PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan) merupakan kanker
terganas nomor 4 setelah kanker rahim, payudara dan kulit. Sayangnya, banyak orang
yang tidak menyadari gejala kanker ini, karena gejalanya hanya seperti gejala flu biasa.
Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang ras mongoloid, yaitu penduduk
Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India.
Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga
merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang
disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian
atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT, kepala serta
leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring.
Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher,
dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan
diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau
adanya keluarga yang menderita kanker ini.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Ca Nasofaring?
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan ca nasofaring
b. Tujuan Khusus
1 | page
nasofaring
Mengetahui implementasi pada klien dengan penyakit karsinoma nasofaring
Mengetahui intervensi keperawatan pada klien dengan penyakit karsinoma
nasofaring
Mengetahui perencanaan pulang pada klien dengan penyakit karsinoma
nasofaring
D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami konsep teori dan konsep dasar keperwatan pada
klien dengan gangguan ca Nasofaring sehingga menunjang pembelajaran mata
kuliah persepsi sensori.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
KONSEP MEDIS
1. Anatomi fisiologi sistem respirasi
a) Anatomi
2 | page
1. Hidung
Hidung terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, dan ujung rongga hidung. Rongga hidung
banyak memiliki kapiler darah, dan selalu lembap dengan adanya lendir yang dihasilkan oleh
mukosa. Didalam hidung udara disaring dari benda-benda asing yang tidak berupa gas agar tidak
masuk ke paru-paru. Selain itu udara juga disesuaikan suhunya agar sesuai dengan suhu tubuh.
2. Faring
Faring merupakan ruang dibelakang rongga hidung, yang merupakan jalan masuknya udara dsri
ronggs hidung. Pada ruang tersebut terdapat klep (epiglotis) yang bertugas mengatur pergantian
perjalanan udara pernafasan dan makanan.
3. Laring
Laring/pangkal batang tenggorokan / kotak suara. Laring terdiri atas tulang rawan, yaitu jakun,
epiglotis, (tulang rawan penutup) dan tulang rawan trikoid (cincin stempel) yang letaknya paling
bawah. Pita suara terletak di dinding laring bagian dalam.
4. Trakhea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan pita yang tersusun atas otot polos dan tulang rawan
yang berbentuk hurup C pada jarak yang sangat teratur. Dinding trakea tersusun atas tiga lapisan
jaringan epitel yang dapat menghasilkan lendir yang berguna untuk menangkap dan
mengembalikan benda-benda asing ke hulu saluran pernafasan sebelum masuk ke paru-paru
bersama udara penafasan.
5. Bronkus
Merupakan cabang batang tenggorokan yang jumlahnya sepasang, yang satu menuju ke paru-paru
kiri dan yang satunya menuju paru-paru kanan. Dinding bronkus terdiri atas lapisan jaringan ikat,
lapisan jaringan epitel, otot polos dan cincin tulang rawan. Kedudukan bronkus yang menuju
3 | page
kekiri lebih mendatar dari pada ke kanan. Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa paru-paru
kanan lebih mudah terserang penyakit
6. Bronkiolus
Bronkeolus merupakan cabang dari bronkus, dindingnya lebih tipis dan salurannya lebih tipis.
Bronkeolus bercabang-cabang menjadi bagian yang lebih halus.
7. Alveolus
Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa gelembung-gelembung udara. Dinding aleolus
sanat tipis setebal silapis sel, lembap dan berdekatan dengan kapiler- kapiler darah. Adanya
alveolus memungkinkan terjadinya luasnya daerah permukaan yang berperan penting dalam
pertukaran gas. Pada bagian alveolus inilah terjadi pertukaran gas-gas O2 dari udara bebas ke selsel darah, sedangkan perukaran CO2 dari sel-sel tubuh ke udara bebas terjadi.
8. Paru-paru
Paru-paru terletak dalam rongga dada dibatasi oleh otot dada dan tulang rusuk, pada bagian
bawah dibatasi oleh otot dafragma yang kuat. Paru-paru merupakan himpunana dari bronkeulus,
saccus alveolaris dan alveolus. Diantara selaput dan paru-paru terdapat cairan limfa yang
berfungsi untuk melindungi paru-paru pada saat mengembang dan mengempis. Mengembang dan
mengempisnya paru-paru disebabkan karena adanya perubahan tekana rongga dada.
Paru-paru kanan
o
berlobus tiga
Paru-paru kiri
o
berlobus dua
b) Fisiologi
Mekanisme Pernafasan Manusia.
Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
Pernafasan dada
Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar tulang rusuk. Otot
tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang berperan
dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang berfungsi
4 | page
menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang
rusuk luar berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada
bertanbah besar. Bertambah besarnya akan menybabkan tekanan dalam rongga dada lebih
kecil dari pada tekanan rongga dada luar. Karena tekanan uada kecil pada rongga dada
menyebabkan aliran udara mengalir dari luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini
disebut proses inspirasi
Sedangkan pada proses espirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang rusuk
kembali ke posisi semuladan menyebabkan tekanan udara didalam tubuh meningkat.
Sehingga udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong
ke luar tubuh, proses ini disebut espirasi.
Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot dinding
rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar. Hal itu
menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin
kecil. Penurunan tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga
udara mengalir masuk ke paru- paru(inspirasi).
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan
tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2
jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam.
Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus
dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi
antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara
dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada
lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih
besar maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan
pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam,
yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara
bersamaan.
5 | page
Ada tiga proses respirasi yaitu ventilasi, difusi, dan transportasi gas.
1. Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses
aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi
dan
mendorong dinding dada sedikit kearah luar akibatnya diafragma turun dan
otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi, diafragma dan otot-otot interkosta
eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, dan
udara terdorong keluar.
2. Difusi / Pertukaran gas pulmonal mencakup 2 proses yang independent,
pernapasan internal- pertukaran gas
pernapasan eksternal- pertukaran gas antara kapiler dalam tubuh dengan selsel tubuh. Kedua proses tersebut mencakup perpindahan gas melalui difusiperpindahan gas dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang
berkonsentrasi lebih rendah. Kecepatan perpindahan gas ini bergantung pada
konsentrasi atau pada tekanan yang dikeluarkan oleh gas ( tekanan parsial).
Secara umum udara yang kita hirup sebenarnya merupakan campuran yang
mengandung kira-kira 21% oksigen, 0,04% karbondioksida, dan 78%
nitrogen.
3. Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan
ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O 2 ke dalam sel darah
yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin
sebanyak 97 % dan sisa 3% yang di transportasikan ke dalam cairan plasma dan
sel.
2. Definisi
disebabkan
karena adanya
perkembangan sel kanker yang tidak terkontrol di bagian nasopharing. Namun pada
banyak kasus, nasopharing carsinoma disebabkan karena adanya faktor keturunan
(genetik).
Adapun
faktor
resiko
penyebab
adanya
kanker
nasopharing,
antara
lain:
Factor predisposisi
a. Jenis kelamin: laki-laki (kebiasaan mengkonsumsi ikan bakar dan ikan
asin)
b. Genetik : ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien karsinoma
nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain.
c. Umur : Lansia rentan terhadap penyakit akibat dari penurunan fungsi
organ.
Factor presipitasi :
a. Ikan asin : yaitu
4. Patofisiologi
Nasofaring terletak di belakang tabir langit-langit dan di bawah dasartengkorak.letak
yang demkian sulit untuk diperiksa oleh orang yang bukan ahli, sehingga sering kali tumor
ditemukan terlambat dan menyebabkan metastase ke leher.
Telah diketahui sejauh ini bahwa proses terjadinya penyakit kanker berlangsung
dalam tahapan tahapan yang disebut sebagai mekanisme karsinogenesis. Bermula dari
terjadinya defek atau kesalahan letak susunan DNA dalam sel manusia yang
mengakibatkan tidak terkontrolnya mekanisme pertumbuhan sel. Sel akan tumbuh tidak
7 | page
normal dan berlebihan. Berbagai faktor telah diketahui atau dicurigai sebagai penyebab
terjadinya kekacauan struktur ini. Antara lain disebutkan faktor makanan, seperti konsumsi
lemak yang terlalu tinggi, pola hidup, seperti perokok berat, faktor eksternal seperti sinar
ultraviolet dan sinar radioaktif, pajanan pada bahan kimia atau oleh virus. Berbagai
kekacauan struktur ini telah dapat diidentifikasi oleh para pakar, misalnya kelainan pada
struktur gen BRCA1 dan BRCA2 selalu diasosiasikan dengan kanker payudara atau indung
telur (ovarium), atau gen HLA A2B46 pada pasien kanker nasofaring. Perubahan genetik
ini mengakibatkan proliferasi sel sel kanker secara tidak terkontrol. Beberapa perubahan
genetik ini sebagian besar akibat mutasi, putusnya kromosom (chromosome breaks) dan
delesi pada sel sel somatik. Sebagian lagi bersifat diturunkan Adakalanya manifestasi
kanker ini memerlukan pula pemicu, terutama pada kelainan struktur gen yang diturunkan.
Adapun tingkatan dari kanker ini adalah:
1. Stadium 0: Sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa disebut dengan
nasopharynx in situ
2.
3. Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung.
Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.
4. Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher
5. Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.
Dari tingkatan-tingkatan inilah dokter dapat menentukan jenis pengobatan yang tepat
bagi penderita.
5. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah :
1.
Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 % pasien datang
berobat dengan gejala awal ini . Sewaktu menghisap dengan kuat sekret dari rongga
hidung atau nasofaring , bagian dorsal palatum mole bergesekan dengan permukaan
tumor , sehingga pembuluh darah di permukaan tumor robek dan menimbulkan epiktasis.
Yang ringan timbul epiktasis, yang berat dapat timbul hemoragi nasal masif.
8 | page
2. Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah hebat. Ini
disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.
3. Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor di resesus faringeus dan
di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi , menekan tuba eustaki, menyebabkan tekana
negatif di dalam kavum timpani , hingga terjadi otitis media transudatif . bagi pasien
dengan gejala ringan, tindakan dilatasi tuba eustaki dapat meredakan sementara.
Menurunnya kemmpuan pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya disertai rasa
penuh di dalam telinga.
4. Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio temporo parietal atau
oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor, infiltrasi saraf kranial atau os
basis kranial, juga mungkin karena infeksi lokal atau iritasi pembuluh darah yang
menyebabkan sefalgia reflektif.
5. Rudapaksa saraf kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi direk ke superior,
dapat mendestruksi silang basis kranial, atau melalui saluran atau celah alami kranial
masuk ke area petrosfenoid dari fosa media intrakanial (temasuk foramen sfenotik, apeks
petrosis os temporal, foramen ovale, dan area sinus spongiosus ) membuat saraf kranial
III, IV, V dn VI rudapaksa, manifestasinya berupa ptosis wajah bagian atas, paralisis otot
mata ( temasuk paralisis saraf abduksi tersendiri ), neuralgia trigeminal atau nyeri area
temporal akibat iritasi meningen ( sindrom fisura sfenoidal ), bila terdapat juga rudapaksa
saraf kranial II, disebut sindrom apeks orbital atau petrosfenoid.
6. Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah kelenjar limfe
kelompok profunda superior koli, tapi karena kelompok kelenjar limfe tersebut
permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid, dan benjolan tidak nyeri , maka pada
mulanya sulit diketahui. Ada sebagian pasien yang metastasis kelenjar limfenya pertama
kali muncul di regio untaian nervi aksesorius di segitiga koli posterior.
7. Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru, hati . metastasi
tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas. Manifestasi metastasis
tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri tekan setempat, lokasi tetap dan tidak berubahubah dan secara bertahap bertambah hebat. Pada fase ini tidak selalu terdapat perubahan
pada foto sinar X, bone-scan seluruh tubuh dapat membantu diagnosis. Metastasis hati ,
9 | page
paru dapat sangat tersembunyi , kadang ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin
dengan rongsen thorax , pemeriksaan hati dengan CT atau USG
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologik konvensional
Pada pemeriksaan radiologik konvensional foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan posisi Waters tampak massa jaringan lunak di daerah nasofaring.
Pada foto dasar tengkorak ditemukan destruksi atau erosi tulang di daerah fosa serebri
media.
2) Pemeriksaan tomografi komputer
Pemeriksaan yang paling dipercaya untuk menetapkan stadium tumor dan perluasan
tumor. Pada stadium dini terlihat adanya asimetri dari resesus lateralis, torus tubarius
dan dinding posterior nasofaring.
3)
Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal dll. Dapat mendeteksi kemungkinan adanya
metastase jauh. Pemeriksaan serum darah untuk mengukur kadar Ig A anti VCA, anti EA
dan lain-lain terhadap virus Epstein-Barr dapat dilakukan untuk memamstikan adanya
tumor, mendeteksi kekambuhan atau mendeteksi secara dini (Roezin, 2003).
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat dilakukan
dengan 2 cara (Roezin, 2004):
1) Mengambil biopsi dari hidung yaitu mengambil jaringan tumor tanpa melihat dengan
jelas tumornya. Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyelususri konka
inferior terus ke belakang dan diarahkan ke lateral.
2) Mengambil biopsi dari rongga mulut. Cara ini dilakukan dengan bantuan 2 buah kateter
nelaton yang masing-masing dimasukkan melalui hidung, lalu dikeluarkan melalui mulut
sehingga dapat menarik palatum mole ke depan. Kemudian dengan kaca tenggorok
dilihat daerah nasofaring. Setelah terlihat massa tumor dengan jelas dilakukan biopsi
yang terarah.
Bagian THT FKUI-RSCM dipakai stadium tumor (1992):
10 | p a g e
N0
M0
N0
M0
T1/T2/T3
N1
M0
Atau T3
N0
M0
T4
N0/N1
M0
Atau T1/T2/T3/T4
N2/N3
M0
Atau T1/T2/T3/T4
N0/N1/N2/N3
M1
Stadium II:
T2
Stadium III:
Stadium IV:
11 | p a g e
7. Penatalaksanaan Medis
Beberapa macam pengobatan untuk penderita nasopharing carsinoma, antara lain:
1. Terapi Radiasi
Terapi ini dapat merusak dengan cepat sel-sel kanker yang tumbuh. Terapi ini dilakukan
selama 5-7 minggu. Terapi ini digunakan untuk kanker pada tingkatan awal.
Efek samping dari terapi ini adalah: mulut terasa kering, kehilangan pendengaran dan
terapi ini memperbesar resiko timbulnya kanker pada lidah dan kanker tulang.
2. Kemoterapi
Merupakan terapi dengan menggunakan bantuan obat-obatan. Terapi ini bekerja dengan
cara mereduksi sel-sel kanker yang ada, namun adakalanya sel-sel yang sehat (tidak
terkena kanker) juga tereduksi.
Efek samping dari terapi ini adalah: rambut rontok, mual, lemas(seperti kehilangan
tenaga). Efek samping yang timbul tergantung pada jenis obat yang diberikan.
3. Pembedahan
Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengambil kelenjar getah bening yang telah
terkena kanker.
4. Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut, bila ada
infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi
leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali
setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan
radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi,
seroterapi, vaksin dan antivirus.
5.Terapi Biologis
Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.
6. Terapi Herbal TCM
Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi radiokemoterapi ,
fuzhengguben ( menunjang, memantapkan ketahanan tubuh) , kasus stadium lanjut
tertentu yang tidak dapat diradioterapi atau kemoterapi masih dapat dipertimbangkan
hanya diterapi sindromnya dengan TCM. Efek herba TCM dalam membasmi langsung
sel kanker dewasa ini masih dalam penelitian lebih lanjut.
12 | p a g e
8. Komplikasi
Komplikasi akut yang dapat terjadi adalah:
1) Mukositis : Mukositis oral merupakan inflamasi pada mukosa mulut berupa eritema dan
adanya ulser yang biasanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan terapi kanker.
Biasanya pasien mengeluhkan rasa sakit pada mulutnya dan dapat mempengaruhi nutrisi
serta kualitas hidup pasien.
2) Kandidiasis : Pasien radioterapi sangat mudah terjadi infeksi opurtunistik berupa
kandidiasis oral yang disebabkan oleh jamur yaitu Candida albicans. Infeksi kandida
ditemukan sebanyak 17-29% pada pasien yang menerima radioterapi.
3) Dysgeusia adalah respon awal berupa hilangnya rasa pengecapan, dimana salah satunya
dapat disebabkan oleh terapi radiasi.
4) Xerostomia : Xerostomia atau mulut kering dikeluhkan sebanyak 80% pasien yang
menerima radioterapi. Xerostomia juga dikeluhkan sampai radioterapi telah selesai
dengan rata-rata 251 hari setelah radioterapi. Bahkan tetap dikeluhkan setelah 12-18
bulan setelah radioterapi tergantung pada dosis yang diterima kelenjar saliva dan volume
jaringan kelenjar yang menerima radiasi.
Komplikasi kronis adalah:
1) Karies gigi : Karies gigi dapat terjadi pada pasien yang menerima radioterapi. Karies gigi
akibat paparan radiasi atau yang sering disebut dengan karies radiasi adalah bentuk yang
paling destruktif dari karies gigi, dimana mempunyai onset dan progresi yang cepat.
Karies gigi biasanya terbentuk dan berkembang pada 3-6 bulan setelah terapi radiasi dan
mengalami kerusakan yang lengkap pada semua gigi pada periode 3-5 tahun.
2) Osteoradionekrosis : Osteoradionekrosis (ORN) merupakan efek kronis yang penting
pada radioterapi. Osteoradionekrosis adalah nekrose iskemik tulang yang disebabkan oleh
radiasi yang menyebabkan rasa sakit karena kehilangan banyak struktur tulang.
3) Nekrose pada jaringan lunak : Komplikasi oral kronis lain yang dapat terjadi adalah
nekrose pada jaringan lunak, dimana 95% kasus dari osteoradionekrosis berhubungan
dengan nekrose pada jaringan lunak. Nekrose jaringan lunak didefinisikan sebagai ulser
yang terdapat pada jaringan yang terradiasi, tanpa adanya proses keganasan (maligna).
13 | p a g e
Evaluasi secara teratur penting dilakukan sampai nekrose berkurang, karena tidak ada
kemungkinan terjadinya kekambuhan. Timbulnya nekrose pada jaringan lunak ini
berhubungan dengan dosis, waktu, dan volume kelenjar yang terradiasi.
Reaksi akut terjadi selama terapi dan biasanya bersifat reversibel, sedangkan reaksi yang
bersifat kronis biasanya terjadi menahun dan bersifat irreversibel.
4) Gagal napas dapat terjadi karena adanya metastase dari tumor nasofaring sampai pada
trakea sehingga terjadi sumbatan total pada trakea, transportasi oksigen menjadi
terhambat, jika hal ini terus dibiarkan maka dapat mengakibatkan gagal napas.
5) Peningkatan tekanan intrakranial, dapat terjadi ketika metastase tomor sudah mencapai
lapisan otak, dan menekan/menyesak duramater otak sehingga merangsang peningkatan
tekanan intra kranial.
barr
virus,
makanan
yang
mengandung
pengawet
14 | p a g e
Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin,
perubahan bising usus, distensi abdomen. Biasanya klien tidak mengalami gangguan
eliminasi.
4. Pola aktivas latihan
Kaji bagaimana klien menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya klien mengalami
kelemahan atau keletihan akibat progresivitas tumor.
Stadium pertama dan dua : Sesak nafas,
Stadium tiga
: Tidak bisa menggerakan kepala.
Stadium empat
: Sakit kepala, hambatan mobilisasi.
5. Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien tidur dalam
sehari? Biasanya klien mengalami perubahan pada pola istirahat. Adanya faktor-faktor
yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
6. Pola kognitif persepsi
Kaji
tingkat
kesadaran
klien,
apakah
klien
mengalami
gangguan
8.
15 | p a g e
Biasanya klien lebih sering tidak mau berinteraksi dengan orang lain. Malu berinteraksi,
takut merepotkan orang lain, dan keluarga sangat berperan dalam proses penyembuhan
pasien.
9.
II.
III.
Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d terdapat benda asing di jalan nafas.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri menelan
3) Nyeri akut b/d agen-agen penyebab cidera
4) Ansietas b/d ancaman kematian.
5) Defisiensi pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.
6) Gangguan pertukan gas b/d perubahan membrane kapiler-alveolar
7) Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi
8) Gangguan presepsi sensori pendengaran b/d perubahan resepsi, transmisi, dan/
integrasi sensori
9) Resiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun
10) Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular.
11) Resiko kerusakan integritas kulit b/d factor mekanik (mis: terpotong, terkena
tekanan dan akibat restrain)
12) Resiko cedera b/d disfungsi sensori.
13) Hambatan komunikasi verbal b/d defek anatomis pita suara.
16 | p a g e
I.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d terdapat benda asing di jalan nafas.
Data subyektif:
-
Data obyektif:
-
Sesak nafas
Atur posisi pasien dengan bagian kepala Memungkinkan untuk pengembangan maksimal
tempat tidur dtitinggikan 450.
rongga dada.
Penghisapan
nasofaring
mengeluarkan sekret.
II.
Kadang-kadang mual
Data obyektif:
-
BB menurun
Kulit kering
17 | p a g e
Tampak lemas.
Intervensi
Rasional
Pantau kandungan nutrisi dan kaloriU Untuk mengetahui tentang keadaan dan
kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
pada catatan asupan
diberikan tindakan dan pengaturan diet yang
adekuat.
Anjurkan pasien untuk mematuhi diet Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah
komplikasi
terjadinya
yang telah diprogramkan.
hipoglikemia/hiperglikemia.
Berikan pasien minuman dan kudapan Untuk memenuhi kebutuhan asupan kalori
bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang adekuat.
yang siap dikonsumsi
Ubah posisi pasien semi Fowler atau Untuk memudahkan menelan dan untuk
mencegah aspirasi.
Fowler tinggi.
Konsultasikan pada ahli gizi untuk Metode makan dan kebutuhan kalori
memeberikan makanan yang mudah didasarkan pada situasi/kebutuhan individu
unutk memberikan nutrisi maksimal dnegan
dicerna, secara nutrisi seimbang.
upaya minimal pasien/penggunaan energi.
18 | p a g e
Mengetahui
apakah
pasien
telah
melaksanakan program diet yang ditetapkan.
III.
Data obyektif:
-
Perilaku berhati-hati
Intervensi
Rasional
Minta pasien untuk menilai nyeri Informasi memberikan data dasar untuk
kebutuhan/keefektifan
atau ketidaknyamanan pada skala 0 mengevaluasi
intervensi
sampai 10.
Ajarkan
relaksasi.
penggunaan
IV.
19 | p a g e
DO:
Gelisah
Wajah tegang
Rasional
Memberikan informasi yang perlu untuk
memilih intervensi yang tepat.
V.
Rasional
Mempermudah proses
pembelajaran/penyuluhan prosedur terapi yang
diberikan.
VI.
Rasional
Berguna dalam evaluasi derajat distress
pernafasan dan/ atau kronisnya proses
penyakit.
21 | p a g e
penyelamatan hidup.
VII.
Napas dalam
Pernapasan cuping hidung
Tampak sesak napas
Intervensi
Selidiki etiologi gagal pernafasan
Rasional
Pemahan penyebab masalah pernafasan
penting untuk perawatan pasien contoh:
keputusan tentang kemampuan pasien yang
akan datang/kebutuhan ventilasi dan tipe
paling tepat dukungan ventilator.
22 | p a g e
VIII.
Gangguan presepsi sensori pendengaran b/d perubahan resepsi, transmisi, dan/ integrasi
sensori
DS:
Distorsi sensori
DO:
IX.
Intervensi
Tentukan ketajaman pendengaran, apakah
satu atau dua telinga terlibat .
Rasional
Mengetahui perubahan dari hal-hal yang
merupakan kebiasaan pasien .
23 | p a g e
Rasional
X.
Rasional
XI.
sebagai sumber
kerusakan integritas kulit b/d factor mekanik (mis: terpotong, terkena tekanan dan akibat
restrain)
DS:
DO:
kerusakan pada permukaan kulit (epidermis)
invasi struktur tubuh
NOC:menunjukkan penyembuhan luka
XII.
Intervensi
Kaji warana kulit/suhu dan engisian kapiler
paad area operasi dan tandur kulit
Rasional
Kulit harus berwarna merah muda atau mirip
dengan warna kulit sekitarnya.
Mencegah/mengontrol infeksi.
25 | p a g e
Rasional
Agar pasien dapat berjalan dengan seimbang
dan mampu berjalan tanpa bantuan.
XIII.
Rasional
.untuk mengetahui tingat kemampuan dan
ketidakmampuan pasien dalam
berkomunikasi.
26 | p a g e
bantu dengar.
1. Discharge Planning
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum kembali ke
rumah yaitu :
1) Memberi pengertian tentang penyakit kangker Nasofaring
2) Memberi informasi/penyuluhan untuk tetap memperhatikan keadekuatan asupan
nutrisi.
3) Menjelaskan tentang penyebab penyakit
4) Memanifestasi klinik yang dapat ditanggulangi atau diketahui oleh klien dan
keluarga.
5) Menjelaskan tentang penatalaksanaan yang dapat klien dan keluarga lakukan.
6) Klien dan keluarga dapat pergi ke rumah sakit atau puskesmas terdekat apabila ada
gejala yang memberatkan penyakitnya.
7) Keluarga harus mendorong atau memberikan dukungan pada pasien dalam menaati
program pemulihan kesehatan.
8) kontrol diri
9) kontrol aktivitas.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Kasus
Seorang laki-laki berusia 58 tahun, datang berobat kedokter dengan keluhan benjolan
dileher sebelah kiri, suara serak, mimisan , hidung tersumbat dan sakit kepala selama
6 bulan yang lalu. Kemudian dokter melakukan pemeriksaan dan diduga adanya
27 | p a g e
Usia 58 tahun
Benjolan disebalah kiri
Suara serak
Mimisan
Hidung tersumbat
Sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu
Pemeriksaan PA
Pemeriksaan serologi secara PCR
Peningkatan titer antibody terhadap EBV
Kebiasaan mengkonsumsi ikan asin, ikan bakar, dan produk awetan lainnya.
o
o
o
o
Usia 58 tahun
Daya tahan tubuh menurun
Penurunan fungsi organ tubuh
Tidak memperhatikan kesehatannya
Pola makan yang sering mengkonsumsi bahan awetan/kimia
o
o
o
28 | p a g e
Suara serak
Adanya poli pada pita suara
Peradangan pada pita suara/laringitis
Desakan karsinoma/tumor
Mimisan
o Pecahnya pembuluh darah akibat rupturnyan pada pembuluh darah di hidung
o Adanya luka pada lapisan mukosa hidung
Hidung tersumbat
o Terdapat sumbatan rongga hidung akibat adanya benda asing dimasukkan
kedalam hidung.
o Terdapat polip/tumor pada hidung
o disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.
Pemeriksaan PA
o Spesialisasi medis yang berhubungan/berurusan dengan dignosis penyakit
berdasarkan pada pemeriksaan kasar, mikroskopik. dan molekur atas organ,
jaringan, sel.
PCR
PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di dalam cairan
tubuh, contohnya cairan serebrospina.
Peningkatan titer antibody terhadap EBV
Virus EBV (Eibstain Barr Virus) dikaitkan dengan perkembangan KNF.
Kebiasaan mengkonsumsi ikan asin, ikan bakar, dan produk awetan lainnya.
Ikan asin mengandung nitrosamin yang merupakan karsinogen (zat pemicu
kanker).
29 | p a g e
Keadaan sebelum sakit : Pasien mempunyai kebiasaan mengkomsumsi ikan asin, ikan
bakar, dan produk awetan lainnya.
Riwayat penyakit saat ini :
a. Keluhan utama : Sakit kepala.
b. Riwayat keluhan utama : pasien mengeluh sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu yang
terasa memberat hingga sekarang disertai dengan benjolan dileher sebelah kiri, suara
sesak, mimisan, hidung tersumbat.
b) Pola nutrisi dan metabolik
a. Keadaan sebelum sakit : Tidak ada masalah dalam mengkomsumsi makanan. Pasien
suka mengkomsumsi makanan ikan asin, ikan bakar dan produk awetan lainnya.
b. Keadaan saat sakit: Pasien mengurangi mengkomsumsi makanan yang mengandung
bahan awetan.
c) Pola eliminasi
a. Keadaan sebelum sakit : Tidak ada masalah dalam eliminasi baik BAB maupun BAK
dan pasien tidak menggunakan alat bantu dalam pola eliminasi.
b. Keadaan saat sakit : Pasien mengalami penyakit diare.
d) Pola aktifitas
a. Keadaan sebelum sakit : Tidak ada masalah dalam aktifitas dan pasien cuma
merasakan sering sakit kepala jika terlalu banyak beraktifitas.
b. Keadaan saat sakit : Sulit dalam beraktifitas kerena pasien mengalami adanya
benjolan dileher sebelah kiri, suara serak, mimisan, hidung tersumbat dan sering sakit
kepala yang membuat pasien kurang mampu untuk beraktifitas terlalu banyak.
e) Pola tidur dan istirahat
a. Keadaan sebelum sakit : Pasien mudah tidur dengan kebiasaan tidur rutin 2 jam tidur
siang dan 8 jam tidur malam, namun untuk tidur malam mengalami ketidak beraturan
b. Keadaan saat sakit : Pasien mengalami kesulitan dalam tidur siang dan tidur malam
karena pasian merasa sakit pada leher sebelah kiri, hidung tersumbat mimisin. Pasien
mengatakan semenjak di rawat di RS pasien mulai bisa tidur dengan nyenyak.
f) Pola peran- hubungan
a. Keadaan sebelum sakit : Pasein tidak mengalami masalah dalam peran hungunan
dangan orang lain. Hubungan pasien dengan kelurga, pasein sangat dekat dengan
keluarganya.
b. Keadaan saat sakit : Pasien mengalami penurunan peran hungunan . Keluarga pasien
membantu klien dalam pemenuhan kebutuhannya
E. Analisa Data dan Rencana Keperawatan
30 | p a g e
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d terdapat benda asing di jalan nafas.
Data subyektif:
-
Data obyektif:
-
Sesak nafas
Nampak kebiruan
Suara serak
Atur posisi pasien dengan bagian kepala Memungkinkan untuk pengembangan maksimal
tempat tidur dtitinggikan 450.
rongga dada.
Penghisapan
nasofaring
mengeluarkan sekret.
2.
Kadang-kadang mual
31 | p a g e
Data obyektif:
-
BB menurun
Kulit kering
Tampak lemas.
3.
Rasional
Pantau kandungan nutrisi dan kaloriU Untuk mengetahui tentang keadaan dan
kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
pada catatan asupan
diberikan tindakan dan pengaturan diet yang
adekuat.
Anjurkan pasien untuk mematuhi diet Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah
komplikasi
terjadinya
yang telah diprogramkan.
hipoglikemia/hiperglikemia.
Berikan pasien minuman dan kudapan Untuk memenuhi kebutuhan asupan kalori
bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang adekuat.
yang siap dikonsumsi
Ubah posisi pasien semi Fowler atau Untuk memudahkan menelan dan untuk
mencegah aspirasi.
Fowler tinggi.
Konsultasikan pada ahli gizi untuk Metode makan dan kebutuhan kalori
memeberikan makanan yang mudah didasarkan pada situasi/kebutuhan individu
unutk memberikan nutrisi maksimal dnegan
dicerna, secara nutrisi seimbang.
upaya minimal pasien/penggunaan energi.
Mengetahui
apakah
pasien
telah
melaksanakan program diet yang ditetapkan.
Data obyektif:
-
Perilaku berhati-hati
Intervensi
Rasional
Minta pasien untuk menilai nyeri Informasi memberikan data dasar untuk
kebutuhan/keefektifan
atau ketidaknyamanan pada skala 0 mengevaluasi
intervensi
sampai 10.
Ajarkan
relaksasi.
penggunaan
4.
33 | p a g e
Gelisah
Wajah tegang
Rasional
Memberikan informasi yang perlu untuk
memilih intervensi yang tepat.
5.
Rasional
Memberikan informasi yang perlu untuk
memilih intervensi yang tepat.
Mempermudah proses
pembelajaran/penyuluhan prosedur terapi yang
diberikan.
Terdapat stresor yang berlebihan dan mungkin
disertai dengan pengetahuan yang terebatas.
Salah konsep kadang tak dapat dihindari,
namun ketidakberhasilan untuk menggali dan
memperbaikinya dapat mengakibatkan
kegagalan pasien mencapai kemajuan
kesehatan.
Membantu pasien untuk lebih mudah
memperoleh informasi dan memahami
mengenai masalah kesehatannya.
Meningkatkan kenyamanan dan mengurangi
stresor sehingga pemahaman informasi lebih
akurat.
Memfasilitasi kemampuan pasien mengikuti
program terapi.
35 | p a g e