Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesehatan

indera

penglihatan

merupakan

syarat

penting

untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas


kehidupan masyarakat dalam rangka mewujudkan manusia cerdas, produktif,
maju, mandiri, dan sejahtera lahir dan batin. Penyakit mata menjadi masalah yang
cukup serius sepanjang hidup, teutama penyakit mata yang dapat menyebabkan
kebutaan7.
Kebutaan adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi tiap
negara, terutama pada negara-negara berkembang, dimana 9 dari 10 tunanetra
hidup disana, demikian dikatakan oleh Direktur Jendral WHO, Dr. Groharlem
Bruntland7.
Masalah kebutaan di Indonesia yang sudah mencapai 1,5% tidak hanya menjadi
masalah kesehatan, namun sudah menjadi masalah sosial yang harus
ditanggulangi secara bersama-sama oleh pemerintah, dengan melibatkan lintas
sektoral, swasta, dan partisipasi aktif dari masyarakat7.
Mata merupakan salah satu organ indra manusia yang mempunyai fungsi
yang sangat besar. Penyakit mata seperti kelainan-kelainan refraksi sangat
membatasi fungsi tersebut. Ada tiga kelainan refraksi, yaitu: miopia,
hipermetropia, astigmatisme, atau campuran kelainan-kelainan tersebut. Diantara
kelainan refraksi tresebut, miopia adalah yang paling sering dijumpai, kedua
adalah hipermetropia, dan yang ketiga adalah astigmatisma6.
Hasil survai Morbiditas Mata dan Kebutaan di Indonesia yang
dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan Perhimpunan
Dokter Ahli Mata Indonesia pada tahun 1982, menunjukkan bahwa kelainan
refraksi menduduki urutan paling atas dari 10 penyakit mata utama.
Dari hasil survai kesehatan anak di daerah DKI Jaya yang dilakukan oleh
Kanwil Depkes DKI bersama PERDAMI Cabang DKI pada anak Sekolah Dasar

dan lbtiddaiah di seluruh wilayah DKI diketahui bahwa angka kelainan refraksi
ratarata sebesar 11,8%. Sehingga di Indonesia dari 48,6 juta murid Sekolah
Dasar diperkirakan terdapat 5,8 juta orang anak yang menderita kelainan refraksi.
(Biro Pusat Statistik, 1986)
Miopia tinggi adalah salah satu penyebab kebutaan pada usia dibawah 40
tahun. Miopia tinggi adalah myopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih. Pendarita
dengan minus di atas 6 dioptri akan menyebabkan 3-4 kali lebih besar untuk
terjadinya komplikasi pada mata. Dalam bidang oftalmologi tercatat bahwa
miopia merupakan obyek penelitian yang paling lama telah dilakukan. Hal ini
disebabkan karena penglihatan sangat penting untuk kehidupan5.
Dalam sejarahnya kelainan miopia telah diketahui sejak zaman Aristoteles,
tetapi penelitian yang lebih mendalam dan akurat serta sistematis baru dilakukan
pada pertengahan abad 19 oleh Von Jaegger, Donders, Von Graefe, Von Reuss dan
Von Arlt. Pada permulaan pertengahan abad ke 19 sejalan dengan kemajuan di
bidang oftalmologi dan optik, Schnabel & Herrnheiser telah membuktikan bahwa
miopia antara lain dapat disebabkan oleh panjang sumbu bola mata1. Sementara,
walaupun gambaran jumlah hipermetropi telah dipublikasikan, angka pasti
hipermetropi di dunia tidak diketahui. Hipermetropia diyakini menyerag jutaan
orang Amerika dan ratusan juta orang di seluruh dunia 9. Sementara bangsa
Hispanik menunjukkan prevalensi hipermetropia yang lebih tinggi daripada anakanak Afrika di Amerika (masing-masing 26,9% vs 20,8%, P <0,001). Prevalensi
hipermetropia mencapai titik terrendah di sekitar usia 24 bulan namun naik dan
tetap lebih tinggi setelah usia itu9.
Astigmatisme idiopatik lebih sering. Secara klinis astigmatisme refraktif
ditemukan sebanyak 95% mata. Insidensi astigmatisme yang signifikan secara
klinis dilaporkan 7,5-75%, bergantung pada specific study dan defenisi derajat
astigmatisma yang signifikan secara klinis. Kira-kira 44% dari populasi umum
memiliki astigmatisme lebiih dari 0.50 D, 10% lebih dari 1.00 D, dan 8% lebih
dari 1.50 D8.
Dibandingkan dengan seluruh kelainan refraksi mata manusia, miopia
diketahui merupakan masalah yang paling besar karena menyangkut jumlah

penderita kelainan refraksi yang tertinggi serta menyebabkan gangguan terhadap


kehidupan serta pekerjaan sehari-hari. (H. Sidarta Ilyas, 2004)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kelainan Refraksi
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa
mebelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata.
Pada orang normal daya bias media penglihatan dan panjangnya bola mata
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media refraksi dibiaskan tepat
di daerah makula lutea.1
Secara keseluruhan status refraksi dipengaruhi oleh :
1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)
2. Kekuatan lensa (rata-rata 21 D)
3. Panjang aksial (rata-rata 24 cm)
Dikenal beberapa titik didalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum
merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas.
Puctum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas. Titik ini merupakan titik didalam ruang yang berhubungan dengan
retina atau foveola bila mata istirahat.1
Emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata
dan berfungsi normal. Ametropia adalah keadaan pembiasan mata dengan
panjang bola mata yang tidak seimbang.1
Terdapat beberapa kelainan refraksi antara lain miopia, hipermetropia,
presbiopia, dan astigmat.2

EMETROPIA
Emetropia adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar atau jauh
dibiaskan atau difokuskan oleh sistem optik mata tepat pada daerah makula lutea
tanpa mata melakukan akomodasi. Pada mata emetropia terdapat keseimbangan
antara kekuatan pembiasan sinar dengan panjangnya bola mata. Keseimbangan
dalam pembiasan sebagian besar dibentuk oleh dataran depan dan kelengkungan
kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar
terkuat dibanding media penglihatan mata yang lainnya. Lensa memegang
peranan terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang
dekat.
Panjang bola mata seseorang dapat berbeda beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan
panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata sinar normal tidak dapat terfokus
pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia,
hipermetropia, astimat.
Kelainan lain pada pembiasan mata normal adalah gangguan perubahan
kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkuranganya elastisitas lensa
sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada
usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia.
PRESBIOPIA
Definisi
Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan
fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat.
Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur. Presbiopi
merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopi ini bukan merupakan
penyakit dan tidak dapat dicegah. Presbiopi atau mata tua yang disebabkan karena
daya akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan baik akibatnya lensa mata tidak
dapat menmfokuskan cahaya ke titik kuning dengan tepat sehingga mata tidak
bisa melihat yang dekat. Daya akomodasi adalah kemampuan lensa mata untuk

mencembung dan memipih. Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun, dan setelah
umur itu, umumnya seseorang akan membutuhkan kacamata baca untuk
mengkoreksi presbiopinya.
1. Etiologi

Kelemahan otot akomodasi

Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis


lensa.

2. Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata
karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul
sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa
menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi
cembung. Dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.

Gambar 1. Presbiopia
3. Klasifikasi
a. Presbiopi Insipien tahap awal perkembangan presbiopi, dari anamnesa
didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak
tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak
preskripsi kaca mata baca
b. Presbiopi Fungsional Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan
akan didapatkan kelainan ketika diperiksa.
c. Presbiopi Absolut Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional,
dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.
d. Presbiopi Prematur Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan
biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit.

e. Presbiopi Nokturnal Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi


gelap disebabkan oleh peningkatan diameter pupil
4. Gejala
a. Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus / kecil.
b. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa
juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama.
c. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca atau menegakkan
punggungnya karena tulisan tampak kabur pada jarak baca yang biasa (titik
dekat mata makin menjauh).
d. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari.
e. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca.
f. Terganggu secara emosional dan fisik.
g. Sulit membedakan warna.
5. Diagnosis

Visus

Pemeriksaan

dasar

untuk

mengevaluasi

presbiopi

dengan

menggunakan Snellen Chart

Refraksi Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien
diminta untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat terkecil
yang bisa dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar 20/30.

Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk


pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg,
amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis

Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk


mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan presbiopia.

Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan


warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan
segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya
pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi
segmen media dan posterior.

6. Penatalaksanaan
a. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopi. Tujuan koreksi adalah untuk
mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek
yang dekat.
b. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif sesuai
usia dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca
tulisan pada kartu Jaeger 20/30.
c. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa positif
terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak
melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan
yang dibaca terletak pada titik fokus lensa +3.00 D.
Usia (tahun)
40
45
50
55
60

Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan


+1.00 D
+1.50 D
+2.00 D
+2.50 D
+3.00 D

d. Selain kaca mata untuk kelainan presbiopi saja, ada beberapa jenis lensa lain
yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada
bersamaan dengan presbiopia. Ini termasuk:

Bifokal untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang


mempunyai garis horizontal atau yang progresif.

Trifokal untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif.

Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian


bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan hasil
koreksinya.

Monovision kontak lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan, dan
lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non-dominan. Mata yang

dominan umumnya adalah mata yang digunakan untuk fokus pada kamera
untuk mengambil foto.

Monovision modified lensa kontak bifokal pada mata non-dominan, dan


lensa kontak untuk melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata digunakan
untuk melihat jauh dan satu mata digunakan untuk membaca.

e. Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan


keratektomi fotorefraktif

MIOPIA
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang
memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina.
Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar
yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di
retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan
akibat bayangan yang kabur.1,2

Gambar 2. Miopia
Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering
disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia
mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau
unutk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia mempunyai
punctum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan

konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat
juling kedalam atau esotropia.2
Klasifikasi1-3
Dikenal beberapa tipe dari miopia :
1. Miopia Aksial
Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada
orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter
anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3
dioptri.
2. Miopia Refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada
katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan
lebih kuat.
Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam :
1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 D
2. Miopia sedang, dimana miopia kecil daripada 3-6 D
3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 D
Menurut perjalanannya, miopia dikenal denan bentuk :
a. Miopia stasioner, miopia yang menetap
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6
dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata
sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal
papil disertai dengan atrofi korioretina.

10

Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli
sepertimiopik kresen yaitu bercak atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada
bagian temporal yang berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang bercak atrofi
ini mengelilingi

papil

yang

disebut

annular

patch.

Dijumpai degenerasi

dari retina berupa kelompok pigmen yang tidak merata menyerupai kulit harimau
yang disebut fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer
(degenerasi latis).2,3
Degenerasi latis adalah degenerasi vitroretina herediter yang paling sering
dijumpai, berupa penipisan retina berbentuk bundar, oval atau linear, disertai
pigmentasi, garis putih bercabang-cabang dan bintik kuning keputihan.
Degenerasi latis lebih sering dijumpai pada mata miopia dan sering disertai
ablasio retina, yang terjadi hampir 1/3 pasien dengan ablasio retina.2,3

Gambar 3. Degenerasi Latis


Berdasarkan gambaran klinisnya, miopia dibagi menjadi :2,-5
a. Miopia simpleks
Ini lebih sering daripada tipe lainnya dan dicirikan dengan mata yang terlalu
panjang untuk tenaga optiknya (yang ditentukan dengan kornea dan lensa)
atau optik yang terlalu kuat dibandingkan dengan panjang aksialnya.
b. Miopia nokturnal
Ini merupakan keadaan dimana mata mempunyai kesulitan untuk melihat pada
area dengan cahaya kurang, namun penglihatan pada siang hari normal.

11

c. Pseudomiopia
Terganggunya penglihatan jauh yang diakibatkan oleh spasme otot siliar.
d. Miopia yang didapat
Terjadi karena terkena bahan farmasi, peningkatan level gula darah, sklerosis
nukleus atau kondisi anomali lainnya.
Gejala Klinis2,4,5,6
Gejala subjektif miopia antara lain:
a.

Kabur bila melihat jauh

b.

Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat

c.

Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai

dengan akomodasi ).2-3


Gejala objektif miopia antara lain:
1. Miopia simpleks :
a) Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
b)

lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol


Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf
optik.2.3
2. Miopia patologik :
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks Gambaran
yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada

1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi


yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam
badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap
belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia
2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat
lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat
ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah
koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.2,3

12

Gambar 4. Myopic cresent


3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula.
4. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer
5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut
sebagai fundus tigroid.

Gambar 5. Fundus Tigroid


Pemeriksaan Penunjang2,4,5
Untuk

mendiagnosis

miopia

dapat

dilakukan

dengan

beberapa

pemeriksaan pada mata, pemeriksaan tersebut adalah :


1. Refraksi Subjektif
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan rekraksi subjektif,
metode yang digunakan adalah dengan metode trial and error. Jarak
pemeriksaan 6 meter dengan menggunakan kartu Snellen.

13

2. Refraksi Objektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja sferis +2.00 D pemeriksa
mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah
gerakan retinoskop (against movement).
3. Autorefraktometer
Yaitu menentukan miopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer.
Penatalaksanaan
a. Lensa Kacamata
Kacamata masih merupakan yang paling aman untuk memperbaiki
refraksi. Untuk mengurangi aberasi nonkromatik, lensa dibuat dalam bentuk
meniskus (kurva terkoreksi) dan dimiringkan ke depan (pantascopic tilt).1-4
b. Lensa Kontak
Lensa kontak pertama merupakan lensa sklera kaca yang berisi cairan.
Lensa ini sulit dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan edema kornea
dan rasa tidak enak pada mata. Lensa kornea keras, yang terbuat dari
polimetilmetakrilat, merupakan lensa kontak pertama yang benar-benar berhasil
dan diterima secara luas sebagai pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya
antara lain adalah lensa kaku yang permeabel udara., yang terbuat dari asetat
butirat selulosa, silikon, atau berbagai polimer plastik dan silikon; dan lensa
kontak lunak, yang terbuat dari beragam plastik hidrogel; semuanya memberikan
kenyamanan yang lebih baik, tetapi risiko terjadinya komplikasi serius lebih
besar.2-4
Lensa keras dan lensa yang permeabel-udara mengoreksi kesalahan
refraksi dengan mengubah kelengkungan permukaan anterior mata. Daya refraksi
total merupakan daya yang ditimbulkan oleh kelengkungan belakang lensa
(kelengkungan dasar) bersamsa dengan daya lensa sebenarnya yang disebabkan
oleh perbedaan kelengkungan antara depan dan belakang. Hanya yang kedua yang

14

bergantung pada indeks refraksi bahan lensa kontak. Lensa keras dan lensa
permeabel-udara

mengatasi

astigmatisme

kornea

dengan

memodifikasi

permukaan anterior mata menjadi bentuk yang benar-benar sferis.2-5


Lensa kontak lunak, terutama bentuk-bentuk yang lebih lentur,
mengadopsi bentuk kornea pasien. Dengan demikian, daya refraksinya hanya
terdapat pada perbedaan antara kelengkungan depan dan belakang, dan lensa ini
hanya sedikit mengoreksi astigmatisme kornea, kecuali bila disertai koreksi
silindris untuk membuat suatu lensa torus.
a. Bedah Keratorefraktif
Bedah keratorefraktif mencakup serangkaian metode untuk mengubah
kelengkungan permukaan anterior mata. Efek refraktif yang diinginkan secara
umum diperoleh dari hasil empiris tindakan-tindakan serupa pada pasien lain
dan bukan didasarkan pada perhitungan optis maternatis.3-6
b. Lensa Intraokular
Penanaman lensa intraokular (IOL) telah menjadi metode pilihan untuk
koreksi kelainan refraksi pada afakia. Tersedia sejumlah rancangan, termasuk
lensa lipat, yang terbuat dari plastik hidrogel, yang dapat disisipkan ke dalam
mata melalui suatu insisi kecil; dan lensa kaku, yang paling sering terdiri atas
suatu optik yang terbuat dari polimetilmetakrilat dan lengkungan (haptik)
yang terbuat dari bahan yang sama atau polipropilen. Posisi paling aman bagi
lensa intraokular adalah didalam kantung kapsul yang utuh setelah
pembedahan ekstrakapsular.4,5

Ekstraksi Lensa Jernih Untuk Miopia


Ekstaksi lensa non-katarak telah dianjurkan untuk koreksi refraktif miopia
sedang sampai tinggi; hasil tindakan ini tidak kalah memuaskan dengan yang
dicapai oleh bedah keratorefraktif menggunakan laser. Namun, perlu dipikirkan

15

komplikasi operasi dan pascaoperasi bedah intraokular, khususnya pada miopia


tinggi.3-5
Komplikasi2
Komplikasi lebih sering terjadi pada miopia tinggi. Komplikasi yang dapat
terjadi berupa :
-

Dinding mata yang lebih lemah, karena sklera lebih tipis

Degenerasi miopik pada retina dan koroid. Retina lebih tipis sehingga
terdapat risiko tinggi terjadinya robekan pada retina

Ablasi retina

Orang dengan miopia mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjadi glaukoma

Prognosis
Prognosis miopia sederhana adalah sangat baik. Pasien miopia sederhana
yang telah dikoreksi miopianya dapat melihat objek jauh dengan lebih baik.
Prognosis yang didapat sesuai dengan derajat keparahannya. Penyulit yang dapat
timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling.
Juling biasanya esotropia akibat mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat
juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.1-3

ASTIGMAT
1. Definisi
Astigmatisme merupakan kelainan refraksi mata, dimana didapatkan
bermacam-macam derajat refraksi atau variasi kurvatura atau kelengkungan

16

pada kornea atau lensa pada bermacam-macam meridian, sehingga sinar yang
sejajar pada mata itu tidak difokuskan pada satu titik. Pada astigmatisme,
pembiasan sinar tidak sama pada semua bidang atau meridian.
2. Etiologi
Astigmatisme biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir. Pada
anak-anak, astigmat berubah dengan cepat dan bila terdapat pada usia 6 bulan
akan hilang sama sekali. Pada usia pertengahan kornea menjadi sferis kembali
sehingga terbentuk astigmat.
Pada umumnya penyebab astigmatisma berasal dari kornea dan lensa.
a. Kornea
Kelainan di kornea berupa perubahan kelengkungan dengan atau
tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior-posterior bola mata.
Merupakan kelainan kongenital atau akuisita, akibat kecelakaan, peradangan
kornea atau operasi yang meghasilkan jaringan parut pada kornea. Jahitan
yang terlalu kuat pada bedah mata, dapat mengakibatkan perubahan
permukaan kornea. Bila dilakukan pengencangan dan pengendoran jahitan
pada kornea maka dapat terjadi astigmat akibat adanya perubahan
kelengkungan kornea.
Adanya astigmatisme di kornea dapat diperiksa dengan tes placido,
terlihat gambaran di kornea tidak teratur. Kelainan kornea merupakan
penyebab utama (90%) dari astigmatisme.
b. Lensa
Kelainan di lensa berupa kekeruhan lensa, biasanya katarak insipient
atau imatur. Kelainan visus tidak dapat diatasi dengan lensa karena menunggu
saatnya tiba untuk operasi lensa. Kelainan lensa terjadi pada 10% penderita
astigmatisme.
3. Klasifikasi
Secara garis besar, astigmatisme diklasifikasikan menjadi :
a. Astigmatisme regular

17

Jenis astigmatisme di mana meridian mata mempunyai titik fokus


tersendiri yang letaknya teratur. Meskipun setiap meridian memiiki daya bias
tersendiri, tetapi perbedaan itu teratur, dari meridian dengan daya bias yang
terlemah kemudian membesar sampai meridian dengan daya bias terkuat.
Bentuk lensa seperti bola rugby.
Meridian dengan daya bias terlemah (minimal) tegak lurus
terhadap meridian dengan daya bias terkuat (maksimal) sehingga terdapat
meridian vertikal dan horizontal. Misalnya, jika daya bias terkuat berada pada
meridian 90, maka daya bias terlemahnya berada pada meridian 180. Jika
daya bias terkuat berada pada meridian 45, maka daya bias terlemah berada
pada meridian 135. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa
silindris yang tepat, dapat menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya
jika tidak disertai adanya kelainan penglihatan lain.
Berdasarkan hal tersebut, maka astigmatisme regular dibagi menjadi dua,
yaitu:
-

Astigmatisme with the rule (direct)


Terjadi bila meridian vertikal mempunyai daya bias lebih besar dari
horizontal. Pada astigmatisme ini, koreksi dilakukan dengan silinder negatif
dengan sumbu horizontal atau 45 hingga -45 derajat.
Keadaan ini sering didapatkan pada anak atau orang muda akibat
perkembangan normal dari serabut-serabut kornea. Astigmatisme jenis ini
merupakan bentuk astigmat tersering.

Astigmatisme against the rule (inverse)


Terjadi bila meridian horizontal mempunyai daya bias lebih besar
dibandingkan meridian vertikal. Kelainan ini dikoreksi dengan silinder
negatif dan dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan
silinder positif sumbu horizontal (30-150 derajat). Astigmatisme ini sering
ditemukan pada usia lanjut.
Sedangkan berdasarkan letak fokusnya terhadap retina, astigmatisme
regular dibagi menjadi:

Astigmatisme miopia simpleks


18

Pada astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada tepat pada retina. Contoh koreksi dengan lensa C-2.00 900.7

Astigmatisme hipermetropia simpleks


Pada astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina,
sedangkan titik B berada di belakang retina. Contoh koreksi dengan lensa
C+2.00 450.

Astigmatisme miopia kompositus


Pada astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina,
sedangkan titik B berada di antara titik A dan retina. Contoh koreksi dengan
lensa S-1.50 C-1.00 600.

Astigmatisme hipermetropia kompositus


Pada astigmatisme ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan
titik A di antara titik B dan retina. Contoh koreksi dengan lensa S+3.00
C+2.00 300.

Astigmatisme mikstus
Pada astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina,
sedangkan titik B berada di belakang retina. Contoh koreksi dengan lensa
S+2.00 C-5.00 1800.
Bayangan yang terjadi pada astigmat regular dengan bentuk yang teratur
dapat berbentuk garis, lonjong, atau lingkaran.
b. Astigmatisme ireguler
Astigmatisme ini tidak mempunyai 2 meridian yang saling tegak lurus.
Perbedaan refraksi tidak hanya pada meridian yang berbeda tapi juga terdapat
bagian berbeda pada meridian yang sama, sehingga bayangan menjadi
ireguler.
Astigmatisme ireguler terjadi akibat ketidakteraturan kontur permukaan
kornea atau lensa, seperti pada infeksi kornea, trauma, keratektasia, distrofi,
kelainan pembiasan atau adanya kekeruhan tidak merata pada bagian dalam
bola mata atau pun lensa mata, misalnya pada katarak stadium awal. Pada

19

astigmatisme ireguler, pemeriksaan plasidoskopi terdapat gambaran yang


ireguler.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dapat seperti pada astigmatisme
yang lainnya. Namun untuk mendapatkan perhitungan yang tepat secara
klinis, dapat menggunakan corneal topographer dan wavefront aberrometer.
Bila memiliki keireguleran yang sangat tinggi, maka bentuk lensa tidak lagi
seperti bola rugby, dapat berbentuk aspherical, coma, atau trefoil.
Astigmatisme jenis ini sulit untuk dikoreksi dengan lensa kacamata
atau lensa kontak lunak (softlens). Meskipun bisa, biasanya tidak memberikan
hasil akhir berupa tajam penglihatan normal. Jika astigmatisme irregular
hanya disebabkan ketidakteraturan kontur permukaan kornea, koreksi optimal
masih dapat dilakukan, yaitu dengan pemakaian lensa kontak kaku (hard
contact lens) atau dengan tindakan operasi (LASIK, keratotomi). Lensa kontak
keras digunakan bila epitel tidak rapuh atau dengan lensa kontak lunak bila
disebabkan infeksi, trauma dan distrofi untuk memberikan efek permukaan
yang regular.
c. Astigmatisme oblik
Merupakan jenis astigmatisme dengan meredian utama kedua bola
matanya cenderung searah dan sama sama memiliki deviasi lebih dari 20
terhadap meredian horizontal atau vertikal (bersifat simetris). Misalnya,
kanan C -0,50 55 dan kiri C -0,75 55; OD sumbu atau axis = 60 0, OS
sumbu atau axis = 1200. Keluhan biasanya sakit kepala akibat efek
pseudostereopsis dan perubahan bentuk bayangan benda. Keluhan ini akan
hilang dengan lensa kontak.
4.

Diagnosis
Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur
akan memfokuskan sinar pada satu titik.
Pada astigmat, pembiasan sinar tidak difokuskan pada satu titik
atau dibiaskan tidak sama pada semua arah sehingga tidak didapatkan titik
fokus pembiasan di retina. Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan

20

retina sedang sebagian sinar lain difokuskan di belakang retina sehingga


penglihatan akan terganggu.
Walaupun astigmatisme ringan terkadang bersifat asimtomatik, sebagian
besar astigmatisme memberikan keluhan:
- Melihat jauh kabur, sedangkan melihat dekat lebih baik
- Melihat ganda dengan satu atau kedua mata
- Melihat benda bulat menjadi lonjong
- Penglihatan kabur untuk penglihatan jauh ataupun dekat
- Bentuk benda yang dilihat berubah
- Berusaha mengecilkan celah kelopak
- Sakit kepala
- Mata tegang, pegal dan lelah
-

Pada astigmat tinggi (4-8D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan
ambliopia.

Astigmatisme juga dapat ditegakkan dengan langkah-langkah pemeriksaan, antara


lain:
- Terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan Snellen
Chart, Logmar, E Chart, atau Symbol.
- Periksa kelainan refraksi myopia atau hipermetropia yang dimulai dengan lensa
S atau S+ sampai visus tercapai sebaik-baiknya.
- Tentukan tajam penglihatan. Bila tidak ada kemajuan visus pada pemberian
lensa sferis, baru diberikan lensa fogging untuk menghilangkan akomodasi.
Kemudian dengan pemberian lensa C untuk menentukan fokus di dekat
retina. Terakhir baru diberikan lensa S -, bila visusnya belum dapat dikoreksi
sempurna.
Teknik fogging yaitu dengan meminta penderita melihat gambaran kipas dan
ditanya manakah garis yang paling jelas terlihat. Garis ini sesuai dengan
meridian yang paling ametrop, yang harus dikoreksi dengan lensa silinder
dengan aksis tegak lurus pada derajat bidang meridian tersebut.
- Pengukuran

kelengkungan

setiap

meridian

kornea

dilakukan

dengan

keratometri. Teknik ini biasanya dilakukan pada pemasangan lensa kontak,

21

pengukuran lensa tanam dan tindakan bedah refraktif. Pada keratometri


terdapat bentuk:
With the rule, meridian kornea vertikal lebih lengkung, sedang meridian
horizontal lebih datar.
Against the rule, meridian horizontal lebih lengkung.
Dilakukan dengan mengingat Hukum Javal dalam melakukan koreksi
astigmat, yaitu dengan cara:
Berikan kaca mata koreksi pada silinder astigmatisme with the rule dengan
silinder minus sumbu 180 derajat, hasil keratometri yang ditemukan,
dikurangi dengan 0,5 D.
Berikan hasil kaca mata koreksi pada astigmatisme against the rule dengan
silinder minus sumbu 90 derajat. Hasil yang ditemukan dengan keratometri
ditambah dengan 0,5 D.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan, antara lain:
a. Pemeriksaan silinder silang
Lensa silinder silang dibentuk oleh dua lensa silinder yang sama, tapi
dengan kekuatan berlawanan dan diletakkan dengan sumbu saling tegak lurus
(silinder silang Jackson) sehingga e kivalen sferisnya menjadi nol. Biasanya
lensa silindris silang terdiri atas 2 lensa silinder yang menjadi satu. Dapat
terdiri atas silinder 0.25 (- 0.50) dan silinder + 0.25 (+ 0.50) yang sumbunya
saling tegak lurus. Lensa ini dipergunakan untuk:
- melihat koreksi silinder yang telah dilakukan pada kelainan astigmat pasien.
Pada mata ini dipasang silinder silang yang sumbunya sejajar dengan sumbu
koreksi. Bila sumbu lensa silinder silang diputar 90 0, ditanyakan apakah
penglihatan membaik atau mengurang. Bila membaik berarti pada kedudukan
kedua lensa silinder mengakibatkan perbaikan penglihatan. Bila silinder itu
dalam kedudukan lensa silinder positif maka untuk koreksi pasien diperlukan
pemasangan tambahan lensa silinder positif. Keadaan ini dapat sebaliknya.
- Untuk melihat apakah sumbu lensa silinder pada koreksi yang telah diberikan
sudah sesuai.

22

Pada keadaan ini dipasang lensa silinder silang dengan sumbu 45 0 terhadap
sumbu silinder koreksi yang telah dipasang. Kemudian lensa silinder silang
ini sumbunya diputar cepat 900.
Bila pasien tidak melihat perbedaan perubahan tajam penglihatan pada
kedua kedudukan ini berarti sumbu lensa koreksi yang dipakai sudah sesuai.
Bila pada satu kedudukan lensa silinder silang ini terlihat lebih jelas maka
silinder positif dari lensa koreksi diputar mendekati sumbu lensa silinder
positif lensa silinder silang (dan sebaliknya). Kemudian dilakukan sampai
tercapai titik netral atau tidak terdapat perbedaan.
b.

Oftalmoskopi
Pada astigmatisme yang ringan, tak menimbulkan perubahan pada

gambaran fundus. Pada derajat yang tinggi, papil tampak lonjong dengan
aksis yang panjang sesuai dengan aksis dari lensa silinder yang
mengoreksinya.
c.

Retinoskopi
Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Sebagian besar

retinoskopi menggunakan sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh


Copeland dan sisanya oleh Welch-alynn. Retinoskopi dapat menentukan
secara objektif kelainan refraksi sferosilindris, seperti astigmatisme regular
atau ireguler, serta menentukan kepadatan dan keiregulerannya.
Retinoskopi sebaiknya dilakukan pada keadaan mata relaksasi. Pasien
melihat ke suatu benda pada jarak tertentu yang diperkirakan tidak
membutuhkan daya akomodasi. Dengan alat ini mata disinari dan penilaian
dilakukan terhadap refleks retinoskopi, antara lain kecepatan, kecerahan, dan
luasnya. Kelainan refraksi yang tinggi memilki refleks yang lambat, lebih
buram, dan lebih sempit, begitu pula sebaliknya. Refleks pada kelainan
refraksi diimbangi dengan lensa koreksi, yang dapat langsung menentukan
kelainan refraksi pasien.
Pada astigmatisme, ketika retinoskop digerakkan maju mundur, kita
hanya dapat menentukan kekuatan pada satu aksis. Jika digerakkan kiri ke
kanan (dengan oreintasi streak 900), maka kita dapat menentukan kekuatan

23

optik pada 1800, yang disediakan oleh lensa silinder aksis 900. Oleh karena itu,
aksis yang paling nyaman yang digunakan pada retinoskopi streak, sejajar
dengan aksis yang digunakan pada lensa koreksi. Pada astigmatisme with the
rule, dinetralisir dua refleks, satu dari masing-masing meridian.
Untuk menentukan kekuatan aksis yang dinilai antara lain:
- Keretakan
Hal ini terlihat bila retinoskop streak tidak sejajar dengan salah satu meridian.
Orientasi dari streak reflek pada pupil tidak sama dengan yang diproyeksikan,
garisnya terputus atau retak. Keretakan ini tak terlihat (garisnya tampak
menyambung) ketika streak dirotasikan ke aksis yang benar dan lensa silinder
koreksi telah diletakkan pada aksis tersebut.
- Lebar
Terlihat lebarnya bervariasi bila streak digerakkan disekitar koreksi aksis dan
sempit ketika streak sejajar dengan aksis koreksi.
- Intensitas
Intensitas garis menjadi lebih terang bila streak berada pada aksis
yang benar.
- Kemiringan
Kemiringan (gerakan oblik reflek streak) dapat digunakan untuk menentukan
aksis pada silinder yang kecil.
Singkatnya, dengan retinoskopi didapatkan refleks yang bergerak
kearah yang sama dengan retinoskopi di kedua meridian. Tetapi pada
meridian yang satu, bayangannya lebih terang dan geraknya lebih cepat. Ini
menunjukkan adanya astigmatisme.
5.

Penatalaksanaan
Astigmatisme dapat dikoreksi dengan kaca mata, lensa kontak, atau
pembedahan. Lensa kontak keras secara temporer dapat membentuk ulang
mata (orthokeratologi) dan dapat direkomendasikan untuk pemakaian seharihari. Kaca mata dan lensa kontak memiliki variasi kurvatura konveks dan
konkaf atau keduanya untuk mengimbangi distorsi mata.

24

Astigmatic (incisional) keratotomy telah digunakan untuk individu


dengan astigmatisme berat atau tidak bisa mentoleransi kaca mata atau lensa
kontak. Astigmatic atau keratotomy radial (RK) yaitu membuat insisi kecil
yang menyilang aksis terbesar pada lengkung kornea untuk mendatarkan
bentuknya. Tetapi tindakan ini menimbulkan komplikasi myopia yang
progresif.
Teknik pembedahan merupakan terapi yang banyak dipilih saat ini.
Terdiri dari pemotongan tipis dan membentuk flap pada kornea, mengangkat
flap dan membentuk ulang bagian bawah kornea dengan laser (Laser Assisted
In-Situ Keratomileus atau LASIK). Flap dipindahkan untuk melindungi dan
mempercepat

penyembuhan

mata.

Pilihan

kedua yaitu fotorefraktif

keratotomi (PRK) dengan prosedur flap yang sama. Pada PRK, lapisan luar
kornea dipotong atau dibuang dengan alkohol dalam persiapan untuk
membentuk ulang mata dengan laser.
Teknik pembedahan astigmatisme sering dikombinasikan dengan
koreksi myopia atau hipermetropia. Koreksi astigmatisme dapat ditingkatkan
dengan mengembangkan teknologi pengukuran kurvatura ireguler dengan
tepat.
6.

Prognosis
Individu dengan astigmatisme, keadaannya tidak akan berubah setelah usia 25
tahun. Pada beberapa kasus yang berat, astigmatisme tidak dapat dikoreksi
penuh. Astigmatisme yang disebabkan oleh parut dan gangguan pada kornea
tidak dapat dikoreksi dengan kaca mata tapi dapat dengan lensa kontak keras
atau

pembedahan.

Keratotomi

astigmatisme

atau

keratotomi

insisi

memberikan hasil yang bervariasi.


Teknik pembedahan seperti LASIK menurunkan tingkat kejadian
astigmatisme. Pasien yang diterapi dengan LASIK atau PRK memberikan
hasil yang baik dengan sangat sedikit efek samping. Beberapa hanya
mengalami sensasi benda asing atau kekeringan pada mata, sedangkan
beberapa lainnya mengalami fotofobia, melihat halo, starburst, dan
berkurangnya penglihatan pada malam hari.
25

Komplikasi seperti parut pada kornea merupakan kejadian yang jarang


tapi dapat menyebabkan gangguan visus. Lebih dari satu aksis yang harus
dikoreksi pada mata yang sama, sulit bahkan tidak mungkin dilakukan
koreksi penuh. Pemakaian lensa kontak dapat meningkatkan aberasi kornea.
KATARAK
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin
Cataracta berarti air terjun. Bahasa Indonesia disebut bular karena penglihatan
seperti tertutup air akibat lensa yang keruh. Katarak adalah perubahan lensa mata
yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh.
Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena
dengan lensa keruh cahaya sulit menembus retina dan menghasilkan bayangan
yang kabur pada retina. Katarak adalah kekeruhan lensa terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa. Biasanya kekeruhan
mengenai kedua mata dan berjalan progresif dan tidak mengalami perubahan
dalam waktu

lama. Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan,

sehingga pupil berwarna putih atau abuabu. Pada mata tampak kekeruhan lensa
dalam berbagai bentuk dan tingkat, atau berbagai lokalisasi di lensa sepert di
kortek dan nukleus.
Etiologi Katarak
Etiologi katarak menurut Budiono yaitu:
a. Kelainan bawaan
Adanya gangguan proses perkembangan embrio saat dalam kandungan dan
kelainan pada kromosom secara genetik dapat menimbulkan kekeruhan lensa saat
lahir. Pada umumnya kelainan tidak hanya pada lensa tetapi juga pada bagian
tubuh yang lain sehingga berupa suatu sindrom.
b. Proses penuaan

26

Seiring dengan bertambah usia, lensa mata akan mengalami pertambahan


berat, ketebalan, dan mengalami penurunan daya akomodasi. Setiap pembentukan
lapisan baru dari serat kortikal secara konsentris, nukleus lensa akan mengalami
kompresi dan pengerasan (nucleus sclerosis). Modifikasi kimia dan pembelahan
proteolitik crystallins (lensa protein) mengakibatkan pembentukan kumpulan
protein dengan berat molekul yang tinggi. Kumpulan protein ini dapat menjadi
cukup banyak untuk menyebabkan fluktuasi mendadak indeks bias lokal lensa,
sehingga muncul hamburan cahaya dan mengurangi transparansi dari lensa.
Modifikasi kimia dari protein lensa dapat meningkatkan pigmentasi,
sehingga lensa tampak berwarna kuning atau kecoklatan dengan bertambahnya
usia. Perubahan lain meliputi penurunan konsentrasi glutasi dan kalium, dan
peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium dapat sitoplasma sel lensa.
Patogenesis multifaktoral dan tidak sepenuhnya dipahami.
c. Penyakit sistemik
Adanya kelainan sistemik menyebabkan katarak adalah diabetes mellitus.
Dasar patogenesis yang melandasi penurunan visus pada katarak dengan diabetes
adalah teori akumulasi sorbitol yang terbentuk dari aktivasi alur polyol pada
keadaan hiperglikemia yang mana akumulasi sorbitol dalam lensa akan menarik
air ke dalam lensa sehingga terjadi hidrasi lensa yang merupakan dasar
patofisiologi terbentuknya katarak. Kemudian teori glikosilasi protein, dimana
adanya AGE akan mengganggu struktur sitoskeletal yang dengan sendirinya akan
menurunkan kejernihan lensa.
d. Trauma
Adanya trauma akan menganggu struktur lensa mata baik secara
makroskopis maupun mikroskopis. Hal ini diduga menyebabkan adanya
perubahan struktur lensa dan gangguan keseimbangan metabolisme lensa
sehingga katarak dapat terbentuk.
e. Penyakit mata lainnya

27

Adanya glaucoma dan uveitis menyebabkan gangguan keseimbangan


elektrolit yang menyebabkan kekeruhan lensa.
Faktor Terjadinya Katarak
a. Diabetes mellitus atau penyakit infeksi tertentu mengakibatkan kekeruhan lensa
sehingga timbul katarak komplikata.
b. Radang menahun di dalam bola mata dapat mengakibatkan perubahan
fisiologis pada lensa sehingga terjadi katarak.
c. Trauma mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan
benda, terpotong, panas yang tinggi, bahan kimia dapat merusak lensa mata
sehingga timbul katarak traumatik.
d. Riwayat keluarga dengan katarak memiliki risiko diturunkan pada anak
disebabkan peradangan dalam kehamilan sehingga timbul katarak kongenital.
e. Penggunaan obat dalam jangka waktu lama seperti betametason, klorokuin,
klorpromazin,

kortison,

ergotamin,

indometasin,

medrison,

neostigmin,

pilokarpin, dan beberapa obat lainnya.


f. Merokok memberikan dampak timbulnya katarak karena racun yang terdapat di
dalam kandungan rokok.
g. Terpajan banyak sinar ultraviolet (matahari) membuat lensa mata menjadi
mengeras sehingga timbul kekeruhan lensa.
Klasifikasi Katarak
Klasifikasi katarak berdasarkan penyebabnya menurut meliputi:
a. Katarak kongenital merupakan katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital merupakan
penyebab kebutaan bayi terutama penanganan yang kurang tepat. Pengkajian
penyebab katarak konengital didapatkan dari hasil pemeriksaan riwayat prenatal
infeksi ibu seperti rubella pada kehamilan trimester pertama dan pemakaian obat
selama kehamilan.

28

b. Katarak juvenil merupakan katarak yang lembek dan terdapat pada usia muda
(usia kurang dari sembilan tahun dan lebih dari tiga bulan). Katarak juvenil
merupakan kelanjutan katarak kongenital.
c. Katarak senil merupakan semua kekeruhan lensa pada usia lanjut (diatas 50
tahun) yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti.
d. Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti
radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma,
tumor intra okular, iskemia okular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat
suatu trauma dan pasca bedah mata.
e. Katarak diabetes merupakan katarak karena akibat penyakit diabetes mellitus.
f. Katarak sekunder merupakan katarak karena akibat terbentuknya jaringan
fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, dan terlihat sesudah dua hari sesudah
operasi katarak ekstra kapsular atau sesudah trauma yang memecah lensa. Bila
mata sehat dan tidak terdapat kelainan sistemik biasanya terdapat pada semua
katarak senil, katarak herediter, dan katarak kongenital.
Stadium Katarak
Menurut Budiono stadium katarak meliputi:
a. Katarak insipien
Merupakan kekeruhan lensa tahap awal dengan visus yang relatif baik.
b. Katarak imatur
Merupakan kekeruhan lensa mulai terjadi dapat terlihat oleh bantuan senter,
terlihat iris shadow, visus >1/60.
c. Katarak matur
Merupakan kekeruhan lensa terjadi menyeluruh, dapat terlihat dengan bantuan
senter, tidak terlihat iris shadow, visus 1/3000 atau light perception positif.
d. Katarak hipermatur
Terjadi ketika massa lensa mengalami kebocoran melalui kapsul lensa sehingga
kapsul menjadi berkerut dan menyusut.
e. Katarak morgagni

29

Merupakan proses katarak yang berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal
sehingga korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks
berbentuk sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam
korteks lensa karena lebih berat.
f. Katarak brunesen
Merupakan katarak berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) pada nukleus
lensa, terjadi pada katarak pasien diabetes mellitus dan miopia tinggi. Ketajaman
penglihatan lebih baik dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65
tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.
Patofisiologi Katarak
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa sehingga menyebabkan
penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi sehingga mengaburkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu
enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien
yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang
berbeda. Disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis seperti diabetes.
Namun sebenarnya konsekuensi dari proses penuaan yang normal.
Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang
memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal. Karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopio
dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling berperan dalam
terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol,

30

merokok, diabetes mellitus, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam
jangka waktu lama.
Penatalaksanaan Katarak
Penatalaksanaan pasien katarak dengan prosedur pembedahan. Jika gejala
katarak tidak mengganggu tindakan pembedahan tidak diperlukan. Penggunaan
kacamata bila belum menghalangi dan mengganggu penglihatan. Tindakan bedah
dilakukan untuk mendapatkan penglihatan yang lebih baik.
Pembedahan katarak bertujuan mengeluarkan atau membersihkan lensa
yang keruh. Lensa dikeluarkan dengan pinset atau batang kecil yang dibekukan.
Terkadang dilakukan dengan menghancurkan lensa dan menghisap keluar. Lensa
dikeluarkan dengan cara: 1) bersama pembungkusnya atau ekstraksi katarak intra
kapsular (EKIK); 2) meninggalkan pembungkus lensa yang keruh atau ekstraksi
katarak ekstra kapsular (EKEK). Pembedahan dapat juga dilakukan dengan cara
menghisap lensa yang keruh setelah pembungkusnya dibuka. Semua cara
pengeluaran lensa yang keruh memberikan hasil yang sama baiknya yaitu
mendapatkan perbaikan penglihatan yang bermanfaat untuk pekerjaan sehari-hari.
Pembedahan katarak merupakan pembedahan halus dan kecil yang
dilakukan menggunakan mikroskop dan alat bedah halus.
Tahapan Pembedahan Katarak
a. Operasi katarak ekstrakapsuler atau Ekstraksi katarak ekstrakapsuler (EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa
korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut, kemudian dikeluarkan
melalui insisi 9-10 mm, lensa intraokular diletakkan pada kapsul posterior. Jenis
EKEK antara lain ekstraksi linear, aspirasi dan irigasi.
Pembedahan dilakukan pada pasien dengan katarak imatur, kelainan
endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior, implantasi sekunder
lensa intra okular, kemungkinan dilakukan bedah glaukoma, predisposisi prolaps
vitreous, ablasi retina, dan sitoid makular edema.

31

b. Fakoemulsifikasi
Pembedahan menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan
nukleus kemudian diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm, dan dimasukkan lensa intra
okular yang dapat dilipat. Keuntungan fakoemulsifikasi adalah pemulihan visus
lebih cepat, induksi astigmatis akibat operasi minimal, komplikasi, dan inflamasi
pasca bedah minimal. Komplikasi pembedahan katarak ekstrakapsul dapat terjadi
katarak sekunder yang dapat dihilangkan atau dikurangi dengan tindakan laser.
c. Operasi katarak intrakapsuler atau ekstraksi katarak intrakapsuler (EKIK)
Pembedahan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dilakukan pada
zonula zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada EKIK
tidak terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sudah
populer. Pembedahan dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan pemakaian
alat khusus sehingga komplikasi sedikit. Katarak EKIK tidak boleh dilakukan
pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen
hiailoidea kapsular. Komplikasi pembedahan adalah astigmat, glaukoma, uveitis,
endoftalmitis, dan pendarahan.

32

BAB III
PENYAJIAN KASUS
STATUS OFTALMOLOGI
A. Identitas Pasien
Nama

: Ny. P

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 58 Tahun

Status

: Sudah Menikah

Alamat

: Gg. Sanjaya

Suku

: Jawa

Pekerjaan

: IRT

Agama

: Islam

Tanggal Konsul : 05 April 2016


B. Anamnesis
Keluhan Utama :
Mata kanan dan kiri terasa kabur
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan pandangan terasa kabur pada kedua mata
sejak lebih dari 5 tahun yang lalu. Pandangan kabur apabila melihat jarak jauh dan
huruf keliahatan berbayang. Pasien juga mengeluhkan kurang jelas jika melihat
dekat. Akhirnya pasien membuat kaca mata 3 tahun yang lalu, namun selama 1
tahun terakhir pasien merasa kaca matanya sudah tidak cocok lagi dan terasa
semakin kabur. Pandangan kabur terjadi perlahan dan makin lama makin kabur,
pasien juga mengeluh harus mengernyitkan mata untuk melihat fokus pada suatu
benda. Keluhan mata merah (-), nyeri (-), silau (-), kotoran mata (-) dan terkadang
berair.

33

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat menggunakan kacamata sebelumnya (+). Riwayat kencing manis
disangkal, riwayat hipertensi disangkal. Riwayat trauma pada daerah mata
disangkal. Riwayat minum obat-obatan dalam jangka waktu lama disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga maupun orang-orang di dekat pasien yang
memiliki keluhan sama seperti yang dialami pasien. Riwayat HT (-), DM (-),
Alergi (-) dalam keluarga.
C. Status General
Kondisi Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda-tanda Vital :
-

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

HR : 74x/menit
RR : 20x/ menit

Temp. : 36,5oC

Status gizi
Kepala
Kulit
Jantung
Paru
Hati
Limpa
Limfe
Ekstremitas

: Kesan gizi cukup


: mesochepal
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan

D. Status Oftalmologi
Tajam Penglihatan (Visus)
OD : 2/60 + PH 5/20 SPH -5,00 C -0,75 X 180 = 5/20 Add = +2.75

34

OS

: 2/60 + PH 5/20 SPH -3.50 C -1,25 X 90

= 5/20 Add = +2.75

Pergerakan Bola Mata


OD
+
+

OS
+

OS

Orthoforia

Posisi bola mata

Orthoforia

Pergerakan (+),

Palpebra

Pergerakan (+), Ptosis (-),

pseudoptosis (-),

lagoftalmos (-), edema (-),

lagoftalmos (-), edema

nyeri tekan (-)

(-), nyeri tekan (-)


Tarsal : hiperemi

Konjungtiva

(-), membran (-)

OD

Bulbi : hiperemi

Tarsal : hiperemi (-),


membran (-)

Bulbi : hiperemi (-),

(-), discharge (-)

discharge (-) injeksi

injeksi konjungtiva

konjungtiva (-), injeksi

(-), injeksi siliar (-),

siliar (-), chemosis (-),

chemosis (-), benda

benda asing (-)

asing (-)

Tearing (-)
35

Tearing (-)
Jernih dan licin, edema

Kornea

Jernih dan licin, edema (-),

(-), ulkus (-), infiltrat (-)


Jernih dan dalam

Bilik Anterior

ulkus (-), infiltrat (-)


Jernih dan dalam

Iris : berwarna cokelat,

Iris dan Pupil

Iris : berwarna cokelat, intak

intak

Pupil : bulat, diameter

Pupil : bulat, diameter

3mm, isokor, reflek cahaya

3mm, isokor, reflek

(+) Shadow test (+)

cahaya (+) Shadow test


(+)
Keruh, Shadow test (+)

Lensa

Keruh, Shadow test (+)

Jernih dan Bening,

Vitreous

Jernih dan Bening,

perdarahan (-)
Batas Papil tegas dan

perdarahan (-)
Fundus

Batas Papil tegas dan bulat

bulat
Cap Disc ratio 1 : 3
Cap Disc ratio 1 : 3
Makula
Makula
Rasio Arteri (2) : vena (3)
Rasio Arteri (2) : vena
Retina berwarna kemerahan

(3)
Retina berwarna
kemerahan
Tes lapang pandang (konfrontasi)

: Normal

Intraocular Pressure dengan Palpation Tonometry : Normal


Tes Ishihara

: Tidak diperiksa

Tes Fluoresen

: Tidak diperiksa

Tes Sensibilitas

: Positif

36

E. Resume
Pasien datang ke Balai Pengobatan Mata mengeluhkan pandangan terasa
kabur pada kedua mata sejak lebih dari 5 tahun yang lalu. Pandangan kabur
apabila melihat jarak jauh dan huruf keliahatan berbayang. Pasien juga
mengeluhkan kurang jelas jika melihat dekat. Akhirnya pasien membuat kaca
mata 3 tahun yang lalu, namun selama 1 tahun terakhir pasien merasa kaca
matanya sudah tidak cocok lagi dan terasa semakin kabur. Pandangan kabur
terjadi perlahan dan makin lama makin kabur, pasien juga mengeluh harus
mengernyitkan mata untuk melihat fokus pada suatu benda. Keluhan mata merah
(-), nyeri (-), silau (-), kotoran mata (-) dan terkadang berair.
Riwayat menggunakan kacamata sebelumnya (+). Riwayat kencing manis
disangkal, riwayat hipertensi disangkal. Riwayat trauma pada daerah mata
disangkal. Riwayat minum obat-obatan dalam jangka waktu lama disangkal.
Tajam penglihatan pada kedua mata pasien yakni OD 2/60 + PH 5/20 dan
OS 2/60 + PH 5/20. Kelainan pada konjungtiva tarsal OD yakni hiperemi (-).
Konjungtiva bulbi OD hiperemi (-), injeksi konjungtiva (-), dan berair (-).
Palpebra kornea, bilik mata depan, iris, pupil dan lensa tampak normal.
Sedangkan palpebra, konjungtiva, kornea, bilik mata depan, iris, pupil dan lensa
pada mata kiri pasien secara keseluruhan dalam kondisi normal dan tidak
ditemukan adanya kelainan.
F. Diagnosis
Diagnosis Kerja
ODS

: Myopia derajat sedang


Presbiopia
Astigmatism
Katarak Senilis Imatur

Diagnosis Banding
ODS

: Hipermetropia

37

G. Rencana Pemeriksaan Tambahan


-

Uji Placido

H. Terapi
Kacamata Bifokal
Mata
Kanan
Kiri

Spher
- 5.00
- 3.50

Cyl
- 0.75
- 1. 25

As
180
90

Add
+ 2.75
+ 2.75

Monitoring visus

Penjelasan tentang presbiopia.

Penjelasan mengenai kacamata bifokal

Penjelasan mengenai kontrol rutin mata.

Tindakan operatif berupa ekstraksi katarak intra kapsular (EKIK),


ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK) atau Fakoemulsifikasi

I. Prognosis
ODS :
Ad vitam

: bonam

Ad functionam

: dubia ad bonam

Ad sanactionam : dubia ad bonam

38

BAB IV
PEMBAHASAN
Dari anamnesis didapatkan keluhan :
-

Pandangan kedua mata kabur yang timbul secara perlahan, 5 tahun yang
lalu

Pandangan kabur saat melihat jauh dan saat membaca jarak dekat, huruf
kelihatan berbayang.

Pasien sudah menggunakan kaca mata sejak 3 tahun yang lalu.

Pandangan kabur terjadi perlahan dan makin lama makin kabur, pasien juga
mengeluh harus mengernyitkan mata untuk melihat fokus pada suatu benda.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan :


OD : 2/60 + PH 5/20 SPH -5,00 C -0,75 X 180 = 5/20 Add = +2.75
OS

: 2/60 + PH 5/20 SPH -3.50 C -1,25 X 90

= 5/20 Add = +2.75

Shadow test ODS (+)


Lensa ODS keruh (+)
ODS : Kornea jernih, COA jernih dan dalam, iris dan pupil intak, bulat, diameter
3mm, isokor, reflek cahaya (+).
Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa miopia merupakan suatu
keadaan refraksi mata dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga
dalam keadaan mata istirahat, dibiaskan di depan retina sehingga pada retina
didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur. Cahaya yang datang dari jarak
yang lebih dekat mungkin dibiaskan tepat di retina tanpa akomodasi. Selain itu
pasien juga menderita Presbiopia atau yang dikenal dengan gangguan akomodasi
pada usia lanjut yang dapat terjadi akibat kelemahan otot akomodasi maupun
berkurangnya lastisitas akibat sklerosis lensa. Pada pemeriksaan oftalmologi juga

39

ditemukan gangguan refraksi pada ODS pasien berupa Astigmat yaitu suatu
gangguan refraksi yang diakibatkan karena berkas sinar tidak difokuskan pada
satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada dua garis titik api yang saling
tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea,
sehingga menampilkan gambaran berbayang pada mata pasien.
Pasien ini diterapi dengan lensa bifokal untuk mengkoreksi penglihatan
jauh dan dekat. Lensa sferis negative untuk penglihatan jarak jauh 5.00 pada OD
dan 3.50 pada OS sedangkan untuk melihat jarak dekat, pasien diterapi
Digunakan lensa positif + 2.75 Dioptri untuk koreksi presbiopi. Tujuan koreksi
adalah untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objekobjek yang dekat.
Ukuran lensa sferis yang digunakan adalah yang terkecil yang memberikan
visus maksimal pada saat dilakukan koreksi. Hal ini sesuai dengan kepustakaan
yang menyatakan bahwa pada penderita miopia diberikan lensa sferis negatif yang
terkecil yang memberikan visus maksimal.
Selain mengalami kelainan refraksi, pasien juga mengalami Katarak senilis
imatur. Pada pemeriksaan Shadow tes didapatkan hasil positive (+) pada kedua
bagian mata dan juga didapatkan kekeruhan pada kedua lensa mata, namun hanya
sebagian, hal ini merupakan salah satu ciri dari katarak imatur.
Usia dan paparan sinar matahari merupakan faktor resiko pada pasien ini, terpajan
banyak sinar ultraviolet (matahari) membuat lensa mata menjadi mengeras
sehingga timbul kekeruhan lensa. Seiring dengan bertambah usia, lensa mata
akan mengalami pertambahan berat, ketebalan, dan mengalami penurunan daya
akomodasi. Setiap pembentukan lapisan baru dari serat kortikal secara konsentris,
nukleus lensa akan mengalami kompresi dan pengerasan (nucleus sclerosis).
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati katarak pada pasien ini adalah
tindakan operatif berupa ekstraksi katarak intra kapsular (EKIK),

ekstraksi

katarak ekstra kapsular (EKEK) dan Fakoemulsifikasi yaitu pembedahan


menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan nukleus kemudian
diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm, dan dimasukkan lensa intra ocular.

40

Prognosis quo ad vitam pada kasus ini adalah bonam, dan quo ad
fungtionam dan sanactionam pada kasus ini adalah dubia ad bonam. Prognosis
yang didapat sesuai dengan derajat keparahannya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, HS. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
2. Vaughan A dan Riordan E 2000. Ofthalmologi Umum. Ed 17 .Cetakan 1.
Widya Medika, Jakarta.
3. Nana Wijana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Jakarta. Abadi
Tegal.1993
4. James, Bruce,Chris C., Anthony B..2005. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta : Erlangga.
Hal: 35.

5. Hartono, Yudono RH, Utomo PT, Hernowo AS. Refraksi dalam:


Ilmu
PenyakitMata. Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian Ilmu
Penyakit Mata FK UGM,2007;185-7
6. Ilyas S. Optik dan refraksi. Dalam : Ilmu Penyakit Mata
untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Jakarta: Balai penerbit
Sagung Seto,2002
7. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4 . Jakarta:Balai Penerbit
FKUI; 2011. 204-215.
8. Windsor,Richard L; Windsor,Laura K. Understanding Vision Loss from
Pathological

Myopia.

Available

from

URL

http://www.eyeassociates.com/images/understanding_vision_loss_from_p.ht
m
9. Kempen, J.H. at al. 2004. The prevalence of refractive errors among adults
in the United States, Western Europe, and Australia. Arch. Ophthalmol.

41

Anda mungkin juga menyukai