Anda di halaman 1dari 10

Intoleransi Laktosa yang Terjadi pada Bayi

Agnes Missa/D3
102014090
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta
Email : agnes.2014fk090@civitas.ukrida.ac.id
Pendahuluan
Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau karbohidrat
yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa
menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian besar
mamalia yang tidak lagi memproduksi laktase sejak masa menyusui, pada manusia, laktase
terus diproduksi sepanjang hidupnya. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak dapat/ tidak
mampu mencerna laktosa sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut
dan diare yang dikenal sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase.
Anamnesis
1.
2.
3.
4.

Nama dan identitas pasien


Waktu dan frekuensi diare, kapan timbulnya.
Bentuk tinja, adakah darah (bercampur atau menetes belakangan), adakah lendir.
Keluhan lain yang menyertai diare seperti
- Demam : sering menyertai infeksi atau keganasan
- Mual dan muntah : dapat menunjukan infeksi
5. Penurunan berat badan disertai riwayat dehidrasi atau hipokalemi menunjukkan
adanya penyakit organic (terutama bila penurunan berat badan lebih dari 5 kg).
6. Makanan/minuman pencetus diare.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik abdomen, dan tanda-tanda dehidrasi.
1. Pemeriksaan fisik abdomen meliputi inspeksi, palpasi, dan auskultasi.
Inspeksi
1

Dilihat apa saja kelainan kulit yang ditemukan dan tentukan distribusinya.
Asimetris, simetris, cekung, cembung, superfisial. Bagaimana warna kulit pasien atau
warna lesi dan bentuk lesi yang terdapat pada abdomen pasien. Apakah ada gerakan
peristaltik usus maupun pulsasi yang meningkat.

Palpasi
Lakukan palpasi lesi untuk mengetahui suhu, mobilitas, nyeri tekan dan

kedalaman. Periksa adanya pembesaran kelenjar getah bening dan lain-lain.

Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui apakah organ tersebut mengalami

pembesaran / tidak. Lalu apakah organ tersebut berisi udara atau tidak.

Auskultasi
Untuk mendengar bising usus dan bruit. Peningkatan bising usus biasanya

terjadi pada keadaan diare, obstruksi usus, ileus paralitik, peritonitis. Sedangkan bruit
dapat terdengar pada keadaan stenosis arteri renalis dan infusiensi arteri, dll.
2. Tanda- tanda dehidrasi
Tanda-tandanya bayi gelisah, rewel, dengan ubun-ubun dan mata cekung, air mata
hanya sedikit saat menangis, bibir kering dan jarang berkemih (normal, frekuensi BAK
bayi di atas 3 cc/kg BB setiap jamnya), air seni tampak pekat, sangat haus dan ingin
minum terus-menerus, lemas dan mengantuk, kalaupun terjaga tidak melakukan aktivitas
yang berarti seperti guling-guling, menendang, menggerakan tangan dan kaki, juga bayi
tampak kulit pucat dan tidak elastis. Untuk memastikan coba mencubit kulit bayi secara
perlahan (pemeriksaan turgor). Bayi positif dehidrasi setelah dicubit kulitnya tidak cepat
kembali normal.1,2
Pemeriksaan Penunjang

Untuk intoleransi laktosa pemeriksaan penunjang jarang dilakukan karena biasanya


cukup hanya dengan anamnesis dan mengetahui pola diare yang terjadi, umumnya setelah
mengkonsumsi susu dengan laktosa.
1. Pengukuran pH tinja (pH < 6).3
2. Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet Clinitest Normal tidak terdapat gula
dalam tinja.3
3. Laktosa loading (tolerance) test
Setelah pasien dipuasakan selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgBB.
Dilakukan pengukuran kadar gula darah sebelum diberikan dan setiap 1/2 jam
kemudian sehingga 2 jam lamanya. Positif jika didapatkan grafik yang mendatar
selama 2 jam atau kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg%.3
4. Barium meal lactose
Setelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum larutan
barium laktosa. Positif bila larutan barium lactose terlalu cepat keluar (1 jam) dan
berarti sedikit yang diabsorbsi.3
5. Biopsi
Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktose dalam mukosa
tersebut.3
Working Diagnosis
Intoleransi laktosa adalah gangguan penyerapan laktosa yang disebabkan oleh karena
defisiensi enzim laktosa dalam brush border usus halus. Intoleransi laktosa adalah kondisi
seseorang yang tidak mampu mencerna laktosa, yaitu suatu bentuk gula yang berasal dari
susu. Ketidakmampuan itu dapat disebabkan kurangnya atau tidak mampunya tubuh
memproduksi lactase, yaitu enzim pencernaan yang diproduksi oleh sel-sel di usus yang
bertugas memecah gula susu menjadi bentuk yang lebih mudah diserap tubuh. Kondisi ini
disebut juga dengan defisiensi lactase (Lactase Deficiency). Intoleransi laktosa berarti bahwa

tubuh tidak dapat dengan mudah mencerna laktosa, sejenis gula alami yang ditemukan dalam
susu dan produk susu karena defisiensi enzim laktase.3
Intoleransi laktosa dapat bersifat primer atau sekunder. Intoleransi laktosa primer
dapat merupakan akibat dari atalaksia kongenital dan intoleransi laktosa kongenital, kasusnya
jarang; intoleransi laktosa onset lambat paling sering terjadi pada ras non-kaukasia, biasanya
berhubungan dengan toleransi laktosa rendah, sekitar 10 gram per hari. Intoleransi laktosa
sekunder biasanya merupakan kelainan yang bersifat sementara sebagai kelanjutan dari diare
akut, atau berhubungan dengan intoleransi protein susu sapi, sindrom usus pendek dan
penyakit seliak.3
1. Alergi susu sapi / cows milk protein sensitive enteropathy (CMPSE)
Sindroma klinik akibat sanitasi seseorang terhadap protein susu sapi yang
diabsorpsi melalui mukosa usus halus yang permeabel. Sindrom ini ditandai dengan
gejala klinis yang khas yaitu : muntah, diare kronis, malabsorpsi, gangguan
pertumbuhan dan biopsi usus halusnya ditemuka mukosa abnormal.
Kriteria diagnostik :
a. Gejala-gejala menghilang sesudah eliminasi susu sapi
b. Gejala-gejala tampak kembali 48 jam sesudah pemberian susu sapi
c. Reaksi-reaksi pada pemberian kembali susu sapi tersebut harus terjadi 3 kali beturutturut dengan gejala klinis yang sama baik mengenai masa timbulnya maupun lama
sindromnya.4
2. Sindroma malabsorpsi
Gangguan malabsorpsi atau sindrom malabsorpsi adalah keadaan-keadaan
yang menyebabkan kurangnya asimilasi nutrien yang teringesti sebagai akibat
maldigesti atau malabsorpsi. Gangguan ini sebelumnya dikenal sebagai sindrom
seliak, tetapi istilah ini paling dihindari karena kemungkinan rancu dengan penyakit
seliak

yang

spesifik

(enteropati

sensitif-gluten).

Gangguan-gangguan

yang

menyebabkan cacat seluruh pada asimilasi nutrien cenderung tampil dengan tandatanda dan gejala-gejala yang sama : perut kembung, tinja pucat, berbau busu, dan
retardasi pertumbuhan. Tinja mungkin tampak berminyak dan mungkin disertai
dengan lapisan minyak di toilet; dengan steatore ringan mungkin tinja tampak normal.
Gangguan kongenital yang mengenai enzim-enzim pencernaan usus atau
proses pengangkutan juga telah dikenali. Gambaran klinis gangguan ini berbeda
sekali dari sindrom malabsorpsi menyeluruh, dan beberapa di antaranya tampil tanpa
gejala-gejala saluran pencernaan. Defisiensi di sakaridase tidak diragukan merupakan
yang terbanyak ditemukan di antara gangguan-gangguan ini.
Penyebab sindrom malabsorbsi antara lain, tidak ada/ kurangnya lipase dan
garam empedu, mukosa usus halus atrofi atau rusak, gangguan sistem limfe halus.4
Etiologi
Laktosa merupakan sumber energi utama dan hanya terdapat di dalam susu mamalia.
Laktosa ini akan diuraikan oleh enzim laktase (-galactosidase) yang terdapat di brush border
mukosa usus halus, menjadi glukosa dan galaktosa, yang kemudian akan diserap oleh tubuh
di usus halus. Enzim Laktase ini terdapat di bagian luar pada brush border mukosa usus
halus, dan jumlah yang sedikit. Intoleransi laktosa ini terjadi karena adanya defisiensi enzim
laktase tersebut sehingga laktosa tidak dapat diurai dan diserap oleh usus halus.3

Epidemiologi
Sekitar 70% dari penduduk dunia mengalami intoleransi laktosa. Dari semua yaitu,
penduduk di Eropa memiliki tingkat kejadian paling rendah, sedangkan di Asia serta Afrika
memiliki tingkat kejadian toleransi laktosa yang paling tinggi. Di Amerika terdapat
lebih dari 50 juta orang menderita intoleransi laktosa. Jenis kelamin tidak memiliki peran
dalam kasus intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa ini sering muncul pada anak usia mulai 2

tahun keatas, karena produksi enzim laktase diprogram secara genetik untuk menurun pada
usia tersebut. Namun

tidak

menutup

kemungkinan

pada

usia

dibawah

tahun

dapat menderita intoleransi laktosa (khususnya bayi-bayi prematur).3


Patofisiologi
Proses pencernaan disempurnakan oleh suatu enzim dalam usus halus. Banyak
diantara enzim-enzim itu terdapat pada brush border usus halus dan mencernakan zat-zat
makanan sambil diabsorbsi.
Enzim laktose adalah enzim yang memecahkan laktosa (disakarida) menjadi glukosa
dan galaktosa (monosakarida) pada brush border, sehingga absorbsi dapat berlangsung. Bila
laktosa tidak dihidrolisis masuk usus besar, dapat menimbulkan efek osmotik yang
menyebabkan penarikan air ke dalam lumen kolon. Bakteri kolon juga meragikan laktosa
yang menghasilkan asam laktat dan asam lemak yang merangsang kolon, sehingga terjadilah
peningkatan pergerakan kolon.
Diare disebabkan oleh peningkatan jumlah molekul laktosa yang aktif secara osmotik
yang tetap dalam lumen usus menyebabkan volume isi usus meningkat. Kembung dan
flatulens disebabkan oleh produksi gas (CO2 dan H2) dari sisa disakarida di dalam colon.5

Gejala Klinis
Gejala klinis dari intoleransi laktosa, antara lain :

Diare
Perut kembung
Nyeri perut
Kotoran berbau asam dan berlendir, kadang cair
Daerah sekitar anus kemerahan (pada bayi)

Gejala-gejala klinis diatas dapat timbul pada 30 menit hingga 2 jam setelah mengkonsumsi
susu dan produk-produk susu (misalnya mentega, keju).6
Tatalaksana
Untuk mengatasi intoleransi laktosa secara mendasar perlu dipelajari terlebih dahulu
berbagai aspek yang berkaitan dengan intoleransi, antara lain pengertian intoleransi yang
lebih jelas, cara diagnosis dan sifat laktosa. Dipandang dari kebutuhan zat gizi tubuh
mungkin kejadian intoleransi laktosa berakibat absorbsi zat gizi yang kurang efektif sebab
pada intoleransi ada hiperplastik sehingga keberadaan makanan di usus singkat.
Diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron) atau free lactose selama 2-3 bulan
kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa. Kadar laktosa almiron 1,0%, LLM
0,8%, sobee 0%. Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu rendah laktosa
selama 1 bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi laktosa yang diwariskan
diberikan susu bebas laktosa.6
Prognosis
Prognosis untuk intoleransi laktosa umumnya baik jika ditangani dengan tepat untuk
mencegah diare yang terus menerus dan tidak terjadi dehidrasi yang dapat menyebabkan
kematian.6
Pencegahan
Pencegahan untuk intoleransi laktosa adalah dengan mengkonsumsi makanan bebas
laktosa atau rendah laktosa seperti susu kedelai dan susu laktose free.7
Pencegahan jika diare disebabkan oleh keracunan makanan dapat berupa :
1.
2.
3.
4.

Memanaskan makanan kaleng sebelum dikonsumsi


Memasak dan mengolah makanan dengan higienis
Menggunakan sarung tangan bagi pekerja food handler, koki, industri rumahan
Menjauhkan sumber reservoar dari tempat pengolahan makanan/ penyimpanan

makanan
5. Menyimpan makanan sesuai dengan suhu yang dianjurkan.8,9

Komplikasi
Komplikasi yang dapat dialami dari gangguan intoleransi laktosa berupa dehirasi
dikarenakan terjadi diare yang terus menerus tanpa penanggulangan atau pemberian cairan
yang tepat, dehidrasi pada bayi dapat menjadi kasus yang sangat serius. Pembagian derajat
dehidrasi adalah sebagai berikut :7
a.
b.
c.
d.

Tanpa dehidrasi : defisit cairan <5%


Dehidrasi ringan : defisit cairan 5-6%
Dehidrasi sedang : defisit cairan 6-10%
Dehidrasi berat : defisit cairan >10%
Pembagian derajat dehidrasi tersebut merupakan defisit cairan dari total cairan tubuh,

selain itu gangguan dehidrasi juga dapat dilihat melalui keadaan dan tingkah laku anak, rasa
haus , serta dapat dilakukan cubit kulit ( turgor kulit) . Pada anak gemuk , turgor kulit yang
berkurang tidak akan terlihat , karena lapisan lemak yang tebal dibawah kulit. Pada anak
marasmus turgor kulit terlihat sangat kurang walaupun tidak ada dehidrasi. Pada anak
dibawah 1 tahun juga dapat dilihat ubun-ubun cekung sebagai tanda dehidrasi, Tangan/kaki
dingin , basah dan sianosis. Kelainan lain berupa nadi cepat, lemah dan disertai napas cepat
sebagai kompensasi tubuh untuk mengeluarkan H+ dapat terjadi.7,9
Akibat lain dari diare yang diakibatkan dari intoleransi laktosa adalah:
1. Asidosis metabolik
Pengeluaran bikarbonat terus menerus dari diare mengakibatkan peningkatan kadar
H+ sehingga pH darah menjadi turun. Dan tubuh mengkompensasi dengan cara
melakukan pernapasan kusmaull.
2. Hipokalemia
Sering terjadi pada diare berat yang mengakibatkan keluarnya ion K terlalu banyak,
ion K berfungsi untuk meningkatkan kontraksi otot. Gejala dari hipokalemia adalah
lemah otot, aritmia , ileus paralitik.
3. Hipoglikemi

Timbul terutama pada gizi buruk/kurang , karena cadangan glikogen kurang dan
gangguan absorpsi glukosa . Dapat diterapi dengan pemberian larutan glukosa 20% iv
2,5cc/kgBB.
4. Gangguan gizi
Pengeluaran cairan dari diare yang tidak diimbangin dengan konsumsi makanan dan
gizi yang adekuat akan mengakibatkan gangguan gizi, anak yang mengalami
gangguan gizi akan cenderung sering mengalami diare karena kerusakan dari vili
usus, sehingga makin sering diare dan berujung pada kematian.
5. Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi akibat syok hipovolemik dapat dilihat dengan gejala :
Ekstremitas dingin
Kesadaran menurun
Nadi kecil / sulit teraba dan cepat
Tekanan darah turun
Kulit lembab , berkeringat dingin , pucat, sianosis
6. Kejang
Disebabkan oleh hipoglikemi, hiperpireksia , hiper/hiponatremi, penyakit lain
berupa meningitis dan epilepsi.7,9
Kesimpulan
Pasien dengan intoleransi laktosa akibat susu formula yang mengandung laktosa
diberikan terlalu dini sehingga mengakibatkan terjadi nya diare yang terus menerus, namun
hal ini dapat dicegah dengan menghentikan pemberian susu berlaktosa atau pemberian susu
dengan kadar laktosa yang rendah. Jika terjadi diare pada anak tersebut dapat diberikan cairan
yang cukup dan tidak lupa diberikan nutrisi dan vitamin yang adekuat untuk mencegah
kekurangan gizi akibat diare yang dapat berakibat peningkatan intensitas diare lebih lagi.

Daftar Pustaka
1. S Mardi, K Henk, HW Wong, KN Yasavati, AS Marina. Buku panduan keterampilan
klinik. Jilid ke-4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,
2011.h.41-6.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga, 2007.h.423.
3. Heyman, Melvin. Lactose Intolerance in Infants, Children, and Adolescents.
Pediatrics, vol.118. Edisi ke-3. September 2006.h.1279-86.
4. Ilmu kesehatan anak : buku kuliah 1. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. Cetakan ke-11.h.299-301.
5. M. Wilson L, Price SA, Intoleransi Laktosa dalam Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2014.
6. Marcdante JK, Kliegman MR, Jenson BH, Behrman RE. Ilmu kesehatan anak
esensial. Edisi ke-6. Jakarta: Saunders Elsevier; 2011.
7. Eliastam M, Sternbach GL. Penuntun kedaruratan medis. Jakarta:EGC; 2003 .h.308.
8. Arisman. Buku ajar ilmu gizi: keracunan makanan.Jakarta:EGC;2009.h.207.
9. Adam S. Dasar-dasar mikrobiologi dan parasitologi.Jakarta:EGC;2003.h.10-2.

10

Anda mungkin juga menyukai