Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dahulu hubungan antara dokter dengan pasien bersifat paternalistik, yaitu
pasien selalu mengikuti petunjuk dokter tanpa bertanya. Tetapi dengan seiring
berjalannya waktu, hubungan itu sudah berubah, karena dokter merupakan partner
pasien. Kini kedudukan dokter dan pasien adalah seimbang, yaitu masing-masing
pihak mempunyai hak dan kewajiban. Peningkatan status pasien sebagai subjek
yang sederajat ini yang oleh Hippocrates dituangkan dalam suatu hubungan yang
diwujudkan sebagai transaksi terapeutik.
Dalam transaksi terapeutik yang diperjanjikan adalah upaya mencari atau
menemukan terapi yang paling tepat. Disinilah letak keterkaitan antara etik
dengan hukum, yaitu dokter yang terlibat dalam hubungan transaksi terapeutik
dengan pasien dalam melaksanakan tugasnya dilandasi oleh dasar-dasar etik
sebagai seorang dokter yang dibekali dengan sumpah jabatan dan kode etik
profesi kedokteran. Berdasarkan hal-hal diatas, dan dengan mengingat bahwa
dalam praktek kedokteran terdapat salah satu kewajiban untuk menjaga privasi
pasien, maka segala sesuatu yang ditemukan mengenai kondisi pasien wajib
dirahasiakan oleh dokter, yakni sesuatu yang kini lebih dikenal sebagai rahasia
kedokteran.

Adapun rahasia kedokteran yang dimaksud, berkaitan erat dengan hak


asasi manusia, seperti yang tertulis dalam United Nation Declaration of Human
Right pada tahun 1984 yang intinya menyatakan setiap manusia berhak dihargai,
diakui, dihormati sebagai manusia dan diperlakukan secara manusiawi, sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. Hak asasi manusia yang
harus dijaga keseimbangannya di bidang kesehatan secara optimal telah
dirumuskan dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,
sebagai hak pasien yang salah satunya adalah hak atas rahasia kedokteran.
Adanya rahasia kedokteran, dapat meningkatkan kepercayaan pasien
terhadap dokter dalam menyampaikan keluhan jasmani dan rohani tanpa merasa
khawatir bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaannya akan
disampaikan kepada orang lain oleh dokter yang merawat ataupun oleh petugas
kesehatan yang bekerja sama dengan dokter. Sehingga dokter terbantu dalam
membuat diagnosis, menetapkan terapi dengan tepat serta mencegah penularan
jika diperlukan.
Pengungkapan rahasia kedokteran saat ini menjadi isu yang cukup
kontroversial di kalangan masyarakat, bahkan didalam lingkup medis sendiri.
Seringkali kewajiban untuk merahasiakan catatan medis seseorang bertabrakan
dengan kepentingan umum. Dokter sangat perlu memperhatikan batasan-batasan
dalam merahasiakan dan mengungkap rahasia medis kepada umum, dimana hal
yang dimaksud diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penulisan ini kami akan


membahas tentang rahasia kedokteran, hak pasien, kewajiban dokter, serta sanksi
yang berlaku dalam rahasia kedokteran.
B. Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan dalam
penulisan ini adalah:
1. Apa itu rahasia kedokteran?
2. Apa yang menjadi hak pasien terhadap rahasia kedokteran?
3. Bagaimana kewajiban dokter terhadap rahasia kedokteran?
4. Apa sanksi yang berlaku dan kaitannya tentang pembukaan rahasia
kedokteran oleh dokter?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberi penjelasan pada klinisi maupun masyarakat umum tentang
rahasia kedokteran.
2. Tujuan Khusus
a. Memberi penjelasan mengenai rahasia kedokteran.
b. Memberi penjelasan mengenai hak pasien terhadap rahasia
kedokteran.
c. Memberi penjelasan mengenai kewajiban dokter terhadap rahasia
kedokteran.
d. Memberi penjelasan mengenai sanksi yang berlaku dan kaitannya
dengan rahasia kedokteran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Rahasia Kedokteran
Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan
mengenai apa yang diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek lapangan
kedokteran, baik yang menyangkut masa sekarang maupun yang sudah lampau,

baik pasien yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Ketentuan ini
diatur dalam Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 pasal 1, pasal 2, pasal 3.1
Dalam Permenkes RI No.36 Tahun 2012 pasal 1 dikatakan bahwa Rahasia
Kedokteran adalah data dan informasi tentang kesehatan seseorang yang
diperoleh tenaga kesehatan pada waktu menjalankan pekerjaan dan profesinya. 2
Pengaturan rahasia kedokteran bertujuan untuk memberikan kepastian
hukum dalam perlindungan, penjagaan, dan penyimpanan rahasia kedokteran.2
B. Klasifikasi Rahasia Kedokteran
Rahasia kedokteran ini meliputi 2 hal yaitu: 1
1. Rahasia Pekerjaan
Rahasia pekerjaan adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus
dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu
menerima gelar seorang dokter.
2. Rahasia Jabatan
Rahasia jabatan adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus
dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu
diangkat sebagai pegawai negeri, yang berbunyi: Bahwa saya akan
memegang rahasia sesuai menurut sifat atau menurut perintah harus saya
rahasiakan.
Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia Tahun 2012 Pasal 16 tentang
Rahasia Jabatan bahwa Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu
yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.3
5

Rahasia kedokteran juga mencakup aspek moril dan yuridis, tidak hanya
mencakup segala sesuatu yang diketahui karena pekerjaan atau keilmuannya
mengenai hal-hal yang diceritakan atau dipercayakan kepada seorang dokter
secara eksplisit (permintaan khusus untuk dirahasiakan), tetapi juga meliputi halhal yang disampaikan secara implisit (tanpa permintaan khusus). Termasuk
dalam hal ini adalah segala fakta yang didapatkan dari pemeriksaan penderita,
interpretasi untuk menegakkan diagnosa dan melakukan pengobatan, dari
anamnesa dan pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran. 1

C. Pihak yang Wajib Menyimpan Rahasia Kedokteran


Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1966 tentang wajib
Simpan Rahasia Kedokteran Pasal 3, yang diwajbkan menyimpan rahasia
kedokteran adalah tenaga kesehatan, mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas
dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan/ atau perawatan, dan orang lain
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.1
Menurut UU RI No. 36 Thn 2014, Pasal 11 Ayat 1 sampai dengan 14
tentang tenaga Kesehatan:4
(1) Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
a. tenaga medis;
b. tenaga psikologi klinis;
c. tenaga keperawatan;
d. tenaga kebidanan;
e. tenaga kefarmasian;
f. tenaga kesehatan masyarakat;
g. tenaga kesehatan lingkungan;
h. tenaga gizi;
i. tenaga keterapian fisik;
j. tenaga keteknisian medis;
6

k. tenaga teknik biomedika;


l. tenaga kesehatan tradisional; dan
m. tenaga kesehatan lain.
(2) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga medis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas dokter, dokter
gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis.
(3) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
psikologi klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah
psikologi klinis.
(4) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas
berbagai jenis perawat.
(5) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah bidan.
(6) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas
apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
(7) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
terdiri atas epidemiolog kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu
perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga administrasi dan
kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan, serta
tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga.
(8) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
terdiri atas tenaga sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan, dan
mikrobiolog kesehatan.
7

(9) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga gizi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h terdiri atas nutrisionis
dan dietisien.
(10) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
keterapian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i terdiri
atas fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan akupunktur.
(11) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
keteknisian medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j terdiri
atas perekam medis dan informasi kesehatan, teknik kardiovaskuler,
teknisi pelayanan darah, refraksionis optisien/optometris, teknisi gigi,
penata anestesi, terapis gigi dan mulut, dan audiologis.
(12) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga teknik
biomedika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k terdiri atas
radiografer,

elektromedis,

ahli

teknologi

laboratorium

medik,

fisikawan medik, radioterapis, dan ortotik prostetik.


(13) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok Tenaga
Kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l
terdiri atas tenaga kesehatan tradisional ramuan dan tenaga kesehatan
tradisional keterampilan.
(14) Tenaga Kesehatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m
ditetapkan oleh Menteri.
Sementara menurut Permenkes RI No.36 Tahun 2012 Pasal 4,
kewajiban menyimpan rahasia kedokteran adalah:2
(1) Semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran dan/atau
menggunakan data dan informasi tentang pasien wajib menyimpan rahasia
kedokteran.
8

(2) Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


a. dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lain yang memiliki
akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien;
b. pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan;
c. tenaga yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan;
d. tenaga lainnya yang memiliki akses terhadap data dan informasi
kesehatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan;
e. badan hukum/ korporasi dan/ atau fasilitas pelayanan kesehatan; dan
f. mahasiswa/ siswa yang bertugas dalam pemeriksaan, pengobatan,
perawatan, dan/ atau manajemen informasi di fasilitas pelayanan
kesehatan.
(3) Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran berlaku selamanya, walaupun
pasien telah meninggal dunia.
Berpuluh-puluh abad yang lalu hal tentang wajib simpan rahasia
kedokteran sudah dicanangkan oleh Hippocrates dalam sumpahnya yang hingga
kini tetap dianut dan menjadi dasar kode etik kedokteran di seluruh dunia yang
tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing negara.1
Rahasia kedokteran merupakan suatu hal yang secara intrinsik bertalian
dengan segala pekerjaan yang berkaitan dengan ilmu kedokteran secara
menyeluruh. Oleh karena itu harus kita sadari bahwa semua orang yang dalam
pekerjaannya bergaul dengan orang sakit atau sedikitnya mengetahui keadaan
orang sakit, tetapi tidak atau belum mengucapkan sumpah atau janji secara resmi,
9

maka sudah sepantasnya berkewajiban dan menjunjung tinggi rahasia kedokteran


tersebut. 1
Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran juga terdapat dalam lafal
sumpah dokter yang berbunyi : saya bersumpah/ berjanji bahwa saya akan
merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena
keilmuan saya sebagai dokter. 1

D. Hak Pasien Terhadap Rahasia Kedokteran


Hak pasien terhadap rahasia kedokteran diatur dalam UU RI No. 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan Pasal 57: 5
(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
Dan didalam Pasal 58: 5
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/ atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian
akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
Yang

termasuk

kerugian

akibat

pelayanan

kesehatan

termasuk

didalamnya adalah pembocoran rahasia kedokteran.

E. Hal yang Dirahasiakan dalam Rahasia Kedokteran

10

Hal yang dirahasiakan dalam rahasia kedokteran menurut UU No. 36 Tahun


2014. 4
Pasal 58
(1) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik wajib:
c. menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan;
d. membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen tentang pemeriksaan,
asuhan, dan tindakan yang dilakukan;
Pasal 73:
(1) Setiap Tenaga Kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan wajib
menyimpan rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan.
Pasal 70
(4) Rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh Tenaga Kesehatan
dan pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang
diberikan kepada pasien, termasuk dalam bentuk elektronik.2
Dalam menjalankan keprofesiannya seorang dokter wajib merahasiakan
segala sesuatu yang diketahuinya mengenai pasiennya. Hal ini telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 pasal 1 dimana terdapat kalimat yang
berbunyi: 1
Segala sesuatu yang diketahuinya, mempunyai arti: segala fakta yang
didapat dalam pemeriksaan penderita, interpretasinya untuk menegakkan
11

diagnosa dan melakukan pengobatan, mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran dan sebagainya juga termasuk faktafakta yang dikumpulkan oleh pembantu-pembantunya. 1
Seorang ahli obat dan mereka yang bekerja di Apotek harus pula
merahasiakan obat dan khasiatnya yang diberikan kepada pasiennya.
Merahasiakan resep dokter adalah sesuatu yang penting dari etik pejabat yang
bekerja dalam apotek. 1
Dalam Permenkes No.36 Tahun 2012 Pasal 3 tentang ruang lingkup
rahasia kedokteran:2
(1) Rahasia kedokteran mencakup data dan informasi mengenai:
a. identitas pasien;
b.kesehatan pasien meliputi hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, penegakan diagnosis, pengobatan dan/ atau tindakan
kedokteran; dan
c. hal lain yang berkenan dengan pasien.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber
dari pasien, keluarga pasien, pengantar pasien, surat keterangan konsultasi
atau rujukan, atau sumber lainnya.

Dalam UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.6


Pasal 47

12

(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan


milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi
rekam medis merupakan milik pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan
dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana
pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 48
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban :
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia;

F. Kapan Rahasia Kedokteran Dapat Dibuka


Dalam UU RI No. 29 Tahun 2004 Pasal 48 6
(2) Rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan dapat dibuka hanya
untuk kepentingan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan, pemenuhan
permintaan aparatur penegak hukum bagi kepentingan penegakan hukum,

13

permintaan Penerima Pelayanan Kesehatan sendiri, atau pemenuhan


ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang rahasia kesehatan Penerima Pelayanan
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Dalam garis besarnya ada 2 aliran atau golongan yang dapat ditemukan di
kalangan kedokteran, yaitu: 1
a. Pendirian yang mutlak
Golongan yang menganut pendirian mutlak (absolut) berpendapat bahwa
rahasia jabatan atau pekerjaan harus dipegang teguh tanpa ada alternatif
lain, apapun konsekuensinya. Aliran ini tidak akan mempertimbangkan apa
ada kepentingan lain yang lebih utama. Dalam segala hal sikapnya mudah
dan konsekuen yakni tutup mulut. Pengikut aliran ini yang terkenal ialah
dokter Frouardel (1837 1906), ia adalah seorang dokter Perancis yang
kemudian menjadi guru besar dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman di Paris
(1879).
b. Pendirian yang nisbi atau relatif
Golongan nisbi atau relatif pada dewasa ini merupakan teori yang
terbanyak diikuti dan dapat dikatakan diikuti oleh umum. Tetapi hal ini
tidak berarti penerapannya dalam praktek dan persesuaian pendapat, karena
teori ini dalam praktek sering sekali mendatangkan konflik moril dan
kesulitan-kesulitan lain dalam masalah yang kompleks.
Azas profesional menghendaki adanya pertimbangan-pertimbangan
mana yang lebih utama. Apakah dokter akan memberikan kesaksiannya
14

yang berarti membuka rahasia atau pekerjaannya ataukah ia akan


menyimpan rahasia yang lebih diutamakan. Dalam mengambil keputusan,
aliran ini akan selalu mempertimbangkan setiap persoalan secara kasuistis.1
Azas subsider, yakni menyangkut masalah pemilihan tindakan apa
yang harus dilakukan dokter sebelum ia terpaksa melepaskan kewajiban
untuk menyimpan rahasia. Sebab kalau ini yang menjadi pilihannya, ia
harus sudah memperhitungkan risiko yang mungkin dihadapi yakni berupa
sanksi pidana atau lainnya karena diadukannya ke pengadilan oleh yang
merasa dirugikan akibat dibukanya rahasia oleh dokter, bila demikian
halnya, supaya dokter siap menghadapinya dengan memberikan alasanalasannya yang dapat membenarkan perbuatannya atau yang dapat
menghapuskannya.1
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat
pasal-pasal yang mengatur hal-hal tersebut diatas, yaitu:
KUHP pasal 48 Tidak boleh dihukum barangsiapa melakukan perbuatan
karena terdorong oleh daya paksa 1
Yang dimaksud dengan daya paksa ini biasanya bukanlah daya paksa
mutlak, melainkan daya paksa nisbi. Daya paksa ini terjadi pada keadaan
sebagai berikut: 1

Melindungi kepentingan umum


Melindungi kepentingan orang yang tidak bersalah
Melindungi pasien yang mempercayakan rahasianya
Melindungi dokter sendiri

15

Pembukaan rahasia kedokteran diatur pula pada Permenkes No.36


Tahun 2012 Pasal 5 hingga pasal 14.2
G. Hak undur diri dokter
Hak ini dapat dipakai oleh seorang dokter apabila dia diminta untuk
memberikan kesaksian di pengadilan yang menyangkut rahasia kedokteran.1
Menurut hukum, maka setiap warganegara dapat dipanggil oleh pengadilan
untuk didengar kesaksiannya, selain itu seorang yang mempunyai keahlian dapat
juga dipanggil sebagai saksi ahli. 1
Seorang dokter sebagai saksi atau ahli mungkin sekali diharuskan
memberikan keterangan tentang seseorang (misalnya terdakwa) yang sebelumnya
telah menjadi penderita yang ditanganinya. Ini seolah-olah dokter tersebut
diharuskan melanggar rahasia kedokterannya. Kejadian yang bertentangan ini
dapat dihindarkan karena adanya hak kuat undur diri, dimana seorang dokter
mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan: 1
Pasal 120 KUHAP:
1) Dalam hal penyidik perlu, ia dapat minta pendapat ahli atau orang yang
memiliki keahlian khusus
2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka
penyidik

bahwa

ia

akan

memberikan

keterangan

menurut

pengetahuannya yang sebaik-baiknya, kecuali disebabkan harkat dan


martabat pekerjaan jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia,
dapat menolak untuk memberiikan keterangan yang diminta.
Pasal 170 KUHAP:
1) Mereka yang pekerjaan, harkat, martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari kewajiban untuk

16

memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan


kepadanya.
2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan
manusia tersebut.
Jadi, pasal-pasal tersebut di atas dapat dipakai oleh dokter jika diminta
sebagai saksi, ahli, atau saksi ahli pada sidang pengadilan, dimana
keterangan-keterangan yang diminta itu menurut pendapatnya adalah
rahasia yang dipercayakan kepadanya oleh pasien. 1
H. Sanksi Dalam Rahasia Kedokteran
Seorang dokter di Indonesia tanpa kecuali, dianggap sudah mengetahui
peraturan-peraturan hukum yang berlaku terutama yang berhubungan dengan
ilmu kedokteran pada umumnya dan rahasia kedokteran pada khususnya. Apabila
terjadi pembocoran rahasia jabatan, si pelaku dapat dikenai sanksi sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku. Sanksi-sanksi tersebut adalah: 1
A.
Sanksi Pidana, diatur dalam UU No 29 Thn 2004 pasal 79: 6
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau
dokter gigi yang :
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
Pasal 51 huruf c yang berhubungan dengan rahasia kedokteran
berbunyi Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban :
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia;

17

Selain itu dalam KUHP pasal 112 Barangsiapa dengan sengaja


mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang
diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara atau
dengan sengaja memberitahukannya kepada negara asing, kepada seorang
raja atau suku bangsa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
KUHP pasal 322:
1. Barangsiapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang wajib
disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya yang sekarang maupun
dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
2. Jika kejahatan dilakukan pada seorang tertentu maka perbuatannya itu
hanya dapat dituntut atas pengaduan orang tersebut.
B.

Sanksi Perdata, diatur dalam:


KUH Perdata pasal 1365
Setiap perbuatan yang melanggar hukum yang berakibat kerugian bagi
orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya mengakibatkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut
KUH Perdata pasal 1366
Setiap orang bertangggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yamg disebabkan karena
kelalaian atau kurang hati-hatinya.
KUH Perdata pasal 1367
Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena
18

perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan karena


perbuatan orang-orang yang berada di bawah pengawasannya.
C.

Sanksi Administratif:
Diatur dalam Permenkes No.36 tahun 2012 pasal 15:2
(1) Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, Dinas Kesehatan
Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, dan organisasi profesi
terkait membina dan mengawasi pelaksanaan Peraturan Menteri ini
sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing.
(2) Dalam rangka melakukan pembinaan dan pengawasan, Menteri, Ketua
Konsil Kedokteran Indonesia, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan
administratif sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(3) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa
teguran lisan, teguran tertulis, atau pencabutan surat tanda registrasi, izin
praktik tenaga kesehatan dan/atau izin fasilitas pelayanan kesehatan.
Selain itu diatur pula dalam Undang-Undang No. 6 tahun 1963 pasal
11 yang bunyinya sebagai berikut:
Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam KUHP dan peraturan
perundang-undangan yang lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat
dilakukan tindakan administratif dalam hal sebagai berikut:
a. Melalaikan kewajiban.
b. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat seorang
tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatnnya ataupun sebagai
tenaga kesehatan.
c. Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan.

D.

Sanksi Sosial

19

Yaitu sanksi yang datangnya dari masyarakat itu sendiri. Contohnya:


masyarakat enggan berobat ke dokter tersebut. Dari pasal-pasal tersebut di
atas jelas bahwa si pelanggar dapat dipidana penjara atau denda kepada
negara berdasarkan pasal 322 KUHP, juga dapat diwajibkan membayar
kerugian berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai
apa yang diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek lapangan
kedokteran, baik yang menyangkut masa sekarang maupun yang sudah
lampau, baik pasien yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.
2. Pihak yang wajib menyimpan rahasia kedokteran diantaranya tenaga
kesehatan, mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan
pemeriksaan, pengobatan dan/ atau perawatan, dan orang lain yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
3. Hak pasien terhadap rahasia kedokteran yaitu berhak atas rahasia kondisi
kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara
pelayanan kesehatan, dan berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang,
tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan.
20

4. Sanksi yang berlaku dalam rahasia kedokteran meliputi sanksi pidana, sanksi
perdata, sanksi administrative, dan sanksi social yang berguna untuk
menjamin kerahasiaan pasien.
B. Saran
1. Dokter sebagai pemegang rahasia kedokteran hendaknya mengenal dengan
baik dasar-dasar hukum yang mengatur tentang rahasia kedokteran demi
perlindungan pasien dan dirinya sendiri.
2. Hendaknya dokter tetap berpegang pada landasan moril dan dalam
memutuskan kapan rahasia pasien dibuka dengan mengingat bahwa rahasia
tersebut tidak selayaknya dipertahankan sehingga melindungi kejahatan atau
merusak kepentingan atau keselamatan umu.
3. Informasi mengenai hak pasien terkait rahasia kedokteran sudah selayaknya
lebih disebarluaskan lagi oleh pihak rumah sakit mengingat banyaknya
pasien yang belum menyadari haknya atas akses informasi dan hak atas
privasi kesehatannya.

21

Anda mungkin juga menyukai