Anda di halaman 1dari 4

MINIMALLY INVASIVE PTERYGIUM SURGERY: SUTURELESS EXCISION

WITH AMNIOTIC MEMBRANE AND HYDROGEL SEALANT


Abstrak
Tujuan : mendeskripsikan suatu teknik baru untuk penutupan bedah pterigium
menggunakan jaringan penutup ReSure. Metode : dalam serial kasus observasional
retrospektif ini, kami menjelaskan modifikasi prosedur untuk eksisi pterigium diikuti
dengan transplan membran amnion (AMT) dilekatkan pada kornea dan defek
konjungtiva menggunakan jaringan penutup ReSure. Hasil : sembilan mata dari tujuh
pasien (rentang usia 28 80 tahun, 4 wanita dan 3 laki-laki) menjalani pengangkatan
pterigium dengan AMT diikuti dengan penempelan jaringan ke tepi konjungtiva dengan
ReSure. Tidak terdapat masalah dislokasi transplan atau gagal dan tidak terdapat
komplikasi intra atau pos - operasi. Tidak terdapat kekambuhan selama periode
pemantauan. Kesimpulan : ReSure mungkin dapat dipertimbangkan sebagai jaringan
yang potensial untuk melekatkan AMT pada kornea yang rusak dan jaringan
konjungtiva dalam penutupan bedah pterigium.
Pendahuluan
Pterigum adalah pertumbuhan hiperplastik jaringan fibrovaskular konjungtiva di
limbus mata. Hal ini memiliki potensi untuk mengganggu penglihatan dan mengganggu
pasien secara kosmetik, fungsional, dan secara simtomatis. Walaupun beberapa
penatalaksanaan telah dianjurkan untuk kondisi ini, inflamasi dan kekambuhan secara
konsisten dapat mengganggu bagi pasien dan juga dokter.
Prosedur bedah yang dikerjakan untuk penatalaksanaan pterigium meliputi bare
scleral closure, simple conjuctival closure, dan sliding conjunctival flaps, conjunctival
autograft, dan cryopreserved atau lyophilized amniotic membrane graft. Komplikasi
tindakan bedah pterigium setelah operasi adalah terjadinya rekurensi dan infeksi.
Tingkat kekambuhan setelah eksisi bedah dilaporkan sebesar 88% dengan
tindakan eksisi sklera metode bare, 39% pada autograf konjungtiva, dan 33% pada
conjunctival flap. Untuk menurunkan angka kekambuhan, pembedahan diiringi dengan
sejumlah terapi adjuvan meliputi mytomycin C intra-operatif dan pos-operasi, thiotepa,

dan iradiasi beta pos-operatif. Kekambuhan biasanya merupakan konsekuensi dari tidak
dilakukannya pengobatan atau inflamasi yang tidak diobati.
Inflamasi konjungtiva pos-operatif dan granuloma pyogenik, yang dapat
menyebabkan hasil pembedahan yang buruk, disebabkan oleh penggunaan jahitan.
Inflamasi yang persisten dapat memainkan peranan patologis dan menyebabkan
terjadinya kekambuhan pterigium meskipun dilakukan terapi adjuvan.
Pengenalan perekat fibrin dalam tindakan bedah pterigium secara signifikan
menurunkan waktu pembedahan, menghindari kebutuhan untuk kunjungan ulang pasien
yang mengalami hilang atau rusaknya jahitan, memperbaiki kenyamanan pasien posoperasi, dan menghasilkan tingkat rekurensi yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan penjahitan. Intensitas keluhan yang dikeluhkan oleh pasien pos operatif yang
meliputi nyeri, sensasi benda asing, iritasi, dan epifora yang secara signifikan lebih
rendah pada pasien dengan jaringan perekat fibrin dibandingkan mereka yang diobati
dengan penjahitan.
Penggunaan perekat fibrin mungkin menimbulkan risiko transmisi virus seperti
parvovirus B19, hepatitis, dan HIV) meskipun menggunakan teknik inaktivasi virus.
Penggunaannya juga dibatasi oleh kompleksitas persiapan dan aplikasi pada area bedah.
Kurian dkk mendemonstrasikan penggunaan autolog darah sebagai jaringan perekat;
mereka melaporkan 3,13% dari total graf yang lepas menggunakan autolog darah,
dibandingkan dengan 2,04% yang menggunakan jaringan perekat fibrin, dan tingkat
kekambuhan masing-masing sebesar 6,25% dan 8,16%.
Dalam menemukan perekat yang efektif untuk menghindari penggunaan jahitan
dan mengurangi inflamasi dan nyeri, jaringan perekat ReSure (ocular Therapeutix) telah
digunakan pada sembilan mata dari tujuh pasien (4 wanita dan 3 laki-laki), rentang usia
28-80 tahun) di Moran Eye Cener. ReSure sebelumnya sudah digunakan di Australia
untuk bedah pterygium menggunakan autograf konjungtiva, yang menghasilkan
inflamasi yang berkepanjangan dan skar pada konjungtiva. Dalam serial kasus ini,
dilakukan eksisi pterigium diikuti dengan transplan membran amniotik (AMT), yang
ditempelkan di kornea dan defek konjungtiva menggunakan perekat ReSure.
Delapan mata dengan pterigium nasalis dan satu mata dengan pterigium
temporalis telah dilakukan operasi (Tabel 1). Rata-rata waktu follow-up (kecuali kasus
No. 4) adalah selama 32,3 minggu. Tidak terdapat komplikasi intra-operatif dan pos-

operatif yang membutuhkan penatalaksanaan lebih lanjut, dan tidak terdapat dislokasi
transplan, kegagalan transplan, atau kekambuhan pterigium yang ditemukan selama
periode follow-up. Ketajaman penglihatan sebelum dan sesudah operasi tidak
ditabulasikan karena tidak ada pterigium dalam serial kasus ini yang mencapai aksis
visual yang mempengaruhi tajam penglihatan pasien.
Teknik Bedah
Pinggir pterigium ditandai 2,5 mm dibelakang limbus. Kemudian forcep Corah
dan spatula iridodialisis digunakan untuk mengangkat pterigium dari kornea. Pisau
Westcott kemudian digunakan untuk mengangkat pterigium dan penyakit yang
mendasari kapsul Tenon. Kauterisasi untuk mengontrol perdarahan dan mitomycin C
pledgets (0,04%) diaplikasikan pada permukaan kornea selama 30-90 detik tergantung
pada usia pasien, ras, dan penyakit penyerta. Keratektomi superfisial yang mendasari
skar kornea dilakukan menggunakan crescent blade (gambar 1).
Sebuah pena penandan digunakan untuk menandari balutan Tegaderm (3M),
digunakan untuk menggambarkan ukuran dan bentuk defek konjungtiva, dan jejak ini
kemudian digunakan untuk memotong membran amniotik hingga pas. Membran amnion
direkatkan ke kornea dan defek konjungtiva menggunakan perekat ReSure. Bagian tepi
diselipkan dibawah konjungtiva. Cefazolin subkonjungtiva dan triamcinolon injeksi
diberikan. Spekulum mata dilepaskan, Pred Forte (prednisolong acetate oftalmik
suspensi; Allergan) dan Zymar (gatifloxacin oftalmik solusio; Allergan) tetes diberikan
dimata, lensa kontak penutup dipasangkan, dan mata ditutup dengan pelindung untuk
proteksi.
Pada saat 6 minggu follow up, kosmesis sangat baik pada semua kasus dan
pasien bebas dari gejala (gambar 2). Tidak terdapat kekambuhan yang timbul dalam
kasus ini, dengan masa follow up yang paling lama 41 minggu.
Diskusi
Pterigium merupakan lesi permukaan okuler yang secara tradisional dianggap
sebagai kondisi degeneratif dengan kecenderungan mempengaruhi jaringan normal dan
tumbuh berdampingan sebagai lesi pre-malignan. Oleh karena kemungkinan evolusi
menjadi prekursor keganasan melanoma okuler dan squamous cell carcinoma,

pengobatan dini dan lengkap merupakan hal yang ideal untuk mencegah penyakit
perkembangan penyakit yang tidak diharapkan. Selain itu, teknik invasif yang minimal
dibutuhkan untuk mencegah inflamasi dan kekambuhan dimasa mendatang.
Perekat jaringan ReSure dibuat dari polyethylene glycol hydrogel dan telah
disetujui oleh FDA untuk digunakan sebagai penutup insisi kornea pada bedah katarak.
Hal ini terdiri atas dua material terpisah, larutan polythylene glycol dan larutan trilysine
amine, yang membentuk suatu perekat ketika dicampurkan. Campuran tersebut mudah
untuk diaplikasikan langsung pada tepi membran transplan, kornea, dan konjungtiva
menggunakan sponge. ReSure mengandung 90% air setelah polimerisasi dan
mempermudah pengelupasan pada robekan selama proses re-epitelisasi. Setelah
pengaplikasian ReSure, penutup dimonitor selama beberapa detik untuk memastikan
pelekatan. Perawatan pos-operatif dengan steroid dan antibiotik tetes dilakukan secara
rutin.
ReSure tampak sebagai perekat yang efektif dengan meningkatnya kenyamanan
bagi pasien dan aman untuk dokter. Pada kasus-kasus yang dijelaskan di sini, perekat
tampak lebih mudah untuk digunakan, menghabiskan sedikit waktu, dan juga
memperbaiki gejala pasien setelah operasi dibandingkan dengan jahitan atau lem fibrin.
Sebaliknya, Hirst mencatat inflamasi yang berkepanjangan digantikan oleh skar
konjungtiva setelah pengaplikasian ReSure untuk melekatkan autograf konjungtiva pada
lesi. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh aplikasi langsung ReSure untuk menutup area
Tenon dari dimana graf donor didapatkan dan/atau menggunakan jahitan untuk
meletakkan graf pada tempatnya. Dengan ReSure, tidak terdapat risiko transmisi virus
sebagaimana pada perekat jaringan fibrin, tidak ada risiko dislokasi transplan
sebagaimana dengan autolog darah, dan risiko inflamasi yang lebih rendah dibanding
dengan penjahitan. Hal ini sebanding dengan pengalaman dokter bedah dan dengan
mempublikasikan literatur pada pembedahan menggunakan jahitan.
Studi ini memiliki serial pasien yang kecil dengan waktu follow-up yang
singkat. Penelitian yang lebih besar dengan follow-up yang lebih lama dibutuhkan untuk
pemahaman yang lebih baik mengenai dampak ReSure terhadap rekurensi pterigium.
Berdasarkan pada pengalaman kami, jaringan perekat ReSure aman dan efektif untuk
mengikat membran amniotik pada kornea yang terkena dan jaringan konjungtiva pada
sutureless pterygium surgery.

Anda mungkin juga menyukai