Anda di halaman 1dari 10

Isolasi Bahan Alam : Ekstraksi Kafein

Carlos Daniel X
Departemen Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Indonesia
Kampus UI Depok, 16424, Depok, Jawa Barat, Indonesia
E-mail : xaveriusus@gmail.com

Abstrak
.
Kata kunci: reaksi asilasi, nucleophile, gugus pergi, anhidrida, subtitusi,metode refluks

1. PENDAHULUAN
Kafein merupakan senyawa yang ditemukan di teh, kopi, minuman cola, dan coklat yang
menghasilkan rasa pahit pada indera perasa kita. Kafein adalah stimultan ringan yang bekerja pada otak
bagian visual sehingga meningkatkan rasa kesadaran kita setelah mengkonsumsinya. Kafein juga
meningkatkan tekanan darah dan detak jantung, serta bersifat diuretic. Selain itu kafein juga dapat
meningkatkan produksi asam lambung sehingga tidak dianjurkan untuk penderita maag mengkonsumsi
makanan yang mengandung kafein secara berlebihan ataupun sebelum makan. Kafein adalah turunan amin
yang tergolong dalam senyawa aktif alkaloid yang biasa dihasilkan oleh suatu tanaman.
Kafein termasuk dalam alkaloid purin yang memiliki kemiripan dengan basa nitrogen purin.
Kandungan kafein dalam kopi sebesar 60-80 mg per gelas. Teh mengandung kafein 30-40 mg per gelas.
Kokoa mengandung 5-10 mg kafein per gelas, serta minuman cola mengandung 25-60 mg kafein per gelas.
Konsumsi maksimal kafein dalam sehari adalah 1 gram. Jika mengkonsumsi kafein lebih dari dosis yang
dianjurkan dapat menimbulkan efek samping yang cukup menganggu seperti sakit kepala dan maag.

2. TINJAUAN PUSTAKA
.

Reaksi subtitusi nukleofilik yang terjadi pada anhidrida tidak jauh berbeda dengan senyawa turunan
karboksilat yang lain walaupun anhidrida mengandung 2 atom carbonil. Serangan nukleofilik terjadi pada
satu gugus karbonil sementara gugus karbonil yang satu lagi berperan sebagai leaving group.

Glukosa sendiri dapat membentuk siklik yang dinamakan dengan proses siklisasi D-glukosa. Pentosa dan
heksosa dapat membentuk struktur siklik melalui reaksi gugus keton atau aldehida dengan gugus OH dari
atom C asimetrik terjauh. Glukosa membentuk hemiasetal intra-molekular sebagai hasil reaksi aldehida dari
C1 & OH dari atom C5, dinamakan cincin piranosa.

3. METODE PERCOBAAN
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode ektraksi. Pemisahan dengan cara ekstraksi
didasarkan pada distribusi zat terlarut antara 2 pelarut (fasa) yang tak bercampur oleh karena kepolaritasan
yang berbeda. Ekstraksi yang dilakukan adalah ekstraksi bertahap. Cara ekstraksi bertahap banyak
digunakan dilaboratorium karena mudah dan sederhana, dalam pengerjaannya hanya digunakan corong pisah
(labu ekstraksi). Pada larutan yang akan diekstraksi ditempatkan dalam corong pisah kemudian ditambahkan
pelarut pengekstraksi yang tidak saling tercampur dan dilakukan pengocokan. Kesempurnaan ekstraksi
bergantung pada banyaknya pengulangan ekstraksi dengan jumlah volume sesedikit mungkin. Jadi dengan
jumlah volume pengekstrak yang sama, satu dilakukan hanya sekali ekstraksi sedangkan yang lain dilakukan
untuk beberapa kali. Maka ekstraksi yang dilakukan dengan beberapa kali, akan didapatkan hasil pemisahan
yang lebih sempurna.

Jika V ml larutan (fasa1) mengandung W gram zat terlarut, diekstraksi dengan S ml pelarut lain (fasa2) yang
tidak saling bercampur dengan fasa1 dimana perbandingan distribusinya adalah D. Setelah dilakukan
pengocokan akan didapatkan W1 yaitu berat zat terlarut yang tersisa pada fasa1 (tidak terekstraksi).
Pada 1 kali ekstraksi :

Konsentrasi pada fasa1

W1 / V gram/ml

Konsentrasi pada fasa2

W W1 / S (gram/ml) = C2

Perbandingan distribusi (D)

C2 / C1

= C1

C 2 (W W1 ) / S

C1
C1

W1

W .V
D.S V

Selanjutnya dari fasa1 dilakukan ekstraksi dengan pelarut S ml (fasa2) dilakukan.


Pada ekstraksi yang ke 2 kali maka didapatkan :

W2

W1.V
D.S V

dimana W2 adalah berat zat terlarut sisa pada fasa1

W2

W .V
V
D.S V D.S V

W .V 2
W2
D.S V
Dengan cara yang sama, untuk n kali ekstrasi didapatkan rumus sebagai berikut :

W .V n
Wn1
D.S V
Ekstraksi akan sempurna jika S kecil dan n besar, yaitu jumlah volume pelarut pengekstraksi sedikit
dan perlakuan ekstraksi lebih banyak. Ekstraksi bertahap ini memberikan hasil yang baik jika perbandingan
distribusi D besar.
3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk praktikum ini antara lain:
1. Corong Pisah untuk melakukan ektraksi
2. Hot mantel yang berfungsi untuk memanaskan reagen
3. Gelas ukur untuk mengukur volume reagen
4. Pipet untuk mengambil reagen dengan volume kecil
5. Neraca Massa untuk menimbang produk berupa endapan

Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu antara lain:


1. Larutan sampel 125 ml
2. Diklorometana
3. Larutan jenuh NaCl

3.2 Ekstraksi kafein


Pada percobaan ini pertama-tama kita mengambil 125 ml larutan sampel yang mengandung kafein.
Lalu memindahkan larutan tersebut kedalam corong pisah. Selanjutnya menambahkan 20 ml diklorometana.
Lalu kita ekstraksi selama 10 menit. Setelah kita ekstraksi akan terbentuk 2 fasa yakni fasa organic (bawah)
dan fasa air (atas). Fasa organic yang telah terbentuk kita pindahkan kedalam beaker glass. Fasa air yang
tersisa kita tambahkan kembali 20 ml diklorometana dan kita lakukan ekstraksi kembali selama 10 menit.
Ekstraksi dilakukan hingga 3 kali dan hasil fasa organiknya ditampung didalam beaker glass.
Selanjutnya hasil fasa organic kita tempatkan pada corong pisah yang berbeda dan kita tambahkan 50
ml larutan NaCl jenuh. Kita lakukan ekstraksi selama 10 menit. Kemudian akan terbentuk 2 fasa.
Selanjutnya fasa organic yang telah di ekstraksi kita pindahkan kedalam beaker glass dan kita panaskan
dalam hot plate hingga terbentuk endapan atau kristal dalam suhu 50 C. Setelah semua diklorometana
menguap lakukan kita lakukan penimbangan dengan neraca massa.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Data dan Hasil Pengamatan

Gambar 1. 125 ml
sample minuman
panther dimasukkan
kedalam corong pisah
ditambah 20 ml
diklorometana sebanyak

Gambar 2. Setelah
dikocok selama 10
menit terbentuk 2
fasa. Fasa bawah
ditampung dalam
beaker glass

Gambar 3. Fasa bawah


yang ditampung
ditambahkan 50 ml Nacl
dan dipisahkan dengan
corong pisah kembali

Gambar 4. Fasa
bawah (organic)
dipanaskan di
hotplate

Gambar
5. Kafein
yang
terbentu

4.2 Perhitungan secara teoritis


Volume Sampel (ml) : 125 mL
Kandungan kafein dalam sampel adalah 50 mg per 175 ml
Sehingga dengan rumus perbandingan diperoleh kandungan kafein dalam 125 ml sampel adalah :

Massa kafein

50 mg x 125 ml
175 ml

= 35,71 mg = 0,0357 gram

Massa kafein yang di peroleh dari percobaan 0,17 gram


4.3 Kesalahan Relatif dan Yield

% KR

|massa percobaanmassateoritis
| 100
massa teoritis

100
|0,170,0357
0,0357 |

= 376 %

%yield

massa percobaan
massateoritis

%yield

0,17
0,0357 g

x 100%

x 100%

= 476,2 %

4.4 Analisa Percobaan


Mula-mula memasukkan larutan kratindeng yang berwarna kuning pekat kedalam corong pisah, lalu
menambahkan metilen klorida dan melakukan ekstraksi. Selanjutnya mengulangi sebanyak dua kali
penambahan metilen klorida dan mengekstraksinya kembali. Saat mengocoknya sesekali membuka kran
pada corong pisah untuk mengurangi tekanan yang terjadi. Corong pisah digunakan untuk memisahkan
campuran tersebut berdasarkan massa jenisnya. Massa jenis senyawa yang lebih besar akan berada di bagian
bawah corong pisah, sedangkan senyawa yang massa jenisnya lebih kecil berada di bagian atas corong pisah.
Dengan metode ekstrasi berdasarkan kelarutan akan didapatkan senyawa yang polar akan larut ke dalam
pelarut polar dan senyawa non polar akan larut ke dalam pelarut non polar.
Sehingga terbentuk dua fasa dalam corong pisah yang terdiri dari fasa atas yang berwarna kuning dan fasa
bawah yang berwarna bening. Fasa atas merupakan lapisan polar dan fasa bawah yang mengandung metilen
klorida dan kafein yang merupakan fasa organic (fasa non polar). Dimana massa jenis fasa organic (metilen
klorida, kafein) lebih besar dari fasa polar (air).
Metilen klorida berfungsi sebagai pelarut yang akan melarutkan kafein yang memiliki kepolaran yang sama
yaitu non polar. Penambahan metilen klorida sebanyak 3 kali dilakukan agar pemisahan yang terjadi lebih
sempurna. Selanjutnya memisahkan fasa organic kedalam corong pisah yang lain dan menambahkan karutan
NaCl jenuh lalu melakukan ekstraksi. NaCl jenuh berfungsi untuk mengikat fasa air yang masih terdapat
dapam fasa organic sekaligus memecah emulsi yang terjadi selama proses ekstraksi. Sehingga terbentuk dua
fasa. Dimana fasa atas berwarna bening yang merupakan fasa air. Sedangkan fasa bawah merupakan fasa
organic yang berwarna bening berbentuk butitan-butiran

4.5 Analisa Hasil

Berat kafein yang diperoleh pada percobaan ini sebesar 0.17 g sedangkan berat teoritisnya yang
terkandung dalam minuman kratindeng sebesar 0.0357 g, sehingga didapatkan persen kesalahan relative dan
persen yield masing-masing sebesar 376 % dan % yield sebesar 476 %
Kesalahan ini dapat disebabkan kurang konstannya pengocokan yang dilakukan selama proses ekstraksi
sehingga kafein tidak dapat dipisahkan secara sempurna. Kesalahan ini juga dapat disebabkan oleh kurang
telitinya praktikan dalam penimbangan dan pengukuran volume serta peralatan yang kurang bersih. Rasa
buru-buru dan cepat puas praktikan juga mempengaruhi hasil yang diperoleh.

4.6Analisis Kesalahan
Pada praktikum ini, kesalahan relatif sebesar 376% dan %yield sebesar 476%. Kesalahan yang mungkin
terjadi antara lain :
4.6.1 Faktor dari Praktikan
Pengukuran takaran reagen yang kurang teliti
Kebersihan alat sehingga reagen kemungkinan terkontaminasi
Penyaringan yang kurang sempurna
Banyak pengotor yang terperangkap
4.6.2 Faktor dari Alat dan Bahan
Peralatan yang kurang bersih.
Reagen yang sudah lama dan terkontaminasi
5. KESIMPULAN

Kafein adalah purine alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine bersama senyawa tefilin
dan teobromin, berlaku sebagai perangsang sistem saraf pusat.
Senyawa kafein dapat diperoleh dari bahan alam seperti biji kopi, daun teh, daun mete, biji kola, biji
coklat, dan beberapa minuman penyegar.
Metode yang digunakan dalam proses isolasi kafein dari daun teh adalah metode pemisahan ekstraksi
bertahap
Metode ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan kelarutan
dengan pelarut yang digunakan, sehingga nanti nya akan terbentuk 2 fasa yaitu fasa organik (polar) dan
fasa anorganik (non polar).
Fungsi reagen :
1. NaCl jenuh untuk memecah emulsi yang mungkin terkandung dalam ekstraksi serta untuk
mensolvasi senyawa-senyawa yang bersifat polar
2. Diklorometana berperan sebagai pelarut yang akan melarutkan kafein serta memisahkannya
dengan senyawa lain yang larut dalam air.
Didapatkan massa kafein sebesar 0.17 gram

UCAPAN TERIMA KASIH


Saya memanjatkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan saya kesehatan
sehingga saya dapat melakukan praktikum ini dan dan menyelesaikan laporan tepat waktu. Terima kasih juga
untuk rekan praktikum saya yang telah bekerjasama dalam melaksanakan praktikum Kimia Organik ini dan
asisten laboratorium saya yang telah membantu mendampingi saat praktikum Kimia Organik.

DAFTAR PUSTAKA
Smith, Janice.2009. Organic Chemistry. 3rd Edition. Jakarta : McGrawHill

Dewick, M. Paul. 2002. Medicinal Natural Product. 2nd Edition. Jakarta : John Wiley and Sons
Fessenden, Ralph J dan Fessenden, Joan S.1986. Kimia Organik Jilid 1 Edisi Ketiga (A. H.
Pudjaatmaka, Penerjemah).Jakarta: Erlangga.
Sunardi. 2004. Diktat Kuliah Cara-cara Pemisahan. Depok : Departemen Kimia FMIPA UI
Siswoyo, Riswiyanto. 2009 . Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.
Tim KBI Organik.2014. Penuntun Praktikum Sintesis Kimia Organik. Depok : Departemen Kimia
FMIPA UI.

Lampiran
Material Safety Data Sheet (MSDS)

NaCl jenuh

Bentuk fisik

: larutan

Berat molekul

: 58.44 gr/mol

Titik leleh

: 801

Titik didih

: 1413

Kelarutan
: mudah larut dalam air dingin dan air panas. Larut dalam gliserol, aminoa.
Sangat sedikit larut dalam alcohol. Tidak larut dalam asam klorida
Toksikologi

: Dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan mata.

Diklorometana
Rumus Kimia

: CH2Cl2

Sifat Fisik

: Cairan

Berat Molekul

: 84.92 g/mol

Titik Leleh

: -97C

Titik Didih

: 40C

Toksikologi

: Dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan saluran pernapasan.

Anda mungkin juga menyukai