Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalahyang berjudul Reproduksi
Kuda dalam rangka memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Reproduksi Vertebrata.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
dorongan dari teman-teman mahasiswa seangkatan tahun 2012 dan orang tua yang selalu
memberikan dukungan moral pada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan. Seperti pepatah tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Serta penulia
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat di masyarakat.
Makassar, Maret 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kuda yang dikenal

sebagai

hewan

herbivora-non

ruminansia

memiliki manfaat cukup banyak bagi kehidupan manusia. Dalam


sejarah tercatat bahwa kuda dapat digunakan sebagai bahan pangan
melalui pemanfaatan daging dan susu. Selain itu kuda juga dapat
dimanfaatkan untuk olahraga atau rekreasi, keperluan pertanian
secara luas dan sebagai alat. Melalui peranannya ini maka penting
untuk dilakukan pelestarian melalui budidaya yang intensif. Selain
pengawinan secara alamiah, inseminasi buatan (IB) merupakan salah
satu teknologi reproduksi yang digunakan untuk peningkatan produksi
dan

perbaikan

mutu

genetik

ternak

dan

sebagai

alat

dalam

pelaksanaan kebijakan pemuliaan secara nasional. Di Indonesia IB


pada kuda telah dilaksanakan sejak tahun 2000-an, meskipun demikian
sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal, dibandingkan
dengan IB pada ternak lainnya. Tingkat keberhasilan pengawinan kuda
yang masih rendah baik secara inseminasi maupun kawin alam di
Indonesia sudah selayaknya menjadi suatu titik perhatian.
Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya tingkat keberhasilan
pengawinan ini adalah minimnya informasi mengenai lama siklus dan
periode estrus pada kuda, sehingga peternak tidak mampu untuk
menentukan waktu optimal kawin pada kuda. Hal ini berbeda jika
dibandingkan dengan ternak lainnya seperti pada sapi, kambing,
domba dan babi tingkat keberhasilan pengawinannya relatif lebih
tinggi. Observasi mengenai lama siklus dan periode estrus secara
intensif

sangat

dibutuhkan

untuk

memperoleh

tingkat

efisiensi

reproduksi. Hal ini dapat dicerminkan melalui tingkat keberhasilan


pengawinan yang tinggi. Detasemen Kavaleri Berkuda merupakan
satuan

operasional

dibawah

pusat

kesenjataan

kavaleri

yang

menyelenggarakan peternakan kuda serta menyelenggarakan tugastugas protokoler dan pengembangan olah raga berkuda nasional. Hal
ini dapat dijadikan 2 dasar sebagai suatu sarana untuk dilakukannya
observasi mengenai lama siklus dan periode estrus pada kuda.
B. Tujuan

1. Kita dapat mengetahui alat-alat reproduksi pada kuda betina dan


kuda jantan
2. Kita dapat mengetahui mekanisme reproduksi pada kuda
3. Kita dapat mengetahui teknologi yang dikembangkan

untuk

reproduksi kuda

BAB II
PEMBAHASAN

A. Alat Alat Reproduksi

Kuda merupakan salah satu jenis ternak herbivora-non ruminansia yang telah terkenal
luas. Kuda bersifat nomadik dan kuat serta memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dan
memiliki kemampuan belajar yang baik dalam mengenal suatu obyek (Kilgour dan
Dalton, 1984), dengan klasifikasi zoologis menurut Blakely dan Bade (1991) adalah :
Kingdom

: Animalia (hewan)

Phylum

: Chordata (bertulang belakang)

Class

: Mammalia (menyusui)

Ordo

: Perissodactyla (berteracak tidak memamahbiak)

Family

: Equidae

Genus

: Equus

Spesies

: Equus caballus

Selain kuda, keledai juga termasuk kedalam famili Equidae, yang membedakannya
adalah pada spesiesnya yaitu Equus asinus. Keledai merupakan hewan jinak yang
digunakan untuk alat transportasi dan binatang kesayangan. Banyak persamaan kondisi
fisiologis reproduksi antara keledai dengan kuda (Blanchard dan Taylor, 2005).
1. Anatomi Reproduksi Kuda Betina
Organ genitalia kuda betina terdiri atas dua buah ovarium, dua buah tuba fallopii,
uterus, vagina dan vulva. Organ reproduksi kuda betina selengkapnya diperlihatkan
pada Gambar 1.

Gambar 1 Organ Reproduksi Kuda Betina


Sumber : Morel (2008)
Ovarium adalah suatu organ primer reproduksi pada betina. Ovarium dapat
bersifat endokrin atau sitogenik karena mempunyai kemampuan menghasilkan
hormon yang akan disalurkan ke dalam peredaran darah, dan juga penghasil ovum
(sel telur) yang diovulasikan oleh ovarium. Ovarium berfungsi dalam pembentukan
dan pematangan folikel menjadi ovum, ovulasi (egg release) sintesis dan sekresi
hormon-hormon steroid (steroidogenesis) (Hafez dan Hafez, 2000a; Morel, 2008).
Pada saat musim kawin ovarium memiliki ukuran panjang 6-8 cm dan lebar 3-4
cm, pada saat itu kondisi ovarium terasa lebih lembut hal ini terjadi karena adanya
sekresi cairan akibat perkembangan sel folikel. Lain halnya ketika bukan musim
kawin ukuran ovarium cenderung lebih kecil yaitu dengan panjang 2-4 cm dan lebar
2-3 cm, dalam kondisi seperti ini ovarium akan terasa tidak lembut hal ini disebabkan
tidak adanya perkembangan folikel (Morel, 2008).
Tuba falopii atau oviduct adalah saluran yang berpasangan dan berkonvulasi yang
berfungsi mengantarkan ovum yang diovulasikan dari ovarium menuju cornua uteri.
Ovum yang diovulasikan oleh ovarium akan diterima oleh infundibulum menuju
ampula tempat terjadinya proses pembuahan (fertilisasi). Lapisan dalam tuba falopii
merupakan membran mukosa yang berlipat-lipat dilapisi oleh epitel silia kolumner
sederhana. Selama masa estrus dan sebelum kelahiran epitel bersilia tersebut bersifat
sekretoris aktif (Manan, 2002).
Panjang rataan dari tuba falopii ini adalah 25-30 cm (Morel, 2008). Uterus
merupakan organ yang berperan pada saat kebuntingan berfungsi sebagai tempat
implantasi, retensi (pemeliharaan) dan nutrisi konseptus. Uterus terdiri dari carpus
uteri (badan uterus) dan cornua uteri (tanduk uterus). Corpusuteri berfungsi sebagai
tempat deposisi semen pada saat IB, sedangkan cornua uteri berfungsi sebagai tempat

menempelnya zigot, lalu berkembang menjadi embrio dan fetus. Secara anatomis dan
histologis, cornua dan corpus uteri memiliki struktur yang sama yaitu terdiri dari
myometrium

(otot),

perimetrium

(selaput

serosa/peritonium),

endometrium

(mukosa/selaput lendir) (Manan, 2002).


Corpusuteri normalnya mempunyai rataan panjang 18-20 cm dengan diameter 812 cm, sedangkan untuk cornua uteri memiliki panjang hingga 25 cm dengan
diameter 4-6 cm mengerucut hingga 1-2 cm mendekati tuba falopii. Uterus pada kuda
dinamakan dengan simplex bipartitus, hal ini disebabkan oleh ukuran corpus uteri
yang lebih besar dibandingkan dengan cornua uteri (Gambar 2), berbeda dengan
ternak lainnya dimana cornua uteri cenderung lebih besar dan mendominasi (Morel,
2008).

Gambar 2 Uterus
Sumber: Mottershead (1999)
Serviks (Gambar 3) atau leher uterus adalah suatu urat daging sphinctertubular
yaitu otot polos yang sangat kuat yang terletak antara uterus dan vagina.Serviks
mempunyai panjang antara 5-10 cm dengan diameter antara 1,5-1,7 cm. Saluran
serviks dikenal dengan nama Canalis cervicalis, mempunyai bentuk berkelok-belok
karena dibentuk oleh Annulus cervicalis. Annulus cervicalis yaitusuatu cincin yang
melingkar di Canalis cervicalis. Cairan mukus yang dikenal sebagai lendir serviks
dapat menutupi lumen pada saat hewan dalam keadaan bunting, tetapi akan kembali
mencair pada saat estrus atau saat proses kelahiranberlangsung. Adapun fungsi serviks
adalah sebagai gerbang yang kuat, melindungiuterus dari infeksi lingkungan luar
(Manan, 2002).

Serviks dalam kondisi tidak estrus akan tertutup rapat dan kuat, berwarna pucat
dan mempunyai ukuran panjang rataan6-8 cm dengan diameter 4-5 cm, sedangkan
dalam kondisi estrus otot serviks akan mengalami relaksasi yang akan memudahkan
penis masuk kedalamnya, selain itu serviks berwarna merah muda dan terlihat
menonjol sehingga vagina kuda yang sedang estrus akan terlihat lebih besar dan tidak
terdapat lipatan (Morel, 2008).
Serviks adalah barier fisik bagi pergerakan mikroorganisme kedalam saluran
reproduksi. Fungsi serviks difasilitasi oleh sekresi lendir yang kental dan dapat
menutupi lumen serviks selama terjadi kebuntingan. Sekresi lendir pada serviks ini
juga mengandung bahan yang disebut lactoferin yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri (Lestari, 2006)

Gambar 3 Serviks
Sumber: Mottershead (1999)
Vagina termasuk kedalam organ reproduksi bagian luar dan merupakan gerbang
bagi mikroorganisme memasuki tubuh ternak betina. Vagina memiliki diameter 10 -15
cm dan panjang rata-rata 18 - 23 cm. Dinding vagina yang elastis ini merupakan otot
yang dilapisi oleh mukosa dan dengan keelastisannya dapat membantu dalam proses
kelahiran. Vagina merupakan perlindungan pertama dalam sistem dan saluran
reproduksi yang memiliki pH asam sehingga dapat membunuh bakteri (Morel, 2008).
Vagina mempunyai fungsi sebagai tempat terjadinya pengawinan, tempat
peletakan semen pada pengawinan alam, dan juga sebagai tempat penyimpanan
vaginal pessary atau spons vaginal pada saat sinkronisasi estrus. Vestibula adalah
bagian tubular dari saluran reproduksi antara vagina dan labia vulva. Vestibula vagina
memiliki beberapa urat daging sirkuler atau serupa sphincter yang menutup saluran
kelamin dari lingkungan luar sehingga dapat memperkecil kemungkinan masuknya
mikroorganisme kedalam vagina (Lestari, 2006).

Vulva berada kurang lebih tujuh cm dibawah anus termasuk ke dalam organ
reproduksi bagian luar, yang akan dilalui pada saat kopulasi sebelum vagina. Otot
sphincter vulva memperkecil kemungkinan masuknya mikroorganisme ke dalam
vagina, demikian pula otot sphincter vestibula memperkecil pergerakan mikroba
menuju arah anterior vagina (Lestari, 2006).
Vulva terletak lurus secara vertikal terhadap anus dan hal ini memberikan peluang
untuk terjadinya kontaminasi yang berasal dari kotoran. Vulva kuda yang normal
tidak boleh memiliki kemiringan lebih dari 10 dari kondisi vertikal yang sewajarnya
(Gambar 4 dan 5), kondisi bibir vulva harus rapat dan normal (England, 2004).

Gambar 4 Konformasi Vulva Normal dan Abnormal


Sumber : England (2004)

(a)

(b)

Gambar 5 Vulva Kuda Normal (a) dan Vulva Kuda Abnormal (b)
Sumber : Morel, 2008
Pada bagian dalam vulva terdapat klitoris dan tiga sinus yang menghasilkan
lingkungan yang tidak diinginkan oleh pertumbuhan bakteri yang menyebabkan
penyakit (Morel, 2008). Vulva terdiri dari dua labia (commissural dorsalis dan
ventralis). Klitoris terdiri dari dua krura atau akar, badan dan kepala (glans). Klitoris
terdiri dari jaringan erektil yang tertutup oleh ephitel dan dengan sempurna
memperoleh inervansi dari ujung-ujung saraf sensori (Manan, 2002).
2. Organ Reproduksi Jantan
Poros gerakan dan glans penis memperpanjang cranioventrally daerah umbilikus
dari dinding perut. Tubuhnya berbentuk silinder tapi dikompresi lateral. Ketika diam,
penis secara perlahan, termanpatkan, dan panjang sekitar 50 cm. Lima belas sampai
20 cm terletak bebas dalam preputium. Ketika maksimal tegak, penis sampai tiga kali
lebih panjang daripada saat berada dalam keadaan diam.

Gambar : Ujung kranial penis di bagian median secara in situ di kuda, aspek medial.
a, penis corpus cavernosum, b, corpus spongiosum glandis, c, uretra, d, proses uretra,

e, fossa glandis, f, orifice preputial eksternal, g, rongga preputial (internal), h, plica


preputialis, i, preputium.

Gambar : Representasi grafis dari saluran urogenital dari kuda tersebut. a, penis, b,
testis, c, ginjal, d, ureter, e, kandung kemih, f, duktus deferens, g, vesikula seminalis,
h, kelenjar prostat, i, kelenjar Cowper.

Gambar : Penis kuda jantan yang diperpanjang (menonjol dari preputium),


meninggalkan aspek lateral. a, glans penis, b, bagian bebas dari penis, c, lampiran
lapisan tipis bagian dalam lipatan preputial ke penis, d, lapisan tipis bagian dalam
lipatan preputial, e, cincin preputial, f, lamina luar lipatan preputial; g, lamina internal
lipatan eksternal preputium, h, fossa glandis, i, proses uretra, k, corona glandis, l,
collum glandis.
B. Mekanisme Reproduksi
1. Pubertas
Pubertas atau dewasa kelamin didefinisikan sebagai kondisi dimana organ-organ
reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi. Menurut Tulang
pelvis Tulang pelvis England (2004) dan Morel (2002) pubertas pada kuda terjadi
pada umur kurang lebih 18-24 bulan, sedangkan menurut Hafez dan Hafez (2000c)
umur pubertas pada kuda dapat dicapai antara 15 hingga 18 bulan. Pada hewan jantan,
pubertas

ditandai

dengan

kesanggupannya

berkopulasi

dan

menghasilkan

spermatozoa yang motil diikuti dengan perubahan-perubahan kelamin sekunder


lainnya. Pubertas pada kuda betina ditandai oleh terjadinya estrus (England, 2004)
Kuda yang memiliki kerja berat, dewasa kelaminnya akan tertunda hingga umur 3 4
tahun (Laing, 1979). Kuda betina yang sudah mengalami pubertas sebaiknya tidak
dikawinkan sebelum mencapai umur dua tahun dan bahkan sebaiknya setelah berumur
tiga tahun. Kuda betina yang dikawinkan pada umur yang lebih muda, biasanya
tingkat kebuntingannya rendah (Blackely dan Bade, 1991).
2. Siklus Estrus
Siklus estrus merupakan satu periode dari satu estrus ke estrus berikutnya atau
interval antara timbulnya satu periode estrus ke permulaan periode estrus berikutnya
(Slusher et al., 2004). Kuda betina digolongkan kedalam "seasonallypolyestrus" yang
berarti kuda betina mengalami siklus estrus dalam waktu yang tertentu setiap
tahunnya (pada musim semi dan panas). Hal ini bertujuan untuk menghindari
kelahiran anak kuda dalam kondisi cuaca yang tidak baik atau ekstrim (Mottershead,
2001). Lama siklus estrus kuda bervariasi yaitu antara 21 hingga 23 hari (Slusher et
al, 2004; England, 2004). Beberapa kuda memperlihatkan keinginan kawin yang
besar pada awal musim kawin selama periode estrus yang panjang tetapi tidak terjadi
ovulasi. Kuda ini mungkin tidak akan subur sampai periode estrusnya menjadi lebih
pendek dan lebih teratur. Kuda lain mungkin hanya mengalami estrus tenang atau
silent heat dimana terjadi ovulasi tetapi tidak memperlihatkan keinginan untuk kawin.
Banyak kuda semacam ini akan dapat bunting apabila saat estrus dapat diidentifikasi
melalui palpasi rektal serta diamati perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada
vulva, vagina dan serviksnya (Frandson, 1992). Fase awal dari siklus estrus ini
dianggap sebagai fase penumpukan atau pemantapan dimana folikel ovarium yang
berisi ovum membesar terutama karena meningkatnya cairan folikel yang berisi cairan
estrogenik. Estrogen yang diserap dari
folikel kedalam aliran darah merangsang peningkatam vaskularisasi dan
pertumbuhan sel gamet dalam persiapan untuk estrus dan kebuntingan yang terjadi
(Frandson, 1992). Siklus estrus pada kuda terdiri dari estrus dan diestrus. Diestrus
adalah periode terakhir dan terlama pada siklus estrus, yaitu suatu kondisi dimana selselgranulosa dari folikel yang berovulasi pada akhir estrus berubah menjadi sel lutein
dan membentuk corpus luteum (CL). Selanjutnya CL menjadi matang dan konsentrasi
progesteron semakin meningkat. Progesteron ini menghambat sekeresi Follicle
stimulating hormone (FSH) oleh hipofisa anterior sehingga menghambat pertumbuhan

folikel ovarium dan mencegah terjadinya estrus. Jika kuda itu tidak bunting, CL akan
teregresi dan terjadi perkembangan folikel yang baru. Diestrus biasanya berlangsung
selama 15 sampai dengan 19 hari (Slusher et al., 2004). Menurut Hafez dan Hafez
(2000b) dan (England, 2004) diestrus pada kuda terjadi masing masing selama 14 hari
dan 14-16 hari. Lama diestrus yang bervariasi ini, dapat disebabkan oleh tiga hal
yaitu, terjadinya ovulasi akan tetapi tidak terlihat gejala estrus atau yang dinamakan
dengan silent ovulasi, adanya keberadaan CL yang persisten yang tidak dapat dilisis
oleh PGF2 atau PGF2 yang dihasilkan tidak cukup untuk melisis CL dan yang
terakhir adalah adanya ovarium yang tidak aktif baik pada masa transisi maupun
bukan musim kawin. Beberapa hal tersebut dapat menyebabkan perhitungan lama
diestrus yang bervariasi (Morel, 2002). Siklus estrus terbagi menjadi dua fase yaitu
fase luteal dan fase folikuler. Fase luteal dapat disebut juga dengan diestrus
merupakan suatu kondisi dimana CL dominan, sedangkan fase folikuler (estrus)
adalah fase disaat terjadi perkembangan folikel dominan. Kuda betina merupakan
ternak yang efisien, dia dapat estrus selama laktasi, tidak seperti ternak lainnya yaitu
domba yang sama-sama tergolong kedalam seasonally polyestrus. Kuda betina
bahkan mampu bunting dan laktasi dalam satu waktu yang sama. Kuda betina akan
terlihat estrus 4-10 hari setelah beranak yang dinamakan dengan foal heat. Setelah
itu kuda betina akan kembali pada siklus estrus yang regular yaitu 21 hari (Morel,
2002). Kuda betina dapat dikawinkan kembali 2-3 minggu setelah beranak (Reilas,
2001).
3. Periode Estrus
Periode estrus pada kuda rata-rata adalah tujuh hari dengan kisaran 4-8 hari.
Ovulasi biasanya terjadi secara spontan menjelang akhir estrus. Ovulasi akan terjadi
pada 24 hingga 48 jam menjelang akhir estrus dan sebaiknya kuda dikawinkan dua
hari menjelang akhir estrus dan diteruskan pada hari terakhir sebelum masa estrus
berakhir (Hafez dan Hafez, 2000c). Lamanya periode estrus bervariasi antara 4-7 hari
(England, 2004) dan 5-6 hari (Malinowski, 2008) bahkan dapat mencapai 2-10 hari
(Morel, 2002). Hafez dan Hafez (2000c), menyatakan lama dan siklus estrus dapat
berbeda antar individu kuda betina. Selama estrus vulva kuda betina terlihat lebih
besar dan lipatan pada vulva melonggar dan akan mudah jika ingin dilakukan
pemeriksaan. Selaput mukosa vulva membengkak, memerah, basah dan mengkilap
karena dilapisi oleh lendir yang transparan. Selain itu kuda yang sedang estrus selalu
berdiri dalamkeadaan seperti akan urinasi, mengangkatkan ekornya dan terjadi

kontraksi pada klitoris. Kuda betina estrus pada saat didekati kuda jantan akan urinasi,
terdiam, ekor diangkat dan mengambil posisi siap untuk kawin dengan kondisi vulva
yang menutup dan membuka (Morel, 2008).
4. Peranan Hormon Selama Siklus Estrus
Hormon

yang

berperan

dalam

siklus

estrus

meliputi:

gonadotropin

releasinghormone (GnRH), follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing


hormone (LH), estrogen, progesteron, prostaglandin F2, serta inhibin dan activin
(Mottershead, 2001). Level hormon dan aktivitas ovarium dalam siklus estrus dapat
dilihat secaralengkap pada Gambar 6.

Gambar 6 Level Hormon dan Aktivitas Ovarium pada Siklus Estrus


Sumber : Mottershead (2001)
Gambar 6 memperlihatkan ovulasi terjadi pada hari ke-0 menunjukkan adanya
peningkatan LH. Apabila tidak terjadi kebuntingan maka CL akan mulai teregresi.
Corpus luteum teregresi sempurna pada hari ke-18. Level progesteron akan menurun
seiring dengan teregresinya CL (hari ke-13). Level FSH akan meningkat yang akan
berperan penting dalam pertumbuhan folikel untuk mempersiapkan terjadinya ovulasi
kembali (hari ke 19-22 terhitung dari estrus sebelumnya) (Slusher et al., 2004).
Hormon FSH ini akan menurun setelah sel folikel matang, hal ini terjadi karena
adanya inhibin yang dihasilkan oleh sel folikel tersebut sebagai negatif feedback
(umpan balik negatif) terhadap produksi FSH melalui respon yang disampaikan pada
hipofisa anterior. Selain itu terdapat activin yang dihasilkan oleh cairan folikel sebagai
positif feedback (umpan balik positif) untuk dihasilkannya FSH setelah terjadi
ovulasi, untuk mempersiapkan perkembangan folikel berikutnya (Morel, 2002).
Gonadotropin releasing hormone (GnRH), disekresikan oleh hipotalamus dan
mempengaruhi kegiatan hormon reproduksi. Sekresi dari GnRH akan merangsang
produksi hormon lain (FSH, LH). Pada kuda yang sedang estrus GnRH disekresikan

secara terus-menerus setiap dua jam pada diestrus dan dua kali per jam selama estrus
(Mottershead, 2001).
Gonadotropin releasing hormone (GnRH) ini 20% nya berperan dalam mengatur
tingkah laku kuda yang sedang estrus dan 80% lainnya berperan dalam menstimulasi
pelepesan FSH dan LH pada hipofisa anterior (Morel, 2002). Hormon estrogen
dihasilkan dari folikel yang berfungsi mengatur tingkah laku yang ditimbulkan selama
siklus estrus berlangsung. Hormon estrogen ini akan meningkat menjelang estrus. Hal
ini menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku kuda betina yang dapat menerima
pejantan (Slusher et al, 2004). Hormon lainnya seperti FSH dan LH, kedua hormon
ini diproduksi di kelenjar hipofisa dan diatur oleh GnRH. FSH berfungsi merangsang
pematangan sel telur dan pembentukan hormon estrogen dan LH berfungsi untuk
merangsang terjadinya ovulasi (Mottershead, 2001; Slusher et al, 2004).
Menurut Slusher et al. (2004) konsentrasi LH terendah adalah selama fase luteal
dari pertengahan estrus, naik hanya beberapa hari sebelum estrus atau segera setelah
ovulasi, untuk kemudian kembali turun ketingkat sebelumnya selama beberapa hari
berikutnya. Hormon progesteron yang dihasilkan oleh CL adalah hormon utama yang
bertanggungjawab terhadap kebuntingan (Mottershead, 2001). Progesteron berperan
dalam mempertahankan kebuntingan hingga menjelang 150 hari kebuntingan. Sejak
150 hari hingga masa akhir kebuntingan yang mempertahankan kebuntingan adalah
plasenta (Slusher et al.,2004). Level progesteron meningkat 24-48 jam setelah
ovulasi. Progesteron dapat menghambat pelepasan LH (Morel, 2002). Prostaglandin
F2 bertanggungjawab terhadap proses luteolisis dari CL sehingga level progesteron
akan turun hal ini dilakukan untuk melanjutkan prosessiklus estrus dan ovulasi.
Hormon PGF2 ini dihasilkan pada sel-sel epithel uterus, berperan dalam kontraksi
otot uterus. Hormon PGF2 pada umumnya dihasilkan pada hari ke-14 atau 17 setelah
ovulasi, yaitu sesaat sebelum level progesteron turun (Mottershead, 2001; Morel,
2002). Hormon lain yang terlibat dalam siklus estrus adalah Oxytocin, ketika
diketahui bahwa kuda betina tersebut tidak mengalami kebuntingan maka hormon
oxytocin ini akan dihasilkan dan diangkut melalui sistem sirkulasi menuju uterus yang
dapat menstimulasi peningkatan pelepasan PGF2 (Morel, 2002). Secara umum
skema dari siklus estrus dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Skema Umum Siklus Estrus


Sumber : Mottershead (2001)
Kontrol

endokrin

photoperiod(lamanya

dalam

siklus

pencahayaan).

estrus

Menurunnya

sangat

dipengaruhi

oleh

lama

pencahayaan

akan

menyebabkan tidakterjadinya estrus. Adanya cahaya akan dirasakan oleh gland pineal
pada pusat otakyang berperan dalam pembentukan hormon melatonin. Melatonin ini
banyakdiproduksi saat kondisi gelap oleh gland pineal, dalam kondisi pencahayaan
yangcukup konsentrasi melatonin ini sangat rendah. Adanya melatonin akan
menghambatpelepasan hormon GnRH sehingga tidak dihasilkannya hormon FSH dan
LH.Melatonin dibentuk dalam dua fase yaitu photophase (siang hari) dan scotophase
(malam hari), konsentrasi tertinggi berada pada malam hari (Morel, 2002).
5. Deteksi Estrus
Deteksi estrus perlu dilakukan, karena dalam kondisi estrus kuda dipersiapkan
untuk bunting dan memperoleh anak. Pendeteksian estrus pada dasarnya dapat
dilakukan dengan tiga metode yaitu melaui teasing system, ultrasonography (USG)
dan menggunakan metode palpasi rektal. Teasing system adalah metode deteksi estrus
menggunakan kuda teaser dengan melihat respon dari kuda betina terhadap kuda
pejantan. Metode USG adalah deteksi estrus dengan melihat ukuran folikel dan
metode palpasi rektal adalah deteksi estrus melalui pemeriksaan dan perabaan pada
bagian foosa ovulatori yang akan menonjol sesaat sebelum ovulasi (Slusher et al.,
2004).

Meadows

et

al.

(2003)

menyatakan

bahwa

pendeteksian

estrus

menggunakankuda teaser (kuda pejantan penggoda) yang dilewatkan pada kumpulan


kuda betina akan dapat mengetahui kuda betina yang sedang estrus, karena kuda
betina yang sedang estrus akan menghampiri kuda teaser tersebut. Metode teasing
system ini terdiri dari pen teasing, paddock teasing, pasture teasing, teasing chute,
stall doorteasing, teasing rail, dan teasing mill. Pen teasing (Gambar 8) merupakan
salah satu metode pendeteksian estrus dimana kuda teaser dilewatkan diantara kuda
betina. Kuda teaser dapat dilepas di kandang untuk menghampiri kuda betina dengan
sendirinya atau kuda teaser dapat dikendalikan oleh peternak. Kandang yang
digunakan harus terbuat dari bahan-bahan yang aman untuk menghindari atau
meminimalisir terjadinya kecelakaan (Meadows et al., 2003).

Gambar 8 Pen Teasing

Paddock teasing dilakukan menggunakan kuda teaser yang diletakkan ditengah


dan dikelilingi oleh kuda betina yang berada didalam kandang. Metode ini efektif
untuk mengetahui kuda mana yang sedang estrus (Gambar 9).

Gambar 9 Paddock Teasing

Metode Pasture teasing sudah banyak digunakan dalam melakukan pendeteksian


estrus akhir-akhir ini. Melalui metode ini peternak hanya membawa kuda baik jantan
maupun betina ke padang pastura atau padang rumput, dalam kondisi seperti ini akan
terlihat tingkah laku kuda betina yang sedang estrus, kuda betina yang sedang estrus
tidak akan menolak jika dinaiki oleh pejantan ataupun teaser. Biaya yang dikeluarkan
melalui metode ini pun cukup murah, walaupun dalam pelaksanaannya metode ini
biasanya terdapat kecelakaan baik pada peternak ataupun kudanya. Kelemahan dari
metode ini adalah pada kuda betina yang pemalu
dia akan cenderung tidak memperlihatkan keinginan untuk kawin, bahkan dapat
menghindar dari kuda pejantan maupun peternaknya (Meadows et al., 2003). Teasing
chute merupakan metode pendeteksian estrus yang menggunakan kandang dengan
ukuran panjang 2,44 m, lebar 0,76 m dan tinggi 1,22 m. Ukuran ini hanya untuk satu
ekor kuda betina. Kuda betina yang akan dideteksi dibawa masuk kedalam kandang
tersebut beserta kuda teaser dan kemudian akan dikeluarkan kembali jika telah
diketahui apakah kuda betina tersebut sedang estrus atau tidak (Meadows et al.,
2003). Stall door teasing merupakan suatu metode dimana kuda betina yang
dikandangkan secara individu didatangi satu persatu oleh kuda teaser, sehingga akan
diketahui kuda betina mana yang sedang estrus. Hal ini hampir sama dengan
teasingrail yang digunakan untuk mendeteksi kuda betina secara individu dengan
adanya pembatas yang memisahkan antara kuda pejantan dan betina, dalam hal ini
baik kuda betina maupun pejantan masing-masing dibawa oleh peternak untuk
didekatkan atau dipertemukan. Pembatas yang digunakan harus terbuat dari bahan
yang aman dengan ketinggian sekitar 1,22 meter dan panjang 2,44 meter (Gambar 10)
(Meadows et al., 2003). Menurut Morel (2002) hal yang demikian dinamakan dengan
Trying board (Gambar 11).

Gambar 10. Teasing Rails

Gambar 11. Trying Board


Sumber : Morel (2002)
Teasing mill merupakan suatu variasi yang menarik dalam pendeteksian estrus.
Digunakan kandang yang berbentuk melingkar, pada pusat kandang merupakan
tempat kuda pejantan yang berfungsi sebagai teaser, kuda teaser terlebih dahulu
dimasukkan kedalam kandang kemudian diikuti oleh kuda betina yang dikandangkan
secara individu dengan kondisi melingkar mengelilingi kuda pejantan (Gambar 12).
Kuda teaser akan menghampiri kuda betina satu per satu untuk diketahui estrus atau
tidaknya. Apabila pendeteksian ini sudah selesai, maka kuda betina lainnya dapat
dimasukkan segera menggantikan kuda betina sebelumnya. (Meadows et al., 2003).

Grambar 12. Teasing Mill

6. Gejala Estrus
Gejala yang timbul saat kuda estrus adalah menurunnya nafsu makan,
terdengarnya suara bersahutan antara betina estrus dengan teaser. Urinasi saat melihat
pejantan (Gambar 15) dan winking (mendenyut-denyutkan klitoris) (Gambar 16),
termasuk juga dalam suatu kondisi yang menyatakan bahwa kuda betina tersebut
sedang mengalami estrus.

Gambar 15. Kuda Betina Urinasi Saat Melihat Pejantan

Gambar 16. Kuda Betina yang Sedang Winking


menjelang akhir estrus yaitu pada hari ke 3-4 kuda terlihat urinasi dalam jumlah yang
sedikit, tetapi yang dikeluarkan berupa lendir dengan warna krem hingga putih
(Gambar 17). Hal ini diindikasikan sesaat menjelang ovulasi terkait dengan waktu
ovulasi alamiah terjadi pada 48 jam menjelang akhir estrus, akan tetapi untuk
mengetahui kebenarannya diperlukan penelitian yang lebih lanjut.

Gambar 17. Urin Kuda yang Sedang Estrus


Ciri lainnya yang teramati secara visual saat kuda estrus adalah tidak menolak jika
didekati kuda pejantan dan berada dalam posisi siap kawin (Gambar 18) atau
menghampiri pejantan dengan sendirinya dan memberikan bagian vulvanya (Gambar
19), vulva kuda yang sedang estrus terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan
vulva kuda betina yang tidak estrus. Selain itu, vulva akan terlihat basah dan biasanya
tertinggal lendir yang sudah mengering pada bagaian vulva (Gambar 20).

Gambar 18. Kuda Pejantan Mendekati Kuda yang Estrus

Gambar 19. Betina Estrus Menghampiri Kuda Pejantan

Gambar 20.Vulva Kuda yang Sedang Estrus


Kuda betina yang sedang estrus mengalami peningkatan frekuensi urinasi
sehingga kandang terlihat lebih basah jika dibandingkan dengan kuda yang tidak
estrus dan kuda yang sedang estrus selalu terlihat mengangkatkan ekornya dalam

waktu yang relatif lama, lain halnya dengan kuda yang tidak estrus ekor terlihat biasa
saja (Gambar 21).

(a)

(b)

Gambar 21. Ekor Kuda Betina Estrus (a) dan Ekor Kuda Betina yang Tidak
Estrus(b)
Beberapa gejala estrus yang teramati sesuai dengan pendapat dari Hafez dan
Hafez (2000c) yang menyatakan bahwa selama estrus vulva kuda betina terlihat lebih
besar dan lipatan pada vulva melonggar dan akan mudah jika ingin dilakukan
pemeriksaan, selaput mukosa vulva membengkak, memerah, basah dan mengkilap
karena dilapisi oleh lendir yang transparan. Selain itu kuda yang sedang estrus berdiri
dalam keadaan seperti akan urinasi, mengangkatkan ekornya dan terjadi kontraksi
pada klitoris. Begitu pula dengan pendapat Morel (2008), bahwa kuda betina estrus
pada saat didekati kuda jantan akan urinasi, terdiam, ekor diangkat dan mengambil
posisi siap untuk kawin dengan keadaan vulva yang menutup dan membuka
(winking).
7. Siklus dan Periode Estrus
Pengamatan deteksi estrus yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
menggunakan kuda teaser (Gambar 22) dan selain itu juga dilakukan pengamatan
secara visual. Pengamatan kuda estrus dilakukan sebanyak tiga kali dalam satu hari
yaitu pada pagi, siang dan sore hari.
England (2004) menyatakan bahwa lama siklus estrus kuda adalah 21 2 hari,
dengan periode estrus 4-7 hari dan lama diestrus 14-16 hari. Menurut Morel (2002)
siklus estrus dari kuda adalah 21 hari dan lama periode estrus dapat mencapai 2-10
hari dengan rataan lima hari. Hal ini sedikit berbeda jika dibandingkan dengan

keledai, menurut Blanchard et al. (1999) lama siklus estrus keledai adalah 23,3 2,6
hari dengan lama estrus 5,9 2,1 hari dan ini hampir sama dengan pernyataan
Taberner et al. (2008) yang menyatakan bahwa keledai mempunyai lama siklus estrus
24,90 0,26 hari dengan lama periode estrus 5,64 0,20 hari dan lama diestrus 19,83
0,36 hari. Berdasarkan hasil observasi, kuda yang berada di memiliki lama diestrus
14,86 3,58 hari.
Menurut Samper (2008) untuk meningkatkan laju kebuntingan pada kuda,
sebaiknya dikawinkan 48 jam sebelum ovulasi dengan kawin alam, 12-24 jam
sebelum ovulasi jika dilakukan dengan inseminasi menggunakan semen cair atau <12
jam sebelum ovulasi sampai <6 jam dengan inseminasi menggunakan semen beku,
akan tetapi untuk inseminasi dengan semen beku, deteksi estrus sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan metode USG, karena dalam hal ini semen beku memiliki angka
konsepsi yang sangat rendah. Berdasarkan data hasil lama estrus pada kuda maka
pengawinan secara alami sebaiknya dilakukan pada hari ke-dua untuk kuda dengan
lama estrus empat hari, atau pada hari ke- 3-4 untuk kuda yang mempunyai lama
estrus lima hari. Inseminasi menggunakan semen cair dapat dilakukan pada hari
ketiga untuk kuda dengan lama estrus empat hari dan hari ke-empat untuk kuda
dengan lama estrus lima hari. Apabila inseminasi dengan menggunakan semen beku
sebaiknya dilakukan pada hari ke-empat untuk kuda dengan lama estrus empat hari
dan hari ke-lima untuk kuda dengan lama estrus lima hari, dengan catatan deteksi
estrus harus dilakukan melalui USG. Ovulasi terjadi 24 jam sebelum akhir estrus
sehingga biasanya kuda yang memiliki lama estrus lima hari dikawinkan pada hari keempat atau ke-lima. Selain itu hal ini didasarkan pada kemampuan sperma yang diuji
secara in vitro dapatbertahan 24-72 jam didalam saluran reproduksi betina dan ovum
hanya dapat bertahan 8-12 jam (Morel, 2002). Pengawinan kuda induk di Denkavkud
dilakukan secara berturut-turut dari hari pertama estrus hingga hari ke-tiga. Hal ini
dapat dikatakan kurang efektif, karena hasil rataan lama periode estrus yang telah
diketahui adalah 4,950,5 hari. Dengan demikian alangkah baiknya apabila kuda
tersebut dikawinkan pada 48 jam menjelang akhir estrus. Berdasarkan hasil observasi
kuda yang tergolong kedalam umur yang lebih tua cenderung memiliki lama siklus
estrus yang lebih panjang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Carnevale (2008), bahwa
kuda betina yang berumur lebih tua akan menunjukkan siklus estrus yang lebih
panjang jika dibandingkan dengan kuda yang berumur muda, sedangkan untuk lama

periode estrus tidak begitu berbeda diantara kuda yang tergolong umur muda (13-17
tahun) dengan kuda yang tergolong kedalam umur tua (20-21 tahun).
8. Faktor yang Mempengaruhi Lama Siklus dan Periode Estrus
Faktor-faktor yang mempengaruhi lama siklus dan periode estrus ini adalah faktor
iklim, pencahayaan (fotoperioditas), pakan dan umur. Kuda yang berada di negara
empat musim bersifat seasonally polyestrus (estrus yang berulang pada musim
kawinnya) yang terjadi pada akhir musim semi, panas hingga awal musim gugur
sekitar bulan Mei hingga Oktober (England, 2004). Terjadinya musim kawin pada
kuda di daerah subtropis terkait dengan pembentukan hormon melatonin yang
dibentuk pada saat gelap, dikarenakan pada musimgugur dan musim dingin kondisi
gelap jauh lebih panjang dibandingkan dengan terang, hal ini mengakibatkan
konsentrasi melatonin yang terbentuk tinggi, sehingga menekan pelepasan GnRH dari
hipothalamus. Dengan tidak disekresikannya GnRH, maka FSH dan LH tidak
dihasilkan oleh hipofisa, padahal FSH dan LH adalah hormon yang berperan dalam
perkembangan folikel dan ovulasi. Kondisi ini disebut dengan anestrus dimana kuda
tidak mengalami estrus (England, 2004). Kuda di negara empat musim akan
mengalami beberapa fase menuju siklus estrus yang normal yaitu terdiri dari kondisi
anestrus, masa transisi, dan fase ovulatori (masa estrus) (Gambar 13). Pada musim
dingin pertengahan November hingga pertengahan Februari kuda pada umumnya
berada dalam kondisi anestrus. Masa transisi dimulai pada saat menjelang musim
semi pertengahan Februari hingga Mei, folikel pada kondisi ini berukuran kecil dan
tidak memiliki kemampuan untuk berovulasi, sehingga membutuhkan waktu yang
cukup lama sampai folikel tersebut matang dan mampu berovulasi yang ditandai
sebagai awal dimulainya siklus estrus secara normal.

Gambar 13. Fase Siklus Estrus Kuda Betina pada Iklim Subtropis
Sumber : Slusher et al. (2004)

Lamanya estrus pada kuda betina dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
(1)ovarium kebanyakan dikelilingi oleh sebuah lapisan serosa dan beberapa folikel

bermigrasi untuk mencapai foosa ovulatoris sehingga terjadi ovulasi; (2) ovarium
kurang sensitif terhadap hormon FSH daripada spesies lain (unggas dan domba),
sehingga proses sebelum ovulasi (pre ovulatory) dalam perkembangan folikelnya
memerlukan waktu yang lama untuk mencapai ukuran yang maksimal; dan (3) kadar
LH yang rendah dibandingkan dengan kadar FSH dan hal tersebut menyebabkan
tertundanya ovulasi (Hafez dan Hafez, 2000c). Kuda atau pun ternak lain dapat
mengalami keterlambatan ovulasi. Ovulasi yang tidak sempurna atau ovulasi yang
tertunda dapat terjadi akibat adanyakekurangan nutrisi yang dibutuhkan. Kekurangan
nutrisi pada ternak dapat menyebabkan penurunan perkembangan folikel ovarium
(Gil, 2003; Robinson, 1996). Schillo et al. (1992) menyatakan bahwa energi tubuh
yang cukup diperlukan untuk memproduksi LH. Selain itu dinyatakan pula bahwa
pengaruh nutrisi dan musim lebih menentukan mekanisme fisologis reproduksi pada
ternak dibandingkan dengan manajemen, terutama dalam pencapaian umur pubertas.
Menurut Carnevale (2008) umur akan mempengaruhi fungsi dari ovarium dinyatakan
pula bahwa kuda betina yang berumur 17-19 tahun akan menunjukkan siklus estrus
yang lebih panjang jika dibandingkan dengan kuda umur 5-7 tahun. Pada kuda betina
umur 17-19 tahun fase folikuler semakin pendek dengan laju pertumbuhan folikel
yang lambat. Hal ini disebabkan konsentrasi FSH yang tinggi pada saat fase luteal
sehingga terdapat folikel dominan pada akhir fase luteal, tanpa diiringi aleh
peningkatan LH, dan pada saat fase folikuler konsentrasi hormon estrogen yang
dihasilkan rendah. Lama fase luteal (diestrus) tidak terjadi perbedaan diantara kuda
yang berumur 17-19 tahun dengan kuda yang berumur 5-7 tahun. Selain itu ukuran
folikel yang diovulasikan oleh kuda betina yang tua cenderung memiliki ukuran yang
lebih kecil.
9. Perkawinan
Umur kuda betina yang dikawinkan paling tidak harus mencapai 3-4 tahun,
sedangkan untuk kuda pejantan adalah empat tahun keatas. Konformasi tubuh kuda
dapat dilihat secara kasat mata. Konformasi dalam hal ini merupakan suatu keadaan
dari bagian tubuh kuda yang mendukung dalam aktiviatas reproduksi, misalnya
memiliki tulang punggung dan kaki yang kuat, dengan konformasi tulang pelvis yang
baik, semua ini berperan dalam menunjang dan memudahkan proses kebuntingan.
Konformasi yang baik adalah konformasi yang seimbang pada setiap bagian tubuh
kuda. Kondisi umum tubuh kuda dilakukan melalui kontrol kesehatan, sehingga kuda
pejantan maupun betina hanya boleh dikawinkan jika berada dalam kondisi sehat.

Kuda dikawinkan secara alami (Gambar 14). Kuda yang siap kawin berada di
kandang. Kuda betina dikawinkan sebanyak 2-3 kali setelah diketahui estrus secara
berturut-turut dari hari pertama estrus. Menurut Morel (2002) kawin alam pada kuda
merupakan suatu kondisi dimana ternak kuda jantan akan menghampiri kuda betina
yang sedang estrus dengan sendirinya untuk dikawini. Pengawinan pada kuda hanya
dilakukan pada pagi hari.

Gambar 14. Kawin Alam pada Kuda


10.

Jumlah Sperma

Kuda menghasilkan semen dalam jumlah besar, satu ejakulat berkisar antara 30
s~pai 250 ml, rata-rata 70 ml,' walaupun kadag-kadang mencapai 400 ml. Semen kuda
merupakan cairan .. yang lebih voluminous dan lebih putih karena konsentrasi sperma
yang rendah. semen kuda encer dan berwarna terang sampai kelabu (Toelihere, 1981).
Bangsa kuda berdarah panas umumnya memberikan ejakulat dengan volume kecil,
tetapi mempunyai konsentrasi sperma yang tinggi dibandingkan dengan ejakulat yang
vOluminous dari bangsa
kuda tarik. penurunan kualitas semen karena frekuensi pemakaian pejantan yang
terlampau sering akan lebih cepat terjadi pada kuda dibandingkan dengan sapi atau
domba. Hanya pejantan yang sangat fertil dapat dipergunakan dua kali sehari, dan
kemudian hanya untuk suatu periode yang singkat(Toelihere, 1981).semen kuda jauh
lebih encer daripada semen sapi dan domba. T(konsentrasi sperma berkisar antara 30
sampai 600 juta sel per ml, rata-rata 120 juta sel per ml semen, tergantung pada
kapasitas produksi individual, tingkatan makanan dan frekuensi pemakaian pejantan.
semen dengan konsentrasi kurang dari 100.000 sel per ml tidak dapat dipergunakan
untuk inseminasi. Semen kuda banyak mengandung sel-sel sperma yang morfologik
abnormal. Dada kuda jantan yang fertil sekalipuh terdapat 30 prosen abnormali tas,

suatu angka yang pada sapi dan domba sudah m8rupakan indikasi fertili tas. sperrna
kuda mempunyai daya tahan hidup yang rendah. '''apaupun di dalam pengencer yang
paling baik sekalipun sperma kuda hanya tahan untuk beberapa hari saja dan
mempertahankan daya kesuburannya dalam waktu kurang dari dua hari. sperma kuda
normal mempunyai derajat motilitas 3 sampai If, dan 48 sampai 75 pros en sperma di
dalam semen bergerak aktif selama kurang lebih 20 menit sesudah ejakulasi setelah
dibiarkan tanpa diencerkan selama 8 jam pada suhu kamar jarang di temukan derajat
motili tas yang bearti apaupun dengan yang minim rnotilitas sperrna kuda menurun
cepat in vitro. Hal ini rnungkin merupakan suatu gambaran ketidak sanggupan sperrna
kuda untuk bertahan hidup didalam plasma semennya yang mengandung sangat
sedikit zat gula sebagai sumber enersi di bandingkan dengan plasma semen ternak
lainnya. penambahan 5 prosen glucosa yang isotonik ke dalam semen kuda yang
rendah motilitas sperrnanya, dapat meninggikan motilitas tersebut (poberts, 1971). Di
dalam saluran kelamin kuda betina, spermatozoa kuda dapat hidup 72 jam atau lebih.
Hal ini bearti bahwa pada kuda, plasma semen mempunyai pengaruh buruk sedangkan
saluran kelamin kuda betina sangat menguntungkan terhadap kelanjutan hidup
sperma. Jadi beberapa kuda jantan dengan nilai motilitas yang rendah segera setelah
ejakulasi mungkin. sebenarnya cukup fertil. seekor lmda jantan dapa:t melayani betina
12 kali dalam waktu 72 jam. Dua hari sebelumnya ia sudah mengejakulasikan 50 ml
semen yang mengandung 8 milyar spermatozoa. Dada ejakulasi yang ke 20 ia
menghasilkan 90 m1 semen yang mengandung 4 milyar spermatozoa. Kuda-kuda jan
tan yang berejakulasi setiap hari menghasilkan 5 mi1yar spermatozoa per hari. Dalam
jenis ternak itu sendiri volume semen per-ejakulasi berbeda-beda menurut bangsa,
umur, ukuran badan, tingkatan makanan, frekuensi penampungan dan berbagai faktor
lain. pada umumnya hewan muda berukuran kecil dalam satu species menghasilkan
volume semen rendah (Toelihere,1981) pada kuda jantan musim reproduksi tidak
mempunyai batas- batas yang jelas dan semen dapat ditampung sepanjangtahun.
Tetapi di beberapa daerah terdapat variasi kelakuan ke1amin. Kuda jan tan pada
daerah dengan musim-musim tertentu mempunyai kelakuan. kelamin lebih nyata dan
volume semen pun paling banlfak selama musim semi dan musirr. panas.sebaliknya
konsentrasi sperma menjadi tinggi se1ama musimgugur dan musim dingin
(Nishikawa dan Hafez, 1974).

C. Tekhnologi yang Dikembangkan


1. Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan sangat berguna dan bermamfaat bagi kuda betina dengan
problem fisik yang berat jika dilakukan perkawinan alam, pada kuda betina dengan
resistensi terhadap infeksi yang sangat menurun pada kuda betina yang tidak
memperlihatkan tanda-tanda berahi dengan jelas, dan pada kuda betina dengan cervik
tidak mengendor dan tidak mengembang sewaktu berahi. Dibandingkan dengan
perkawinan alam, inseminasi buatan dirasakan lebih menguntungkan dalam berbagai
segi, disini bagaimana peranan seekor pejantan unggul hasil seleksi dapat
dikembangbiakkan turunannya dari betina induk yang dapat menghasilkan turunan
yang baik pula. Walaupun kuda merupakan ternak yang pertama kali diinseminasi
oleh Ivanov di Rusia pada permulaan abad ini, namun tehnik inseminasi buatan pada
ternak kuda belum meluas karena kesulitan-kesulitan penyimpanan dan kesulitan
pembekuan semen serta kesulitan dalam mendeteksi berahi untuk memperoleh angka
konsepsi yang tinggi.
a. Proses Koleksi Semen pada Kuda
Pelaksanaan inseminasi buatan (IB) dilakukan dengan persiapan kuda di
lapangan. Pejantan dibersihkan terlebih dahulu. Operator mempersiapkan
peralatan untuk IB seperti vagina buatan, mikroskop, lubrikan, USG, pengencer
semen, gun, dan betina estrus. Vagina buatan dipersiapkan untuk digunakan, air
bersuhu 37C dialirkan ke dalam vagina buatan. Di ujung vagina buatan dipasang
gelas beker sebagai penampung semen, di atasnya dilapisi kain kasa untuk
menyaring lendir. Ujung lainnya diolesi gel.
Kuda jantan didekatkan pada betina estrus atau pemancing untuk merangsang
ereksi. Saat kuda jantan mounting, penis diarahkan ke dalam vagina buatan
kemudian ejakulat ditampung (ilustrasi 1). Mounting dan penampungan ejakulat
ini berlangsung kira-kira 4-5 kali.

Ilustrasi 1. Proses penampungan semen dengan vagina buatan


Volume total ejakulat yang kemudian diperiksa di bawah mikroskop
berdasarkan motilitasnya. Dari hasil pemeriksaan, kualitas spermatozoa kuda
cukup baik maka dapat digunakan untuk IB. Inseminasi buatan pada kuda
betina

dilaksanakan

pada

hari

yang

sama

sehingga

semen

yang

diinseminasikan dalam sediaan segar (tidak beku). Semen diencerkan dengan


pengencer siap pakai dari Jerman yang mengandung aqua bides, kuning telur,
dan antibiotik dengan perbandingan 1:1. Semen yang telah diencerkan dibagi
menjadi 20cc dimasukkan dalam pipet injeksi.
b. Proses Inseminasi Buatan pada Kuda
Kuda betina direstrain dalam kandang jepit kemudian dilakukan USG
melalui rektum untuk mendeteksi adanya folikel gravid (setelah isi rektum
dikeluarkan). Daerah vulva dibersihkan dan tangan operator memakai glove
yang diolesi gel. Kemudian gun dimasukkan melalui vulva, bagian ujung
dilindungi tangan operator. Semen didepositkan di servik (ilustrasi 2). Setelah
itu, gun dikeluarkan dan kuda di istirahatkan dengan tenang.

Ilustrasi 2. Proses Inseminasi Buatan

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Organ genitalia kuda betina terdiri atas dua buah ovarium, dua buah tuba fallopii,
uterus, vagina dan vulva. Organ genitalia jantan terdiri atas testis, vas deferens, k.prostat,
vesikula seminalis, k.cowper, dan penis. Lama siklus estrus kuda adalah 19,21 3,67 hari
denganlama periode estrus 4,95 0,5 hari. Berdasarkan rataan periode estrus tersebut,
sebaiknya kuda dikawinkan pada hari ke-dua untuk kuda dengan periode estrus empat
hari, atau pada hari ke- 3-4 untuk kuda yang mempunyai periode estrus lima hari.
Inseminasi dengan semen cair dapat dilakukan pada hari ke-tiga untuk kuda dengan
periode estrus empat hari dan hari ke-empat untuk kuda dengan periode estrus lima hari.
Apabila inseminasi dengan semen beku sebaiknya dilakukan padaakhir estrus dengan
bantuan USG. Gejala kuda estrus meliputi nafsu makan menurun, bersautan suara dengan
pejantan, urinasi saat melihat pejantan, winking, mengeluarkan lendir, tidak menolak jika
didekati pejantan dan berada dalam posisi siap kawin atau menghampiri pejantan, vulva
kuda yang sedang estrus terlihat besar dan frekuensi urinasi yang cenderung meningkat
dan mengangkatkan ekornya dalam waktu yang relatif lama.
B. Saran
Perbaikan manajemen pengawinan kuda perlu dilakukan untuk meningkatkan
efektivitas dan keberhasilan pengawinan kuda. Beberapa hal yang dapat dilakukan
meliputi: (1) Mengikat ekor kebelakang saat mengawinkan agar tidak menghalangi
pejantan saat melakukan kopulasi; (2) Menjaga kebersihan induk yang akan dikawinkan;
(3) Pendeteksian estrus yang dilakukan setiap hari secara teratur dan konsisten minimal
dua kali yaitu pada pagi dan sore hari, sehingga adanya gejala estrus dapat teramati dan
tidak terlewatkan.

DAFTAR PUSTAKA
Abun. 2006. Kebutuhan Vitamin Untuk Kuda. Universitas Padjadjaran,
Jatinangor.
Arifiantini, R.I., B Purwantara, T.L. Yusuf, D. Sajuthi, dan Amrozi. 2010.
Angkakonsepsi hasil inseminasi semen cair versus semen beku pada
kuda yang disinkronisasi estrus dan ovulasi. J. Med. Pet. Vol 33 No.1: 1-5.
Blanchard, T.L., T.S Taylor and C.L. Love. 1999. Estrous cycle characteristics
and response to estrous synchronization in mammoth asses (Equus
Asinusamericannus). J. Theriogenology. TX 77843-4475: 830-832.
Blanchard, T.L. and T.S. Taylor. 2005. Estrous Cycle Characteristics of Donkeys
with Emphasis on Standard and Mammoth Donkeys. Texas Veterinary
Medical Center, Texas A&M University, College Station, TX, USA.
http://www.ivis.org/.[1 Juni 2010].
Blakely, J. dan H. D. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Ke-4. Terjemahan:
Bambang Srigandono dan Soedarsono. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta. Carnevale, E. M. 2008. The mare model for follicular
maturation and reproductive aging in the woman. J. Theriogenology. 69:
2330.
England, G.C.W. 2004. Fertility and Obstetries in the Horse. 3 rd Ed. Republika
Press Pvt.Ltd, Kundli.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Ke-4. Terjemahan:
Srigandono, B dan Praseno, K. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Gaman, P.M. dan Sherrington K.B. 1994. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan
Mikrobiologi. Edisi ke-2. Terjemahan: Murdjiati, Naruki, Murdiati dan
Sardjono. Gadjah Mada Unversity Press, Yogyakarta.
Gil, C. V. 2003. Effect of nutrition on follicle development and ovulation rate in
the ewe. Thesis. Swedish University of Agricultural Sciences, Uppsala.
Hafez, E.S.E and B Hafez. 2000a. Anatomy of Female Reproduction. In:
Hafez E.S.E and B Hafez (Eds). Reproduction in Farm Animals. 7 th ed.
Lippincot Willkins & Wilkins, Philadephia.
Hafez, E.S.E and B Hafez. 2000b. Reproductive Cycle. In: Hafez E.S.E and B
Hafez (Eds). Reproduction in Farm Animals. 7 th ed. Lippincot Willkins &
Wilkins, Philadephia.
Hafez, E.S.E and B Hafez. 2000c. Horses. In: Hafez E.S.E and B Hafez (Eds).
Reproduction in Farm Animals. 7th ed. Lippincot Willkins & Wilkins,
Philadephia. Hartadi, H., Hilman, A.D,

Reksohadiprodjo, Soedomo. 1993. Tabel KomposisiPakan untuk Indonesia.


Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Kilgour, R. and Dalton, C. 1984. Liverstock Behaviour a Particial Guide.
Granada, Publishing, Great Britian.
Laing, J.A. 1979. Fertility and Infertility in Domestic Animals.The English
Language Book Society, Bailliere Tindall.

Anda mungkin juga menyukai