Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
c. Diabetes Gestasional
DM tipe ini terjadi ketika ibu hamil gagal mempertahankan euglikemia.
Faktor resiko DM gestasional adalah riwayat keluarga, obesitas dan glikosuria.
DM tipe ini dijumpai pada 2 5 % populasi ibu hamil. Biasanya gula darah akan
kembali normal setelah melahirkan, namun resiko ibu untuk mendapatkan DM
tipe II di kemudian hari cukup besar (Nabyl, 2009).
d. Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
DM tipe ini sering juga disebut dengan istilah diabetes sekunder, di mana
keadaan ini timbul sebagai akibat adanya penyakit lain yang mengganggu
produksi insulin dan mempengaruhi kerja insulin. Penyebab diabetes semacam ini
antara lain : radang pada pankreas, gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis,
penggunaan hormon kortikosteroid, pemakaian beberapa obat antihipertensi atau
antikolesterol, malnutrisi, dan infeksi (Tandra, 2007).
1.2 Gejala-gejala DM
a. Gejala Akut DM
Gejala penyakit DM pada setiap pasien tidak selalu sama. Gejala-gejala di
bawah ini adalah gejala yang timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan
adanya variasi gejala lain, antara lain :
- Pada permulaan, gejala yang ditunjukkan yaitu polifagia, polidipsia, poliuria dan
peningkatan berat badan.
- Bila keadaan tersebut tidak segera ditangani, akan timbul gejala yang disebabkan
oleh kurangnya jumlah insulin yaitu polidipsia dan poliuria dengan beberapa
keluhan lainnya seperti nafsu makan berkurang, banyak minum, banyak berkemih,
penurunan berat badan yang signifikan, mudah lelah, timbul rasa mual dan jika
tidak segera diatasi akan mengakibatkan koma yang disebut dengan istilah koma
diabetes. Koma diabetes adalah koma pada pasien DM akibat kadar gula darah
yang melebihi 600 mg/dl (Tjokroprawiro, 2006).
b. Gejala Kronik DM
Kadang-kadang pasien DM tidak menunjukkan gejala akut, tetapi baru
akan menunjukkan gejala setelah beberapa bulan atau tahun menderita DM.
Gejala kronik yang sering timbul yaitu kesemutan, kulit terasa panas, kram, lelah,
mudah mengantuk, mata mengabur, gigi mudah patah, kemampuan seksual
menurun, dan lain-lain (Tjokroprawiro, 2006).
Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi jika kadar gula darah turun hingga 60 mg/dl. Keluhan
dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung sejauh mana glukosa darah
turun. Keluhan pada hipoglikemia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kategori,
yaitu keluhan akibat otak tidak mendapat kalori yang cukup sehingga
mengganggu fungsi intelektual dan keluhan akibat efek samping hormon lain
yang berusaha meningkatkan kadar glukosa dalam darah (Tandra, 2007).
-
Ketoasidosis Diabetes
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu
tinggi dan kadar insulin yang rendah, maka tubuh tidak dapat menggunakan
glukosa sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak
sebagai sumber energi alternatif. Pemecahan lemak tersebut kemudian
menghasilkan badan-badan keton dalam darah atau disebut dengan ketosis.
Ketosis inilah yang menyebakan derajat keasaman darah menurun atau disebut
dengan istilah asidosis. Kedua hal ini lantas disebut dengan istilah ketoasidosis.
Adapun gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien ketoasidosis
diabetes adalah kadar gula darah > 240 mg/dl, terdapat keton pada urin, dehidrasi
karena terlalu sering berkemih, mual, muntah, sakit perut, sesak napas, napas
berbau aseton, dan kesadaran menurun hingga koma (Nabyl, 2009).
-
HHNK
merupakan
keadaan
yang
didominasi
oleh
Komplikasi Makrovaskular
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada pasien
DM adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit
pembuluh darah perifer. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien DM tipe II
yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia, dan atau kegemukan (Nabyl,
2009). Komplikasi ini timbul akibat aterosklerosis dan tersumbatnya pembuluhpembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma.
Komplikasi makrovaskular atau makroangiopati tidak spesifik pada diabetes,
namun pada DM timbul lebih cepat, lebih sering, dan lebih serius. Berbagai studi
epidemiologi menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular
dan diabetes meningkat 4 -5 kali dibandingkan pada orang normal. Komplikasi
makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar gula
darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa angka kematian
akibat hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular,
di mana peninggian kadar insulin menyebabkan resiko kardiovaskular semakin
tinggi pula. Kadar insulin puasa > 15 mU/ml akan meningkatkan resiko mortalitas
kardiovaskular sebanyak 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor
aterogenik dan diduga berperan penting dalam menyebabkan timbulnya
komplikasi makrovaskular (UNPAD, 200 ).
-
Komplikasi Neuropati
Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Dalam
jangka waktu yang cukup lama, kadar glukosa dalam darah akan merusak dinding
pembuluh darah kapiler yang berhubungan langsung ke saraf. Akibatnya, saraf
tidak dapat mengirimkan pesan secara efektif. Keluhan yang timbul bervariasi,
yaitu nyeri pada kaki dan tangan, gangguan pencernaan, gangguan dalam
mengkontrol BAB dan BAK, dan lain-lain (Tandra, 2007). Manifestasi klinisnya
dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses terjadinya
komplikasi neuropati biasanya progresif, di mana terjadi degenerasi serabutserabut saraf dengan gejala nyeri, yang sering terserang adalah saraf tungkai atau
lengan (UNPAD, 200 ).
-
Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular merupakan komplikasi unik yang hanya terjadi
pada DM. Penyakit mikrovaskular diabetes atau sering juga disebut dengan istilah
mikroangiopati ditandai oleh penebalan membran basalis pembuluh kapiler. Ada
dua tempat di mana gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius yaitu mata dan
ginjal. Kelainan patologis pada mata, atau dikenal dengan istilah retinopati
diabetes, disebabkan oleh perubahan pada pembuluh-pembuluh darah kecil di
retina. Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah kecil di retina ini dapat
menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan pasien DM, bahkan dapat menjadi
penyebab utama kebutaan (Brunner & Suddarth, 2001).
bahwa
hiperglikemia
kronik
memiliki
kontribusi
dalam
insulin dependent jauh lebih banyak, yaitu mencapai sembilan kali lebih banyak,
maka jumlah non-insulin dependent yang mengalami retinopati akan lebih banyak
(Adam, 2005).
Hiperglikemia
Abnormalitas
makrovaskular
Oklusi kapiler
Kerusakan kapiler
Hipoksia retina
Neovaskularisasi
retinopati
proliferatif
Perdarahan
A/V shunt
IRMAs
Edema retina
Edema yang
disertai
eksudat
Difusi edema
Retinopati Nonproliferatif
Retinopati nonprliferatif merupakan stadium awal dari proses penyakit ini.
Selama menderita DM, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil
pada
mata
melemah
sehingga
dapat
menimbulkan
tonjolan
kecil
(mikroaneurisme). Tonjolan ini sangat mudah pecah dan mengalirkan cairan dan
sejumlah protein ke dalam retina sehingga menimbulkan bercak berwarna abu-abu
atau putih. Endapan lemak protein yang berawarna putih kekuningan juga
terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan
kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak dapat menyebabkan
pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini disebut edema makula,
yang dapat memperparah penglihatan seseorang (Medicastore).
b.
Retinopati Praproliferatif
Keadaan ini merupakan lanjutan dari retinopati nonproliferatif dan
Retinopati Proliferatif
Retinopati proliferatif diawali dengan terdapatnya pertumbuhan abnormal
pembuluh darah baru pada permukaan retina sebagai bentuk kompensasi iskemia
yang terjadi pada retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah
sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada pertengahan bola mata, atau sering
disebut dengan istilah perdarahan vitreus, yang dapat menghalangi penglihatan
(Steele, 2008). Konsekuensi lain dari perdarahan vitreus ini adalah terbentuknya
jaringan parut fibrosa yang disebabakan oleh reabsorpsi darah ke dalam korpus
vitreus. Jaringan parut ini dapat menarik retina sehingga terjadi pelepasan retina,
atau disebut dengan istilah ablasio retina, dan akhirnya dapat mengakibatkan
kebutaan (Brunner & Suddarth, 2001).
2. Ketajaman Penglihatan
2.1 Definisi Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan antara dua titik
yang berbeda pada jarak tertentu (Affandi, 2005).
Kelopak mata, terdiri atas lempeng penyokong di bagian tengah yang terdiri
dari jaringan ikat dan otot rangka yang diliputi kulit di bagian luar dan suatu
membran mukosa di dalam. Kelopak mata berfungsi melindungi mata dan
berkedip serta untuk melicinkan dan membasahi mata.
Sistem Saluran Air Mata (Lakrimal), terletak pada sudut superolateral rongga
mata dan berfungsi untuk menghasilkan cairan air mata.
Rongga Orbita, merupakan rongga tempat bola mata yang dilindungi oleh
tulang-tulang yang kokoh.
b.
Bola Mata
Tunika fibrosa (lapis sklera-kornea) merupakan lapisan luar bola mata yang
terdiri atas sklera dan kornea.
Tunika vaskularis (lapis uvea) merupakan lapisan tengah bola mata, terdiri
atas khoroid, badan siliaris dan iris.
Tunika neuralis (lapis retina) merupakan lapisan dalam bola mata terdiri
atas retina (Tambajong, 2009)
b. Waktu Papar
Pemaparan terus menerus misalnya pada pekerja sektor perindustrian yang jam
kerjanya melebihi 40 jam/minggu dapat menimbulkan berbagai penyakit akibat kerja.
Yang dimaksud dengan jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat.
Meskipun terjadi keanekaragaman jam kerja, umumnya pekerja informal bekerja
lebih dari 7 jam/hari. Hal ini menimbulkan adannya beban tambahan pada pekerja
yang pada akhirnya menyebabkan kelelahan mata (Direktorat Bina Peran Serta
Masyarakat dikutip oleh Wijayanti, 2005).
c. Umur
Ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia. Pada tenaga kerja
berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6, melainkan berkurang. Maka
dari itu, kontras dan ukuran benda perlu lebih besar untuk melihat dengan ketajaman
yang sama (Austin, 2003).
d.
Kelainan Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri
atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata. Secara klinik
kelainan refraksi terjadi akibat adanya kerusakan akomodasi visual. Kelainan refraksi
yang sering terjadi adalah miopia, hipermetropia, presbiopia, dan astigmatisma
(Sidarta Ilyas, 2004).
e. Katarak
Katarak merupakan salah satu faktor penyebab gangguan ketajaman penglihatan.
Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh, atau
berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang ( Elizabeth J dikutip
oleh Wijayanti, 2005).
f. Retinopati Diabetik
Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak
langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan atau pandangan mata
semakin berkurang bahkan dapat menyebabkan kebutaan. Hal ini disebabkan oleh
saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan
membesar sehingga menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata.
Akibat penekanan ini saraf mata tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf
mata akan mati (Wikipedia, 2010).