Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS SUBARACHNOID HEMORAGIK

I.

Definisi

Perdarahan subarachnoid adalah keadaan terdapatnya darah atau masuknya darah ke dalam
ruang subarachnoid ( Dr.hartono, KapitaSelektaNeurologi, Hal 97 ).
Perdarahan subarachnoid terjadi sebagai akibat kebocoran nontraumatik atau ruptur
aneurisma kongenital pada circulus anterior cerebralis atau yang lebih jarang akibat
arteriovenosa. Gejala timbul dengan onset mendadak antara lain nyeri kepala hebat, kaku
pada leher, dan kehilangan kesadaran ( Richard, NeuroanatomiKlinik, hal 24 ). Perdarahan
subarachnoid adalah perdarahan tiba tiba ke dalam rongga diantara otak dan selaput otak
( rongga subarachnoid ). Perdarahan subarachnoid merupakan penemuan yang sering pada
trauma kepala akibat dari yang paling sering adalah robeknya pembuluh darah
leptomeningeal pada vertex dimana terjadi pergerakan otak yang besar sebagai dampak , atau
pada sedikit kasus, akibat rupturnya pembuluh darah serebral major ( Sitorus,
SistemVentrikel dan Liquor Cerebrospinal ).
II. Etiologi
a. Aneurisma pecah ( 50% )
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang
cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak ( Juwono, 1993 )
b. Pecahnya malformasi Arterio Venosa ( MAV ) ( 5% )
Terjadi kebocoran arteri venosa secara nontraumatik pada sirkulasi arteri serebral.
c. Penyebab yang lebih jarang
1. Trauma
2. Kelemahan pembuluh darah akibat infeksi, misalnya emboli septik dari endokarditis
infektif ( aneurisma mikotik )
3. Koagulapati
4. Gangguan lain yang mempengaruhi vessels
5. Gangguan pembuluh darah pada sum- sum tulang belakang dan berbagai jenis tumor
III.

Anatomi

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meningens.Lapisan luarnya adalah


pachymeninx atau durameter dan lapisan dalamnya leptomeninx, dibagi menjadi aracnoid
dan piameter.
a. Durameter
Dura kranialis atau pachymeninx atau suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu
lapisan dalam ( meningeal ) dan lapisan luar ( periosteal ). Kedua lapisan dural yang melapisi
otak umumnya bersatu, kecuali di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan
ruang bagi sinus venosus ( sebagian besar sinus venosus terletak diantara lapisan lapisan
dural ), dan tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian bagian otak.
b. Arachnoidea
Membrana archnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah
dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural.Ia menutupi spatium
subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan
dihubungkan ke piameter oleh trabekulae dan septa septa yang membentuk suatu anyaman
padat yang menjadi sistem rongga rongga yang saling berhubungan.
c. Piameter
Piameter merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan otak
dan membentang ke dalam sulcus, fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak.
Piameter juga membentang ke dalam fissure transversalis di bawah corpus callosum. Di
tempat ini piameter membentuk tela choroideus untuk membentuk pleksus dengan ependim
dan pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel
ventrikel ini. Piameter dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan
membentuk tela choroidea di tempat itu.
IV.

Patofisiologi
Aneurisma merupakan luka yang disebabkan oleh karena tekanan hemodinamik pada

dinding arteri percabangan dan perlekukan.Saccular atau biji aneurisma dispesifikasikan


untuk arteri intracranial kaarena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan
mengandung faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisma.Suatu bagian
tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid.Aneurisma kebanyakan dihasilkan
dari terminal pembagi dalam arteri karotid bagian dalam dan dari cabang utama bagian
anterior pembagi dari lingkaran wilis.
Aterosclerosis cerebral, hip[ertensi pada kehamilan
Riwayat stroke

TekananHemodinamik

Aneurisma ( luka ) pada dinding arteri percabangan dan perlekukan

Pecahnya pembuluh darah penghubung yang menembus ruang subarachnoid

Kerusakan arterivenosus
V.

Tanda dan Gejala


a. Gejala prodromal: nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10 % sementara 90%
lainnya tanpa keluhan sakit kepala.
b. Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar sebentar, sedikit
delirium sampai koma.
c. Gejala / tanda rangsangan: kaku kudug, tanda kernig ada.
d. Fundus okuli 10% penderita mengalami edema pupil, beberapaa jam setelah
perdarahan. Sering terdapat perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada
arteri komunikans anterior atau arteri karortis interna.
e. Gejala gejala neurologi fokal: bergantung pada lokasi lesi.
f. Gangguan saraf otonom: demam setelah 24 jam, demam ringan karena rangsangan
mening, dan demam tinggi bila dilihatkan hipotalamus. Bila berat, maka terjadi ulkus
peptikum disertai hematemesis dan melena ( stress ulcer ), dan seringkali disertai
peninggian kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG
( Dr.hartono, KapitaSelektaNeurologi, Hal 97 ).

Terapi dan prognosis bergantung pada status klinis penderita. Dengan demikian diperlukan
peringkat klinis sebagai suatu pegangan, yaitu:
Tingkat I : asimtomatik.
TingkatII : nyeri kepala hebat tanpa defisit neurologik kecuali paralisis nervus kranialis
TingkatIII : somnolent dan defisit ringan.
TingkatIV : stupor, hemiparesis atau hemiplegia, dan mungkin ada regidits awal dan
gangguan vegetatif.
TingkatV : Koma, regiditas deserebrasi dan kemudian meninggal dunia ( harsono, Buku Ajar
Neurologi Klinis , Hal 94 96 ).
VI.

Komplikasi
Pada beberapa keadaan, gejala awal adalah katastrofik.Pada kasus lain, terutama dengan
penundaan diagnosis, pasien mungkin mengalami perjalanan penyakit yang dipersulit oleh
perdarahan ulang ( 4 % ), hidrosefalus, serangan kejang atau vasospasme. Perdarahan ulang
dihubungkan dengan tingkat mortalitas sebesar 70% dan merupakan komplikasi segera yang
paling memprihatinkan ( MichaelI. Greenberg, Teks Atlas kedokteran Kedaruratan, Hal 45 )

VII.

PemeriksaanPenunjang
a. CT Scan
Pemeriksaan CT Scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa intracranial pada
pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah ( densitas tinggi ) dalam ventrikel atau
dalam ruang subarachnoid.
b. MRI
Hasil tahapan control perdarahan subarachnoid kadang kadang tampak MRI lapisan tipis
pada sinyal rendah.
c. Pungsi lumbal
Untuk konfirmasi diagnosis. Tidak ada kontraindikasi pungsi lumbal selama diyakini tidak
ada lesi massa dari pemeriksaan pencitraan dan tidak kelainan perdarahan.
d. EKG dan Foto Thorax
Edema paru dan aritmia jantung dapat terlihat dari rontgen dada.Kadang terjadi glikosuria.

VIII.

Penatalaksanaan
a. Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktifitas berat.
b. Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat.
c. Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi tekanan.
d. Pembedahan untuk memperbaiki dinding arteri yang lemah, bisa mengurangi resiko
perdarahan fatal di kemudian hari.
e. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan pembedahan dalam waktu
3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai 10 hari atau lebih dapat
memungkinkan terjadinya perdarahan hebat.
f. Pasien dengan SAH memerlukan observasi neurologik ketat dalam ruang perawatan
intensif, kontrol tekanan darah dan tatalaksana nyeri sementara menunggu perbaaikan
aneurisma defisit.
g. Pasien pasien harus menerima profilaksis serangan kejang dan bloker kanal kalsium
untuk vasospasme.
h. Tatalaksana ditujukan pada resusitasi segera dan pencegahan perdarahan ulang.
i. Tirah baring dan analgesik diberikan pada awal tatalaksana.
j. Antagonis kalsium nimodipin dapat menurunkan mor komplikasi dini perdarahan
subarachnoid

meliputi

hidrosefalus

sebagai

akibat

obstruksi

aliran

cairan

serebrospinal oleh bekuaan darah.


k. Jika pasien sadar atau hanya terlihat mengantuk, maka pemeriksaan sumber
perdarahan dilakukan angiografi serebral.
l. Identifikasi aneurisma memunkinkan dilakukan sedini mungkin, dilakukannya
intervensi jepitan ( clipping ) leher aneurisma, atau jika mungkin membungkus
( wropping ) aneurisma tersebut.

m. Malformasi arteriovenosa yang terjadi tanpa adanya perdarahan, misalnya epilepsi


biasanya tidak ditangani dengan pembedahan

Asuhan Keperawatan
1. Konservatif:
a. Bedrest total
b. Pemberian obat-obatan
c. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
d. Tindakan terhadap peningkatan TIK
a. PemantauanTIK dengan ketat
b. Oksigenasi adekuat
c. Pemberian manitol
d. Penggunaan steroid
e. Peningkatan kepala tempat tidur.

f. Bedah neuro
e. Tindakan pendukung
a. Dukung ventilasi
b. Pencegahan kejang
c. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
d. Terapi anti konvulsan
e. Klorpromazin : menenangkan pasien
f. Selang nasogastrik
2. PrioritasPerawatan:
a. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
b. Mencegah komplikasi
c. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
d. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
e. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan
rehabilitasi.
3. Tujuan:
a. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
b. Komplikasi tidak terjadi
c. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
d. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
e. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai
sumber informasi.
4. DiagnosaKeperawatan
DiagnosaKeperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.

2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.


3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
6. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer.
5. Intervensi
a. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi : Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda
hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat
menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan
menyebabkan asidosis respiratorik.
Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal
volume.
Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari
inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap
gangguan pertukaran gas.
Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi /
cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak
adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang
adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
b. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
Tujuan : Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi

KriteriaEvaluasi : Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm
karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan
pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan
suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan
sputum.
Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak.
Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan
memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
c. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Tujuan : Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS. Refleks membuka
mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks
batang otak.
Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari
konstipasi yang berkepanjangan.
Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).

d. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)


Tujuan :Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.

Kriteria hasil : Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan, oksigen adekuat.
RencanaTindakan :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman
dan bersih.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
e. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan : Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteri evaluasi :

Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan

Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien

Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.


Rencana tindakan :

Bina hubungan saling percaya.


Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya
sirkulasi perifer
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan
terjadinya lecet pada kulit.
Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
Ganti posisi pasien setiap 2 jam

Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan


terjadinya kerusakan kulit.
Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan
H2O2

Anda mungkin juga menyukai

  • Toleransi Umat Beragama
    Toleransi Umat Beragama
    Dokumen15 halaman
    Toleransi Umat Beragama
    Daniel Dale Ambo Sibarani
    Belum ada peringkat
  • Osteon 3
    Osteon 3
    Dokumen19 halaman
    Osteon 3
    WicakKuntoWibowo
    Belum ada peringkat
  • Askep Sah
    Askep Sah
    Dokumen4 halaman
    Askep Sah
    Daniel Dale Ambo Sibarani
    Belum ada peringkat
  • Fistula Preaurikular
    Fistula Preaurikular
    Dokumen7 halaman
    Fistula Preaurikular
    Daniel Dale Ambo Sibarani
    Belum ada peringkat
  • Ambo
    Ambo
    Dokumen6 halaman
    Ambo
    Daniel Dale Ambo Sibarani
    Belum ada peringkat