Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH EMERGENCY

KONSEP ARDS DAN ASKEP ARDS

OLEH:
Ayu Lesteri Siregar
Tharisi Angela Sitorus
Melky Rismando Damanik
Gita

Program study D III KEPERAWATAN


STIKes SANTA ELISABETH MEDAN
T.A 2014/2015

Kata Pengantar
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan YME. karena berkat rahmat-Nya
kelompok bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Konsep ARDS dan ASKEP ARDS.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah emergency.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa mahasiswi STIKes SANTA
ELISABETH MEDAN.Kelompok sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kelompok meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca.

Medan,22 Maret 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG
ARDS adalah suatu sindrom gagal napas akut akibat kerusakan sawar membran kapiler

alveoli sehingga menyebabkan edema paru akibat peningkatan permeabilitas. Hal ini dapat
timbul sebagai komplikasi pada berbagai penyakit interna dan bedah. Harus dibedakan antara
ARDS dengan acute lung injury (ALI) yaitu suatu bentuk ARDS yang lebih ringan. Edema paru
biasanya disebabkan peningkatan tekanan pembuluh kapiler paru (misalnya pada gagal jantung
kiri), tapi edema paru pada ARDS timbul akibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar.
Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara tekanan onkotik (osmotik) dan hidrostatik
antara kapiler paru dan alveoli. Tekanan hidrostatik yang pada gagal jantung menyebabkan
edema paru. Sedangkan pada gagal ginjal terjadi retensi cairan yang menyebabkan volume
overload dan diikuti edema paru. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik atau malnutrisi
menyebabkan tekanan onkotik sehingga terjadi edema paru.Pada tahap awal terjadinya edema
paru terdapat peningkatan kandungan cairan di jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli.
Proses kompleks ini dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan atau penyakit dan hasilnya
adalah kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Alveoli
menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein dan banyak mengandung neutrofil dan
sel inflamasi sehingga terbentuk membran hialin.Karakteristik edema paru pada ARDS/ALI
adalah tidak adanya peningkatan tekanan pulmonal (hipertensi pulmonal). Hal ini dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan Swan-Ganz cathether. Tekanan baji paru menggambarkan
tekanan atrium kiri dan pada ARDS < 18 mmHg. ARDS/ALI merupakan suatu respons terhadap
berbagai macam injuri atau penyakit yang mengenai paru-paru baik itu secara langsung atau
tidak langsung. Berbagai keadaan dan penyakit dasar yang dapat menyebabkan timbulnya
ARDS/ALI yaitu: Langsung antara lain: Aspirasi asam lambung, Tenggelam, Kontusio paru,
Pnemonia berat, Emboli lemak, Emboli cairan amnion, Inhalasi bahan kimia dan Keracunan
oksigen. Sedangkan Tidak langsung, terdiri dari Sepsis, Trauma berat, Syok hipovolemik,
Transfusi darah berulang, Luka bakar, Pankreatitis, Koagulasi intravaskular diseminata dan
Anafilaksis. Sekitar 12-48 jam setelah penyebab atau faktor pencetus timbul, mula-mula pasien
terlihat sesak (takipnea) dan takikardia. Analisis gas darah (AGD) memperlihatkan hipoksemia

berat yang kurang respons dengan terapi oksigen Foto toraks memperlihatkan gambaran infiltrat
bilateral yang difus tanpa disertai oleh gejala edema paru kardiogenik. b. Fenomena penyakit
yang ada : Walaupun banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme ARDS,
perbaikan pengobatan dan teknik ventilator tapi mortalitas pasien dengan ARDS masih cukup
tinggi yaitu > 50%. Beberapa pasien yang bertahan hidup akan didapatkan fibrosis pada parunya
dan disfungsi pada proses difusi gas/udara Sebagian pasien dapat pulih kembali dengan cukup
baik walaupun setelah sakit berat dan perawatan ICU yang lama. Berdasarkan angka kejadian
gagal nafas dilihat dari catatan medik RS Sanglah Denpasar yang sebagai salah satu pusat
pelayanan kesehatan, angka kejadian gagal nafas tiga tahun terakhir, didapatkan data sebagai
berikut : tahun 2003, jumlah penderita yang dirawat sebanyak 167 orang, yang terdiri dari 104
orang laki-laki (63.2 %), dan 63 orang perempuan (36.8 %), dengan jumlah kematian 23 orang
(13.7 %). Tahun 2004 jumlah penderita yang dirawat sebanyak 80 orang, yang terdiri dari 57
orang laki-laki (71.25 %) dan 23 orang perempuan (28.75 %), dengan jumlah kematian sebanyak
6 orang (7.5 %), tahun 2005 jumlah penderita yang dirawat sebanyak 113 orang yang terdiri dari
77 orang laki-laki (68.2 %) dan 36 orang perempuan (31.8 %), dengan jumlah

kematian

sebanya10orang(8.9%).
1.2. TUJUAN
1. 2.1 Tujuan Umum
Menjelaskan tentang ARDS dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus ARDS.
1.2.2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan tentang ARDS.
b. Menjelaskan tentang penyebab dari ARDS.
c. Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari ARDS.
d. Menjelaskan tentang patofisiologi dari ARDS.
e. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk ARDS.
f. Menjelaskan tentang komplikasi ARDS.
g. Menjelaskan tentang penatalaksanaan ARDS.8.Menjelaskan tentang asuhan keperawatan
pada klien dengan ARDS.
.

BAB II
KONSEP DASAR TEORI
2.1. DEFINISI
ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membrane alveolarkapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan
dalam parenkim paru yang mengandung protein.
Sindrom distress pernapasan dewasa (adult respiratory distress syndrome, ARDS) adalah suatu
penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan atau membran kapiler paru. ARDS selalu terjadi
setelah suatu gangguan besar pada sistem paru, kardiovaskuler, atau tubuh secara luas. (Elizabeth J.
Corwin, 2009, hal. 552).
ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen arteri
yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. (Brunner & Suddarth, 2001, hal : 615).
ARDS adalah bentuk khusus gagal napas yang ditandai dengan hipoksemia yang jelas dan tidak
dapat diatasi dengan penanganan konvensional. (Sylvia A. price. 2005. Hal: 835).
Dasar definisi yang dipakai consensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa tahun 1994 terdiri dari :
1. Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut.
2. Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi (PaO2 /
FiO2 ) <200 mmHg-hipoksemia berat
3. Radiografi dada; infiltrate alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru.
4. Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) < 18 mmHg, tanpa tanda
klinis (rontgen, dan lain-lain) adanya hipertensi atrial kiri/ (tanpa adanya tanda gagal jantung
kiri).
Bila PaO2 / FIO2 antara 200-300 mmHg, maka disebut Acute Lung Injury (ALI). Konsensus juga
mensyaratkan terdpatnya factor resiko terjadinya ALI dan tidak adanya penyakit paru kronik yang
bermakna.

2.2.

ETIOLOGI

ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun, karena kapiler dan
alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada salah satunya biasanya menyebabkan
estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi
peradangan yang terjadi setelah cedera dan kematian sel. Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi
kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka akan terjadi pergerakan
plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga kecepatan pertukaran gas menurun. Cairan yang
menumpuk di ruang interstisium bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan surfaktan dan meningkatkan
tegangan permukaan. Gaya yang diperlukan untuk mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat.
Peningkatan tegangan permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat
menyebabkan atelektasis kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya kerusakan, maka luas
permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga kecepatan pertukaran gas juga
menurun. Penyebab kerusakan alveolus antara lain adalah pneumonia, aspirasi, dan inhalasi asap.
Toksisitas oksigen, yang timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi penyebab
kerusakan membran alveolus melalui pembentukan radikal-radikal bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga semakin menyebabkan
cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler telah rusak, maka reaksi peradangan akan terpacu
yang menyebabkan terjadinya edema dan pembengkakan ruang interstitium serta kerusakan kapiler dan
alveolus di sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan ARDS, terbentuk membran hialin di dalam alveolus.
Membran ini adalah pengendapan fibrin putih yang bertambah secara progesif dan semakin mengurangi
pertukaran gas. Akhirnya terjadi fibrosis menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi
semuanya terganggu. Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J. Cowin, 2001, hal.
420-421)
Selain itu, adapun penyebab lain dari ARDS adalah :
Syok karena berbagai sebab ( terutama hemorragik,pancreatitis acut hemorragik, sepsis gram
negative )
Sepsis tanpa syok, dengan atau tanpa koagulasi intravascular diseminata (DIC ).
Pneumonia virus yang berat.
Trauma yang berat ( cedera kepala, cedera dada langsung, trauma pada berbagai organ dengan
syok hemorragik, fraktur majemuk dimana emboli lemak terjadi berkaitan dengan fraktur femur )
Cedera aspirasi / inhalasi ( aspirasi isi lambung, hampir tenggelam, inhalasi asap, inhalasi gas
iritan ).
Toksik O2 overdosis narkotika.
Post perfusi pada pembedahan pintas kardiopulmonar.

2.3.

EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan tingkat mortilitasnya

50 %.Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar 50%, trauma 15 %, cardiopulmonary
baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan injeksi obat 5 %.
2.4.

MANIFESTASI KLINIS
biasaya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal pada paru. Awalnya pasien

akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis
terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis
meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta
kadang wheezing.
Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea, sebagai gejala pendahulu
ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas darah serta foto toraks.
Analisa ini pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO2 sangat rendah, PaCO2 normal atau
rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang
mirip dengan edema paru atau batas-batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal. Bagaimanapun,
belum tentu kelainan pada foto toraks dapat menjelaskan perjalanan penyakit sebab perubahan anatomis
yang terlihat pada gambaran sinar X terjadi melalui proses panjang di balik perubahan fungsi yang sudah
lebih dahulu terjadi.
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi oksigen yang
dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui
atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang menandakanbahwa
paru pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang
sangat tidak adekuat.
Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya ditegakkan dengan bantuan beberapa alat.
Untuk menginvestigasi adanya gagal jantung dapat dipasang kateter Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat
bahwa pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) akan terukur rendah (<18 mmHg) pada ARDS serta
meningkat (>20 mmHg) pada gagal jantung. Jika terdapat emboli paru (keadaan yang menyerupai ARDS)
mesti dieksplorasi hingga pasien stabil sambil mencari sumber trombus yang mungkin terdapat pada
pasien, misalnya dari DVT. Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya patut dijadikan
diagnosis diferensial, terutama pada pasien-pasien imunokompromais.

2.5.

STADIUM
a) Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema interstitial atau alveolar,

penekanan pada bronkiolus terminalis dan kerusakan pada sel alveolar tipe 1.
b) Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan tekanan puncak inspirasi,
penurunan compliance paru (static dan dinamik), hipoksemia, penurunan fungsi kapasitas residual,
fibrosis interstitisial, dan peningkatan ruang rugi ventilasi.
2.6.

FAKTOR RESIKO
Kerusakan (injury) langsung pada epitel alveolus :
1)
2)
3)
4)
5)

Aspirasi isi gaster


Infeksi paru difus
Kontusio paru
Tenggelam
Inhalasi toksik
Kerusakan injury tidak langsung :

1)
2)
3)
4)
5)
2.7.

Sepsis
Trauma nontoraks
Transfusi produk darah berlebihan
Pankreatitis
Pintas Kardiopulmoner
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
ALI/ARDS dimulai dengan kerusakan pada epitel alveolar dan endotel mikrovaskular. Kerusakan

awal dapat diakibatkan injury langsung atau tidak langsung. Kedua hal tersebut mengaktifkan kaskade
inflamasi, yang dibagi dalam 3 fase yang dapat dijumpai secara tumpang tindih : insiasi, amplifikasi, dan
injury.
Pada fase insiasi, kondisi yang menjadi factor resiko akan menyebabkan sel-sel imun dan non
imun melepaskan mediator-mediator dan modulator-medulator inflamasi di dalam paru dan ke sistemik.
Pada fase amplifikasi, sel efektor seperti netrofil teraktivasi, tertarik ke dan tertahan di dalam paru. Di
dalam rongga target tersebut mereka melepaskan mediator inflamasi, termasuk oksidan dan protease,
yang secara langsung merusak paru dan mendorong proses inflamasi selanjutnya. Fase ini disebut fase
injury.
Kerusakan pada membrane alveolar- kapiler menyebabkan peningkatan permeabilitas membrane,
dan aliran cairan yang kaya protein masuk ke ruang alveolar. Cairan dan protein tersebut merusak
integritas surfaktan di alveolus, dan terjadi kerusakan lebih jauh. Terdapat 3 fase kerusakan alveolus :

1) Fase eksudatif : ditandai edema interstisial dan alveolar, nekrosis sel pneumosit tipe I dan
denudasi/terlepasnya membrane basalis, pembengkakan sel endotel dengan pelebaran
intercellular junction, terbentuknya membrane hialin pada duktus alveolar dan ruang udara, dan
inflamasi neutrofil. Juga ditemukan hipertensi pulmoner dan berkurangnya compliance paru
2) Fase poliferatif paling cepat timbul setelah 3 hari sejak onset, ditandai poliferasi sel epitel
pneumosit tipe II
3) Fase fibrosis : kolagen meningkat dan paru menjadi padat karena fibrosis.
Cedera Paru
Peningkatan
Permeabilitas Vaskuler
Edema
Neutrofil Masuk
Inaktivasi Surfaktan
Pelepasan Sitokin Dan
Memicu Inflamasi
Pengelupasan Epitel
Pembentukan
Membran Hialin
Kegagalan
Pertukaran Gas
Ganguan Pertukaran Gas

2.8.

DIAGNOSIS KLINIS
Onset akut umumnya adalah 3-5 hari sejak adanya diagnosis kondisi yang menjadi factor resiko

ARDS. Tanda pertama ialah takipnea. Dapat ditemui hipotensi, febris. Pada auskultasi ditemukan ronki
basah.
2.9.

KOMPLIKASI
Kegagalan pernapasan dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit dan individu harus

bekerja lebih kerja untuk mengatasi penurunan compliance paru. Akhirnya individu kelelahan dan
ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan asidosis respiratorik karena terjadi penimbunan karbon dioksida
di dalam darah. Melambatnya pernapasan dan penurunan PH arteri adalah indikasi akan datangnya
kegagalan pernapasan dan mungkin kematian.
Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan di paru dan kurangnya
ekspansi paru. Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan tukak saluran cerna karena stress (stress

ulcers). Dapat timbul koaguiasi intravaskular diseminata akibat banyaknya jaringan yang rusak pada
ARDS. (Elizabeth J. Cowin, 2001, hal. 422)
2.10.

PROGNOSIS
Mortalitas sekitar 40%. Prognosis dipengaruhi oleh :

Faktor risiko, ada tidaknya sepsis, pasca trauma, dan lain-lain


a.
b.
c.
d.
e.
f.

Penyakit dasar
Adanya keganasan
Adanya atau timbulnya disfungsi organ multiple
Usia
Riwayat penggunaan alkohol
Ada atau tidaknya perbaikan dalam indeks pertukaran gas, seperti rasio PaO2 / FiO2 dalam 3-

7 hari pertama
g. Pasien yang membaik akan mengalami pemulihan fungsi paru dalam 3 bulan dan mencapai
fungsi maksimum yang dapat dicapai pada bulan keenam setelah ekstubasi. 50% pasien tetap
memiliki abnormalitas, termasuk gangguan restriksi dan penurunan kapasitas difusi. Juga
tejadi penurunan kualitas hidup.

2.11.

PEMERIKSAAN DIGNOSTIK
Analisis gas darah arteri akan memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen arteri. Terapi

oksigen tidak efektif untuk ARDS, berapa pun jumlah oksigen yang diberikan, karena difusi gas terbatas
akibat penimbunan fibrin, edema, dan rusaknya kapiler dan alveolus.
2.12.

PENATALAKSANAAN
Pengobatan ARDS yang pertama-tama adalah pencegahan, karena ARDS tidak pernah merupakan

penyakit primer tetapi timbul setelah penyakit lain yang parah. Apabila ARDS tetap timbul, maka
pengobatannya adalah:
1. Diuretik untuk mengurangi beban cairan, dan obat-obat perangsang jantung untuk meningkatkan
kontraktilitas jantung dan volume sekuncup agar penimbungan cairan di paru berkurang.
Penatalaksanaan cairan dan obat-obat jantung digunakan untuk mengurangi kemungkinan gagal
jantung kanan.
2. Terapi oksigen dan ventilasi mekanis sering diberikan.
3. Kadang-kadang digunakan obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi efek merusak dari proses
peradangan, walaupun efektifitasnya masih dipertanyakan.

BAB III
TINJAUAN KASUS
Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan dengan
ARDS pada Ny. A
3.1.
Pengkajian
A. IDENTIFIKASI
Unit
Ruang/ Kamar
Tgl masusk RS

: Intensive
:
: 29 Maret 2016

Tgl Pengkajian
Waktu Pengkajian
Auto Anamnese
Allo Anamnese

1. Klien
Nama

: Ny. A

Tempat/Tanggal Lahir

:Sidikkalang,30 juni 1961

Jenis kelamin

: permpuan

Status perkawinan

: Sudah menikah

Agama

: kristen protestan

: 29-3-2016
: 10.00
:
:

Warga negara / suku

: Indonesia / Batak toba

Pendidikan

: SMA

Alamat Rumah

: Jl. Selayang , medan baru

Pekerjaan

:petani

II. Penanggung Jawab


Nama

: Tn. B

Alamat

:Jl. Selayang , medan baru

Hubungan

: suami

B. DATA MEDIK
a. Dikirim oleh
b. Diagnosa medik
Saat masuk
Saat pengkajian

: IGD
: ARDS + Sepsis.
: ARDS + Sepsis

C. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG


1. Keluhan Utama
Keluarga pasien mengatakan ny. A sesak nafas saat sedang tidur , pasien terbangun tetapi
sesak masih tetap ada karena sesak tidak berhenti ny. A dibawa ke rumah sakit santa
elisabeth medan dan dirawat diruangan ICU
2. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit berat , terbaring lemah diatas tempat tidur sesak nafas
(Dispnea) ,sianosis,dan imoblisasi total karena terpasang Infus, Ventilator, Dower

Kateter, NGT, Dan ETT


TB= 147 Cm, BB= 60 Kg
Tekanan Darah :110/60 Mmhg
Suhu
: 38,8 0 C
Pernafasan
: 26x/ Menit
Irama
: Cheynes-Stokes
Nadi
: 114 X/Menit
Tidak Teratur Dan Kuat

Riwayat Penyakit Yang Pernah Dialami


Keluarga pasien mengatakan menpunyai penyakit pneumonia sejak 1 tahun yang
lalu, dan masih diderita sampai saat ini.
D. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN

I.
PERSEPSI KESEHATAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
a. Data Subyektif
Keadaan sebelum sakit
Keluarga Pasien mengatakan pasien kurang peduli akan kesehatan nya , pasien sering
keluar saat malam hari , pasien bekerja di pabrik bahan kimia , pasien sering
mengeluh sakit pada dada dan sesak nafas setelah pulang dari tempat kerja. Keluarga
pasien mengatakan pasien hanya makan saat lapar dan sering makan makanan berat
seperti bakso pada malam hari. Pasien jarang berolahraga .
Keadaan sejak sakit
Keluarga pasien mengatakan sejak sakit pasien sangat menderita karena pasien
memikirkan penyakitnya yang tak kunjung sembuh.sebelumnya pasien sudah pernah
berobat ke klinik/puskesmas dan pasien hanya makan obat yang diberikan.
II.
NUTRISI DAN METABOLIK
a. Data Subyektif
Keadaan sebelum sakit
Sebelum sakit pasien makan 3 x sehari serapan pagi jam 07.00 dengan menu nasi dan
lauk dan iar putih.makan siang jam 12.30 dengan menu nasi.lauk pauk,sayuran dan
air putih,makan malam jam 19.00 dengan menu nasi dan lauk.makanan kesukaan
pasien asam manis.
Keadaan sejak sakit
Sejak sakit pasien makan 2 x sehari terkadang tidak menentu,makan yang disajikan
hanya habis setengh porsi dari makanan yang di sediakan.setiap kali pasien makan
pasien merasa mual dan langsung muntah.BB pasien setelah sakit menurun 3 kg.BB
sebelum sakir 60kg,setelah sakit 57 kg.
b. Data subyektif
Observasi
Pasien tampak tidak selera makan,setiap pasien makan pasien merasa mual dan
muntah. Rambut bersih, kulit kepala bersih, kulit kering , rongga mulut kotor ,
genetalia bersih.
Pengukuran
1. Pemeriksaan fisik
LLA :56 cm
TB
:147 cm
BB:60 kg
IMT :27,7 = 28kg/m2
Catatan : Overweight
Keadaan rambut
: berminyak
Hidrasi Kulit :

Palpebrae
:hitam
Conjungtiva : sianosis
Sclera
:tidak ikterus
Rongga Mulut :kotor,terdapat banyak sekret(slem)
Gusi
:pucat
Gigi geligi
:utuh
Kemampuan Mengunyak Keras
:tidak dapat mengunyah
Lidah
:kotor
Tonsil
:T 1
Pharing
:tidak ad peradangan
Kelenjar Parotis
:teraba
Abdomen
:
Bayangan Vena:tidak ditemukan
Benjolan Vena:tidak ditemukan
-

Auskultasi
: Peristaltik :5x/i pada setiap kuadran .
Palpasi
: tanda nyeri umum :
o Massa :tidak terdapat massa
o Turgor kulit: kembali lambat
o Nyeri tekan :tidak ada
Perkusi
o Asites :negatif

Kelenjar Limfe Inguinal


Kulit
-

Spider Nevi :tidak tampak


Uremic Frost :tidak ada
Edema Ikterik :tidak ada
Tanda-tanda Radang :tidak ada
Lesi :tidak ada

2. Pemeriksaan / Therapy diagnostic


Darah lengkap : (29 maret 2016)
Hb
: 10,2 g/dl
Leukosit
: 5,4 x 103/UL
Erytrosit
: 3,51 x 1 juta /UL
Trombosit : 251 X 103/UL
PCV
: 31,1 %
MCV
: 88,6 pg
MCH
: 29,1 g/dl
MCHC
: 32,8
Albumin
: 2,4 g/dl
Foto Thorax AP
Kesimpulan : Mengesankan oedema paru

DD/KP.
Analisa Gas Darah
pH 7.23
pCO2 46 mmHg
pO2 93 mmHg
HCO3 27 mmol/L
BE -2.4 mmol/L
SO2 95 %.
III.
POLA ELIMINASI
a. Data Subyektif
Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan BAK 6-8 x/hari dengan volume 100cc/jam,warna kuning,berbau
khas urine.BAB 1x/hari dengan konsistensi feses padat dan berbau khas feses.
Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan tidak tahu berapa kali BAK dslsm satu hari karena pasien
menggunakan chateter.pasien tidak pernah BAB sudah 4 hari semenjak pasien berada
di Rumah Sakit.
b. Data obyektif
Observasi
Urine
:50cc/jam,warna kuning pekat.
BAB
: tidak ada nyeri tekan
Pemeriksaan Fisik
Palpasi Suprapubik : Kandung Kemih : kosong
Nyeri Ketuk Ginjal : tidak dikaji
Mulut Uretra: tidak terdapat radang
Anus :bersih
Peradangan
:tidak ada
Fisura
:tidak ada
Hemoroid
:tidak ada
Prolapsus rectil :tidak ada
IV.
POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN
a. Data Subyektif
Keadaan sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan hanya tidur 6 jam,pasien tidur mulai jam 23.00 04.00
WIB.pukul 04.00 WIB dini hari pasien sudah bangun karena pasien sudah harus
mempersiapkan sarapan keluarga dan harus berangkat bekerja pada pukul 06:30.
Pasien jarang tidur siang dan saat sulit untuk tidur karena sering merasa nyeri ada
dada dan sesak nafas . keluarga pasien mengatakan sudah 3 bulan sebelum masuk
rumah sakit pasien batuk berdahak .
Keadaan sejak sakit

Keluarga pasien mengatakan tidak dapat berbuat apa-apa,pasien hanya bisa berbaring
lemah diatas tempat tidur.
Data subyektif
Observasi
Kesadaran
Kualitatif :apatis
Kuantitatif
Skala coma glasgow
Respon Motorik: 1
Respon bicara: 1
Respon Membuka Mata : 3
Jumlah : 5
Kesimpulan:cidera kepala berat
Flapping tremor : ada
Aktifitas Harian
Makan
:3
Mandi
:3
Berpakaian :2
Kerapian
:2
BAB
:3
BAK
:3
Mobilisasi di tempat tidur:2
Ambulasi : Postur tubuh:tidak di kaji
Gaya jalan:tidak dikaji
Anggota gerak yang cacat:tidak ada
Trakeostomi :ada
Pemeriksaan Fisik
-

Perfusi pembuluh perifer kuku : kembali lambat


Thorax dan pernafasan
o Inspeksi
Bentuk Toraks :pigeon chest
Menggunakan retraksi otot bantu nafas
Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan
Sianosis:ada
Pernafasan cuping hidung
Nafas dalam
Takipnea
o Perkusi dada
: Dull diatas area konsolidasi
o Auskultasi
Suara nafas
: mengi
Suara tambahan
: wheezing

3.1.1 Analisa Data


N
O
1

DATA

ETIOLOGI

DS: keluarga pasien mengatakan


pasien sesak saaat bernafas ,dan

MASALAH
Gangguan

membran kapiler alveoli

pertukaran gas

berkeringat dingin
DO: Analisa Gas Darah
pH 7.23
pCO2 46 mmHg
pO2 93 mmHg
HCO3 27 mmol/L
BE -2.4 mmol/L
SO2 95 %.
RR=26 x/i
Nadi=114 x/i
T = 38.80c.
Retraksi dada,pernapasan dibantu
Respirator, foto Thorax AP =
Oedema paru.
Sianosis
Hipoksia
2

Hipoksemia
DS: keluaga pasien mengatakan

kelemahan otot-otot

pasien tiba tiba sesak nafas saat

pernafasan

Ketidakefektifan
pola nafas

sedang tidur.
DO:
Menggunakan retraksi otot

bantu nafas .
Pernafasan cuping hidung
Nafas dalam

DS : keluarga pasien mengatakan


batuk berdahak sejak 3 bulan

mukus berlebih

Ketidak efektifan
bersihan jalan nafas

sebelum masuk rumah sakit .


DO:
suara nafas : whezing
penggunaan ETT
sekret banyak

3.2.
No .
DX

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan membran
kapiler alveoli ditandai dengan
keluarga pasien mengatakan
pasien sesak saaat bernafas ,dan
berkeringat dingin, hasil
pemeriksaan Analisa Gas
Darah
pH 7.23,pCO2 46 mmHg,pO2

1.

93 mmHg,HCO3 27 mmol/L,
BE -2.4 mmol/L,SO2 95 %
observasi vital sign pernafasan
26 x/i,nadi 114 x/i, suhu
38.80c,Retraksi
dada,pernapasan dibantu
Respirator, foto Thorax AP =
Oedema
paru,Sianosis,Hipoksia, dan

2.

Hipoksemia
Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan

Tanggal
Ditemukan
Teratasi

Paraf/nama jelas

kelemahan otot-otot pernafasan


ditandai dengan keluaga pasien
mengatakan pasien tiba tiba
sesak nafas saat sedang tidur,
menggunakan retraksi otot
bantu nafas ,pernafasan cuping
hidung serta nafas dalam
Ketidak efektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan
mukus berlebih ditandai dengan
keluarga pasien mengatakan
3.

batuk berdahak sejak 3 bulan


sebelum masuk rumah sakit ,
suara nafas whezing,pasien
menggunaan ETT, dan ada
sekret banyak

BAB IV
PENUTUP
IV.1

KESIMPULAN

ARDS adalah Suatu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan luas alveolus dan/atau membrane
kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada system paru, kardiovaskuler, atau
tubuh secara luas. Penyakit flu burung atau flu unggas adalah suatu penyakit menular yg disebabkan oleh
virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas.

Penyakit influenza dimulai dengan infeksi virus pada sel epitel saluran napas. Virus ini kemudian
memperbanyak diri (replikasi) dengan sangat cepat hingga mengakibatkan lisis sel epitel dan terjadi
deskuamasi lapisan epitel saluran napas. Infeksi strain H5N1 yang sangat patogen memicu respon imun
yang tidak cukup sehingga menyebabkan respon inflamasi sistemik. Proses berlanjut dengan terjadinya
eksudasi dan edema intraalveolar, mobilisasi sel radang dan eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan
membran hyalin dan juga fibroblas. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan.
Secara klinis keadaan ini dikenal dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimulai dengan aktivitas komplemen sebagai akibat
trauma, Syok, dan lain-lain. Selanjutnya aktivitas komplemen akan menghasilkan C5a menyebabkan
granulosit teraktivasi dan menempel serta merusak endotelium mikrovaskular paru, sehingga
mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan
menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru dan
atelektasi kongesif yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, hipoksemia berat merupakan gejala
penting ARDS dan penyebab hipoksemia adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.

4.2 SARAN
Upaya promosi kesehatan diperlukan agar masyarakat senantiasa melaksanakan prinsip kerja higienis
serta menerapkan pola hidup sehat. Sedangkan deteksi dini penyakit dan penanganan secepatnya
diperlukan agar terhindar dari komplikasi penyakit yang berat. Untuk itu, masyarakat dan penyedia jasa
layanan kesehatan hendaknya diberikan pendidikan mengenai penyakit ini bagaimana gejala dan
bahayanya serta apa yang perlu dilakukan agar penyakit ini dapat terdeteksi sebelum berlanjut. Dengan
demikian diharapkan tidak terjadi lagi kasus flu burung khususnya di Indonesia. Pada akhirnya, flu
burung hanyalah salah satu bagian dari begitu banyak masalah kesehatan yang harus dihadapi.

3.3.

Intervensi Keperawatan
3.4.
N

3.6.

Dia
gnosa

3.5.

3.7.

D
3.10.
1.

3.11.

Gan

gguan

3.12.

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 2 x 24 jam

gas

2.

NOC

3.9.

NIC

erawatan

pertukaran

3.17.

3.8.

Kep

3.13.

Diharapkan klien dapat

merasakan kenyamanan.

berhubunga

3.14.

Dengan KH :

n dengan

3.15.

Status pernafasan :

membran

pertukaran gas: pertukaran O2 dan

kapiler

CO2 di alveoli untuk

alveoli

mempertahankan konsentrasi gas

3.18.

Keti

dakefektifa
n pola nafas
berhubunga
n dengan
kelemahan

darah alveoli
3.19.
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2x24 jam

3.16.

Assistance ventilation:

1. Beri posisi semi fowler


2. Kaji suara nafas paru dan suara
tambahan
3. Pantau hasil gas darah
4. Pantau status mental,mis:tingkat
kesadaran,gelisah.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberin 02 dan alat bantu nafas.
6. Kolaborasi untuk pemberian obat
manajemen jalan nafas.
3.22.

Airway Management

3.23. : mefasilitasi kepatenan jalan udara

Diharapkan klien dapat merasakan 1.Lakukan suctioning pada ETT


2.Bantuan ventilasi: meningkatkan pola
kenyamanan.
pernafasan spontal yang optimal sehingga
3.20.
Dengan KH:
memaksimalkan pertukaran oksigen dan
Status pernafasan :

otot-otot

kepatenan jalan

pernafasan

nafas : jalan nafas


trakeobronkial
bersih dan terbuka
untuk pertukaran
gas
3.21.

Status respirasi :

karbondioksda didalam paru.


3.Beri posisi yang nyaman untuk
mengoptimalkan pernapasan.
4.Pantau kecepatan,irama,kedalaman dan upaya
pernapasan.
5.Kolaborasi dengan ahli terapi pernapasan untuk
memastikan keadekuatan fungsi ventilator
mekanis.

ventilasi: pergerakan udara


3.24.
3.

3.25.

kedalam dan keluar paru


3.26.
Setelah dilakukan asuhan

Keti

dak

keperawatan selama 2x24 jam

efektifan

3.27.

bersihan

Diharapkan klien dapat

merasakan kenyamanan.

jalan nafas

3.28.

Dengan KH:

berhubunga

3.30.
3.31.

Airway Management
: mefasilitasi kepatenan jalan

udara
1. Penganturan posisi: posisi pasien atau
bagian tubuh pasien secara sengaja untuk
memfasilitasi kesejatraan fisiologi dan

Pengisapan jalan nafas mengeluarkan

n dengan
mukus

sekret dari jalan nafas dengan

berlebih

memasukan kateter pengisap jalan

nafas oral dan atau trakea .


Pencegahan aspirasi : tindakan personal
untuk mencegah masuknya cairan dan
partikel padat kedalam paru
3.29.

Status pernafasan ventilasi:

psikologis.
2. Bantuan ventilasi: meningkatkan pola
nafas spontan yang optimal , yang
memaksimalkan pertukaran oksigen dan
carbon dioksigen dalam paru.
3. Lakukan pengisapan sekret
4. Pantau frekuensi irama dan kedalaman
pernapasan
5. Pantau bunyi nafas

pergerakan udara masuk dan keluar

6. Kolaborasi dengan dokter untuk

paru.
3.32. 3.33.
T

3.34.

Tindakan

3.35.

Jam

3.36. 3.37.

1. Fisioterapi napas, batuk & suction


2. Memberikan sonde susu 200 cc + extra telur
1 butir + Bisolvon 1 tab
3. Memberikan : inj. Cefotaxime 1 gr/IV
3.38.
Inj. Gastridin 1
amp/IV
3.39.
Inj. Bicombion
1 amp/IV
3.40.
Inj. Jayacin
200 mg/IV drif
3.41. Melakukan oral hygiene
3.42. Melakukan mobilisasi mika/miki
3.43. Melakukan observasi TTV & kesadaran
tiap jam
3.44. Membantu melakukan setting pada
ventilator
3.45. Melakukan fisioterpai napas & suction
3.46. Memberikan sonde susu 200 cc +
Bisolvon 1 tab
3.47. Membantu klien BAB
3.48. Memberikan Albumin 25 % 100 cc/infus
3.49. Memonitor produk urine tiap jam
3.50. Memberikan inf. KAEN MG 3 20 tts/mnt
3.51. T= 104/70 mmHg,Nadi=120
x/mnt,RR=32 x/mnt,Suhu= 37,70c,kesadaran
compos mentis, Produksi urine/7 jam= 640 cc.
3.52.

pemberian 02 dan alat terapi nebulizer.


Nama
jelas

3.53.

3.54.

Anda mungkin juga menyukai