Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
STRATIGRAFI
Mandala Rembang termasuk dalam cekungan Jawa Timur utara. Secara
historis penggunaan nama-nama satuan stratigrafis pada zona ini semula
hanya digunakan secara terbatas, tak terpublikasikan, pada dilingkungan
perusahaan minyak Belanda BPM (Batafsche Petroleum Maatschapij), yaitu
pendahulu perusahaan Shell, yang dulu memegang konsesi daerah Cepu.
Nama-nama formasi secara resmi baru mulai digunakan oleh Van Bemmelen
(1949) dan Stratigraphic Lexicon of Indonesia oleh Marks (1957).
Harsono
(1983)
melakukan
perubahan
dari
nama-nama
tak
resmi
seperti globigerina marl atau Orbitoiden-Kalk dengan memberikan nama
yang baru, menetapkan lokasi tipe, sesuai dengan Sandi Stratigrafi
Indonesia. Penentuan umur secara teliti dari setiap formasi dengan
menggunakan pertolongan fosil foraminifera plangtonik telah dilakukan
oleh Harsono (1983).
Zona rembang dimulai dari ujung barat perbukitan di selatan Demak,
memanjang ke arah timur dan timur laut memasuki wilayah Jawa Timur,
memanjang melewati Pulau Madura, terus ke arah timur hingga ke Pulau
Kangean. Arah memanjang perbukitan tersebut mengikuti sumbu-sumbu
lipatan, yang pada umumnya berarah barat-timur. Di beberapa tempat
sumbu-sumbu ini mengikuti pola en echelon yang menandakan adanya sesar
geser lateral kiri (left lateral wrenching faulting).
Bagian utara dari antiklinorium rembang yang mengandung formasi
batuan berumur miosen awal, telah mengalami pengangkatan dan erosi.
Suatu kelompok antiklin yang terdapat di bagian selatan dikenal sebagai
zona rembang tengah dan selatan, juga sering disebut sebagai Cepu
Trend. Batuan tertua yang tersingkap di bagian ini berumur miosen
akhir, yang kebanyakan mengandung minyak. Batuan yang berfungsi sebagai
reservoar hidrokarbon yang utama di daerah rembang adalah batupasir
atau
(seal)nya
adalah
Formasi Kujung
Tersusun oleh serpih dengan sisipan lempung dan secara setempat
berupa batugamping baik klastik maupun terumbu. Diendapkan pada
lingkungan laut dalam sampai dangkal pada kala Oligosen Akhir sampai
Miosen Awal.
Formasi Tuban
Tersusun oleh lapisan batulempung dengan sisipan batugamping. Semakin
ke selatan berubah menjadi fasies serpih dan batulempung (Soejono,
1981, dalam PanduanFieldtrip GMB 2006). Diendapkan pada lingkungan
neritik sedang-neritik dalam.
Formasi Tawun
Tersusun oleh serpih lanauan dengan sisipan batugamping. Pada bagian
atas formasi ini didominasi oleh batupasir yang terkadang lempungan dan
secara setempat terdapat batugamping. Satuan di bagian atas ini sering
disebut sebagai Anggota Ngrayong. Diendapkan pada laut terbuka agak
dalam sampai laut dangkal di bagian atas pada Miosen Tengah (N9-N13)
(Rahardjo & Wiyono, 1993, dalam Panduan Fieldtrip GMB 2006).
Formasi Tawun dimasa lalu disebut sebagai Lower OrbitoidenKalk (Lower OK) dan dimasukkan dalam apa yang disebut Rembang beds (Van
Bemmelen, 1949). Selanjutnya Koesoemadinata (1978) menamakannya sebagai
Anggota Tawun dari Formasi Tuban. Pada tahun 1983, Harsono menaikkan
status anggota ini menjadi Formasi (tabel III.1). Menurut Harsono
Formasi
Tawun
ini
tersusun
oleh
perselingan
antara gypsiferous
carbonaceous shale dengan struktur gelembur arus, serta batu gamping
yang
kaya
akan
foraminifera
besar
golongan Orbitoidae seperiLepidocyclina.
Singkapan yang dijumpai merupakan bagian teratas dari Formasi ini,
tersusun oleh batulempung abu-abu kehijauan dengan sisipan batugamping
dan batupasir. Didaerah sekitar desa Ngampel terdapat singkapan dari
Formasi ini setebal 30 m. Perlapisannya mengandung fosil foraminifera
plangtonik yang menunjukkan umur N 8 (Akhir Miosen Awal) berupa
kumpulan spesies : Globigerinoides diminutus, Pareorbulina transtoria
dan
Globigerinoides
sicanus.
Sedangkan
kandungan
foraminifera
bentoniknya menunjukkan bahwa Formasi ini diendapkan pada kondisi laut
sangat dangkal pada kondisi penguapan yang sangat tinggi. Ke arah atas
litologi ini ditumpuki oleh batupasir merah hingga merah jambu, dengan
gejala struktur silang siur yang menjadi ciri dari batupasir Ngrayong.
Formasi Ngrayong
STRUKTUR GEOLOGI
Pulau jawa mempunyai dua macam konfigurasi struktur (structural
grains) yang berbeda. Di bagian utara tercirikan oleh kecendrungan
mengikuti arah timur-barat. Pola timurlautbaratdaya diduga mengikuti
konfigurasi basement. Basement-nya sendiri diduga merupakan bagian dari
kerak benua yang berumur Pre Tersier, tersusun oleh mlange, ofiolit
dan bagian dari jenis kerak benua lain. Pola struktur yang berarah
timurbarat ini sesuai dengan busur volkanik Tersier yang juga berarah
timurbarat (Hamilton, 1978). Cekungan Jawa Timur, dimana Kendeng dan
Rembang
terletak,
kemungkinan
terletak
pada
kerak
perantara
(intermediate crust) dari kelompok mlange yang berangsur berubah
menjadi kerak samudra, yang mungkin terdapat pada penghujung timur dari
cekungan ini.
Pada bagian barat cekungan Jawa Timur nampak adanya kecendrungan arah
morfologi dan struktur timurbarat (gambar IV.1). Hal ini dapat
dibandingkan dengan cekungan selatan (Southern Basin). Daratan tersebut
mencakup zona Rembang dan Zona Kendeng serta kelanjutannya, yang
dibagian utara dibatasi oleh tinggian Kujung-KangeanMaduraSepanjang
yang terbentuk sebagai akibat sesar geser (wrench related). Ke arah
selatan zona ini dibatasi oleh jalur gunung api kuarter. Cekungan ini
kemungkinan terbentuk sejak Eosen hingga akhir Oligosen oleh suatu
tektonik
ekstensional,yang
kemudian
diikuti
oleh
fase
tektonik inverse sejak awal Miosen hingga Holosen. Pada fase inversi
ini dibagian utara dari cekungan ini mengalami pengangkatan (zona
Rembang) sedangkan pada bagian selatannya masih berupa cekungan laut
dalam (zona Kendeng).
Dalam kerangka tektonik regional maka proses pembentukan struktur
Tersier di Pulau Jawa dapat dibagi menjadi 3 periode :
1. Paleogen
Extension
2. Neogen
Compressional
3. Plio Pleistocene Compressing Thrust Folding
Rifting
Wrenching
post
rift sehingga terbentuk cekungan laut dangkal. Cekungan ini mulai
stabil pada saat terendapkannya formasi Kujung yang berupa batugamping.
Pada fase ini gaya yang bekerja dominannya adalah gaya ekstensional.
Cekungan ini berupa fore arc basin
2. Fase yang kedua terjadi pada oligocen tengah sampai miosen akhir. Pada
waktu ini penunjaman lempeng hidia ke pulau Jawa yang oblique.
Penunjaman yang oblique ini membentuk struktur lipatan dan sesar yang
berarah timur laut barat daya (pola meratus). Pada fase ini rembang
masih berupa fore arc basin dan telah memasuki fase sagging inverse.
Pada waktu inilah terendapkan formasi Prupuh, Tawun, Ngrayong, Bulu,
Wonocolo, dan Ledok. Kedudukan muka air laut pada kala ini relative
regresi sehingga menyebabkan pola progadasional yang menyebabkan
perebahan facies secara lateral kearah darat ke arah utara. Hal ini
dibuktikan dengan adanya perubahan facies dari batugamping (formasi
Prupuh) ke batupasir, batulempung yang kaya mineral Glaukonit (formasi
Ngrayong dan ledok). Batupasir ini kemungkinan diendapkan di lingkungan
delta.
3. Fase yang ketiga terjadi pada Miosen akhir sampai pleistocen awal. Pada
fase ini terjadi transgresi air laut yang menyebabkan kenaikan muka air
laut secara relative yang mengendapkan formasi Mundu, Paciran,
Selorejo, dan Lidah. Pada fase ini rembang masih berupa fore arc basin.
Memasuki pengendapan formasi Pacerain dan selorejo terjadi regresi muka
air laut sehingga terjadi perubahan lingkungan pengendapan lagi dari
laut dalam (bathial) ke laut dangkal (neritik tengah).
4. Fase yang keempat terjadi pada Pleistocene akhir Holosen. Pada fase
ini penunjaman lempeng Hindia sudah tegak lurus dengan pulau jawa
sehingga terbentuklah lipatan, sesar, dan struktur-struktur geologinya
lainnya yang berarah timur-barat. Penunjaman ini juga menyebabkan
Jura
fosil indeks yang sangat berharga untuk sistem Jaman Kapur. Pada Jaman
Kapur ini, hadir ikan teleost. Ciri cirinya adalah ekor yang simetri,
relaif melonjong, gigi yang pendek yang disesuaikan untuk mencari
makanan. Ikan di jaman sekarang yang hampir sama antara lain ikan
salmon, dan piranha amerika selatan. Ikan Hiu Jaman Kapur mempunyai
bentukan
yang
sama
dengan
sekarang.
Reptil
laut
yang
ada
seperti Plesiosaurus yang
berkembang
pada
Jaman
Kapur
akhir.
Ada mossasurus, sebagai hewan laut yang dapat tumbuh memanjang hingga
15
meter.
Terdapat
fosil
yang
menunjukkan mossasurus menyerang
ammonoids. Ada Hesperornis, sebagai burung penyelam, mempunyai ciri
ciri kaki lebar dan bersayap kecil yang disesuaikan untuk berenang.
Kura kura laut juga ada selama Jaman Kapur ini, sering disebut
dengan Archelon.(Stanley, 1986).
Kehidupan di dasar laut, merupakan kelanjutan dari kehidupan pada
Jaman Jura. Kebanyakan adalah koral atau heksa koral. Organisme
tersebut ada yang masih bertahan hingga masa kini. Beberapa di
antaranya
foraminifera Alabamina,Anomalinoides, Pleurostomella,
Fissoelphidium, dan Siphogeneroides. Bryozoa yang hadir pada umumnya
adalah cheilostomes, di
antaranya
ada Rhiniopora danOnychocella.
Organisme ini berasal dari Jaman Jura, mengalami perkembangan yang
pesat pada Jaman Kapur ini. Moluska kelas gastropoda yang muncul
adalahNeogastropoda atau "new snails. Organisme ini memunculkan famili
dan genus yang baru. Hewan ini karnivora dengan makanannya berupa
cacing, bivalvia, dan snail yang lainnya. Terdapat pula Sea Grass, yang
bukan merupakan rumput yang sebenarnya seperti pada era kenozoik,
tetapi seperti tanaman berumput yang menyelimuti dasar samudera dan
terbentuk selama Jaman Kapur ini. Di antara bivalvia yang hidup di
permukaan substratum, terdapat rudist sebagai organisme yang istimewa
karena hidupnya seperti koral, pembentuk karang daerah tropis.
Pembentuknya berupa heksa koral dan alga coralin. Kehadiran rudist ini
dapat mengasumsikan bahwa keadaan yang dominan pada Jaman Kapur berupa
pertumbuhan karang di daerah tropis. Hampir semua karang yang berada
pada lingkungan shallow didominasi oleh rudist.Pertumbuhannya cepat,
seperti
koral
pembentuk
terumbu.
Kepunahannya
seperti
punahnya
dinosaurus pada akhir Jaman Kapur.(Stanley, 1986).
Pelecypoda jenis rudist yang membentuk terumbu pada Jaman Kapur
berkembang pesat dan menggeser kedudukan koral. Rudist tersebut antara
lain Monopleura,Hippurites, dan Durania. Bentuk umum ketiganya hampir
sama, yaitu relatis mengkerucut ke arah bawah. (Mintz, 1981 hal.477)
Pada awal Jaman Kapur, keberadaan dari fauna invertebrata tidak
banyak diketahui. Tetapi dari fosil yang tersedia, menunjukkan
keberlanjutan
dari
dinosaurus.reptil
reptil
ini
mempunyai
ukuran/bentuk
tubuh
yang
besar,
lebih
besar
dari
ukuran
manusia.Dinosaurus
karnivora
yang
hadir
KESIMPULAN