Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan
pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi
berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat
disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.
Hal ini disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur
dan benda asing. 1
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab
kematian utama pada balita. Departemen Kesehatan mendapatkan pneumonia
sebagai penyebab kejadian dan kematian tertinggi pada balita. Diperkirakan
pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu
pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak. 1
Insidensi pneumonia di negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, menurut data
mortalitas di negara berkembang, pneumonia merupakan seperempat penyebab
kematian pada anak di bawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang,
sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit
infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Mortalitas disebabkan oleh bakteremia
S.aureus dan S.pneumoniae selain karena malnutrisi dan kurangnya akses
keperawatan.4
Menurut WHO, 95% pneumonia pada anak-anak di dunia terdapat di
negara-negara berkembang. Infeksi saluran napas bawah menjadi kedua teratas
penyebab kematian pada anak-anak di bawah 5 tahun (sekitar 2,1 juta [19,6%])
Di Amerika pneumonia merupakan peringkat ke-6 dari semua penyebab
kematian dan peringkat pertama dari seluruh penyakit infeksi, angka kematian
akibat pneumonia mencapai 25% di Spanyol dan 12% atau 25-30 per 100.000
penduduk di Inggris dan Amerika.4
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah 5 tahun.

Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di

seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat

pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Pneumonia lebih
sering dijumpai di negara berkembang dibandingkan negara maju. Menurut survei
kesehatan anak nasional ( SKN ) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian
balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama
pneumonia.4
Menurut data Riskesdas 2007, prevalensi pneumonia (berdasarkan
pengakuan pernah didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam sebulan
terakhir sebelum survei) pada bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang
antar provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah provinsi Gorontalo
(13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10%. Sedangkan
prevalensi pada anak balita (1-4 tahun) adalah 1,00% dengan rentang antar
provinsi sebesar 0,1% - 14,8%. Seperti pada bayi, prevalensi tertinggi adalah
provinsi Gorontalo (19,9%) dan Bali (13,2%) sedangkan provinsi lainnya di
bawah 10%.3
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas pneumonia pada anak dan balita di banyak negara berkembang. Faktor
resiko tersebut adalah : pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir
rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat,
malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya kolonisasi pathogen di nasofaring,
tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri dan asap rokok),
imunodefisiensi dan imunosupresi (HIV, penggunaan obat imunisupresif), adanya
penyakit lain yang mendahului seperti campak, intubasi, trakeostomi, dan
abnormalitas anatomi. 1
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengang baik.
Tercatat bakteri tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenzae. 1

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1

Identitas Pasien

Nama

: MD

Tanggal Lahir

: 29 Januari 2008

Umur

: 8 Tahun 1 Bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Suku

: Aceh

Agama

: Islam

Alamat

: Lubok Batee, Ingin Jaya, Aceh Besar

No CM

: 1-01-95-29

Tanggal Masuk RS

: 19 Maret 2016

Tanggal Pemeriksaan Ulang : 22 Maret 2016


Tanggal Keluar RS
2.2

: 26 Maret 2016

Anamnesa
Heteroanamnesa (dengan ibu dan ayah kandung pasien)
Keluhan Utama

: Sesak nafas

Keluhan Tambahan

: Batuk berdahak, demam

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari yang lalu dan
memberat malam ini. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh aktifitas dan
cuaca. Menurut pengakuan orang tua pasien sesak semakin memberat dari
hari ke hari. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak dalam 1 bulan yang
ini. Batuk di mulai dengan batuk kering yang semakin hari semakin
memberat dan sekarang sudah berkembang menjadi batuk berdahak
dengan dahak berwarna putih. Orang tua pasien mengatakan pasien juga
mengalami demam berulang yang tidak terlalu tinggi naik turun selama 2
minggu ini. Demam tidak disertai dengan kejang. Demam turun jika
diberikan obat penurun panas. Buang air besar frekuensi 1 kali sehari
dengan konsistensi lunak berwarna kuning. Buang air kecil frekuensi 2-3

kali sehari dengan volume sekali buang air kecil kira-kira setengah botol
aqua sedang ( sekitar 300 cc) dan berwarna jernih sampai kekuningan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sudah pernah memiliki riwayat sesak napas sebelumnya 1
minggu yang lalu. Riwayat asma tidak ada. Riwayat batuk lama tidak ada.
Riwayat Penggunaan Obat
- Nebule Ventoline
- Paracetamol Syr
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang mengeluhkan keluhan seperti pasien. Tidak
ada anggota keluarga yang menderita batuk lama. Tidak ada riwayat asma
dan alergi.
Riwayat Kehamilan
Ibu pasien ANC teratur ke bidan dan dokter spesialis kandungan. Saat
kehamilan pasien mengaku tidak menderita sakit apapun.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara section caesarea dan cukup bulan. Berat badan
lahir 3900 gr. Pasien merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Riwayat Imunisasi
Pasien sudah pernah mendapatkan imunisasi namun tidak lengkap dan
keluarga pasien lupa imunisasi apa yang diberikan.
Riwayat Nutrisi
0 6 bulan

: ASI

6 23 bulan

: ASI + MP

23 sekarang

: Susu formula + Makanan biasa

2.3
a.

b.

Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan darah

: Tidak diperiksa

Frekuensi nadi

: 120 x / menit

Frekuensi napas

: 34 x / menit

Suhu tubuh

: 37,0 C

Antropometri
U

: 8 tahun 1 bulan

BB

: 18 kg

TB

: 105 cm

BBI

: 17 Kg

Status gizi
BB/U

: BB: 18 Kg = 18/25,5 x100% = 71 % ( >P90 )

TB/U

: TB: 125 cm =105/129 x 100% = 81 % ( <P3)

BB/TB

: BBS/BBIx100% = 18/17 x100% = 105%


( %median >90 = Gizi Baik )

Status Gizi (BMI)

: 18 kg /(1,05 m)2 = 19,8 (>P90)

HA

: 4 tahun 5 bulan

Kebutuhan Cairan

: 1000 + 50 (8) ml/ hari


: 1400 ml/ hari

Kebutuhan Kalori

: 70 x 18 kg
: 1260 Kkal/Hari

Kebutuhan Protein

: 1 x 18 kg
= 18 gr/ Hari

c. Status General
1. Kulit
Warna

: Sawo matang.

Turgor

: cepat kembali.

Sianosis

: tidak ada.

Ikterus

: tidak ada.

Oedema

: tidak ada.

2. Kepala
Bentuk

: normocephali.

Rambut

: hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.

Wajah

: simetris, edema dan deformitas tidak dijumpai.

Mata

: konjungtiva hiperemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat


isokor 3 mm/ 3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), dan
refleks cahaya tidak langsung (+/+).

Telinga

: daun telinga normal, tidak ditemukan adanya tanda tanda


peradangan, serumen minimal (-/-).

Hidung

: bentuk normal, secret minimal (+/+).

Mulut

: bibir normal. Koplik spot tidak ada.

Tonsil

: hiperemis (-/-), T1 /T1.

Faring

: hiperemis (-/-)

3. Leher
Inspeksi

: Tidak ada pembesaran KGB.

Palpasi

: TVJ (N) R-2 cm H2O, pembesaran KGB tidak ada.

4. Thoraks
Inspeksi
Statis

: simetris, bentuk normochest.

Dinamis

: simetris, pernafasan thorakoabdominal, retraksi


suprasternal dan retraksi interkostal tidak dijumpai.

Paru Depan
Inspeksi

: Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas di dada

Palpasi

Kanan
Kiri
Stem fremitus normal, nyeri Stem fremitus normal, nyeri

Perkusi

tekan tidak ada,


Sonor

tekan tidak ada


Sonor

Auskultasi

Vesikuler Normal (+)

Vesikuler Normal (+),

Ronki

basah

halus

(+), Ronki

wheezing (-)

basah

halus

(+),

wheezing (-)

Paru Belakang
Inspeksi

: Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas di dada

Palpasi

Kanan
Kiri
Stem fremitus normal, nyeri Stem fremitus normal, nyeri

Perkusi

tekan tidak ada,


Sonor

tekan tidak ada


Sonor

Auskultasi

Vesikuler Normal (+),

Vesikuler Normal (+),

Ronki

basah

halus

(+), Ronki

wheezing (-)

basah

halus

(+),

wheezing (-)

5. Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis terlihat di ICS V.

Palpasi

: Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.

Perkusi

: Batas jantung atas


Batas jantung kiri

: ICS III sinistra.


: ICS V satu jari di dalam linea

midklavikula sinistra.
Batas jantung kanan : ICS IV di linea parasternal dekstra.
Auskultasi

: BJ I > BJ II, reguler, murmur tidak terdengar.

6. Abdomen
Inspeksi

: Bentuk tampak simetris, keadaan di dinding perut:


Sikatrik tidak ada, pelebaran vena, kulit kuning tidak ada,
distensi tidak ada, darm steifung tidak ada, darm kontur
tidak ada.

Auskultasi

: Peristaltik usus normal, bising pembuluh darah tidak

dijumpai.
Palpasi

: Nyeri tekan dan defans muskular tidak dijumpai.

Hepar

: Tidak teraba.

Lien

: Tidak teraba.

Ginjal
Perkusi

: Ballotement negatif
: Batas paru-hati relatif di ICS V, batas paru-hati absolut di
ICS VI, suara timpani di semua lapangan abdomen.
Pinggang: nyeri ketok kostovertebrae tidak ada.

7. Genitalia

: Tidak diperiksa.

8. Anus

: Tidak diperiksa.

9. Tulang Belakang

: Simetris, nyeri tekan (-).

10. Ekstremitas

: Akral hangat, pucat tidak ada, udem tidak ada.

11. Pemeriksaan Neurologis :


Fungsi Motorik :
Tungkai
Pemeriksaan
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Refleks fisiologis
Refleks patologis

Kanan
Segala arah
5
Eutoni
+
-

Kiri
Segala arah
5
Eutoni
+
-

Lengan
Kanan
Segala arah
5
Eutoni
+
-

kiri
Segala arah
5
Eutoni
+
-

Fungsi sensorik

: dalam batas normal

Fungsi nervi kraniales

: dalam batas normal

gejala rangsang meningeal

: kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig


sign (-)

2.4

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium

2.5

Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
Leukosit
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Netrofil Segmen
Netrofil batang
Limfosit
Monosit
Banding
1. Bronkopneumonia
2. Bronkiolitis

Hasil :
19-03-2016
12,2 g/dL
36 %
5,1 x 106/mm3
304 x 103/mm3
15,2 x 103/mm3

12,0-14,5 g/dL
45-55 %
4,7-6,1 x 106/mm3
150-450 x 103/mm3
4,5-10,5 x 103/mm3

0%
0%
0%
90 %
7%
3%

0-6 %
0-2 %
50-70 %
2-6 %
20-40 %
2-8 %

2.6

Diagnosis Kerja
1. Bronkopneumonia

2.7

Terapi
- O2 3 L/menit dengan face mask
- IVFD 2:1 15 gtt/i makro
- Inj cefotaxime 600 mg/8 jam
- Paracetamol syr 3 x cth II
- Ambroxol syr 3 x cth
- Nebule ventolin 1 resp/ 8 jam
- Nebule NaCl 3% 1 cc/12 jam
- Diet mII 1400 kkal dengan 30 gr protein
Planning

2.8

2.9

Foto thorax.

Kultur sputum

Kultur darah

Nilai Rujukan

Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam

: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

Quo ad sanactionam

: Dubia ad bonam

Di
ag
no
sis

2.10 Divisi Yang Merawat


1. Divisi Respirologi

2.11 Resume
Pasien anak laki-laki berumur 8 tahun 1 bulan dengan berat badan 18 kg
datang ke IGD RSUDZA. Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari
yang lalu dan memberat malam ini. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh aktifitas
dan cuaca. Menurut pengakuan orang tua pasien sesak semakin memberat dari
hari ke hari. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak dalam 1 bulan yang ini.
Batuk di mulai dengan batuk kering yang semakin hari semakin memberat dan
sekarang sudah berkembang menjadi batuk berdahak dengan dahak berwarna
putih. Orang tua pasien mengatakan pasien juga mengalami demam berulang yang
tidak terlalu tinggi naik turun selama 2 minggu ini. Demam tidak disertai dengan
kejang. Demam turun jika diberikan obat penurun panas. Buang air besar
frekuensi 1 kali sehari dengan konsistensi lunak berwarna kuning. Buang air kecil
frekuensi 2-3 kali sehari dengan volume sekali buang air kecil kira-kira setengah
botol aqua sedang (sekitar 300 cc) dan berwarna jernih sampai kekuningan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nafas yang meningkat 34
kali/menit dan juga didapatkan rhonki basah halus dikedua lapangan paru.

2.12 Follow Up Harian


Tanggal
19/03/2016

Profesi/

Hasil Pemeriksaan

Intruksi

Bagian
Dokter/

S/ Pasien mengeluh

Respirologi

sesak napas, demam

- O2 3 L/menit (face

Anak

(+), batuk berdahak (+)

mask)
- IVFD 2:1 15 gtt makro
- Inj. Cefotaxime 600

O/
HR : 106 x/i
RR : 42 x/i
T : 36,50C
Thoraks:
Retraksi epigatrium
intercostal (+), rhonki
basah halus (+/+),

Th/

mg/8 jam
- Paracetamol syr 3 x cth
II
- Ambroxol syr 3 x cth

- Cetirizin syr 2 x cth 1


- Nebule ventolin 1 resp/
8 jam
- Nebule pulmicort 1

10

vesikuler(+/+)

resp/12 jam
- Diet mII 1400 kkal
dengan 30 gr protein

A/ Bronkopnemonia
20/03/2016

Dr. dr. Bakhtiar, Sp. A


Th/
- O2 3 L/menit dengan

Dokter/

S/ Sesak nafas (+),

Respirologi

demam (-), batuk

anak

berdahak (+)

face mask
- IVFD 2:1 15 gtt/i

O/

makro
- Inj cefotaxime 600

HR: 110 x/i


RR: 38 x/i
T: 36,70C
Thoraks:
Retraksi epigatrium
intercostal (-), rhonki
basah halus (+/+),
vesikuler(+/+)

mg/8 jam
- Paracetamol syr 3 x cth
II
- Ambroxol syr 3 x cth

- Cetirizin syr 2 x cth 1


- Nebule ventolin 1 resp/
8 jam
- Nebule pulmicort 1
resp/12 jam
- Diet mII 1400 kkal
dengan 30 gr protein

21/03/2016

Dr. dr. Bakhtiar, Sp. A

Dokter/

A/ Bronkopneumonia
S/ Sesak nafas

Respirologi

berkurang, batuk

anak

berdahak (+)

face mask
- IVFD 2:1 15 gtt/i

O/

makro
- Inj cefotaxime 600

HR: 98 x/i
RR: 28 x/i
T: 36,3 0C

Th/
- O2 3 L/menit dengan

mg/8 jam
- Paracetamol syr 3 x cth
II
- Ambroxol syr 3 x cth

11

Thoraks:
Retraksi epigatrium
intercostal (-), rhonki
basah halus (+/+),
vesikuler(+/+)

- Cetirizin syr 2 x cth 1


- Nebule ventolin 1 resp/
8 jam
- Nebule NaCl 3% 1
cc/12 jam
- Diet mII 1400 kkal
dengan 30 gr protein

A/ Bronkopneumonia
22/03/2016

Dokter/

S/ Sesak berkurang dan

Respirologi

batuk berdahak (+)

Anak

O/
HR: 110 x/i
RR: 34 x/i

Dr. dr. Bakhtiar, Sp. A


Th/
- O2 3 L/menit dengan
face mask
- IVFD 2:1 15 gtt/i
makro
- Inj cefotaxime 600

T: 36,1 0C

mg/8 jam
- Paracetamol syr 3 x cth

Thoraks:

II
- Ambroxol syr 3 x cth

Retraksi epigatrium
intercostal (-), rhonki
basah halus (+/+),
vesikuler(+/+)

- Cetirizin syr 2 x cth 1


- Nebule NaCl 3% 1
cc/12 jam
- Diet mII 1400 kkal
dengan 30 gr protein

Dr. dr. Bakhtiar, Sp. A

23/03/2016

Dokter/
Respirologi
Anak

A/ Bronkopneumonia
S/
O/
HR: 100 x/i
RR: 24 x/i
T: 35,5 0C

Th/
- O2 3 L/menit dengan
face mask (k/p)
- IVFD 2:1 15 gtt/i
makro
- Inj cefotaxime 600
mg/8 jam
- Paracetamol syr 3 x cth
12

II
- Ambroxol syr 3 x cth
Thoraks:
Retraksi epigatrium
intercostal (-), rhonki
basah halus (+/+),
vesikuler(+/+)

- Cetirizin syr 2 x cth 1


- Ampicilin 350 mg/6
jam
- Nebule NaCl 3% 1
cc/12 jam
- Diet mII 1400 kkal
dengan 30 gr protein

24/03/2016

Dokter/
Respirologi
Anak

A/ Bronkopneumonia
S/
O/
HR: 84 x/i
RR: 24 x/i
T: 36,4 0C
Thoraks:
Retraksi epigatrium
intercostal (-), rhonki
basah halus (+/+),
vesikuler(+/+)

Dr. dr. Bakhtiar, Sp. A


Th/
- O2 3 L/menit dengan
face mask
- IVFD 2:1 15 gtt/i
makro
- Inj cefotaxime 600
mg/8 jam
- Paracetamol syr 3 x cth
II
- Rhinofed III 3 x 1 tab
- Ambroxol 90 3 x 1 tab
- Nebule NaCl 3% 1
cc/6 jam
- Diet mII 1400 kkal
dengan 30 gr protein

A/ Bronkopneumonia
25/03/2016

Dokter/
Respirologi
Anak

S/ Batuk berdahak (+)


O/
HR: 121 x/i
RR: 22 x/i
T: 36,6 0C
Thoraks:
Retraksi epigatrium

Dr. dr. Bakhtiar, Sp. A


Th/
- O2 3 L/menit dengan
face mask (k/p)
- IVFD 2:1 15 gtt/i
makro
- Paracetamol syr 3 x cth
II
- Cefixime syr 2 x cth I
- Ambroxol 90 3 x 1 tab
- Diet mII 1400 kkal

13

intercostal (-), rhonki

dengan 30 gr protein

basah halus (+/+),


vesikuler(+/+)
Dr. dr. Bakhtiar, Sp. A
A/ Bronkopneumonia

BAB III
14

TINJAUAN PUSTAKA
Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang anak laki-laki berusia 8 tahun 1
bulan yang dirawat diruang Serunee 1 RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada
tanggal 22 Maret 2016 dengan diagnosa bronkopneumonia. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan.
3.1

Bronkopneumonia

3.1.1 Definisi
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan
pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi
berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat
disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.
Hal ini disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur
dan benda asing. 1
3.1.2

Anatomi Paru
Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama

neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap
usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan
jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan
implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan
resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau
partikel yang terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan
ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus.
Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru. 7
Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari
epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada
area tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari
pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting
dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus
memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel

15

goblet meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis


yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum. 7
Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal
sampai terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.

Gambar 1. Anatomi Unit pertukaran udara

Gambar 2. Unit pernafasan terminal

16

Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat
dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut
incissura interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi
menjadi 3 lobi, yaitu:
1.

Lobus Superior
Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior

2.

Lobus Medius
Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis

3.

Lobus Inferior
Dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal,

posterobasal
Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:
1.

Lobus Superior
Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior,
lingularis inferior.

2.

Lobus Inferior
Dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal,

dan

posterobasal. 8

Gambar 3. Lobus dan segmentasi paru

17

3.1.3 Etiologi
Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus
group B dan bakteri Gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas Sp atau
Klebsiella Sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering
disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza tipe
B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja,
selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.5
Penyebab utama virus adalah

Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang

mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human


metapneumovirus dan adenovirus. Nair, et al 2010 melaporkan estimasi insidens
global pneumonia RSV anak-balita adalah 33.8 juta episode baru di seluruh dunia
dengan 3.4 juta episode pneumonia berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan
tahun 2005 terjadi kematian 66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia RSV,
99% di antaranya terjadi di negara berkembang. Data di atas mempertegas
kembali peran RSV sebagai etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia
anak-balita baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama dengan infeksi lain.5
3.1.4 Patogenesis
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat
timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas
dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :
1.
2.
3.
4.

Inhalasi langsung dari udara


Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
Penyebaran secara hematogen.5
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah

infeksi yang terdiri dari :


1. Susunan anatomis rongga hidung.
2. Jaringan limfoid di nasofaring.

18

3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
4.
5.
6.
7.
8.

sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.


Refleks batuk.
Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik.6
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan

nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
1.

Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.5
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau

19

sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.5
3.

Stadium III (3 8 hari)


Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.5
4.

Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.5
3.1.5 Patofisiologi :

Algoritma Patofisiologi brokhopneomonia

20

3.1.6 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada beratringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :

Gejala infeksi umum yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,


penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah
atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.

Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada,


takipnea, napas cuping hidung dan sianosis.
Pada kasus ini, pada pasien ditemukan beberapa gejala bronkopeumonia

seperti sesak napas dan batuk. Pasien juga mengeluhkan demam.7


3.1.7 Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal
sebagai berikut :
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,
dan pernapasan cuping hidung.

21

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah


retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping
hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan
intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi
jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh
pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae
supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang
melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.
Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat
interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.5
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan
fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat
dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini
terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak
beristirahat dengan kepala disangga tegak lurus dengan area suboksipital.
Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing,
adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.5
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya
distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara
abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung
memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas
atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas
dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.5
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

22

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan


getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi
perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi
akan berkurang.5
c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi
ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi),
keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak
(tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari
mekanisme terjadinya).5
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret
jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
3.1.8 Diagnosis
Dari anamnesa didapatkan gejala non respiratorik dan gejala respiratorik.
Dasar diagnosis tergantung umur, beratnya penyakit dan jenis organisme
penyebab. Pada bayi/anak kecil (balita) pemeriksaan auskultasi sering tidak jelas,
maka nafas cepat dan retraksi/tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
dipakai sebagai parameter. Kriteria nafas cepat, yaitu :

Umur < 2 bl : 60x/menit


2 bl-< 12 bl : 50x/menit
12 bl-5 th : 40x/menit

23

5 tahun : 30x/menit8
Tabel 2. Klasifikasi Pneumonia pada anak

Klasifikasi
< 2 bl Pneumonia berat
Bukan Pneumonia
2 bl-5 th Pneumonia

Nafas cepat
+
+

Retraksi
+
+

+
-

berat
Pneumonia
Bukan Pneumonia

Dapat juga dipakai kriteria paling sedikit 3 dari 5 gejala/tanda berikut :


- Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
- Panas badan
- Ronki basah sedang nyaring pada bronkopneumonia atau suara pernafasan
bronkial (pada daerah yang dengan perkusi bernada pekak) pada
pneumonia lobaris
- Foto toraks menunjukkan adanya infiltrat berupa bercak-bercak (bronko)
difus merata (lober) pada satu atau beberapa lobus
- Leukositosis Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil dominan.5

Kadar leukosit berdasarkan umur:


o Anak umur 1 bulan

: 5000 19500

o Anak umur 1-3 tahun : 6000 17500


o Anak umur 4-7 tahun : 5500 15500
o Anak umur 8-13 tahun : 4500 13500
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

24

Dinding thorak terlihat retraksi intercostali dan kalau berat disertai retraksi
epigastrium. Stemfremitus teraba mengeras bila beberapa kelainan kecil
menyatu. Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan, tetapi kalau
sarang bronkopneumonia menjadi satu, pada perkusi terdengar redup. Pada
auskultasi terdengar vesikuler mengeras, ronkhi basah halus dan sedang
nyaring yang terdengar pada stadium permulaan dan stadium resolusi
sedangkan pada stadium hepatisasi ronkhi tidak terdengar.7

3.1.9
1.

Pemeriksaan Laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/
mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat
berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.

2.

Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.

3.

Peningkatan LED.

4.

Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati.
Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan
tenggorok (throat swab).

5.

Analisa

gas

darah

(AGDA)

menunjukkan

hipoksemia

dan

hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.7


Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi,
karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan
kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan
pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman
tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:
1. Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak
tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotika.
2. Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan
masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotika.
3. Bronkopneumonia: Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang
cepat :
25

60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun

40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

4. Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala


seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.
Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. deteksi antigen bakteri
Pedoman diagnosa dan tatalaksana yang lebih sederhana menurut WHO.
Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumoni dibedakan berdasarkan :
-

Bronkopneumonia sangat berat :

Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
-

Bronkopneumonia berat :

Bila di jumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka
anak harus dirawat di rumah sakit dan di beri antibiotik.8
3.2.0

Diagnosis banding

Secara klinis pneumonia yang disebabkan oleh kuman (bakteri), virus tidak dapat
dibedakan. Keadaan yang menyerupai pneumonia secara klinik:

Bronkopneumonia

Bronkhiolitis

Bronkopneumonia7

Bronkhiolitis

Kausa : Bakteri, virus, jamur, lainnya

Kausa : Respiratory syncytial virus


(50%). Parainfluenza virus, mycoplasma
pneumonia, adenovirus dan beberapa
lainya.

Faktor resiko : Malnutrisi, inflamasi


kronik jalan nafas, faktor trauma pada
dada, trakeostomi, aspirasi,

Faktor resiko : Bayi premature,


imunodefisiensi, penyakit jantung
congenital, penyakit kronik saluran
nafas pada neonatus.

26

Anamnesis : Demam tinggi, batuk,


sesak nafas timbul mendadak

Anamnesis: Demam ringan/normal.


sesak nafas, mengi, mengenai anak < 2
tahun,tertinggi usia 6 bulan.

Gejala klinis :

Gejala klinis :

KU : Tampak sesak

KU : tampak sesak

VS :

VS :

RR: Takipneu

RR : Takipneu

Suhu : Meningkat

Suhu : Meningkat sedikit/normal.

Sianosis.

Sianosis

Pulmo

Pulmo

1. Inpeksi = simetris,retraksi,
ekspirasi memanjang
2. (-),ketinggalan gerak (-)
3. palpasi= VK kanan/kiri
meningkat.
4. perkusi=redup
5. auskultasi =SD vesikuler
meningkat, RBH (+), seluruh
lapangan paru wheezing
ekspiratoar (-).
Abdomen =hepar teraba tumpul
Laboratorium =leukosit meningkat.
Rontgen = infiltrate sampai
konsolidasi.

1. Inpeksi = simetris,retraksi (+),


ekspirasi memanjang
(+),ketinggalan gerak (+).
2. palpasi= VK kanan/kiri
menurun.
3. perkusi=hipersonor
4. auskultasi =SD vesikuler
menurun, RBH (+), tersebar,
wheezing ekspiratoar (+).
Abdomen =hepar teraba tajam,defleksi
dinding diafragma.
Laboratorium = tidak khas, dapat
normal.
Rontgen = mungkin masih normal atau
emfisematosa.

3.2.1 Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan hasil resistensi
dari kuman, akan tetapi mengingat hal ini sulit dilakukan, maka pengobatan yng
dapat diberikan adalah :
1. Antibiotika pada penderita secara polifragmasi selama 10-15 hari:
Ampisilin 100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
Kloramfenikol dengan dosis:

27

Umur < 6 bulan : 25-50 mg/KgBB/hari.


Umur >6 bulan :50-75 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
Atau gentamisin dengan dosis 3-5 mg/KgBB/hari dalam 2 dosis
2. Suportif
IVFD,oksigen,pembersih jalan nafas.6
3.2.2 Komplikasi
1. Otitis media
2. Bronkiektasis
3. Abses paru
4. Empiema5
3.2.3

Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi

didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang


terlambat untuk pengobatan.7
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.
Infeksi berat dapat memperburuk keadaan melalui asupan makanan dan
peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan
memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Keduaduanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi
dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi
dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.7

3.2.4

Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak

dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat


menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.5
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat,
makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan dan beristirahat yang
cukup.4

28

Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan


terinfeksi antara lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
Vaksin influenza yang diberikan.4
3.2.5

Kesimpulan
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan

pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi


berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat
disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.
Hal ini disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur
dan benda asing. Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi
alveolus dan jaringan intersitial. Berbagai mikroorganisme penyebab pneumonia
diantaranya adalah virus, jamur dan bakteri. S. Pneumoniae merupakan penyebab
tersering pneumonia pada semua kelompok umur. Diagnosis dapat ditegakkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada anamnesi dapat
ditemukan gejala-gejala seperti batuk, sesak napas dan demam. Pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan suara ronkhi paru dan vesikuler menurun. Untuk penunjang
biasanya dapat dilakukan foto thoraks, biasanya akan ditemukan gambaran air
bronchogram maupun konsolidasi. Terapi pada pasien biasanya dapat diberikan
secara kausatif, yaitu pemberian antibiotik. Dapat pula diberikan antipiretik dan
nebulisasi sebagai supportif. Prognosis pun biasanya baik pada pasien ini.

BAB IV
ANALISA KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun 1 bulan dengan berat 18 kg datang
dengan keluhan utama sesak nafas. Pasien dibawa keluarga dengan keluhan sesak
nafas disertai dengan batuk dan demam sebelumnya. Secara teoritis hal ini sesuai
dengan literatur yang mengatakan bahwa bronkopneumonia sering disertai ISPA
sebelum ditemukan gejala bronkopneumonia pada pasien. Gejala sesak nafas yang
dirasakan pasien disebabkan karena tidak adekuatnya difusi dan osmosis oksigen

29

dan karbon monoksida karena akumulasi dan functiolaesa dari alveolus penderita
bronkopneumonia. Dalam tubuh manusia terdiri dari beberapa macam jaringan
dimana jaringan tersebut memiliki kapasitasnya masing-masing terhadap oksigen
sebagai nutrisi, pada bronkopnemunia pasien mengalami inadekuasi dalam
pemenuhan kebutuhan oksigen ke jaringan, hal ini menyebabkan jaringan
mengirimkan sinyal ke otak untuk mempercepat pernafasan guna mencukupi
kebutuhan jaringan.
Pasien mengalami batuk berdahak. Hal ini muncul oleh karena proses
infeksi pada jaringan paru beserta komponennya sebagai pembentuk traktus
respiratorius dimana akan menghasilkan produksi mukus yang meningkat sebagai
mekanisme pembersihan saluran pernafasan disertai dengan tercetusnya reflex
batuk sebagai respon imun non spesifik akibat akumulasi mukus tersebut pada
silia. Dari pemeriksaan fisik didapatkan rhonki basah hal ini dikarenakan adanya
aliran udara yang melewati eksudat.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

Garna, herry, dkk. 2005. Pedoman diagnosis dan terapi. Bandung : UNPAD
Hegar, badriul. 2010. Pedoman pelayanan medis. Jakarta : IDAI.

3.

IDAI. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I 2004. Badan


Penerbit IDAI. Jakarta. 2004. Halaman 351-358.

4. Latief, abdul, dkk. 2009. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit standar

WHO. Jakarta : Depkes


5.

Matondang, Cory dkk. Diagnosis Fisik pada Anak edisi II. CV Sagung Seto,
Jakarta. 2003.
30

6.

Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Unpad. Bandung : 2005.

7.
8.

Rahajoe, Nastini.N.2008.Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta : IDAI


Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st
ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 -365.

31

Anda mungkin juga menyukai