Anda di halaman 1dari 6

ANATOMI DAN HISTOLOGI KELENJAR PROSTAT

DEFINISI
Benign prostate hyperplasia (BPH) adalah proliferasi sel-sel stroma prostat sehingga
kelenjar prostat membesar.1 Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostate
hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.2
BPH juga didefinisikan sebagai pertumbuhan regional nodul dengan merupakan
kombinasi dari proliferasi stroma dan kelenjar prostat yang terjadi pada pria. Secara
histopatologis, BPH ditandai dengan peningkatan jumlah sel-sel epitel dan stroma pada area
periuretra prostat. Secara makroskopik, BPH adalah pembesaran kelenjar prostat karena
perubahan seluler sedangkan secara klinis, BPH merujuk kepada gejala penyempitan saluran
kemih bagian bawah karena adanya obstruksi prostat jinak.3
EPIDEMIOLOGI
BPH lazim dialami oleh pria, umumnya proses hiperplasia mulai pada umur 30 tahun,
setelah umur 50 tahun hiperplasia sudah menimbulkan gejalah klinik.1 Prevalensi BPH yang
bergejala pada pria berusia 40-49 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat dengan
bertambahnya usia, sehingga pada usia 50-59 tahun prevalensinya mencapai hampir 25%, dan
pada usia 60 yahun mencapai angka sekitar 43%. 4 Di seluruh dunia, hampir 30 juta pria yang
menderita gejala yang berkaitan dengan pembesaran prostat, di USA hampir 14 juta pria
mengalami hal yang sama5

Di USA berdasarkan Olmstead Country Survey pada pria ras Kaukasia berusia 40-79
tahun menunjukkan gejala sedang sampai berat dirasakan oleh 13% pria berusia 40-49 tahun dan
28% pada pria berusia 70-an. Studi multicenter di Asia menunjukkan bahwa persentase laki-laki
berdasarkan umur yang memiliki gejala BPH sedang hingga berat jumlahnya lebih tinggi
dibandingkan di USA, prevalensi pada pria meningkat dari 18% pada usia 40-an menjadi 56%
pada usia 70-an.6 Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi
sebagai gambaran hospital prevalence di dua rumah sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan
Sumberwaras selama 3 tahun (1994-1997) terdapat 1040 kasus.4

ETIOLOGI
Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui secara pasti, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat:7
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormone testosteron. Dimana pada
kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT)
dengan bantuan enzim 5 reduktase. DHT inilah yang secara langsung memicu m-RNA di
dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat.
NADPH

NADP

Testosterone

dihirotestosteron
5 reduktase

Gambar 1. Perubahan Testosteron menjadi Dihidrotesteron oleh enzim 5 reduktase7


Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5 reduktase dan jumlah reseptor androgen
lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat menjadi lebih sensitif terhadap
DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.7

Gambar 2. Teori Dihidrotestosteron pada hiperplasia prostat.8


2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap, sehingga perbandingan estrogen : testosteron relatif meningkat. Estrogen di dalam
prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor

androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan
testosteron yang menurun merangsang terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel prostat yang telah
ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar.7

3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan selsel epitel prostat
secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor).
Setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis
suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang menyebabkan
terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.7
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis kelenjar prostat.
Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga
hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan
kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.7
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru.
Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini bergantung pada hormon androgen, dimana jika
kadarnya menurun (misalnya pada kastrasi), menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehingga

terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH diduga sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.7

DFTAR PUSTAKA
1. Kapoor A. Benign Prostate Hyperplasia (BPH) Management in Primary Care Setting.
Can Urol J 19;1, 2012
2. Kidingallo Y. Pallinrungi. Kesesuaian Ultrasonografi Transabdominal Dan Transrektal
Pada Penentuan Karakteristik Pembesaran Prostat. Makassar: Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.
3. Labib M. Benign Prostate Hyperplasia (BPH). [online]. [20 pages]. [cited on Feb 2 nd 2014
at 5.40 am]. Availabe from: URL: http://www.urotoday.com/BPH/file.pdf
4. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Diakses tanggal 27 Agustus 2009. URL:
http://iaui.or.id/ast/file/bph.pdf
5. Leveillee. Prostate Hyperplasia, Benign. 2006 . [online]. [10 pages]. [cited on Feb 2 nd
2014 at 6 am]. Availabe from: URL:. http://www.emedicine.com.
6. de la Rossette JJMH, Alivizatos G, Madersbacher S, Nording J, Emberton M, dan Sanz
CR. EAU guidelines on benign prostatic Hyperplasia (BPH). Eur Urol 40: 256-263, 2001
7. Purnomo. Dasar-Dasar Urologi. Ed. 2. Jakarta: CV. Sagung Seto. 2007. hal. 69-85
8. Citra BV. Benign Prostate Hyperplasia (BPH). Riau: Fakultas Kedokteran Universitas
Riau. 2009

Anda mungkin juga menyukai