PENDAHULUAN
etanol atau etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH yang dibuat dari
tanaman yang mengandung komponen pati atau karbohidrat melalui proses
biologi enzimatik dan fermentasi. Bioetanol merupakan salah satu BBN yang
saat ini menjadi primadona untuk menggantikan minyak bumi yang harganya
semakin meningkat dan kurang ramah lingkungan. Bioetanol adalah bahan
bakar beroktan tinggi dan dapat menggantikan senyawa timbal dan Metil
Tersier Butil Eter (MTBE) sebagai peningkat nilai oktan dalam bensin,
maupun
sebagai
sehingga
dapat menekan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, gas buang bahan
bakar nabati lebih bisa menekan polusi udara dibanding BBM fosil, selain itu
gas buangnya mengandung senyawa yang bermanfaat bagi tanaman yaitu
CO2, berbeda dengan BBM fosil yang gas buangnya mengandung gas CO
yang sangat berbahaya bagi mahluk hidup.
Di Indonesia tersedia banyak tanaman yang potensial sebagai bahan
baku bioetanol, salah satu diantaranya adalah tanaman Jambu mete
(Anacardium occidentale) melalui buah semunya. Pengembangan
jambu
pendapatan
petani,
menyediakan
lapangan
kerja
dan
produk yang diperoleh dari jambu mete masih terbatas pada pengolahan
buah sejati menjadi kacang mete, sedangkan buah semu mete belum
dimanfaatkan sebagaimana mestinya, padahal produksinya sangat melimpah
dengan bobotnya yang 5-10 kali dibandingkan dengan bobot buah sejati/biji
mete (Saragih dan Haryadi, 2003). Witjaksono et al. (2005) dan Said (2000)
menyatakan bahwa usaha diversifikasi produk, terutama produk samping
dapat meningkatkan penghasilan petani jambu mete.
Produksi gelondong mete Indonesia pada tahun 2006 adalah sebanyak
140.573 ton (Ditjenbun, 2006), berdasarkan data lapang setiap kilogram
gelondong mete berisi 300 butir, dimana 1 kg buah semu didapat dari 20
buah jambu mete, maka dari pengolahan setiap kilogram mete akan diperoleh
hasil ikutan 15 kg buah semu mete (Sumangat et. al., 1990).
Jadi dari
140.573 ton gelondong mete akan diperoleh buah semu mete sebanyak
2.108.595 ton. Dari jumlah buah semu mete sebanyak itu, diperkirakan paling
banyak baru 40% saja yang sudah dimanfaatkan menjadi berbagai macam
produk diversifikasi, sedangkan sisanya 60% atau sebanyak 1.265.157 ton
merupakan limbah yang terbuang tidak termanfaatkan, sehingga dapat
dibayangkan berapa banyak buah semu mete selama ini yang telah disiasiakan begitu saja.
Oleh karena itu, agar buah semu mete tersebut tidak terbuang begitu
saja, adalah langkah strategis yang sangat bijaksana apabila buah semu
mete tersebut diolah menjadi produk etanol, suatu senyawa kimia penting
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, karena selain sebagai BBN, etanol
merupakan salah satu senyawa kimia yang memiliki manfaat yang sangat
luas antara lain sebagai pelarut, bahan desinfektan, bahan baku dalam
industri farmasi dan sebagainya.
Witjaksono et al. (2005) menyatakan bahwa dalam buah semu mete
cukup mengandung karbohidrat, sebagian besar terdiri dari gula reduksi
Penggunaan
2009)
destilasi
merupakan
proses
pemisahan
komponen
berdasarkan titik didihnya, titik didih etanol 78C sedangkan titik didih air
100C, sehingga dengan pemanasan larutan pada suhu rentang 78-100C
akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan pada unit
penampung kondensasi akan dihasilkan etanol dengan kadar 95%. Agar
bioetanol dapat dijadikan bahan bakar pengganti atau campuran dengan
bensin premium, maka bioetanol harus kering (kadar air maksimal 0,5%berat), sehingga bioetanol berkadar 92 95%
harus dikeringkan
(Soerawidjaya, 2006). Adapun teknik yang relatif sederhana untuk ini adalah
mengalirkan uap etanol tersebut melalui suatu adsorben/penyerap air seperti
moleculer sieve atau kalsium sulfat hemihidrat (CaSO4.H 2O), sehingga
didapatkan bioetanol kering dengan kadar 99,5% Bioetanol kering akan
bercampur sempurna dengan premium dan sekaligus meningkatkan angka
oktannya (angka oktan premium 87, angka oktan etanol 103,5).
Penelitian ini bertujuan mengetahui kandungan etanol dalam buah
semu mete BO2 dan Wonogiri dalam waktu tertentu. Diharapkan pembuatan
etanol dari buah semu jambu mete dapat menjadi salah satu faktor penentu
dan
Dunn,
mengkonversi glukosa
1981).
Pada
fermentasi
etanol
terjadi
proses
=============== 2 C2H5OH
(Glukosa)
(Etanol)
2 CO2
(Karbon dioksida)
Menurut Nowak (2000) bahwa gula dalam proses fermentasi akan terurai
menjadi etanol dan gas karbon dioksida dengan perbandingan sebagai
berikut :
100 bagian gula ====== 51,1bagian etanol + 48,9 bagian karbon dioksida
Perbandingan tersebut hanya merupakan nilai teoritis saja, sebab dalam
kenyataannya tidak semua gula akan diubah menjadi etanol tetapi hanya
sekitar 90-95 persen.
Tabel 1. Kandungan etanol pada fermentasi jambu mete BO2 dan Wonogiri
Table 1. Ethanol contents of BO2 and Wonogiri cashew fruit fermentation
Fermentasi
(hari)
3
6
9
12
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda
nyata ( = 0,05%).
Kadar Etanol ( % )
Lama Fermentasi
etanol yang
Saccharomyces
menjadi asam
asetat adalah :
C2H5OH
(Etanol)
+ O2
========= CH3COOH
(Oksigen)
(asam asetat)
+ H 2O
(air)
DAFTAR PUSTAKA
Amerine, M.A. dan W.V. Cruess, 1967. The Technology of Wine Making.The
AVI Publishing Co. Inc. Westport, Connecticut.
Amerine, M.A., H.W. Berg dan R.E. Kunkee, C.S.Ough, V.I. Singleton dan
A.D. Webb, 1987. Techology of Wine Making. The AVI Publ. Co. Inc.,
Westport, Connecticut.
Assegaf, F. 2009. Prospek Produksi Bioetanol Bonggol Pisang (Musa
paradisiacal) menggunakan Metode Hidrolisis Asam dan Enzimatis.
Universitas Jenderal Sudirman Purwokerto.
Ditjenbun. 2006. Statistik Perkebunan Indonesia 2004 2006 : Jambu Mete.
Direktorat Jendral Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta.