Anda di halaman 1dari 17

Wrap-up

Skenario 3

PERDARAHAN PERSALINAN
Blok Emergensi

Kelompok: B-7
KETUA
SEKRETARIS
ANGGOTA

: Muhammad Eko Prastia


: Ratna Kurnianingsih
: Orin Archi
Prima Eriawan Putra
Rizqyta Austrianasari A.
Relanfa Farando
Revi Yunarni Syaray
Sabira Alamudi
Selly Famela Chasandra
Wiwiek Librani S

(1102012168)
(1102012228)
(1102010215)
(1102012212)
(1102012255)
(1102011234)
(1102012239)
(1102012258)
(1102012265)
(1102012309)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2015/2016
SKENARIO
Tidak Dapat Buang Air Kecil

Seorang laki-laki usia 26 tahun datang ke UGD dengan keluhan tidak dapat buang air kecil
sejak 5 jam yang lalu setelah terjatuh dijalan saat bersepeda. Pasien juga mengeluh nyeri pada
perut bawahnya dan terdapat darah keluar dari kemaluannya.
Pemeriksaan Fisik
Airway : bebas
Breathing : frekuensi nafas 20x/menit
Circulation : tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran : compos mentis
Status Urologikus
Costo vertebra angle : jejas (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), ballotement (-)
Suprasimfisis : jejas (-), nyeri tekan (+), buli-buli teraba penuh
Genital ekterna : meatal bleeding (+), butterfly hematom (+)
Pemeriksaan rectal toucher : Tonus sfingterani baik, ampula recti tidak kolaps, mukosa licin,
tidak teraba massa, prostat : tidak ada nodul, konsistensi kenyal, permukaan rata. Sarung
tangan : feses (-), darah (-), lendir (-).
Dilakukan pemeriksaan penunjang uretrografi retrograde dan hasilnya didapatkan disrupsi
komplit.

KATA SULIT
1. Butterfly Hematom Robeknya fascia buck sehingga ekstrafasasi urin dan darah hanya
dibatasi oleh fascia colles
2. Meatal bleeding Keluarnya darah dari genitalia
3. Uretrografi Retrograde Pemeriksaan radiologi untuk uretra dengan menggunakan
media kontras positif yang diinjeksikan ke uretra secara retrograde (dari bawah keatas)
4. Disrupsi Terputusnya uretra pada gambaran uretrografi

PERTANYAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Mengapa dapat terjadi butterfly hematom?


Apakah indikasi dan kontra indikasi pemeriksaan uretrografi retrograde ?
Dari mana asal perdarahan yang keluar dari kemaluan?
Mengapa perlu dilakukan pemeriksaan fisik prostat ?
Mengapa buli-buli teraba penuh?
Apa fungsi dari pemeriksaan rectal toucher pada kasus ini?
Terapi apakah yang diberikan?
Apakah diagnosis dari skenario ini?
Mengapa pasien tidak bisa buang air kecil ?

JAWABAN
1. Pecahnya pembuluh darah penis fascia buck sobek perdarahan tertampung di fascia
colles (pada perineum) butterfly hematom
2. Indikasi : - Retensi urin
- Fistul
- Tumor
- Batu uretra
Kontra Indikasi : - Infeksi akut
-Radang prostat
-Radang uretritis akut
-Riwayat alergi kontras
3. Karena trauma pecahnya pembuluh darah robeknya fascia buck darah mengalir
ke uretra
4. Untuk menentukan diagnosis banding , memastikan tidak ada gangguan prostat
5. Karena adanya retensi urin
6. Untuk menentukan letak ruptur anterior/posterior
7. Aspirasi suprapubik dan bedah urologi
8. Trauma uretra
9. Karena adenya disrupsi
Karena adanya hematom uretra menyempit

HIPOTESIS
Seorang pasien mengalami trauma pada daerah uretra hingga mengalami sulit buang air kecil,
nyeri perut bawah, keluar darah dari kemaluan, buli-buli terasa penuh dan butterfly hematom.
Karena keluhan tersebut pasien pergi ke dokter untuk melakukan pemeriksaan dimulai dari
anamnesis sampai pemeriksaan penunjang berupa uretrografi retrograde, rectal toucher dan
pemeriksaan fisik prostat. Dari hasil pemeriksaan tersebut pasien didiagnosis trauma uretra,
selanjutnya dilakukan penatalaksanaan dengan aspirasi suprapubik dan bedah urologi.

Etiologi Trauma
Manifestasi Tidak dapat BAK, nyeri perut bawah, keluar darah dari kemaluan, buli-buli
terasa penuh, butterfly hematom
Pemeriksaan Uretrografi retrograde, rectal toucher, pemeriksaan fisik prostat
Diagnosis Trauma uretra
Tatalaksana Aspirasi suprapubik dan bedah urologi

SASARAN BELAJAR
LI. 1.Mampu Memahami dan Menjelaskan Trauma Uretra Anterior
LO.1.1.Patofisiologi Trauma Uretra Anterior
LO.1.2.Manifestasi Trauma Uretra Anterior
LO.1.3.Pemeriksaan Penunjang Trauma Uretra Anterior
LO.1.4.Penatalaksanaan Trauma Uretra Anterior
LI. 2. Mampu Memahami dan Menjelaskan Trauma Uretra Posterior
LO.2.1.Patofisiologi Trauma Uretra Posterior
LO.2.2.Manifestasi Trauma Uretra Posterior
LO.2.3.Pemeriksaan Penunjang Trauma Uretra Posterior
LO.2.4.Penatalaksanaan Trauma Uretra Posterior

LI. 1.Mampu Memahami dan Menjelaskan Trauma Uretra Anterior


LO.1.1.Patofisiologi Trauma Uretra Anterior
Trauma uretra adalah trauma atau cedera yang mengenai
uretra yang terjadi akibat tenaga / tekanan dari luar atau
akibat instrumentasi pada uretra. Trauma uretra ini
merupakan suatu kegawatdaruratan bedah urologi biasanya
di sebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian.
Trauma urethra anterior adalah trauma yang terjadi pada
urethra pars spongiosum. Penyebab tersering trauma urethra
anterior adalah kecelakaan lalu lintas, terjatuh, dan benturan
langsung ke area tersebut. Trauma tumpul umumnya terjadi
dalam keadaan pasien menduduki benda (straddle injury).
Trauma juga dapat terjadi saat berhubungan seksual. Hal ini
terjadi karena adanya ruptur dari corpora cavernosa saat
penis dalam keadaan ereksi. (Hohenfellner, 2007)
Trauma tumpul atau tembus dapat menyebabkan cedera
uretra anterior. Trauma tumpul adalah diagnosis yang sering
dan cedera pada segmen uretra pars bulbosa paling sering
(85%), karena fiksasi uretra pars
Gambar 1. Batas anatomi
bulbosa dibawah dari trauma uretra anterior dan tulang pubis, tidak seperti uretra
pars
pendulosa
yang posterior
mobile. Trauma tumpul pada
uretra
pars
bulbosa
biasanya
disebabkan
oleh
straddle injury atau trauma pada daerah perineum. Uretra pars bulbosa terjepit diantara
ramus inferior pubis dan benda tumpul, menyebabkan memar atau laserasi pada uretra.
(Brandes. 2006).
Tidak seperti cedera pada uretra pars prostatomembranous, Trauma tumpul uretra
anterior jarang berhubungan dengan trauma organ lainnya. Kenyataannya, straddle injury
menimbulkan cedera cukup ringan, membuat pasien tidak mencari penanganan pada saat
kejadian. Pasien biasanya datang dengan striktur uretra setelah kejadian yang intervalnya
bulan atau tahun. (Brandes. 2006).
Cedera uretra anterior dapat juga berhubungan dengan trauma penis (10% sampai 20%
dari kasus). Mekanisme cedera adalah trauma langsung atau cedera pada saat berhubungan
intim, dimana penis yang sementara ereksi menghantam ramus pubis wanita,
menyebabkan robeknya tunika albuginea.
Trauma urethra pada wanita jarang terjadi, karena urethra wanita lebih pendek dan
mobile, selain itu juga tidak terikat/terhubung kuat dengan os pubis. Trauma urethra pada
wanita umumnya terjadi pada anak-anak, dan sering terjadi bersamaan dengan fraktur
pelvis berat. Fragmen tulang yang fraktur dapat menyebabkan laserasi dari urethra, yang
umumnya meluas hingga ke vesica urinaria atau ke vagina, sehingga dapat menyebabkan
inkontinensia.
Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita, perbedaan ini
disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih mobile dan mempunyai ligamentum pubis
yang tidak kaku (Schreiter. 2006)
LO.1.2.Manifestasi

Trauma

Gambar 2. Stradlle injury

Uretra Anterior

Klasifikasi rupture uretra anterior dideskripsikan oleh McAninch dan Armenakas


berdasarkan atas gambaran radiologi.
Kontusio Gambaran klinis memberi kesan cedera uretra, tetapi uretrografi
retrograde normal
Incomplete disruption Uretrografi menunjukkan ekstravasasi, tetapi masih ada
kontinuitas uretra sebagian. Kontras terlihat mengisi uretra proksimal atau vesika
urinaria.
Complete disruption Uretrografi menunjukkan ekstravasasi dengan tidak ada
kontras mengisi uretra proksimal atau vesika urinaria. Kontinuitas uretra seluruhnya
terganggu.
Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena udem atau
bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat mengakibatkan demam. Ekstravasasi
urin dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh, tergantung fascia yang ikut rusak. Pada
ekstravasasi ini mudah timbul infiltrat yang disebut infiltrat urin yang mengakibatkan
selulitis dan septisemia, bila terjadi infeksi. (Sjamsuhidajat R. 2005)
Jika terjadi ruptur uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urin keluar dari uretra
tetapi masih terbatas pada fascia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas
pada penis. Namun jika fascia Buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi
oleh fascia Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau dinding abdomen.
Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut
butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu. (Purnomo,B. 2008)
Keluarnya darah dari ostium uretra eksterna merupakan tanda yang paling penting dari
kerusakan uretra. Pada kerusakan uretra tidak diperbolehkan melakukan pemasangan
kateter, karena dapat menyebabkan infeksi pada periprostatik dan perivesical dan konversi
dari inkomplet laserasi menjadi komplet laserasi. Cedera uretra karena pemasangan kateter
dapat menyebabkan obstruksi karena edema dan bekuan darah. Abses periuretral atau
sepsis dapat mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat
meluas jauh tergantung fascia yang rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrat urin
yang mengakibatkan selulitis dan septisemia, bila terjadi infeksi. Adanya darah pada
ostium uretra eksterna mengindikasikan pentingnya uretrografi untuk menegakkan
diagnosis.
Gejala klinis trauma uretra diantaranya ialah nyeri daerah perineum, nyeri abdomen
bawah, nyeri berkemih atau ketidakmampuan berkemih. Tanda klinis trauma uretra di
antaranya ialah
a. adanya darah di meatus di temukan 37 93 % pada pasien dengan trauma uretra
posterior dan 75 % pasien dengan trauma uretra anterior
b. adanya darah di introitus vagina di temukan lebih dari 80 % pasien wanita dengan
trauma pelvis dan bersamaan dengan trauma uretra.
c. Hematuria jumlah perdarahan uretra berkaitan dengan tingkat keparahan trauma.
d. Hematoma atau pembengkakan, pada trauma uretra pola haematom dapat digunakan
dalam identifikasi batasan anatominya.Ekstravasasi darah atau urin dalam suatu
distribusi sleeve sepanjang batang penis mengindikasikan bahwa trauma terbatas pada
fascia Bucks. Gangguan fascia Bucks mengakibatkan suatu pola ekstravasasi dibatasi
hanya oleh fascia colles, meluas hingga fascia coracoclavicular superior dan fascia
lata inferior. Keadaan ini mengakibatkan luka memar pola khas kupu-kupu pada
perineum. Pada pasien wanita dengan fraktur pelvis yang berat, adanya
pembengkakan labia dapat sebagai indikator adanya trauma uretra. Hal ini disebabkan
oleh ekstravasasi urin dari suatu fistula dan memerlukan perhatian dengan segera.
7

LO.1.3.Pemeriksaan Penunjang Trauma Uretra Anterior


Anamnesis
Sebelum anamnesis dilakukan, sebaiknya lihat kondisi pasien. Apabila pasien
membutuhkan resusitasi, maka anamnesis dapat ditunda. Setelah penanganan airway,
breathing, circulation teratasi, maka anamnesis perlu dilakukan untuk menggali informasi
mengenai trauma nya. Untuk luka tusuk/tajam, perlu diketahui alat yang digunakan
(misalnya pisau atau peluru). Hal ini dapat membantu klinisi untuk menilai kerusakan pada
jaringannya. Pada pasien yang datang dalam keadaan sadar, pelu ditanyakan apakah ada
kesulitan buang air kecil (atau dapat ditanyakan kapan terakhir buang air kecil).
Selanjutnya, perlu juga ditanyakan bagaimana
Gambar
3.
Sleeve
Hematom
kualitas
miksi nya
Gambar 4. Buttefly Hematom
(apakah
perlu
mengejan, nyeri, atau adanya darah). (Hohenfellner, 2007)
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, hal yang dapat ditemukan pada ruptur urethra adalah
(Hohenfellner, 2007):
a) Blood at the meatus
b) Blood at the vaginal introitus
c) Hematuria
d) Nyeri saat miksi ataupun tidak dapat miksi
e) Hematoma ataupun pembengkakan

Pemeriksaan Radiologi
Urethrography retograde merupakan pemeriksaan gold standard untuk mengevaluasi
trauma urethra. Sebelum dilakukan kontras, sebaiknya dilakukan foto polos terlebih dahulu
untuk mengetahui adanya fraktur pelvis, dan untuk mengetahui adanya benda asing seperti
peluru, batu, yang mana hal-hal tersebut akan sulit dinilai apabila kontras sudah diebrikan.
(Hohenfellner, 2007)
Teknik pemberian kontras pada urethrography retograde adalah dengan menggunakan
Foley catether ukuran 12 atau 14-F yang dimasukkan hingga fossa navicularis saja.
Apabila sudah dimasukkan hingga fossa navicularis, sebanyak 1-2 mL NaCl 0.9%
diinjeksikan agar balon mengembang dan mengoklusi urethra. Kemudian sebanyak 20-30
mL kontras (tidak diencerkan) diinjeksikan dengan posisi oblique 30. Gambaran
radiografi dari urethra dapat dengan cepat menentukan klasifikasi trauma urethra yang
terjadi. (Hohenfellner,2007)
Pemeriksaan radiologik dengan uretrogram retrograde dapat memberi keterangan letak dan tipe
ruptur uretra. Uretrogram retrograde akan menunjukkan gambaran ekstravasasi, bila terdapat

laserasi uretra, sedangkan kontusio uretra tidak tampak adanya ekstravasasi. Bila tidak tampak
adanya ekstravasasi maka kateter uretra boleh dipasang.

LO.1.4.Penatalaksanaan Trauma Uretra Anterior


Penanganan Awal
Kehilangan darah yang banyak biasanya tidak ditemukan pada straddle injury. Jika
terdapat pendarahan yang berat dilakukan bebat tekan dan resusitasi. (Armenakas dan
McAninch, 1996) merencanakan skema klasifikasi praktis yang sederhana yang membagi
cedera uretra anterior berdasarkan penemuan radiografi menjadi kontusio, ruptur
inkomplit, dan ruptur komplit. Kontusio dan cedera inkomplit dapat ditatalaksana hanya
dengan diversi kateter uretra. Tindakan awal sistotomi suprapubik adalah pilihan
penanganan pada cedera staddle mayor yang melibatkan uretra.
Pilihan utama berupa surgical repair direkomendasikan pada luka tembak dengan
kecepatan rendah, Ukuran kateter disesuaikan dengan berat dari striktur uretra.
Debridement dari korpus spongiosum setelah trauma seharusnya dibatasi karena aliran
darah korpus dapat terganggu sehingga menghambat penyembuhan spontan dari area yang
mengalami kontusi. Diversi urin dengan suprapubik direkomendasikan setelah luka
tembak uretra dengan kecepatan tinggi, diikuti dengan rekonstruksi lambat.
Penanganan Spesifik
Kontusio Uretra
Pasien dengan kontusio uretra tidak ditemukan bukti adanya ekstravasasi dan uretra
tetap utuh. Setelah uretrografi, pasien dibolehkan untuk buang air kecil; dan jika buang
air kecil normal, tanpa nyeri dan pendarahan, tidak dibutuhkan penanganan tambahan.
Jika pendarahan menetap, drainase uretra dapat dilakukan.
Laserasi Uretra
Instrumentasi uretra setelah uretrografi harus dihindari. Insisi midline pada suprapubik
dapat membuka kubah
dari buli-buli supaya
Gambar 5. Urethrography retograde
pipa sistotomi suprapubik
dapat disisipkan dan
dibolehkan
pengalihan
urin sampai laserasi
uretra sembuh. Jika pada uretrogram terlihat sedikit ekstravasasi, berkemih dapat
dilakukan 7 hari setelah drainase kateter suprapubik untuk menyelidiki ekstravasasi. Pada
kerusakan yang lebih parah, drainase kateter suprapubik harus menunggu 2 sampai 3
minggu sebelum mencoba berkemih. Penyembuhan pada tempat yang rusak dapat
menyebabkan striktur. Kebanyakan striktur tidak berat dan tidak memerlukan rekonstuksi
bedah. Kateter suprapubik dapat dilepas jika tidak ada ekstravasasi. Tindakan lanjut
dengan melihat laju aliran urin akan memperlihatkan apakah terdapat obstuksi uretra oleh
striktur.
9

Laserasi Uretra dengan Ekstravasasi Urin yang Luas


Setelah laserasi yang luas, bawah ekstravasasi urin dapat menyebar ke perineum,
skrotum, dan abdomen bagian bawah. Drainase pada area tersebut diindikasikan.
Sistotomi suprapubik untuk pengalihan urin diperlukan. Infeksi dan abses biasa terjadi
dan memerlukan terapi antibiotik.
- Rekonstruksi segera
Perbaikan segera laserasi uretra dapat dilakukan, tetapi prosedurnya sulit dan
tingginya resiko timbulnya striktur.
- Rekonstruksi lambat
Sebelum semua rencana dilakukan, retrograde uretrogram dan sistouretrogram harus
dilakukan untuk mengetahui tempat dan panjang dari uretra yang mengalami cedera.
Pemeriksaan ultrasound uretra dapat membantu menggambarkan panjang dan derajat
keparahan dari striktur. Injeksi retrograde saline kombinasi dengan antegrade bladder
filling akan mengisi uretra bagian proksimal dan distal, dan sonogram 10-MHz akan
mengambarkan dengan jelas bagian yang tidak bisa terdistensi untuk di eksisi.
Jaringan fibrosa padat yang terbentuk karena trauma sering menjadi significant
shadow.
Uretroplasty anastomosis adalah prosedur pilihan pada ruptur total uretra pars bulbosa
setelah straddle injury. Skar tipikal berukuran 1,5 sampai 2 cm dan harus dieksisi komplit.
Uretra proksimal dan distal dapat dimobilisasi untuk anastomosis end-to-end. Tingkat
keberhasilan dari prosedur ini lebih dari 95% dari kasus
Insisi endoskopik melalui jaringan skar dari uretra yang ruptur tidak disarankan dan
sering kali gagal. Penyempitan parsial uretra dapat diterapi awal dengan insisi endoskopi
dengan tingkat keberhasilan tinggi. Saat ini uretrotomi dan dilatasi berulang telah terbukti
tidak efektif baik secara klinis maupun biaya. Lebih lanjut, pasien dengan prosedur
endoskopik berulang juga sering diharuskan untuk dilakukan tindakan rekonstruksi
kompleks seperti graft. Open repair seharusnya ditunda paling tidak beberapa minggu
setelah instrumentasi untuk membiarkan uretra stabil.

10

Komplikasi dini setelah rekontruksi uretra adalah infeksi, hematoma, abses periuretral, fistel
uretrokutan, dan epididimitis. Komplikasi lanjut yang paling sering terjadi adalah striktur uretra.
Striktur uretra adalah komplikasi utama tetapi pada banyak kasus tidak memerlukan
rekonstruksi bedah. Jika, striktur ditetapkan, laju aliran urin kurang baik dan infeksi urinaria dan
terdapat fistel uretra, rekonstruksi dibutuhkan.

LI. 2. Mampu Memahami dan Menjelaskan Trauma Uretra Posterior


LO.2.1.Patofisiologi Trauma Uretra Posterior
Trauma tumpul merupakan penyebab dari sebagian besar cedera pada uretra pars
posterior. Gangguan pada uretra terjadi sekitar 10% dari fraktur pelvis tetapi hampir semua
gangguan pada uretra membranasea yang berhubungan dengan trauma tumpul terjadi
bersamaan fraktur pelvis. Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan
menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostatomembranasea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di dalam kavum
pelvis menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius sehingga jika ligamentum
pubo-prostatikum ikut terobek, prostat berada buli-buli akan terangkat ke kranial.
Fraktur pelvis yang menyebabkan gangguan uretra biasanya penyebab sekunder karena
kecelakaan kendaraan bermotor (68%-84%) atau jauh dari ketinggian dan tulang pelvis
hancur (6%-25%).
Cedera uretra terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser pada prostatomembranosa
junction sehingga prostat terlepas dari fiksasi pada diafragma urogenitalia. Dengan adanya
pergeseran prostat, maka uretra pars membranasea teregang dengan cepat dan kuat. Uretra
posterior difiksasi pada dua tempat yaitu fiksasi uretra pars membranasea pada ramus
ischiopubis oleh diafragma urogenitalia dan uretra pars prostatika ke simphisis oleh
ligamentum
Gambar 6. Tatalaksana trauma urethra anterior (Hohenfellner, 2007)
puboprostatikum. (Rosentein. 2006).
Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra posterior dengan
angka kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama terjadinya fraktur pelvis
adalah kecelakaan bermotor (15,5%), diikuti oleh cedera pejalan kaki (13,8%), jatuh dari
ketinggian lebih dari 15 kaki (13%), kecelakaan pada penumpang mobil (10,2%) dan
kecelakaan kerja (6%). Fraktur pelvis merupakan salah satu tanda bahwa telah terjadi
cedera intraabdominal ataupun cedera urogenitalia yang kira-kira terjadi pada 15-20%
pasien. Cedera organ terbanyak pada fraktur pelvis adalah pada uretra posterior (5,8%14,6%), diikuti oleh cedera hati (6,1%-10,2%) dan cedera limpa (5,2%-5,8%).
Di Amerika Serikat angka kejadian fraktur pelvis pada laki-laki yang menyebabkan
cedera uretra bervariasi antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%. Cedera uretra pada
wanita dengan fraktur pelvis sebenarnya jarang terjadi, tetapi beberapa kepustakaan
melaporkan insiden kejadiannya sekitar 4-6%.
Angka kejadian cedera uretra yang dihubungkan dengan fraktur pelvis kebanyakan
ditemukan pada awal dekade keempat, dengan umur rata-rata 33 tahun. Pada anak (<12
tahun) angka kejadiannya sekitar 8%. Terdapat perbedaan persentasi angka kejadian
fraktur pelvis yang menyebabkan cedera uretra pada anak dan dewasa. Fraktur pelvis pada
anak sekitar 56% kasus yang merupakan resiko tinggi untuk terjadinya cedera uretra.
LO.2.2.Manifestasi Trauma Uretra Posterior
Melalui gambaran uretrogram, Colapinto dan McCollum (1976) membagi derajat
cedera uretra dalam 3 jenis :
11

1 Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (perengangan). Foto uretrogram
tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak memanjang
2 Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, sedangkan diafragma
urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasai kontras yang masih
terbatas di atas diafragma
3 Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak.
Foto uretrogram menunjukkan ekstvasasi kontras meluas hingga di bawah diafragma sampai
ke perineum.
Kemungkinan terjadinya cedera uretra posterior harus segera dicurigai pada pasien yang
telah didiagnosis fraktur pelvis. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, beberapa
jenis fraktur pelvis lebih sering berhubungan dengan cedera uretra posterior dan terlihat
pada 87% - 93% kasus. Akan tetapi, banyaknya darah pada meatus uretra tidak
berhubungan dengan beratnya cedera. Teraba buli-buli yang cembung (distended), urin
tidak bisa keluar dari kandung kemih atau memar pada perineum atau ekimosis perineal
merupakan tanda tambahan yang merujuk pada gangguan uretra. Trias diagnostik dari
gangguan uretra prostatomembranosa adalah fraktur pelvis, darah pada meatus dan urin
tidak bisa keluar dari kandung kemih. (Rosentein DI,2006)
Pada ruptur uretra posterior terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah suprapubik
dan abdomen bagian bawah, dijumpai jejas hematom, dan nyeri tekan. Bila disertai ruptur
kandung kemih, bisa dijumpai tanda rangsangan peritoneum. Pasien biasanya mengeluh
tidak bisa kencing dan sakit pada daerah perut bagian bawah. (Sjamsuhidajat R. 2005)
Pada pemeriksaan rektum bisa didapatkan hematoma pada pelvis dengan pengeseran
prostat ke superior. Bagaimanapun pemeriksaan rektum dapat diinprestasikan salah, karena
hematoma pelvis bisa mirip denagan prostat pada palpasi. Pergeseran prostat ke superior
tidak ditemukan jika ligament puboprostikum tetap utuh. Disrupsi parsial dari uretra
membranasea tidak disertai oleh pergeseran prostat. 14
Prostat dan buli-buli terpisah dengan uretra pars membranosa dan terdorong ke atas
oleh penyebaran dari hematoma pada pelvis. High riding prostat merupakan tanda klasik
yang biasa ditemukan pada ruptur uretra posterior. Hematoma pada pelvis, ditambah
dengan fraktur pelvis kadang-kadang menghalangi palpasi yang adekuat pada prostat yang
ukurannya kecil. Sebaliknya terkadang apa yang dipikirkan sebagai prostat yang normal
mungkin adalah hematoma pada pelvis. Pemeriksaan rektal lebih penting untuk
mengetahui ada tidaknya jejas pada rektal yang dapat dihubungkan dengan fraktur pelvis.
Darah yang ditemukan pada jari pemeriksa menunjukkan adanya suatu jejas pada lokasi
yang diperiksa.
LO.2.3.Pemeriksaan Penunjang Trauma Uretra Posterior
Secara umum pemeriksaan trauma uretra posterior sama dengan trauma uretra anterior.
Hasil yang didapatkan pun tidak jauh berbeda, yang jelas berbeda hanyalah letak trauma
secara anatomi. Gejala khas trauma uretra posterior adalah sulit atau tidak bisa buang air
kecil, vesica urinaria teraba penuh dan adanya darah yang keluar daru ostium uretra
eksterna.
Pada pemeriksaan fisik perlu juga dilakukan rectal toucher untuk mengetahui letak
prostat karena sering kali mengalami High-riding prostate. Pada fase akut, prostat dapat
sulit dipalpasi akibat adanya hematoma yang terjadi di sekitar bagian prostat. Adanya high
riding prostate merupakan pertanda terjadinya trauma urethra posterior. Pemeriksaan rectal
toucher sebetulnya lebih penting untuk memeriksa kondisi anus dan rectum ketimbang
prostat. Apabila pada rectal toucher didapatkan darah, maka perlu ada dugaan bahwa telah
terjadi ruptur hingga ke bagian rectum (hal ini sering terjadi pada kasus fraktur pelvis).

12

Pemeriksaan Radiologi
Urethrography retograde merupakan pemeriksaan gold standard untuk mengevaluasi
trauma urethra. Sebelum dilakukan kontras, sebaiknya dilakukan foto polos terlebih dahulu
untuk mengetahui adanya fraktur pelvis, dan untuk mengetahui adanya benda asing seperti
peluru, batu, yang mana hal-hal tersebut akan sulit dinilai apabila kontras sudah diebrikan.
(Hohenfellner, 2007)
Apabila ada dugaan terjadi trauma urethra posterior, maka dapat segera dipasang kateter
suprapubic.
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah cystogram serta ascending
urethrogram untuk mengetahui lokasi trauma, tingkat keparahan, dan juga panjang urethra
yang mengalami trauma. Apabila bagian proximal urethra tidak dapat dilihat dengan
kombinasi
cystogram
Gambar 7. Uretrografi retrograde (a, normal. b, extravasasi
serta
urethrogram,
kontras keluar dari urethra). (Hohenfellner, 2007)
maka
perlu
dilakukan
pemeriksaan MRI ataupun endoscopy suprapubic. (Hohenfellner, 2007)
Pemeriksaan dengan USG tidak menjadi hal yang sering dilakukan pada kasus trauma
urethra, namun dapat sangat berguna untuk menentukan lokasi terjadinya hematoma pelvis
ataupun untuk menentukan posisi vesica urinaria (pada kasus high-riding bladder) saat
akan melakukan kateterisasi suprapubic. (Hohenfellner, 2007)

13

LO.2.4.Penatalaksanaan Trauma Uretra Posterior


Syok dan pendarahan harus diatasi, serta pemberian antibiotik dan obat-obat analgesik.
Pasien dengan kontusio atau laserasi dan masih dapat kencing, tidak perlu menggunakan
alat-alat atau manipulasi tapi jika tidak bisa kencing dan tidak ada ekstravasasi pada
uretrosistogram, pemasangan kateter harus dilakukan dengan lubrikan yang adekuat.
Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera intraabdomen dan organ lain, cukup
dilakukan sistotomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan melakukan
anastomosis ujung ke ujung, dan pemasangan kateter silicon selama 3 minggu.
Pembedahan
Ekstravasasi pada uretrosistogram mengindikasikan pembedahan. Kateter uretra harus
dihindari.
1 Immediate management
Penanganan awal terdiri dari sistostomi suprapubik untuk drainase urin. Insisi
midline pada abdomen bagian bawah dibuat untuk menghindari pendarahan yang
banyak pada pelvis. Buli-buli dan prostat biasanya elevasi kearah superior oleh
pendarahan yang luas pada periprostatik dan perivesikal. Buli-buli sering distensi oleh
akumulasi volume urin yang banyak selama periode resusitasi dan persiapan operasi.
Urin sering bersih dan bebas dari darah, tetapi mungkin terdapat gross hematuria. Bulibuli harus dibuka pada garis midline dan diinspeksi untuk laserasi dan jika ada, laserasi
harus ditutup dengan benang yang dapat diabsorpsi dan pemasangan tube sistotomi
untuk drainase urin. Sistotomi suprapubik dipertahankan selama 3 bulan. Pemasangan
ini
Gambar 8. Urethra posterior teregang, namun tetap intak (trauma urethra tipe I). (a)
Urethrogram retrograde menggambarkan urethra posterior yang teregang. (b)

Ilustrasi trauma urethra tipe I

membolehkan resolusi dari hematoma pada pelvis, dan prostat & buli-buli akan kembali
secara perlahan ke posisi anatominya.
Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi 2- 3 hari
kemudian, sebaiknya dipasang kateter secara langsir (railroading)
2

Delayed urethral reconstruction


Rekonstruksi uretra setelah disposisi prostat dapat dikerjakan dalam 3 bulan, diduga
pada saat ini tidak ada abses pelvis atau bukti lain dari infeksi pelvis. Sebelum
rekonstuksi, dilakukan kombinasi sistogram dan uretrogram untuk menentukan panjang
sebenarnya dari striktur uretra. Panjang striktur biasanya 1-2 cm dan lokasinya
dibelakang dari tulang pubis. Metode yang dipilih adalah single-stage reconstruction
pada ruptur uretra dengan eksisi langsung pada daerah striktur dan anastomosis uretra
pars bulbosa ke apeks prostat lalu dipasang kateter uretra ukuran 16 F melalui sistotomi
suprapubik. Kira-kira 1 bulan setelah rekonstuksi, kateter uretra dapat dilepas.
Sebelumnya dilakukan sistogram, jika sistogram memperlihatkan uretra utuh dan tidak
ada ekstravasasi, kateter suprapubik dapat dilepas. Jika masih ada ekstravasasi atau
striktur, kateter suprapubik harus dipertahankan. Uretrogram dilakukan kembali dalam
2 bulan untuk melihat perkembangan striktur.

Immediate urethral realignment


14

Beberapa ahli bedah lebih suka untuk langsung memperbaiki uretra. Perdarahan dan
hematoma sekitar ruptur merupakan masalah teknis. Timbulnya striktur, impotensi, dan
inkotinensia lebih tinggi dari immediate cystotomy dan delayed reconstruction.
Walaupun demikian beberapa penulis melaporkan keberhasilan dengan immediate
urethral realignment.

Gambar 9. Tatalaksana trauma urethra posterior (Hohenfellner, 2007)

15

DAFTAR PUSTAKA
Datu AR. Diktat Urogenitalia. Makassar : FKUH; 2003
Hohenfellner, M., & Santucci, R. (2007). Emergencies in urology. Berlin: Springer.
McAninch, J. (2013). Smith and Tanagho's general urology editors, Jack W. McAninch,
Thomas F. Lue. (18th ed.).
Palinrungi AM. Lecture notes on urological emergencies & trauma. Makassar: Division of
Urology, Departement of Surgery, Faculty of Medicine, Hasanuddin University; 2009
Purnomo, B. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta: Sagung Seto; 2008.
Rosentein DI, Alsikafi NF. Diagnosis and Classification of urethral Injuries. Uro; clin N Am.
2006
Sjamsuhidajat R, Jong WM. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2005.

16

Anda mungkin juga menyukai