Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Dasar


1.1.1 Definisi
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulangulang. Diagnosa ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang
tanpa penyebab (Jastremski, 2004).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto,
2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala yang datang
berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak,
yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan
ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik
neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik.
1.1.2 Klasifikasi
1.1.2.1 Kejang umum terbagi atas:
1)

Tonic clonic convulsion merupakan bentuk paling banyak terjadi pasien tibatiba jatuh, kejang, sesak napas, keluar air liur bisa terjadi sianosis, ngompol,
atau menggigit lidah terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah,

2)

kebingungan, sakit kepala.


Abscense attacks yaitu jenis yang jarang, umumnya hanya terjadi pada masa
anak-anak atau awal remaja. Pasien tiba-tiba melotot, atau matanya berkedipkedip, dengan kepala terkulai kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan

3)

sering tidak disadari.


Myoclonic seizure yaitu biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur
pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba jenis yang sama (tapi non-epileptik)

4)

bisa terjadi pada pasien normal.


Atonic seizure yaitu jarang terjadi pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot
jatuh, tapi bisa segera sadar kembali.

1.1.2.2 Kejang parsial terbagi menjadi:

1)

Simple partial seizures yaitu pasien tidak kehilangan kesadaran terjadi

2)

sentakan-sentakan pada bagian tertentu daritubuh


Complex partial seizures yaitu pasien melakukan gerakan-gerakan tak

terkendali, seperti gerakan mengunyah, meringis, tanpa kesadaran (Ali, 2001).


1.1.3 Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik),
sering terjadi pada:
1.1.3.1 Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
1.1.3.2 Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
1.1.3.3 Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol
1.1.3.4 Demam, gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
1.1.3.5 Tumor Otak
1.1.3.6 Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni pada
bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya gangguan pada
ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi (malnutrisi) yang bisa
menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya kejang. Proses persalinan
yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak
janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi ''embrio''
epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir atau adanya gangguan
pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput otak, cedera karena benturan
fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan pembuluh darah otak juga
memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.

Tabel 2.1 Penyebab kejang pada epilepsi


Bayi (0-2 tahun)

Penyebab kejang pada epilepsi


Hipoksia dan iskemia paranatal
Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia,

hipokalsemia,

hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)


Malformasi kongenital
Gangguan genetik
Anak (2-12 tahun)
Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Remaja (12-18 tahun)
Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18-35 tahun) Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35 tahun) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme
1.1.4 Manifestasi Klinis
1.1.4.1
Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran.
1.1.4.2
Kelainan gambaran EEG.
1.1.4.3
Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus
1.1.4.4

epileptogen.
Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang
epileptik (aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium
bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit

1.1.4.5
1.1.4.6
1.1.4.7

kepala dan sebagainya).


Napas terlihat sesak dan jantung berdebar.
Muka pucat dan badannya berlumuran keringat.
Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala
sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau

atau rasa yang tidak normal seperti pada keadaan normal.


1.1.4.8
Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan
terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus
tersebut lewat.
1.1.4.9
Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat
berbicara secara tiba-tiba.

1.1.4.10 Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya
menendang- menendang.
1.1.4.11 Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil.
1.1.5 Patofisiologi
Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang
dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui
sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga
seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi).
Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya
akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas
listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya
akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian
akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.

WOC EPILEPSI
Infeksi

Demam tinggi

Kurang Gizi

Persalinan kurang/ lebih bulan

Meningitis

Kejang demam
berkepanjangan

Tidak terpenuhi nutrisi


pada saat ibu hamil

Kekurangan asam folat

Peradangan pada otak


atau tulang belakang

Terganggunya proses pembentukan otak

Terganggunya proses pembentukan otak

Kejang, gangguan kesadaran, dapat melihat aura, sesak napas, muka pucat, berkeringat, keluar busa dari mulut.

Parsial

Sederhana

B1
RR meningkat
Ketidakefektifan pola napas

Umum

Komplek

Tonik klonik

B2

B3

Apnea

Takikardi

Penurunan
kesadaran

Gang. Perfusi
Jaringan

Cianosis
Hipoksia

Gang. Perfusi
Jaringan

Absence

B5

B4
Oliguria
Retensi Urine

Myodonic

Inkontinensia
urine
Gang. Eliminasi
Urine

Nafsu
makan
menurun
Nutrisi
Kurang dari
kebutuhan
tubuh

Atonic

B6

Lemas, tremor
Resiko Cidera

Reflek menelan menurun


Aspirasi

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Aktivitas otot meningkat

Muatan listrik berlebih


Epilepsi

Kurang Pengetahuan

Kejang

Resiko cidera

Metabolisme meningkat
Kebutuhan O meningkat
Asfiksia

Gangguan peredaran darah


Hipoksia
Sel neuron otak
Retardasi mental

1.1.6 Komplikasi
1.1.6.1
Kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental.
1.1.6.2
Timbul depresi dan keadaan cemas.
1.1.7 Penatalaksanaan
1.1.7.1
Manajemen Epilepsi:
1)
Melakukan terapi simtomatik.
2)
Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan
yang dicapai. Pada epilepsi umum sekunder, obat-obat yang menjadi lini
pertama pengobatan adalah karbamazepin dan fenitoin. Sedangkan pada lini
kedua adalah Gabapentin, lamotrigine, fenobarbital, primidone, tiagabine,
topiramate, dan asam valproat.
1.1.7.2
Selama Kejang
1)
Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu.
2)
Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan.
3)
Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari benda keras, tajam
4)

atau panas, jauhkan pasien dari tempat / benda berbahaya.


Longgarkan baju dan miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah

5)

lidahnya menutupi jalan pernapasan.


Biarkan kejang berlangsung, jangan memasukkan benda keras ke dalam mulut

pasien.
1.1.7.3
Setelah Kejang
1)
Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
2)
Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan
3)
4)
5)

bahwa jalan napas paten.


Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba setelah kejang.
Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan.
Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang

6)

dan biarkan penderita beristirahat.


Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk

7)

menangani situasi dengan pendekatan dengan perlahan.


Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk

pemberian pengobatan oleh dokter.


1.1.7.4
Terapi Anti Epilepsi
1)
Fenitoin (PHT)
Fenitoin dapat mengurangi masuknya Na ke dalam neuron yang terangsang dan
mengurangi amplitudo dan kenaikan maksimal dari aksi potensial saluran Na peka
voltase fenitoin dapat merintangi masuknya Ca ke dalam neuron pada pelepasan
neurotransmitter.

2)

Karbamazepin (CBZ)
Karbamazepin dapat

menghambat

saluran

Na.

Karbamazepin

dapat

memperpanjang inaktivasi saluran Na juga menghambat masuknya Ca ke dalam


membran sinaptik.
3)
Fenobarbital (PB)
Fenobarbital adalah obat yang digunakan secara luas sebagai hipnotik, sedatif
dan anastetik. Fenobarbital bekerja memperkuat hambatan GABAergik dengan cara
mengikat ke sisi kompleks saluran reseptor Cl- pada GABAA. Pada tingkat selular,
fenobarbital memperpanjang potensial penghambat postsinaptik, bukan penambahan
amplitudonya.
4)
Asam valproat (VPA)
VPA menambah aktivitas GABA di otak dengan cara menghambat GABAtransaminase dan suksinik semialdehide dehidrogenase, enzim pertama dan kedua
pada jalur degradasi, dan aldehide reduktase. VPA bekerja pada saluran Na peka
voltase dan menghambat letupan frekuensi tinggi dari neuron. VPA memblokade
rangsangan frekuensi rendah 3Hz dari neuron thalamus.
5)
Gabapentin (GBP)
Cara kerja mengikat pada reseptor spesifik di otak, menghambat saluran Na
peka voltase, dapat menambah pelepasan GABA.
6)
Lamotrigin (LTG)
Cara kerja menghambat saluran Na peka voltase.
7)

Topiramate (TPM)
Cara kerja menghambat saluran Na, menambah kerja hambat dari GABA.
8)
Tiagabine (TGB)
Cara kerja menghambat kerja GABA dengan cara memblokir uptakenya.
1.1.8 Pemeriksaan Diagnostik
1.1.8.1
CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi
lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan
jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance
imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi
1.1.8.2

oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologic.


Elektroensefalogram (EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu

serangan, durasi kejang.


1.1.8.3
Kimia darah

1)
2)
3)
4)

Hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.


Mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah.
Menilai fungsi hati dan ginjal.
Menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan

adanya infeksi).
5)
Pungsi lumbal untuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak.
1.2 Manajemen Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
1.2.1.1 Biodata: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, dan penanggungjawabnya.
1.2.1.2
Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur.
1.2.1.3
Pekerjaan: Seseorang dengan pekerjaan yang sering kali menimbulkan
stress dapat memicu terjadinya epilepsi. Kebiasaan yang mempengaruhi:
peminum alcohol.
1.2.1.4
Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya
ketempat pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami penurunan
kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang klien /
keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat.
Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering
1.2.1.5

berhenti mendadak bila diajak bicara.


Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan
diri.

1.2.1.6
Riwayat penyakit dahulu:
1)
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2)
Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3)
Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
4)
Tumor Otak
5)
Kelainan pembuluh darah
6)
Demam,
7)
Stroke
8)
Gangguan tidur
9)
Penggunaan obat
10) Hiperventilasi
11) Stress emosional
1.2.1.7
Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit
ayan merupakan penyakit keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab
terdapat dugaan terdapat 4-8% penyandang ayan diakibatkan oleh faktor
keturunan.

1.2.1.8
Riwayat psikososial
1)
Intrapersonal: klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita.
2)
Interpersonal: gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang
berhubungan dengan penyakit epilepsi (atau ayan yang lebih umum di
masyarakat).
1.2.1.9
Pemeriksaan fisik
1)
B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea,
2)
3)
4)
5)
6)

aspirasi
B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
B3 (brain): penurunan kesadaran
B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine
B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi
B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan anggota

tubuh, mengeluh meriang.


1.2.2 Diagnosa
1.2.2.1
Resiko cedera berhubungan dengan aktivitas kejang yang tidak
terkontrol (gangguan keseimbangan).
1.2.2.2
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan
1.2.2.3

lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva


Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi dan aturan
pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman, salah interpretasi

informasi, kurang mengingat.


1.2.3 Intervensi
1.2.3.1
Resiko cedera berhubungan dengan gangguan keseimbangan.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x6 jam resiko cidera dapat
berkurang.
Kriteria hasil : Tidak terjadi cedera fisik pada klien, klien dalam kondisi aman, tidak
1.
2.
3.

4.

ada memar, tidak jatuh.


Observasi faktor lingkungan yang memungkinkan resiko terjadinya cedera.
R/ : Barang-barang di sekitar pasien dapat membahayakan saat terjadi kejang.
Observasi status neurologis setiap 6 jam.
R/: Mengidentifikasi perkembangan atau penyimpangan hasil yang diharapkan.
Observasi pasien dalam waktu beberapa lama setelah kejang.
R/: Memberi penjagaan untuk keamanan pasien untuk kemungkinan terjadi
kejang kembali.
Pasang penghalang tempat tidur pasien.
R/: Penjagaan untuk keamanan, untuk mencegah cidera atau jatuh.

5.
6.

Letakkan pasien di tempat yang rendah dan datar.


R/: Area yang rendah dan datar dapat mencegah terjadinya cedera pada pasien.
Siapkan kain lunak untuk mencegah terjadinya tergigitnya lidah saat terjadi
kejang.
R/: Lidah berpotensi tergigit saat kejang karena menjulur keluar

7.

Ajarkan pasien bila ada perasaan yang tidak biasa yang dialami beberapa saat
sebelum kejang.
R/: Untuk mengidentifikasi manifestasi awal sebelum terjadinya kejang pada

8.

pasien
Ajarkan pasien untuk memberi tahu jika merasa ada sesuatu yang tidak nyaman,
atau mengalami sesuatu yang tidak biasa sebagai permulaan terjadinya kejang.
R/: Untuk mengidentifikasi manifestasi awal sebelum terjadinya kejang pada

9.

pasien.
Berikan informasi pada keluarga tentang tindakan yang harus dilakukan selama
pasien kejang.
R/: Sebagai informasi pada perawat untuk segera melakukan tindakan sebelum

10.

terjadinya kejang berkelanjutan.


Berikan obat anti konvulsan sesuai anjuran dokter.
R/: Mengurangi aktivitas kejang yang berkepanjangan, yang dapat mengurangi
suplai oksigen ke otak.

1.2.3.2 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di


endotrakea, peningkatan sekresi saliva.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x6 jam jalan nafas menjadi
efektif.
Kriteria hasil : Nafas normal (16-20 kali/ menit), tidak terjadi aspirasi, tidak ada
1.

dispnea.
Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut dari benda / zat tertentu / gigi palsu
atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang

2.

3.
4.

mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal.


R/: Menurunkan resiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.
Letakkan pasien dalam posisi miring, permukaan datar
R/: Meningkatkan aliran (drainase) sekret, mencegah lidah jatuh dan
menyumbat jalan nafas.
Tanggalkan pakaian pada daerah leher/ dada dan abdomen.
R/: Untuk memfasilitasi usaha bernafas / ekspansi dada.
Melakukan suction sesuai indikasi.

R/: Mengeluarkan mukus yang berlebih, menurunkan resiko aspirasi atau


5.

asfiksia.
Berikan oksigen sesuai program terapi.
R/: Membantu memenuhi kebutuhan oksigen agar tetap adekuat, dapat
menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun atau

oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler selama serangan kejang.


1.2.3.3
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi dan aturan
pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman, salah interpretasi
Tujuan

informasi, kurang mengingat.


: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x6 jam, orangtua

dapat mengerti tentang yang dijelaskan.


Kriteria hasil : Mampu menyebutkan pengertian dan cara penanganan.
1.
Kaji tingkat pengetahuan pasien terhadap jenis penyakitnya
R/: Mengetahui sebatas kemampuan klien dalam memahami jenis penyakitnya
agar
2.

lebih

kooperatif

akan

pemahaman

klien

pentingnya

pencegahan,pengobatan dan sebagainya.


Jelaskan kembali mengenai patofisiologi atau prognosis penyakit, pengobatan,
serta penenganan dalam jangka waktu panjang sesuai prosedur.
R/: Memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi kesalahan persepsi dan

3.

keadaan penyakit yang diderita.


Tinjau kembali obat-obatan, dosis, petunjuk, serta penghentian penggunaan
obat-obatan sesuai instruksi dokter.
R/: Akan menambah pemahaman klien terhadap kondisi kesehatan yang

diderita.
1.2.4 Implementasi
Merupakan komponen dari proses keperawatan (Potter & Perry, 2005) adalah
kategori dari perilaku keperawatan di mana tindakan yang di perlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang di perkirakan dari asuhan keperawatan di lakukan dan
di selesaikan.
1.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan proses keperawatan mengukur respon klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan (Potter & Perry,
2005).
1.3

ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan

1.3.1 Anamnesa

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal 22 Desember 2014,


Pukul: 08.00 WIB.
1.3.1.1

Identitas Pasien

Pasien bernama An. N yang lahir pada tanggal 7 April 2003 berjenis kelamin
perempuan, beragama katolik. Pasien adalah orang jawa yang berasal dari Panti
Werdha Bakti Luhur Surabaya, jawa timur. Dengan diagnosa medis Epilepsi.
1.3.1.2

Identitas Penanggung Jawab

Pasien mempunyai orang tua asuh yang bernama Ny. V yang berusia 23 tahun,
beragama katolik. Ny. V berasal dari Flores. Pendidikan terakhir Ny. V adalah SMA
yang sekarang bekerja di Panti Werdha Bakti Luhur Surabaya.
1.3.1.3

Keluhan Utama

Orang tua asuh pasien mengatakan bahwa An. N belum bisa berbicara
sedangkan usianya sudah 11 tahun.
1.3.1.4
1)

Riwayat Kesehatan

Riwayat Kesehatan Sekarang


Pasien tidak bisa berbicara sejak kecil dan berjalan harus digandeng atau

dipegang karena tidak ada alat bantu khusus untuk membantu berjalan, kejang terjadi
pada saat pasien tidur dan secara tiba-tiba, namun setelah di lakukan fisioterapi rutin
An. N bisa berjalan.
2)

Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Pasien diantar oleh neneknya ke Panti Werdha Bakti Luhur Surabaya saat

berusia 1,5 tahun karena tidak bisa berjalan dan berbicara.


3)

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

(1)

Riwayat Prenatal: Data tidak diperoleh karena tidak ada orang tua kandung.

(2)

Riwayat Prenatal: Data tidak diperoleh karena tidak ada orang tua kandung.

(3)

Riwayat Postnatal: Data tidak diperoleh karena tidak ada orang tua kandung.

4)

Status Imunisasi
Data tidak diperoleh karena tidak ada orang tua kandung.

5)

Riwayat Kesehatan Keluarga


Data tidak diperoleh karena tidak ada orang tua kandung.

6)

Susunan Genogram 3 (tiga) Generasi


An. N adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Tidak dapat diperoleh data yang

lengkap karena tidak ada orang tua kandung.


1.3.2 Pemeriksaan Fisik
1.3.2.1 Keadaan Umum
Tingkat kesadaran Compos Menthis, pakaian rapi dan bersih.
1.3.2.2

Tanda Vital

Nadi: 85 kali/menit, Respirasi: 20 kali/menit, Suhu: 36,7 C


1.3.2.3

Kepala dan Wajah

Ubun-ubun pasien dalam keadaan menutup dan datar, pasien memiliki rambut
berwarna hitam, tidak rontok, tidak mudah di cabut dan tidak kusam, keadaan kulit
kepala bersih, tidak ada peradangan atau benjolan.
1.3.2.4 Mata
Bentuk mata simetris, konjungtiva berwarna merah muda, skelera berwarna
putih, reflek pupil positif. Ketajaman penglihatan pasien baik, dapat membedakan
orang tua asuh dan perawat.
1.3.2.5

Telinga

Bentuk telinga simetris, tidak ada serumen atau secret, tidak ada peradangan
dan ketajaman pendengaran pasien baik, pasien menoleh saat namanya di panggil.
1.3.2.6

Hidung

Bentuk hidung simetris, tidak ada serumen atau secret, fungsi penciuman
normal dapat membedakan aroma roti dan susu.
1.3.2.7 Mulut
Keadaan bibir lembab dan palatum normal terasa lunak dan keras.
1.3.2.8 Gigi
Pasien mempunyai gigi 32 buah dan tidak ada carries gigi.
1.3.2.9 Leher dan Tenggorokan
Bentuk leher simetris, reflek menelan baik, tidak ada pembesaran tonsil, tidak
ada pembesaran vena jugularis, tidak ada benjolan dan peradangan.
1.3.2.10 Dada

Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi dada, bunyi nafas vesikuler, tipe
pernafasan dada, bunyi jantung normal S1 S2 (lup dup). Tidak ada iktus kordis, bunyi
tambahan dan nyeri dada.
1.3.2.10 Punggung
Bentuk punggung simetris, tidak ada peradangan dan benjolan.
1.3.2.11 Abdomen
Bentuk abdomen simetris, bising usus 7x /menit. Tidak ada asites, massa,
hepatomegali, splenomegali ataupun nyeri.
1.3.2.12 Ekstremitas
Pergerakan atau tonus otot terbatas. Tidak ada oedem, sianosis, dan clubbing
finger. Keadaan kulit halus, turgor kulit baik dapat kembali di bawah 2 detik dan kulit
teraba dingin, kekuatan otot ekstremitas atas 5|4, kekuatan otot ekstremitas bawah 5|
4.
1.3.2.13 Genitalia
Kebersihan baik, keadaan labia lengkap, tidak ada peradangan ataupun
benjolan.
1.3.3 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1.3.3.1 Gizi: Baik, kebutuhan gizi terpenuhi dengan berat badan 40 kg dan usia 11
tahun.
1.3.3.1

Kemandirian Dalam Bergaul: Baik, pasien dapat bermain bersama


teman-teman satu wisma.

1.3.3.2

Motorik Halus: Baik, dapat menyusun mainan yang diberikan.

1.3.3.3

Motorik Kasar: Baik, mampu melangkah dan berjalan meskipun


pergerakan agak terbatas.

1.3.3.4

Kognitif dan Bahasa: Pasien tidak mampu berbicara dan menggunakan


bahasa isyarat.

1.3.3.5

Psikososial: Baik, pasien dekat dengan orang tua asuh, perawat dan
teman-teman satu wisma.

1.3.4 Pola Aktivitas Sehari-hari


1.3.4.1

Nutrisi

1)

Frekuensi: Frekuensi makan pasien 3 kali sehari.

2)

Porsi: porsi makan pasien 1 porsi sedang (1/2 piring)

3)

Nafsu makan/selera: Tidak ada masalah dengan nafsu makan pasien.

4)

Jenis makanan: Terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah serta snack pagi dan
sore (roti dan susu). Jenis minuman: air putih, teh, atau susu.

5)

Jumlah minuman: jumlah minuman pasien 1500/cc/24 jam.

6)

Kebiasaan makan: pasien makan pagi, siang dan malam. Snack pagi dan sore.

1.3.4.2
1)

Eliminasi

BAB: Fungsi pencernaan pasien baik yaitu BAB 1x sehari, konsistensinya


lembek.

2)

BAK: Frekuensi BAK pasien baik, pasien menggunakan pampers dengan urine
output 1000 cc/ hari.

1.3.4.3

Istirahat/tidur

Pada siang hari pasien beristirahat selama 3-4 jam dan pada malam hari selama
9-10 jam.
1.3.4.4
1)
Mandi

Personal hygiene

Pasien mandi 2x sehari.


2)

Oral hygiene

Oral hygiene 2x sehari.


1.3.5 Data Penunjang
Tidak ada data tentang pemeriksaan penunjang.
1.3.6 Penatalaksaan Medis
Depakene Syrup (Valproid Acid) 250 mg/ 5 ml dengan dosis 3 (sendok makan) x1
Surabaya, 22 Desember 2014
Mahasiswa,

SINTIA MANDARA

1.3.7 Analisa Data


Data Subyektif dan Data Obyektif

Kemungkinan Penyebab

Masalah

DS: Orangtua asuh mengatakan bahwa An.


N pernah mengalami kejang sejak usia
1 tahun 8 bulan dan terakhir
mengalami kejang pada tanggal 29
desember 2014 dengan lama kejang
5 menit.
DO:
1) Pergerakan kaki dan tangan kiri
terbatas.
2) Ketika berjalan harus digandeng.
3) Tidak ada alat bantu khusus untuk
membantu berjalan.
4) Kekuatan otot ekstremitas atas 4|5,
ekstremitas bawah 4|5.

Muatan listrik berlebih

Resiko Cidera

Ds: Orang tua asuh pasien mengatakan An.


N belum bisa berbicara sedangkan
usianya sudah 11 tahun.
Do:
1) Usia 11 tahun.
2) Pasien dapat menoleh ketika di panggil
namanya.
3) Pasien belum bisa berbicara.

Epilepsi
Kejang
Gangguan Keseimbangan

Proses Penyakit

Gangguan pertumbuhan dan


perkembangan

1.3.8 Prioritas Masalah


1) Resiko cidera berhubungan dengan gangguan keseimbangan.
2) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan proses penyakit.

1.3.9 Intervensi Keperawatan


Nama Pasien: An. N
Wisma: Vincen
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko
cidera
berhubungan dengan
gangguan
keseimbangan.

Tujuan (Kriteria Hasil)


Intervensi
Setelah
dilakukan
tindakan 1. Observasi faktor lingkungan 1.
keperawatan 8x6 jam, resiko cidera
yang memungkinkan resiko
dapat berkurang, dengan kriteria
terjadinya cedera.
hasil tidak terjadi cedera fisik pada
klien, klien dalam kondisi aman, 2. Observasi status neurologis 2.
tidak ada memar, tidak jatuh.
setiap 6 jam.
3. Observasi
pasien
dalam 3.
waktu beberapa lama setelah
kejang.
4. Pasang penghalang
tidur pasien.

tempat 4.

5. Letakkan pasien di tempat 5.


yang rendah dan datar.
6. Siapkan kain lunak untuk 6.

Rasional
Barang-barang
di
sekitar pasien dapat
membahayakan saat
terjadi kejang.
Mengidentifikasi
perkembangan atau
penyimpangan hasil
yang diharapkan.
Memberi penjagaan
untuk
keamanan
pasien
untuk
kemungkinan terjadi
kejang kembali.
Penjagaan
untuk
keamanan,
untuk
mencegah cidera atau
jatuh.
Area yang rendah dan
datar dapat mencegah
terjadinya
cedera
pada pasien.
Lidah
berpotensi

mencegah
terjadinya
tergigitnya lidah saat terjadi
kejang.
7. Ajarkan pasien bila ada 7.
perasaan yang tidak biasa
yang dialami beberapa saat
sebelum kejang.
8. Ajarkan
pasien
untuk 8.
memberi tahu jika merasa
ada sesuatu yang tidak
nyaman, atau mengalami
sesuatu yang tidak biasa
sebagai permulaan terjadinya
kejang.
9. Berikan
informasi
pada 9.
keluarga tentang tindakan
yang harus dilakukan selama
pasien kejang.
10.Berikan obat anti konvulsan 10.
sesuai anjuran dokter.

tergigit saat kejang


karena
menjulur
keluar.
Untuk
mengidentifikasi
manifestasi
awal
sebelum
terjadinya
kejang pada pasien.
Sebagai
informasi
pada perawat untuk
segera
melakukan
tindakan
sebelum
terjadinya
kejang
berkelanjutan.
Melibatkan keluarga
untuk
mengurangi
resiko cedera.
Mengurangi aktivitas
kejang
yang
berkepanjangan, yang
dapat
mengurangi
suplai oksigen ke
otak.

Diagnosa Keperawatan
2. Gangguan
pertumbuhan
dan
perkembangan
berhubungan dengan
proses penyakit.

Tujuan (Kriteria Hasil)


Intervensi
Setelah
dilakukan
tindakan 1. Observasi kebutuhan spesial
keperawatan 8x6 jam diharapkan
anak.
orang tua asuh pasien mengerti
tentang pemberian stimulasi kepada 2. Berikan
perhatian
saat
anak dengan kriteria hasil anak
dibutuhkan.
dapat berinteraksi dengan baik
bersama teman, orang tua asuh
dapat
memberikan
stimulus 3. Menyanyi dan bicara pada
pertumbuhan spiritual, emosional,
anak.
perkembangan kognitif setiap hari. 4. Fasilitasi
anak
untuk
berhubungan dengan teman
sebaya.
5. Sediakan
aktivitas yang
dianjurkan untuk berinteraksi
dgn teman sebayanya.
6. Ajarkan anak untuk mencari
pertolongan dari orang lain.

1.
2.

3.
4.

Rasional
Untuk melatih anak
agar tidak tergantung
pada orang lain.
Perhatian merupakan
kebutuhan yang sangat
dibutuhkan agar anak
tidak merasa kesepian.
Untuk melatih kerja
otak anak.
Agar anak memiliki
teman dan tidak bosan.

5. Aktifitas merupakan
cara
untuk
menghilangkan stress.
6. Bila
anak
perlu
bantuan, anak tahu
cara untuk meminta
tolong.
7. Fasilitasi
perhatian
atau 7. Untuk menghilangkan
kontak
dengan
teman
stress dan merasakan
kelompoknya.
udara segar.

1.3.10

Implementasi dan Evaluasi

Hari/Tanggal
Jam
Rabu, 24
Desember 2014
Diagnosa 1

Implementasi

Evaluasi (SOAP)

1. Mengobservasi faktor lingkungan yang


memungkinkan resiko terjadinya cedera
dengan cara mengatur posisi perabot
rumah tangan, seperti meja kursi dan
lemari.
2. Mengobservasi status neurologis setiap
8x6 jam dengan cara melakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital ( TD, nadi,
RR
dan
suhu)
dan
melakukan
pemeriksaan fisik secara head to toe.
4. Memasang penghalang tempat tidur
pasien dengan cara menarik besi
penghalang yang ada di samping tempat
tidur.
5. Memberikan informasi pada orang tua
asuh tentang tindakan yang harus
dilakukan selama pasien kejang dengan
cara mengamankan pasien ke lantai, beri
privasi kepada pasien, jangan memasukan
benda yang keras ke dalam mulut dan
miringkan kepala ke samping agar tidak
menutup jalan napas.

S: Orangtua asuh mengatakan


bahwa An. N pernah
mengalami kejang sejak usia
1 tahun 8 bulan dan terakhir
mengalami kejang pada
tanggal 29 desember 2014
dengan lama kejang 5
menit.
O:
1. Tidak terjadi cedera fisik.
2. Klien dalam kondisi aman.
3. Tidak ada memar atau
hematom pada kulit.
4. Tidak terjadi jatuh.
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan Intervensi no 1, 2,
4 dan 9
Catatan Perkembangan
Jumat, 26 Desember 2014
S:----O:
1. Tidak terjadi cedera fisik.
2. Klien dalam kondisi aman.

Tanda Tangan dan


Nama Perawat

SINTIA MANDARA

3. Tidak ada memar atau


hematom pada kulit.
4. Tidak terjadi jatuh.
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan Intervensi no 2 dan
4

SINTIA MANDARA

Catatan Perkembangan
Sabtu, 27 Desember 2014
S: ----O:
1. Tidak terjadi cedera fisik.
2. Klien dalam kondisi aman.
3. Tidak ada memar atau
hematom pada kulit.
4. Tidak terjadi jatuh.
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan Intervensi no 2
dan 4
Catatan Perkembangan
Senin, 29 Desember 2014
S:----O:
1. Tidak terjadi cedera fisik.
2. Klien dalam kondisi aman.
3. Tidak ada memar atau

SINTIA MANDARA

hematom pada kulit.


4. Tidak terjadi jatuh.
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan Intervensi no 2
dan 4
Hari/Tanggal
Jam
Rabu, 24 Desember
2014
Diagnosa 2

Implementasi

Evaluasi (SOAP)

1. Menyanyi dan bicara pada anak dengan


cara memutar lagu kesukaan anak dan
bernyanyi bersama-sama.
2. Memfasilitasi anak untuk berhubungan
dengan teman sebaya dengan cara
membiarkan anak untuk bermain
bersama dengan anak-anak lain.
3. Menyediakan aktivitas yang dianjurkan
untuk
berinteraksi
dgn
teman
sebayanya dengan cara menyusun balok
dan menggambar.
4. Memberikan perhatian saat dibutuhkan
dengan cara mendampingi saat anak
membutuhkan sesuatu.
5. Mengobservasi kebutuhan spesial anak
dengan cara melihat pada saat kapan
anak benar-benar memerlukan bantuan.

S: Orangtua
asuh
pasien
mengatakan bahwa An. N
tidak
bisa
berbicara
sedangkan usianya 11 tahun.
O:
1. Kurang mampu berinteraksi
dengan anak lain,
2. Pertumbuhan spiritual baik,
pasien ikut beribadah di
gereja,
3. Pasien belum bisa bicara,
namun
pasien
dapat
berkomunikasi menggunakan
bahasa isyarat.
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan Intervensi no. 1, 2,
3, 4, 5.
Catatan Perkembangan
Jumat, 26 Desember 2014

SINTIA MANDARA
Tanda Tangan dan
Nama Perawat

SINTIA MANDARA

S: ----O:
1. Kurang mampu berinteraksi
dengan anak lain.
2. Pertumbuhan spiritual baik,
pasien ikut beribadah di
gereja.
3. Pasien belum bisa bicara,
namun
pasien
dapat
berkomunikasi
menggunakan bahasa isyarat.
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan Intervensi no. 1, 2,
3, 4,5.
Catatan perkembangan
Sabtu, 27 Desember 2014
S:----O:
1. Kurang mampu berinteraksi
dengan anak lain.
2. Pertumbuhan spiritual baik,
pasien ikut beribadah di
gereja.
3. Pasien belum bisa bicara,
namun
pasien
dapat

SINTIA MANDARA

berkomunikasi menggunakan
bahasa isyarat.
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan Intervensi no. 1, 2,
3, 4, 5.

Catatan perkembangan
Senin, 29 Desember 2014

SINTIA MANDARA

S:----O:
1. Kurang mampu berinteraksi
dengan anak lain.
2. Pertumbuhan spiritual baik,
pasien ikut beribadah di
gereja.
3. Pasien belum bisa bicara,
namun
pasien
dapat
berkomunikasi
menggunakan bahasa isyarat.
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan Intervensi no. 1, 2,
3, 4, 5.
SINTIA MANDARA

Anda mungkin juga menyukai