PENDAHULUAN
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan
pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi
berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat
disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.
Hal ini disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur
dan benda asing. 1
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab
kematian utama pada balita. Departemen Kesehatan mendapatkan pneumonia
sebagai penyebab kejadian dan kematian tertinggi pada balita. Diperkirakan
pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu
pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak. 1
Insidensi pneumonia di negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, menurut data
mortalitas di negara berkembang, pneumonia merupakan seperempat penyebab
kematian pada anak di bawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang,
sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit
infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Mortalitas disebabkan oleh bakteremia
S.aureus dan S.pneumoniae selain karena malnutrisi dan kurangnya akses
keperawatan.4
Menurut WHO, 95% pneumonia pada anak-anak di dunia terdapat di
negara-negara berkembang. Infeksi saluran napas bawah menjadi kedua teratas
penyebab kematian pada anak-anak di bawah 5 tahun (sekitar 2,1 juta [19,6%])
Di Amerika pneumonia merupakan peringkat ke-6 dari semua penyebab
kematian dan peringkat pertama dari seluruh penyakit infeksi, angka kematian
akibat pneumonia mencapai 25% di Spanyol dan 12% atau 25-30 per 100.000
penduduk di Inggris dan Amerika.4
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah 5 tahun.
seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat
pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Pneumonia lebih
sering dijumpai di negara berkembang dibandingkan negara maju. Menurut survei
kesehatan anak nasional ( SKN ) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian
balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama
pneumonia.4
Menurut data Riskesdas 2007, prevalensi pneumonia (berdasarkan
pengakuan pernah didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam sebulan
terakhir sebelum survei) pada bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang
antar provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah provinsi Gorontalo
(13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10%. Sedangkan
prevalensi pada anak balita (1-4 tahun) adalah 1,00% dengan rentang antar
provinsi sebesar 0,1% - 14,8%. Seperti pada bayi, prevalensi tertinggi adalah
provinsi Gorontalo (19,9%) dan Bali (13,2%) sedangkan provinsi lainnya di
bawah 10%.3
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas pneumonia pada anak dan balita di banyak negara berkembang. Faktor
resiko tersebut adalah : pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir
rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat,
malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya kolonisasi pathogen di nasofaring,
tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri dan asap rokok),
imunodefisiensi dan imunosupresi (HIV, penggunaan obat imunisupresif), adanya
penyakit lain yang mendahului seperti campak, intubasi, trakeostomi, dan
abnormalitas anatomi. 1
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengang baik.
Tercatat bakteri tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenzae. 1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1
Identitas Pasien
Nama
: MD
Tanggal Lahir
: 29 Januari 2008
Umur
: 8 Tahun 1 Bulan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Suku
: Aceh
Agama
: Islam
Alamat
No CM
: 1-01-95-29
Tanggal Masuk RS
: 19 Maret 2016
: 26 Maret 2016
Anamnesa
Heteroanamnesa (dengan ibu dan ayah kandung pasien)
Keluhan Utama
: Sesak nafas
Keluhan Tambahan
kali sehari dengan volume sekali buang air kecil kira-kira setengah botol
aqua sedang ( sekitar 300 cc) dan berwarna jernih sampai kekuningan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sudah pernah memiliki riwayat sesak napas sebelumnya 1
minggu yang lalu. Riwayat asma tidak ada. Riwayat batuk lama tidak ada.
Riwayat Penggunaan Obat
- Nebule Ventoline
- Paracetamol Syr
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang mengeluhkan keluhan seperti pasien. Tidak
ada anggota keluarga yang menderita batuk lama. Tidak ada riwayat asma
dan alergi.
Riwayat Kehamilan
Ibu pasien ANC teratur ke bidan dan dokter spesialis kandungan. Saat
kehamilan pasien mengaku tidak menderita sakit apapun.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara section caesarea dan cukup bulan. Berat badan
lahir 3900 gr. Pasien merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Riwayat Imunisasi
Pasien sudah pernah mendapatkan imunisasi namun tidak lengkap dan
keluarga pasien lupa imunisasi apa yang diberikan.
Riwayat Nutrisi
0 6 bulan
: ASI
6 23 bulan
: ASI + MP
23 sekarang
2.3
a.
b.
Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: Tidak diperiksa
Frekuensi nadi
: 120 x / menit
Frekuensi napas
: 34 x / menit
Suhu tubuh
: 37,0 C
Antropometri
U
: 8 tahun 1 bulan
BB
: 18 kg
TB
: 105 cm
BBI
: 17 Kg
Status gizi
BB/U
TB/U
BB/TB
HA
: 4 tahun 5 bulan
Kebutuhan Cairan
Kebutuhan Kalori
: 70 x 18 kg
: 1260 Kkal/Hari
Kebutuhan Protein
: 1 x 18 kg
= 18 gr/ Hari
c. Status General
1. Kulit
Warna
: Sawo matang.
Turgor
: cepat kembali.
Sianosis
: tidak ada.
Ikterus
: tidak ada.
Oedema
: tidak ada.
2. Kepala
Bentuk
: normocephali.
Rambut
Wajah
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tonsil
Faring
: hiperemis (-/-)
3. Leher
Inspeksi
Palpasi
4. Thoraks
Inspeksi
Statis
Dinamis
Paru Depan
Inspeksi
Palpasi
Kanan
Kiri
Stem fremitus normal, nyeri Stem fremitus normal, nyeri
Perkusi
Auskultasi
Ronki
basah
halus
(+), Ronki
wheezing (-)
basah
halus
(+),
wheezing (-)
Paru Belakang
Inspeksi
Palpasi
Kanan
Kiri
Stem fremitus normal, nyeri Stem fremitus normal, nyeri
Perkusi
Auskultasi
Ronki
basah
halus
(+), Ronki
wheezing (-)
basah
halus
(+),
wheezing (-)
5. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
midklavikula sinistra.
Batas jantung kanan : ICS IV di linea parasternal dekstra.
Auskultasi
6. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
dijumpai.
Palpasi
Hepar
: Tidak teraba.
Lien
: Tidak teraba.
Ginjal
Perkusi
: Ballotement negatif
: Batas paru-hati relatif di ICS V, batas paru-hati absolut di
ICS VI, suara timpani di semua lapangan abdomen.
Pinggang: nyeri ketok kostovertebrae tidak ada.
7. Genitalia
: Tidak diperiksa.
8. Anus
: Tidak diperiksa.
9. Tulang Belakang
10. Ekstremitas
Kanan
Segala arah
5
Eutoni
+
-
Kiri
Segala arah
5
Eutoni
+
-
Lengan
Kanan
Segala arah
5
Eutoni
+
-
kiri
Segala arah
5
Eutoni
+
-
Fungsi sensorik
2.4
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
2.5
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
Leukosit
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Netrofil Segmen
Netrofil batang
Limfosit
Monosit
Banding
1. Bronkopneumonia
2. Bronkiolitis
Hasil :
19-03-2016
12,2 g/dL
36 %
5,1 x 106/mm3
304 x 103/mm3
15,2 x 103/mm3
12,0-14,5 g/dL
45-55 %
4,7-6,1 x 106/mm3
150-450 x 103/mm3
4,5-10,5 x 103/mm3
0%
0%
0%
90 %
7%
3%
0-6 %
0-2 %
50-70 %
2-6 %
20-40 %
2-8 %
2.6
Diagnosis Kerja
1. Bronkopneumonia
2.7
Terapi
- O2 3 L/menit dengan face mask
- IVFD 2:1 15 gtt/i makro
- Inj cefotaxime 600 mg/8 jam
- Paracetamol syr 3 x cth II
- Ambroxol syr 3 x cth
- Nebule ventolin 1 resp/ 8 jam
- Nebule NaCl 3% 1 cc/12 jam
- Diet mII 1400 kkal dengan 30 gr protein
Planning
2.8
2.9
Foto thorax.
Kultur sputum
Kultur darah
Nilai Rujukan
Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam
: Dubia ad bonam
Di
ag
no
sis
2.11 Resume
Pasien anak laki-laki berumur 8 tahun 1 bulan dengan berat badan 18 kg
datang ke IGD RSUDZA. Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari
yang lalu dan memberat malam ini. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh aktifitas
dan cuaca. Menurut pengakuan orang tua pasien sesak semakin memberat dari
hari ke hari. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak dalam 1 bulan yang ini.
Batuk di mulai dengan batuk kering yang semakin hari semakin memberat dan
sekarang sudah berkembang menjadi batuk berdahak dengan dahak berwarna
putih. Orang tua pasien mengatakan pasien juga mengalami demam berulang yang
tidak terlalu tinggi naik turun selama 2 minggu ini. Demam tidak disertai dengan
kejang. Demam turun jika diberikan obat penurun panas. Buang air besar
frekuensi 1 kali sehari dengan konsistensi lunak berwarna kuning. Buang air kecil
frekuensi 2-3 kali sehari dengan volume sekali buang air kecil kira-kira setengah
botol aqua sedang (sekitar 300 cc) dan berwarna jernih sampai kekuningan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nafas yang meningkat 34
kali/menit dan juga didapatkan rhonki basah halus dikedua lapangan paru.
Profesi/
Hasil Pemeriksaan
Intruksi
Bagian
Dokter/
S/ Pasien mengeluh
Respirologi
- O2 3 L/menit (face
Anak
mask)
- IVFD 2:1 15 gtt makro
- Inj. Cefotaxime 600
O/
HR : 106 x/i
RR : 42 x/i
T : 36,50C
Thoraks:
Retraksi epigatrium
intercostal (+), rhonki
basah halus (+/+),
Th/
mg/8 jam
- Paracetamol syr 3 x cth
II
- Ambroxol syr 3 x cth
10
vesikuler(+/+)
resp/12 jam
- Diet mII 1400 kkal
dengan 30 gr protein
A/ Bronkopnemonia
20/03/2016
Dokter/
Respirologi
anak
berdahak (+)
face mask
- IVFD 2:1 15 gtt/i
O/
makro
- Inj cefotaxime 600
mg/8 jam
- Paracetamol syr 3 x cth
II
- Ambroxol syr 3 x cth
21/03/2016
Dokter/
A/ Bronkopneumonia
S/ Sesak nafas
Respirologi
berkurang, batuk
anak
berdahak (+)
face mask
- IVFD 2:1 15 gtt/i
O/
makro
- Inj cefotaxime 600
HR: 98 x/i
RR: 28 x/i
T: 36,3 0C
Th/
- O2 3 L/menit dengan
mg/8 jam
- Paracetamol syr 3 x cth
II
- Ambroxol syr 3 x cth
11
Thoraks:
Retraksi epigatrium
intercostal (-), rhonki
basah halus (+/+),
vesikuler(+/+)
A/ Bronkopneumonia
22/03/2016
Dokter/
Respirologi
Anak
O/
HR: 110 x/i
RR: 34 x/i
T: 36,1 0C
mg/8 jam
- Paracetamol syr 3 x cth
Thoraks:
II
- Ambroxol syr 3 x cth
Retraksi epigatrium
intercostal (-), rhonki
basah halus (+/+),
vesikuler(+/+)
23/03/2016
Dokter/
Respirologi
Anak
A/ Bronkopneumonia
S/
O/
HR: 100 x/i
RR: 24 x/i
T: 35,5 0C
Th/
- O2 3 L/menit dengan
face mask (k/p)
- IVFD 2:1 15 gtt/i
makro
- Inj cefotaxime 600
mg/8 jam
- Paracetamol syr 3 x cth
12
II
- Ambroxol syr 3 x cth
Thoraks:
Retraksi epigatrium
intercostal (-), rhonki
basah halus (+/+),
vesikuler(+/+)
24/03/2016
Dokter/
Respirologi
Anak
A/ Bronkopneumonia
S/
O/
HR: 84 x/i
RR: 24 x/i
T: 36,4 0C
Thoraks:
Retraksi epigatrium
intercostal (-), rhonki
basah halus (+/+),
vesikuler(+/+)
A/ Bronkopneumonia
25/03/2016
Dokter/
Respirologi
Anak
13
dengan 30 gr protein
BAB III
14
TINJAUAN PUSTAKA
Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang anak laki-laki berusia 8 tahun 1
bulan yang dirawat diruang Serunee 1 RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada
tanggal 22 Maret 2016 dengan diagnosa bronkopneumonia. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan.
3.1
Bronkopneumonia
3.1.1 Definisi
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan
pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi
berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat
disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.
Hal ini disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur
dan benda asing. 1
3.1.2
Anatomi Paru
Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama
neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap
usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan
jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan
implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan
resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau
partikel yang terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan
ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus.
Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru. 7
Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari
epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada
area tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari
pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting
dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus
memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel
15
16
Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat
dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut
incissura interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi
menjadi 3 lobi, yaitu:
1.
Lobus Superior
Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior
2.
Lobus Medius
Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis
3.
Lobus Inferior
Dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal,
posterobasal
Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:
1.
Lobus Superior
Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior,
lingularis inferior.
2.
Lobus Inferior
Dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal,
dan
posterobasal. 8
17
3.1.3 Etiologi
Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus
group B dan bakteri Gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas Sp atau
Klebsiella Sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering
disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza tipe
B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja,
selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.5
Penyebab utama virus adalah
18
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
4.
5.
6.
7.
8.
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
1.
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.5
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
19
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.5
3.
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.5
4.
Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.5
3.1.5 Patofisiologi :
20
21
22
23
5 tahun : 30x/menit8
Tabel 2. Klasifikasi Pneumonia pada anak
Klasifikasi
< 2 bl Pneumonia berat
Bukan Pneumonia
2 bl-5 th Pneumonia
Nafas cepat
+
+
Retraksi
+
+
+
-
berat
Pneumonia
Bukan Pneumonia
: 5000 19500
24
Dinding thorak terlihat retraksi intercostali dan kalau berat disertai retraksi
epigastrium. Stemfremitus teraba mengeras bila beberapa kelainan kecil
menyatu. Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan, tetapi kalau
sarang bronkopneumonia menjadi satu, pada perkusi terdengar redup. Pada
auskultasi terdengar vesikuler mengeras, ronkhi basah halus dan sedang
nyaring yang terdengar pada stadium permulaan dan stadium resolusi
sedangkan pada stadium hepatisasi ronkhi tidak terdengar.7
3.1.9
1.
Pemeriksaan Laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/
mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat
berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
2.
3.
Peningkatan LED.
4.
Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati.
Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan
tenggorok (throat swab).
5.
Analisa
gas
darah
(AGDA)
menunjukkan
hipoksemia
dan
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
-
Bronkopneumonia berat :
Bila di jumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka
anak harus dirawat di rumah sakit dan di beri antibiotik.8
3.2.0
Diagnosis banding
Secara klinis pneumonia yang disebabkan oleh kuman (bakteri), virus tidak dapat
dibedakan. Keadaan yang menyerupai pneumonia secara klinik:
Bronkopneumonia
Bronkhiolitis
Bronkopneumonia7
Bronkhiolitis
26
Gejala klinis :
Gejala klinis :
KU : Tampak sesak
KU : tampak sesak
VS :
VS :
RR: Takipneu
RR : Takipneu
Suhu : Meningkat
Sianosis.
Sianosis
Pulmo
Pulmo
1. Inpeksi = simetris,retraksi,
ekspirasi memanjang
2. (-),ketinggalan gerak (-)
3. palpasi= VK kanan/kiri
meningkat.
4. perkusi=redup
5. auskultasi =SD vesikuler
meningkat, RBH (+), seluruh
lapangan paru wheezing
ekspiratoar (-).
Abdomen =hepar teraba tumpul
Laboratorium =leukosit meningkat.
Rontgen = infiltrate sampai
konsolidasi.
3.2.1 Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan hasil resistensi
dari kuman, akan tetapi mengingat hal ini sulit dilakukan, maka pengobatan yng
dapat diberikan adalah :
1. Antibiotika pada penderita secara polifragmasi selama 10-15 hari:
Ampisilin 100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
Kloramfenikol dengan dosis:
27
Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
3.2.4
Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
28
Kesimpulan
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan
BAB IV
ANALISA KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun 1 bulan dengan berat 18 kg datang
dengan keluhan utama sesak nafas. Pasien dibawa keluarga dengan keluhan sesak
nafas disertai dengan batuk dan demam sebelumnya. Secara teoritis hal ini sesuai
dengan literatur yang mengatakan bahwa bronkopneumonia sering disertai ISPA
sebelum ditemukan gejala bronkopneumonia pada pasien. Gejala sesak nafas yang
dirasakan pasien disebabkan karena tidak adekuatnya difusi dan osmosis oksigen
29
dan karbon monoksida karena akumulasi dan functiolaesa dari alveolus penderita
bronkopneumonia. Dalam tubuh manusia terdiri dari beberapa macam jaringan
dimana jaringan tersebut memiliki kapasitasnya masing-masing terhadap oksigen
sebagai nutrisi, pada bronkopnemunia pasien mengalami inadekuasi dalam
pemenuhan kebutuhan oksigen ke jaringan, hal ini menyebabkan jaringan
mengirimkan sinyal ke otak untuk mempercepat pernafasan guna mencukupi
kebutuhan jaringan.
Pasien mengalami batuk berdahak. Hal ini muncul oleh karena proses
infeksi pada jaringan paru beserta komponennya sebagai pembentuk traktus
respiratorius dimana akan menghasilkan produksi mukus yang meningkat sebagai
mekanisme pembersihan saluran pernafasan disertai dengan tercetusnya reflex
batuk sebagai respon imun non spesifik akibat akumulasi mukus tersebut pada
silia. Dari pemeriksaan fisik didapatkan rhonki basah hal ini dikarenakan adanya
aliran udara yang melewati eksudat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Garna, herry, dkk. 2005. Pedoman diagnosis dan terapi. Bandung : UNPAD
Hegar, badriul. 2010. Pedoman pelayanan medis. Jakarta : IDAI.
3.
4. Latief, abdul, dkk. 2009. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit standar
Matondang, Cory dkk. Diagnosis Fisik pada Anak edisi II. CV Sagung Seto,
Jakarta. 2003.
30
6.
7.
8.
31