Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang
berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia, sirosis
menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun
akibat penyakit ini.1
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insiden sisirosis di Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati
alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di Indonesia, data prevalensi sirosis hati belum ada,
hanya laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.Sardjito Yogyakarta jumlah pasien
sirosis hati berkisar 4,1 % dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun
waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati
sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.2
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum
wanita sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun
dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.
PROGNOSIS
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.2
Klasifikasi Child-Pugh juga digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis yangakan
menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites,
ensefalopati dan juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Chil A, B dan C.
KlasifikasiChild-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama 1
tahun untuk pasien Child A, B dan C berturut-turut 100, 80, dan 45%.2
Faktor
Unit
Serum
bilirubin
mol/L
< 34
3451
> 51
mg/dL
< 2,0
2,03,0
> 3,0
Serum
albumin
g/L
> 35
3035
< 30
g/dL
> 3,5
3,03,5
< 3,0
Prothrombin
time
Detik
pemanjangan
04
46
>6
INR
< 1,7
1,7-2,3
> 2,3
Ascites
Tidak ada
Dapat
dikontrol
Tidak dapat
dikontrol
Hepatic
encephalopa
thy
Tidak ada
Minimal
Berat
Klasifikasi Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan skor dari lima faktor dan dapat bernilai
dari 5 sampai 15. Klasifikasi Child-Pugh kelas A (5-6), B (7-9), atau C (10 atau lebih). Keadaan
dekompensasi mengindikasikan cirrhosis dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas B). [3]
PATOFISIOLOGI
Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi untuk menjadi sirosis
adalah kematian sel hati, regenerasi, dan fibrosis progresif. Dalam kaitannya
dengan fibrosis, hati normal mengandung kolagen interstitium (tipe I, III, dan IV) di
saluran porta dan sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Di ruang
antara sel endotel sinusoid dan hepatosit (ruang Disse) terdapat rangka retikulin
halus kolagen tipe IV. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks
ekstrasel mengendap di semua bagian lobus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan
penetrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatica dan arteri hepatica ke
vena porta. Angiogenesis membentuk pembuluh darah baru pada lembaran fibrosa
yang mengelilingi nodul. Pembuluh darah ini menghubungkan arteri hepatica dan
vena porta ke venula hepatika. Adanya gangguan aliran darah seperti itu,
berkontribusi dalam hipertensi porta, yang meningkat akibat nodul regenerasi
menekan venula hepatica. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran
endotel yang berlubang-lubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan
hepatosit, menjadi saluran vaskuler tekanan tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran
zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein (misal albumin, faktor pembekuan,
(4), (5)
Sumber utama kelebihan kolagen pada sirosis tampaknya adalah sel stellata
perisinusoid penyimpan lemak, yang terletak di ruang Disse. Walaupun secara
normal berfungsi sebagai penyimpan vitamin A dan lemak, sel ini mengalami
pengaktifan selama terjadinya sirosis, kehilangan simpanan retinil ester, dan
berubah
menjadi
sel
mirip
miofibroblas.
Rangsangan
untuk
sintesis
dan
produksi
sitokin
peradangan
seperti
factor
nekrosis
tumor
(TNF),
limfotoksin, dan interleukin 1; pembentukan sitokin oleh sel endogen yang cedera
(sel Kupffer, sel endotel, hepatosit, dan sel epitel saluran empedu); gangguan
matriks ekstrasel; stimulasi langsung sel stelata oleh toksin.
Hipertensi porta pada sirosis disebabkan
(4)
oleh peningkatan
resistensi
terhadap aliran porta di tingkat sinusoid dan penekanan vena sentral oleh fibrosis
perivenula dan ekspansi nodul parenkim. Anastomosis antara system arteri dan
porta pada pita fibrosa juga menyebabkan hipertensi porta karena mengakibatkan
system vena porta yang bertekanan rendah mendapat tekanan arteri. Empat
konsekuensi utama adalah (1) asites (2) pembentukan pirau vena portosistemik, (3)
splenomegali kongestif, dan (4) ensefalopati hepatika.
(6)
(1) Asites : adalah kumpulan kelebihan cairan di rongga peritoneum. Faktor utama
patogenesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi
porta) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia. Factor lain yang
berperan adalah retensi natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran limfe hati.
Kelainan ini biasanya mulai tampak secara klinis bila telah terjadi penimbunan paling
sedikit 500 mL, tetapi cairan yang tertimbun dapat mencapai berliter-liter dan
menyebabkan distensi massif abdomen. Cairan biasanya berupa cairan serosa dengan
protein 3g/dL (terutama albumin) serta zat terlarut dengan konsentrasi serupa, misalnya
glukosa, natrium, dan kalium seperti dalam darah. (4), (7)
(2) Pirau portosistemik : dengan meningkatnya tekanan sistem porta, terbentuk pembuluh
pintas di tempat yang sirkulasi sistemik dan sirkulasi porta memiliki jaringan kapiler
yang sama. Tempat utama adalah vena disekitar dan di dalam rektum (bermanifestasi
sebagai hemoroid), taut kardioesofagus (menimbulkan varises esophagogastrik),