Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

PENCEGAHAN KECACINGAN PADA ANAK


Oleh:
GRACE ROSELINY PANGARIBUAN
NIM. 110100110

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/ILMU


KEDOKTERAN KOMUNITAS/ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


PENCEGAHAN KECACINGAN PADA ANAK

Oleh:
GRACE ROSELINY PANGARIBUAN
NIM. 110100110

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/ILMU


KEDOKTERAN KOMUNITAS/ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

PENCEGAHAN KECACINGAN PADA ANAK


Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas
Sumatera Utara.
Oleh:
GRACE ROSELINY PANGARIBUAN
NIM. 110100110

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/ILMU


KEDOKTERAN KOMUNITAS/ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

LEMBAR PENGESAHAN
Judul

: PENCEGAHAN KECACINGAN PADA ANAK

Nama

: GRACE ROSELINY PANGARIBUAN

NIM

: 110100110

Medan, 27 Mei 2016


Pembimbing

dr. Zulkifli, M.Si


NIP: 194711021978021001

ii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Pencegahan Kecacingan pada Anak
sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan

Klinik

Senior

(KKS)

di

Departemen

Ilmu

Kesehatan

Masyarakat/Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kedokteran Pencegahan, Fakultas


Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Zulkifli, M.Si selaku dosen pembimbing makalah
atas kesediaan beliau meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing,
mendukung, dan memberikan masukan kepada penulis sehingga makalah ini
dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,
baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di
kemudian hari. Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangsih bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan. Atas bantuan
dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual,
penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 27 Mei 2016

Penulis
DAFTAR ISI

iii

Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang............................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian........................................................................... 3
1.3. Manfaat Penelitian.........................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kecacingan.....................................................................................
2.2. Pencegahan Kecacingan pada Anak
2.2.1 Dasar Pencegahan.................................................................
2.2.2 Sasaran Pencegahan.............................................................
2.2.3 Upaya Pencegahan...............................................................

3
4
5
6
7

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Kesimpulan.................................................................................... 12
3.2 Saran.............................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sampai saat ini penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan utama
di dunia, terutama di negara tropis dan sedang berkembang, termasuk di
Indonesia. Diperkirakan 51% kematian akibat penyakit infeksi di dunia
disebabkan oleh tiga penyakit utama yang dikenal sebagai the big three, yaitu
tuberkulosis, HIV/AIDS dan malaria. Ketiga penyakit tersebut menyebabkan lebih
dari 500 juta morbiditas dan lebih dari 5 juta mortalitas di dunia setiap tahun.
Sisanya yaitu masing-masing sebanyak 20% disebabkan oleh sekelompok
penyakit yang disebut neglected tropical diseases (NTD) dan 29% disebabkan
oleh infeksi lain. Di antara penyakit infeksi tersebut, ternyata hingga saat ini
penyakit parasitik terkesan kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Hal itu
mungkin karena umumnya penyakit parasitik bersifat kronis dan tidak
mengancam jiwa, sehingga masyarakat umum bahkan tenaga kesehatan, termasuk
dokter juga cenderung mengabaikannya. 1 Infeksi kecacingan yang disebabkan
oleh Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan masalah kesehatan masyarakat
Indonesia. Infeksi kecacingan tergolong penyakit neglected disease yaitu infeksi
yang kurang diperhatikan dan penyakitnya bersifat kronis tanpa menimbulkan
gejala klinis yang jelas dan dampak yang ditimbulkannya baru terlihat dalam
jangka panjang seperti kekurangan gizi, gangguan tumbuh kembang dan
gangguan kognitif pada anak.2 Penyebabnya adalah Ascaris lumbricoides,
Ancylostoma

duodenale,

Necator

americanus,

Trichuris

trichiura

dan

Strongyloides stercoralis. Selain itu infeksi kecacingan dapat meningkatkan


kerentanan terhadap penyakit penting lainnya seperti malaria, TBC, diare dan
anemia.3
Salah satu masalah kesehatan penduduk di Indonesia yang berkaitan dengan
masalah status sosial ekonomi penduduk yang insidennya masih tinggi adalah
penyakit infeksi cacingan.4 Menurut World Health Organization (WHO)
diperkirakan 800 juta-1 milyar penduduk terinfeksi Ascaris, 700-900 juta
terinfeksi cacing tambang, 500 juta terinfeksi trichuris. Prevalensi tertinggi

ditemukan di negara-negara yang sedang berkembang.5 Salah satu penyakit


cacingan adalah penyakit cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau sering
disebut Soil Transmitted Helminths yang sering dijumpai pada anak sekolah dasar
dimana pada usia ini anak masih sering kontak dengan tanah. 6 Dari semua kasus
penyakit cacingan, cacing gelang (ascaris lumbricoides) sekitar (25-35%) dan
cacing cambuk (trichuris trichiura) sekitar (65-75%).4
Anak usia sekolah dasar (SD) sangat rentan terkena kecacingan. Menurut
Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Departemen
Kesehatan pada tahun 2009 sebanyak 31,8% siswa SD di Indonesia mengalami
kecacingan.7 Kecacingan yang sering dijumpai pada anak usia SD adalah yang
ditularkan melalui tanah atau STH. Hasil survei kecacingan Sekolah Dasar di 27
Propinsi Indonesia menurut jenis cacing tahun 2002 2006 didapatkan bahwa
pada tahun 2002 prevalensi Ascaris lumbricoides 22,0%, Trichuris trichiura
19,9% dan Hookworm 2,4%. Tahun 2003 prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7%,
Trichuris trichiura 21,0% dan Hookworm 0,6%. Tahun 2004 prevalensi Ascaris
lumbricoides 16,1%, Trichuris trichiura 17,2% dan Hookworm 5,1%. Tahun 2005
prevalensi Ascaris lumbricoides 12,5%, Trichuris trichiura 20,2% dan Hookworm
1,6% dan pada tahun 2006 prevalensi Ascaris lumbricoides 17,8%, Trichuris
trichiura 24,2% dan Hookworm 1,0%.8 Hasil penelitian angka kecacingan yang
berbeda-beda dengan faktor-faktor risiko yang signifikan juga. Namun demikian
secara teoritis kejadian kecacingan ini terkait dengan kontak individu dengan
tanah yang tercemar telur cacing dari berbagai sumber. Secara teoritis kejadian
kecacingan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan dan higiene perorangan
yakni: kebiasaan ibu dan anak mencuci tangan sebelum makan dan menyuapi
anaknya, frekuensi potong kuku anak, kebiasaan bermain ditanah, kepemilikkan
jamban, lantai rumah dan ketersediaan air bersih. Pada infeksi berat, cacing
dewasa dapat migrant ke organ dalam yang vital seperti jantung, paru-paru,
pancreas, usus buntu, bahkan ke otak, terutama Ascaris lumbricoides.9

1.2. Tujuan Penulisan


Untuk

lebih

mengerti

dan

memahami

mengenai

Pencegahan

Kecacingan pada Anak dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti


kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat Penulisan


1. Untuk meningkatkan informasi di dunia ilmu pengetahuan terutama
dalam hal studi literatur, baik bagi penulis maupun pembaca dan
masyarakat luas.
2. Sebagai tolok ukur bagi penelitian berikutnya.
3. Untuk memberi edukasi pada masyarakat.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kecacingan
Penyakit cacing usus (cacingan) adalah penyakit parasitik yang ditularkan
melalui makanan. Cacingan terutama yang disebabkan oleh nematoda juga
termasuk salah satu dari kelompok penyakit tropik yang terabaikan (NTD).
Penyakit tersebut tersebar luas di seluruh dunia. Diperkirakan lebih dari satu
miliar penduduk dunia terinfeksi Ascaris lumbricoides dan sekitar 500 juta
terinfeksi Trichuris trichiura. Bersama cacing lain (cacing tambang) mereka
digolongkan dalam kelompok soil transmitted helminths/STH (cacing yang
ditularkan melalui tanah). Di Indonesia angka infeksi STH masih cukup tinggi,
tetapi intensitas infeksi bervariasi antar daerah. Hasil survei cacingan pada murid
sekolah dasar pada tahun 1986-1991 menunjukkan prevalensi sekitar 60-80%,
sedangkan untuk semua umur berkisar 40-60%. Hasil Survei Subdit Diare tahun
2002 dan 2003 di 40 sekolah dasar di 10 provinsi menunjukkan prevalensi 2,296,3%. Keberadaan cacing di dalam usus manusia dapat mempengaruhi proses
pemasukan (intake), pencernaan (digestive), penyerapan (absorbtion), dan
metabolisme makanan. Pada kasus ringan cacingan memang tidak menimbulkan
gejala nyata, tetapi pada kasus infeksi berat dapat berakibat fatal. Ascaris dapat
bermigrasi ke organ lain, menyebabkan peritonitis akibat perforasi usus dan ileus
obstruksi akibat bolus yang dapat berakhir dengan kematian. Trichuris dapat
menyebabkan prolapsus rekti. Cacing tambang dapat menyebabkan anemia yang
berat, namun penderita tidak merasakan gejala yang berarti karena proses yang
berjalan kronis. Infeksi cacing usus yang berakibat menurunnya status gizi
penderita juga akan menurunkan daya tahan tubuh penderita sehingga
memudahkan infeksi penyakit lain, termasuk HIV/AIDS, tuberkulosis dan
malaria. Secara kumulatif, cacingan dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa
kalori dan protein serta kehilangan darah yang sangat berarti.10
Cacingan yang ditularkan melalui tanah masih menjadi masalah kesehatan di
beberapa daerah di Indonesia karena prevalensi cacingan pada umumnya masih
sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu, dengan

sanitasi yang buruk. WHO menyatakan lebih dari separuh kesakitan penduduk di
negara berkembang disebabkan oleh infeksi parasitik cacing. 11 Menurut World
Health Organization (WHO), tingkat infeksi kecacingan menunjukkan indeks
sanitasi di masyarakat.12,13 Keadaan kemampuan sosial ekonomi masyarakat yang
rendah menyebabkan kondisi hygiene dan sanitasi yang rendah.14,15 Kecacingan di
negara berkembang seperti Indonesia memang tidak cepat menimbulkan kematian
atau case fatality rate (CFR) rendah, tetapi dapat mengganggu tumbuh kembang
manusia terutama anak-anak karena adanya gangguan saluran pencernaan
sehingga mengganggu nutrisi dan menyebabkan anemia.16 Kondisi anemia
mengakibatkan produktivitas dalam belajar maupun bekerja menjadi menurun.
Kecacingan ditularkan melalui kontaminasi tanah maupun air akibat higiene dan
sanitasi yang buruk. Hal ini dapat diperburuk dengan perilaku yang tidak
sehat.17,18,13

2.2. Pencegahan Kecacingan pada Anak


2.2.1. Dasar Pencegahan
Mengingat bahwa cacingan merupakan salah satu penyakit berbasis
lingkungan maka perhatian terhadap sanitasi lingkungan perlu ditingkatkan.
Disamping hal-hal tersebut diatas maka perlu disusun suatu Pedoman
Nasional yang dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai sektor. Program
terkait antara lain Program Pengendalian Filariasis dalam Pemberian Obat
Massal Pencegahan (POMP) filariasis, program UKS untuk anak-anak SD/MI
dan untuk lebih menjangkau anak usia 1-4 tahun maka berintegrasi dengan
Program Pemberian Vitamin A di posyandu. Kebiasaan yang berkaitan erat
dengan tingginya angka infeksi dan reinfeksi soil transmitted helminth
terutama pada balita dan anak usia sekolah dasar adalah defekasi di sekitar
rumah, tidak mencuci tangan sebelum makan, bermain di tanah tanpa
menggunakan alas kaki dan kebiasaan memakan tanah (geophagia). Cacing
tambang sering ditemukan pada penduduk di perkebunan atau pertambangan.
Telur cacing tambang memerlukan tanah berpasir yang gembur tercampur
humus dan terlindung dari sinar matahari langsung. Telur Ascaris

lumbricoides dan telur Trichuris trichiura memerlukan tanah liat lingkungan


yang hangat dan lembab untuk dapat berkembang menjadi bentuk infektif.11
Dasar utama untuk pengendalian kecacingan adalah memutuskan mata
rantai lingkaran hidup cacing. Dalam hal ini pertanyaan penting yang harus
dijawab ialah mengapa orang terkena infeksi cacing? berarti bahwa
sebelum pengendalian dilakukan harus diketahui epidemiologi penyakit
tersebut. Dengan demikian maka semua, bentuk stadium cacing harus
dikenali dengan seksama seperti lingkaran Hidup Dan Dimana keberadaan
bentuk cacing yang menyebabkan penyakit dalam tubuh manusia, dan bentuk
yang ada di dalam tanah yang dapat menjadi sumber infeksi (telur dan larva)
serta keadaan sosial ekonomi dan budaya yang mendorong perilaku yang
mengakibatkan pemaparan terhadap infeksi cacing tersebut. Secara singkat
lingkaran hidup cacing dapat dilakukan pada tingkat cacing dalam tubuh
manusia, lingkungan fisik, lingkungan sosial, ekonomi dan budaya.11
2.2.2. Sasaran Pencegahan
Sasaran pencegahan kecacingan terutama pada anak-anak, yaitu:
1. Anak usia sekolah 5-12 tahun pada PAUD dan SD MI
Prevalensi dan intensitas cacingan pada kelompok ini cukup tinggi.
Enrollment Rate SD mencapai 95%. Bila kelompok ini ditangani secara
intensif, dapat menurunkan prevalensi dan intensitas cacingan secara
bermakna. Diharapkan penanggulangan cacingan pada kelompok ini dapat
menimbulkan kemandirian budaya hidup sehat baik pada populasi target
maupun masyarakat sekitarnya.11
2. Anak balita 1-4 tahun
Mengingat dampak yang ditimbulkan akibat cacingan pada anak usia dini (14 tahun) akan menimbulkan kekurangan gizi yang menetap (persistent
malnourish) yang di kemudian hari akan menimbulkan dampak pendek
menurut umur (stunting).11
Cacingan merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia terutama di kalangan anak
sekolah dasar. Tindakan preventif yaitu dengan melakukan pengendalian

faktor risiko yang meliputi kebersihan lingkungan, kebersihan perorangan


dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, penyediaan air bersih
yang cukup, semenisasi lantai rumah, pembuatan dan penggunaan jamban
yang memadai, menjaga kebersihan makanan untuk anak sekolah dan
madrasah melalui pendidikan kesehatan di sekolah baik untuk guru maupun
murid.11
2.2.3. Upaya Pencegahan
Upaya pencegahan cacingan dapat dilakukan melalui upaya kebersihan
perorangan ataupun kebersihan lingkungan, kegiatan tersebut meliputi:
a. Menjaga kebersihan perorangan.
Kecacingan dapat berakibat buruk seperti kekurangan gizi yang
berujung pada produktivitas rendah. Faktor yang mempengaruhi kejadian
kecacingan adalah faktor sanitasi pribadi terutama yang berhubungan dengan
cara masuknya telur cacing ke dalam tubuh. Masuknya telur cacing ke dalam
tubuh manusia dapat terjadi melalui tangan yang tercemar telur cacing ke
mulut atau mengkonsumsi makanan dan minuman yang tercemar telur
cacing.19 Kebiasaan jajan merupakan hal yang banyak dilakukan oleh anak
sekolah dasar. Menurut penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Depkes RI, sekitar 93% anak sekolah dasar yang tidak sarapan.
Karena itu, jajan menjadi alternatif yang praktis bagi anak sekolah dasar. 20
Umar21 menyatakan perilaku cuci tangan sebelum makan merupakan salah
satu faktor yang berhubungan dengan kejadian kecacingan pada murid SD di
kabupaten Pesisir Selatan Sumatra. Menurut Fung dan Caincross22, cuci
tangan adalah tindakan utama dan menjadi salah satu cara mencegah
transmisi patogen secara cepat dan efektif termasuk telur cacing. Sumber
penyakit itu yang sekaligus sebagai penderita adalah manusia juga, terutama
anak-anak usia sekolah dasar dan yang tinggal di pedesaan. Infeksi pada
manusia terjadi melalui makanan, sayuran atau tangan yang tercemar telur
cacing tersebut.7
Cacing tambang memerlukan tanah untuk proses menetasnya telur
menjadi larva yang siap menginfeksi dengan menembus kulit, misalnya kaki

yang tidak memakai sandal/sepatu.7 Anak yang mempunyai kebiasaan tidak


memakai alas kaki beresiko terinfeksi cacing tambang 3,29 kali lebih besar
dibanding anak yang mempunyai kebiasan memakai alas kaki dalam
aktifitasnya sehari-hari. Anak yang mepunyai kebiasaan bermain dalam waktu
yang lama di tanah, beresiko terinfeksi cacing tambang 5,2 kali lebih besar
dibanding anak yang hanya sebentar bermain di tanah dalam sehari. 23
Penelitian yang dilakukan terhadap pemukim di LPA Lakarsantri Surabaya
menunjukkan taksiran tingkat prevalensi ascariasis dan trichuriasis masingmasing sebesar 33,3% dan 8,8% relatif lebih rendah dibandingkan dengan
infeksi cacing tambang sebesar 70 %, hal ini disebabkan karena dari 90
responden pemukim LPA sebanyak 64,4% mempunyai kebiasaan mencuci
tangan sebelum makan dan 86,7% tidak menyukai makan sayur mentah. 24
Menurut Lin et al.25 kuku merupakan bagian tangan tempat kuman patogen
dapat bersembunyi dan bagian tersebut seringkali sulit dibersihkan.
Kebersihan kuku dilakukan dengan menggunting kuku secara berkala.
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia11, cara menjaga
kebersihan perorangan:
1. Mencuci tangan pada saat-saat penting yaitu cuci tangan sebelum makan
dan sesudah buang air besar dengan menggunakan air dan sabun. Cuci tangan
pakai sabun pada 5 waktu penting: sebelum makan, setelah ke jamban,
sebelum menyiapkan makanan, setelah menceboki anak, sebelum memberi
makan anak.
2. Menggunakan air bersih untuk keperluan makan minum dan mandi.
3. Mengkonsumsi air yang memenuhi syarat untuk diminum.
4. Mencuci dan memasak bahan pangan sebelum dimakan.
5. Mandi dan membersihkan badan pakai sabun paling sedikit dua kali sehari
6. Memotong dan membersihkan kuku.
7. Memakai alas kaki bila berjalan di tanah dan memakai sarung tangan bila
melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan tanah .
8. Menutup makanan dengan tutup saji untuk mencegah debu dan lalat
mencemari makanan tersebut.
b. Menjaga kebersihan lingkungan.

Paseban

merupakan salah satu daerah wilayah kecamatan Senen

Jakarta Pusat yang wilayahnya terdiri dari Paseban Barat dan Timur.
Pemukiman penduduknya cukup padat dan kumuh, di beberapa tempat masih
terlihat beberapa anak kecil yang BAB di sembarang tempat seperti di
selokan (got) dan bila turun hujan airnya dapat meluap ke lingkungan
penduduk. Selain itu di daerah tersebut masih terdapat WC umum yang
terletak di luar rumah penduduk yang aliran airnya menuju saluran air (got)
lingkungan

perumahan.

Kondisi

tersebut

memungkinkan

terjadinya

pencemaran tanah oleh air limbah tersebut.26 Kebiasaan anak defekasi secara
bebas di atas tanah (tidak di WC), menjamin berlangsungnya siklus hidup
cacing ini dengan sempurna. Cacing dewasa yang tinggal di dalam usus
setelah kawin akan memproduksi telur yang dikeluarkan bersama tinja.7
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia11, cara menjaga
kebersihan lingkungan:
1. Buang air besar di jamban.
2. Jangan membuang tinja dan sampah di sungai.
3. Membuat saluran pembuangan air limbah.
4. Membuang sampah pada tempat sampah.
5. Menjaga kebersihan rumah, sekolah, madrasah dan lingkungannya.
Perilaku Buang Air Besar tidak pada jamban menyebabkan terjadinya
pencemaran tanah oleh telur cacing cacing tambang sehingga meningkatkan
resiko terinfeksi terutama pada orang atau anak anak yang tidak memakai
alas kaki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang tinggal pada
lingkungan rumah dengan tanah halaman terkontaminasi telur cacing
tambang memiliki resiko terinfeksi larva cacing tambang sebesar 13,0 kali
lebih besar dibanding anak yang tinggal pada lingkungan rumah tanpa
kontaminasi telur cacing tambang.23 Menurut penelitian yang pernah
dilakukan oleh penulis didapatkan taksiran tingkat prevalensi infeksi cacing
usus yang ditularkan melalui tanah di LPA Lakarsantri Surabaya sebesar
83,3%. Tingginya angka infeksi ini menunjukkan bahwa terdapat faktorfaktor yang sangat menunjang, salah satunya adalah pencemaran tanah oleh
telur atau larva cacing golongan soil-transmitted helminth. Dari hasil

10

penelitian diketahui bahwa taksiran tingkat prevalensi pencemaran tanah


adalah sebesar 93,3%. Hal ini menunjukkan refleksi dari perilaku buang air
besar disembarang tempat yang ternyata sesuai dengan pengamatan dan hasil
wawancara dilapangan bahwa dari 90 responden yang merupakan pemukim
di LPA, 100% melakukan buang air besar di halaman tempat tinggalnya atau
lahan LPA.24 Anak yang tinggal dalam keluarga yang memiliki kebiasaan
defekasi di kebun dan tempat lain halaman rumah, beresiko terinfeksi cacing
tambang 4,3 kali lebih besar disbanding anak yang tinggal dengan keluarga
yang memiliki kebiasaan defekasi di jamban.23
Sanitasi rumah merupakan faktor resiko kejadian infeksi cacing
tambang, anak yang tinggal dalam rumah dengan sanitasi yang buruk
beresiko sebesar 3,5 kali lebih besar terinfeksi cacing tambang dibandingkan
dengan anak yang tinggal dalam rumah dengan sanitasi yang baik. 23 Hasil
penelitian terhadap pemukim di LPA menunjukkan terjadi infeksi cacing
tambang sebesar 70%. Tingginya angka tersebut kemungkinan disebabkan
oleh prilaku seringkali tidak memakai alas kaki. Hal ini terbukti dari hasil
pengamatan dan wawancara di lapangan terhadap 90 responden, 76,7%
mempunyai prilaku seringkali tidak memakai alas kaki. 24 Faktor iklim
misalnya temperatur, kelembaban, curah hujan, mungkin merupakan faktor
penting prevalensi infeksi Soil-Transmitted Helminth di Bali. Tingkat
pendidikan yang rendah, hygiene pribadi dan lingkungan yang buruk, sosio
ekonomi yang rendah dan perilaku juga merupakan faktor lain yang
berpengaruh.27 Di negara kaya dan maju banyak penyakit parasit yang dapat
diberantas, sebaliknya pada negara miskin dan terbelakang memperlihatkan
prevalensi parasit yang lebih tinggi.28

11

BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam makalah, maka kesimpulan yang diperoleh
bahwa penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia,
terutama di negara tropis dan sedang berkembang, termasuk di Indonesia. Infeksi
kecacingan tergolong penyakit neglected disease yaitu infeksi yang kurang
diperhatikan dan penyakitnya bersifat kronis tanpa menimbulkan gejala klinis
yang jelas dan dampak yang ditimbulkannya baru terlihat dalam jangka panjang

12

seperti kekurangan gizi, gangguan tumbuh kembang dan gangguan kognitif pada
anak. Anak-anak sangat rentan terhadap kecacingan karena masih rendahnya
kesadaran anak-anak akan perilaku hidup sehat, sehingga penting untuk
mencegahnya sehingga kualitas hidup anak menjadi lebih baik.

3.2 Saran
Sebaiknya

anak-anak

diajarkan

perilaku

hidup

sehat

dengan

cara

mengendalikan faktor risiko yang meliputi kebersihan lingkungan, kebersihan


perorangan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, penyediaan air
bersih yang cukup, semenisasi lantai rumah, pembuatan dan penggunaan jamban
yang memadai, menjaga kebersihan makanan untuk anak sekolah dan madrasah
melalui pendidikan kesehatan di sekolah baik untuk guru maupun murid. Upaya
pencegahan cacingan dapat dilakukan melalui upaya kebersihan perorangan
ataupun kebersihan lingkungan.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Sardjono TW. Neglected tropical diseases (NTDs), Why do we neglect them?


Joint National Congress of PETRI, PERPARI & PKWI, Bandung, 30 August 2
September 2007.
2. Kurniawan A. Infeksi Parasit: Dulu dan Masa Kini. Maj Kedokt Indon.
2010;60(11):487-88.
3. Bethony J, Brooker S, Albonico M, Geiger SM, Loukas A, et al. Soil
transmitted helminth infections: Ascariasis trichuriasis, and hookworm. Lancet.
2006; 367: 152132.
4. Rehulina. 2005. Infeksi Parasit Cacingan. Available at : http://pdpersi.co.id
(diakses 20 Mei 2016).
5.

WHO.

2006.

Soil

Transmitted

Helminths.

Available

at

http://www.who.int/intestinal_worms/en/ (diakses 28 September 2011)


6. Departemen Kesehatan RI. 2001. Indonesia Sehat 2010. Jakarta. Available at :
http://www.perpustakaan.depkes.go.id (diakses 29 Januari 2012).
7.

Depkes

RI.

2009.

Profil

Kesehatan

Indonesia,

Jakarta

http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/profil-kesehatan-indonesia-2009.pdf

14

8.

Depkes

RI.

2006.

Profil

Kesehatan

Indonesia.

Jakarta.

http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/profil-kesehatan-indonesia-2006.pdf
9. Endriani, Mifbakhudin, Sayono. 2011. BEBERAPA FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KECACINGAN PADA ANAK USIA
1-4 TAHUN. J Kesehat Masy Indones. Vol 7 No.1 Tahun 2011
10. Depkes RI. Pedoman pengendalian cacingan. Lampiran Keputusan Menteri
Kesehatan. No: 424/MENKES/SK/VI/2006. 19 Juni 2006. Diunduh dari
http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 28 Agustus 2008.
11. Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal PP dan PL. 2012. Pedoman
Pengendalian Kecacingan.
12. Achmed B, Bhanti G, Thokar MA, Malla N. Human toxocariasis and
ascariasis: Concomitant parasitism in Srinagar Kashmir India. India J Pathol
Microbiol. 2002; 45; 315-8.
13. Srisasi G, Herry DI, Wita P. Parasitologi kedokteran. 3rd ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. halm 23-26.
14. Norhayati M, Oothuman P, Fatimah MS. Some risk factors of ascaris and
trichuris infection in Malaysian aborigine children. Med J Mal. 1998: 5; 401-7.
15. Rodrigurez ZR, Lozano CG, Diaz I, Cheng R, Rucson G. Intestinal parasites
in schoolchildren at a public institution in Maracaibo Municipality Venezuela.
Invent Clin. 2000; 41: 37-57.

15

16. Showkat AW, Fayas A, Showkat AZ, Ayesha A, Zubair AD, Pervaiz AD.
Intestinal helminthiasis in children of Gurez Valley and Kasmir State India.
Clinical Epidemiolgy. 2010; 2: 91-4.
17. Albonico M, Allen H, Chitsulo L, Engels D, Gabrielli AF. Controlling soil
transmitted helminthiasis in pre school age children through preventive
chemotherapy. Plos Negl Trop Dis. 2008; 2 (3): e 126.
18. Soedarto. Parasitologi klinik. Surabaya: Airlangga University Press; 2008.
halm 71-91.
19. Winita R, Mulyati, Astuty H. 2012. Hubungan Sanitasi Diri dengan Kejadian
Kecacingan pada Siswa SDN X Paseban, Jakarta Pusat. Majalah Kedokteran FK
UKI 2012 Vol XXVIII No.2
20. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Pedoman pengelolaan dan
penyehatan makanan warung sekolah. Jakarta: 1994.
21. Umar Z. Perilaku cuci tangan sebelum makan dan kecacingan pada murid SD
di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera. 2008;.2(6):249-254.
22. Fung IC, Caincros S. Hands wahing and ascariasis. Trans R Soc Trop Med
Hyg. 2009;103(3):215-22.
23. Sumanto D. 2010. Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang pada Anak Sekolah
(Studi Kasus Kontrol di Desa Rejosari, Karangawen, Demak. Tesis.Program Studi
Magister Epidemiologi Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.

16

24. Palgunadi BU. 1998. Pencemaran Tanah Oleh Telur Cacing Usus Dalam
Hubungannya dengan Kejadian Infeksi Cacing Usus. Tesis. Program Pasca
Sarjana Universitas Airlangga.
25. Lin CM, Wu FM, Kim HK, Doyle MP, Michael BS, Williams LK. A
comparison of hand washing techniques to remove Escherichia coli and
caliciviruses under natural or artificial fingernails. J Food Prot. 2003;66:2296-301.
26. Winita R, Mulyati, Astuty H. 2012. UPAYA PEMBERANTASAN
KECACINGAN DI SEKOLAH DASAR. MAKARA, KESEHATAN, VOL. 16,
NO. 2, DESEMBER 2012: 65-71
27. Widjana DP and Sutisna P. 2000. Prevalence Of Soil-Transmtted Helminth
Infection In The Rural Pupulation Of Bali, Indonesia. Southeast Asian J Trop Med
Public Health vol. 31 No. 3 September 2000.
28. Onggowaluyo JS. 2001. Parasitologi Medik I (Helmintologi) : Pendekatan
Aspek Indentifikasi, Diagnosis dan Klinik. EGC.Hal. 11-31.

Anda mungkin juga menyukai