaan
konsumen tersebut. Kepastian hukum dimaksud menjadi tuntutan para pelaku
ekonomi dalam melakukan aktivitasnya dibidang ekonomi, termasuk di bidang
kegiatan pembiayaan.
Sektor hukum memang harus dapat mengikuti perkembangan ekonomi
yang sedang berlangsung. Selama ini kelemahan utama bidang hukum yang sering
dihadapi oleh pelaku ekonomi di Indonesia adalah masalah ketidakpastian

28

hukum. Padahal kepastian hukum juga dibutuhkan untuk memperhitungkan atau


mengantisipasi resiko.36
Begitu juga menyangkut risiko dari seluruh aktivitas pembiayaan
konsumen yang memang tidak mungkin terhindar dari perihal resiko tersebut.
Agar hukum mampu memainkan perannya untuk memberikan kepastian hukum
pada pelaku ekonomi, maka pemerintah bertanggung jawab membentuk hukum
(peraturan) yang dibutuhkan dan menjadikan hukum sebagai dasar untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan hukum yang terjadi.
Hukum diharapkan mampu memainkan perannya sebagai faktor pemandu,
pembimbing dan menciptakan iklim yang kondusif pada bidang ekonomi,
termasuk bidang aktivitas lembaga pembiayaan.
a. Pihak-pihak Dalam Pembiayaan Konsumen.
Bila seseorang membutuhkan barang-barang seperti TV, Mobil, Lemari
Es, Tempat Tidur, Sofa dan sebagainya sementara penghasilannya tidak cukup
membayar secara tunai, maka yang bersangkutan dapat menghubungi suatu
lembaga pembiayaan (consumers finance) yang dapat membantu mendapatkan
barangbarang konsumsi tersebut melalui supplier. Lembaga pembiayaan ini yang
akan membayar secara tunai kepada supplier, dan selanjutnya konsumen
membayar harga barang tersebut kepada lembaga pembiayaan secara angsuran
sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan.
Para pihak yang terlibat dalam transaksi pembiayaan konsumen adalah :
1. Pihak Perusahaan Pembiayaan
36 Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, 2009, Hukum Ekonomi
Sebagai Panglima, Mas Media Buana Pustaka, Sidoarjo, hlm 21-22.

29

Pihak perusahaan pembiayaan adalah pihak yang menyediakan dana


bagi kepentingan konsumen.
2. Pihak Dealer/Supplier
Pihak dealer/supplier adalah pihak penyedia barang yang dibutuhkan
konsumen.
3. Pihak Konsumen
Pihak konsumen adalah pihak yang membutuhkan barang.
Guna memahami prinsip dasar dari transaksi pembiayaan konsumen, maka
dapat dilihat dari hubungan hukum pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi
pembiayaan konsumen tersebut, yang lebih jelas dapat dilihat dalam bentuk skema
sebagai berikut :
b. Para Pihak Dalam Pembiayaan Konsumen
1. Hubungan Pihak Perusahaan Pembiayaan dengan konsumen. Hubungan
antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen adalah hubungan
kontraktual, dalam hal ini kontrak pembiayaan. Pihak perusahaan
pembiayaan berkewajiban untuk memberikan sejumlah dana (uang)
untuk pembelian suatu barang konsumsi. Sementara pihak konsumen
berkewajiban untuk membayar kembali uang tersebut secara angsuran
(cicilan) kepada pihak perusahaan pembiayaan.
2. Jadi hubungan kontraktual antara pihak penyediaan dengan konsumen
adalah sejenis perjanjian kredit.37 Secara yuridis apabila kontrak
pembiayaan tersebut sudah ditandatangani oleh para pihak dan dana
sudah dicairkan serta barang sudah diserahkan oleh supplier kepada
konsumen, maka barang tersebut sudah langsung menjadi hak milik
konsumen, meskipun harganya belum dibayar lunas.
37 Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 209.

30

3. Dalam hal ini berbeda dengan kontrak leasing, dimana secara yuridis
barang leasing tetap menjadi milik lessor, terkecuali pihak lessee
menggunakan hak pilih (opsinya) untuk memiliki barang tersebut pada
akhir kontrak.
4. Hubungan pihak konsumen dengan supplier
5. Antara pihak konsumen dengan pihak supplier terdapat suatu hubungan
jual beli, dalam hal ini jual beli bersyarat, dimana pihak supplier selaku
penjual menjual barang kepada pihak konsumen selaku pembeli,
dengan syarat bahwa harga akan dibayar oleh pihak ketiga, yaitu pihak
perusahaan pembiayaan. Syarat tersebut mempunyai arti bahwa apabila
pihak perusahaan pembiayaan tidak jadi (batal) memberikan dana,
maka jual beli antara supplier dengan konsumen menjadi batal pula.
6. Hubungan Perusahaan Pembiayaan dengan Supplier.
7. Antara pihak perusahaan pembiayaan dengan suppler tidak mempunyai
hubungan hukum yang khusus, kecuali pihak perusahaan pembiayaan
hanya pihak ketiga yang disyaratkan, yaitu disyaratkan untuk
menyediakan dana untuk dipergunakan dalam perjanjian jual beli antara
pihak supplier dengan pihak konsumen. Karena itu, jika perusahaan
pembiayaan wanpresiasi (ingkar janji) dalam menyediakan dananya,
sementara kotrak jual beli maupun kontrak pembiayaan sudah selesai
dibuat, maka jual beli bersyarat antara supplier dengan konsumen itu
akan batal.
Selanjutnya di dalam pengaturan Menteri keungan tersebut terdapat juga
lembaga pembiayaan yang dinamakan dengan lembaga pembiayaan konsumen
yang juaga merupakan salah satu badan usaha yang bergerak dalam bentuk

31

penyediaan barang sama halnya dengan Lembaga pembiayaan lainya yang diatur
didalam Keputusan Presiden RI No.61 tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan.
Lembaga pembiayaan konsurnen ( Consumer Finance ) adalah merupakan
kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen
dengan pembayaran secara angsuran.
Perusahaan yang memberikan pembiayaan di atas disebut perusahaan
pembiayaan konsumen atau consumer finance company.
Perusahaan pembiayaan konsumen yang berbentuk lembaga keuangan
bukan Bank dapat didirikan oleh suatu institusi Non-Bank maupun oleh sebuah
Bank. Tetapi, pada dasasrnya antara Bank yang mendirikan dengan perusahaan
pembiayaan konsumen yang didirikan merupakan suatu badan usaha yang
terpisahsatu dengan yang lainnya.
Kegiatan pembiayaan konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana
untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan
pembayaran secara angsuran.38
Kebutuhan konsumen sebagai mana dimaksud di atas tadi, antara lain
meliputi:
1)
2)
3)
4)

Pembiayaan kendaraan bermotor


Pembiayaan alat-alat rumah tangga
Pembiayaan barang-barang elektronik
Pembiayaan perumahan
Lembaga pembiayaan konsumen didirikan dalam bentuk badan hukurm
Perseroan Terbatas. Saham perusahaan pembiayaan yang berbentuk Perseroan
Terbatas (PT) dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan atau Badan Hukurn
38 Sentosa sembiring, Op.Cit , hlm l0
32

Indonesia dan juga dapat dimiliki oleh Badan Usaha Asing dan Warga Negara
Indonesia atau Badan Hukum Indonesia (Usaha Patungan ).
Lembaga pembiayaan konsumen pada prinsipnya memiliki persamaan
dengn sewa beli karena sama-sama membayar barang konsumen dengan cara
angsuran. Hanya perbedaannya dalam sewa beli tidak ada pihak ketiga yang ikut
serta dalam perjanjian pembiayaan tersebut.

C. Tinjauan Pustaka PT. FIF (Federal International Finance)


PT. FIF (Federal International Finance) Cabang Siak, merupakan salah
satu perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usahanya di bidang
pembiayaan konsumen (consumer finance), yang berfokus pada pembiayaan
sepeda motor dan pembiayaan barang-barang elektronik serta furniture. Kegiatan
pembiayaan dilakukan melalui sistem pemberian kredit yang pembayarannya oleh
konsumen dilakukan secara angsuran atau berkala.
Dalam memberikan fasilitas pembiayaan konsumen tersebut lembaga
pembiayaan harus bersifat hati-hati dalam menilai konsumen. Sebelum
mendapatkan fasilitas tersebut konsumen diharuskan mengikuti dan memenuhi
segata syarat dan prosedur yang telah ditentukan oleh lembaga pembiayaan
tersebut yaitu PT. Federal International Finance Cabang Siak.
Dengan mengutamakan pada kepuasan pelanggan, Semesta Finance
menawarkan pembiayaan yang aman, cepat, responsive dan handal yang didukung
oleh :

33

1. Tenaga-tenaga profesional yang memiliki pengalaman lebih dari l0


tahun di bidang pembiayaan sepeda motor.
2. Sistem komputer yang terintegrasi,"online" dengan seluruh cabang
sehingga dapat menghasilkan laporan yang handal dan tepat waktu,
3. Struktur pembiayaan yang menarik dengan uang muka dan angsuran
yang terjangkau serta struktur kredit khusus untuk pelanggan
perusahaan (group sales),
4. Jaringan pemasaran yang tersebar secara geografis di kota-kota besar.
5. Didukung oleh bank-bank ternama seperti Bank Mandiri, BNI , BCA,
Bank Danamon dan Bank Bumiputera.
Adapun persyaratan bagi pelanggan yang ingin mendapatkan fasilitas
kredit & dari PT. Federal International Finance Cabang Siak sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

FC KTP pemohon dan suami/istri


FC Kartu Keluarga
FC PBB dan/atau Rekening Listrik
Slip Gaji dan/atau Surat Keterangan Penghasilan
Surat Kuasa Pemotongan Gaji kepada HRD
Surat Pemyataan Pemotongan Gaji dari HRD
Dengan mengutamakan kepuasan pada pelanggan, PT. Federal
International Finance Cabang Siak memberikan penawaran fasilitas kepemilikan
sepeda motor untuk para karyawan dan karyawati perusahaan secara aman,
mudah, dan terjangkau:
1) Fasilitas kepernilikan sepeda motor yang diberikan adalah untuk jenis
sepeda motor roda dua.
2) Uang muka yang relatif ringan dengan bunga krediiyang menarik,
3) Jangka waktu angsuran yang relatif fleksibel,
4) Mekanisme pembayaran angsuran yang relatif mudah melalui
pemotongan gaji karyawan,
5) Dukungan operasional yang kuat dan hati-hati, yang memberikan
keamanan dan kenyamanan bagi pengambil fasilitas.

34

Adapun Visi dan Misi PT. Federal International Finance Cabang Siak
sebagai berikut:
VISI
Menjadi lembaga pembiayaan kendaraan bermotor roda dua yang terbaik
dengan kualitas pelayanan melebihi harapan konsumen.
MISI
1. Membantu masyarakat merniliki alat transportasi melalui fasilitas
pembiayaan
2. Memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada keditur, pemegang
saham dan karyawan
Perusahaan PT. Federal International Finance Cabang Siak di dalam
menjalankan perusahaan mempunyai struktur organisasi, dengan tujuan agar para
personil dapat melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan tugas masingmasing.
Setelah itu pihak konsumen harus melengkapi data-data yang harus
dilampirkan, yaitu :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Foto copy KTP pemohon dan suami/istri


Foto copy kartu keluarga
Foto copy PBB. dan/atau rekening listrik
Slip gaji dan/atau surat keterangan penghasilan
Surat kuasa pemotongan gaji kepada HRD
Surat pernyataan pemotongan gaji dari HRD
Mengenai bentuk perjanjian pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh
PT. Federal International Finance Cabang Siak dengan pihak konsumen dapat
dilihat dari pertanyaan penulis yaitu: Bagaimanakah bentuk pelaksanaan

35

perjanjian pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh PT. Federal International


Finance Cabang Siak dengan pihak konsumen.
Dengan adanya bentuk perjanjian secara tertulis akan kepastian hukum
bagi kedua belah pihak bila ada gugatan dikemudian Berdasarkan wawancara
penulis dengan CMO menyatakan bahwa:
"Perjanjian yang dibuat dalam pembiayaan konsumen kendaraan bermotor
antara perusahaan dengan konsumen dilakukan secara tertulis, hal ini
dilakukan agar perjanjian yang telah dibuat dan ditandaiangani menjadi
pegangan bagi kedua belah pihak sebagai bukti bila ada gugatan
dikemudian hari.selama ini belum ada perjanjian yang'dibuat kedua belah
pihak yang dilakukan secara lisan.
Tentang prosedur dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen
yang dilakukan penulis dengan CMO PT. Federal International Finance Cabang
Siak, bahwa prosedur perjanjian pembiayaan konsumen yaitu:
"Dalam rnelaksanakan pembelian kendaraan bermotor pihak perusahaan
berusaha untuk memberikan kemudahan dan pelayanan yang uait kepada
para pihak konsumen. Dengan cara seperti ini calon konsumen iidak
merasa dipersulit dan secara tidak langsung dapat memberikan keuntungan
bagi perusahaan.39
Hal-hal yang menjadi hak Kreditur pada perjanjian pembiayaan konsumen
sekaligus merupakan kewajiban bagi debitur, karena itu untuk melihat apa yang
menjadi hak dan kewajiban dari masing-masing pihak (cukup dengan melihat apa
yang menjadi hak dari masing-masing pihak. Hal ini disebabkan karena hak
debitur merupakan kewajiban bagi debitur, sebaliknya hak Kreditur merupakan

39Wawancara dengan Didi Arianto (CMO PT. Federal International Finance


Cabang Siak), 15 September 2011.

36

kewajiban bagi debitur, hal ini dalam hukum perjanjian dikenal dengan unsur
pasif dan unsur aktif.40
Dalam konsep ini debitur adalah pihak yang pasif atau pihak yang
berutang berkewajiban melaksanakan sesuatu sedangkan kerditur adalah pihak
yang aktif atau pihak yang berpiutang yang berhak atas sesuatu.
Dalam penjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor yang telah
disetujui dan di tanda tangani oleh kedua belah pihak terhadap hak maupun
kewajiban antara kedua belah pihak yang telah dilakukan diketahui bahwa
perjanjian ini berbentuk baku dalam arti perjanjian telah terlebih dahulu
disediakan formulir perjanjian, meskipun terdapat pihak yang tidak
mengetahuinya maupun setengah yang mengetahui secara umum ia harus tunduk
kepada perjanjian yang telah ditandatangani.

40A. Qirom Syamsuddin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian'Beserta


perkembangannya,Liberty, Yogyakart4 1985, hlm 14

37

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Konsumen Atas Kendaraan


Bermotor Oleh PT. FIF (Federal International Finance) Cabang Siak
1. Prosedur pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen atas
kendaraan bermotor oleh PT. Federal International Finance Cabang
Siak
Sebelum perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor antara PT.
PT. FIF (Federal International Finance) Cabang Siak dengan pihak konsumen
dilaksanakan, para pihak terlebih dahulu menempuh beberapa proses awalnya
calon konsumen kendaraan bermotor datang ke distributor dan menyatakan
keinginannya untuk membeli kendaraan bermotor sesuai dengan merek kendaraan
bermotor yang diinginkannya, khususnya kendaraan bermotor roda dua, serta
38

melihat dan menentukan pilihannya setelah calon konsumen menunjuk sepeda


motor yang diinginkannya, kemudian pihak Kreditur memberikan petunjuk
tentang prosedur sewa beli tersebut yaitu dengan menyerahkan formulir
permohonan kredit yang harus diisi oleh calon konsumen, formulir tersebut
berisikan tentang:
a.
b.
b.
c.
d.

Nama lengkap
Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan
Alamat

Setelah itu pihak konsumen harus melengkapi data-data yang harus


dilampirkan, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Foto copy KTP pemohon dan suami/istri


Foto copy kartu keluarga
Foto copy PBB dan/atau rekening listrik
Slip gaji dan/atau surat keterangan penghasilan
Surat kuasa pemotongan gaji kepada HRD
Surat pernyataan pemotongan gaji dari HRD

Bentuk perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor antara PT.


FIF (Federal International Finance) Cabang Siak dengan pihak konsumen adalah
baku artinya perjanjian tersebut sudah disediakan, dan calon pembeli hanya
membaca serta menandatangani perjanjian yang sudah disediakan tersebut.
Adapun ciri-ciri perjanjian baku adalah:
1) Isinya ditetapkan secara sepihak oleh Kreditur yang posisinya relatif
kuat dari debitur,
2) Pihak yang satu (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama
menentukan isi perjanjian itu,
3) Terdorong oleh ketentuan debitur, maka terpaksa menerima perjaniian
tersebut,

39

4) Bentuknya tertulis,
5) Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.41
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Didi Arianto selaku
CMO PT. FIF (Federal International Finance) Cabang Siak, sebagai berikut :
"Para calon pembeli yang berkeinginan membeli sepeda motor, perusahaan
telah menyediakan perjanjiannya dan calon pembeli hanya membacanya
dan apabila disetujui maka perjanjian tersebut baru ditandatangani oleh
kedua belah pihak."42
Mengenai bentuk perjanjian pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh
PT. FIF (Federal International Finance) Cabang Siak dengan pihak konsumen
dapat dilihat dari pertanyaan penulis yaitu :Bagaimanakah bentuk perjanjian
pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh PT. FIF (Federal International
Finance) Cabang Siak dengan pihak konsumen?. Berdasarkan penelitian yang
penulis lakukan terhadap l6 orang konsumen yang dijadikan sampel dari
kuesioner yang diberikan kepada mereka mengenai bentuk perjanjian pembiyaan
konsumen pada PT. FIF (Federal International Finance) Cabang Siak dapat
diperoleh data seperti terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel III.1
Jawaban Responden Tentang Bentuk
Perjanjian Pembiyaan Konsumen
1
2

Bentuk Perjanjian
Tertulis

Jawaban
22

Lisan
Jumlah

0
22

%
100
0
100

Sumber : Data lapangan setelah diolah Tahun 2011

41 Mariam Darus Badruzaman, Perjanjian Baku Perkembangannya Di


lndonesia, Alumni Bandung, 1988, hlm 17

42 Wawancara dengan Didi Arianto, CMO PT. Federal International


Finance Cabang Siak, 15 September 2011
40

Dari tabel III.I di atas dapat penulis tegaskan bahwa bentuk perjanjian
pembiayaan konsumen atas kendaraan bermotor pada PT. FIF (Federal
International Finance) Cabang Siak adalah berbentuk tertulis, terbukti dari 22
responden (l00%) seluruhnya mengatakan bahwa perjanjian pembiayaan
konsumen tersebut adalah tertulis. Dengan adanya bentuk perjanjian secara
tertulis akan memberikan kepastian hukum bagi kedua beklah pihak bila ada
gugatan dikemudian hari.
Berdasarkan wawancara penulis dengan CMO menyatakan bahwa :
Perjanjian yang dibuat dalam pembiayaan konsurnen kendaraan bermotor
antara perusahaan dengan konsumen dilakukan secara tertulis, hal ini
dilakukan agar perjanjian yang telah dibuat dan ditandatangani menjadi
pegangan bagi kedua belah pihak sebagai bukti bila ada gugatan
dikemudian hari, selama ini belum ada perjanjian yang dibuat kedua belah
pihak yang dilakukan secara lisan43
Tentang prosedur dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen
yang dilakukan dapat dilihat dari jawaban responden atas penanyaan penulis yaitu,
bagaimanakah prosedur dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen
yang dilakukan oleh konsumen?. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut:

43 Wawancara dengan Didi Arianto, CMO PT. Federal International Finance


Cabang Siak, 15 September 2011

41

Tabel III.2
Jawaban Responden Tentang Prosedur
Pembelian Kendaraan Bermotor Pada
PT Federal International Finance Cabang Siak
Prosedur
Jawaban
%
Cukup Mudah
14
63.6

Berbelit

Membingungkan

13.6

22.7

22

100

3
Jumlah

Sumber : Data lapangan setelah diolah Tahun 2011

Dari tabel III.2 setelah diolah Tahun 2011 diatas dapat ditegaskan bahwa
prosedur perjanjian pembiayaan konsumen pada PT. Federal International Finance
Cabang Siak cukup mudah, hal ini berdasarkan dari jawaban responden yaitu
sebanyak 8 orang (63.6%) prosedurnya cukup mudah sehingga memberikan
kemudahan bagi pihak konsumen dalam melaksanakan perjanjian pembiayaan
konsumen ini, akan tetapi juga adanya keluhan secara langsung sebanyak 5 orang
(22.7%) yang disampaikan oleh Debitur terkait sulitnya memahami tata cara yang
diajukan pihak Kreditur, dan sebanyak 3 orang (13.6%) menyatakan berbelit
karena tingkat atau kemampuan daya serap Debitur yang notebene nya
berpendidikan rendah, sehingga setiap proses yang diajukan Kreditur dalam
Pembelian Kendaraan Bermotor mengalami kendala yang cukup berarti.
Berdasarkan wawancara penulis dengan CMO PT. Federal International Finance
Cabang Siak tentang prosedur perjanjian pembiayaan konsumen dapat dilihat di
bawah ini:
"Dalam melaksanakan pembelian kendaraan bermotor pihak perusahaan
berusaha untuk memberikan kemudahan dan pelayanan yang baik kepada
para pihak konsumen. Dengan cara seperti ini calon konsumen tidak

42

merasa dipersulit dan secara tidak langsung dapat memberikan keuntungan


bagi perusahaan."44
Hal-hal yang menjadi hak Kreditur pada perjanjian pembiayaan konsumen
sekaligus merupakan kewajiban bagi debitur, karena itu untuk melihat apa yang
menjadi hak dan kewajiban dari masing-rnasing pihak, cukup dengan melihat apa
yang menjadi hak dari masing-masing pihak. Hal ini disebabkan karena hak
debitur merupakan kewajiban bagi debitur, sebaliknya hak Kreditur merupakan
kewajiban bagi debitur, hal ini dalam hukum perjanjian dikenal dengan unsur
pasif dan unsur aktif.45
Dalam konsep ini debitur adalah pihak yang pasif atau pihak yang
berutang berkewajiban melaksanakan sesuatu sedangkan Kreditur adalah pihak
yang aktif atau pihak yang berpiutang yang berhak atas sesuatu.
Dalam perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor yang telah
disetujui dan ditandatangani oleh kedua belah pihak terdapat hak-hak maupun
kewajiban antara kedua belah pihak.
Untuk mengetahui apakah responden mengetahui hak maupun
kewajibannya dalam perjanjian pembiayaan konsumen, dapat dilihat pada tabel
berikut.

44 Wawancara dengan Didi Arianto, CMO PT. Federal International


Finance Cabang Siak, 15 September 2011
45A. Qirom Syamsuddin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta
Perkembangannya, Liberty, Yogyakarla, 1985, hlm 14

43

Tabel III.3
Jawaban Responden Tentang
Pengetahuan Mengenai Isi Perjanjian
Pengetahuan Responden
Jawaban
Mengetahui
12

%
54,5

Setengah Mengetahui

18.3

Tidak Mengetahui
Jumlah

6
22

27.2
100

No
1

Sumber : Data lapangan setelah diolah Tahun 2011

Berdasarkan tabel III.3 di atas menunjukan bahwa sebagian besar


responden temyata mengetahui isi perjanjian pembiayaan tersebut, yaitu sebanyak
12 orang (54,5%) dan 4 orang responden (18,3%) hanya mengetahui setengah dari
perjanjian itu dan sebanyak 6 orang (27.2%) tidak mengetahui perjanjian yang
telah ditandatangani.
Oleh karena perjanjian ini berbentuk baku dalam pengartian bahwa telah
terlebih dahulu disediakan formulir perjanjian, meskipun terdapat pihak yang
tidak mengetahuinya maupun setengah yang mengetahui secara umum ia harus
tunduk kepada perjanjian yang telah ditandatangani.
Setelah mengetahui prosedur dari perjanjian tersebut, maka dalam
pelaksanaannya juga terdapat hak dan kewajiban dari parapihak yang melakukan
perjanjian. Menurut penulis ada baiknya sebelum perjanjian itu ditandatangani,
pihak PT Federal International Finance Cabang Siak sebagai pihak Kreditur
terlebih dahulu menjelaskan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak. Didalam
formulir surat perjanjian pembiayaan konsumen itu memuat hak dan kewajiban
kedua belah pihak.

44

a. Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban Kreditur


Dalam pelaksanaan perjanjian tersebut dari hasil wawancara penulis
dengan Wawancara dengan CMO PT. Federal International Finance Cabang Siak
diketahui bahwa hak dan kewajiban dari Kreditur adalah sebagai berikut dalam
Perjanjian Pembiayaan Konsumen :
1.Hak Kreditur yaitu :
a) Berhak untuk mendapatkan pembayaran uang muka, (pasal 3 ayat
1)
b) Berhak untuk mendapatkan angsuran setiap bulan serta denda atas
keterlambatan, (pasal 3 ayat 4)
c) Menarik sepeda motor bila pihak konsumen lalai memenuhi
perjanjian, (pasal 4 ayat 3)
2. Kewajiban Kreditur yaitu :
a) Berkewajiban untuk menyerahkan barang jaminan (sepeda motor)
setelah uang muka di bayar, (pasal 4 ayat 1)
Mengenai cara penyerahan kendaraan bermotor yang menjadi objek
fasilitas pembiayaan konsumen yang dilakukan Kreditur kepada Debitur
(konsumen), penulis mengajukan pertanyaan sebagai berikut : bagaimanakah cara
penyerahan kendaraan bermotor yang menjadi objek perjanjian pembiayaan
konsumen yang dilakukan oleh pihak Kreditur kepada pihak Kreditur
pembiayaan?. Jawaban responden dapat dilihat pada :

Tabel III.4
Jawaban Responden Mengenai

45

Penyerahan Kendaraan Bermotor


Saat Penyerahan

Jawaban

1
Pada Saat Perjanjian ditanda Tangani

Setelah Ditanda Tangani

22

100

22

100

Jumlah

Sumber : Data lapangan setelah diolah Tahun 2012

Berdasarkan data yang tersaji pada tabel III.4, diketahui bahwa seluruh
responden yaitu sebanyak 22 orang (100%) menjawab bahwa penyerahan barang
dilakukan pada saat setelah di tandatanganinya surat perjanjian. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan penulis dengan CMO PT. Federal International
Finance Cabang Siak menyatakan bahwa pihak konsumen langsung dapat
membawa pulang kendaraan bermotor yang mereka beli setelah perjanjian
ditandatangani.
Menurut Pasal 1257 KUHPerdata, disebutkan bahwa semua syarat harus
terpenuhi secara yang mungkin dikehendaki dan dimaksudkah oleh kedua belah
pihak. Menurut pasal ini dalam perjanjian sedapat mungkin kewajiban dari
Kreditur agar dapat memenuhi semua ketentuan dari perjanjian yang telah
ada'untuk dapat meneruskan perjanjian tersebut. Jadi, dalam perjanjian
yangterdapat pada PT. Federal International Finance Cabang Siak telah
didasarkan pada pasal tersebut. Namun di sini ada perbedaan di mana perjanjian
yang terdapat pada PT. Federal International Finance Cabang Siak adalah
perjanjian baku. Sehingga tidak ada kemungkinan pihak Kreditur tidak

46

menyetujui salah satu dari syarat-syarat yang telah ditentukan, di sini apabita
pihak konsumen telah menandatangani perjanjian yang telah ada tersebut maka
pihak konsumen tersebut telah menyetujui semua isi dari perjanjian itu.
Penyerahan barang merupakan kewajiban dari penjual pada saat lahirnya
perjanjian telah langsung dikuasai oleh pembeli, namun penguasaan disini bukan
berstatus sebagai pemilik barang melainkan sebagai penyewa saja. pembeli tidak
menguasai secara mutlak sebelum angsuran terkhir dibayar lunas.
b) Menyerahkan hak milik atas sepeda motor setelah angsuran
terakhir selesai.
Pertanggung jawaban terhadap sepeda motor yang rusak atau hilang di luar
kemauannya, pembeli sewa diharuskan untuk mengganti.46
Hal ini dapat dipedomani dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 1444
KUH Perdata yang menyatakan :
jika barang tertentu menjadi bahn persetujuan musnah dan tak lagi dapat
diperdagangkan atau hilang sedemikian hingga sekali tak diketahui apakah
barang itu masih ada maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah
atau hilang diluar salahnya si berhutang, dan sebelum ia lalai
menyerahkannya47
Berdasarkan ketentuan pasal di atas maka si berutang bebas dari segala
kewajiban asal musnah atau hilangnya barang tersebut diluar kesalahannya.
Namun demikian jika dilihat dari surat perjanjian pembiayaan kendaran bermotor
antara PT. Federal International Finance Cabang Siak dengan pihak konsumen,
menyatakan :
46 Wawancara dengan Didi Arianto ( CMO PT. Federal International
Finance Cabang Siak), 15 September 2011
47 R, Subekli clan Tjitro Sudibyo, KitabUndang-Undang Hukum Perdata,
Jakarta, Pratya Pramita.l986 , hlm. 302

47

"Kreditur dengan ini menegaskan bahwa segala kejadian yang terjadi atas
sepeda motor tersebut adalah menjadi tanggung jawab Kreditur
sepenuhnya dan tidak menjadi alasan untuk penundaan pembayaran uang
sewa yang telah ditetapkan pada Pasal III ayat I ( Surat perjanjian, Pasal
VI ayat III )"
Berdasarkan ketentuan dari surat perjanjian di atas pihak konsumen tetap
harus menanggung segala kewajiban walaupun hilang atau musnahnya
barang (kendaraan bermotor) di luar kesalahannya. Namun, rnesti diingat bahwa
kesemuanya itu adalah semata-mata tergantung kepada isi perjanjian yang dibuat
dengan mengingat azas kebebasan berkontrak.
b. Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban Debitur.
Dalam pelaksanaan perjanjian tersebut dapat diketahui bahwasanya hak
dan kewajiban dari penerima fasiiitas adalah. sebagai berikut :
1. Hak konsumen atau Kreditur yaitu :
a) Berhak untuk mendapatkan barang setelah uang muka dibayar
b) Berhak untuk mendapatkan penyerahan hak milik atas objek
perjanjian setelah angsuran lunas.
2. Kewajiban Debitur yaitu :
a) Membayar uang muka beserta angsurannya kepada pemilik
b) Membayar keterlambatan 2 % (permil) perhari terhitung mulai
tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran tersebut.
c) Membayar biaya penarikan sebesar Rp.50.000 setiap keterlambatan
pembayaran angsuran.48
Kreditur dan debitur, secara bersama-sama selanjutnya disebut dengan
para pihak, sepakat dan saling mengikatkan diri dalam perjanjian pembiayaan
48 Wawancara dengan Didi Arianto ( CMO PT. Federal International Finance
Cabang Siak), l5 September 2011.

48

dengan terlebih dahulu menerangkan hal hal yang menjadi dasar dari perjanjian
pembiayaan ini, yaitu :
1. Fasilitas pembiayaan konsumen
Kreditur sepakat untuk memberikan fasilitas pembiayaan konsumen
kepada Kreditur guna pembelian barang berupa kendaraan bermotor.
2. Struktur pembiayaan konsumen
Fasilitas pembiayaan konsumen diberikan kepada Kreditur oleh
Kreditur dengan struktur pembiayaan konsumenyang disepakati.
3. Debitur pembiayaan konsumen
Dengan ditandatanganinya perjanjian pembiayaan ini oleh para pihak,
maka para pihak telah sah saling mengikatkan diri dalam perjanjian
pembiayaan, karenanya dengan demikian:
a. Debitur sah menerima fasilitas pembiayaan dan menyetujui fasilitas
pembiayaan tersebut langsung dibayarkan kepada dealer oleh
Kreditur. Atas penerimaan fasilitas pembiayaan konsumen tersebut,
perjanjian pembiayaan ini berlaku sebagai kwitansi/tanda bukti
penerimaan yang sah.
b. Kreditur dengan ini menyatakan sah berhutang kepada Kreditur dan
Kreditur mempunyai piutang kepada Kreditur atas hutang
pembiayaan sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian pembiayaan
ini.
c. Debitur telah menerima barang yang dibiayai Kreditur dari dealer.
4. Pembayaran angsuran
a. Debitur wajib membayar angsuran selambat-lambatnya pada saat
jatuh tempo secara tertib dan peraturan tanpa terlebih dahulu
dilakukan penagihan/ pemberitahuan oleh Kreditur dengan cara
apapun.

49

b. Jika jatuh tempo bertepatan dengan hari libur nasional, maka


Kreditur wajib membayar angsuran selambat-lambatnya pada 1(satu)
hari kerja sebelumnya.
c. Pembayaran angsuran dianggap sah dan diterima apabila telah dapat
diuangkan dan/atau tercatat pada rekening pemebri fasilitas
sebagaimana mestinya.
d. Kreditur sepakat dalam hal melakukan pelunasan dipercepat
mengikuti persyaratan Kreditur termasuk tetapi tidak terbatas
membayar administrasi pelunasan sebesar prosentase tertentu dari
sisa pokok pembiayaan.
5. Bunga, denda dan biaya
a. Kreditur membebankan bunga atas pokok pembiayaan kepada
Krediturdan wajib dibayar kepada Kreditur dalam angsuran.
b. Kreditur wajib membayar denda atas setiap keterlambatan
pembayaran angsuran yang dihitung per hari dari jumlah angsuran
yang terhutang sejak saat jatuh temponya hingga terbayarkannya
angsuran tersebut ditambah biaya tagih.
c. Kreditur menanggung setiap beban pajak atas barang dan biayabiaya lain yang timbul sehubungan dengan fasilitas pembiayaan ini.
6. Hak dan kewajiban atas barang
a. Kreditur bukanlah penjual barang, karenanya tidak bertanggung
jawab atas penyerahan, kualitas atau kondisi barang, baik yang
terjadi pada saat penyerahan barang dari dealer atau pada saat
pemakaian oleh Kreditur.
b. Kreditur wajib untuk memelihara dan menjaga keutuhan barang
tersebut sebaik-baiknya dan memperbaiki segala kerusakan atas
biaya Kreditur sendiri hingga setiap saat dan dari waktu kewaktu
barang dapat digunakan sebagaimana mestinya.

50

c. Kreditur sepakat untuk setiap waktu mengizinkan/ memperbolehkan


Kreditur dan/atau memeriksa kondisi/keadaan barang dimanapun
barang tersebut berada, termasuk memasuki ruangan apapun bukan
sebagai tindakan memasuki ruangan orang lain tanpa izin.
d. Kreditur dilarang mengalihkan dengan cara apapun termasuk tetapi
tidak terbatas pada menggadaikan, menjaminkan, menyewakan atau
menjual barang, baik seluruhnya ataupun sebagian kepada pihak lain
kecuali dengan persetujuan tertulis dari Kreditur sebelumnya.
e. Untuk menjamin pelunasan setiap dan seluruh kewajiban Kreditur
berdasarkan perjanjian pembiayaan ini, Kreditur setuju dan sepakat
mengikatkan diri kepada Kreditur untuk menyerahkan dokumen
barang, yaitu Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) kepada
Kreditur terhitung sejak diterbitkan BPKB (bagi kendaraan baru)
atau sejak ditandatanganinya perjanjian pembiayaan ini (bagi
kendaraan bekas pakai) hingga seluruh kewajiban Kreditur terhadap
Kreditur berdasarkan perjanjian ini lunas.
7. Asuransi
a. Segala resiko rusak, hilang atau musnahnya barang karena sebab
apapun juga sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kreditur, sehingga
dengan rusak, hilang atau musnahnya barang tidak meniadakan,
mengurangi atau menunda pemenuhan kewajiban Kreditur terhadap
Kreditur.
b. Kreditur wajib untuk mengasuransikan barang termasuk membayar
biaya premi yang dibayarkannya melalui Kreditur.
c. Jika barang yang berada di bawah penguasaan Kreditur hilang atau
rusak, apabila klaim/ tuntutan penggantian asuransi dapat dicairkan,

51

maka Kreditur berhak sebagaimana Kreditur setuju untuk menerima


penggantian asuransi dan memperhitungkannya dengan seluruh/sisa
hutang pembiayaan yang masih ada setelah dikurangi dengan biaya
dan/atau ongkos-ongkos yang dikeluarkan oleh Kreditur untuk
mengajukan atau menyelesaikan klaim/tuntutan penggantian
asuransi.
d. Apapun penggantian asuransi tidak mencukupi untuk pelunasan
seluruh/sisa hutang pembiayaan, maka Kreditur berjanji dan
mengikatkan diri untuk melunasinya demikian sebaliknya.
8. Cidera janji
a. Kreditur dinyatakan telah melakukan cidera janji yang dengan
lewatnya waktu telah cukup membuktikan dan tidak perlu dibuktikan
lagi dengan suatu surat atau apapun akan tetapi cukup dengan
terjadinya salah satu atau lebih keadaan sebagai berikut:
1) Kreditur lalai dan/atau tidak dan/atau gagal memenuhi satu atau
lebih kewajiban sebagaimana ditentukan dalam perjanjian
pembiayaan ini.
2) Kreditur lalai atau gagal melakukan pembayaran angsuran
selambat-lambatnya pada saat jatuh tempo.
b. Dalam hal terjadi cidera janji, maka:
1) Kreditur berhak menuntut pelunasan kepada Kreditur
sebagaimana Kreditur sepakat untuk melakukan pelunasan atas
seluruh/sisa kewajiban Kreditur yang masih ada, untuk seketika
dan sekaligus lunas.
2) Apabila Kreditur tidak dapat melunasi seluruh/sisa kewajibannya
terhadap Kreditur maka Kreditur setuju dan sepakat mengikatkan
diri untuk menyerahkan barang kepada Kreditur sebagaimana

52

Kreditur berhak mengambil atau menerima penyerahan barang


berikut setiap dokumennya yang terkait, termasuk surat Tanda
Nomor Kendaraan (STNK) untuk dijualkan dengan cara yang
dianggap baik oleh Kreditur atau melalui institusi yang
berwenang untuk menjualkan barang guna pelunasan seluruh/sisa
kewajiban Kreditur yang masih terhutang setelah dikurangi biayabiaya yang dikeluarkan oleh Kreditur.
9. Berakhirnya perjanjian, perjanjian pembiayaan ini berkahir apabila
Kreditur telah melunasi setiap dan seluruh kewajibannya berdasarkan
perjanjian pembiayaan ini kepada Kreditur.
10. Penyelesaian perselisihan, segala perselisihan yang mungkin timbul
dari pelaksanaan perjanjian pembiayaan ini, para pihak setuju memilih
domisili hukum yang tetap dan seumumnya di kantor panitera
pengadilan pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi kantor
cabang Kreditur atau ditempat lainnya yang ditunjuk oleh Kreditur.
Dalam pelaksanaan perjanjian tersebut dapat diketatrui bahwasanya hak
dan kewajiban dari Kreditur adalah sebagai berikut :
1. Hak konsumen atau Kreditur yaitu :
a.Berhak untuk mendapatkan barang setelah uang muka di bayar
b. Berhak untuk mendapatkan penyerahan hak milik atas sepeda motor
setelah angsuran lunas.
2. Kewajiban konsumen yaitu :
a. Membayar uang muka beserta angsurannya kepada pemilik.

53

b. Membayar keterlambatan atau 2% (permil) perhari terhitung mulai


tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran tersebut.
c. Membayar biaya penarikan sebesar Rp. 50.000 bila terjadi
keterlambatan pembayaran angsuran.49
Mengenai cara penyerahan kendaraan bermotor yang menjadi objek
fasilitas pembiayaan konsumen yang dilakukan Kreditur kepada Kreditur
(konsumen), penulis mengajukan pertanyaan sebagai berikut : bagaimanakah cara
penyerahan kendaraan bermotor yang menjadi objek perjanjian pembiayaan
konsumen yang dilakukan oleh pihak Kreditur kepada pihak debitur.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan CMO P PT.
Federal International Finance Cabang Siak menyatakan bahwa pihak konsumen
langsung dapat membawa pulang kendaraan bermotor yang mereka beli setelah
perjanjian ditandatangani.
Menurut Pasal 1257 KUHPerdata, disebutkan bahwa semua syarat harus
terpenuhi secara yang mungkin dikehendaki dan dimaksudkan oleh kedua belahpihak. Menurut pasal ini dalam perjanjian sedapat mungkin kewajiban dari
Kreditur agar dapat memenuhi semua ketentuan dari perjanjian yan telah ada
untuk dapat meneruskan perjanjian tersebut. Jadi, dalam perjanjian yang terdapat
pada PT. Federal International Finance Cabang Siak telah didasarkan pada pasal
tersebut. Namun di sini ada perbedaan,di mana perjanjian yang terdapat pada PT.
Federal International Finance Cabang Siak adalah perjanjian baku. Sehingga tidak
ada kemungkinan pihak Kreditur tidak menyetujui salah satu dari syarat-syarat
49 Wawancara dengan Didi Arianto, CMO PT. Federal International Finance
Cabang Siak, 15 September 2011

54

yang telah ditentukan, di sini apabila pihak konsumen telah menandatangani


perjanjian yang telah ada tersebut maka, pihak konsumen tersebut telah
menyetujui semua isi dari perjanjian itu.
Penyerahan barang merupakan kewajiban dari Kreditur saat lahirnya
perjanjian, telah langsung dikuasai oleh pembeli, namun penguasaan disini bukan
berstatus sebagai pemilik barang melainkan sebagai penyewa saja. Pembeli tidak
menguasai secara mutlak sebelum angsuran terkhir di bayar lunas.
Mengenai surat-surat kepemilikan kendaraan bermotor maupun surat-surat
lainnya seperti BPKB, STNK di urus oleh pihak perusahaan. Hal ini
berdasarkan wawancara penulis dengan CMO PT. Federal International Finance
Cabang Siak sebagai berikut :
"Surat-surat kepemilikan kendaraan bennotor maupun surat-surat lainnya
akan di urus oleh perusahaan, namun surat-surat kendaraan seperti BPKB,
akan dipegang oleh perusahaan, hal ini dilakukan adalah sebagai jaminan
dari kendaraan tersebut."50
Menurut wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa mengenai surat-surat
kendaraan bermotor tersebut merupakan tanggung jawab dari perusahaan penjual
kendaraan bermotor untuk memprosesnya, apabila surat-surat dari kendaraan
bermotor telah selesai maka surat-surat tersebut akan diserahkan kepada
konsumen, namun ada pengecualian terhadap BPKB. Untuk BPKB akan dipegang
oleh perusahaan Kreditur yaitu PT. Federal International Finance Cabang Siak, hal
ini dilakukan sebagai jaminan dari debitur kepada Kreditur agar terhindar dari
wanprestasi'
50 Wawancara dengan Didi Arianto (CMO PT. Federal International
Finance Cabang Siak), l5 September 2011.

55

Mengenai surat-surat kepemilikan kendaraan bermotor maupun suratsurat lainnya seperti BPKB, STNK di urus oleh pihak perusahaan. Hal ini
berdasarkan wawancara penulis dengan CMO PT. Federal International Finance
Cabang Siak sebagai berikut :
"Surat-surat kepemilikan kendaraan bermotor maupun surat-surat lainnya
akan di urus oleh perusahaan, namun surat-surat kendaraan seperti BPKB,
akan dipegang oleh perusahaan, hal ini dilakukan adalah sebagai jaminan
dari kendaraan tersebut."
Menurut wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa mengenai suratsurat tersebut mengenai kendaraan bermotor tersebut merupakan tanggung jawab
dari perusahaan penjual kendaraan bermotor untuk memprosesnya, apabila suratsurat dari kendaraan bermotor telah selesai maka surat-surat tersebut akan
diserahkan kepada konsumen, namun ada pengecualian terhadap BPKB. Untuk
BPKB akan dipegang oleh perusahaan Kreditur yaitu PT.Federal International
Finance Cabang Siak, hal ini dilakukan sebagai jaminan dari Kreditur kepada
pemberi fasilitas agar terhindar dari wanprestasi.

B. Akibat Hukum Apabila Terjadi Wanprestasi Dalam Perjanjian


Pembiayaan Konsumen.
Dalam hal perjanjian juga sering terjadi kelalaian dari pihak Kreditur
yang disebut dengan istilah wanprestasi atau tidak memenuhi prestasinya. Dalarn
hal ini terdapat ketentuan yang mengetur untuk menjamin hak-hak dari para pihak
yang membuat perjanjian.

56

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban


sebagaimana yang ditentukan dalam pedanjian yang dibuat antara keditur dan
debitur.51
Berkenaan dengan Kelalaian (wanprestasi) yang dilakukan oleh pihak
pembeli sewa dalam bayar angsuran tiap bulan yang telah ditentukan, dalam hal
pembelian kendaraan bermotor pada PT. Federal International Finance Cabang
Siak maka akan timbul akibat atau resiko yang harus dipikul.
Menurut Pasal 1267 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :
"Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia"
jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk
memenuhi perjanjian, atau ia akan menuntut pembatalan perjanjian,
disertai pengantian biaya kerugian dan bunga.52
Dari bunyi Pasal tersebut di atas, bagi pihak yang merasa dirugikan dapat
menuntut prestasi disertai ganti rugi kepada pihak yang telah merugikan.
Berikut penulis paparkan jawaban responden pada tabel berikut ini :
Tabel.III 5
Jawaban Responden Ada Atau Tidaknya
Teguran Dari Pihak PT. Federal International Finance Cabang Siak
N
1

Saat penyerahan
Ya

Jawaban
18

%
81,8

Tidak
Jumlah

4
22

18,2
100

Sumber : Data lapangan setelah diolah Tahun 2012

51 Salim H.S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar
Grafika, 2003. hlm. 98

52 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Perdata, Pratnya


Pramita, hlm 329

57

Berdasarkan tabel di atas bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak


18 orang (81,8%) menyatakan bahwa pihak PT. Federal International Finance
Cabang Siak terlebih dahulu memberikan teguran, dan sebanyak 4 orang (18,2%)
memberikan jawaban bahwa tidak ada teguran dari pihak PT. Federal
International Finance Cabang Siak. Menurut penulis, ada baiknya pihak
perusahaan terlebih dahulu mernberikan teguran kepada pihak konsumen,
sehingga pihak konsumen ingat akan kewajibannya. Tentang bagaimana caranya
memperingatkan seorang debitur, jika ia tidak memenuhi teguran itu dapat
dikatakan lalai, diberikan petunjuk oleh Pasal 1238 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Pasal itu berbunyi sebagai berikut : si berutang adalah lalai, bila
ia dengan surat perintah atau sebuah akta sejenis dikatan lalai, atau demi
perikataannya sendiri menetapkan bahwa si berutang akan harus dianggap lalai
dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Apabila kendaraan bermotor yang telah ditarik atau ditahan oleh pihak
Kreditur, ia masih memberikan tenggang waktu selama 14 hari terhitung sejak
tanggal penarikan kendaraan bermotor termaksud kepada Kreditur untuk
menyelesaikan pembayaran seluruh uang sewa baik yang telah tertunggak maupun
yang belum jatuh tempo. Berikut denda administrasi sebesar Rp. 50.000 kepada si
Kreditur apabila sampai akhir waktu tersebut si penerirna fasilitas masih belum
atau tidak menyelesaikan pembayaran tersebut maka surat perjanjian pembiayaan
konsumen ini menjadi batal dengan sendirinya. Dalam arti seluruh uang sewa dan
uang muka yang telah dibayar kepada pemilik serta sepeda motor termaksud
menjadi milik Kreditur sepenuhnya. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan

58

penulis dengan CMO PT. Federal International Finance Cabang Siak, menyatakan
sebagai berikut:
Apabila kendaraan bermotor telah ditarik dalam hal terjadinya
penunggakan pembayaran angsuran maka seluruh uang muka dan menurut yang
telah dibayar menjadi hilang." Hal ini dilakukan karena kondisi kendaraan
bermotor tersebut telah berkurang selama dipakai oleh Kreditur, dan uang
angsuran yang telah dibayar dianggap sebagi uang sewa.
Dalam hal terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak maka 60%
terlebih dahulu diselesaikan secara musyawarah, jika tidak berhasil diselesaikan
lewat pengadilan. Selama ini belum pernah terjadi perselisihan yang diselesaikan
lewat Pengadilan Negeri, karena perusahaan lebih mengutamakan musyawarah.53
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang diatur atas, Kreditur selalu
berhak untuk membayar sekaligus beberapa uang sewa sebelum jatuh tempo
pembayaran seperti yang telah ditetapkan di atas, dan pemilik akan memberikan
potongan uang sewa sebesar 1,5% perbulan dari jumlah angsuran yang telah
dipercepat pembayaran tersebut. Hal ini dilakukan agar pihak Kreditur lebih
termotivasi untuk melakukan pembayaran lebih cepat sebelum jatuh tempo
pembayaran sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi terjadinya
keterlambatan atau penunggakan pembayaran.
Menurut Salim H.S.,ada empat akibat yang terjadi karena adanya
wanprestasi, yaitu sebagai berikut :
1. Perikatan tetap ada,
53 Wawancara dengan Didi Arianto, CMO PT. Federal International Finance
Cabang Siak, 15 September 2011

59

2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada Kreditur,


3. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul
setelah wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar
dari pihak Kreditur.
4. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbat balik, Kreditur dapat
membebaskan diri dari kewajibannya.
Kontra prestasi yang timbul dari akibat wanprestasi dapat dijadikan acuan
Pasal 1266 KUHPerdata yang menyatakan bahwa syarat batal dianggap selalu
dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah
satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal yang demikian persetujuan
tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim.
Permintaan ini juga harus dilakukan. Meskipun syarat batal mengenaitidak
dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian. Jika syarat batal tidak
dinyatakan dalam persetujuan. Hakim leluasa untuk menurut keadaan atas
perrmintaan si tergugat memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga
memenuhi kewajiban, jangka waktu mana namun itu tidak boleh lebih dari satu
bulan.
Dalam hal pelaksanaan pembiayaan konsumen kendaraan bermotor pada
PT. Federal International Finance Cabang Siak terdapat beberapa masalah sebagai
akibat tidak dipenuhinya perjanjian yang telah dilakukan dan disetujui oleh kedua
belah pihak diantaranya mengenai penunggakan pembayaran angsuran. Masalah
penunggakan angsuran ini yang sering terjadi dalam perjanjian pembiayaan
konsumen kendaraan bermotor pada PT. Federal International Finance Cabang

60

Siak. Hal ini terlihat dari daftar kuesioner yang penulis sebarkan kepada 16 orang
responden, yang penulis tanyakan apakah mereka menemui hambatan dalam
melaksanakan angsuran setiap bulannya.
Mengenai wanprestasi dapat terjadi dalam beberapa hal :
l. Debitur sama sekali tidak melakukan prestasi
2. Melaksanakan prestasi tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan
3. Terlambat melaksanakan prestasi
4. Melakukan perbuatan bertentangan dengan apa yang diperjanjikan.54
Dan dalam kenyataan dimasyarakat, wanprestasi yang terjadi sering
diakibatkan oleh ketidakmampuan konsumen dalam memenuhi kewajibannya.
Berdasarkan jumlah tersebut diperoleh data sebagaimana terlihat pada
tabel berikut:
Tabel.III.6
Jawaban Responden Ada Atau Tidaknya Hambatan
Yang Ditemui Untuk Memenuhi Angsuran Tiap Bulan
N
1
2

Saat penyerahan
Ya

Jawaban
10

%
45.4

Tidak

12

54.5

Jumlah

22

100

Sumber : Data lapangan setelah diolah Tahun 2011

Dari data tabel III.6 diatas dapat dilihat bahwa 4 orang responden (18,2
%) menemui hambatan dalam membayar angsuran tiap bulannya. Sedangkan 18
orang (81,8%) tidak menemui hambatan untuk membayar angsuran tiap bulannya.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa sebagian besar dari responden tidak
memenuhi hambatan dalam memenuhi angsuran tiap bulannya.
54 R. Subekli, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 2002

61

Dalam hal penunggakan pembayaran, si Kreditur yang lebih aktif


bertindak untuk menyelesaikan masalah yang, terjadi. Pada Pasal 3 ayat 4 dari
surat perjanjian sewa beli dikemukakan apabila Kreditur lalai membayar uang
sewa atau terlambat dari tanggal jatuh tempo pembayaran uang sewa, Kreditur
dikenakan denda administrasi 20% (dua permil) perhari dari jumlah angsuran
yang jatuh tempo. Sehari terhitung mulai tanggal jatuh tempo pembayaran uang
sewa iersebut sampai dengan tanggal uang sewa yang bersangkutan dibayar lunas.
Hal ini juga telah sesuai dengan Pasal 1243 KUHPerdata yang
menyebutkan, penggantian biaya rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu
perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai
memenuhi perikatannya, atau jika sesuatu yang diberikan atau dibuatnya hanya
dapat dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.
Sedangkan tentang jumlahnya terdapat pada Pasal 1249, KUHPerdata
yang menyebutkan jika dalam suatu perikatan ditentukannya, bahwa si yang lalai
memenuhinya, sebagai ganti ganti rugi harus bayar suatu jumlah uang tertentu,
maka kepada pihak yarrg lain tidak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih
maupun yang kurang dari pada jumlah itu. Sesuai dengan pasal ini sudah jelas
bahwasanya ketentuan jumlah tidak boleh kurang atau lebih darijumlah yang
ditentukan. Atas pertanyaan yang penulis ajukan pada responden mengenai
apakah mereka dikenakan denda atas keterlambatan dalam membayar angsuran
tiap bulannya?. Jawaban responden tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

62

Tabel III.7
Jawaban Responden Ada Atau Tidaknya Dikenakan Denda
Atas Keterlambatan Angsuran
N
1
2

Saat penyerahan
Ada

Jawaban
22

%
100

Tidak

Jumlah

22

100

Sumber : Data lapangan setelah diolah Tahun 2012

Berdasarkan data tersebut bahwa seluruh responden menyatakan bahwa


jika mereka terlambat dalam membayar angsuran tiap bulannya akan dikenakan
bunga atas keterlambatan tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang
penulis lakukan dengan CMO PT. Federal International Finance Cabang Siak,
sebagai berikut :
"Berdasarkan surat perjanjian yang telah ditandatangani oleh Kreditur
mereka akan dikenakan bunga jika terlambat dalam memenuhi angsuran
tiap bulannya, hal ini dilakukan oleh perusahaan agar Kreditur tidak
mengulur-ngulur waktu, yang bisa membawa kerugian bagi perusahaan.55
Pada bagian kedua dari Pasal 11 perjanjian pembiayaan konsumen pada
PT. Federal International Finance Cabang Siak tersebut pemilik atau orang yang
ditunjuk oleh pemilik jika perlu dengan bantuan alat Negara atau pihak yang
berwajiban berhak mengambil kembali atau menarik barang atau menguasai
kembali kendaraan bermotor tersebut berikut peralatan dan perlengkapannya
tanpa perlu melalui pengadilan negeri atau surat teguran juru sita apabila penyewa
dua kali berurut-turut tidak membayar uang angsuran atau salah satu uang
angsuran bulanan tertunggak lebih dari jangka waktu yang telah ditentukan.

55 Wawancara dengan Didi Arianto, CMO PT. Federal International Finance


Cabang Siak, 15 September 2011

63

Menurut Pasal 5 dari Perjanjian Pembiayaan Konsumen disebutkan


bahwa Kreditur setuju dan mengikatkan diri kepada Kreditur mengenai terjadinya
keadaan wanprestasi yang dengan lewat waktu telah cukup membuktikan, untuk
mana hal tersebut tidak perlu dibuktikan lagi, akan tetapi cukup dengan terjadinya
salah satu atau lebih keadaan sebagai berikut :
l. Kreditur lalai dan/atau tidak dan/atau gagal memenuhi satu atau lebih
kewajiban sebagairnana ditentukan dalam perjanjian ini;
2. Kreditur tidak lalai melakukan pembayaran angsuran hutang
pembiayaan pada tanggal jatuh tempo angsuran;
3. barang jaminan yang berada di bawah penguasaan Kreditur hilang atau
musnah;
4. barang jaminan disita atau terancan oleh suatu tindakan penyitaan oleh
pihak lain atau siapapun juga dan karena sebab apapun;
5. Kreditur dinyatakan pailit, diletakkan di bawah pengampuan, meninggal
dunia atau mengajukan penundaan pembayaran hutang.56
Dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel III.8
Jawaban Responden Terhadap Debitur yang Wanprestasi
N
1
2

Debitur yang Wanprestasi


Ada

Jawaban
10

%
45.4

Tidak

12

54.5

Jumlah

22

100

Sumber : Data lapangan setelah diolah Tahun 2012

56 Perjanjian Pembiayaan Konsumen PT. Federal International


Finance Cabang Siak, Pasal 5.
64

Berdasarkan data tersebut bahwa seluruh responden dinyatakan bahwa


terdapat 10 (45,4 %) orang Debitur yang wanprestasi terhadapa perjanjian yang
telah disepakati. Sehingga pihak Kreditur dapat melakukan haknya sebagaimana
yang tertuang dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak.

65

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah penulis uraikan pada bab-bab
sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pembiayaan konsumen terjadi tidak sebagaimana mestinya..
Dimana pada kondisi ini pihak Kreditur tidak melakukan pelaksanaan
ketentuan yang telah ditetapkan, karena hanya mengharapkan tercapainya
target penjualan untuk Kreditur dengan mengeyampingkan prinsip kehatihatian terhadap calon debitur yang akan melaksnakan perjanjian. Begitu
juga sebaliknya, debitur dianggap lalai dalam melaksanakan perjanjian
pembiayaan konsumen, karena tidak memperhatikan secara seksama isi
dari perjanjian yang disepakati, sehingga apabila dalam hal terjadinya
wanprestasi debitur akan berada pada posisi yang dirugikan.
Dimana semestinya, perjanjian pembiayaan konsumen ini tunduk pada
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata secara umumnya dan belum ada
Undang-Undang khusus yang mengaturnya, namun ada Keputusan
Menteri Keuangan No 1251/KMK.031/1988 tanggal 20 Desember 1988
Keputusan Menteri Keuangan NO.468/I/KMK.017/1995 tentang ketentuan
dan Tata Cara Pelaksanaan Pembiayaan yang menjadi acuannya.
2. Mengenai wanprestasi yang terjadi pada perjanjian pembiayaan konsumen
atas kendaraan bermotor antara pihak Kreditur dengan PT. Federal
International Finance Cabang Siak adalah keterlambatan tunggakan
angsuran setiap bulannya yang tidak sesuai dengan apa yang telah

66

diperjanjiakan sebelumnya. Apabila tunggakan tersebut masih berlanjut


selama lebih dari 60 hari sejak tanggal jatuh temponya maka Kreditur
berhak untuk menarik objek yang diperjanjikan, dan Kreditur masih diberi
kesempatan selama 14 hari untuk melunasi pembayaran tunggakan
angsuran beserta denda, jika tidak juga dilaksanakan maka kendaraan
bermotor tersebut tetap ditarik oleh pihak Kreditur dan uang muka serta
angsuran yang telah dibayar di anggap hilang.

B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah uraikan, saran penulis adalah
sebagai berikut :
l. Perusahaan pembiayaan hendaknya lebih selektif dalam menentukan pihak
penerima pembiayaan yang layak dari segi ekonomi untuk menghindari
terjadinya keterlambatan atau tunggakan angsuran yang dapat merugikan
perusahaan. Dan Penerima pembiayaan (konsumen) sebaiknya lebih teliti
dalam memahami isi dari perjanjian pembiayaan yang diajukan oleh
perusahaan pembiayaan untuk mengetahui hak dan kewajibannya sebagai
penerima pembiayaan.
2. Pemerintah hendaknya lebih mempertegas peraturan mengenai perjanjian
pembiayaan konsumen dimana nantinya bagi para pelaku pelanggaran
pembiayaan konsumen diberikan sanksi yang tegas. Dan sebaiknya lebih
berhati-hati dalam menentukan siapa calon kensumennya sehingga
pelanggaran-pelanggaran pembiayaan konsumen yang serius tidak terjadi

67

dikemudian hari. Bagi konsumen yang memperoleh pembiayaan


konsumen pada perusahaan pembiayaan hendaknya mempergunakan
fasilitas pembiayaan tersebut dengan sebaik- baiknya dan tidak
menyalahgunakan pembiayaan konsumen tersebut, sehingga tidak
merugikan pihak kreditur

DAFTAR PUSTAKA

68

Buku-buku :
A. Qirom Syamsuddin Meliala, 1985, Pokok-Pokok Hukum
Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta
Abdulkadir Muhamad, Rilda Mumiati, 2004, Lembaga Keuangan , Citra
Aditya Bakti, Bandung,.
Dahlan, 1999, Manajemen Lembaga Keuangan edisi IV, Fakultas Ekonomi
Indonesia.
Eddy Soeka, 1990, Mekanisme Leasing, Ghalia, Indonesia.
Hadari Nawawi, 2003, Metode Penyusunan Penulisan Skripsi, Padang.
Husein Umar, 2003, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Komar Andasasmita, 1983, Suplemen Leasing (Teori dan Praktek), Ikatan
Notaris Indonesia, Bandung.
Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilosi Hukum Perikatan, PT.
Aditya Bakti, Bandung
Masri Singarimbun, Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survei,
LP3ES, Jakarta.
Munir Fuady, 2002, Hukum tentang Pembiayaan (dalam teori dan
praktek), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
M. Yahya Harahap, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni Bandung.
Rianto Adi, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Granit,
Jakarta
R. Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta

69

R. Subekti, SH dan R.T Tirtosudibiyo, 1992, Kitab Undang-Undang


Hukum Perdata, Pratnya Pramita, Jakarta
Salim HS, 2003, Perkembangan Hukum Kontrak Di Indonesia, Sinar
Grafika, Jakarta.
Sentosa Sembiring, 2002, Lembaga Pembiayaan, Nuansa Aulia, Bandung,
Sudaryatmo, 2001, Hukum dan Advokat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
S.B. Marsh and J. Soulsby, alih bahasa; Abdul Kadir Muhammad, 2006,
"Hukum Perjanjian", alumni, Cet.3, Sinar Grafika, Jakarta.
Soerjono Soekanto, I986, Pengantar Penelitian Hukum, Ul-Press, Jakarta.
Zaeni Asyhadie, SH, 2005, Hukum Bisnis Prinsip Dan Pelaksanaanya di
Indonesia, Rajawali Pers, Bandung.

70

Anda mungkin juga menyukai