Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecelakaan lalu lintas


2.1.1. Definisi
Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang tidak
terduga sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka atau
kematian. Kecelakaan lalu lintas dibagi atas a motor-vehicle traffic accident dan
non motor-vehicle traffic accident. A motor-vehicle traffic accident adalah setiap
kecelakaan kendaraan bermotor di jalan raya. Non motor-vehicle traffic accident,
adalah setiap kecelakaan yang terjadi di jalan raya, yang melibatkan pemakai jalan
untuk transportasi atau untuk mengadakan perjalanan, dengan kendaraan yang
bukan kendaraan bermotor (Idries AM, 1997).
Berdasarkan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Tahun 1993 Bab XI :
1. Pasal 93 Ayat (1): kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang
tidak di sangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau
pemakai jalan lainnya yang mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta
benda.
2. Pasal 93 ayat (2): korban kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dapat berupa korban mati, koban luka berat dan korban luka
ringan (Idries AM, 1997).

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas


Ada empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu
lintas, antara lain:
1. Faktor manusia
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan.
Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu
lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan

Universitas Sumatera Utara

terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak melihat ketentuan yang
diberlakukan atau pura-pura tidak tahu.

2. Faktor kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak
berfungsi sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang mengakibatkan bagian
kendaraan patah, peralatan yang sudah aus tidak diganti dan berbagai penyebab
lainnya. Keseluruhan faktor kendaraan sangat terkait dengan teknologi yang
digunakan, perawatan yang dilakukan terhadap kendaraan.
Untuk mengurangi faktor kendaraan perawatan dan perbaikan kendaraan
diperlukan, di samping itu adanya kewajiban untuk melakukan pengujian
kendaraan bermotor secara teratur.

3. Faktor jalan
Faktor jalan terkait dengan perencanaan jalan, geometrik jalan, pagar
pengaman di daerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan
kondisi permukaan jalan. Jalan yang bagus, rata lebih sering terjadi kecelakaan
lalu lintas dibandingkan jalan yang rusak/berlubang.

4. Faktor cuaca
Hari hujan juga mempengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak
pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga
terpengaruh karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau
lebatnya hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan
kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah pegunungan
(WHO, 2007).
Trauma pada pengendara sepeda motor atau sepeda juga khas. Sekitar 6070% korban menderita cedera pada daerah tibia karena bemper mobil tingginya
sama dengan tungkai bawah. Selain itu, korban akan terlempar ke jalan atau ke
atas dan kepala membentur bingkai atas kaca mobil sehingga terjadi
hiperekstensi kepala dengan cedera otak dan cedera tulang leher. Harus juga

Universitas Sumatera Utara

diingat kemungkinan terjadinya cedera perut pada pengemudi motor; dalam hal
ini usus terjepit di antara setang setir dan tulang belakang, namun pada
pemeriksaan fisik hanya ada jejas pada baju atau kulit perut. Pembonceng akan
mengalami hal yang sama kecuali cedera kemudi sepeda motor (Wim de Jong,
2005).

2.2. Perlukaan
2.2.1 Definisi
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta
hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa), sedangkan yang
dimaksudkan dengan luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan
tubuh akibat kecelakaan.
Trauma atau perlukaan secara medis adalah hilangnya kontinuitas jaringan
yang disebabkan karena adanya kekuatan dari luar/kekerasan (WHO, 2007).
Berdasarkan sifat serta penyebabnya, trauma dapat dibedakan atas trauma
yang bersifat:
A. Mekanik:
1. Trauma tumpul:
a. Memar
b. Luka lecet
c. Luka robek
2. Trauma tajam:
a. Luka iris/sayat
b. Luka tusuk
c. Luka bacok
3. Trauma tembakan senjata api
B. Fisika:
1. Suhu
2. Listrik dan petir
3. Perubahan tekanan udara
4. Akustik

Universitas Sumatera Utara

5. Radiasi
C. Kimia:
1. Asam kuat
2. Basa kuat
(Budiyanto A., 1997)

2.2.2. Jenis Perlukaan


A.

Luka akibat kekerasan benda tumpul


Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini

adalah benda yang memiliki permukaan tumpul.


Luka yang terjadi dapat berupa:
a) Memar (kontusio, hematoma)
b) Luka lecet (ekskoriasi, abrasio )
c) Luka terbuka/robek (vulnus laseratum)
(Budiyanto A., 1997)

Memar
Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis
akibat pecahnya kapiler dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda
tumpul. Luka memar kadangkala memberikan petunjuk tentang bentuk
benda penyebabnya, misalnya jejas ban yang sebenarnya adalah suatu
perdarahan tepi (Budiyanto A., 1997).
Letak, ukuran, dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti besarnya kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu, besi),
kondisi dan jenis jaringan ( jaringan ikat longgar, jaringan lemak), usia,
jenis kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan pembuluh darah, penyakit
(hipertensi, penyakit kardiovaskular, diathesis hemoragik) (Budiyanto A.,
1997).
Umur luka memar dapat secara kasar diperkirakan melalui perubahan
warnanya. Pada saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah
menjadi ungu atau hitam, setelah 4 sampai 5 hari akan berwarna hijau

Universitas Sumatera Utara

yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7 sampai 10 hari, dan
akhirnya menghilang dalam 14 sampai 15 hari (Budiyanto A., 1997).
Hematom ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian
biasanya akan menunjukkan pembengkakan dan infiltrasi darah dalam
jaringan sehingga dapat dibedakan dari lembam mayat dengan cara
melakukan penyayatan kulit. Pada lebam mayat (hipostasis pasca mati)
darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat sehingga
bila dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih, sedangkan pada
hematom penampang sayatan tetap berwarna merah kehitaman. Tetapi
harus diingat bahwa pada pembusukan juga terjadi ekstravasasi darah yang
dapat mengacaukan pemeriksaan ini (Budiyanto A., 1997).

Luka Lecet
Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan
dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing, misalnya
pada kejadian kecelakaan lalu lintas, tubuh terbentur aspal jalan, atau
sebaliknya benda tersebut yang bergerak dan bersentuhan dengan kulit
(Budiyanto A., 1997).
Berdasarkan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan
sebagai:
a. Luka lecet gores
Diakibatkan oleh benda runcing

yang

menggeser

lapisan

permukaan kulit didepannya dan menyebabkan lapisan tersebut


terangkat sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan yang terjadi

b. Luka lecet serut


Variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan
permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan dengan
melihat letak tumpukan epitel.

Universitas Sumatera Utara

c. Luka lecet tekan


Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit
adalah jaringan yang lentur, maka bentuk luka lecet tekan belum tentu
sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih
memungkinkan identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk
yang khas misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan dan
sebagainya.
Gambaran luka lecet tekan yang ditemukan pada mayat adalah
daerah kulit yang kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya akibat
menjadi lebih padatnya jaringan yang tertekan serta terjadinya
pengeringan yang berlangsung pasca mati.

d. Luka lecet geser


Disebabkan oleh tekanan linier pada kulit disertai gerakan
bergeser, misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban
pecut. Luka lecet geser yang terjadi semasa hidup mungkin sulit
dibedakan dari luka lecet geser yang terjadi segera pasca mati
(Budiyanto A., 1997).

Luka Robek
Merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul, yang
menyebabkan kulit teregang ke satu arah dan bila batas elastisitas kulit
terlampaui, maka akan terjadi robekan pada kulit. Luka ini mempunyai ciri
bentuk luka yang umumnya tidak beraturan, tepi atau dinding tidak rata,
tampak jembatan jaringan antara kedua tepi luka, bentuk dasar luka tidak
beraturan, sering tampak luka lecet atau luka memar di sisi luka
(Budiyanto A., 1997).

Cedera kepala
Pada cedera kepala, tulang tengkorak yang tidak terlindung oleh kulit
hanya mampu menahan benturan sampai 40 pound/inch2, tetapi bila

Universitas Sumatera Utara

terlindung oleh kulit maka dapat menahan sampai 425-900 pound/inch2


(Budiyanto A., 1997).

Tabel 2.1.
Klasifikasi cedera otak

Mekanisme

Tumpul

Kecepatan tinggi

Tembus

(tabrakan mobil)
Kecepatan rendah
(jatuh, dipukul)
Luka tembak
Cedera tembus lain

Beratnya

Morfologi

Ringan

GCS 14-15

Sedang

GCS 9-13

Berat

GCS 3-8

Fraktur tengkorak

Garis vs bintang

(kalvaria, dasar

Depresi/non depresi

tengkorak)

Terbuka/tertutup
Dengan/tanpa
kebocoran CSS
Dengan/tanpa paresis
N.VII

Lesi intracranial (fokal,

Epidural

difus)

Subdural
Intraserebra
Konkusi
Konkusi multiple
Hipoksia/iskemik

(ATLS, 2004)

Universitas Sumatera Utara

Perdarahan epidural sering terjadi pada usia dewasa sampai usia


pertengahan, dan sering dijumpai pada kekerasan benda tumpul di daerah
pelipis (kurang lebih 50%) dan belakang kepala (10-15%), akibat garis patah
yang melewati sulkus arteria meningea, tetapi perdarahan epidural tidak
selalu disertai patah tulang (Budiyanto A., 1997).
Perdarahan subdural terjadi karena robeknya sinus, vena jembatan
(bridging vein), arteri basilaris atau berasal dari perdarahan subaraknoid
(Budiyanto A., 1997).
Perdarahan subaraknoid biasanya berasal dari fokus kontusio/laserasi
jaringan otak. Perlu diingat bahwa perdarahan ini juga bisa terjadi spontan
pada sengatan matahari (heat stroke), leukemia, tumor, keracunan CO, dan
penyakit infeksi tertentu (Budiyanto A., 1997).
Cedera kepala dapat terjadi pada penumpang kendaraan yang ditabrak dari
belakang. Penumpang akan mengalami percepatan mendadak sehingga terjadi
hiperekstensi kepala yang disusul dengan hiperfleksi. Cedera terjadi terutama
pada ruas tulang leher ke empat dan lima yang membahayakan sumsum
tulang belakang. Kerusakan pada medula oblongata dapat berakibat fatal.
Timbulnya cedera leher ini juga dipengaruhi oleh bentuk sandaran tempat
duduk dan kelengahan korban (Budiyanto A., 1997).
Trauma pada kecelakaan lalu lintas dapat tersangkut beberapa pihak,
misalnya pejalan kaki, pengemudi kendaraan, penumpang dan sebagainya
(Budiyanto A., 1997).
Luka pada pejalan kaki dapat timbul sebagai akibat benturan pertama,
benturan kedua dan luka sekunder (akbiat benturan dengan objek lain,
misalnya jalan, kaki-lima). Luka-luka pada pengendara sepeda hampir sama
dengan pejalan kaki, tetapi luka-luka sekundernya biasanya lebih parah. Letak
benturan pada tubuh biasanya rendah (Budiyanto A., 1997).
Bila hanya ditemukan luka-luka sekunder, maka harus dipikirkan
kemungkinan adanya penyakit yang mengakibatkan kehilangan kontrol,
terutama pada golongan usia tua (Budiyanto A., 1997).

Universitas Sumatera Utara

Terhadap para penumpang kendaraan roda tiga atau lebih, yang penting
adalah menentukan posisi korban dalam kendaraan pada saat terjadinya
kecelakaan dan kalau mungkin menentukan siapa pengemudinya (Budiyanto
A., 1997).
Pengemudi biasanya mengalami luka pada pergelangan tangan karena
menahan kemudi, sedangkan tulang femur dan pelvis mungkin patah akibat
menginjak pedal dengan kuat. Bergesernya tempat duduk ke depan dan
kemudi ke belakang dapat menyebabkan patahnya sternum dan iga-iga.
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hal tersebut, dianjurkan
pemakaian sabuk pengaman dan kemudi yang dapat patah sendiri.
Penumpang akan luka pada tungkai seperti pada pengemudi (Budiyanto A.,
1997).
Pengendara sepeda motor bila ditabrak kendaraan lain, maka dijumpai
luka benturan pertama, benturan kedua, dan luka-luka sekunder. Pemakaian
Helm dimaksudkan untuk meredam benturan pada kepala sehingga
memperkecil kemungkinan cedera (Budiyanto A., 1997)

B. Luka akibat kekerasan benda tajam


Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini
adalah benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing yang
bervariasi dari alat-alat seperti pisau, golok, dan sebagainya hingga keping kaca,
gelas, logam, sembilu, bahkan tepi kertas atau rumput (Budiyanto A., 1997).
Gambaran umum luka yang diakibatkan adalah tepi dan dinding luka yang rata,
berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis
atau titik.
Luka akibat benda tajam dapat berupa:
a. Luka iris atau sayat
b. Luka tusuk
c. Luka bacok
(Budiyanto A., 1997)

Universitas Sumatera Utara

Luka Iris atau Sayat


Luka iris mempunyai gambaran kedua sudut luka lancip dan dalam luka
tidak melebihi panjang luka. Sudut luka yang lancip dapat terjadi dua kali
pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata sewaktu ditarik atau
akibat bergeraknya korban. Bila diikuti gerak memutar, dapat menghasilkan
luka yang tidak selalu berupa garis (Budiyanto A., 1997).

Luka Tusuk
Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perikiraan benda
penyebabnya, apakah berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu
sudut lancip dan yang lain tumpul, berarti benda penyebabnya adalah benda
tajam bermata satu. Bila kedua sudut lancip, luka tersebut dapat diakibatkan
oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu dapat menimbulkan
luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung benda
saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk oleh ujung dan sisi
tajamnya (Budiyanto A., 1997).

Luka Bacok
Luka bacok memiliki gambaran mirip luka iris, yaitu kedua sudut lancip
dan dalam luka tidak melebihi panjang luka (Budiyanto A., 1997).

Tabel 2.2.
Karakteristik luka pada kejadian pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan
Pembunuhan

Bunuh diri

Kecelakaan

Lokasi luka

Sembarang

Terpilih

Terpapar

Jumlah luka

Banyak

Banyak

Tunggal/banyak

Pakaian

Terkena

Tidak terkena

Terkena

Luka tangkis

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Luka percobaan

Tidak ada

Ada

Tidak ada

Cedera sekunder

Mungkin ada

Tidak ada

Mungkin ada

(Budiyanto A., 1997)

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Perlukaan dan Kematian dalam Kecelakaan Lalu Lintas


Kematian dalam kecelakaan lalu lintas dapat terjadi sebagai akibat dari
tabrakan atau benturan dari kendaraan. Secara imajinatif semua model dari sarana
transportasi mempunyai kemampuan untuk menyebabkan kematian atau
kecacatan.
Kematian karena kecelakaan lalu lintas dapat dibagi menjadi empat kategori
tergantung dari arah terjadinya benturan pada kendaraan, antara lain :
1. Arah depan
Ini adalah paling umum, yang kejadiannya kira-kira mencapai 80% dari
semua kecelakaan lalu lintas. Tabrakan dari arah depan terjadi bila dua
kendaraan/orang bertabrakan yang mana keduanya arah kepala, atau bagian
depan dari kendaraan menabrak benda yang tidak bergerak, seperti tembok,
ataupun tiang listrik. Sebagai akibat dari energi gerak, penumpang dari
kendaraan bermotor akan terus melaju (bila tidak memakai sabuk pengaman
pada pengguna mobil). Pola dan lokasi luka akan tergantung dari posisi saat
kecelakaan.

2. Arah samping (lateral)


Biasanya terjadi di persimpangan ketika kendaraan lain menabrak dari arah
samping, ataupun mobil yang terpelintir dan sisinya menghantam benda tidak
bergerak. Dapat terlihat perlukaan yang sama dengan tabrakan dari arah depan,
bila benturan terjadi pada sisi kiri dari kendaraan, pengemudi akan cenderung
mengalami perlukaan pada sisi kiri, dan penumpang depan akan mengalami
perukaan yang lebih sedikit karena pengemudi bersifat sebagai bantalan. Bila
benturan terjadi pada sisi kanan, maka yang terjadi adalah sebaliknya, demikian
juga bila tidak ada penumpang.

3. Terguling
Keadaan ini lebih mematikan (lethal) dibandingkan tabrakan dari samping,
terutama bila tidak memakai pelindung kepala (helm), terguling di jalan, sabuk

Universitas Sumatera Utara

pengaman dan penumpang terlempar keluar mobil. Beberapa perlukaan dapat


terbentuk pada saat korban mendarat pada permukaan yang keras. Pada beberapa
kasus, korban yang terlempar bisa ditemukan hancur atau terperangkap di bawah
kendaraan. Pada kasus seperti ini penyebab kematian mungkin adalah traumatic
asphyxia.

4. Arah belakang
Pada benturan dari arah belakang, benturan dikurangi atau terserap oleh
bagian bagasi dan kompartemen penumpang belakang (pada pengguna mobil),
yang dengan demikian memproteksi penumpang bagian depan dari perlukaan
yang parah dan mengancam jiwa (Fintan, 2006).

Lima jenis tabrakan yang mungkin terjadi


a. Benturan frontal
Merupakan benturan dengan benda didepan kendaraan, yang secara tiba-tiba
mengurangi kecepatannya. Benturan kedepan dari tubuh terhadap tungkai
dapat mengakibatkan fraktur dislokasi sendi ankle, dislokasi lutut karena
femur override terhadap tibia dan fibula, fraktur femur, dislokasi posterior
dari femoral head dari asetabulum karena pelvis override femur. Bila roda
depan sepeda motor bertabrakan dengan suatu objek dan berhenti maka
kendaraan akan berputar ke depan dengan momentum mengarah ke sumbu
depan. Pada saat gerakan ke depan ini kepala, dada atau perut pengendara
mungkin membentur stang kemudi. Bila pengendara terlempar ke atas
melewati stang kemudi, maka tungkainya dapat terbentur dengan stang
kemudi, dan dapat terjadi fraktur femur bilateral.

b. Benturan lateral
Merupakan benturan pada bagian samping kendaraan yang mengakselerasi
penumpang menjauhi titik benturan. Pengemudi yang ditabrak pada sisi
pengemudi, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk trauma pada sisi
kanan tubuhnya, termasuk fraktur iga kanan, trauma paru kanan, trauma hati,

Universitas Sumatera Utara

dan fraktur skeletal sebelah kanan, termasuk fraktur kompresi pelvis. Pada
sepeda motor, benturan dari samping dapat terjadi fraktur terbuka atau
tertutup tungkai bawah.

c. Benturan dari belakang


Pada benturan ini, fraktur dari elemen posterior vertebra sevikalis dapat
terjadi, seperti fraktur laminar, fraktur pedikel, fraktur spinous process, dan
hal ini disebar ke seluruh vertebra servikal.

d. Benturan quater panel


Benturan quarter panel, dari depan maupun dari belakang, menyebabkan
terjadinya beberapa jenis trauma tabrakan, benturan lateral maupun frontal
atau benturan lateral dan benturan dari belakang.

e. Terbalik
Pada kendaraan yang terbalik, penumpangnya dapat mengenai/terbentur pada
semua bagian dari kompartemen penumpang.

f. Ejeksi
Trauma yang diderita penumpang dapat lebih berat waktu terjadi ejeksi
daripada waktu penderita membentur tanah. Kemungkinan trauma meningkat
300% kalau penumpang diejeksi keluar dari kendaraan.

Laying the bike down merupakan usaha yang dilakukan untuk menghindari
terjepit antara kendaraan dan objek yang akan ditabraknya, pengendara mungkin
akan menjatuhkan kendaraanya ke samping, membiarkan kendaraan bergeser dan
ia sendiri bergeser dibelakangnya. Bila jatuh dengan cara ini akan dapat terjadi
trauma jaringan lunak yang parah (ATLS, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai