Pada kasus Bp. YD saya mendiagnosis dengan beberapa pertimbangan berdasarkan hasil
anamnesis dan hasil pemeriksaan yang saya lakukan. Dari hasil anamnesis yang saya lakukan
saya mendapatkan bahwa pasien mengeluhkan adanya kelemahan pada anggota gerak satu sisi
yaitu bagian kiri yang bersifat mendadak (15 jam sebelum masuk rumah sakit). Terjadi tiba tiba
saat pasien sedang tidak beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan adanya pelo. Tidak ada nyeri
kepala, mual, muntah, penurunan kesadaran serta pandangan ganda, maupun kejang.
Langkah pertama dalam menentukan penyebab pada hemiparesis pada pasien adalah
dengan memperkirakan penyebabnya; beberapa penyebabnya yang dapat menyebabkan
hemiparesis seperti vaskular, trauma, infeksi, metabolic, neoplasma. Kemungkinan trauma dapat
disingkirkan karena tidak terdapat riwayat trauma. Kemungkinan infeksi juga dapat disingkirkan
karena tidak terdapat gejala seperti nyeri kepala, demam maupun kaku kuduk pada pasien ini.
Kelainan metabolic yang seringkali memberikan gambaran hemiparesis adalah pada saat keadaan
hypoglikemia, kemungkinan ini dapat disingkirkan karena pemeriksaan gula darah yang
dilakukan memberikan hasil normal (GDS: 111). Neoplasma biasanya tidak bersifat mendadak
dalam menimbulkan kelainan, biasanya akan bersifat kronik progresif sehingga dapat
disingkirkan pada kasus ini. Kelainan yang disebabkan oleh vascular didalamnya termasuk
stroke iskemik dan stroke pendarahan. Clue yang penting adalah onset yang mendadak, seperti
yang terjadi pada kasus ini.
Stroke, pada pasien ini ditemukan beberapa gejala yang memenuhi kriteria AHA/ ASA
warning sign dari stroke yaitu kelemahan yang terjadi secara mendadak pada wajah maupun
anggota gerak atas dan bawah, terutama pada salah satu sisi tubuh, terjadi masalah dalam
berbicara yaitu pelo. Kejadian terjadi saat pasien tidak beraktivitas sehingga diagnosis lebih
mengarah pada stroke iskemik sebagai diagnosis kerja. Karena seringkali stroke hemorrhagic
terjadi saat pasien sedang beraktivitas. Pasien juga tidak memiliki gejala- gejala peningkatan
tekanan intracranial seperti nyeri kepala, mual, muntah, penurunan kesadaran, dan pandangan
ganda yang seringkali terjadi pada stroke hemorrhagic.
Memperkiraan lesi nya, lesi mungkin pada bagian cortical, subcortical, bulbar, atau
keterlibatan spinal cord, pada kasus ini kemungkinan spinal cord yang terlibat adalah setinggi C5
karena mengenai area tangan.
1. Pada kasus lesi pada area cortical, akan didapatkan gambaran hemiparesis yang tidak
sama kekuatannya, kekuatan pada tangan mungkin lebih dari kaki maupun
sebaliknya.
2. Lesi pada area subcortical memberikan gambaran hemiparesis dengan kekuatan
motor yang sama, area wajah bisa terpengaruh apabila terkena area internal kapsul.
3. Lesi pada area bulbar memberikan gambaran hemiparesis yang letaknya
berseberangan dengan gangguan saraf kranial (crossed hemiparesis), lesi pada area ini
juga dapat menimbulkan pupil anisokor, penglihatan ganda, kabur dan nystagmus.
Terdapat gangguan sensoris pada wajah yang bersebrangan dengan kelemahan tubuh.
4. Pada lesi di spinal cord, akan ditemukan gangguan sensory setinggi level spinal cord
tersebut, namun pada pasien ini tidak ada gejala gangguan sensoris. Akan terjadi
gangguan saraf otonom seperti ketidakmampuan dalam mengontrol buang air kecil
dan besar. Area wajah tidak terlibat dan tidak ada keterlibatan saraf kranial.
Pada kasus Bp. YD dari pemeriksaan fisik yang saya lakukan, kekuatan motor tangan dan
kaki memiliki kekuatan yang sama atau seimbang, diperkirakan lesi terdapat pada area
subkortikal. Lesi pada area bulbar juga dapat disingkirkan karena tidak ada gangguan deficit
sensoris yang berseberangan, tidak terdapat juga pupil anisokor, penglihatan ganda maupun
nystagmus. Lesi pada area spinal cord juga dapat disingkirkan karena tidak ada gangguan
sensoris setinggi level spinal cord, tidak terdapat juga gangguan pada saraf otonom.
Gambaran gejala Upper Motor Neuron seperti hyperreflexia, spastisitas, Babinski sign
juga dapat membantu memberikan gambaran lokasi lesi, pada pasien Bp. YD didapatkan
Babinski sign positif pada telapak kaki kiri pasien (contralateral lesi/ pada sisi lumpuh)
menandakan lesi pada UMN.
Dari hasil pemeriksaan fisik yang saya lakukan, hal yang menguatkan lainnya untuk
diagnosis stroke adalah ditemukan parese pada beberapa saraf kranial pasien. Seperti pada saraf
kranial VII kiri central dimana saat pasien membuka mulut sisi bagian kiri mulut pasien
tertinggal. Ditemukan juga parese saraf XII kiri central, saat pasien menjulurkan lidah terjadi
deviasi lidah pasien ke arah kiri dan saat diminta untuk melakukan penilaian kekuatan lidah, saya
rasakan kekuatan lidah bagian kiri lebih lemah. Babinski positif pada telapak kaki kiri.
II. Analisis Diagnosis Differensial:
1. Cerebrovascular Disease Hemorrhagic:
Pro:
- Kelemahan satu sisi tubuh yang mendadak
- Riwayat hipertensi tidak terkontrol selama 5 tahun
Kontra:
-
Tidak ada tanda- tanda peningkatan tekanan intracranial seperti nyeri kepala, mual,
kesadaran.
3. Infeksi seperti meningitis, encephalitis:
Pro:
- Hemiparesis
Kontra:
-
darah
lengkap
diperlukan
untuk
menyingkirkan
kemungkinan-
kemungkinan yang dicurigai seperti infeksi, kadar gula darah, gangguan elektrolit kemudian
factor resiko yang dapat menimbulkan stroke, seperti profil lipid, gangguan factor koagulasi
dengan memeriksa PT/APTT. Pemeriksaan rekam jantung untuk mengetahui apakah adanya
gangguan dari jantung yang merupakan factor resiko dari stroke. Pemeriksaan rontgen dada
untuk melihat apakah ada infeksi pada area dada, dan melihat apakah ada pembesaran jantung
atau tidak yang biasa terjadi pada penderita hipertensi kronik yang merupakan faktor resiko
stroke. Pemeriksaan lainnya adalah imaging menggunakan CT Scan non contrast, dari
pemeriksaan imaging ini kita dapat menentukan apakah stroke yang terjadi stroke iskemik atau
stroke perdarahan.