Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL

Kolerasi kebersihan lingkungan


rumah dengan penderita asma

Kelompok 13B
Nama Anggota :
1. Nobby Onist Junior Marbun 1261050029
2. Marta Marissabel Lamtumiar 1261050083
3. Pri Sella 1261050135
4. Mardiana Ismaningsih 1261050178
5. Ruth Nathanelya 1261050236
6. Derry Wendians Suhanto 1261050264
7. Rashellya Rasyida Rahma 1261050293
8. Chalestin Cahya Kumala 1261050281
9. Albertus Layo 1161050140
10. Jevri Wanda 1161050251
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang

Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi seseorang tersebut menderita


penyakit asma.Ternyata tidak hanya masalah dari dalam tubuh seseorang sajalah
yang dapat menyebabkan seseorang tersebut di katakan sebagai penderita
asma.Faktor eksternal pun ternyata juga berperan dalam hal ini.
Asma adalah penyakit yang mengenai saluran pernafasan yaitu paru-paru. Ini
adalah penyakit jangka panjang yang paling umum mula dari anak-anak sampai
orang dewasa. Asma ditandai dengan mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk
pada malam atau dini.Hal ini juga dikenal sebagai eksaserbasi atau serangan.
Peradangan dari lapisan saluran udara merupakan faktor utama dalam asma.
Peradangan diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh Anda. Tugas sistem
kekebalan tubuh adalah untuk mempertahankan tubuh anda terhadap hal-hal yang
ia melihat contoh sebagai asing dan berbahaya-untuk, bakteri, virus, debu, bahan
kimia.
Paru-paru yang digunakan untuk menghirup udara sering kali mengalami iritasi,
oleh karena bakteri, virus, serbuk sari, dan debu, sepanjang hari .Saluran udara di
paru-paru penderita asma lebih sensitif terhadap banyak hal-hal ini, dan sistem
kekebalan tubuh pada orang-orang bereaksi berlebihan dengan melepaskan
berbagai jenis sel dan bahan kimia lainnya ke saluran udara.
Badan kesehatan sedunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia
menderita asma. Bahkan, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga
mencapai 180.000 orang setiap tahun. Kondisi ini tidak hanya terjadi di negara
berkembang, tapi juga di negara maju sekalipun.
Berdasarkan laporan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, prevalensi
asma di Bandung (5,2%), Semarang (5,5%), Denpasar (4,3%) dan Jakarta (7,5%).
Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi penyakit Asma tertinggidi
Indonesia adalah Aceh Barat (13,6%), Buol (13,5%), Pohuwato (13,0%), Sumba
Barat (11,5%), Boalemo (11,0%), Sorong Selatan (10,6%), Kaimana (10,5%),
Tana Toraja (9,5%), Banjar (9,2%), dan Manggarai (9,2%).
Dari penelitian ini, diharapkan dapat ditemukan hubungan antara perilaku tidak
bersih dengan infeksi Dermathophagoides pteronyssinus sehingga fokus masalah
dapat ditemukan dan edukasi serta perbaikan fasilitas kebutuhan sehari-hari dapat
dijalankan secara efektif

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Apakah terdapat hubungan antara kebersihan rumah terutama kebersihan


sofa atau tempat tidur dengan asma?

Apakah terdapat hubungan antara Dermathophagoides pteronyssinus


dengan asma?

C. Hipotesis

Ada hubungan antara kebersihan rumah dengan asma.

Ada hubungan antara Dermathophagoides pteronyssinus dengan asma.

D. Tujuan

Tujuan Umum :

Mengetahui korelasi antara kebersihan lingkungan rumah dengan penderita asma.

Tujuan khusus :

1. Mengetahui kebersihan rumah para penderita asma di Rumah Sakit Umum


Daerah (RSUD) Kabupaten Kudus.
2. Mengetahui gaya hidup para penderita asma.
3. Mengetahui cara infeksi Dermathophagoides pteronyssinus.
4. Mengetahui prevalensi dan insidensi infeksi Dermathophagoides
pteronyssinus.
E. Manfaat Penelitian
o Memberikan informasi tentang adanya infeksi Dermathophagoides
pteronyssinus dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga masyarakat
dapat melakukan upaya penanggulangan terhadap Dermathophagoides
pteronyssinus dengan penderita asma.
.
o Sebagai landasan dalam pengambilan kebijakan bagi instansi terkait untuk
melakukan upaya penanggulangan terhadap Dermathophagoides pteronyssinus
dengan penderita asma.
o Penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti, karena
dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang penderita asma yang pada
akhirnya akan sangat membantu peneliti untuk melakukan pekerjaan yang
berhubungan dengan bidang ilmu yang diminati, yakni kesehatan lingkungan.

BAB II
Tinjauan Kepustakaan
1. Asma Bronkhiale
A. Asma Bronkhiale
Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya
penyempitan bronkus yang berulang namun bersifat reversibel, dan
diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi
yang lebih normal. Keaddaan ini pada orang-orang yang terkena asma
mudah ditumbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu
keadaan hipersensitivitas bronkus yang khas.
Perubahan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus itu sendiri,
dan terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel
radang yang menetap dan hipersekresi mukus yang kental. Penyempitan
saluran pernafasan dan pengelupasan sel epitel siliaris bronkus kronis yang
dalam keadaan normal dapat membantu membersihkan mukus, dapat
menghambat mobilisasi sekresi lumen.
Orang yang menderita asma memiliki ketidakmampuan mendasar dalam
mencapai angka aliran udara normal selama pernafasan (terutama saat
ekspirasi). Ketidakmampuan ini tercermin dengan rendahnya volume yang
dihasilkan sewaktu melakukan usaha ekspirasi paksa pada detik pertama
(FEV1). Bergantung pada beratnya penyakit, gangguan ini mungkin tidak
menyebabkan gejala atau hanya menimbulkan perasaan iritasi pada trakea.
Turbulensi arus udara dan getaran mukus bronkus mengakibatkan suara
mengi yang terdengar jelas selama serangan asma, namun tanda fisik ini
juga terlihat mencolok pada masalah saluran napas obstruktif.
Individu dengan asma, baik dengan maupun tanpa mekanisme alergi
memiliki kelabilan bronkus yang abnormal sehingga mempermudah
penyempitan saluran napas. Penyempitan ini disebabkan oleh banyak
faktor, yang tidak memberikan efek pada orang normal. Dasar dari
kecenderungan ini tidak jelas. Dalam praktik, kelabilal bronkus pada
penderita asma dapat dipastikan dengan memperlihatkan respon yang
nyata berupa obstruksif saluran napas mereka terhadap inhalasi histamin

dan metakolin (zat dengan aktivitas menyerupai asetilkolin) dalam


konsentrasi rendah.
Mekanisme yang sama mungkin membantu menimbulkan serangan asma
setelah menghirup udara dingin maupun kontak dengan kabut tebal, debu,
dan iritan yang mudah menguap. Jaras saraf yang sedikit diketahui juga
menjadi perantara penutupan saluran napas akibat rangsangan psikis.

B. Klasifikasi
Derajat
Asma

Gejala

Gejala
Malam

intermiten

Gejala < 1x / minggu


Tanpa gejala di luar
serangan
Serangan singkat

2 kali
sebulan

presisten
ringan

Gejala setiap hari


Serangan mengganggu
aktivitas dan tidur
Membutuhkan
bronkodilator setiap hari

> 2 kali
/sebulan

presisten
sedang

Gejala setiap hari


Serangan mengganggu
aktivitas dan tidur
Membutuhkan
bronkodilator setiap hari

> 1x /
seminggu

presisten
berat

Gejala terus menerus


Sering kambuh
Aktivitas fisik
terbatas

sering

Faal Paru
VEP1 80 % nilai
prediksi
APE 80 % nilai
terbaik
Variabiliti APE < 20 %
VEP1 80 % nilai
prediksi
APE 80 % nilai
terbaik
Variabiliti APE 20 - 30
%
VEP1 60 - 80 % nilai
prediksi
APE 60 - 80 % nilai
terbaik
Variabiliti APE > 30 %
VEP1 60 % nilai
prediksi
APE 60 % nilai
terbaik
Variabiliti APE > 30 %

Tabel 1

C. Faktor Risiko Asma


Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor
lingkungan :
1. Faktor Genetik
a. Atopi/alergi

b. Hipereaktivitas bronkus
c. Jenis kelamin
d. Ras/etnik
e. Obesitas
2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur,kecoa,
serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
3. Faktor lain
a. Alergen makanan
b. Alergen obat-obatan tertentu
c. Bahan yang mengiritasi
d. d. Ekspresi emosi berlebih
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
g. Exercise-induced asthma
h. Perubahan cuaca.
Dari faktor resiko yang telah disebutkan diatas, Debu rumah termasuk
salah satu faktor pencetus asma. Debu rumah mengandung berbagai bahan
seperti serat kain, sel-sel kulit mati (skuama) manusia ataupun hewan,
spora (bunga, jamur,bakteri), serat kapuk, jamur, sisa makanan, rambut,
bulu hewan, tungau, dan sebagainya. Sumber debu yang mengandung
TDR terbanyak adalah debu kamar tidur terutama debu di kasur kapuk,
serta selimut/ kain berbahan wool. Salah satu komponen debu, yaitu
tungau ternyata merupakan agensia allergen utama penyebab asma.

D. Patofisiologi
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut.
Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf
otonom.
Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut
atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel

mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan
bronkus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE
orang tersebut akan meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan
antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa
mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik
eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada
dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen
bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan
inflamasi saluran napas.

Jika asma (inflamasi) berlangsung terus menerus, maka akan terjadi


Airway remodelling. Airway remodelling juga merupakan proses yang
sangat penting. Perubahan ini merupakan sekuel dari proses inflamasi
kronik yang terjadi, sehingga terjadi proses perbaikan dan pergantian selsel epitel yang menyebabkan penggantian menjadi jaringan penyambung
dan menjadi jaringan skar. Melalui proses remodelling ini, akan terjadi
hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas, kelenjar mukus,
penebalan membran retikular basal, peningkatan vaskularisasi,
peningkatan matriks ekstraselular, serta terjadi perubahan struktur
parenkim.

Dengan demikian, proses remodelling ini dapat berimplikasi kepada


kondisi klinis pasien, berupa hiperreaktivitas bronkus sehingga dapat
terjadi obstruksi saluran napas. Selain itu, dengan memahami proses
remodelling saluran napas ini, penatalaksanaan dapat berfokus kepada
masalah ini, selain daripada mencegah gejala bronkokonstriksi saja. Dasar
molekular dari remodelling saluran napas ini adalah dengan inflamasi
kronik yang melibatkan aktivasi sel Th-2. Sel Th-2 ini nanti akan
menghasiklan sitokin proinflamasi yang berinteraksi dengan epitel
mediator serta sel-sel lain. Pada akhirnya proses ini dapat menimbulkan
perubahan struktur saluran napas.

2. Tungau Debu Rumah


A. Morfologi Tungau Debu
Dermathophagoides pteronyssinus merupakan tungau debu rumah (TDR).
D.pteronyssinus adalah debu yang berukuran 0,2-1,2mm, badanya berbulu
dan berkaki 4 pasang (dewasa) gambar 1. TDR termasuk didalam ordo acari,
dan mengalami metamorfosis tidak sempurna dan di temukan pada debu
rumah terutama ditempat tidur (sprei, kasur, bantal), karpet, lantai dan juga
dapat ditemukan diluar rumah, misalnya pada sarang burung, permukaan kulit
mamalia dan binatang lainya. Makanan dari D.pteronyssinus sendiri adalah
serpihan kulit (skuama) manusia/binatang.

Gambar 1

Tungau debu merupakan alergen terhirup sebagai pencetus timbulmya


penyakit alergi seperti dermatitis atopik, asma bronkial dan rinitis alergi.
Tungau merupakan komponen alergi utama dari debu rumah.
Bagian dari TDR yang mengadung alergen adalah kutikula, organ seks dan
saluran cerna. Selain bagian badan, feses TDR juga bersifat antigenik.

Antigen berasal daru TDR masuk ke dalam tubuh manusia penetrasi kulit,
sedangkat yang berasal dari feses masuk ke tubuh manusia melalui inhalasi.
Populasi tungau debu di dalam rumah bergantung pada faktor-faktor :
1.
2.
3.
4.
5.

Tinggi rendahnya rumah dari permukaan air laut


Daerah dengan musing panas yang lebih panjang dari musim hujan
Adanya berbagai macam binatang di dalam rumah
Rumah yang kotor dan banyak debu
Suhu dan kelembaban yang optimum bagi perkembangan populasi
TDR.

Suhu yang optimum bagi perkembangan TDR adalah 25 o-30o C dan


kelembaban relatif 70-80% dengan kelembaban kritis 60-65%. Perkembangan
TDR terganggu pada suhu diatas 32oC dan jika ttungau dipanaskan selama 6
jam pada suhu 51oCdengan kelembaban udara 60% maka tungau debu akan
mati.
Penghindaran TDR dapat mengurangi gejala asma dan obat yang di pakai
penderita, dengan syarat penghindaranTDR secara agresif. Menghindarkan
pajanan dan pemberantasan TDR dapat dilakukan dengan cara :

1. Menjaga kebersihan
untuk menghindari TDR, rumah dibersihkan dari debu dengan cara
disapu dan dipel setiap hari dan perabot rumah dibersihkan dengan lap
basahatau disedot dengan penyedot debu.
2. Memindahkan Penderita ke Daerah yang Lebih Tinggi.
Terdapat hubungan antara ketinggian suatu daerah dengan populasi
TDR. Makin tinggi suatu daerah, jumlah TDR semakin sedikit. Hal ini
berhubungan dengan kelembaban dan suhu daerah tersebut.
3. Mengatur Kelembaban
Untuk mengurangi kelembaban rumah, ventilasi di dalam rumah harus
diperhatikan. Upayakan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam
rumah dengan membuka jendela.
4. Penggunaan Zat Kimia
Akrasida seperti benzil benzoat, pirimifos metil, permetrin, fenil
salisilat
adalah zat-zat kimia yang dapat membunuh tungau.
Mortalitas tungau setelah dua bulan penggunaan benzil benzoat adalah
100% tapi setelah tiga bulan turun menjadi 60%. Fenil salisilat yang
strukturnya sama dengan benzil benzoat ternyata lebih efektif. Zat lain
yang dapat digunakan adalah asam tanat yang dapat mengubah alergen

dari feses tungau menjadi lebih hidrofobik dan berkurang sifat


alergeniknya.

BAB III
KERANGKA TEORITIS

Suhu & kelembaban optimum bagi populasi TDR

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus kontrol untuk menilai peran kebersihan
lingkungan tempat tinggal dengan terjadinnya serangan penyakit asma pada
penderita asma di Kabupaten Kudus.
4.2

Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat

: Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kudus

Waktu

: 07.00-12.00 wib

4.3 Populasi dan Sampel


Populasi target penelitian ini adalah semua pasien asma yang mengunjungi
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kudus baik rawat jalan maupun
rawat inap selama periode penelitian.
Ingin dipilih 20 dari 200 pasien dengan cara sampling sistematik ; berarti
diperlukan 20/200 ; 1/10 bagian dari populasi yang akan diikuti sertakan sebagai
sample, karena itu, setiap pesien ke 10 akan dipilih. Mula-Mula tiap Subjek diberi
nomor, dari 1 sampai dengan 200. Tiap ppasien yang ke 10 diambil sebagai
sample. Penentuan angka awal juga dilakukan secara acak, misalnnya dengan cara
menjatuhkan ujung pensil ke deretan angka pada table agka random. Bila diproleh
anngka awal 3, maa yang diikuti sertakan data sample adalah pasien nomor
3,13,23,33,43,53,63,73,83,93,dan seterusnnya.
4.3.1 Kriteria inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi :

1. Penderita asma anak berusia 1-20 tahun


2.
Minimal telah menghuni rumah tersebut selama 1 tahun
3.
Aktivitas di dalam rumah tersebut minimal 10 jam
4.
Responden bertempat tinggal di Kabupaten Kudus
5.
Responden memiliki identitas alamat yang jelas
6.
Bersedia menjadi sampel penelitian dengn menandatangani
informed consent
Kriteria eksklusi:
Responden yang tidak diikutkan dalam penelitian ini adalah
anak yang terindikasi sebagai berikut :
1.

Pasien yang mengidap penyakit tuberkulosis paru.

2.

Pasien yang terdiagnosa kelainan jantung.

4.4 Cara Perolehan Data


4.4.1 Data Primer
Data primer digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berpengaruh diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung kepada
responden dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan oleh
peneliti sesuai tujuan penelitian. Selain itu untuk menggali data kualitatif
yang lebih mendalam akan dilakukan wawancara mendalam (indepth
interview) pada penderita asma bronkiale.
4.4.2

Data Sekunder

Data sekunder berupa penetapan subyek penelitian (kasus dan kontrol)


diperoleh dari data rekam medis Rumah Sakit Daerah Kabupaten Kudus.
Demikian pula hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain diperoleh
dari tempat yang sama. Selain itu data juga diperoleh dari buku, makalah,
laporan, jurnal, referensi-referensi lain yang berkaitan erat dengan tema
penelitian.

4.5

Instrumen (alat pengumpulan data)

a) Catatan medis
b) Kuesioner asma modifikasi
4.4.2.1
Rencana Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan bantuan komputer dengan
menggunakan program SPSS windows versi 11,5.
Prinsip pengolahan data dari kuesioner yang telah dikumpulkan adalah
sebagai berikut :
1. Cleaning, yaitu data yang telah diperoleh dikumpulkan untuk dilakukan
pembersihan data yaitu mengecek data yang benar saja diambil
sehingga tidak terdapat data yang meragukan atau salah.
2. Editing, yaitu memeriksa hasil wawancara yang telah dilaksanakan
untuk mengetahui kesesuaian jawaban responden.
3. Coding, yaitu pemberian tanda atau kode untuk memudahkan analisa.
4. Tabulating, menyusun dan menghitung data hasil pengkodean untuk
disajikan dalam tabel.
5. Entry, yaitu data yang sudah diseleksi dimasukkan ke dalam komputer
untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.
Analisis data pada penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis
bivariate untuk mengetahui besar pengaruh faktor risiko tehadap kejadian
asma bronkiale pada pasien.

BAB V

KEPUSTAKAAN

5.1 Rencana Kegiatan


BULAN KE
KEGIATAN
Penyusunan proposal

Penyusunan istrumen

Pesiapan lapangan

Uji coba instrumen


Pengumpulan data

Analisis data

Penyusunan laporan

5.2 Organisasi penelitian


Pimpinan Pimpinan

konsultan
sekretariat

Penelitian data
Pengawasan lapangan
Petugas memperoses data
Pencacah

pewawancara

5.3 Rencana biaya (anggaran)

NO
1

Survei lapangan

URAIAN

JUMLAH
RP 250.000.00

Penyusunan proposal

RP 250.00.00

Pengolahan data

RP 1.000.000.00

Tranportasi lokal

RP 1.000.000.00

Pengadaan

RP 650.000.00

Ujian tesis

RP 500.000.00

Penjilidan

RP 600.000.00

Alat tulis

RP 1.750.000.00

Fasilitasi

RP 1.250.000.00
JUMLAH

RP 7.500.000.00

Daftar pustaka
Leach ,R. Ward , J .P . Wiener ,C .2007 .At a Glance Sistem Respirasi Edisi 2.
Jakarta : EMS.
Prince,S . Wilson , L . 2012. Patofisiologi Edisi 6 . Jakarta : EGC.
Sudigo . 2011 . Dasar Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi 4 .
Jakarta : Sagung Seto.
Sutanto,Inge & Ismid,Is.S .2011. Parasitologi Kedokteran Edisi 4 FK UI .
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
http://www.depkes.go.id/ (Debu sebagai bahan pencemar yang membahayakan
kesehatan kerja Oleh: Wiwiek Pudjiastuti,SKM ) akses pada 15 februari 2014
pukul 15:00 WIB
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/608/597Dia
-gnosis dan tatalaksana asma bronkial oleh iris rengganis) akses pada 15 februari
2014 pukul 15:00 WIB

Anda mungkin juga menyukai