TINEA KRURIS
Oleh :
Annita Wasbiru
0810312114
Preseptor :
DEFINISI
Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan
infeksi golongan jamur dermatofita .
Istilah lainnya yaitu : dermatofitosis, ringworm, kurap, teigne, herpes
sirsinata.
Tinea kruris adalah penyakit dermatofitosis pada daerah kruris (sela paha,
perineum, perianal, gluteus, pubis) dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.
EPIDEMIOLOGI
Pria lebih sering terkena Tinea kruris daripada wanita dengan
perbandingan 3 berbanding 1, dan kebanyakan terjadi pada golongan umur
dewasa daripada golongan umur anak-anak.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita.
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan
jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin.
Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga
genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Penyebab Tinea
kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton floccosum, namun dapat pula oleh
Trichophyton
rubrum,
Trichophyton
mentagrophytes,
dan
Trichophyton
verrucosum.
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai
daya tarik terhadap keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat
menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan
stratum basalis.
Selain sifat keratofilik masih banyak sifat yang sama di antara dermatofita,
misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan untuk
pertumbuhannya, dan penyebab penyakit. Jamur ini mudah hidup pada medium
dengan variasi pH yang luas. Jamur ini dapat hidup sebagai saprofit tanpa
menyebabkan suatu kelainan apapun di dalam berbagai organ manusia atau
hewan. Pada keadaan tertentu sifat jamur dapat berubah menjadi patogen dan
menyebabkan penyakit bahkan ada yang berakhir fatal.
Beberapa jamur hanya menyerang manusia (antropofilik), dan yang
lainnya terutama menyerang hewan (zoofilik) walau kadang-kadang bisa
menyerang manusia. Apabila jamur hewan menimbulkan lesi kulit pada manusia,
keberadaan jamur tersebut sering menyebabkan terjadinya suatu reaksi inflamasi
yang hebat. Penularan biasanya terjadi karena adanya kontak dengan debris
keratin yang mengandung hifa jamur.
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis Tinea kruris khas, penderita merasa gatal hebat pada
daerah kruris. Ruam kulit berbatas tegas, eritematosa, dan bersisik. Bila penyakit
ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan
keluarnya cairan biasanya akibat garukan.
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko adalah faktor yang dapat mempermudah timbulnya suatu
penyakit. Peran faktor risiko itu dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar,
yaitu :
1. Yang menyuburkan pertumbuhan jamur.
2. Yang memudahkan terjadinya invasi ke jaringan karena daya tahan yang
menurun.
Faktor risiko yang menyuburkan pertumbuhan jamur, antara lain :
1. Pemberian antibiotik yang mematikan kuman akan menyebabkan
keseimbangan antara jamur dan bakteri terganggu.
2. Adanya penyakit diabetes mellitus, dan atau kehamilan menimbulkan
suasana yang menyuburkan jamur.
Faktor risiko yang memudahkan invasi jamur ke jaringan, antara lain :
1. Adanya rangsangan setempat yang terus menerus pada lokasi tertentu oleh
cairan yang menyebabkan pelunakan kulit, misalnya air pada sela jari kaki,
kencing pada pantat bayi, keringat pada daerah lipatan kulit, atau akibat
liur di sudut mulut orang lanjut usia.
2. Adanya penyakit tertentu, seperti gizi buruk, penyakit darah, keganasan,
diabetes mellitus, dan atau kehamilan menimbulkan suasana yang
menyuburkan jamur.
Pada penyakit kulit karena infeksi jamur superfisial seseorang terkena
penyakit tersebut oleh karena kontak langsung dengan jamur tersebut, atau bendabenda yang sudah terkontaminasi oleh jamur, ataupun kontak langsung dengan
penderita.
Tinea kruris paling banyak terjadi di daerah tropis, musim/iklim yang
panas, lingkungan yang kotor dan lembab, banyak berkeringat. Faktor keturunan
tidak berpengaruh. Kebiasaan mengenakan celana ketat dalam waktu yang lama
dan atau bertukar pinjam pakaian dengan orang lain penderita Tinea kruris juga
termasuk faktor risiko infeksi awal maupun infeksi berulang Tinea kruris.
DIAGNOSIS
Untuk menegakkan Tinea kruris, dibutuhkan penilaian asosiasi gambaran
klinis dengan uji diagnostik untuk mengisolasi dan mengidentifikasi jamur. Bahan
yang diperiksa berupa kerokan kulit. Bahan harus diperoleh sesteril mungkin
untuk menghindari pencemaran jamur lain. Kemudian bahan dapat dilakukan
pemeriksaan secara langsung maupun secara biakan
Untuk mengetahui suatu ruam yang disebabkan oleh infeksi jamur,
biasanya kita lakukan pemeriksaan kerokan dari tepi lesi yang meninggi atau aktif
tersebut. Spesimen dari hasil kerokan tersebut kita letakkan di atas deck glass dan
ditetesi dengan larutan KOH 10 - 20%. Kemudian ditutup dengan object glass
kemudian dipanaskan dengan lampu Bunsen sebentar untuk memfiksasi,
kemudian dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali. Pemeriksaan
mikroskopik secara langsung menunjukkan hifa yang bercabang atau artospora
yang khas pada infeksi dermatofita. Sedangkan untuk mengetahui golongan
ataupun spesies daripada jamur dilakukan pembiakan dengan media yang standar
yaitu Sabouraud Dextrose Agar (SDA). Kadang-kadang kita perlukan juga
mikobiotik. Setelah kurang lebih dua minggu koloni jamur mulai dapat kita baca
secara makroskopis.
DIAGNOSIS BANDING
Tinea kruris perlu dibedakan antara lain dengan intertrigo, eritrasma, dermatitis
seboroik, psoriasis, kandidiasis
PENATALAKSANAAN
Terdapat banyak obat antijamur topikal untuk pengobatan infeksi
dermatofit. Lokasi ini sangat peka nyeri, jadi konsentrasi obat harus lebih rendah
dibandingkan lokasi lain, misalnya asam salisilat, asam benzoat, sulfur, dan
sebagainya. Obat-obat topikal ini bisa digunakan bila daerah yang terkena sedikit,
tetapi bila infeksi jamur meluas maka lebih baik menggunakan obat oral sistemik.
Obat - obat pada infeksi jamur pada kulit ada 2 macam yaitu :
1. Obat topikal, misalnya :
a. Golongan Mikonazole
b. Golongan Bifonazole
c. Golongan Ketokonazole, dan sebagainya.
Pengobatan umumnya 2x/hari minimal selama 3 minggu atau 2 minggu
sesudah tes KOH negatif dan klinis membaik.
2. Obat per oral, misalnya :
a. Golongan Griseofulvin, dosis :
Anak : 10 mg/kgBB/hari (microsize).
5,5 mg/kgBB/hari (ultra-microsize).
Dewasa : 500-1000 mg/hari
b. Golongan Ketokonazole, dosis :
Anak : 3-6 mg/kgBB/hari.
Dewasa : 1 tablet (200 mg)/hari.
c. Golongan Itrakonazole, dosis :
Anak : 3-5 mg/kgBB/hari.
Dewasa : 1 kapsul (100 mg)/hari.
d. Golongan Terbinafin, dosis :
Anak : 3-6 mg/kgBB/hari.
10-20 kg : 62,5 mg ( tablet)/hari.
KOMPLIKASI
Pada penderita Tinea kruris dapat terjadi komplikasi infeksi sekunder oleh
organisme candida atau bakteri. Pemberian obat steroid topikal dapat
mengakibatkan eksaserbasi jamur sehingga menyebabkan penyakit menyebar.
PROGNOSIS
Prognosis Tinea kruris akan baik, asalkan kelembaban dan kebersihan kulit
selalu dijaga.
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. A
Umur
: 21 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Banuaran
Suku bangsa
: Minangkabau
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Mahasiswa
Status perkawinan
: Belum Menikah
2 kali sehari
Pasien hobi bermain futsal 3 kali seminggu, setelah pulang langsung
mandi
Kebiasaan memakai pakaian berlapis tidak ada
Pasien adalah seorang mahasiswa pertanian yang sering melakukan
praktek di lapangan, sehingga sering berkontak dengan tanah, kadang tidak
memakai sarung tangan, dan kurang memperhatikan kebersihan tangannya
Pasien dan keluarga tidak memiliki riwayat biring susu, gatal pada lipat siku dan
lipat lutut, riwayat alergi terhadap obat, riwayat alergi makanan tertentu, riwayat
alergi serbuk sari, galigato, riwayat asma atau nafas berbunyi menciut, bersinbersin di pagi hari, dan saat cuaca dingin, dan mengeluhkan mata merah atau
berair jika kena debu dan angin.
Kesadaran
: Composmentis Cooperatif
Berat Badan
: 65 kg
Tinggi Badan
: 170 cm
IMT
: 22,49 kg/m2
Status Gizi
: Sedang
Kelainan kuku
Kelainan rambut
Status Dermatologikus:
Lokasi
Distribusi
: Terlokalisir
Bentuk
: Tidak khas
Susunan
: Tidak khas
Batas
: Tegas
Ukuran
: Plakat
Efloresensi
pinggir aktif
DIAGNOSIS KERJA
Tinea Kruris
PEMERIKSAAN RUTIN
Kerokan kulit + KOH 20% : diharapkan tampak elemen hifa panjang
bersekat dan bercabang
PEMERIKSAAN ANJURAN
Biakan jamur dengan agar saboraud
DIAGNOSIS BANDING
Kandisiasis
Eritrasma
DIAGNOSA HOLISTIK
1. Aspek Personal
Keluhan Utama : bercak merah yang semakin meluas dan terasa gatal di
bokong dan lipat paha
2. Aspek Klinis
- Gatal
- Bercak Merah
3. Faktor Risiko Internal
4. Faktor Risiko Eksternal
Kurangnya perhatian terhadap kebersihan diri
5. Status Fungsional
1 (minimal / tidak terdapat gangguan bermakna pada aktifitas sehari - hari
PENATALAKSANAAN
Terapi Umum (Edukasi)
Memakai sarung tangan ketika berkebun, dan mencuci tangan dengan sabun
sampai bersih setelahnya
Jika ada tanda tanda alergi obat, segera berkonsultasi dengan dokter
Terapi Khusus
Topikal :
Mikonazol cream 2% dioleskan 2 kali sehari, dioleskan melebihi diameter
lesi
Sistemik :
Quo ad sanationam
: bonam
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad kosmetikum
: bonam
Quo ad functionam
: bonam
Praktek Umum
Dr. Annita Wasbiru
SIP : 11/23/44/2013
Setiap hari Senin Jumat
Pukul 16.00 19.00
Jl. Kesehatan No. 17 Padang telp. (0751)7051096
Padang, 29 Januari 2014
No. XX
No. XX
: Tn. A
Umur : 21 tahun
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki berusia 21 tahun datang ke poliklinik kulit dan
kelamin RSUP. Dr. M.Djamil Padang pada tanggal 9 Desember 2013 dengan
keluhan utama bercak bercak merah yang semakin meluas dan terasa gatal pada
bokong dan lipat paha sejak + 3 bulan yang lalu.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik ditegakan diagnosis tinea
kruris pada pasien ini. Pada anamnesis diketahui awalnya pasien merasa gatal di
bagian bokong, karena sangat gatal pasien terus-menerus menggaruknya sehingga
timbul bintik-bintik merah berisi air. Semakin lama semakin gatal dan karena
digaruk terus-menerus bintik merah berisi air pecah, kemudian timbul bercak
merah yang kemudian meluas hingga sela paha. Bercak dirasakan bertambah gatal
jika pasien berkeringat. Pasien adalah seorang mahasiswa pertanian yang sering
melakukan praktek di lapangan, sehingga sering berkontak dengan tanah, kadang
tidak memakai sarung tangan, dan kurang memperhatikan kebersihan tangannya.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi di bokong dan lipat paha Pada
bokong dan kedua lipat paha, terlokalisir, bentuk/susunan tidak khas, batas tegas
berukuran plakat, dengan efloresensi plak eritem, papul eritem dipinggirnya,
skuama putih kasar, pinggir aktif.