Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan) merupakan kanker
terganas nomor 4 setelah kanker rahim, payudara dan kulit. Sayangnya, banyak orang
yang tidak menyadari gejala kanker ini, karena gejalanya hanya seperti gejala flu biasa.
Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang ras mongoloid, yaitu penduduk
Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India.
Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga
merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang
disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian
atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT, kepala serta
leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring.
Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher,
dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan
diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau
adanya keluarga yang menderita kanker ini.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Ca Nasofaring?

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan ca nasofaring
b. Tujuan Khusus

1 | page

Mengetahui defenisi dari karsinoma nasofaring


Mengetahui etiologi dari karsinoma nasofaring
Mengetahui manifestasi klinik dari karsinoma nasofaring
Mengetahui patofisiologi dari karsinoma nasofaring
Mengetahui patwodiagram dari karsinoma nasofaring
Mengetahui komplikasi dari karsinoma nasofaring
Mengetahui pemeriksaan fisik dari karsinoma nasofaring
Mengetahui penatalaksanaan dari karsinoma nasofaring
Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari karsinoma nasofaring

Mengetahui diagnosa keperawatan pada klien dengan penyakit karsinoma

nasofaring
Mengetahui implementasi pada klien dengan penyakit karsinoma nasofaring
Mengetahui intervensi keperawatan pada klien dengan penyakit karsinoma

nasofaring
Mengetahui perencanaan pulang pada klien dengan penyakit karsinoma
nasofaring

D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami konsep teori dan konsep dasar keperwatan pada
klien dengan gangguan ca Nasofaring sehingga menunjang pembelajaran mata
kuliah persepsi sensori.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A.

KONSEP MEDIS
1. Anatomi fisiologi sistem respirasi
a) Anatomi

2 | page

1. Hidung
Hidung terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, dan ujung rongga hidung. Rongga hidung
banyak memiliki kapiler darah, dan selalu lembap dengan adanya lendir yang dihasilkan oleh
mukosa. Didalam hidung udara disaring dari benda-benda asing yang tidak berupa gas agar tidak
masuk ke paru-paru. Selain itu udara juga disesuaikan suhunya agar sesuai dengan suhu tubuh.
2. Faring
Faring merupakan ruang dibelakang rongga hidung, yang merupakan jalan masuknya udara dsri
ronggs hidung. Pada ruang tersebut terdapat klep (epiglotis) yang bertugas mengatur pergantian
perjalanan udara pernafasan dan makanan.
3. Laring
Laring/pangkal batang tenggorokan / kotak suara. Laring terdiri atas tulang rawan, yaitu jakun,
epiglotis, (tulang rawan penutup) dan tulang rawan trikoid (cincin stempel) yang letaknya paling
bawah. Pita suara terletak di dinding laring bagian dalam.
4. Trakhea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan pita yang tersusun atas otot polos dan tulang rawan
yang berbentuk hurup C pada jarak yang sangat teratur. Dinding trakea tersusun atas tiga lapisan
jaringan epitel yang dapat menghasilkan lendir yang berguna untuk menangkap dan
mengembalikan benda-benda asing ke hulu saluran pernafasan sebelum masuk ke paru-paru
bersama udara penafasan.
5. Bronkus
Merupakan cabang batang tenggorokan yang jumlahnya sepasang, yang satu menuju ke paru-paru
kiri dan yang satunya menuju paru-paru kanan. Dinding bronkus terdiri atas lapisan jaringan ikat,
lapisan jaringan epitel, otot polos dan cincin tulang rawan. Kedudukan bronkus yang menuju
3 | page

kekiri lebih mendatar dari pada ke kanan. Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa paru-paru
kanan lebih mudah terserang penyakit
6. Bronkiolus
Bronkeolus merupakan cabang dari bronkus, dindingnya lebih tipis dan salurannya lebih tipis.
Bronkeolus bercabang-cabang menjadi bagian yang lebih halus.
7. Alveolus
Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa gelembung-gelembung udara. Dinding aleolus
sanat tipis setebal silapis sel, lembap dan berdekatan dengan kapiler- kapiler darah. Adanya
alveolus memungkinkan terjadinya luasnya daerah permukaan yang berperan penting dalam
pertukaran gas. Pada bagian alveolus inilah terjadi pertukaran gas-gas O2 dari udara bebas ke selsel darah, sedangkan perukaran CO2 dari sel-sel tubuh ke udara bebas terjadi.
8. Paru-paru
Paru-paru terletak dalam rongga dada dibatasi oleh otot dada dan tulang rusuk, pada bagian
bawah dibatasi oleh otot dafragma yang kuat. Paru-paru merupakan himpunana dari bronkeulus,
saccus alveolaris dan alveolus. Diantara selaput dan paru-paru terdapat cairan limfa yang
berfungsi untuk melindungi paru-paru pada saat mengembang dan mengempis. Mengembang dan
mengempisnya paru-paru disebabkan karena adanya perubahan tekana rongga dada.
Paru-paru kanan
o

berlobus tiga

Bronkus kanan bercabang tiga

Paru-paru kiri
o

berlobus dua

Bronkuis kiri bercabang dua

Posisinya lebih mendatar

Dibungkus oleh lapisanpleura yang berfungsi menghindari gesekan saat bernafas

b) Fisiologi
Mekanisme Pernafasan Manusia.
Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
Pernafasan dada
Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar tulang rusuk. Otot
tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang berperan
dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang berfungsi
4 | page

menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang
rusuk luar berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada
bertanbah besar. Bertambah besarnya akan menybabkan tekanan dalam rongga dada lebih
kecil dari pada tekanan rongga dada luar. Karena tekanan uada kecil pada rongga dada
menyebabkan aliran udara mengalir dari luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini
disebut proses inspirasi
Sedangkan pada proses espirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang rusuk
kembali ke posisi semuladan menyebabkan tekanan udara didalam tubuh meningkat.
Sehingga udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong
ke luar tubuh, proses ini disebut espirasi.
Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot dinding
rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar. Hal itu
menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin
kecil. Penurunan tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga
udara mengalir masuk ke paru- paru(inspirasi).
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan
tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2
jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam.
Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus
dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi
antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara
dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada
lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih
besar maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan
pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam,
yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara
bersamaan.
5 | page

Ada tiga proses respirasi yaitu ventilasi, difusi, dan transportasi gas.
1. Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses
aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi

dan

mendorong dinding dada sedikit kearah luar akibatnya diafragma turun dan
otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi, diafragma dan otot-otot interkosta
eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, dan
udara terdorong keluar.
2. Difusi / Pertukaran gas pulmonal mencakup 2 proses yang independent,
pernapasan internal- pertukaran gas

antara alveoli dengan aliran darah dan

pernapasan eksternal- pertukaran gas antara kapiler dalam tubuh dengan selsel tubuh. Kedua proses tersebut mencakup perpindahan gas melalui difusiperpindahan gas dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang
berkonsentrasi lebih rendah. Kecepatan perpindahan gas ini bergantung pada
konsentrasi atau pada tekanan yang dikeluarkan oleh gas ( tekanan parsial).
Secara umum udara yang kita hirup sebenarnya merupakan campuran yang
mengandung kira-kira 21% oksigen, 0,04% karbondioksida, dan 78%
nitrogen.
3. Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan
ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O 2 ke dalam sel darah
yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin
sebanyak 97 % dan sisa 3% yang di transportasikan ke dalam cairan plasma dan
sel.

2. Definisi

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah


nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring (Arima,
2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009) .
3. Etiologi
Pada umumnya kanker disebabkan karena adanya pertumbuhan sel kanker yang tidak
terkontrol. Kanker dapat juga timbul karena adanya faktor keturunan (genetik),
6 | page

lingkungan, dan juga virus. Kanker nasopharing

disebabkan

karena adanya

perkembangan sel kanker yang tidak terkontrol di bagian nasopharing. Namun pada
banyak kasus, nasopharing carsinoma disebabkan karena adanya faktor keturunan
(genetik).
Adapun

faktor

resiko

penyebab

adanya

kanker

nasopharing,

antara

lain:

Factor predisposisi
a. Jenis kelamin: laki-laki (kebiasaan mengkonsumsi ikan bakar dan ikan
asin)
b. Genetik : ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien karsinoma
nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain.
c. Umur : Lansia rentan terhadap penyakit akibat dari penurunan fungsi
organ.
Factor presipitasi :
a. Ikan asin : yaitu

makanan yang di awetkan yang mengandung

nitrosamine sehingga mengaktifkan virus Epstein Barr.


b. Lingkungan : yaitu karena adanya iritasi oleh bahan kimia,kebiasaan
memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu,asap industry dan asap
kayu
c. Infeksi akibat dari virus Epstein-Barr,asap dan lain-lain.
d. Status ekonomi yang rendah
e. Daya tahan tubuh rendah akibat dari nutrisi yang kurang berkaitan dan
seseorang tidak bias mencukupi statis nutrisinya.
f. Ras dan keturunan
g. Radang kronis dan nasofaring

4. Patofisiologi
Nasofaring terletak di belakang tabir langit-langit dan di bawah dasartengkorak.letak
yang demkian sulit untuk diperiksa oleh orang yang bukan ahli, sehingga sering kali tumor
ditemukan terlambat dan menyebabkan metastase ke leher.
Telah diketahui sejauh ini bahwa proses terjadinya penyakit kanker berlangsung
dalam tahapan tahapan yang disebut sebagai mekanisme karsinogenesis. Bermula dari
terjadinya defek atau kesalahan letak susunan DNA dalam sel manusia yang
mengakibatkan tidak terkontrolnya mekanisme pertumbuhan sel. Sel akan tumbuh tidak
7 | page

normal dan berlebihan. Berbagai faktor telah diketahui atau dicurigai sebagai penyebab
terjadinya kekacauan struktur ini. Antara lain disebutkan faktor makanan, seperti konsumsi
lemak yang terlalu tinggi, pola hidup, seperti perokok berat, faktor eksternal seperti sinar
ultraviolet dan sinar radioaktif, pajanan pada bahan kimia atau oleh virus. Berbagai
kekacauan struktur ini telah dapat diidentifikasi oleh para pakar, misalnya kelainan pada
struktur gen BRCA1 dan BRCA2 selalu diasosiasikan dengan kanker payudara atau indung
telur (ovarium), atau gen HLA A2B46 pada pasien kanker nasofaring. Perubahan genetik
ini mengakibatkan proliferasi sel sel kanker secara tidak terkontrol. Beberapa perubahan
genetik ini sebagian besar akibat mutasi, putusnya kromosom (chromosome breaks) dan
delesi pada sel sel somatik. Sebagian lagi bersifat diturunkan Adakalanya manifestasi
kanker ini memerlukan pula pemicu, terutama pada kelainan struktur gen yang diturunkan.
Adapun tingkatan dari kanker ini adalah:
1. Stadium 0: Sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa disebut dengan
nasopharynx in situ
2.

Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasopharing

3. Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung.
Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.
4. Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher
5. Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.
Dari tingkatan-tingkatan inilah dokter dapat menentukan jenis pengobatan yang tepat
bagi penderita.

5. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah :
1.

Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 % pasien datang
berobat dengan gejala awal ini . Sewaktu menghisap dengan kuat sekret dari rongga
hidung atau nasofaring , bagian dorsal palatum mole bergesekan dengan permukaan
tumor , sehingga pembuluh darah di permukaan tumor robek dan menimbulkan epiktasis.
Yang ringan timbul epiktasis, yang berat dapat timbul hemoragi nasal masif.

8 | page

2. Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah hebat. Ini
disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.
3. Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor di resesus faringeus dan
di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi , menekan tuba eustaki, menyebabkan tekana
negatif di dalam kavum timpani , hingga terjadi otitis media transudatif . bagi pasien
dengan gejala ringan, tindakan dilatasi tuba eustaki dapat meredakan sementara.
Menurunnya kemmpuan pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya disertai rasa
penuh di dalam telinga.
4. Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio temporo parietal atau
oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor, infiltrasi saraf kranial atau os
basis kranial, juga mungkin karena infeksi lokal atau iritasi pembuluh darah yang
menyebabkan sefalgia reflektif.
5. Rudapaksa saraf kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi direk ke superior,
dapat mendestruksi silang basis kranial, atau melalui saluran atau celah alami kranial
masuk ke area petrosfenoid dari fosa media intrakanial (temasuk foramen sfenotik, apeks
petrosis os temporal, foramen ovale, dan area sinus spongiosus ) membuat saraf kranial
III, IV, V dn VI rudapaksa, manifestasinya berupa ptosis wajah bagian atas, paralisis otot
mata ( temasuk paralisis saraf abduksi tersendiri ), neuralgia trigeminal atau nyeri area
temporal akibat iritasi meningen ( sindrom fisura sfenoidal ), bila terdapat juga rudapaksa
saraf kranial II, disebut sindrom apeks orbital atau petrosfenoid.
6. Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah kelenjar limfe
kelompok profunda superior koli, tapi karena kelompok kelenjar limfe tersebut
permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid, dan benjolan tidak nyeri , maka pada
mulanya sulit diketahui. Ada sebagian pasien yang metastasis kelenjar limfenya pertama
kali muncul di regio untaian nervi aksesorius di segitiga koli posterior.
7. Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru, hati . metastasi
tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas. Manifestasi metastasis
tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri tekan setempat, lokasi tetap dan tidak berubahubah dan secara bertahap bertambah hebat. Pada fase ini tidak selalu terdapat perubahan
pada foto sinar X, bone-scan seluruh tubuh dapat membantu diagnosis. Metastasis hati ,

9 | page

paru dapat sangat tersembunyi , kadang ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin
dengan rongsen thorax , pemeriksaan hati dengan CT atau USG

6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologik konvensional

Pada pemeriksaan radiologik konvensional foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan posisi Waters tampak massa jaringan lunak di daerah nasofaring.
Pada foto dasar tengkorak ditemukan destruksi atau erosi tulang di daerah fosa serebri
media.
2) Pemeriksaan tomografi komputer

Pemeriksaan yang paling dipercaya untuk menetapkan stadium tumor dan perluasan
tumor. Pada stadium dini terlihat adanya asimetri dari resesus lateralis, torus tubarius
dan dinding posterior nasofaring.
3)

Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal dll. Dapat mendeteksi kemungkinan adanya
metastase jauh. Pemeriksaan serum darah untuk mengukur kadar Ig A anti VCA, anti EA
dan lain-lain terhadap virus Epstein-Barr dapat dilakukan untuk memamstikan adanya
tumor, mendeteksi kekambuhan atau mendeteksi secara dini (Roezin, 2003).

Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat dilakukan
dengan 2 cara (Roezin, 2004):
1) Mengambil biopsi dari hidung yaitu mengambil jaringan tumor tanpa melihat dengan

jelas tumornya. Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyelususri konka
inferior terus ke belakang dan diarahkan ke lateral.
2) Mengambil biopsi dari rongga mulut. Cara ini dilakukan dengan bantuan 2 buah kateter

nelaton yang masing-masing dimasukkan melalui hidung, lalu dikeluarkan melalui mulut
sehingga dapat menarik palatum mole ke depan. Kemudian dengan kaca tenggorok
dilihat daerah nasofaring. Setelah terlihat massa tumor dengan jelas dilakukan biopsi
yang terarah.
Bagian THT FKUI-RSCM dipakai stadium tumor (1992):
10 | p a g e

T = Menggambarkan kedaan tumor primer


T 1= Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
T 2= Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring.
T 3 = Tumor meluas ke rongga hidung atau orofaring
T 4 = Tumor meluas ke tengkorak tanpa atau sudah mengenai saraf-saraf otak.
N = Menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional.
N0 = Tidak ada pembesaran kelenjar
N 1 = Terdapat pembesaran sebuah kelenjar homolateral yang masih digerakkan dengan diameter
3cm
N 2 = Terdapat pembesaran sebuah kelenjar kontralateral/bilateral danmasih dapat digerakkan,
diameter antara 3-6 cm.
N3 = Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral yang melekat
pada jaringan sekitarnya atau dengan diameter lebih dari 6 cm.
M = Metastasis jauh
M 0 = Tidak ada metastasis jauh
M 1 = Terdapat metastasis jauh.
Stadium I:
T1

N0

M0

N0

M0

T1/T2/T3

N1

M0

Atau T3

N0

M0

T4

N0/N1

M0

Atau T1/T2/T3/T4

N2/N3

M0

Atau T1/T2/T3/T4

N0/N1/N2/N3

M1

Stadium II:
T2
Stadium III:

Stadium IV:

11 | p a g e

7. Penatalaksanaan Medis
Beberapa macam pengobatan untuk penderita nasopharing carsinoma, antara lain:
1. Terapi Radiasi
Terapi ini dapat merusak dengan cepat sel-sel kanker yang tumbuh. Terapi ini dilakukan
selama 5-7 minggu. Terapi ini digunakan untuk kanker pada tingkatan awal.
Efek samping dari terapi ini adalah: mulut terasa kering, kehilangan pendengaran dan
terapi ini memperbesar resiko timbulnya kanker pada lidah dan kanker tulang.
2. Kemoterapi
Merupakan terapi dengan menggunakan bantuan obat-obatan. Terapi ini bekerja dengan
cara mereduksi sel-sel kanker yang ada, namun adakalanya sel-sel yang sehat (tidak
terkena kanker) juga tereduksi.
Efek samping dari terapi ini adalah: rambut rontok, mual, lemas(seperti kehilangan
tenaga). Efek samping yang timbul tergantung pada jenis obat yang diberikan.
3. Pembedahan
Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengambil kelenjar getah bening yang telah
terkena kanker.
4. Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut, bila ada
infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi
leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali
setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan
radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi,
seroterapi, vaksin dan antivirus.
5.Terapi Biologis
Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.
6. Terapi Herbal TCM
Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi radiokemoterapi ,
fuzhengguben ( menunjang, memantapkan ketahanan tubuh) , kasus stadium lanjut
tertentu yang tidak dapat diradioterapi atau kemoterapi masih dapat dipertimbangkan
hanya diterapi sindromnya dengan TCM. Efek herba TCM dalam membasmi langsung
sel kanker dewasa ini masih dalam penelitian lebih lanjut.

12 | p a g e

8. Komplikasi
Komplikasi akut yang dapat terjadi adalah:
1) Mukositis : Mukositis oral merupakan inflamasi pada mukosa mulut berupa eritema dan
adanya ulser yang biasanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan terapi kanker.
Biasanya pasien mengeluhkan rasa sakit pada mulutnya dan dapat mempengaruhi nutrisi
serta kualitas hidup pasien.
2) Kandidiasis : Pasien radioterapi sangat mudah terjadi infeksi opurtunistik berupa
kandidiasis oral yang disebabkan oleh jamur yaitu Candida albicans. Infeksi kandida
ditemukan sebanyak 17-29% pada pasien yang menerima radioterapi.
3) Dysgeusia adalah respon awal berupa hilangnya rasa pengecapan, dimana salah satunya
dapat disebabkan oleh terapi radiasi.
4) Xerostomia : Xerostomia atau mulut kering dikeluhkan sebanyak 80% pasien yang
menerima radioterapi. Xerostomia juga dikeluhkan sampai radioterapi telah selesai
dengan rata-rata 251 hari setelah radioterapi. Bahkan tetap dikeluhkan setelah 12-18
bulan setelah radioterapi tergantung pada dosis yang diterima kelenjar saliva dan volume
jaringan kelenjar yang menerima radiasi.
Komplikasi kronis adalah:
1) Karies gigi : Karies gigi dapat terjadi pada pasien yang menerima radioterapi. Karies gigi
akibat paparan radiasi atau yang sering disebut dengan karies radiasi adalah bentuk yang
paling destruktif dari karies gigi, dimana mempunyai onset dan progresi yang cepat.
Karies gigi biasanya terbentuk dan berkembang pada 3-6 bulan setelah terapi radiasi dan
mengalami kerusakan yang lengkap pada semua gigi pada periode 3-5 tahun.
2) Osteoradionekrosis : Osteoradionekrosis (ORN) merupakan efek kronis yang penting
pada radioterapi. Osteoradionekrosis adalah nekrose iskemik tulang yang disebabkan oleh
radiasi yang menyebabkan rasa sakit karena kehilangan banyak struktur tulang.
3) Nekrose pada jaringan lunak : Komplikasi oral kronis lain yang dapat terjadi adalah
nekrose pada jaringan lunak, dimana 95% kasus dari osteoradionekrosis berhubungan
dengan nekrose pada jaringan lunak. Nekrose jaringan lunak didefinisikan sebagai ulser
yang terdapat pada jaringan yang terradiasi, tanpa adanya proses keganasan (maligna).
13 | p a g e

Evaluasi secara teratur penting dilakukan sampai nekrose berkurang, karena tidak ada
kemungkinan terjadinya kekambuhan. Timbulnya nekrose pada jaringan lunak ini
berhubungan dengan dosis, waktu, dan volume kelenjar yang terradiasi.
Reaksi akut terjadi selama terapi dan biasanya bersifat reversibel, sedangkan reaksi yang
bersifat kronis biasanya terjadi menahun dan bersifat irreversibel.
4) Gagal napas dapat terjadi karena adanya metastase dari tumor nasofaring sampai pada
trakea sehingga terjadi sumbatan total pada trakea, transportasi oksigen menjadi
terhambat, jika hal ini terus dibiarkan maka dapat mengakibatkan gagal napas.
5) Peningkatan tekanan intrakranial, dapat terjadi ketika metastase tomor sudah mencapai
lapisan otak, dan menekan/menyesak duramater otak sehingga merangsang peningkatan
tekanan intra kranial.

B. Konsep Dasar Keperawatan


I.

Pengkajian Pola Gordon


1. Pola Persepsi Kesehatan manajemen Kesehatan
Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang dideritanya dan
pentingnya kesehatan bagi klien? Biasanya klien yang datang ke rumah sakit sudah
mengalami gejala pada stadium lanjut, klien biasanya kurang mengetahui penyebab
terjadinya serta penanganannya dengan cepat. Kebiasaan makan makanan yang terpapar
ebstein

barr

virus,

makanan

yang

mengandung

pengawet

(karsinogenik), terpapar bahan-bahan kimia seperti tinggal di area dekat pabrik,


pengolahan limbah, asap kayu bakar.
2. Pola Nutrisi Metabolic
Kaji kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahan pengawet), anoreksia,
mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, perubahan
kelembaban/turgor kulit. Biasanya klien akan mengalami penurunan berat badan akibat
inflamasi penyakit dan proses pengobatan kanker.
3. Pola Eliminasi

14 | p a g e

Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin,
perubahan bising usus, distensi abdomen. Biasanya klien tidak mengalami gangguan
eliminasi.
4. Pola aktivas latihan
Kaji bagaimana klien menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya klien mengalami
kelemahan atau keletihan akibat progresivitas tumor.
Stadium pertama dan dua : Sesak nafas,
Stadium tiga
: Tidak bisa menggerakan kepala.
Stadium empat
: Sakit kepala, hambatan mobilisasi.
5. Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien tidur dalam
sehari? Biasanya klien mengalami perubahan pada pola istirahat. Adanya faktor-faktor
yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
6. Pola kognitif persepsi
Kaji

tingkat

kesadaran

klien,

apakah

klien

mengalami

gangguan

penglihatan,pendengaran, perabaan, penciuman,perabaan dan kaji bagaimana klien dalam


berkomunikasi? Biasanya klien mengalami gangguan pada indra penciuman.
7.

Pola persepsi diri dan konsep diri


Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya? Konsep
diri pasien terutama gambaran diri terhadap perubahan tubuh misalnya adanya massa
yang nampak pada hidung, massa yang mengalami penyebaran ke depan sehingga
bermanifestasi gejala leher gondok, polip pada hidung, tuba eustachius pada telinga.
Apakah klien merasa rendah diri terhadap penyakit yang dideritanya ? Biasanya klien
akan merasa sedih dan rendah diri karena penyakit yang dideritanya. Ideal diri terhadap
kesembuhan pasien. Harga diri mengenai penyakitnya yang mempengaruhi aktivitas
sehingga tidak bias berkerja. Identitas diri mengkaji pekerjaan pasien, peran diri pasien
sebagai kepala rumah tangga.

8.

Pola peran hubungan


Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di
Rumah Sakit? Dan bagaimana hubungan sosial klien dengan masyarakat sekitarnya?

15 | p a g e

Biasanya klien lebih sering tidak mau berinteraksi dengan orang lain. Malu berinteraksi,
takut merepotkan orang lain, dan keluarga sangat berperan dalam proses penyembuhan
pasien.
9.

Pola reproduksi dan seksualitas


Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada perubahan kepuasan
pada klien? Biasanya klien akan mengalami gangguan pada hubungan dengan pasangan
karena sakit yang diderita oleh klien.

10. Pola koping dan toleransi stress


Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien menggunakan obatobatan untuk menghilangkan stres? Biasanya klien akan sering bertanya tentang
pengobatan, proses pengobatan yang membutuhkan waktu yang lama, kualitas hidup
bagaimana?
11. Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya? Apakah ada
pantangan agama dalam proses penyembuhan klien? Biasanya klien lebih mendekatkan
diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.

II.

III.

Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d terdapat benda asing di jalan nafas.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri menelan
3) Nyeri akut b/d agen-agen penyebab cidera
4) Ansietas b/d ancaman kematian.
5) Defisiensi pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.
6) Gangguan pertukan gas b/d perubahan membrane kapiler-alveolar
7) Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi
8) Gangguan presepsi sensori pendengaran b/d perubahan resepsi, transmisi, dan/
integrasi sensori
9) Resiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun
10) Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular.
11) Resiko kerusakan integritas kulit b/d factor mekanik (mis: terpotong, terkena
tekanan dan akibat restrain)
12) Resiko cedera b/d disfungsi sensori.
13) Hambatan komunikasi verbal b/d defek anatomis pita suara.

Intervensi dalam NIC dan NOC

16 | p a g e

I.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d terdapat benda asing di jalan nafas.
Data subyektif:
-

Menyatakan kesulitan untuk bernafas.

Data obyektif:
-

Sesak nafas

Frekuensi nafas > 20 x/menit

NOC: kepatenan jalan napas


Intervensi
Rasional
Kaji frekuensi, kedalamaan, dan upaya Takipneu biasanya ada pada beberapa derajat dan
dapat ditemukan pada penerimaan/selama
pernapasan.
stress/adanya proses infeksi akut.

Instruksikan kepada pasien tentang batuk memudahkan pengeluaran sekret.


dan teknik napas dalam.

Atur posisi pasien dengan bagian kepala Memungkinkan untuk pengembangan maksimal
tempat tidur dtitinggikan 450.
rongga dada.

Penghisapan
nasofaring
mengeluarkan sekret.

Berikan udara/oksigen yang telah Kelembaban menurunkan kekentalan sekret


dihumidifikasi sesuai dengan kebijakan mempermudah pengeluaran dan dapat membantu
institusi.
menuerunkan/mencegah pembentukan mukosa
tebal pada nasofaring.

II.

untuk Mempermudah pengeluaran sekret.

Nutrisi, ketidakseimbangan: kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri menelan.


Data subyektif:
-

Mengemukakan tidak nafsu makan, sakit saat mengunyah.

Kadang-kadang mual

Data obyektif:
-

BB menurun

Kulit kering

17 | p a g e

Turgor kurang baik

Tampak lemas.

NOC: asupan makanan dan cairan adekuat

Intervensi

Rasional

Pantau kandungan nutrisi dan kaloriU Untuk mengetahui tentang keadaan dan
kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
pada catatan asupan
diberikan tindakan dan pengaturan diet yang
adekuat.

Anjurkan pasien untuk mematuhi diet Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah
komplikasi
terjadinya
yang telah diprogramkan.
hipoglikemia/hiperglikemia.

Berikan pasien minuman dan kudapan Untuk memenuhi kebutuhan asupan kalori
bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang adekuat.
yang siap dikonsumsi

Timbang pasien pada interval yang Mengetahui perkembangan berat badan


pasien (berat badan merupakan salah satu
tepat.
indikasi untuk menentukan diet).

Ubah posisi pasien semi Fowler atau Untuk memudahkan menelan dan untuk
mencegah aspirasi.
Fowler tinggi.

Identifikasi perubahan pola makan.

Konsultasikan pada ahli gizi untuk Metode makan dan kebutuhan kalori
memeberikan makanan yang mudah didasarkan pada situasi/kebutuhan individu
unutk memberikan nutrisi maksimal dnegan
dicerna, secara nutrisi seimbang.
upaya minimal pasien/penggunaan energi.

18 | p a g e

Mengetahui
apakah
pasien
telah
melaksanakan program diet yang ditetapkan.

III.

Nyeri akut b/d agen-agen penyebab cidera


Data subyektif:
-

Menyatakan nyeri kepala

Data obyektif:
-

Raut muka menyeringai

Perilaku berhati-hati

Perilaku mengalihkan: menangis, merintih

NOC: pengendalian nyeri

Intervensi
Rasional
Minta pasien untuk menilai nyeri Informasi memberikan data dasar untuk
kebutuhan/keefektifan
atau ketidaknyamanan pada skala 0 mengevaluasi
intervensi
sampai 10.
Ajarkan
relaksasi.

penggunaan

teknik dapat mengurangi rasa ketidaknyamanan


karena nyeri

meningkatkan relaksasi dan pengaliha


Bantu pasien untuk lebih berfokus perhatian. Menghilangkan ketiadaknyamanan
meningkatkan
efek
terapi
pada aktivitas, bukan pada nyeri dan dan
nonfarmakologis.
rasa
tidak
nyaman
dengan
melakukan
pengalihan
melalui
televisi, radio, tape, dan interaksi1.
dengan pengunjung.
Penurunan kelemahan dan menghemat
Jadwalkan periode istirahat, berikan energi, meningkatkan kemampuan koping.
lingkungan yang tenang.

IV.

Membantu memurunkan ambang persepsi


nyeri dan mengoptimalkan respon terhadap
Gunakan pendekatan yang positif
analgesik.
Untuk mengoptimalkan respons
pasien terhadap analgesik.
Mempertahankan kadar obat lebih konstan
menghindari puncak periode nyeri.
Kelola nyeri pascabedah awal
dengan pemberian opiat yang
terjadwal.

Ansietas b/d perubahan status kesehatan.


DS:
Pasien mengeluh ketakutan.

19 | p a g e

DO:

Gelisah
Wajah tegang

NOC: menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas.


Intervensi
Kaji dan dokumentasikan tingkat
kecemasan pasien.

Rasional
Memberikan informasi yang perlu untuk
memilih intervensi yang tepat.

Beri dorongan kepada pasien untuk


mengungkapkan secara verbal
pikiran dan perasaan untuk
mengeksternalisasikan ansietas.
Pada saat ansietas berat, dampingi
pasien, bicara dengan tenang, dan
berikan ketenangan serta rasa
nyaman.

Membuat kepercayaan dan menurunkan


kesalahan persepsi/salah interpretasi
terhadap informasi.

Sediakan pengalihan melalui televisi,


radio, permainan, serta okupasi.

Menurunkan ansietas dan memperluas fokus.

Dampingi pasien (misalnya, selama


Mengurangi ansietas karena tindakan
prosedur) untuk meningkatkan
prosedur.
keamanan dan mengurangi rasa takut.

Berikan obat untuk menurunkan


ansietas.

V.

Dapat membantu menurunkan ansietas dan


membantu memampukan pasien mulai
membuka/menerima kenyataan kanker dan
pengobatannya.

Membantu menurunkan ansietas melalui


terapi farmakologis.

Defisiensi pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.


DS:
Pasien mengungkapkan masalah secara verbal
DO:

Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat


Pasien tampak histeris

NOC: memperlihatkan pengetahuan proses penyakit.


Intervensi
20 | p a g e

Rasional

Lakukan penilaian terhadap tingkat


pengetahuan pasien saat ini dan
pemahaman terhadap materi.

Memberikan informasi yang perlu untuk


memilih intervensi yang tepat.

Bina hubungan saling percaya.

Mempermudah proses
pembelajaran/penyuluhan prosedur terapi yang
diberikan.

VI.

Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar.


DS:
pasien mengatakan sulit bernapas
sakit kepala
DO:
pasien tampak sesak napas
napas cuping hidung
NOC: Pertukaran gas tidak akan terganggu
Intervensi
Kaji frekuensi, kedalam pernafasan. Catat
penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
ketidak mampuan bicara/berbincang.

Rasional
Berguna dalam evaluasi derajat distress
pernafasan dan/ atau kronisnya proses
penyakit.

Jelaskan kepada pasien sebelum memulai


pelaksanaan prosedur.

Untuk menurunkan ansietas dan


meningkatkan rasa kendali.

Ajarkan kepada pasien teknik bernafas dan


relaksasi.

Membantu pasien agar tidak terjadi sesak


dan pasien bisa bernafas dengan normal.

Dorong pengeluaran sputum : pengisapan


bila diindikasikan.

Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah


sumber utama gangguan pertukan gas pada
jalan nafas kecil. Pengisap dibutuhkaan bila
batuk tidak efektif.

awasi tingkat kesadaran atau status mental


selidiki adanya perubahan.

Gelisah dan asietas adalan manisfestasi


umum pada hipoksia.

Bantu intubasi, berikan/pertahankan ventilasi


mekanik.

Terjadinya atau kegagalan nafas yang akan


datang memerlukan upaya tindakan

21 | p a g e

penyelamatan hidup.

VII.

Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi


DS:
Dispnea
Napas pendek
DO:

Napas dalam
Pernapasan cuping hidung
Tampak sesak napas

NOC: ventilasi tidak terganggu

Intervensi
Selidiki etiologi gagal pernafasan

Rasional
Pemahan penyebab masalah pernafasan
penting untuk perawatan pasien contoh:
keputusan tentang kemampuan pasien yang
akan datang/kebutuhan ventilasi dan tipe
paling tepat dukungan ventilator.

Auskultasi dada secara periodic catat


adanya/tak adanya dan kualitas bunyi nafas,
bunyi nafas tambahan, juga simestrisitas
gerakan dada.

Memberikan informasi tentang aliran udara


melalui trakeao bronkeal dan adanya/tak
adanya cairan, obstruksi mukosa.

Observasi pola nafas. Catat adanya/tak


adanya dan kualitas bunyi nafas,bunyi nafas
tambahan juga simetrisitas gerakan dada.

Pasien pada ventilator dapat mengalami


hiperventilasi/hipoventilasi,dyspnea/lapar
udara dan berupaya memperbaiki
kekurangan dengan bernapas berlebihan.

Pertahankan tas resusitasi disamping tempat


tidur dan ventilasi manual kapanpun
diindikasikan.

Memberikan/menyediakan ventilasi adekuat


pasien ada masalah pada alat sementara
dilepas dari ventilator

Catat tekanan jalan nafas.

Tekanan jalan nafas harus tetap relative


konstan. Peningkatan tekanan yang terbaca
di alarm menunjukkan peningkatan jalan
nafas seperti dapat terjadi pada spasme

22 | p a g e

bronkus, secret tetahan atau penurunan


complain paru.

VIII.

Gangguan presepsi sensori pendengaran b/d perubahan resepsi, transmisi, dan/ integrasi
sensori
DS:
Distorsi sensori
DO:

Perubahan ketajaman sensori


Konsentrasi buruk
Gelisah

NOC: status neurologik: fungsi motorik sensorik kranial

IX.

Intervensi
Tentukan ketajaman pendengaran, apakah
satu atau dua telinga terlibat .

Rasional
Mengetahui perubahan dari hal-hal yang
merupakan kebiasaan pasien .

Orientasikan pasien terhadap lingkungan.2. Lingkungan yang nyaman dapat membantu


meningkatkan proses penyembuhan.

Observasi tanda-tanda dan gejala


disorientasi.

Mengetahui faktor penyebab gangguan


persepsi sensori yang lain dialami dan
dirasakan pasien.

Mengumpulkan dan menganalisis data


pasien

Untuk mencegah atau meminimalkan


komplikasi neurologis

Risiko infeksi b/d prosedur invasif


NOC: faktor risiko infeksi akan hilang
Intervensi

23 | p a g e

Rasional

X.

Kaji adanya tanda-tanda infeksi.

Untuk memudahkan memberikan intervensi


kepada pasien.

Monitor tanda-tanda vital.

Intruksikan untuk menjaga hygiene


personal.

Merupakan tanda adanya infeksi apabila


terjadi peradangan.
Untuk melindungi tubuh terhadap infeksi
(mis: mencuci tangan)

Kolaborasi medis dengan pemberian


antibiotik.

Melakukan pengendalian infeksi

Antibiotik dapat mencegah sekaligus


membunuh kuman penyakit untuk
berkembangbiak.
Meminimalkan penyebaran dan penularan
agens infeksius.

Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan musculoskeletal


DS:
Pasien mengatakan sulit bergerak
DO:
Perubahan cara berjalan
Tremor yang diinduksi oleh pergerakan
Melambatnya pergerakan
NOC: memperlihatkan mobilisasi
Intervensi

Rasional

Ajarkan dan pantau pasien dalam hal


penggunaan alat bantu.

Menilai batasan kemampuan aktivitas


optimal.

Ajarkan dan dukung pasien dalam


latihan ROM aktif dan pasif.

Mempertahankan / meningkatkan kekuatan


dan ketahanan otot.

Pantau tanda-tanda vital.

Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan


terutama bila suhu tubuh meningkat

Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi


24 | p a g e

Untuk mengembangkan perencanaan dan

XI.

sebagai sumber

mempertahakan atau meningkatkan


mobilitas.

Lakukan perawatan terhadap prosedur


inpasif seperti infus, kateter, drainase
luka, dll.

Untuk mengurangi resiko infeksi


nosokomial.

kerusakan integritas kulit b/d factor mekanik (mis: terpotong, terkena tekanan dan akibat
restrain)
DS:
DO:
kerusakan pada permukaan kulit (epidermis)
invasi struktur tubuh
NOC:menunjukkan penyembuhan luka

XII.

Intervensi
Kaji warana kulit/suhu dan engisian kapiler
paad area operasi dan tandur kulit

Rasional
Kulit harus berwarna merah muda atau mirip
dengan warna kulit sekitarnya.

Lindugi lembaran kulit dan jahitan dari


tegangan atau tekanan.

Tekanan dari selang atau plester trakeostomi


atau tegangan pada jahitan dapat menggangu
sirkulasi atau menyebabkan cidera jaringan.

Rujuk ke perawat ahli terapi enterostoma

Untuk mendapat bantuan dalam pencegahan,


pengkajian, dan penanganan luka atau
kerusakan kulit.

Catat atau laporkan adanya drainse seperti


susu.

Drainase seperti susus biasanya tetap sedikt


setelah 24 jam pertama.

Berikan antibiotik oral, topical dan IV seuai


indikasi.

Mencegah/mengontrol infeksi.

Resiko cedera b/d factor fisik (mis: kulit rusak, hambatan)


NOC: risiko cidera akan menurun
Intervensi
Identifikasikan factor yang mempengaruhi
kebutuhan keamaanan, mis: perubahan
status mental, derajat keracunan, keletihan,

25 | p a g e

Rasional
Agar pasien dapat berjalan dengan seimbang
dan mampu berjalan tanpa bantuan.

usia kematangan, pengobatan dan defisik


motoric dan sensorik (mis: berjalan dan
keseimbangan.

XIII.

Indentifikasi factor lingkungan yang


memungkinkan resiko terjatuh (mis: lantai
licin, karpet yang sobek, anak tangga tanpa
pagar pengamanan)

Menghindarkan pasien dari lingkungan yang


memudahkannya terjatuh, sehingga pasien
dapat berjalan tanpa gangguan lingkungan.

Tinjau riwayat obstetrik pasien.

Mendapatkan informasi terkait yang dapat


mempengaruhi induksi.

Berikan materi edukasi yang berhubungan


dengan strategi dan tindakan untuk
mencegah cidera.

Memberi pengetahuan/ajaran kepada klien


dalam melakukan tindakan guna pasien dapat
mencegah/menghindari cidera.

Sediakan alat bantu berjalan (mis: tongkat


dan walker)

Memudahkan pasien untuk berjalan.

Hambatan komunikasi verbal b/d defek anatomis pita suara


DS:
DO:
Verbalisasi yang tidak sesuai
Kesulitan dalam berbicara atau mengungkapkan dengan kata-kata
Keinginan menolak untuk bicara
NOC:menunjukkan komunikasi
Intervensi
Kaji dan dokumentasikan kemampuan
untuk berbicara, mendengar, menulis,
membaca dan memahami.

Rasional
.untuk mengetahui tingat kemampuan dan
ketidakmampuan pasien dalam
berkomunikasi.

Jelaskan kepada pasien mengapa ia tidak


dapat berbicara atau memahami, jika perlu.

Agar pasien mengetahui keadaannya dan


tidak berfikir lain tentang dirinya.

Konsultasikan dengan dokter tentang


kebutuhan terapi bicara.

Membantu pasien agar cepat/mudah


berkomunikasi.

Bantu pasien/keluarga untuk mencari


sumber bantuan untuk memperoleh alat

Alat bantu dengar dapat membantu


pendengaran sehingga dalam berkomunikasi

26 | p a g e

bantu dengar.

pasien bisa melakukannya.

Berikan kontinuitas dalam melaksanakan


tugas keperawatan.

Untuk memelihara kepercayaan dan


mengurangi frustasi.

1. Discharge Planning
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum kembali ke
rumah yaitu :
1) Memberi pengertian tentang penyakit kangker Nasofaring
2) Memberi informasi/penyuluhan untuk tetap memperhatikan keadekuatan asupan
nutrisi.
3) Menjelaskan tentang penyebab penyakit
4) Memanifestasi klinik yang dapat ditanggulangi atau diketahui oleh klien dan
keluarga.
5) Menjelaskan tentang penatalaksanaan yang dapat klien dan keluarga lakukan.
6) Klien dan keluarga dapat pergi ke rumah sakit atau puskesmas terdekat apabila ada
gejala yang memberatkan penyakitnya.
7) Keluarga harus mendorong atau memberikan dukungan pada pasien dalam menaati
program pemulihan kesehatan.
8) kontrol diri
9) kontrol aktivitas.

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Kasus
Seorang laki-laki berusia 58 tahun, datang berobat kedokter dengan keluhan benjolan
dileher sebelah kiri, suara serak, mimisan , hidung tersumbat dan sakit kepala selama
6 bulan yang lalu. Kemudian dokter melakukan pemeriksaan dan diduga adanya
27 | p a g e

tumor. Dilakukan pemeriksaan patologi anatomi (PA),pemeriksaan serologi secara


PCR,hasil pemeriksaan serologi didapatkan peningkatan titer antibody terhadap EBV.
Tn.A mempunyai kebiasaan mengkonsumsi ikan asin,ikan bakar dan produksi awetan
lainnya.
B. Kata kunci

Usia 58 tahun
Benjolan disebalah kiri
Suara serak
Mimisan
Hidung tersumbat
Sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu
Pemeriksaan PA
Pemeriksaan serologi secara PCR
Peningkatan titer antibody terhadap EBV
Kebiasaan mengkonsumsi ikan asin, ikan bakar, dan produk awetan lainnya.

C. Pembahasan Kata Kunci

o
o
o
o

Usia 58 tahun
Daya tahan tubuh menurun
Penurunan fungsi organ tubuh
Tidak memperhatikan kesehatannya
Pola makan yang sering mengkonsumsi bahan awetan/kimia

Benjolan disebalah kiri


o Adanya pembesaran/tumor pada nasofaring
o Pembesaran kelenjer yang merupakan reaksi pertahanan tubuh terhadap infeksi .
kanker merupakan respon imun ... imunodefisiensi/autoimun/........
o Kanker yang tumbuh akibat mutasi sel limfosit yang sebelumnya normal
o Pembesaran pada kelenjar getah bening

o
o
o

28 | p a g e

Suara serak
Adanya poli pada pita suara
Peradangan pada pita suara/laringitis
Desakan karsinoma/tumor

Mimisan
o Pecahnya pembuluh darah akibat rupturnyan pada pembuluh darah di hidung
o Adanya luka pada lapisan mukosa hidung
Hidung tersumbat
o Terdapat sumbatan rongga hidung akibat adanya benda asing dimasukkan
kedalam hidung.
o Terdapat polip/tumor pada hidung
o disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.

Sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu


Biasanya terjasi karena infeksi selaput otak, Iritasi Kimiawi terhadap selaput otak,
penegangan selaput otak, gangguan pembuluh darah, gangguan terhadap otot-otot
yang mempunyai hubungan dengan kepala.

Pemeriksaan PA
o Spesialisasi medis yang berhubungan/berurusan dengan dignosis penyakit
berdasarkan pada pemeriksaan kasar, mikroskopik. dan molekur atas organ,
jaringan, sel.

Pemeriksaan serologi secara PCR


Uji serologi
Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi herpes zoster adalah
ELISA.

PCR
PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di dalam cairan
tubuh, contohnya cairan serebrospina.
Peningkatan titer antibody terhadap EBV
Virus EBV (Eibstain Barr Virus) dikaitkan dengan perkembangan KNF.

Kebiasaan mengkonsumsi ikan asin, ikan bakar, dan produk awetan lainnya.
Ikan asin mengandung nitrosamin yang merupakan karsinogen (zat pemicu
kanker).

D. Pengkajian Pola Gordon


Pengkajian pasien :
a) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

29 | p a g e

Keadaan sebelum sakit : Pasien mempunyai kebiasaan mengkomsumsi ikan asin, ikan
bakar, dan produk awetan lainnya.
Riwayat penyakit saat ini :
a. Keluhan utama : Sakit kepala.
b. Riwayat keluhan utama : pasien mengeluh sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu yang
terasa memberat hingga sekarang disertai dengan benjolan dileher sebelah kiri, suara
sesak, mimisan, hidung tersumbat.
b) Pola nutrisi dan metabolik
a. Keadaan sebelum sakit : Tidak ada masalah dalam mengkomsumsi makanan. Pasien
suka mengkomsumsi makanan ikan asin, ikan bakar dan produk awetan lainnya.
b. Keadaan saat sakit: Pasien mengurangi mengkomsumsi makanan yang mengandung
bahan awetan.
c) Pola eliminasi
a. Keadaan sebelum sakit : Tidak ada masalah dalam eliminasi baik BAB maupun BAK
dan pasien tidak menggunakan alat bantu dalam pola eliminasi.
b. Keadaan saat sakit : Pasien mengalami penyakit diare.
d) Pola aktifitas
a. Keadaan sebelum sakit : Tidak ada masalah dalam aktifitas dan pasien cuma
merasakan sering sakit kepala jika terlalu banyak beraktifitas.
b. Keadaan saat sakit : Sulit dalam beraktifitas kerena pasien mengalami adanya
benjolan dileher sebelah kiri, suara serak, mimisan, hidung tersumbat dan sering sakit
kepala yang membuat pasien kurang mampu untuk beraktifitas terlalu banyak.
e) Pola tidur dan istirahat
a. Keadaan sebelum sakit : Pasien mudah tidur dengan kebiasaan tidur rutin 2 jam tidur
siang dan 8 jam tidur malam, namun untuk tidur malam mengalami ketidak beraturan
b. Keadaan saat sakit : Pasien mengalami kesulitan dalam tidur siang dan tidur malam
karena pasian merasa sakit pada leher sebelah kiri, hidung tersumbat mimisin. Pasien
mengatakan semenjak di rawat di RS pasien mulai bisa tidur dengan nyenyak.
f) Pola peran- hubungan
a. Keadaan sebelum sakit : Pasein tidak mengalami masalah dalam peran hungunan
dangan orang lain. Hubungan pasien dengan kelurga, pasein sangat dekat dengan
keluarganya.
b. Keadaan saat sakit : Pasien mengalami penurunan peran hungunan . Keluarga pasien
membantu klien dalam pemenuhan kebutuhannya
E. Analisa Data dan Rencana Keperawatan
30 | p a g e

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d terdapat benda asing di jalan nafas.

Data subyektif:
-

Menyatakan kesulitan untuk bernafas.

Data obyektif:
-

Sesak nafas

Frekwensi nafas > 20 x/menit

Nampak kebiruan

Suara serak

NOC: kepatenan jalan napas.


Intervensi
Rasional
Kaji frekuensi, kedalamaan, dan upaya Takipneu biasanya ada pada beberapa derajat dan
dapat ditemukan pada penerimaan/selama
pernapasan.
stress/adanya proses infeksi akut.

Instruksikan kepada pasien tentang batuk memudahkan pengeluaran sekret.


dan teknik napas dalam.

Atur posisi pasien dengan bagian kepala Memungkinkan untuk pengembangan maksimal
tempat tidur dtitinggikan 450.
rongga dada.

Penghisapan
nasofaring
mengeluarkan sekret.

Berikan udara/oksigen yang telah Kelembaban menurunkan kekentalan sekret


dihumidifikasi sesuai dengan kebijakan mempermudah pengeluaran dan dapat membantu
institusi.
menuerunkan/mencegah pembentukan mukosa
tebal pada nasofaring.

2.

untuk Mempermudah pengeluaran sekret.

Nutrisi, ketidakseimbangan: kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri menelan.


Data subyektif:
-

Mengemukakan tidak nafsu makan, sakit saat mengunyah.

Kadang-kadang mual

31 | p a g e

Data obyektif:
-

BB menurun

Kulit kering

Turgor kurang baik

Tampak lemas.

NOC: asupan makanan dan cairan adekuat


Intervensi

3.

Rasional

Pantau kandungan nutrisi dan kaloriU Untuk mengetahui tentang keadaan dan
kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
pada catatan asupan
diberikan tindakan dan pengaturan diet yang
adekuat.

Anjurkan pasien untuk mematuhi diet Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah
komplikasi
terjadinya
yang telah diprogramkan.
hipoglikemia/hiperglikemia.

Berikan pasien minuman dan kudapan Untuk memenuhi kebutuhan asupan kalori
bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang adekuat.
yang siap dikonsumsi

Timbang pasien pada interval yang Mengetahui perkembangan berat badan


pasien (berat badan merupakan salah satu
tepat.
indikasi untuk menentukan diet).

Ubah posisi pasien semi Fowler atau Untuk memudahkan menelan dan untuk
mencegah aspirasi.
Fowler tinggi.

Identifikasi perubahan pola makan.

Konsultasikan pada ahli gizi untuk Metode makan dan kebutuhan kalori
memeberikan makanan yang mudah didasarkan pada situasi/kebutuhan individu
unutk memberikan nutrisi maksimal dnegan
dicerna, secara nutrisi seimbang.
upaya minimal pasien/penggunaan energi.

Mengetahui
apakah
pasien
telah
melaksanakan program diet yang ditetapkan.

Nyeri akut b/d agen-agen penyebab cidera


Data subyektif:
32 | p a g e

Menyatakan nyeri kepala

Data obyektif:
-

Raut muka menyeringai

Perilaku berhati-hati

Perilaku mengalihkan: menangis, merintih

NOC: pengendalian nyeri

Intervensi
Rasional
Minta pasien untuk menilai nyeri Informasi memberikan data dasar untuk
kebutuhan/keefektifan
atau ketidaknyamanan pada skala 0 mengevaluasi
intervensi
sampai 10.
Ajarkan
relaksasi.

penggunaan

teknik dapat mengurangi rasa ketidaknyamanan


karena nyeri

meningkatkan relaksasi dan pengaliha


Bantu pasien untuk lebih berfokus perhatian. Menghilangkan ketiadaknyamanan
meningkatkan
efek
terapi
pada aktivitas, bukan pada nyeri dan dan
nonfarmakologis.
rasa
tidak
nyaman
dengan
melakukan
pengalihan
melalui
televisi, radio, tape, dan interaksi1.
dengan pengunjung.
Penurunan kelemahan dan menghemat
Jadwalkan periode istirahat, berikan energi, meningkatkan kemampuan koping.
lingkungan yang tenang.

4.

Membantu memurunkan ambang persepsi


nyeri dan mengoptimalkan respon terhadap
Gunakan pendekatan yang positif
analgesik.
Untuk mengoptimalkan respons
pasien terhadap analgesik.
Mempertahankan kadar obat lebih konstan
menghindari puncak periode nyeri.
Kelola nyeri pascabedah awal
dengan pemberian opiat yang
terjadwal.

Ansietas b/d perubahan status kesehatan.


DS:
Pasien mengeluh ketakutan.
DO:

33 | p a g e

Gelisah
Wajah tegang

NOC: menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas.


Intervensi
Kaji dan dokumentasikan tingkat
kecemasan pasien.

Rasional
Memberikan informasi yang perlu untuk
memilih intervensi yang tepat.

Beri dorongan kepada pasien untuk


mengungkapkan secara verbal
pikiran dan perasaan untuk
mengeksternalisasikan ansietas.
Pada saat ansietas berat, dampingi
pasien, bicara dengan tenang, dan
berikan ketenangan serta rasa
nyaman.

Membuat kepercayaan dan menurunkan


kesalahan persepsi/salah interpretasi
terhadap informasi.

Sediakan pengalihan melalui televisi,


radio, permainan, serta okupasi.

Menurunkan ansietas dan memperluas fokus.

Dampingi pasien (misalnya, selama


Mengurangi ansietas karena tindakan
prosedur) untuk meningkatkan
prosedur.
keamanan dan mengurangi rasa takut.

Berikan obat untuk menurunkan


ansietas.

5.

Dapat membantu menurunkan ansietas dan


membantu memampukan pasien mulai
membuka/menerima kenyataan kanker dan
pengobatannya.

Membantu menurunkan ansietas melalui


terapi farmakologis.

Defisiensi pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.


DS:
Pasien mengungkapkan masalah secara verbal
DO:

Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat


Pasien tampak histeris

NOC: memperlihatkan pengetahuan proses penyakit.


Intervensi
Lakukan penilaian terhadap tingkat
pengetahuan pasien saat ini dan
34 | p a g e

Rasional
Memberikan informasi yang perlu untuk
memilih intervensi yang tepat.

pemahaman terhadap materi.

Bina hubungan saling percaya.

Beri penyuluhan sesuai dengan tingkat


pemahaman pasien, ulangi informasi bila
diperlukan.

Ikutsertakan keluarga atau orang terdekat.

Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk


belajar.

Rencanakan penyesuaian dalam terapi


bersama pasien dan dokter.

Mempermudah proses
pembelajaran/penyuluhan prosedur terapi yang
diberikan.
Terdapat stresor yang berlebihan dan mungkin
disertai dengan pengetahuan yang terebatas.
Salah konsep kadang tak dapat dihindari,
namun ketidakberhasilan untuk menggali dan
memperbaikinya dapat mengakibatkan
kegagalan pasien mencapai kemajuan
kesehatan.
Membantu pasien untuk lebih mudah
memperoleh informasi dan memahami
mengenai masalah kesehatannya.
Meningkatkan kenyamanan dan mengurangi
stresor sehingga pemahaman informasi lebih
akurat.
Memfasilitasi kemampuan pasien mengikuti
program terapi.

35 | p a g e

Anda mungkin juga menyukai